Anda di halaman 1dari 8

“PERAN GURU DISEKOLAH DAN MASYARAKAT”

ISNA YUNVI YANTI (18058273)

Email : isnayunvi10@gmailcom

Dosen : WIRDANENGSIH,S.Sos.,M.Si

PENDIDIKAN SOSIOLOGI ANTROPOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kita seharusnya mengakui bahwa telah banyak landasan hukum yang telah diciptakan
untuk melakukan tindakan di bidang pendidikan, tetapi belum seluruhnya dapat kita pahami
sesuai dengan makna yang terkandung dalam setiap landasan hukum tersebut. Namun demikian,
pendidikan harus tetap berjalan terus seiring dengan berjalannya waktu. Dalam perjalanan hidup
itu kita perlu belajar terus memaknai apa yang terkandung dalam setiap landasan hukum yang
muncul agar dalam melaksanakan kewajiban kita sebagai pemangku kepentingan di bidang
pendidikan dapat melayani masyarakat dengan baik sesuai dengan tujuan nasional  pendidikan.
Pengarusutamaan gender bidang pendidikan harus dapat menciptakan budaya prestasi
dalam persaingan yang sehat pada guru dan siswa jenjang pendidikan dasar dan pendidikan
menengah, pendidikan formal, non formal maupun informal. Sebagai guru yang responsif gender
harus selalu belajar dan bereksplorasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta nilai budaya sesuai
dengan kompetensi masing-masing, agar menjadi lebih professional dalam melayani masyarakat
yang hendak belajar. Bagaimana pun guru mempunyai posisi penting dalam menciptakan suatu
peradaban yang kita inginkan, untuk itu masyarakat perlu mengontrol dan memberikan masukan
sebagai pengayaan dalam proses pendidikan. Selanjutnya siswa pendidikan dasar dan menengah,
formal, non formal, maupun informal hendaknya juga mempunyai semangat dan motivasi yang
tinggi dalam belajar berbagai ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai budaya, tentu tidak
terkecuali laki-laki dan perempuan, dengan maksud suatu saat dapat mandiri dan berguna bagi
orang lain.
Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan harus dapat dinikmati oleh laki-laki dan
perempuan dalam kerangka  kesetaraan dan berkeadilan gender.   Adil tidaklah harus sama
jumlah, yang terpenting adalah bagaimana relasi gender dapat dibangun dalam  ranah kehidupan
di setiap jenis dan jenjang pendidikan. Untuk itulah diperlukan Pendidikan Sekolah Berbasis
Gender (PSBG) yang kejelasannya dibahas dalam BAB I sampai dengan BAB V. Sejalan dengan
peningkatan kualitas pelayanan diperlukan berbagai upaya yang sistematis dan terprogram oleh
pemangku kepentingan pendidikan agar dapat diciptakan pendidikan sekolah yang setara  dan
adil gender.
Dengan demikian akan semakin jelas bagaimana masing-masing standar pendidikan
dimaksud yang respoinsif gender, memperhatikan kebutuhan dan kepentingan laki-laki dan
perempuan di setiap jenis dan jenjang pendidikan. Tentu ulasan ini hanya menggambarkan
secara garis besar, sedangkan kedalaman materi diserahkan kepada pemangku kepentingan untuk
menggali lebih dalam lagi makna implisit di dalam ulasan ini.

PEMBAHASAN

    Guru merupakan pekerja profesional, sesuai Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 28,
dikemukakan bahwa guru merupakan pekerja profesional. Yang dimaksud tenaga profesional,
adalah orang-orang yang melakukan kegiatan mendapat upah atau bayaran sesuai dengan
Undang –Undang No 14 tahun 2005, Martinis (2007:13). Pendidik harus memiliki kualifikasi
akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan menurut Wina Sanjaya
(2008:21) dalam proses pembelajaran guru mempunyai peran yang sangat penting yaitu, guru
sebagai sumber belajar, fasilitator, pengelola, demonstrator, pembimbing, motivator dan sebagai
evaluator.
Pendidikan adalah memberikan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada siswa,
untuk dapat mengetahui segala hal mengenai teori dan praktek laboratorium, siswa harus bisa
mengeksplorasi ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut seluas luasnya sebagai pendalaman apa
yang ditransfer tersebut. Segala teknik dan strategi boleh digunakan dalam transfer ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut, hingga meyakinkan bahwa dalam evaluasi belajar mata
pelajaran dapat diserap dengan baik. Di sini ada kecenderungan guru hanya melaksanakan tugas
sesuai dengan kompetensinya, tanpa peduli terhadap perkembangan lain yang diperlukan siswa
dalam pertumbuhannya. Padahal guru harus mampu mengembangkan ranah kognitif, spikomotor
dan afektif dalam proses pembelajaran, sementara dalam pendidikan guru terfokus hanya pada
pengembangan kognitif dan psikomor saja yang mendapatkan perhatian dan evaluasi belajar.
Bagaimna dengan ranah afektif yang menyangkut pengembangan perilaku dan kepribadian
siswa, dalam berinteraksi dan berkolaborasi dalam proses pembelajaran yang sesuai dengan
kompetensi mata pelajaran yang sedang berjalan.

A.    Peran Guru Sebagai Pendidik


Guru sebagai pendidik adalah tenaga profesional sebagai mana dalam undang undang
Sistem Pendidikan Nasional no 20 tahun 2003, bab XI, pasal 39, ayat 2, bertugas merencanakan
dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan
dan pelatihan serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi
pendidik pada perguruan tinggi, Martinis (2007:18). Mendidik dipersepsikan usaha transformasi
ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan kurikulum yang diberlakukan pada setiap jenjang
dan jenis pendidikan. Kesibukan  akan persiapan pembelajaran dan target kurikulum, menjadikan
kita lupa bahwa ada hal penting terlupakan dalam berinteraksi dengan siswa, yaitu transformasi
pengembangan pengalaman dan nilai nilai budaya mengenai hal baik atau sebaliknya dalam
kehidupan manusia. Pemahaman yang egois dan seolah pendidikan disamakan dengan lahan
bisnis dengan memperhitungkan untung dan rugi, menjadikan pendidikan kering akan cinta
kasih, saling memperhatikan, saling melindungi dalam kebersamaan.
Padahal kebahagiaan, kesejahteraan dan kemakmuran akan tercipta bersamaan dengan
merebaknya kebersamaan dan cinta kasih, saling memperhatikan dan saling melindungi antar
sesama manusia. Sikap egoistis dan ketidak pedulian akan menumbuhkan benih kesengsaraan,
keserakahan, dan kemunafikan. Kita masih bersyukur guru dan pemangku kepentingan bidang
pendidikan sadar akan hal dimaksud, sehingga komitmen untuk tetap mencintai tugasnya tetap
membara dalam mewujutkan tata kehidupan manusia dimasa depan menjadi lebih baik dan maju.
Dengan demikian kita tidak boleh mempersepsikan segala sesuatu dengan sempit dan
tidak membangun, dengan tujuan melatih pikiran dan hati kita tidak terkotak kotak dan sempit.
Keterbatasan dalam wawasan berpikir akan menimbulkan konflik berkelanjutan, merasa benar
dalam kekeliruan, merasa besar dalam kekerdilannya, dan merasa membela kebenaran dalam
kenistaan. Padahal kemuliaan manusia ditentukan oleh bagaimana kita menata kehidupan ini
bersama dalam perbedaan cara pandang dan keyakinan.
B.       Peran Guru sebagai Pengajar
Yang dimaksud peran guru sebagai  pengajar adalah peran untuk mempertunjukkan kepada
siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang
disampaikan, dalam hal ini guru harus dapat menunjukkan sikap-sikap yang terpuji dalam setiap
aspek kehidupan sehingga guru merupakan sosok ideal bagi seluruh siswa baik laki-laki maupun
perempuan. Dengan demikian diperlukan peran pengajaran sebagai implementasi pengembangan
ranah afektif, dimana guru mempunyai peran dan kewajiban untuk mengajarkan perilaku, sikap,
bahasa sebagai pengembangan nilai budaya yang kita miliki.
 Peran mengajar mempunyai konsekuensi sampai siswa benar benar mengerti dan
menghayati serta dapat melakukan sebagaimana yang diharapkan, dan sanksi merupakan
konsekuensi dari perilaku  menyimpang yang terjadi. Mengingat peran mengajar  dalam
pengembangan ranah afektif ini sebagian guru sedikit sulit mengimplementasikannya, maka
diperlukan koordinator sebagai konsultan berbagai permasalahan belajar,  permasalahan karier
siswa  dan permasalahan perilaku menyimpang siswa.
Dengan demikian pemangku kepentingan bidang pendidikan dan guru diharapkan dapat
memberikan trasformasi pengalaman kehidupan masa  lalu, dan yang sedang berjalan, agar siswa
mengetahui mana yang seharusnya dan mana yang tidak perlu dilakjukan, tentang kebaikan dan
sebaliknya, konsekuensi dari setiap perbuatan baik atau sebaliknya. Keyakinan akan buah
kebaikan memerlukan bukti dalam kehidupan, begitu sebaliknya tentu akan memberikan
gambaran yang menarik untuk dipelajari dan dihayati.

C.      Peran Guru sebagai Motivator


Guru sebagai motivator diharapkan mampu untuk membangkitkan semangat belajar pada
peserta didik , menurut Callahan dan Clark dalam bukunya Mulyasa disampaikan bahwa
motivasi adalah tenaga pendorong atau penarik yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah
suatu tujuan tertentu. Sebagai pemacu semangat belajar diharapkan seorang guru mampu
mengembangkan sikap, perilaku dan bahasa peserta didik sesuai dengan aspirasi dan cita cita
mereka dimasa mendatang yang lebih maju.  Guru diharapkan dapat memberi inspirasi pada
siswa, baik laki-laki maupun perempuan melakukan hal hal baik untuk kemanusiaan, 
memunculkan pemikiran dan ide baru yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Untuk itu guru
harus mampu menciptakan lingkungan sekolah yang, nyaman, tertib, optimisme, dan penuh
harapan bagi seluruh warga sekolah. Semangat dan kekuatan belajar siswa yang mandiri
tergantung bagaimana seorang guru memberikan motivasi, harapan dan kebahagiaan dimasa
depan. Prestasi adalah  kebanggaan dan harapan masyarakat akan masa depan kehidupan
manusia, sehingga motivasi dari seluruh guru dan pemangku kepentingan pendidikan,
mempunyai implikasi terhadap munculnya generasi mendatang, dalam warna sebagaimana kita
memberikan motivasi atas perbutan baik atau sebaliknya.
Dengan demikian pesan motivasi yang disampaikan sangat menentukan karakter anak
dalam  mendapatkan apa yang di cita citakannya, sebagai ilustrasi bahwa kebahagiaan akan
didapatkan sejalan dengan materi kekayaan yang kita dapatkan. Padahal hal demikian akan
menyesatkan siswa, karena materi kekayaan tidak menjamin manusia mendapatkan kebahagiaan.
Kekayaan hati, keluhuran budi, dan rasa syukur justru memberikan kebahagiaan lahir dan batin.
Berarti berlomba mengejar kekayaan materi dengan cara yang tidak wajar, akan menjadi
permasalahan dalam kehidupan manusia. Berhati hatilah dalam memberikan motivasi, agar kita
mendapatkan kebahagiaan yang sebenarnya dimasa depan bersama masyarakat.

D.      Peran Guru sebagai Pembimbing


Peran guru sebagai pembimbing adalah menjaga, mengarahkan dan membimbing agar
siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan bakatnya masing- masing.
Selain disebutkan diatas guru harus mampu mengumpulkan data dan informasi, tentang
keberhasilan yang telah dilakukan oleh peserta didik. Agar guru dapat berperan sebagai
pembimbing yang baik, tentunya guru mempunyai pemahaman tentang peserta didik yang akan
dibimbingnya, misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar,  serta pemahaman
tentang potensi dan bakat yang dimiliki oleh peserta didik,  baik laki-laki maupun perempuan.
Sebab hal tersebut akan membantu guru dalam melakukan teknik dan jenis bimbingan, yang
harus diberikan kepada masing-masing peserta didik. Sebagaimana diketahui disetiap sekolah
ada guru bimbingan dan konseling, yang seharusnya mempunyai tugas lebih aktif, dalam
menciptakan konsep pemberlakuan tata tertib dan  peraturan sekolah, sebagai pembiasaan siswa
melakukan hal yang benar dan baik.
           
Bimbingan yang dimaksudkan di sini adalah, upaya kita bagaimana guru bisa
memberikan berbagai alternatif pilihan terbaik untuk siswa, mengenai berbagai pemecahan
permasalahan belajar, maupun permasalahan kesulitan dalam melakukan pembiasaan nilai-nilai
budaya yang dikembangkan, demi untuk masa depan yang bersangkutan maupun masa depan
masyarakat dalam lingkungannya.
Kepedulian guru pada masalah belajar dan pengembangan nilai budaya, tercermin
bagaimana guru dapat melaksanakan peran sebagai pembimbing,  mengatasi segala
permasalahan belajar, dan pengembangan nilai budaya siswa dalam mencapai cita citanya. Peran
sebagai pembimbing tentu perlu  melibatkan  orang tua dan masyarakat,  dimana anak
bersosialisasi. Gerakan sosialisasi seirama dan sebahasa dalam pembibingan diperlukan dengan
melibatkan keluarga dan masyarakat, agar tujuan pendidikan nasional dapat dilaksanakan.
Bimbingan terhadap siswa laki-laki tentu mempunyai kebutuhan yang berbeda dengan
bimbingan untuk siswa perempuan , guru harus dapat memenuhi kebutuhan mereka secara adil
dan setara sesuai dengan perkembangan psikologis siswa.

E.     Peran Guru sebagai Panutan Masyarakat


Guru merupakan kunci penting dalam kegiatan hubungan sekolah dan  masyarakat, oleh
karena itu guru harus memiliki kompetensi sosial untuk melakukan beberapa hal, misalnya
membantu sekolah dalam melaksanakan teknik-teknik hubungan antar sekolah dan masyarakat.
Sebagai anggota masyarakat,  setiap guru harus pandai bergaul dengan masyarakat. Untuk itu
seorang guru harus menguasai psikologi sosial, memiliki pengetahuan tentang hubungan antar
manusia, ketrampilan membina kelompok, ketrampilan bekerja sama dalam kelompok, dan
menyelesaikan tugas bersama dalam kelompok.
Dengan demikian, peran guru di sekolah tidak hanya terbatas untuk memberikan
pembelajaran, tetapi juga memikul tanggung jawab lebih banyak, yaitu bekerja sama dengan
pengelola pendidikan lainya didalam lingkungan masyarakat. Dalam masyarakat yang telah
maju, tata ruang kota direncanakan sedemikian rupa, dengan memberikan ruang bermain anak
sesuai tingkatan psikologis mereka, dan sekaligus sebagai tempat pengembangan nilai-nilai
budaya anak dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesamanya. Perbedaan usia
memerlukan pembimbingan yang bebeda dalam masyarakat, dengan memciptakan tempat tempat
berkumpul bagi mereka yang sebaya, akan menghindarkan anak dari pematangan dini
kedewasaan mereka,  yang akan berakibat munculnya perilaku amoral anak di bawah umur.
Sekolah yang responsif gender harus dapat menjadi barometer pelaksanaan bimbingan
seluruh guru, dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Munculnya generasi mendatang
menjadi taruhan komunitas persekolahan dan pemangku kepentingan bidang pendidikan, dalam
mernerapkan berbagai strategi pembelajaran, dan strategi pembiasaan pengembangan nilai
budaya di sekolah. Kepedulian sebagaimana diatas menuntut kita menikmati profesi dengan rasa
syukur,  bahwa kita mempunyai peran yang begitu besar dan menjadi penentu kualitas sumber
daya manusia masa depan. Hanya ketulusan dan keiklasan memberikan yang terbaik, melakukan
peran pembimbing tanpa mengenal waktu, akan memberikan makna sebenarnya bagi terciptanya
masyarakat yang adil dan setara dalam kesejahteraan dan kemakmuran.
Tidak semua kelompok masyarakat mempunyai kualitas yang sama, dalam hal tingkat
pendidikan maupun wawasan berbagai hal mengenai permasalahan  kehidupan manusia.
Sehingga guru dalam masyarakat yang kurang maju, akan menjadi sentra informasi atau
pembelajaran bagi masyarakat dalam menghadapi berbagai permasalahan kehidupannya. Namun
kadang kita tidak menyadari, bahwa sebenarnya guru menjadi panutan masyarakat, hal inilah
yang menjadikan kita kurang peduli terhadap permalahan kehidupan dalam masyarakat. Ketidak
pedulian kita terhadap permasalahan dalam masyarakat, menjadikan  pelaksanaan
penyelenggaraan pendidikan yang kurang mendapat simpati dan cenderung eksklusif. Padahal
sebagaimana kita tahu,  bahwa pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan harus melibatkan
keluarga, masyarakat dan pemerintah. Dengan harapan terjadinya sinergitas antara pendidikan di
sekolah dengan pendidikan keluarga dan masyarakat serta pemerintah.
Guru dan pemangku kepentingan bidang pendidikan adalah harapan, untuk dapat
melakukan yang terbaik dalam melaksanakan peran keteladanan, sehingga menjadi panutan di
sekolah maupun dalam masyarakat. Pengukir sejarah generasi mendatang adalah guru saat ini.
Hasil generasi yang muncul akan mencerminkan apa sebenarnya yang dilakukan,  dalam
memainkan peran-peran di atas. Keberanian untuk melakukan yang terbaik bagi kemaslahatan
bangsa, merupakan keputusan yang bijaksana walaupun perlu perjuangan panjang dan terus
menerus.
PENUTUP

Indonesia telah menandatangani Konvensi tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi


terhadap wanita. Oleh karena itu Indonesia mempunyai kewajiban untuk menata pembangunan
pendidikan dengan memprioritaskan pengarusutamaan gender di bidang pendidikan khususnya
di sekolah.
Peningkatan kualitas pelayanan pendidikan harus dapat dinikmati oleh laki-laki dan perempuan
dalam kerangka  kesetaraan dan berkeadilan gender, namun demikian adil tidaklah harus sama
jumlahnya, yang terpenting adalah bagaimana relasi gender dapat dibangun, dalam  ranah
kehidupan di setiap jenis dan jenjang pendidikan. Untuk itulah diperlukan Pendidikan Sekolah
Berbasis Gender (PSBG).
Sejalan dengan hal tersebut diperlukan berbagai upaya yang sistematis dan terprogram,  agar
dapat diciptakan pembelajaran yang responsif gender. Setiap guru dan pemangku kepentingan
pendidikan diharapkan dapat berperan adil dan setara, dalam berbagai hal  yang dimulai dari
pembuatan silabus dan rencana program pembelajaran, proses pelaksanaan pembelajaran, dan
evaluasi hasil pembelajaran,  yang selalu mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan norma
agama sebagai landasan pembentukan karakter dan jati diri bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas.2008.Modul Pendidikan Responsif Gender dan Pembelajaran Pendidikan


Responsif Gender. Indonesia: Australia Indonesia Basic Education Program
Depdiknas.2008.Suplemen Pendidikan Responsif Gender dan Pembelajaran Pendidikan
Responsif Gender. Indonesia: Australia Indonesia Basic Education Program
Prayitno dan Erman Amti.1994. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: PT Rineka
Cipta

Anda mungkin juga menyukai