Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


“KANDIDIASIS PADA KEHAMILAN”

Pembimbing :
dr. Desy Hinda Pramita, Sp. KK

Disusun oleh :
Shella Pindomada 2019.04.2.0370

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
RSPAL DR. RAMELAN SURABAYA
RSUD DR. MOHAMAD SOEWANDHIE
2020

i
LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
KANDIDIASIS PADA KEHAMILAN

Referat dengan judul “Kandidiasis Pada Kehamilan” telah diperiksa dan


disetujui sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi
kepaniteraan Dokter Muda di bagian Ilmu Kulit dan Kelamin.

Surabaya, 3 Juli 2020

Pembimbing

dr. Desy Hinda Pramita, Sp. KK

i
DAFTAR ISI

REFERAT i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ii
BAB I 1
PENDAHULUAN...............................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................................................................1
BAB II 3
TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................................................................................3
2.1 Kandidiasis .................................................................................................................................................3
2.1.1 Definisi............................................................................................................................................3
2.1.2 Sinonim ..........................................................................................................................................3
2.1.3 Etiologi ...........................................................................................................................................3
2.1.4 Patogenesis ..................................................................................................................................6
2.1.5 Faktor Resiko ..............................................................................................................................7
2.2 Kandidiasis pada Kehamilan.............................................................................................................8
2.2.1 Definisi............................................................................................................................................8
2.2.2 Etiologi dan Epidemiologi Kandidiasis Vulvovaginalis .........................................8
2.2.3 Patofisiologi Kandidiasis Vulvovaginitis pada Kehamilan ..................................9
2.2.4 Faktor Resiko Kanidiasis Vulvovaginitis ......................................................................9
2.2.5 Diagnosis Kandidiasis Vulvovaginitis .........................................................................11
2.2.6 Diagnosis Banding .................................................................................................................13
2.2.7 Komplikasi Kandidiasis Vulvovaginalis pada Kehamilan .................................13
2.2.8 Tata Laksana Kandidiasis Vulvovaginitis pada Kehamilan..............................14
2.2.9 Edukasi ........................................................................................................................................15
2.2.10 Prognosis .................................................................................................................................16
BAB III 17
KESIMPULAN .................................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kandidiasis adalah penyakit jamur yang bersifat akut atau subakut
disebabkan oleh spesies Candida, biasanya Candida albicans dan dapat
mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronkus atau paru, kadang-kadang
dapat menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis (Wolff et al.,
2012). Infeksi Candida diklasifikasikan sebagai infeksi saluran reproduksi
(ISR) dikarenakan salah satu flora normal Candida dapat ditemukan pada
membran mukosa saluran genitourinari selain pada kulit dan saluran
pencernaan. Infeksi tersebut ditandai dengan adanya inflamasi pada mukosa
alat kelamin akibat respon proliferasi dari jamur (Fornari et al., 2016).
Kandidiasis vulvovaginal (KVV) adalah suatu infeksi yang paling
sering terjadi pada saluran genital wanita. Setidaknya 75% wanita pernah
mengalami satu episode infeksi kandida, hampir 10% diantaranya
mengeluhkan lebih dari satu episode. Infeksi ini disebabkan oleh
pertumbuhan abnormal yeast pada mukosa atau epitelium dari saluran
genital wanita (Wolff et al., 2012). Candida albicans adalah penyebab yang
paling sering. Lebih dari 85% kasus KVV disebabkan oleh Candida albicans,
diikuti oleh Candida glabrata sebanyak 4-5%, jarang disebabkan oleh
Candida tropicalis dan Candida parapsilosis (Fornari et al., 2016).
Pasien-pasien dengan KVV akan menunjukkan duh vagina disertai pruritus
vulva, rasa terbakar, dan disuria atau dispareunia. Labia tampak eritema,
lembab dan maserasi, cerviks hiperemis, membengkak dan erosi, disertai
vesikel-vesikel kecil pada permukaannya (Wolff et al., 2012). Pada ibu hamil
umumnya terjadi peningkatan cairan vagina, namun bukan merupakan hal
yang patologis (Cunningham, et al., 2008). Akan tetapi terdapat beberapa
faktor selama kehamilan seperti peningkatan hormon, perubahan pH pada
vagina, dan penurunan flora normal Lactobacillus yang berpotensi

1
meningkatkan risiko berkembangnya mikroorganisme patogen yang dapat
menyebabkan infeksi vagina pada ibu hamil (Pudjiati dan Soedarmadi, 2009).
Pada pemeriksaan dijumpai plak putih seperti susu pada dinding
vagina dengan dasar eritem dan dikelilingi eritem yang dapat menyebar ke
labia dan perineum. Diagnosis ditegakkan dengan gejala klinis dan
menemukan jamur pada KOH dan kultur (Fornari et al., 2016).

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kandidiasis
2.1.1 Definisi
Kandidiasis adalah penyakit infeksi primer atau sekunder yang
disebabkan oleh jamur genus candida terutama Candida albicans. Penyakit
ini dapat berjalan akut, sub akut, atau kronik, terlokalisir pada kulit, mulut,
tenggorokan, kulit kepala, vagina, jari, kuku, bronchi, paru-paru, fan saluran
pencernaan, dan dapat pula sistemik mengenai endocardium, meningen
sampai septicemia. Candida tidak menyerang rambut (Wolff et al., 2012)

2.1.2 Sinonim
Nama lain dari candidiasis adalah candidosis, dermatokandidiasis,
bronchomikosis, micoticvulvovaginitis, muguet dan moniliasis. Istilah
candidiasis banyak digunakan di amerika, sedangkan di kanada dan negara
negara di eropa seperti Italy, Perancis dan Inggris menggunakan istilah
candidosis (Stelzner, 1990).

2.1.3 Etiologi
Penyebab utama dari candidiasis adalah Candida albicans pada 70-
80% kasus, sampai dengan 90% kasus. Penyebab lainnya adalah Candida
glabrata, Candida parapsilosis sebagai penyebab endokarditis kandidiosis,
dan sebagai penyebab kandidiosis septikemia adalah Candida tropicalis.
Yang lainnya adalah: C. krusei, C. pseudotropicalis, C. stellatoidea, C.
guilliermondii, C. kefyr, C. zeylanoides, C. viswanathi, C. lusitanie, C.
dubliensis, dll.
Genus candida merupakan sel ragi uniselular yang termasuk termasuk
dalam fungi imperfecti atau deuteromycota, klas blastomycetes yang
memperbanyak diri dengan bertunas, famili cryptococcaceae. Genus ini

3
terdiri dari lebih dari 150 spesies, yang paling patogen adalah Candida
albicans.
Candida hidup sebagai saprofit, merupakan flora normal pada mulut,
tenggorokan dan saluran pencernaan lainnya, vagina, kadang kadang pada
daerah lipatan kulit dan dibawah kuku jari tangan. Di alam bebas ditemukan
pada tanah, atmosfir, air, serangga, dan tumbuh tumbuhan. Jamur ini
merupakan jamur bimorfik, yang bentuknya tergantung lingkungannya.
Bentuk micellium atau bentuk hifa ditemukan pada penyakit, karenanya
bentuk ini dianggap sebagai bentuk yang patogen, sedangkan bentuk ragi
atau clamidospora merupakan bentuk istirahat yaitu sebagai saprofit. Seluruh
spesies candida mempunyai kemampuan membentuk pseudomiscellia,
kecuali Candida glabrata (Stelzner, 1990).
Candida adalah jamur seperti ragi yang dapat membentuk hyphae
sejati dan pseudohyphae. Candida pada umumnya terbatas pada manusia
dan reservoir binatang; bagaimanapun, mereka sering didapatkan dari
lingkungan rumah sakit, seperti makanan, loket pendaftaran, pendingin
ruangan, lantai, respiraotr, dan pekerja medis. Candida adalah organisme
komensal pada kulit yang sakit dan mukosa saluran cerna, saluran kemih,
dan saluran nafas.
Candida juga berisi faktor virulensi mereka sendiri yang mudah
dikenali. Beberapa faktor virulensi yang meskipun tidak karakteristik dapat
berperan pada kemampuan mereka dalam menyebabkan infeksi. Faktor-
faktor virulensi yang utama adalah molekul permukaan yang memungkinkan
pelekatan organisme ke struktur lain (misalnya sel manusia, matriks
ekstraseluler, alat-alat prostetik), asam proteases, dan kemampuan untuk
berubah menjadi bentuk hifa. Jenis Candida yang secara medis penting
meliputi yang berikut (Emedicine, 2020):
 Candida albicans, jenis yang paling umum dikenali ( 50-60%)
 Candida glabrata ( 15-20%)
 Candida parapsilosis ( 10-20%)

4
 Candida tropicalis ( 6-12%)
 Candida krusei ( 1-3%)
 Candida kefyr (< 5%)
 Candida guilliermondi (< 5%)
 Candida lusitaniae (< 5%)Candida dubliniensis, terutama
didapatkan dari pasien yang positif HIV

C glabrata dan C albicans meliputi kira-kira 70-80% ragi yang didapat


dari pasien dengan kandidiasis invasif. C. glabrata telah menjadi penting
baru-baru ini oleh karena peningkatan insidensinya di seluruh dunia, dan
jelas lebih tidak sensitif terhadap azole dan amphotericin B.
C krusei penting karena resistensi intrimnsiknya terhadap
ketoconazole dan fluconazole ( Diflucan); terlebih lagi C. krusei juga lebih
tidak peka terhadap semua antifungals lain, mencakup itraconazole (
Sporanox) dan amphotericin B.
C lusitaniae juga merupakan spesies penting walaupun tidak umum
seperti beberapa spesies candida lainnya memiliki arti klinis penting sebab
sering resisten terhadap amphotericin B, walaupun tetap sensitif terhadap
azoles dan echinocandins.
C parapsilosis merupakan spesies yang penting dipertimbangkan
pada pasien rawat inap dengan pemakaian kateter vaskuler.
C tropicalis telah dipertimbangkan sebagai penyebab penting
candidemia pada pasien dengan kanker (leukemia) dan pada pasien yang
sudah menjalani pencangkokan sumsum tulang.

5
2.1.4 Patogenesis
Manifestasi klinis Candidiasis merupakan hasil interaksi antara patogenitas
candida dengan mekanisme pertahanan tuan rumah, yang berkaitan dengan
faktor predisposisi (Marlysa, 2004).
Infeksi Candida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik
endogen maupun eksogen.
Faktor endogen :
1. perubahan fisiologik :
a. kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina
b. kegemukan, karena banyak keringat
c. debilitas
d. iatrogenik
e. endokrinopati, gangguan gula darah kulit
f. penyakit kronik : tuberkolosis, lupus eritematosus dengan
keadaan imun buruk
2. umur : orang tua dan bayi lebih mudah terkena infeksi karena status
imunologik tidak sempurna.
3. imunologik : penyakit genetic

Faktor eksogen :
1. iklim, panas, dan kelembaban menyebabkan prespirasi meningkat
2. kebersihan kulit
3. kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan
maserasi dan memudahkan masuknya jamur
4. kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis

Seperti infeksi jamur pada umumnya defek dari inang juga berperan
penting dalam perkembangan infeksi oleh Candida. Banyak defek dari inang
dihubungkan dengan infeksi oleh Candida (Emedicine, 2020).

6
Berikut adalah mekanisme pertahanan inang terhadap infeksi Candida
dan defek pada mekanisme tersebut yang memungkinkan infeksi oleh
Candida:
 Barier utuh/intak mukosa dan kulit - Luka, penggunaan kateter
intravena, luka bakar, ulserasi
 Sel Fagosit - Granulocytopenia
 Sel PMN – Penyakit granulomatosa kronis
 Sel Monosit – Defisit Mieloperoksidase
 Komplemen- Hipokomplemenemia
 Immunoglobulin- Hipogammaglobulinemia
 Kekebalan yang diperantarai sel (imunitas seluler) – Kandidasis
mukokutaneus kronis, Diabetes Mellitus, pengunaan cyclosporin A,
Penggunaan kortikosteroid, infeksi HIV
 Bakteri pelindung mulosa dan kulit
 Penggunaan antibiotika spektrum luas

2.1.5 Faktor Resiko


Faktor Resiko yang dihubungkan dengan Candidiasis adalah sebagai
berikut:
 Granulositopenia
 Pencangkokan Sumsum Tulang
 Pencangkokan Organ (Hati, Ginjal)
 Terapi intera-vena yang lama
 Keganasan hematologis
 Pemakaian Kateter Folley
 Neoplasma solid
 Kemoterapi dan terapi radiasi
 Kortikosteroid
 Antibiotika spektrum luas

7
 Luka bakar
 Rawat inap yang lama
 Trauma berat
 Infeksi bakteri
 Tindakan bedah
 Tindakan bedah saluran cerna
 Alat akses intravaskuler sentral
 Kelahiran prematur
 Hemodialisis

2.2 Kandidiasis pada Kehamilan


2.2.1 Definisi
Kandidiasis adalah infeksi dengan berbagai manifestasi klinis yang
disebabkan oleh kandida, khususnya Candida albicans dan ragi (yeast) lain
dari genus kandida. Kandidiasis pada wanita umumnya infeksi pertama
timbul di vagina yang disebut vaginitis dan dapat meluas sampai vulva
(vulvitis), jika mukosa vagina dan vulva keduanya terinfeksi disebut
kandidiasis vulvovaginalis (KVV) (Daili, Makes, et al., 2009). KVV
didefinisikan sebagai salah satu penyebab tersering dari vaginitis, sebuah
gangguan ginekologis dengan manifestasi cairan putih, kental, tidak berbau
(“cottage cheese”) yang terdapat pada saluran bawah reproduksi wanita.
Disertai gatal, iritasi, dysuria atau dyspareunia (Nwadioha, Egah, et al.,
2010).

2.2.2 Etiologi dan Epidemiologi Kandidiasis Vulvovaginalis


Penyebab terbanyak KVV adalah spesies Candida albicans (80-90%)
sedangkan penyebab terbanyak ke dua adalah Candida glabrata (10%),
sedangkan 3% lainnya oleh spesies Candida lain seperti Candida tropicalis,
Candida pseudotropicalis, Candida krusei dan Candida stellatoidea (Daili,
Makes, et al., 2009). Tiga dari empat (75%) wanita pernah mengalami

8
episode KVV sepanjang hidupnya dan 10-20% wanita merupakan karier
asimtomatik untuk spesies Candida. (Parveen, Munir, et al., 2008). Paling
banyak terjadi pada usia muda 15-30% (Monalisa, Bubakar, et al., 2012).
Menurut Nwadioha (2010), spesies Candida biasa berasal dari endogen dan
ditularkan melalui pasangan seksual.

2.2.3 Patofisiologi Kandidiasis Vulvovaginitis pada Kehamilan


Mekanisme terjadinya KVV terutama pada kehamilan berlangsung
sangat kompleks. Selama kehamilan, terjadi peningkatan kedua hormon yaitu
progesteron dan estrogen. Progesteron memiliki efek supresi terhadap anti
kandida pada aktivitas neutrofil. Sedangkan estrogen bekerja mengurangi
kemampuan sel epitel vagina untuk menghambat pertumbuhan Candida
albicans dan juga menurunkan immunoglobin pada sekret vagina. Kondisi ini
mendukung terjadinya kolonisasi dari kandida tersebut. Sehingga
meningkatkan kerentanan pada ibu hamil mengalami KVV (Aslam, Hafeez, et
al., 2008). Selain itu, KVV umumnya terjadi karena perubahan pH dan
kandungan gula pada sekret vagina. Peningkatan hormon estrogen selama
kehamilan menyebabkan produksi glikogen lebih banyak pada vagina. Hal ini
memiliki efek langsung pada sel ragi dikarenakan pertumbuhannya yang
cepat dan mudah lengket pada dinding vagina (Parveen, Munir, et al., 2008).

2.2.4 Faktor Resiko Kanidiasis Vulvovaginitis


Beberapa faktor yang merupakan predisposisi atau faktor risiko,
khususnya
yang berkaitan dengan dua hal, yaitu meningkatnya karbohidrat, termasuk
peningkatan dan penurunan pH. Hal ini erat hubungannya dengan (Pudjiati,
Soedarmadi. 2009):
a. Kehamilan
b. Obesitas
c. Lingkungan yang hangat dan lembab

9
d. Pakaian atau pakaian dalam yang ketat
e. Pemakaian oral kontrasepsi
f. Pemasangan IUD (Intra Uterine Device)
g. Pemakaian antibiotika spektrum luas
h. Menderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol
i. Pemakaian obat yang mengandung kortikosteroid
j. Pemakaian pencuci vagina
k. Penyakit infeksi dan keganasan yang menekan daya tahan tubuh

Pada kehamilan terjadi peningkatan kerentanan terhadap infeksi


Candida. Selain itu, terjadi pula peningkatan kolonisasi dan prevalensi
vaginitis simtomatis. Vaginitis simtomatis paling sering terjadi pada trimester
ketiga dan vaginitis rekuren simtomatis juga lebih sering dijumpai selama
kehamilan. Hal ini diperkirakan karena meningkatnya kadar hormon
reproduktif, yang menyebabkan konsentrasi glikogen yang tinggi pada epitel
vagina sehingga menjadi substrat yang baik (sumber karbon) untuk
pertumbuhan jamur Candida. Mekanisme yang lebih kompleks adalah bahwa
peningkatan estrogen akan meningkatkan perlekatan sel-sel jamur pada
mukosa vagina masih perlu diteliti lebih lanjut. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa secara in vitro kemampuan mengikat hormon seks
wanita terhadap Candida meningkat selama kehamilan. Selain itu juga
meningkatkan pembentukan miselium dan virulensi jamur. Berdasarkan hal
itu dapat disimpulkan bahwa peningkatan hormon seks selama kehamilan
akan meningkatkan virulensi jamur, sehingga angka kesembuhan kandidiasis
vagina menurun selama kehamilan.

10
2.2.5 Diagnosis Kandidiasis Vulvovaginitis
Diagnosis cepat dan tepat dapat ditegakkan berdasarkan gambaran
klinis dan didukung pemeriksaan mikroskopik langsung, bila perlu dilakukan
biakan (kultur). Berikut ini beberapa pemeriksaan untuk mendeteksi KVV :
 Pemeriksaan klinis
Pada gambaran klinis, keluhan khas dari KVV adalah
gatal/iritasi vulva dan duh tubuh vaginal/keputihan Vulva bisa terlihat
tenang, tetapi bisa juga kemerahan, udem dengan fisura, dan dijumpai
erosi dan ulserasi. Kelainan lain yang khas adalah adanya
pseudomembran, berupa plak-plak putih seperti sariawan (thrush),
terdiri dari miselia yang kusut (matted mycelia), leukosit dan sel epitel
yang melekat pada dinding vagina. Pada vagina juga dijumpai
kemerahan, sering tertutup pseudomembran putih keju. Jika
pseudomembran diambil akan tampak mukosa yang erosif. Cairan
vagina biasanya mukoid atau cair dengan butir-butir atau “gumpalan
keju” (cottage cheese). Namun, duh tubuh biasanya amat sedikit dan
cair, vagina dapat tampak normal. Pada pemeriksaan kolposkopi,
terdapat dilatasi atau meningkatnya pembuluh darah pada dinding
vagina atau serviks sebagai tanda peradangan (Daili, Makes, et al.,
2009).
 Pemeriksaan laboratorium Menurut Daili (2009), pemeriksaan
mikroskopik dapat dipakai sebagai standar emas (gold standard) untuk
membuktikan adanya bentuk ragi dari kandida. Terutama
sensitivitasnya pada penderita simtomatik sama dengan biakan. Di
bawah ini terdapat beberapa metode pemeriksaan laboratorium yang
dapat dilakukan untuk memeriksa ada tidaknya candida.
1. Pemeriksaan mikroskopik : pulasan dari pseudomembran atau
cairan vagina dijadikan sampel lalu dilakukan pewarnaan Gram
atau KOH 10% kemudian di letakkan di bawah mikroskop cahaya.
Candida albicans akan terlihat dimorfik dengan ragi sel-sel tunas

11
berbentuk lonjong dan hifa. Serta dalam bentuk yang invasif
kandida tumbuh sebagi filamen, miselia, atau pseudohifa (Schorge,
Schaeffer, et al., 2008).
2. Kultur : sampel dibiakkan pada agar Sabouraud’s dextrose atau
agar Nutrient. Piring agar diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-72
jam (Yousif, Hussien. 2010). Biakan jamur (kultur) dari sekret
vagina dilakukan untuk konfirmasi terhadap hasil pemeriksaan
mikroskopik yang negatif (false negative) yang sering ditemukan
pada KVV kronis dan untuk mengindentifikasi spesies non-Candida
albicans. Kultur mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi sampai
90%, tetapi hasil postif kultur saja tidak dapat dijadikan indikasi
seseorang menderita KVV jika tidak ditemukan simtom pada vagina
karena 10-15% wanita normal dijumpai kolonisasi pada vaginanya
(Daili, Makes, et al., 2009). Hal ini didukung oleh Schorge (2008),
kultur secara rutin tidak direkomendasikan kecuali pada wanita
yang telah terinfeksi kandida sebelumnya serta gagal dalam
pemberian pengobatan empiris.

12
2.2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding kandidiasis vulvovaginalis adalah termasuk
trikomoniasis dan vaginosisi bakterial yang dapat dibedakan dengan mudah
melalui pemeriksaan perkiraan pH dan secara mikroskopis. Lebih sulit
memisahkan jika penderitakandidiasis vulvovaginalis dengan hasil
mikroskopis negatif dan pH vagina normal(Wolff et al., 2012):
1. Trichomoniasis Sekret banyak dan encer, warna kekuningan,
berbusa, berbau tidak enak dan jarang terdapat lesi kulit.
2. Bakterial vaginosis Sekret encer, tipis dan homogen, warna putih
atau keabu-abuan serta berbau amis. Tidak diketahui inflamasi
pada vagina dan vulva
3. Gonorea Sekret lebih sedikit, berwarna kuning sampai hijau.
4. Leukore fisiologis Sekret berupa mukus yang banyak mengandung epitel
tetapi jarang terdapat leukosit dan tidak berbau.
5. Infeksi genital nonspesifik Infeksi ini terbanyak disebabkan oleh Chlamydia
trachomatis dan Ureaplasma urealiticum.Klinis berupa sekret kekuningan.
Pada pemeriksaan mikroskopis hanya ditemukan jumlah leukosit yang
meningkat.

2.2.7 Komplikasi Kandidiasis Vulvovaginalis pada Kehamilan


Komplikasi KVV pada ibu hamil dapat terjadi dengan cara penyebaran
infeksi ke bagian atas saluran reproduksi (ascending infection) melalui
diseminasi hematogen. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita KVV dapat
terinfeksi secara langsung dari kontaminasi cairan amnion atau melalui jalan
lahir (Monalisa, Bubakar. 2012). Komplikasi tersebut adalah prematuritas,
aborsi spontan, chorioamnionitis, dan beberapa infeksi yang dapat diderita
bayi pada saat persalinan. Neonatus prematur mudah terinfeksi jamur
dikarenakan sistem imun yang belum matang. Selama persalinan, transmisi
dapat terjadi melalui vagina ibu yang telah terinfeksi dengan bayi yang baru
lahir dan meningkatkan resiko kejadian infeksi kandida kongenital. Bayi

13
dengan oral thrush yang mendapatkan air susu ibu (ASI) dapat meningkatkan
risiko kandidiasis pada puting susu ibu tersebut (Parveen, Munir, et al.,
2008).

2.2.8 Tata Laksana Kandidiasis Vulvovaginitis pada Kehamilan


Penanganan KVV pada wanita hamil lebih sulit, yaitu sejak
melemahnya respon klinis dan banyak ditemukan rekurensi. Secara umum,
terapi antifungal topikal cukup efektif, khususnya jika digunakan jangka
panjang (1-2 minggu). Durasi pengobatan yang lama penting untuk
mengeradikasi infeksi jamur (Wolff et al., 2012). Pada suatu penelitian yang
dilakukan pada wanita hamil diketahui bahwa penggunaan imidazol topikal
tampak lebih efektif dibandingkan nistatin. Terapi 7 hari tampak lebih efektif
dibandingkan durasi yang lebih pendek yang biasa diberikan pada wanita
hamil. Namun, perpanjangan waktu terapi 14 hari memiliki efektivitas yang
sama dengan terapi 7 hari. Pengobatan dianjurkan dengan preparat azol e
topikal. Terapi KVV yang disebabkan Candida non-albicans pemberian obat
golongan azole tetap dianjurkan selama 7-14 hari, kecuali flukonazole karena
banyak Candidda non–albicans yang resisten. Pada pasien dengan
imunokompromais, pengobatan dengan obat anti jamur konvensional
dilakukan dengan pemberian 7-14 hari. Pada pasien AIDS pengobatan tidak
ada yang benar-benar efektif. Meskipun demikian, pasien tetap perlu diterapi
dengan regimen yang ada dengan waktu yang lebih lama (Cohen MS, 2009).
Antijamur golongan azole. Ini merupakan antijamur yang berspektrum
luas, artinya dapat membunuh berbagai jenis jamur. Antijamur golongan
azole bekerja dengan cara merusak membran sel jamur. Jika membran sel
jamur rusak, maka sel tersebut akan mengalami kematian. Contoh obat ini
adalah:

 Clotrimazole.
 Fluconazole.

14
 Ketoconazole.
 Itraconazole.
 Miconazole.
 Voriconazole.

Penggunaan fluconazole pada kehamilan harus dihindari kecuali pada


kasus infeksi jamur berat yang mengancam jiwa, Fluconazole dapat
digunakan jika manfaat yang didapat melebihi potensi risiko pada janin.
Penggunaan fluconazole oral dalam kehamilan juga dikaitkan dengan
peningkatan secara signifikan abortus spontan dibandingkan risiko wanita
yang tidak terpapar fluconazole atau wanita yang terpapar azol topikal
selama kehamilan.

2.2.9 Edukasi
Seperti diketahui kulit daerah alat kelamin dan sekitarnya harus
diusahakan agar tetap bersih dan kering, karena kulit yang lembab/basah
dapat menimbulkan iritasi dan memudahkan tumbuhnya jamur dan kuman
penyakit. Jangan terlalu sering melakukan douche (mencuci/membilas
vagina) dengan larutan antiseptik karena akan menghilangkan cairan vagina
yang normal dan dapat mematikan bakteri alamiah didalam vagina.
Pencegahan infeksi ini dapat dimulai dengan merawat diri sendiri, waktu
istirahat yang cukup, menghindari stres serta mengkonsumsi makanan yang
sehat. Jika memiliki penyakit tertentu seperti diabetes, agar tetap terkontrol di
bawah pengawasan dokter.
Kebiasaan melakukan seks bebas dapat memicu timbulnya
Kandidiasisis sehingga upaya pencegahan infeksi lebih dititikberatkan pada
perilaku manusia, hanya berhubungan seks dengan suami atau istri yang sah
merupakan salah satu alternatif pencegahan infeksi ini. Pada ibu rumah
tangga sebaiknya selalu memeriksakan diri secara periodik guna mengetahui
infeksi secara dini dan segera melakukan pengobatan apabila ada gejala dan

15
tanda infeksi. Dengan demikian diharapkan dapat mengurangi penyebaran
infeksi ini.

2.2.10 Prognosis
Prognosis pada umumnya baik, terutama bila faktor predisposisi dapat
diminimalkan. KVV tanpa komplikasi memunyai prognosis baik karena pada
umumnya infeksi ringan hingga sedang dan mengenai penderita yang
imunokompeten. Pada KVV dengan komplikasi sering terjadi infeksi berulang.
Karena itu diperlukan pengobatan yang tepat dan pengobatan profilaksis
serta mengoreksi faktor predisposisi penyebab terjadinya infeksi.
Ketidakseimbangan laktobasillus dan adanya faktor predisposisi diduga
merupakan penyebab mengapa penyakit ini sulit diobati. Ketidakseimbangan
laktobasillus dan adanya faktor predisposisi diduga merupakan penyebab
mengapa penyakit ini sulit diobati.

16
BAB III
KESIMPULAN

Kandidiasis adalah penyakit infeksi primer atau sekunder yang


disebabkan oleh jamur genus candida terutama Candida albicans.
Kandidiasis pada wanita umumnya infeksi pertama timbul di vagina yang
disebut vaginitis dan dapat meluas sampai vulva (vulvitis), jika mukosa vagina
dan vulva keduanya terinfeksi disebut kandidiasis vulvovaginalis (KVV).
Sebagai salah satu penyebab tersering dari vaginitis, sebuah gangguan
ginekologis dengan manifestasi cairan putih, kental, tidak berbau (“cottage
cheese”) yang terdapat pada saluran bawah reproduksi wanita. Disertai gatal,
iritasi, dysuria atau dyspareunia. Penyebab terbanyak KVV adalah spesies
Candida albicans (80-90%).
Mekanisme terjadinya KVV terutama pada kehamilan berlangsung
sangat kompleks. Selama kehamilan, terjadi peningkatan kedua hormon yaitu
progesteron dan estrogen. Progesteron memiliki efek supresi terhadap anti
kandida pada aktivitas neutrofil. Sedangkan estrogen bekerja mengurangi
kemampuan sel epitel vagina untuk menghambat pertumbuhan Candida
albicans dan juga menurunkan immunoglobin pada sekret vagina. Kondisi ini
mendukung terjadinya kolonisasi dari kandida tersebut. Sehingga
meningkatkan kerentanan pada ibu hamil mengalami KVV. Peningkatan
hormon estrogen selama kehamilan menyebabkan produksi glikogen lebih
banyak pada vagina. Hal ini memiliki efek langsung pada sel ragi dikarenakan
pertumbuhannya yang cepat dan mudah lengket pada dinding vagina.
Faktor resiko pada kandidiasis vulvovaginitis diantara lain kehamilan,
obesitas, lingkungan yang hangat dan lembab, pakaian atau pakaian dalam
yang ketat, pemakaian oral kontrasepsi, pemasangan IUD (Intra Uterine
Device),dll.
Diagnosis kandidiasis bedasarkan pemeriksaan klinis keluhan khas
KVV adalah gatal/iritasi vulva dan duh tubuh vaginal/keputihan Vulva bisa

17
terlihat tenang, bisa juga kemerahan, udem dengan fisura, erosi dan ulserasi.
Kelainan lain yang khas adalah adanya pseudomembran, berupa plak-plak
putih seperti sariawan (thrush), terdiri dari miselia yang kusut (matted
mycelia), leukosit dan sel epitel yang melekat pada dinding vagina. Pada
vagina juga dijumpai kemerahan, sering tertutup pseudomembran putih keju.
Diagnosis juga didukung dengan bebarapa pemeriksaan:
1. Pemeriksaan mikroskopik : pulasan dari pseudomembran atau
cairan vagina dijadikan sampel lalu dilakukan pewarnaan Gram
atau KOH 10%. Candida albicans akan terlihat dimorfik dengan ragi
sel-sel tunas berbentuk lonjong dan hifa. Serta dalam bentuk yang
invasif kandida tumbuh sebagi filamen, miselia, atau pseudohifa
2. Kultur : sampel dibiakkan pada agar Sabouraud’s dextrose atau
agar Nutrient.
3. Piring agar diinkubasi pada suhu 37°C selama 24-72 jam. Biakan
kultur sekret vagina dilakukan untuk konfirmasi terhadap hasil
pemeriksaan mikroskopik yang negatif (false negative) yang sering
ditemukan pada KVV kronis dan untuk mengindentifikasi spesies
non-Candida albicans. Kultur mempunyai nilai sensitivitas yang
tinggi sampai 90%, tetapi hasil postif kultur saja tidak dapat
dijadikan indikasi, jika tidak ditemukan simtom pada vagina karena
10-15% wanita normal dijumpai kolonisasi pada vaginanya.
Diagnosis banding dari kanidiasis vulvovaginitis antara lain
Trichomoniasis, Gonorea, Bakterial Vaginosis.
Komplikasi kandidiasis vulvovaginitis pada kehamilan diantaranya
dapat terjadi dengan cara penyebaran infeksi ke bagian atas saluran
reproduks, dapat menyebabkan prematuritas, aborsi spontan,
chorioamnionitis, dan beberapa infeksi yang dapat diderita bayi pada saat
persalinan.
Terapi yang diberikan secara umum, terapi antifungal topikal cukup
efektif, khususnya jika digunakan jangka panjang (1-2 minggu). Durasi

18
pengobatan yang lama penting untuk mengeradikasi infeksi jamur. Terapi 7
hari tampak lebih efektif dibandingkan durasi yang lebih pendek yang biasa
diberikan pada wanita hamil. Pengobatan dianjurkan dengan preparat azole
topikal. Terapi KVV yang disebabkan Candida non-albicans pemberian obat
golongan azole tetap dianjurkan selama 7-14 hari, kecuali flukonazole karena
banyak Candidda non–albicans yang resisten. Pada pasien dengan
imunokompromais, pengobatan dengan obat anti jamur konvensional
dilakukan dengan pemberian 7-14 hari.
Edukasi pada penderita dengan kandidiasis yaitu dengan menjaga
kulit daerah alat kelamin dan sekitarnya harus diusahakan agar tetap bersih
dan kering, karena kulit yang lembab/basah dapat menimbulkan iritasi dan
memudahkan tumbuhnya jamur dan kuman penyakit, tidak terlalu sering
mencuci/membilas vagina dengan larutan antiseptic, menjaga kebersihan,
menghindari ganti-ganti pasangan, mengindari stress dan mengkonsumsi
makanan yang sehat, serta kontrol rutin jika memiliki penyakit tertentu.

19
DAFTAR PUSTAKA

Cohen MS, A. D. (2009) Sexually Transmitted Disease. 6th edn. Edited


by M. P. Holmes KK, Sparling PF. USA: McGraw-Hill2009.
Emedicine (2020).
Fornari, G. et al. (2016) ‘Susceptibility and molecular characterization
of candida species from patients with vulvovaginitis’, Brazilian Journal of
Microbiology. doi: 10.1016/j.bjm.2016.01.005.
Marlysa, R. L. (2004) Kandidiasis Kutan dan Mukokutan. Dlm:
Dermatomikosis Superfisialis Pedoman untuk Dokter dan Mahasiswa
Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Wolff, K. et al. (2012) Fitzpatrick’s Dermatology, Fitzpatrick’s
Dermatology.
Djuanda Adhi, Hamzah Mochtar, Aisah Siti ; Candidosis. In : Ilmu
Penyakit dan Kelamin, 3rd edition ; Jakarta ; Fakultas Kedokteran Universitas
Ind
Cunningham, Leveno, Bloom, Hauth, Rouse, dan Spong, 2010.
Sexually Transmitted Diseases : Vaginitis. Dalam : Williams Obstetrics 23rd
Edition.
United States of America : McGraw-Hill Companies, 1246. onesia,
1999 : 103-106
Parveen N., Munir, Din I., Majeed R., 2008. Frequency of Vaginal
Candidiasis in Pregnant Women Attending Routine Antenatal Clinic. Available
from : http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18460243
Mari Monalisa, Bubakar A., Amiruddin M.D., 2012. Clinical Aspects
Fluor Albus of Female and Treatment. Available from
:http://journal.unhas.ac.id/index.php/ijdv/article/download/255/229
Aslam, Hafeez, Ijaz, dan Tahir, 2008. Vulvovaginal Candidiasis in
Pregnancy. Available from : http://thebiomedicapk.com/articles/255.pdf

20
Pudjiati, Soedarmadi, 2009. Kandidosis Genitalis. Dalam : Infeksi
Menular Seksual Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 171-178.

21

Anda mungkin juga menyukai