Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN.

KELARUTAN ASETAMINOFEN DI DALAM PROFILENGLIKOL


-GLISEROL – AIR

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2019
KELARUTAN ASETAMINOFEN DI DALAM PROFILENGLIKOL
-GLISEROL – AIR

LAPORAN

DIBUAT UNTUK MEMENUHI SYARAT UJIAN TENGAH SEMESTER


TAHUN AJARAN 2019/2020

OLEH

HASRIT A.R. GUBALI

821419104

DISETUJUI OLEH DOSEN

ABD. WAHIDIN NUAYI, S.pd, M.pd.

1
I. KATA PENGANTAR
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Sehingga selesailah tugas saya
dalam menyusun laporan ini untuk memenuhi tugas dalam mencapai ujian tengah
semester (UTS) di fakultas kesehatan dan olahraga Universitas Negeri Gorontalo.
Dengan selesainya tugas saya dalam menyusun laporan ini telah banyak budi baik,
maka pada kesempatan kali ini, izinkan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak Abd. Wahidin sebagai dosen pengajar fisika serta yang telah
sudi memberikan bimbingan, pengarahan, dan dukungan moril dalam penyusunan
laporan ini.
Demikian, saya ucapkan terima kasih kepada orang tua yang telah mendukung
saya dalam penyelesaian laporan ini dalam bentuk doa. Saya ucapkan terima kasih
juga kepada teman sejawat saya, terutama suci safira ramadhani dude dan wafiq
azizah mokodompit yang telah mendukung dan membantu saya dalam proses
penyelesaian laporan ini.
Akhir laporan ini, saya persembahkan kepadamu almamater fakultas olahraga dan
kesehatan tentunya di jurusan farmasi Universitas Negeri Gorontalo dengan harapan
semoga bermanfaat, bagi masyarakat umumnya dan masyarakat khususnya.

Gorontalo, November 2019

Penyusun
II. RINGKASAN ISI JURNAL

Di bidang farmasi, seringkali terhubung dengan fenomena-fenomena yang terkait


dengan reaksi fisika. Untuk mempelajari salah satu kaitan tersebut, ahli farmasi mempelajari
Farmasi Fisika. Ilmu inilah yang memuat hubungan farmasi dalam konsep dunia fisika. Salah
satu fenomena fisika yang kerap kali muncul yaitu fenomena yang berhubungan dengan larutan.

Secara global, larutan lebih banyak dikenal semua kalangan dan dapat di temui dalam
kehidupan sehari-hari. Begitu pula ahli kefarmasian larutan tidak akan lepas penggunaannya
dalam setiap kegiatan farmasi seperti meracik obat. Larutan pun terjadi jika sebuah bahan padat
tercampur atau terlarut secara fisika ke dalam bahan cair. Interaksi dapat terjadi antara pelarut
dengan pelarut, pelarut dengan zat terlarut, dan zat terlarut dengan zat terlarut. (Syamsuni, 2007).

Larutan erat kaitannya dengan kelarutan. Kelarutan itu sendiri merupakan sebuah
peristiwa yang tidak lepas dalam suatu fisika. Pengetahuan tentang kelarutan ini sangat penting
untuk ahli farmasi, sebab dapat membantunya memilih medum pelarut yang palin baik untuk
obat atau kombinasi obat. Kelarutan suatu senyawa bergantung pada factor temperature, tekanan,
Ph lrutan untuk jumlah yang lebih kecil bergantung pada banyaknya terbaginya zat terlarut.

Pada saat ini banyak obat influza, yang beredar dalam masyarakat yang mengandung
asetaminofen atau nama umumnya yang diketahui masyarakat adalah paracetamol yang
mempunyai khasiat analgestik dan antipiretik. Salah satu penyebab asetaminofen digunakan
sebagai obat pilihan analgesic dan antipiretik adalah efek samping yang relative keoil
dibandingkan dengan obat-obatan lainnya misalnya, antipirina dan juga paracetamol atau
asateminofen tidak memiliki sifat antiradang.

Asetaminofen banyak diproduksi orang, baik dalam bentuk sediaan tunggal maupun sediaan
campuran. Namun, asetaminofen ini sukar larut dalam air (H20). Sedangkan penggunaan dosis
lazim lebih tinggi dalam sirup yakni sekitar 120 mg/ 5 ml. Sehingga hanya menggunakan pelarut
air saja, tidak akan dapat melarutkan seluruh asetaminofen yang ada di dalam sediaan tersebut,
padahal sediaan yang di inginkan adalah sediaan berbentuk larutan dengan mempertimbangkan
kecepatan melarut, kemampuan distribusi dan bioavilitas yang lebih baik.

Dari berbagai permasalahan di atas, maka sebagai pokok ringkasan materi yang secara
mendetail adalah penggunaan sistem kosolven untuk meningkatkan kelarutan asetaminofen
dengan membuat sistem kosolven yang masih jarang digunakan yaitu profilenglikol-gliserol-air.
III. KEUNGGULAN PENELITIAN
Bahan obat asetaminofen ini memiliki beberapa keungguan dalam pelayanan
kesehatan baik di apotek, rumah sakit, maupun puskesmas yang berada di jangkauan
masyarakat.
Adapun beberapa kelebihannya tersebut antara lain :
1. Sebagai anti analgesic dan antipiretik, dimana asetaminofen ini salah satunya
sebagai obat penurun demam dan pereda nyeri, seperti nyeri haid, dan sakit gigi.
2. Obat ini bekerja dengan cara mengurangi peradangan secara bertahap, bukan
secara instan atau cepat untuk peradangannya.
3. Belum adanya laporan mengenai terjadinya kecatatan pada janin ketika
paracetamol di gunakan oleh ibu hamil pada umumnya.
4. Bebas racun, obat-obatan kimia pada umumnya tetap akan menimbulkan efek
samping jika di konsumsi secara terus-menerus dan juga tidak boleeh di konsumsi
secara sembarang, akan tetapi, obat asetaminofen tersebut bebas racun dan juga
karena obat ini termasuk obat bebas dalam tanda kutip dikonsumsi jika terjadi
demam atau nyeri pada tubuh.
5. Meredakan akar penyakit, seperti yang telah saya jelaskan pada point kedua yakni
obat ini bekerja dengan cara mengurangi atau meredakan peradangan seperti
demam, nyeri.

A. Kegayutan antar elemen


Dalam bidang farmasi dipelajari tentang cara dan teknik pembuatan
suatu sediaan obat. Sediaan obat yang diproduksi pun dalam jumlah yang
besar. Sedangkan dalam Fisika perlu diperhatikan kestabilan dari bahan
tersebut. Jika tidak diperhatikan maka akan terjadi kerusakan pada
penyimpanan dalam jangka waktu tertentu.
Adapun beberapa factor yang dapat mempengaruhi kerusakan kelarutan
khusunya pada kelarutan obat asetaminofen glingkoligel-gliserol-air
adalah suhu yang tidak sesuai dengan tempat dimana harusnya obat itu di
simpan, oksigen atau udara yang keluar masuk termasuk perlu
diperhatikan kelembaban dari tempat dimana obat atau larutan tersebut di
simpan, cahaya juga merupakan factor dalam baik tidaknya pembuatan
larutan atau suatu obat karena ada beberapa obat yang tidak cocok di
simpan dengan terpaparnya cahaya, dan faktor-faktor lainnya.
Srbagai seorang farmasi, perlu dipelajari dan diketahui tentang hal ini,
serta hal-hal lain yang merupakan faktor yang mempengaruhi formulasi
dan di formulasikan obat tersebut atau larutan tersebut. Karena obat tidak
selamanya stabil adakalanya obat akan mengalami kerusakan sebelum
dikonsumsi, tergantung sediaan farmasi, seperti sifat fisika dalam obat dan
faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan lainnya.
B. Keorisinilan Temuan
Paracetamol atau asetaminofen selama ini dikenal sebagai obat pereda
nyeri atau antiinflamasi yang mudah didapatkan orang. Tapi siapa sangka
obaat tersebut ternyata mempengaruhi pikiran dan emosi saat
memakainya. Hal ini, ditegaskan oleh temuan yang dipublikasikan dalam
Jurnal Policy Insights from the Behavioural dari University of California
yang menemukan sejumlah dampak pemakaian obat pereda tersebut. Di
antaranya para peneliti menemukan dampak kurang peka artinya obat
tersebut dapat mengurangi kepekaan kita terhadap benda atau objek yang
bisa membangkitkan emosi. Kemudian, peneliti juga setelah melakukan
serangkaian percobaan, menemukan bahwa obat pereda anti nyeri
memberikan efek pada kemampuan kita berempati. Dengan meunjukkan
bahwa orang yang mengonsumsi parasetamol atau asetaminofen ini lebih
bisa merasakan emosi saat membaca kisah pengalaman menyakitkan atau
fisik maupun emosional orang lain.
C. Kemutaakhiran Masalah
Paracetamol atau asetaminofen adalah obat analgesic dan antipiretik
yang popular atau modern dan digunakan dalam sebagian besar resep obat
untuk meredakan sakit kepala, sengal-sengal, dan sakit ringan. Dalam
larutan parasetamol atau asetaminofen ada bahan-bahan dan faktor fisika
di dalamnya sehingga sedikit sensitive terhadap cahaya dan dapat
terdegradasi melalui mekanisme disosiasi.
D. Kohesi dan kohorensi isi penelitian
Asetaminofen banyak diproduksi orang, baik dalam bentuk sediaan
tunggal maupun sediaan campuran. Namun, asetaminofen ini sukar larut
dalam air (H20). Sedangkan penggunaan dosis lazim lebih tinggi dalam
sirup yakni sekitar 120 mg/ 5 ml. Sehingga hanya menggunakan pelarut
air saja, tidak akan dapat melarutkan seluruh asetaminofen yang ada di
dalam sediaan tersebut, padahal sediaan yang di inginkan adalah sediaan
berbentuk larutan dengan mempertimbangkan kecepatan melarut,
kemampuan distribusi dan bioavilitas yang lebih baik. Dari berbagai
permasalahan di atas, maka sebagai pokok ringkasan materi yang secara
mendetail adalah penggunaan sistem kosolven untuk meningkatkan
kelarutan asetaminofen dengan membuat sistem kosolven yang masih
jarang digunakan yaitu profilenglikol-gliserol-air.
Paracetamol atau asetaminofen selama ini dikenal sebagai obat
pereda nyeri atau antiinflamasi yang mudah didapatkan orang. Tapi siapa
sangka obaat tersebut ternyata mempengaruhi pikiran dan emosi saat
memakainya. Hal ini, ditegaskan oleh temuan yang dipublikasikan dalam
Jurnal Policy Insights from the Behavioural dari University of California
yang menemukan sejumlah dampak pemakaian obat pereda tersebut.
peneliti juga setelah melakukan serangkaian percobaan, menemukan
bahwa obat pereda anti nyeri memberikan efek pada kemampuan kita
berempati. Dengan meunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi
parasetamol atau asetaminofen ini lebih bisa merasakan emosi saat
membaca kisah pengalaman menyakitkan atau fisik maupun emosional
orang lain.
Adapun beberapa factor yang dapat mempengaruhi kerusakan
kelarutan khusunya pada kelarutan obat asetaminofen glingkoligel-
gliserol-air adalah suhu yang tidak sesuai dengan tempat dimana harusnya
obat itu di simpan, oksigen atau udara yang keluar masuk termasuk perlu
diperhatikan kelembaban dari tempat dimana obat atau larutan tersebut di
simpan, cahaya juga merupakan factor dalam baik tidaknya pembuatan
larutan atau suatu obat karena ada beberapa obat yang tidak cocok di
simpan dengan terpaparnya cahaya, dan faktor-faktor lainnya.

IV. KELEMAHAN PENELITAAN

Ruam, pembengkakan, kesulitan bernapas – gejala alergi,tekanan darah rendah


atau hipotensi dan trombosit dan sel darah putih menurun.
A. Kegayutan antar elemen
Dalam bidang farmasi dipelajari tentang cara dan teknik pembuatan
suatu sediaan obat. Sediaan obat yang diproduksi pun dalam jumlah yang
besar. Sedangkan dalam Fisika perlu diperhatikan kestabilan dari bahan
tersebut. Jika tidak diperhatikan maka akan terjadi kerusakan pada
penyimpanan dalam jangka waktu tertentu.
Adapun beberapa factor yang dapat mempengaruhi kerusakan kelarutan
khusunya pada kelarutan obat asetaminofen glingkoligel-gliserol-air
adalah suhu yang tidak sesuai dengan tempat dimana harusnya obat itu di
simpan, oksigen atau udara yang keluar masuk termasuk perlu
diperhatikan kelembaban dari tempat dimana obat atau larutan tersebut di
simpan, cahaya juga merupakan factor dalam baik tidaknya pembuatan
larutan atau suatu obat karena ada beberapa obat yang tidak cocok di
simpan dengan terpaparnya cahaya, dan faktor-faktor lainnya.
Srbagai seorang farmasi, perlu dipelajari dan diketahui tentang hal ini,
serta hal-hal lain yang merupakan faktor yang mempengaruhi formulasi
dan di formulasikan obat tersebut atau larutan tersebut. Karena obat tidak
selamanya stabil adakalanya obat akan mengalami kerusakan sebelum
dikonsumsi, tergantung sediaan farmasi, seperti sifat fisika dalam obat dan
faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan lainnya.
B. Keorisinilan Temuan
Paracetamol atau asetaminofen selama ini dikenal sebagai obat pereda
nyeri atau antiinflamasi yang mudah didapatkan orang. Tapi siapa sangka
obaat tersebut ternyata mempengaruhi pikiran dan emosi saat
memakainya. Hal ini, ditegaskan oleh temuan yang dipublikasikan dalam
Jurnal Policy Insights from the Behavioural dari University of California
yang menemukan sejumlah dampak pemakaian obat pereda tersebut. Di
antaranya para peneliti menemukan dampak kurang peka artinya obat
tersebut dapat mengurangi kepekaan kita terhadap benda atau objek yang
bisa membangkitkan emosi. Kemudian, peneliti juga setelah melakukan
serangkaian percobaan, menemukan bahwa obat pereda anti nyeri
memberikan efek pada kemampuan kita berempati. Dengan meunjukkan
bahwa orang yang mengonsumsi parasetamol atau asetaminofen ini lebih
bisa merasakan emosi saat membaca kisah pengalaman menyakitkan atau
fisik maupun emosional orang lain.
C. Kemutakhiran Masalah
Paracetamol atau asetaminofen adalah obat analgesic dan antipiretik
yang popular atau modern dan digunakan dalam sebagian besar resep obat
untuk meredakan sakit kepala, sengal-sengal, dan sakit ringan. Dalam
larutan parasetamol atau asetaminofen ada bahan-bahan dan faktor fisika
di dalamnya sehingga sedikit sensitive terhadap cahaya dan dapat
terdegradasi melalui mekanisme disosiasi.
D. Kohesi dan kohorensi isi penelitian
Asetaminofen banyak diproduksi orang, baik dalam bentuk sediaan
tunggal maupun sediaan campuran. Namun, asetaminofen ini sukar larut
dalam air (H20). Sedangkan penggunaan dosis lazim lebih tinggi dalam
sirup yakni sekitar 120 mg/ 5 ml. Sehingga hanya menggunakan pelarut
air saja, tidak akan dapat melarutkan seluruh asetaminofen yang ada di
dalam sediaan tersebut, padahal sediaan yang di inginkan adalah sediaan
berbentuk larutan dengan mempertimbangkan kecepatan melarut,
kemampuan distribusi dan bioavilitas yang lebih baik. Dari berbagai
permasalahan di atas, maka sebagai pokok ringkasan materi yang secara
mendetail adalah penggunaan sistem kosolven untuk meningkatkan
kelarutan asetaminofen dengan membuat sistem kosolven yang masih
jarang digunakan yaitu profilenglikol-gliserol-air.
Paracetamol atau asetaminofen selama ini dikenal sebagai obat
pereda nyeri atau antiinflamasi yang mudah didapatkan orang. Tapi siapa
sangka obaat tersebut ternyata mempengaruhi pikiran dan emosi saat
memakainya. Hal ini, ditegaskan oleh temuan yang dipublikasikan dalam
Jurnal Policy Insights from the Behavioural dari University of California
yang menemukan sejumlah dampak pemakaian obat pereda tersebut.
peneliti juga setelah melakukan serangkaian percobaan, menemukan
bahwa obat pereda anti nyeri memberikan efek pada kemampuan kita
berempati. Dengan meunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi
parasetamol atau asetaminofen ini lebih bisa merasakan emosi saat
membaca kisah pengalaman menyakitkan atau fisik maupun emosional
orang lain.
Adapun beberapa factor yang dapat mempengaruhi kerusakan
kelarutan khusunya pada kelarutan obat asetaminofen glingkoligel-
gliserol-air adalah suhu yang tidak sesuai dengan tempat dimana harusnya
obat itu di simpan, oksigen atau udara yang keluar masuk termasuk perlu
diperhatikan kelembaban dari tempat dimana obat atau larutan tersebut di
simpan, cahaya juga merupakan factor dalam baik tidaknya pembuatan
larutan atau suatu obat karena ada beberapa obat yang tidak cocok di
simpan dengan terpaparnya cahaya, dan faktor-faktor lainnya.
V. IMPLIKASI TERHADAP PERAN FARMASI FISIKA DALAM BENTUK
SEDIAAN YANG AMAN (SAFETY) DAN BERKHASIAT
Dalam tubuh manusia, perjalanan obat memerlukan beberapa tahapan, mulai dari
pelepasan obat dari bentuk sediaannya, pelarutan, absorbs, distribusi ke dalam
jaringan atau organ, metabolism dan kemudian di eksresikan ke tubuh.
Farasi fisika adalaah bidang ilmu yang mempelajari apikasi dari sifat-sifat fisika
suatu zat aktif untuk pembutan sediaan farmasi, agar menghasilkan bentuk sediaan
obat yang baik dan memenuhi persyaratan.
A. Teori
Ketika asupan parasetamol jauh melebihi dosis terapi dan sebagian kecil akan
beralih ke jalur sitokrom P450. Metabolisme melalui sitokrom P450 membuat
parasetamol mengalami N-hidroksilasi membentuk senyawa antara, N-acetyl-
para-benzoquinoneimine (NAPQI), yang sangat elektrofilik dan reaktif. Pada
keadaan normal, senyawa antara ini dieliminasi melalui konjugasi dengan
glutathione (GSH) yang berikatan dengan gugus sulfhidril dan kemudian
metabolisme lebih lanjut menjadi suatu asam merkapturat yang selanjutnya
diekskresi kedalam urin. Ketika terjadi overdosis, kadar GSH dalam sel hati
menjadi sangat berkurang yang berakibat kerentanan sel-sel hati terhadap cedera
oleh oksidan dan juga memungkinkan NAPQI berikatan secara kovalen pada
makromolekul sel, yang menyebabkan disfungsi berbagai sistem enzim
(Goodman and Gilman, 2008). Ikatan kovalen dengan makromolekul sel terutama
pada gugus tiol protein sel dan kerusakan oksidatif juga merupakan patogenesis
utama terjadinya nefropati analgesik (Cotran et al., 2007; Neal, 2006). Rangkaian
metabolisme minor parasetamol ini dapat menyebabkan efek merugikan.
Pengurangan GSH secara tidak langsung dapat menimbulkan terjadinya stres
oksidatif akibat penurunan proteksi antioksidan endogen (antioksidan enzimatik),
yang juga dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid (Maser et al., 2002).
Peroksidasi 6 lipid merupakan suatu proses autokatalisis yang mengakibatkan
kematian sel. Selain itu, reaksi pembentukan NAPQI akibat detoksifikasi oleh
sitokrom P450 memacu terbentuknya radikal bebas superoksida (O2-) yang
dinetralisir oleh superoksida dismutase (SOD) menjadi H2O2, suatu Reactive
Oxygen Species (ROS) yang tidak begitu berbahaya (Ojo et al., 2006). Namun,
melalui reaksi Haber-Weiss dan Fenton, adanya logam transisi seperti Cu dan Fe
akan membentuk radikal hidroksil yang sangat berbahaya yang akan
menghancurkan struktur sel (Winarsi, 2007). Vitamin E dapat menghambat
peroksidasi lipid oleh radikal bebas yang dibentuk dari persenyawaan NAPQI
melalui mekanisme penangkapan radikal bebas dan metal chelation (Priya and
Vasudha, 2009). Selain itu, vitamin E dapat mempertahankan integritas membran
sel dengan menghambat aktivitas NO (nitrit oxide) endotel dan menghambat
adhesi leukosit pada sel yang mengalami kerusakan. Inhibisi aktivitas NO juga
diperankan vitamin C, selain vitamin C juga merupakan penyetabil keberadaan
vitamin E (Sukandar, 2006). Aktivitas antioksidan mineral berpengaruh sebagai
kofaktor enzim antioksidan endogen. Baik Fe, Cu, dan Zn merupakan kofaktor
aktivasi SOD yang dapat menghambat ROS, hasil persenyawaan NAPQI
(Winarsi, 2007). Adanya efek tempe sebagai antioksidan yang dapat memberikan
efek proteksi terhadap ginjal akibat zat-zat toksik seperti parasetamol maka dapat
disusun kerangka teori sebagai berikut :
Parasetamol dosis toksik Deplesi glutathione Peningkatan NAPQI
(elektrofilik) Bioaktivasi sitokrom P450 Lipid peroksida Ikatan kovalen dengan
makromolekul (nukleofilik) Aktivasi glutathione peroxidase Radical Oxygen
Species(ROS) Kerusakan makromolekul Konjugasi glutathione Stres oksidatif
Aktivasi SOD Meningkatkan TAS (Total Antioxidant Status) Nekrosis sel epitel
tubulus proksimal ginjal Kerusakan sel-sel ginjal Aktivasi NO (nitrit oxide) dan
adhesi leukosit Keterangan: : memacu : menghambat Ekstrak Tempe.
Parasetamol merupakan senyawa kimia organik yang banyak digunakan dalam
obat sakit kepala karena bersifat analgesik (menghilangkan sakit). Parasetamol
atau 4-hidroksiasetanilida dengan rumus molekul  dan bobot molekul 152.16,
rumus bangun dari parasetamol adalah sebagai berikut:

            OH

HN                                                         

                           O
Struktur molekul Parasetamol
Nama Kimia                  : 4- Hidroksiasetanilida
Rumus Molekul             :
Molekul                         : 151,16
Pemerian                       : serbuk, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.
n                      : larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut dalam etanol

Sifat Fisis dari parasetamol yaitu:


•         Densitas:1.263 g/cm³
•         Titik Lebur:169 °C (336 °F)
•         Massa Molar:151.17 g/mol
•         Ksp:1.4 g/100 ml or 14 mg/mL (20 °C)
•         Berwujud butiran kristal putih, rasa pahit
•         Larut dalam air,alkohol,aseton,gliserol,propylene glycol,gliserol,kloroform,metil alkohol, dan
hidroksida alkali, tak larut dalam benzena dan eter.
•         Stabil pada pH > 6, dan tidak stabil pada pH asam atau pada kondisi alkaline
•         Ikatan jenuh mudah putus, menjadi asam asetik dan p-aminophenol.
Sifat kimia dari parasetamol yaitu:
•         Formula:
•         Senyawa turunan benzena tersubstitusi oleh 2 gugus fungsi yaitu hidroksil dan
amida( acetamida/ ethenamida )
•         Tersusun dari senyawa N-acetyl-para-aminophenol dan para-acetyl-amino-phenol.

Kaitan Sifat Fisis, kimia & Gugus Fungsi dengan Fungsi Paracetamol
1.      Mekanisme reaksi parasetamol
Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandins dengan mengganggu
enzim CycloOksigenase ( COX ). Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf pusat
yang tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida tinggi.
Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang membuat
paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa
menyebabkan efek samping yang tidak seperti analgesik-analgesik lainnya.
2.      Metabolisme
Paracetamol terutama dimetabolismekan melalui konjugasi di hati dengan mengubahnya
menjadi senyawa yang tak aktif melalui konjugasi dengan sulfat dan glucuronide kemudian
diekskresikan melalui ginjal. Sedangkan sebagian kecil, dimetabolismekan dengan bantuan
enzim sitokrom P450. Parasetamol berupa serbuk hablur putih, tidak berbau dan memiliki rasa
yang sedikit pahit dengan titik lebur 169-170.5 . Parasetamol mudah larut ke dalam air
mendidih,  sangat mudah larut dalam chloroform, larut dalam etanol, metanol, dimetil
formamida, aseton dan etil asetat, namun praktis tidak larut dalam benzen.
            Parasetamol memiliki serapan maksimum dalam larutan asam pada panjang gelombang
245 nm (A11=668a) dan dalam larutan basa pada panjang gelombang 257 nm (A11=715a)
sedangkan pada inframerah memperlihatkan puncak pada 1506, 1657, 1565, 1263, 1227, 1612
cm−1.

Parasetamol merupakan senyawa yang bersifat asam dengan pKa 9.5. Parasetamol dapat

diabsorpsi cepat melalui usus dan konsentrasi tertinggi dalam plasma yang di capai dalam waktu

½ jam dan masa paruh dalam plasma antara 1-3 jam, di metabolisme oleh enzim mikrosom dan
di eksresi melalui ginjal. Turunan dari para-aminofenol ini bekerja sebagai analgetik-antipiretik

serta memiliki aktivitas antiinflamasi yang rendah dan dapat di berikan secara oral, intravena

serta rektal. Parasetamol merupakan obat pilihan pertama dalam penanganan nyeri dan demam

karena relatif aman, tidak mengiritasi lambung dan dapat digunakan untuk anak-anak serta

pasien asma.

2.2 Kegunaan Paracetamol


Analgesik Asetaminofen (derivat-para-fenol) adalah obat tanpa resep yang populer yang
di pakai oleh bayi, anak-anak, dewasa, orang lanjut usia untuk nyeri, rasa tidak enak dan demam.
Parasetamol sebagai obat penurun panas sekaligus pereda nyeri. Jadi bisa digunakan untuk
demam dan sakit seperti sakit gigi, sakit lambung, dan sebagainya. Berbeda dengan obat pereda
nyeri golongan NSAID seperti ibuprofen, piroksikam, atau asam mefenamat, parasetamol ini
lebih aman buat lambung sehingga cocok bagi penderita maag atau gastritis.
Parasetamol atau acetaminophen adalah obat anti piretik (meredakan demam) dan
analgesik (mengurangi sakit) yang paling umum digunakan. Obat ini sifatnya hanya dapat
meredakan gejala-gejala penyakit, tetapi bukan untuk menyembuhkan penyakit itu sendiri,
seperti demam dan rasa sakit yang biasanya menyertai influenza. Obat ini dapat dibeli bebas
tanpa resep dari dokter. Infant paracetamol, yang biasanya tersedia dalam bentuk drop/tetes,
dikhususkan untuk bayi dan dapat digunakan hingga bayi berusia 2 tahun. Waktu pemberian 4
jam dan dalam 24 jam sebaiknya tidak lebih dari 4 dosis.  Parasetamol merupakan obat yang
paling aman untuk meredakan demam dan mengurangi rasa sakit, jika digunakan sesuai dosis.
Paracetamol telah berkembang pesat dalam berbagai bentuk sediaan, teblet chewable,
eliksir, drops dan suspensi drops yang dikemas khusus untuk bayi dan anak-anak. Umumnya
obat ini diberikan untuk meringankan gejala demam, nyeri, dan rasa tak nyaman karena masuk
angin, flu, atau karena imunisasi dan pertumbuhan gigi.

Dalam golongan obat analgetik, parasetamol atau nama lainnya asetaminofen memiliki

khasiat sama seperti aspirin atau obat-obat non steroid antiinflamatory drug (NSAID)

lainnya. Parasetamol atau asetaminofen memiliki khasiat yang hampir sama dengan aspirin yaitu

sebagai analgesic dan antipiretik serta lebih aman bagi lambung. Seperti aspirin, parasetamol

berefek menghambat prostaglandin (mediator nyeri) di otak tetapi sedikit aktivitasnya sebagai

penghambat postaglandin perifer.Namun, tak seperti obat-obat NSAIDs, obat ini tidak memiliki

aktivitas antiinflamasi (antiradang) dan tidak menyebabkan gangguan saluran cerna maupun efek
kardiorenal yang tidak menguntungkan. Karenanya cukup aman digunakan pada semua golongan

usia.

2.3 Dampak Penggunaan Paracetamol


Parasetamol memang manjur menghilangkan sakit kepala atau pusing, demam. Tetapi
dibalik keampuhannya tersebut, ternyata parasetamol menyimpan bahaya yang cukup besar
yakni dapat menurunkan fungsi paru-paru, merusak ginjal dan dapat mengakibatkan asthma,
bronchitis. Hampir setiap obat sakit kepala dan demam yang dijual secara bebas pasti
mengandung parasetamol, hanya saja kadarnya yang berbeda. Parasetamol boleh dikonsumsi 5
hari untuk anak-anak dan 10 hari untuk dewasa dengan dosis seperti dibawah ini.
Umur Dosis Parasetamol
3 bulan – 1 tahun 60 – 120 mg
1 – 5 tahun 120 – 250 mg
6 – 12 tahun 250 – 500 mg
Dewasa 500 mg – 1 g

Meski demikian, penggunaan obat secara rutin atau berlebihan dapat menganggu
kesehatan apalagi bagi penderita penyakit asma, dan penyakit paru-paru obstruktif menahun atau
chronic obstructive pulmonary disease (COPD) karena apabila obat ini digunakan setiap hari
maka dapat menyebabkan penurunan fungsi paru-paru. Hasil ini berdasarkan data survei yang
dikumpulkan oleh “Third National Health and Nutrition Examination Survey” dari tahun 1988-
1994 pada sekitar 13.500 orang dewasa di Amerika Serikat. Mereka semua memberikan
informasi akan obat yang dipakai yaitu Aspirin Parasetamol dan Ibuprofen.
Dosis tinggi dari Parasetamol akan menurunkan kadar dari salah satu antioksidan yang
penting, yaitu Glutathion, yang ada pada jaringan paru. Jadi, kemungkinan gangguan paru yang
terjadi akibat pemakaian rutin Parasetamol disebabkan karena terjadi penurunan Glutathion,
yang menyebabkan peningkatan resiko dari kerusakan jaringan paru dan peningkatan dari
penyakit pernafasan. Over dosis dari parasetamol dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Efek
samping yang ditimbulkan adalah methemoglobin dan hepatotoksik.
Takar lajak asetaminofen dapat menjadi sangat toksik dan berbahaya terhadap sel-sel hati
yang menimbulkan hepatotoksisitas. Jika dosis tunggal 10 gram atau 30 tablet masing-masing
(325 mg). Asetaminofen atau parasetamol yang diminum berlebihan memicu timbulnya
kerusakan di hepar.
Overdosis dari asetaminofen atau parasetamol dapat menyebabkan kematian. Overdosis
dari parasetamol misalnya jika terdapat gejala mual, muntah, lemas dan keringat berlebih. Dan
kematian dapat terjadi dalam waktu 1-4 hari setelah mengkonsumsi asetaminofen atau
parasetamol yang berlebih karena timbulnya nekrosis hati. Jika seorang anak memakan tablet
atau sirup asetaminofen dalam jumlah yang berlebihan maka anak tersebut harus segera dibawa
ke ruang gawat darurat sebab hal ini dapat mengakibatkan gangguan kronis di hepar.
Penggunaan paracetamol terus menerus dapat menyebabkan overdosis dan
keracunan. Keracunan parasetamol disebabkan karena akumulasi dari salah satu metabolitnya
yaitu N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI), yang dapat terjadi karena overdosis, pada pasien
malnutrisi, atau pada peminum alkohol kronik. Keracunan parasetamol biasanya terbagi dalam 4
fase, yaitu:
Fase 1
Kehilangan nafsu makan, mual, muntah, perasaan tak menentu pada tubuh yang tak nyaman
(malaise) dan banyak mengeluarkan keringat.
Fase 2
Pembesaran liver, peningkatan bilirubin dan konsentrasi enzim hepatik, waktu yang dibutuhkan
untuk pembekuan darah menjadi bertambah lama dan kadang-kadang terjadi penurunan volume
urin.
Fase 3
Berulangnya kejadian pada fase 1 (biasanya 3-5 hari setelah munculnya gejala awal) serta
terlihat gejala awal gagal hati seperti pasien tampak kuning karena terjadinya penumpukan
pigmen empedu di kulit, membran mukosa dan dan sklera (jaundice), hipoglikemia, kelainan
pembekuan darah, dan penyakit degeneratif pada otak (encephalopathy). Pada fase ini juga
mungkin terjadi gagal ginjal dan berkembangnya penyakit yang terjadi pada jantung
(cardiomyopathy)
Fase 4
Penyembuhan atau berkembang menuju gagal hati yang fatal
Overdosis yang tak dapat penanganan cepat dapat menyebabkan kegagalan liver dan
kematian. Parasetamol jika diminum dalam dosis sangat besar, dapat menyebabkan kerusakan di
hati dan ginjal. Oleh karena itu, sebaiknya dijauhkan dari jangkauan anak-anak
Beberapa poin penting yang perlu dicermati dalam penggunaan paracetamol :
-          Hentikan penggunaan parasetamol bila demam berlangsung lebih dari 3 hari atau nyeri
semakin memburuk lebih dari 10 hari, kecuali atas saran dokter.
-          Bagi ibu hamil dan menyusui, konsultsikan dengan dokter jika hendak menggunakan obat ini.
-          Orang dengan penyakit gangguan liver sebaiknya tidak menggunakan obat ini.
-          Konsultasikan dengan dokter sebelum mengkombinasi parasetamol dengan obat-obat
NSAID, antikoagulan (warfarin), ataupun kontrasepsi oral.
-          Penggunaan parasetamol bersama alkohol dpat meningkatkan toksisitas hati.
-          Konsumsi vitamin C dosis tinggi dapat meningkatkan kadar parasetamol dalam tubuh.
B. Program pembangunan di Indonesia
Farmasi fisika adalah bidang ilmu yang mempelajari aplikasi dari sifat-sifat fisika kimia
suatu zat aktif untuk pembuatan sediaan farmasi, agar menghasilkan bentuk sediaan obat yang
baik dan memenuhi persyaratan.

Perjalanan Obat di Dalam Tubuh

Prof. Jessie mengungkapkan bahwa banyak hal yang mempengaruhi pelepasan zat aktif dari
bentuk sediaannya.  Misalnya pelepasan  obat dari sediaan tablet konvensional tergantung pada
kekerasan, porositas, dan sifat permukaan tablet yang akan memfasilitasi masuknya air ke dalam
tablet  sehingga tablet bisa pecah. Selanjutnya proses melarutnya zat aktif yang sudah dilepaskan
dari tablet tersebut dipengaruhi oleh sifat-sifat fisika-kimia  zat aktif dan pH cairan saluran
pencernaan.  Pada tahap absorpsi kemampuan suatu zat aktif  melintas membran biologi  menuju
sirkulasi darah tergantung oleh permeabilitas  zat tersebut yang  dipengaruhi oleh difusitas,
koefisien partisi lemak air, dan ketebalan membran.

Menurutnya, suatu zat aktif farmasi harus mempunyai kelarutan dan laju disolusi yang baik,
karena umumnya obat baru dapat diabsorbsi dalam bentuk terlarut. Laju disolusi adalah
kecepatan melarutnya zat padat dalam  pelarut per satuan waktu. “Bila obat dapat memenuhi
persyaratan laju disolusi, maka obat tersebut juga akan dapat diabsorbsi dengan baik oleh tubuh,
“ ujarnya. 

Selain farmasi fisika, dirinya mengungkapkan bahwa biofarmasi sebagai bidang ilmu yang juga
sangat penting dalam pembuatan sediaan farmasi yang aman dan berkhasiat. Biorfarmasi
merupakan bidang ilmu yang mempelajari hubungan antara karakteristik sifat-sifat fisika-kimia
suatu zat aktif, bentuk sediaan, dan rute pemberiannya terhadap jumlah dan kecepatan
absorbsi  obat yang dikenal dengan istilah ketersediaan hayati  obat. Penelitian Prof. Jessie yang
berfokus pada bidang farmasi fisika dan biofarmasi ini, lebih banyak mengenai kelarutan, laju
disolusi, stabilitas, penetrasi obat dan ketersediaan hayati  obat dalam tubuh. 

Permasalahan Industri Farmasi

Kelarutan merupakan salah satu sifat fisika-kimia suatu senyawa obat yang dapat digunakan
untuk  meramalkan derajat absorbsi obat dalam saluran pencernaan dan ketersediaan hayatinya.
Obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah dalam air, seringkali menunjukkan ketersediaan
hayati yang rendah pula. Begitu pula dengan kecepatan disolusi suatu zat yang sukar larut,  akan
menentukan proses absorbsi obat di dalam saluran cerna. Artinya, semakin mudah suatu obat
larut dalam saluran cerna maka  akan semakin cepat pula obat tersebut diabsorpsi. Disamping itu
bila jumlah obat yang diabsorbsi tidak dapat mencapai jendela terapetiknya, maka obat tersebut
tidak akan mempunyai khasiat. Kebalikannya, bila absorbsi obat itu melampaui batas konsentrasi
yang dapat ditoleransi oleh tubuh, maka tentunya akan membahayakan nyawa pasien karena
akan bersifat toksik.

Permasalahan yang banyak dihadapi oleh industri farmasi saat ini adalah  kenyataan bahwa
hampir 70% dari kandidat senyawa obat baru dan 40% dari senyawa obat yang telah beredar di
pasaran merupakan senyawa yang sukar larut dalam air. Tidak sedikit kandidat obat yang gagal
dipasarkan karena memiliki kelarutan yang rendah, meskipun aktivitas farmakologinya potensial.
Hal ini menyebabkan  obat yang memiliki kelarutan rendah diberikan dalam dosis yang lebih
besar dari kebutuhannya.  Menurutnya, industri farmasi harus berupaya untuk meningkatkan
kelarutan dan laju disolusi zat aktif agar diperoleh suatu sediaan farmasi yang memenuhi syarat.

Peranan Ilmu Farmasi Fisika dan Biofarmasi

Beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Prof. Jessie dalam rangka usaha untuk
meningkatkan kelarutan dan laju disolusi zat yang sukar larut dalam air diantaranya adalah
pembentukan kompleks dengan siklodekstrin , pembentukan dispersi padat, pembentukan serat
nano, dan pembentukan mesopori silika. 

Penelitian tentang stabilitas obat selama penyimpanan dan saat digunakan dalam tubuh juga  tak
kalah pentingnya untuk diperhatikan agar khasiat dan keamanan obat bisa terjamin.  Obat yang
terurai dalam  saluran cerna akan menyebabkan obat  tidak efektif  karena jumlah obat yang
tersedia untuk diabsorpsi menjadi berkurang. Beberapa penelitian tentang usaha peningkatan
stabilitas obat dalam tubuh telah dilakukan antara lain dengan cara mikroenkapsulasi, pengaturan
waktu penggunaan obat  dll.
Disisi lain, kemanjuran obat secara klinik sulit untuk ditentukan secara kuantitatif karena respon
yang diberikan setiap pasien sangat beragam dan dibutuhkan banyak pasien untuk
penelitiannya.  “Uji klinik biasanya dilakukan pada saat pertama kali obat tersebut diperkenalkan
oleh industri farmasi,  yang kemudian memegang paten  obat tersebut selama 10 hingga 15
tahun. Setelahnya akan mulai bermunculan industri-industri lokal yang akan membuat copy-nya.
Industri yang pertama membuat obat copy tersebut dan memperoleh  ijin edar  akan dapat
menguasai pasaran,” pungkasnya. 

Ijin edar dimaksud didapat setelah produk obat lulus uji bioekivalensi (BE), artinya ketersediaan
hayati copy-nya hasilnya harus bioekivalen atau sebanding dengan produk inovatornya. Hal ini
dimaksudkan agar khasiat dan keamanannya juga sebanding.  Di Indonesia, persyaratan tersebut
berlaku untuk obat yang tercantum dalam daftar obat yang wajib dilakukan Uji BE sesuai
peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. HK.03.1.23.12.11.10217 Tahun
2011. Prof Jessie juga telah melakukan banyak penelitian bioekivalensi di Sekolah Farmasi ITB
dengan bekerja sama dengan berbagai industri farmasi di Indonesia.  

Selain penetrasi obat melalui mulut, peningkatan penetrasi obat melalui kulit juga merupakan
usaha untuk meningkatkan ketersediaan hayati obat. Beberapa penelitiannya antara lain dengan
pembuatan mikro emulsi (dengan ukuran globul minyak dibawah 1 mikron)
dan iontoforesis (penggunaan arus listrik ber-voltase rendah untuk memfasilitasi penetrasi obat
melalui kulit).

Jadi, bagaimana obat itu dapat aman dan berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit? Disinilah,
letak peranan penting dari keilmuan Farmasi Fisika dan Biofarmasi. Ilmu Farmasi
Fisika  mengintegrasikan  pengetahuan dasar farmasi dan membantu seorang farmasis untuk
usahanya memprediksi  hubungan antara kelarutan, kecepatan disolusi, stabilitas, ketercampuran
bahan dengan mutu suatu produk obat. Sedangkan ilmu biofarmasi memberikan gambaran
bagaimana obat dalam bentuk sediaan (yang diberikan melalui rute tertentu) bisa mencapai
sirkulasi darah dan mencapai reseptor dalam konsentrasi tertentu dan memberikan efek
farmakologi.

C.Pembahasan
Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja
menghambat sintesis prostaglandin terutama di Sistem Syaraf Pusat (SSP) . Parasetamol
digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-
antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau
yang dijual bebas. (Lusiana Darsono 2002) Parasetamol adalah paraaminofenol yang merupakan
metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893 (Wilmana, 1995). Parasetamol
(asetaminofen) mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti
radang dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung (Sartono,1993). Hal ini
disebabkan Parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada
tempat inflamasi terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti inflamasinya
tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan sampai sedang, seperti nyeri kepala,
mialgia, nyeri paska melahirkan dan keadaan lain (Katzung, 2011) Parasetamol, mempunyai
daya kerja analgetik dan antipiretik sama dengan asetosal, meskipun secara kimia tidak
berkaitan. Tidak seperti Asetosal, Parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang, dan tidak
menimbulkan iritasi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik
Asetosal, Salsilamid maupun Parasetamol. Diantara ketiga obat tersebut, Parasetamol
mempunyai efek samping yang paling ringan dan aman untuk anak-anak. Untuk anak-anak di
bawah umur dua tahun sebaiknya digunakan Parasetamol, kecuali ada pertimbangan khusus
lainnya dari dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahawa kombinasi Asetosal
dengan Parasetamol bekerja lebih efektif terhadap demam daripada jika diberikan sendiri-sendiri.
(Sartono 1996).
Pada tahun 1946, Lembaga Studi Analgetik dan obat-obatan sedative telah memberi bantuan
kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji masalah yang berkaitan dengan agen
analgetik. Bernard Brodie dan Julius Axelrod telah ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen
bukan aspirin dikaitkan dengan adanya methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak
berbahaya.(Yulida.A.N. 2009) Di dalam tulisan mereka pada 1948, Brodie dan Axelrod
mengaitkan penggunaan asetanilida dengan methemoglobinemia, dan mendapati pengaruh
analgetik asetanilida adalah disebabkan metabolit Parasetamol aktif. Mereka membela
penggunaan Parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak mengahasilkan racun
asetanilida.(Yulida.A.N. 2009) Derivat- asetanilida ini adalah metabolit dari fenasetin, yang
dahulu banyak digunakan sebagai analgetik, tetapi pada tahun 1978 telah ditarik dari peredaran
karena efek sampingnya (nefrotoksisitas dan karsinogen). Khasiatnya analgetik dan antipiretik,
tetapi tidak antiradang. Dewasa ini pada umumnya dianggap sebagai zat antinyeri yang paling
aman, juga untuk swamedikasi(pengobatan mandiri). Efek analgetiknya diperkuat oleh kafein
dengan kira-kira 50% dan kodein. Resorpsinya dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rectal
lebih lambat. Efek samping tak jarang terjadi, antara lain reaksi hipersensitivitas dan kelainan
darah. (Yulida.A.N. 2009) Overdosis bisa menimbulkan mual, muntah dan anoreksia.
Penanggulangannya dengan cuci lambung, juga perlu diberikan zat-zat penawar (asam amino N-
asetilsistein atau metionin) sedini mungkin, sebaiknya dalam 8-10 jam setelah intoksikasi.
Wanita hamil dapat menggunakan Parasetamol dengan aman, juga selama laktasi walaupun
mencapai air susu ibu. Interaksi pada dosis tinggi memperkuat efek antikoagulansia, dan pada
dosis biasa tidak interaktif.(Tjay, 2002).

Sebelum penemuan asetaminofen atau parasetamol, zaman dahulu kulit sinkona

digunakan sebagai agen antipiretik, selain digunakan untuk menghasilkan obat antimalaria, kina.

Karena pohon sinkona semakin berkurang pada 1880-an, sumber alternatif mulai dicari. Terdapat

dua agen antipiretik yang dibuat pada 1880-an; asetanilida pada 1886 dan fenasetin pada 1887.

Pada masa ini, parasetamol telah disintesis oleh Harmon Northrop Morse melalui pengurangan

p-nitrofenol bersama timah dalam asam asetat gletser. Walaupun proses ini telah dijumpai pada

tahun 1873, parasetamol tidak digunakan dalam bidang pengobatan hingga dua dekade

setelahnya. Pada 1893, parasetamol telah ditemui di dalam air kencing seseorang yang

mengambil fenasetin, yang memekat kepada hablur campuran berwarna putih dan berasa pahit.
Pada tahun 1899, parasetamol dijumpai sebagai metabolit asetanilida. Namun penemuan

ini tidak dipedulikan pada saat itu. Pada 1946, Lembaga Studi Analgesik dan Obat-obatan

Sedatif telah memberi bantuan kepada Departemen Kesehatan New York untuk mengkaji

masalah yang berkaitan dengan agen analgesik. Bernard Brodie dan Julius Axelrod telah

ditugaskan untuk mengkaji mengapa agen bukan aspirin dikaitkan dengan adanya

methemoglobinemia, sejenis keadaan darah tidak berbahaya. Di dalam tulisan mereka pada 1948,

Brodie dan Axelrod mengaitkan penggunaan asetanilida dengan methemoglobinemia dan

mendapati pengaruh analgesik asetanilida adalah disebabkan metabolit parasetamol aktif.

Mereka membela penggunaan parasetamol karena memandang bahan kimia ini tidak

menghasilkan racun asetanilida.

Obat anti-Inflamasi non steroid (OAINS) adalah sekelompok besrar obat yang memilki

sifat anti-inflamasi, antipiretik, dan analgesik dengan derajat yang bervariasi. Obat golongan ini

menghambat 2 enzim siklo-oksigenase (COX-1dan COX-2) yang di perlukan untuk sintesis

prostaglandin (yang meningkatkan inflamasi dan menyebabkan nyeri). OAINS dapat di

klasifikasikan berdasarkan kekuatannya. Parasetamol termasuk dalam OAINS lemah.

Parasetamol ini analgesik yang lebih lemah dari pada aspirin, dan tidak mempunyai efek anti-

inflamasi. Obat ini tidak mengiritasi lambung dan dapat diberikan secara aman pada pasien

dengan riwayat dispepsia atau tukak lambung. Sediaan elixir parasetamol untuk anak-anak lebih

disukai dari pada aspirin.


Parasetamol dikenal juga dengan nama Asetaminofen. Obat ini memiliki khasiat yang

sam seperti aspirin tetapi lebih aman bagi lambung. Analgesik Asetaminofen (derivat-para-fenol)

adalah obat tanpa resep yang populer yang di pakai oleh bayi, anak-anak, dewasa, orang lanjut

usia untuk nyeri, rasa tidak enak dan demam.  Hampir semua obat sakit kepala atau demam yang

berada di pasaran menggunakan zat aktif praseamol ini. Penggunaan parasetamol yang

berlebihan dapat menimbulkan gangguan pada ginjal dan hati. Kata asetaminofen dan

parasetamol berasal dari singkatan nama kimia bahan tersebut: Versi Amerika yaitu N-asetil-

para-aminofenol Asetominofen dan Versi Inggris yaitu para-asetil-amino-fenol Parasetamol.

Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi

parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang menstruasi, dan

diindikasikan juga untuk demam. Parasetamol itu aman terhadap lambung juga merupakan

Analgesik pilihan untuk ibu hamil maupun menyusui. Tapi bukan berarti parasetamol tidak

mempunyai efek samping. Efek samping parasetamol berdampak ke liver atau hati. Parasetamol

bersifat toksik di hati jika digunakan dalam dosis besar.

Asetaminofen atau parasetamol memiliki efek antipiretik dan nonnarkotik yang hampir

sama dengan aspirin. Asetaminofen atau parasetamol tidak menghambat agregasi trombosit juga

tidak menyebabkan distres atau pendarahan lambung. Ia hanya mempunyai respons inflamasi

yang lemah. Asetaminofen diabsorpsi oleh saluran gastrointestinal dan dimetabolisme dalam hati
untuk mengaktifkan zat-zat metabolisme dalam hati. Waktu puncak bagi asetaminofen terjadi

dalam 2 jam dan waktu paruhnya 3 jam.

            Parasetamol (Panadol, Tylenol) adalah obat antinyeri dan antidemam paling banyak

digunakan karena pada takaran biasa bersifat aman, tanpa memberikan efek samping, juga aman

bagi anak kecil dan wanita hamil apabila dimakan dalam waktu singkat. Daya kerja parasetamol 

hampir sama kuatnya dengan asetosal dan lama kerjanya cenderung lebih singkat.

            Parasetamol merupakan senyawa kimia organik yang banyak digunakan dalam obat sakit

kepala karena bersifat analgesik (menghilangkan sakit). Parasetamol atau 4-hidroksiasetanilida

dengan rumus molekul  dan bobot molekul 152.16.

2.2 Deskripsi

Rumus molekul  C8H9NO2;  Berat molekul  151,16 g/mol;  Berat Jenis  1.293 (air=1); Titik

lebur 169-170oC; Titik didih >500oC; Oktanol / Koefisien partisi air (P) log P 0,49. 

Penampilan  kristal berwarna atau bubuk kristal putih. Sangat sedikit larut dalam air dingin;

cukup larut dalam air panas;

Sifat Zat Berkhasiat

Menurut Dirjen POM. (1995), sifat-sifat Parasetamol adalah sebagai berikut:


Sinonim                       : 4-Hidroksiasetanilida

Berat Molekul             : 151.16

Rumus Empiris            : C8H9NO2.

Sifat Fisika dan Kimia Parasetamol

Sinonim                       : Paracetamolum, Asetaminofen.

Nama kimia                 : 4-hidroksiasetanilida.

Rumus molekul           : C8H9NO2

Rumus bangun            : HO  NHCOCH3

Kandungan                 : tidak kurang dari 98,0 % dan tidak lebih dari 101,0 %  C8H9NO2,

dihitung   terhadap zat yang telah dikeringkan.

Pemerian                     : Serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit.

Kelarutan                    : Larut dalam air mendidih dan dalam natrium hidroksida 1 N, mudah larut

dalam etanol.

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya

Jarak lebur                   : Antara 168⁰  dan 172⁰ .

2.3 Tentang Paracetamol


Golongan        Analgesik

Kategori          Obat bebas

Manfaat           Meredakan rasa sakit dan demam

Dikonsumsi oleh         Dewasa dan anak-anak

Nama lain        Acetaminophen

Bentuk obat    Tablet, kapsul, obat larut, cairan yang diminum, supositoria, suntik dan infus 

Paracetamol adalah jenis obat yang umum dan bisa dibeli secara bebas di apotek. Obat ini bisa

berbentuk tablet, kapsul, atau cairan. Terdapat banyak merek obat-obatan paracetamol.

2.4 OBAT PARACETAMOL

Paracetamol Digunakan sebagai penurun demam. Selain itu parasetamol juga dapat digunakan

untuk mengatasi kepala pusing (headache). Parasetamol memiliki efek Analgesik dan 

Antipiretik yaitu mengurangi rasa nyeri dan pernurun demam. Obat Paracetamol memiliki Aksi

utama di CNS (Central Nervous System), tidak bekerja dijaringan perifer (tepi) sehingga efek

gangguang lambung rendah.

Berikut ini terdapat beberapa merek dagang atau nama dagang obat yang mengandung

Parasetamol baik sediaan tunggal atau pun kombinasi :


Alphamol

Panadol

Pyrexin

Xepamol

Sanmol

Analpim

Buscopan Plus

Calapol

Citamol

Cymacold

Erphamol

Farmadol

Fasidol

Fasidol Forte

Grafadon

Hufagesic

Mirasik
Nalgesik

Nasamol

Novagesic

Omegrip

Ottopan

Pacetik

Pamol

Paracetol

Paradyn

Procet

Progesic

Propyretic

Pyrexin

Pyridol

Samconal

Sanmol

Scopma Plus
Sistemol

Sumagesic

Tempra

Termagon

Termagon Forte

Tropigesic

Turpan

Uni Cetamol

Varsemol

Xepamol

Zetamol

2.5 Indikasi Parasetamol

Parasetamol berguna untuk menurunkan panas dan nyeri ringan sampai sedang seperti sakit

kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan keadaan lain, dimana aspirin efektif sebagai

analgesik. Parasetamol atau Asetaminofen saja adalah terapi yang tidak adekuat untuk inflamasi

seperti arthritis rheumatoid, sekalipun ia dapat dipakai sebagai tambahan analgesik terhadap

terapi anti inflamasi. Untuk analgesik ringan, Aseataminofen adalah obat yang lebih disukai pada
pasien yang alergi terhadap aspirin atau bilamana salisilat tidak bisa di toleransi. Ia lebih disukai

dari pada aspirin pada pasien dengan hemophilia atau dengan riwayat ulkus peptikum dan pada

mereka yang mengalami bronkospasme yang dipicu oleh aspirin. Berbeda dengan aspirin,

asetaminofen tidak mengantagonis efek-efek, agen-agen urikosurik (Katzung, 2002).

2.6 Aturan Pakai Parasetamol untuk Anak

Seseorang bisa dikatakan demam jika suhu tubuhnya meningkat di atas normal. Suhu tubuh yang

normal berkisar antara 36,5°C - 37,5°C. Pengukuran suhu tubuh anak sebaiknya menggunakan

termometer agar hasilnya lebih akurat.

Ketika anak mengalami demam, salah satu langkah yang bisa dilakukan orangtua adalah dengan

memberikan obat penurun demam. Obat penurun demam anak yang terkenal adalah parasetamol.

Parasetamol mempunyai efek analgesik yaitu bekerja dengan meningkatkan ambang rasa sakit

atau pereda nyeri. Efek lain dari parasetamol adalah antipiretik (diduga bekerja langsung pada

pusat pengatur panas atau penurun demam).

Di pasaran, seperti di apotek, toko obat, dan pasar moderen, banyak sekali dijumpai merek

dagang parasetamol. Parasetamol juga mempunyai sediaan bermacam-macam seperti suspensi,

sirup, tablet, obat tetes, dan suppositoria.


Walaupun pada umumnya parasetamol telah mencantumkan dosis dan takaran pemakaiannya

sesuai dengan usia anak, orangtua juga perlu mengetahui perhitungan dari dosis pemakaian

parasetamol supaya tidak terjadi kelebihan dosis.

Dosis parasetamol disarankan diberikan berdasarkan berat badan. Pertimbangan dosis menurut

berat badan dipilih karena berat badan anak pada umur yang sama belum tentu mempunyai berat

badan yang sama pula.

Aturan pakai parasetamol berdasarkan berat badan adalah 10 - 15 mg parasetamol per kilogram

berat badan (mg/kg berat badan).

Dengan melihat aturan pakai di atas, dapat diilustrasikan dengan contoh di bawah ini.

Umur anak 2 tahun dengan berat badan 10 kg, artinya anak bisa diberikan obat penurun deman

anak parasetamol dengan dosis minimal 100 mg parasetamol (10 mg parasetamol × 10 kg berat

badan) dan maksimal 150 mg parasetamol (15 mg parasetamol × 10 kg berat badan).

Umur anak 6 tahun dengan berat badan 20 kg, artinya bisa diberikan obat penurun demam anak

parasetamol dengan dosis minimal 200 mg parasetamol (10 mg parasetamol × 20 kg berat

badan).

Salah satu sediaan dari parasetamol yang mudah diberikan kepada anak dan praktis adalah

sediaan suspensi dan sirup. Sediaan suspensi dan sirup mudah dihitung berdasarkan berat badan

anak.
Komposisi yang sering ditemui pada kemasan obat demam anak parasetamol adalah setiap 5 ml

suspensi atau sirup mengandung 120 mg parasetamol atau setiap 5 ml suspensi/sirup

mengandung 250 mg parasetamol.

Dari keterangan komposisi yang tercantum pada kemasan dan dengan melihat berat badan anak,

bisa diartikan untuk anak umur 2 tahun dengan berat badan 10 kg seperti ilustrasi di atas bisa

diberikan parasetamol dengan dosis minimal 100 mg parasetamol (10 mg parastamol × 10 kg

berat badan) tiap 1 sendok takar (5 ml) dan dosis maksimal 150 mg parasetamol (15 mg

parasetamol × 10 kg berat badan).

Sementara untuk anak berumur 6 tahun dengan berat badan 20 kg seperti ilustrasi di atas dapat

diberikan parasetamol dengan dosis minimal 200 mg parasetamol (10 mg parasetamol × 20 kg

berat badan) tiap 1 sendok takar (5 ml) dan dosis maksimal 300 mg parasetamol (15 mg

parasetamol × 20 kg berat badan) tiap 1 sendok takar (5 ml)

Parasetamol bisa diberikan kembali paling cepat 4 - 6 jam setelah pemberian sebelumnya dengan

maksimal pemberian 4 kali selama 24 jam.

DOSIS DAN ATURAN PAKAI

Paracetamol Tablet

Dewasa dan anak  di atas 12 tahun : 1 tablet, 3 – 4 kali sehari.

Anak-anak 6 – 12 tahun : ½ – 1, tablet 3 – 4 kali sehari.


Paracetamol Sirup 125 mg/5 ml

Anak usia 0 – 1 tahun : ½ sendok takar (5 mL), 3 – 4 kali sehari.

Anak usia 1 – 2 tahun : 1 sendok takar (5 mL), 3 – 4 kali sehari.

Anak usia 2 – 6 tahun : 1 – 2 sendok takar (5 mL), 3 – 4 kali sehari.

Anak usia 6 – 9 tahun : 2 – 3 sendok takar (5 mL), 3 – 4 kali sehari.

Anak usia 9 – 12 tahun : 3 – 4 sendok takar (5 mL), 3 – 4 kali sehari.

KEMASAN

Paracetamol tablet 500 mg.

Paracetamol sirup 125 mg/5 ml.

Paracetamol sirup 160 mg/5 ml.

Paracetamol sirup 250 mg/5 ml.

Paracetamol suppositoria.
2.7 Mekanisme Kerja

Selama bertahun-tahun digunakan, informasi tentang cara kerja parasetamol dalam tubuh belum

sepenuhnya diketahui dengan jelas hingga pada tahun 2006 dipublikasikan dalam salah satu

jurnal Bertolini A, et. al dengan topik Parasetamaol : New Vistas of An Old Drug, mengenai aksi

pereda nyeri dari parasetamol ini.

Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan.

Parasetamol menghambat produksi prostaglandin (senyawa penyebab inflamasi), namun

parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol

mampu mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya

untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi. Paracetamol juga bekerja pada pusat pengaturan

suhu pada otak. Tetapi mekanisme secara spesifik belum diketahui.

Ternyata di dalam tubuh efek analgetik dari parasetamol diperantarai oleh aktivitas tak langsung

reseptor canabinoid CB1. Di dalam otak dan sumsum tulang belakang, parasetamol mengalami

reaksi deasetilasi dengan asam arachidonat membentuk N-arachidonoylfenolamin, komponen

yang dikenal sebagai zat endogenous cababinoid.

Adanya N-arachidonoylfenolamin ini meningkatkan kadar canabinoid endogen dalam tubuh,

disamping juga menghambat enzim siklooksigenase yang memproduksi prostaglandin dalam

otak. Karena efek canabino-mimetik inilah terkadang parasetamol digunakan secara berlebihan.
Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam

arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul yang tidak stabil, yang dapat berubah

menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.

Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim

siklooksigenase seperti halnya aspirin mengurangi produksi prostaglandin, yang berperan dalam

proses nyeri dan demam sehingga meningkatkan ambang nyeri, namun hal tersebut terjadi pada

kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi

parasetamol juga tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi. Hal ini menyebabkan

parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di

sistem syaraf pusat untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif.

MEKANISME REAKSI

Paracetamol bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandins dengan mengganggu enzim

cyclooksigenase (COX). Parasetamol menghambat kerja COX pada sistem syaraf pusat yang

tidak efektif dan sel edothelial dan bukan pada sel kekebalan dengan peroksida tinggi.

Kemampuan menghambat kerja enzim COX yang dihasilkan otak inilah yang membuat

paracetamol dapat mengurangi rasa sakit kepala dan dapat menurunkan demam tanpa

menyebabkan efek samping,tidak seperti analgesik-analgesik lainnya

2.8 Farmakologi Paracetamol

Paracetamol atau acetaminophen adalah obat yang menurunkan demam (antipiretik).

Parasetamol menurunkan demam dengan cara menghambat pusat pengatur panas tubuh di

hipotalamus.
Selain untuk demam, paracetamol digunakan juga untuk analgetik yaitu obat yang dapat

mengurangi rasa nyeri dengan fwra menghambst impuls/rangsang nyeri di perifer.

Paracetamol (parasetamol) sering digunakan untuk mengobati berbagai penyakit seperti sakit

kepala, nyeri otot, radang sendi, sakit gigi, flu dan demam. Parasetamol mempunyai efek

mengurangi nyeri pada radang sendi (arthritis) tapi tidak mempunyai efek mengobati penyebab

peradangan dan pembengkakan sendi.

Paracetamol tidak menimbulkan iritasi lambung sehingga aman dikonsumsi. Hanya saja obat ini

tidak boleh diberikan kepada pasien dengan gangguan fungsi hati berat dan penderita yang alergi

dengan paracetamol

2.9 INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI

Parasetamol atau asetaminofen diindikasikan untuk mengurangi rasa nyeri ringan sampai sedang,

seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, dan nyeri setelah pencabutan gigi serta menurunkan

demam. Selain itu, parasetamol juga mempunyai efek anti-radang yang lemah.

Parasetamol tidak boleh diberikan pada orang yang alergi terhadap obat anti-inflamasi non-

steroid (AINS), menderita hepatitis, gangguan hati atau ginjal, dan alkoholisme. Pemberian

parasetamol juga tidak boleh diberikan berulang kali kepada penderita anemia dan gangguan

jantung, paru, dan ginjal.


Parasetamol terdapat dalam berbagai bentuk dan dalam berbagai campuran obat sehingga perlu

diteliti jumlahnya untuk menghindari overdosis. Risiko kerusakan hati lebih tinggi pada

peminum alkohol, pemakai parasetamol dosis tinggi yang lama atau pemakai lebih dari satu

produk yang parasetamol.

2.10 Efek Samping

Efek samping parasetamol jarang ditemukan. Efek samping dapat berupa gejala ringan seperti

pusing sampai efek samping berat seperti gangguan ginjal, gangguan hati, reaksi alergi dan

gangguan darah. Reaksi alergi dapat berupa bintik – bintik merah pada kulit, biduran, sampai

reaksi alergi berat yang mengancam nyawa. Gangguan darah dapat berupa perdarahan saluran

cerna, penurunan kadar trombosit dan leukosit, serta gangguan sel darah putih. Penggunaan

parasetamol jangka pendek aman pada ibu hamil pada semua trimester dan ibu menyusui.

2.11 Interaksi Obat

Peristiwa interaksi obat terjadi sebagai akibat penggunaan bersama-sama dua macam obat atau

lebih. Interaksi ini dapat menghasilkan effek yang menguntungkan tetapi sebaliknya juga dapat

menimbulkan effek yang merugikan atau membahayakan. Meningkatnya kejadian interaksi obat
dengan effek yang tidak diinginkan adalah akibat makin banyaknya dan makin seringnya

penggunaan apa yang dinamakan “Polypharmacy" atau “Multiple Drug Therapy”.

Sudah kita maklumi bersama bahwa biasanya penderita menerima resep dari dokter yang

memuat lebih dari dua macam obat. Dan penderita biasanya mengonsumsi obat dengan makanan

apabila obat tersebut diminum, setelah itu penderita makan makanan yang berinteraksi dengan

obat itu sendiri dan mengakibatkan toksik atau merugikan kesehatan bagi tubuh penderita.

Belum lagi kebiasaan penderita yang pergi berobat ke beberapa dokter untuk penyakit yang

Sama dan mendapat resep obat yang baru.

Obat dapat berinteraksi dengan obat lain maupun dengan makanan atau minuman yang

dikonsumsi oleh pasien. Hal ini dapat terjadi karena dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang

seorang penderita mendapat obat lebih dari satu macam obat, menggunakan obat ethical, obat

bebas tertentu selain yang diresepkan oleh dokter maupun mengkonsumsi makanan dan

minuman tertentu seperti alkohol, kafein.

 Perubahan efek obat akibat interaksi obat dapat bersifat membahayakan dengan meningkatnya

toksisitas obat atau berkurangnya khasiat obat. Namun, interaksi dari beberapa obat juga dapat

bersifat menguntungkan seperti efek hipotensif diuretik bila dikombinasikan dengan beta-bloker

dalam pengobatan hipertensi.

Kemungkinan lain terjadinya interaksi obat adalah akibat kebiasaan beberapa penderita untuk

mengobati diri sendiri dengan obat-obatan yang dapat dibeli di toko-toko obat secara bebas.

Interaksi obat yang tidak diinginkan dapat dicegah bila kita mempunyaii pengetahuan

farmakologi tentang obat-obat yang dikombinasikan. Tetapi haruslah diakui bahwa pencegahan
itu tidaklah semudah yang kita sangka, mengingat jumlah interaksi yang mungkin terjadi pada

orang penderita yang menerima pengobatan polypharmacy cukup banyak. Mekanisme interaksi

obat bermacam-macam dan kompleks.

2.12 Peringatan dan Perhatian

Paracetamol sudah digunakan secara luas, dan pada dosis yang dianjurkan, efek sampingnya

ringan dan jarang terjadi. Laporan mengenai efek yang tidak diinginkan, jarang. Kebanyakan

laporan dari efek samping parasetamol berhubungan dengan dosis yang berlebihan.

Paracetamol harus digunakan dengan hati-hati pada penderita payah hati dan disfungsi ginjal.

2.13 Toksisitas

Sulfat dan glukuronida pada liver tersaturasi

paracetamol lebih banyak ke CYP -> NAPQI bertambah -> suplai glutation tidak mencukupi

NAPQI bereaksi dengan membran sel

Hepatosit rusak -> nekrosis

Resorpsi dari usus cepat dan praktis tuntas, secara rektal lebih lambat. PP-nya ca 25%, plasma

t1/2-nya 1-4 jam. Antara kadar plasma dan efeknya tidak ada hubungan. Dalam hati zat ini

diuraikan menjadi metabolit-metabolit toksis yang diekskresi dengan kemih sebagai konyugat-

glukuronida dan sulfat.


VI. KESIMPULAN DAN SARAN
1. KESIMPULAN
Parasetamol merupakan senyawa kimia organik yang banyak digunakan dalam
obat sakit kepala karena bersifat analgesik (menghilangkan sakit). Parasetamol
atau 4-hidroksiasetanilida dengan rumus molekul  dan bobot molekul 152.16.
Parasetamol sebagai obat penurun panas sekaligus pereda nyeri. Parasetamol bisa
digunakan untuk demam dan sakit seperti sakit gigi, sakit lambung, dan
sebagainya. Parasetamol ini lebih aman bagi lambung sehingga cocok bagi
penderita maag atau gastritis. Tetapi dibalik keampuhannya tersebut, parasetamol
memiliki bahaya yang cukup besar yakni dapat menurunkan fungsi paru-paru,
merusak ginjal dan dapat mengakibatkan asthma, bronchitis. Selain itu, Overdosis
dari asetaminofen atau parasetamol dapat menyebabkan kematian. Dan kematian
itu dapat terjadi dalam waktu 1-4 hari setelah mengkonsumsi asetaminofen atau
parasetamol yang berlebih karena timbulnya nekrosis hati.
2. Saran
1.  Bagi Pengguna Parsetamol

Para pengguna parasetamol diharapkan untuk menggunakan dosis tepat, tidak

berlebihan, bila dosis berlebihan dapat menimbulkan gangguan fungsi hati dan

ginjal. Pengguna setia parasetamol diharapkan untuk mengurangi

ketergantungannya dalam mengkonsumsi parasetamol agar tidak menimbulkan

efek yang berlebih seperti dapat menurunkan fungsi paru-paru, merusak ginjal

dan dapat mengakibatkan asthma, bronchitis, serta dapat menyebabkan

kematian.

2. Bagi Orang Tua

Orang tua diharapkan menjaga serta menyimpan parasetamol atau

asetaminofen agar jauh dari jangkauan anak-anak. Dan orang tua di harapkan

memberikan obat parasetamol sesuai dengan dosis dan berlebihan.

3. Bagi Penulis atau penyusun

4. Penyusun diharapkan mampu mensosialisasikan kepada masyarakat agar tidak

berlebihan dalam penggunaan parasetamol atau asetaminofen. Dan

diharapkan, penyusun dapat meningkatkan kualitas makalah yang dibuat.

DAFTAR PUSTAKA

Oxorn, Heri dan William R. Forte. 2010.Apa yang Anda Kerjakan Jika Tidak Ada Dokter
Yogyakarta: Andi press.

Anda mungkin juga menyukai