Halaman :
Latar Belakang Aprilia et al. (2012) menyatakan duri dan
cangkang bulu babi memiliki potensi sebagai
antimikroba karena memiliki kandungan
senyawa bioaktif yang bersifat toksik,
senyawa
tersebut antara lain histamin, serotoin,
glikosida, steroid, bahan cholinergic, dan
brandykinin-like substances (Dahl et al.
2010).
Abubakar et al. (2012) menyatakan bahwa
berbagai faktor antimikroba yang berasal
dari echinodermata yaitu steroidal glikosida
(Andersson et al. 1989), sterol polihidroksilat
(Iorizzi et al. 1995), lisosom (Canicatti dan
Roch,
1989; Stabili dan Pagliara, 1994),
complementlike substance (Leonard et al.
1990) dan peptida
antimikroba (Beauregard et al. 2001).
Dasar Teori
Bulu babi memiliki cangkang yang keras dan
bagian dalamnya bersisi lima simetris. Bulu
babi jenis tertentu memiliki cangkang yang
dilapisi oleh pigmen cairan hitam yang stabil.
Selain memiliki cangkang yang keras, 95%
bagian tubuh bulu babi didominasi oleh
duri_duri yang sangat rapuh dan sedikit
beracun. Duri ini digunakan untuk bergerak,
melindungi diri, serta mencapit makanan, dan
untuk jenis-jenis tertentu mengandung racun.
Abubakar et al. (2012) menyatakan bahwa
toksin yang dihasilkan oleh organisme salah
satunya bulu babi dapat dimanfaatkan dalam
bidang pengobatan yang berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai antibiotik tipe baru
untuk dikembangkan dalam bidang farmasi
karena mengandung senyawa bioaktif.
Bulu babi merupakan salah satu jenis biota
perairan yang berasal dari filum
echinodermata. Penyebaran bulu babi terlihat
hampir di seluruh zona perairan. Suwignyo et
al. (2005) menyatakan bahwa ada 950 spesies
bulu babi yang tersebar di seluruh dunia.
Penyebaran bulu babi di perairan Indonesia,
Malaysia, Filipina, dan wilayah Australia
Utara sekitar 316 jenis, sedangkan di perairan
Indonesia sendiri sekitar 84 jenis yang berasal
dari 48 marga dan 21 suku (Aziz 1987).
Halaman :
Latar Belakang Dalam tahap pemisahan dan pemurnian
senyawa metabolit sekunder dipilih pelarut
nheksana dimaksudkan agar senyawa yang
memiliki sifat cenderung non polar dalam
sampel seperti senyawa triterpenoid dan
steroid
terekstrak di dalam ekstrak tersebut sehingga
akan mudah untuk dilakukan tahap isolasi.
Senyawa yang diisolasi dari Pyura sp.
berupa ferreascidin yang
menunjukkan
aktivitas antibiotik serta berbagai bioaktifitas
lainnya. Berdasarkan penelitian Husain
(2017),
Tunikata Pyura sp. juga berpotensi sebagai
antibakteri terhadap MRSA
(Methicillinresistant S. aureus) yang bersifat
bakteriosidal
Dasar Teori Perkembangan bioprospeksi bahan
biologi baik dari hewan maupun tumbuhan
banyak dimanfaatkan dan dikembangkan
menjadi obat-obatan, makanan, dan bioaktif
lainnya yang berasal dari sumber-sumber
terestrial. Namun organisme laut yang
melimpah masih banyak belum dieksplorasi
secara optimal.
Tunikata yang berasosiasi dengan
mikroba fotosintetik mempunyai potensi
molekular yang besar. Kandungan metabolit
sekunder dari bakteri simbion adalah salah
satu bahan substansi bioaktif yang sangat
berguna sebagai pertahanan diri organisme
simbionnya, dalam hal ini tunikata. Selain itu
senyawa tersebut juga berguna bagi
kehidupan manusia, karena dapat
dimanfaatkan sebagai antitumor, antikanker,
antibakteri dan antifungi (Waterman, 1999
dalam Pringgenies (2010).
Metode Ekstraksi dilakukan secara maserasi dengan
menggunakan pelarut n-heksana.
Sebelumnya, sampel tunikata Pyura sp.
dibersihkan dari kotoran yang melekat.
Kemudian pengeringan dilakukan di bawah
yang ternaungi sinar matahari. Sampel yang
telah kering dihaluskan menggunakan
hummer mill sampai berbentuk serbuk.
Serbuk tunikata bobotnya ditimbang dan
dimaserasi dengan pelarut n-heksana dengan
perbandingan 1 : 1 selama 1 × 24 jam
ditempat yang terlindung dari cahaya pada
suhu kamar, sambil berulang_ulang diaduk.
Proses maserasi diulang dengan perbandingan
volume yang sama sampai 3 kali. Hasil
maserasi selanjutnya dihilangkan pelarutnya
dengan alat rotavapor.
Hasil Penelitian Uji aktivitas antimitotik dilakukan untuk
melihat kemampuan salah satu biota laut
dalam hal ini tunikata Pyura sp. dalam
menghambat pembelahan sel zigot bulu babi.
Senyawa uji ini menunjukkan terjadinya
perbedaan jumlah sel yang membelah pada
tiga tingkatan konsentrasi yang berbeda.
Perbedaan jumlah sel yang membelah
menunjukkan persentase penghambatan
pembelahan sel yang berbeda_beda. Adapun
persentase penghambatan rata_rata senyawa
uji sebesar 60,6% (konsentrasi 1 µg/ml),
46,90% (konsentrasi 10 µg/ml), 53,04%
(konsentrasi 100 µg/ml).
Pengaruh senyawa ekstrak n-heksana tunikata
Pyura sp. terhadap pembelahan sel zigot bulu
babi menunjukkan penurunan jumlah sel yang
membelah pada berbagai konsentrasi yang
berbeda-beda. Hal ini juga tampak pada
senyawa vinkristin. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan semakin tinggi
konsentrasi semakin sedikit jumlah sel yang
membelah. Menurut Liambo et al. (2014)
efek antimitosis akan menurun pada
konsentrasi yang lebih rendah. Hal ini
disebabkan karena semakin kecil konsentrasi
ekstrak yang digunakan maka semakin kecil
pula kandungan senyawa kimia yang
menghambat pembelahan sel telur bulu babi
Tripneustes gratilla Linn. Senyawa ekstrak
tunikata memiliki sifat penghambatan
sebagaimana senyawa vinkristin. Hal tersebut
dikarenakan ekstrak tunikata tergolong
senyawa yang sangat aktif sebagaimana
vinkristin yang telah umum digunakan
sebagai bahan dasar antikanker.
Keterkaitan dengan percobaan Menggunakan metode ekstraksi yang sama
yaitu Maserasi bertingkat
Ringkasan Materi Ekstrak n-heksana tunikata Pyura sp.
memiliki potensi sebagai antimitotik terhadap
pembelahan sel zigot bulu babi Tripneustes
gratilla Linn dengan daya penghambatan sel
zigot tidak membelah yaitu 91,93 % dan daya
penghambatan senyawa 60,6 %.
Paraf Asisten