Anda di halaman 1dari 2

Kegelapan sunyi dingin bersatu di tempat ini.

Ingin kuteriak sampai rahang ini lepas


terobek. Air yang terus menurus jatuh dipelipis pipi ini mengalir bak rintihan air dimusim
hujan. Kepala ini sangat sakit seperti tertekan di antara ruagan yang sangat gelap. Tak kuasa
mata ini menjadi sasaran kesakitan yang kurasakan. Maafkan diriku yang menjadikanmu
beban kehidupanku yang sangat menyedihkan ini. Kubangkit melihat seluruh badan ini
melalui kaca yang terpajang dikamarku “Tuhan aku sudsh tak kuasa menanggung beban ini,
akhiri saja hidupku detik ini. Kenapa? Kenapa harus aku yang mengalaminua? Kenapa
perlakuan yang menyakikan ini tak kunjung kau hentikan! aku tak percaya lagi dengan
kalimat Tuhan memberikan cobaan tidak diatas kemampuan hamba-Nya. Kini, kalimat itu
hanya menjadi angin semata yang lewat tak membekas apapun pada kehidupanku” kutatap
wajahku yang penuh kemarahan dari bilik kaca kamarku.
“Rein bangun ini sudah jam berapa nanti terlambat ke sekolahnya loh” ucap seorang
wanita paruh baya sambil mengetok pintu kamarku. Kaget kulihat jam sudah menunjukkan
pukul 06.30 terlebih tubuh ini yang ternyata semalaman terbaring di lantai dengan mata
yang masih sembab. Seketika kuingat alasan aku terbaring dilantai ini, kesedihan itu muncul
tapi terabaikan dengan jam yang terus berjalan tak henti-hentinya menyuruhkan bergegas
untuk bersiap kesekolah.
“selamat pagi, bu aku langsung ke sekolah ya udah terlambat nih” ucapku pada asisten
rumah tangga yang selalu aku sebut dengan panggilan ibu Dewi.
“loh Rein ga sarapan dulu apa?” balasnya.
“enggak bu, rein udah naruh bekal ko ditas rein, dadahhh bu” kucium telapak tangan ibu
Dewi sembari berlari menuju halte bus.
Rein Isabel, iya itu namaku. Aku terlahir dari kedua orang tua yang sibuk dengan
kerjaannya masing-masing. Kini, aku tinggal hanya bersama pembantu dirumahku yang
sudah kuanggap sebagai Ibu ku sendiri. Papa dan mamaku tak tnggal dirumah, melainkan
diluar negeri untuk mengurusi pekerjaannya. Mereka hanya pulang sekali sebulan tak tau
sama sekali kehidupanku disini. Kesedihan dan tersiksanya anaknya tak mereka ketahui,
yang mereka tau hanyalah bisnis, bisnis dan bisnis. Piano yang selalu kumainkan untuk
menemaniku ketika dirumah. Iya, hobiku bermain piano, aku selalu mengikuti lomba-lomba
piano dan tak jarang aku menag dalam perlombaan piano itu. Meskipun dengan bakat yang
kumiliki, tak kunjung membuat diriku Bahagia. Aku Rein Isabel, gadis SMA yang selalu enjadi
bahan tertawaan disekolahku, menjadi bahan bullying disekolah bahkan tak jarang aku
mendapat perlakuan kasar dari temanku disekolah. Memab tak semua yang
memperlakukanku kejam disekolah hanya beberawa wanita yang mungkin iri padauk.
Teman-temanku yang lainnya hanya melihatku dan membiarkanku diperlakukanku begtu
sja, mereka sama saja seperti membullyku secara tidak langsung.
Bus yang kunaiki turun di terminal yang tak jauh dari sekolahku. Kaki ini langsung
melangkah cepat karna jam terus berputar, kulihat jam yang terpasang di tanganku
menunjukkan sisa 1 menit lagi pintu gerbang sekolahku tertutup. Beberapa langkah lagi,
terlihat dari jauh pak satpam sudah ingin menutup gerbang sekolahku, kuteriki dari jauh
“pakkk, pakkkk tunggu jangan ditutup dulu pakkk” teriakku pada pak satpam. Dan akhirnya
aku bias masuk, kalau saja aku terlambat 2 detik saja, aku pasti akan kembali lagi kerumah
dan tidak mengikuti pelajaran hari ini. Ya, itulah sekolahku yang mempunya peraturan yang
amatttt ketat sekali tapi tak memperhatikan keadaan sisiwi yang mendapat tindakan tak
mengenakan disekolah. Aku berjalan di koridor sekolahku, kulewati kelas demi kelas .
kelasku berada di lantai 2 dari 4 tingkatan sekolahku. Aku bersekolah di salah satu sekolah
terkenal di Bandung yaitu SMA negeri 18 Bandung. Aku menduduki kelas 12 akhir, kini aku
sebentar lagi lulus. Ingin rasanya diri ini lulus secepatnya untuk lari dari tempat bak neraka
ini. Seketika tanganku ditarik menuju belakang sekolah oleh perempuan perambut pirang
dengan wajah sangat judes, Jessika namanya. Jessika bersama kekasihnya yang menjabat
sebagai ketua OSIS menarikku dan apalagi yang mereka lakuin selain memperlakukanku bak
binatang liar yang mengganggu kehidupan mereka. …

Anda mungkin juga menyukai