Anda di halaman 1dari 8

PENERAPAN TEORI SELF CARE UNTUK MENGATASI INTOLERANSI

AKTIVITAS PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTIM


KARDIOVASKULAR

Felicia Risca Ryandini1*, Elly Nurachmah2, Tuti Herawati2, Muhammad Adam2, Rita Sekarsari3

1. STIKES Telogorejo Semarang, Indonesia


2. Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia
3. Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta 11420, Indonesia

*E-mail: felicia.risca.89@gmail.com

Abstract

Activity intolerance is the most common problem in cardiovascular disease. It can affect activity and rest, lenght of stay,
and quality of life with indirectly. Nowadays cardiovascular nursing science emphasis on lifestyle modification with the
effort to improve self-care management. Therefore, nurses need to approach of Self Care theory proposed by Dorothea
Orem in nursing care. The method used case study with 31 cases, data were obtained in the recovery phase. Data
collection techniques used observation, interview, and documentation studies in National Cardiovascular Center
Harapan Kita. It found that the most cases were Acute Coronary Syndrome (55%). In general, Orem's theory can be
applied to various cases with cardiovascular disorders. The nurse can collect a lot of data holistically. Nursing
intervention can facilitate to modifying implementation based on condition of the patient. In the evaluation stage there is
a grouping of nursing system based on requirement level, so it can describe the result and ability of patient after nursing
implementation.

Keywords : activity intolerance, cardiovascular cases, Self Care Theory

Abstrak

Ketidakmampuan dalam beraktivitas merupakan keluhan yang sering muncul pada gangguan kardiovaskular. Kondisi ini
akan mempengaruhi aktivitas dan istirahat, lama dirawat dan secara tidak langsung mempengaruhi kualitas hidup. Saat
ini keperawatan kardiovaskular menitikberatkan pada modifikasi gaya hidup dengan upaya meningkatkan kemampuan
manajemen perawatan diri. Diperlukan adanya asuhan keperawatan dengan pendekatan teori Self Care yang telah
dikemukakan oleh Dorothea Orem. Metode yang digunakan adalah studi kasus sebanyak 31 kasus kelolaan yang didapat
pada fase pemulihan. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara dan studi dokumentasi di
RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Hasil studi kasus didapatkan bahwa kasus terbanyak adalah Acute
Coronary Syndrome (55%). Teori Orem dapat diterapkan pada kasus kardiovaskular yang mengalami intoleransi
aktivitas. Pengkajian teori Orem dapat digunakan untuk menggali secara holistik. Penggolongan intervensi dapat
memudahkan perawat dalam memodifikasi sesuai dengan kondisi pasien. Tahap evaluasi terdapat pengelompokan
berdasarkan tingkat kebutuhan, untuk menggambarkan sejauh mana kemampuan pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.

Kata Kunci: intoleransi aktivitas, kasus kardiovaskular, teori Self Care

PENDAHULUAN yang beresiko mengalami penyakit. Peran ners


Keperawatan medikal bedah merupakan area spesialis sebagai pemberi asuhan keperawatan
yang berfokus pada pasien dewasa baik dengan lanjut pada kasus kardiovaskular yang
kasus medikal dan kasus bedah baik kondisi kompleks dengan menjunjung prinsip legal,
penyakit akut maupun kronis, dan pada pasien etik dan humanistik dalam setiap kondisi

Page 1 of 8
dengan menerapkan intervensi keperawatan diambil dari hasil analisis beberapa kasus
sesuai dengan perkembangan ilmu terkini. dengan gangguan kardiovaskular. Kasus yang
digunakan antara lain kasus medical (acute
Intoleransi aktivitas merupakan diagnosa coronary syndrome, heart failure, aritmia) dan
keperawatan yang menitikberatkan respon kasus surgical di RS Jantung dan Pembuluh
tubuh yang tidak mampu bergerak karena Darah Harapan Kita (RSJPDHK). Penetapan
tubuh tidak mampu memproduksi energi yang subjek kasus menggunakan metode purposive
cukup untuk aktivitas sehari-hari (Herdman, sampling sejumlah 31 kasus yang dilakukan
2014). Pada gangguan kontraktilitas jantung, berdasarkan maksud atau tujuan tertentu yang
darah yang dipompa ke seluruh tubuh yang ditentukan oleh peneliti. Teknik pengumpulan
membawa nutrisi dan oksigen persentasenya data yang digunakan adalah observasi,
akan menurun. Hal ini berdampak pada suplai interview, dan studi dokumentasi.
ke jaringan, sehingga akan terjadi hambatan
pada proses metabolisme untuk menghasilkan
HASIL STUDI KASUS
energi. Kondisi inilah yang paling sering Hasil studi kasus menunjukkan bahwa kasus
ditemukan pada pasien dengan gangguan terbanyak adalah ACS sebesar 55% dari total
kardivaskular. kasus medikal yang didominasi oleh diagnosa
Kasus dengan gangguan sistem kardiovaskular STEMI (54.5%). Sedangkan pada kelompok
menimbulkan dampak yang beragam dari tiap- kasus surgical, jumlah presentase antara kasus
tiap pasien, diantaranya yang nantinya akan CABG dan replaced/ repair katup sama yaitu
membawa perubahan dalam perawatan diri. masing-masing 40%. Hasil anamnese untuk
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri tidak kasus lain seperti heart failure maupun
hanya dilakukan pada saat pasien dirawat, aritmia, sebagian besar pasien sebelumnya
namun bagaimana pasien ketika melakukan juga memiliki riwayat ACS. Distribusi kasus
perawatan diri di rumah juga menjadi berdasarkan kelompok usia didapatkan bahwa
tanggung jawab yang besar bagi seorang sebagian besar pasien berada pada kelompok
perawat (Brown, Clark, Dalal, Welch, & usia 41-60 tahun sebanyak 47.7%. Pada
Taylor, 2011). Dalam rangka memberikan distribusi kasus berdasarkan jenis kelamin,
asuhan keperawatan yang profesional agar kasus yang dikelola didominasi oleh pasien
kebutuhan tersebut dapat terpenuhi, maka laki-laki sejumlah 63.3%. Pada kasus ACS
digunakan pendekatan teori keperawatan Self didapatkan rerata usia pasien berada di > 60
Care yang dikemukakan oleh Orem. Teori self tahun dengan proporsi lebih banyak pada laki-
care dalam asuhan keperawatan bertujuan laki.
untuk meyakini bahwa setiap individu
mempelajari kemampuan untuk merawat
dirinya sendiri untuk memenuhi kebutuhan
hidup, memelihara kesehatan dirinya, serta
kesejahteraannya (Alligood & Tomey, 2014).

METODE
Pendekatan yang digunakan kuantitatif
(quantitative research), berdasarkan data yang

Page 2 of 8
Gambar 1 pengukuran saat istirahat dapat dikatakan
Distribusi Kasus Berdasarkan sebagai kondisi intoleransi terhadap aktivitas
Diagnosa Keperawatan (n=31) (de Souza et al., 2015).

80 70 Gambar 3
60 Distribusi Kasus Berdasarkan
40
persentase

37 33 37 Perubahan Heart Rate Sebelum dan


40 23
Setelah Aktivitas (n=10)
20
0 160
1 2 3 4 5 6 140
120

heart rate
diagnosa Keperawatan
100
80
60
40
20
Keterangan: (1) penurunan curah jantung, (2) 0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
ketidakefektivan perfusi miokard, (3) intoleransi
sebelum aktivitas 63 95 103 96 104 76 89 92 74 68
aktivitas, (4) gangguan keseimbangan cairan-
setelah aktivitas 98 110 128 109 134 118 93 107 92 98
elektrolit, (5) nyeri akut, (6) kesiapan peningkatan
manajemen kesehatan. sebelum aktivitas setelah aktivitas

Gambar 2 Pengukuran dilakukan pada pasien yang tidak


Distribusi Kasus Berdasarkan Intervensi sedang dalam fase akut namun berada pada
Keperawatan (n=31) fase pemulihan di ruang perawatan. Hasil
pengukuran tersebut didapatkan bahwa
perubahan frekuensi jantung didapatkan nilai
25 21
rata-rata kenaikan 28.3% pada Gambar 3,
20
14 13 sedangkan tekanan darah didapatkan nilai rata-
15 10
Frekuensi

7 rata kenaikannya hanya 8% pada Gambar 4.


10
5
0
1 2 3 4 5 Gambar 4
Intervensi Keperawatan Distribusi Kasus Berdasarkan
Perubahan Tekanan Darah Sistolik
Keterangan: (1) Cardiac care, (2) Pain Sebelum dan Setelah Aktivitas (n=10)
management, (3) Energy management, (4) Fluid-
Electrolite management, (5) Cardiac care: 140
120
rehabilitative.
Tekanan Darah

100
80
60
Frekuensi jantung dan tekanan darah yang 40
meningkat setelah beraktivitas merupakan 20
0
suatu hal yang wajar terjadi, namun jika 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
peningkatannya lebih dari 20% dari
sebelum setelah

Page 3 of 8
PEMBAHASAN merupakan gejala/ tanda minor yang tidak
Kebutuhan perawatan diri baik dari segi fisik harus ditemukan, namun dapat menjadi
maupun psikis merupakan suatu hal yang tidak pendukung penegakan diagnosis. Clinical
bisa dipisahkan dengan konteks aktivitas validation yang dilakukan oleh Rodrigues,
dalam pemberian asuhan keperawatan. Pada Moraes, Sauer, Kalil, & de Souza, (2011)
kasus kardiovaskular, gangguan yang tanda gejala dipsnea merupakan hal yang perlu
berhubungan dengan aktivitas berhubungan dipertimbangkan untuk menegakkan diagnosa
dengan status kardio-respirasi, misalnya intoleransi aktivitas dikarenakan respon yang
seperti ketika seseorang mengalami gangguan paling mudah untuk diidentifikasi pasien
fungsi pompa jantung, kapasitas/ kemampuan adalah pernapasan.
untuk dapat beraktivitas cenderung akan
menurun dibandingkan ketika jantung masih Tanda gejala yang sering ditemukan
dalam kondisi yang sehat. Hal tersebut sesuai selanjutnya adalah peningkatan frekuensi
dengan klasifikasi domain pada NANDA yatu jantung dan tekanan darah, berdasarkan dari
domain 4: Aktivitas/ Istirahat yang di- perbandingan pengukuran pada saat pasien
dalamnya mencakup diagnosis keperawatan istirahat dan setelah melakukan aktivitas.
seperti intoleransi aktivitas dan penurunan Frekuensi jantung dan tekanan darah yang
curha jantung (Herdman, 2014). meningkat setelah beraktivitas merupakan
suatu hal yang wajar terjadi, namun jika
NANDA International Nursing Diagnosis peningkatannya lebih dari 20% dari
(2015) menjelaskan bahwa aktivitas/ istirahat pengukuran saat istirahat dapat dikatakan
termasuk dalam domain tersendiri yang sebagai kondisi intoleransi terhadap aktivitas
menggambarkan tentang bagaimana produksi, (de Souza et al., 2015). Tentu saja jenis
konservasi, pengeluaran, atau keseimbangan aktivitas yang dilakukan bukan merupakan
sumber energi yang kemudian dikelompokkan aktivitas berat, pembanding dalam pengukuran
lagi berdasarkan kelas. Salah satunya frekuensi jantung dan tekanan darah yang
berhubungan dengan respon kardiovaskular/ dilakukan adalah saat istirahat yaitu saat pasien
pulmonal yaitu kelas 4 yang menggambarkan berbaring di tempat tidur tidak sedang
diagnosa yang berhubungan dengan melakukan aktivitas/ setelah melakukan
mekanisme kardiopulmonal yang menyokong aktivitas, sedangkan pengukuran setelah
aktivitas atau istirahat. aktivitas dilakukan setelah pasien dari posisi
tidur-duduk-berdiri dan berjalan kurang lebih
Hasil studi kasus didapatkan bahwa 40% 10 langkah dan kembali duduk.
pasien ditegakkan diagnosis intoleransi
aktivitas yang sangat mengganggu dalam Hasil analisa dari 10 pasien didapatkan
proses pemenuhan kebutuhan sehari-hari. perubahan frekuensi jantung didapatkan nilai
Temuan yang ada di lahan, sebagian besar rata-rata kenaikan 28.3%, sedangkan tekanan
pasien mengeluhkan kelelahan dan napas darah didapatkan nilai rata-rata kenaikannya
terasa berat/ dipsnea on effort (DOE). Menurut hanya 8%. Panduan SDKI (2016)
SDKI (2016), kelelahan merupakan tanda menyebutkan bahwa tanda dan gejala mayor
gejala yang bersifat mayor yang ditemukan objektif untuk diagnosa intoleransi aktivitas ini
sekitar 80-100% untuk validasi diagnosis. adalah peningkatan frekuensi jantung >20%
Sedangkan dipsnea setelah aktivitas dari kondisi istirahat, sedangkan untuk

Page 4 of 8
peningkatan tekanan darah >20% merupakan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraannya
kriteria minor sehingga hal ini sesuai dengan dengan cara perawatan diri secara holistik. Hal
kondisi yang ditemukan di klinis. ini nampak pada poin pengkajian, Orem
membagi menjadi basic conditioning factors,
Manajemen energi merupakan upaya universal self care, developmental self care
pengaturan energi yang digunakan untuk requisites dan health deviation self care
menangani atau mencegah kelelahan dan requisites. Secara keseluruhan pengkajian ini
mengoptimalkan fungsi (Bulechek, 2013). dapat digunakan untuk menggali data riwayat,
Tindakan yang dapat dilakukan seperti kondisi fisiologis saat ini sampai dengan aspek
peningkatan latihan yang bertujuan untuk psikologis pasien sehingga dengan
meningkatkan kebugaran, manajemen nutrisi menggunakan metode pengkajian ini, perawat
untuk menyediakan suplai nutrisi yang mampu menggali banyak data yang ada pada
diperlukan tubuh untuk membentuk energi, pasien secara holistik. Beberapa penelitian
terapi oksigen jika pasien memerlukan bantuan mengungkapkan bahwa pasien dengan
suplai, bantuan dalam pemenuhan ADL, dan gangguan kardiovaskular memiliki resiko
meningkatkan kualitas serta kuantitas istirahat penurunan kualitas hidup (Hassanpour-
tidur. Sedangkan perawatan jantung dehkordi & Jalali, 2015; Yates, Aranda,
rehabilitasi merupakan upaya peningkatan Hargraves, Mirolo, & Clavarino, 2005; Yu,
tingkat fungsi aktivitas yang paling maksimum Lee, & Woo, 2009), pencegahan yang dapat
pada pasien yang telah mengalami episode dilakukan bisa dimulai dengan melakukan
gangguan jantung yang terjadi karena pengkajian dari aspek psikologis pasien yang
ketidakseimbangan suplai oksigen ke otot dapat dikembangkan dari poin pengkajian
jantung dan kebutuhannya (Bulechek, 2013). developmental self care requisites. Pada
Kegaitan yang dilakukan lebih pada upaya bagian ini perawat dapat mengkaji situasi/ hal
promotif dan preventif terhadap faktor resiko. yang dapat mendukung perkembangan diri,
Berdasarkan hasil analisa di atas didapatkan mencegah dan menagatsi dampak yang akan
bahwa untuk mengatasi masalah intoleransi terjadi yang mungkin mempengaruhi status
aktivitas lebih berfokus pada pemenuhan perkembangannya (Alligood & Tomey, 2014).
kebutuhan perawatan diri serta upaya untuk Therapeutic self care demand atau terapi
mencapai kemandirian dalam pencegahan pemenuhan kebutuhan dasar menurut Orem
faktor resiko. Dalam Alligood & Tomey, diaplikasikan dalam pembuatan intervensi
(2014), peran perawat menurut Orem adalah keperawatan. Terapi pemenuhan dasar adalah
untuk memenuhi kebuhan dasar melalui suatu program perawatan dengan tujuan untuk
perawatan diri untuk mencapai kemandirian memenuhi kebutuhan dasar pasien sesuai
dan kesehatan yang optimal. Atas dasar dengan tanda gejala yang muncul (Alligood &
pemikiran tersebut kondisi yang ditemukan Tomey, 2014). Pada tahap intervensi dan
pada kasus sesuai dengan prinsip teori implementasi keperawatan, Orem juga
keperawatan Self Care Orem. membagi menjadi beberapa bagian antara lain:
Dorothea Orem mengembangkan teori self guidance yang berhubungan dengan tindakan
care didasarkan pada teori yang berfokus pada monitoring, support merupakan tindakan
peran manusia dalam menyeimbangkan mandiri keperawatan yang bertujuan untuk

Page 5 of 8
menghilangkan penyebab dari masalah yang keperawatan pada pasien dengan gangguan
terjadi, teaching merupakan kegiaatn edukasi, kardiovaskular mulai dari mengumpulkan data
dan provider developmental environtment hal secara komprehensif dengan
yang berhubungan dengan tindakan mempertimbangkan aspek bio-psiko-sosio-
kolaborasi. Pembagian ini membuat perawat spiritual dan dari awal perawat sudah bisa
dapat lebih mudah melakukan modifikasi menentukan sejauh mana pasien nantinya
dalam melakukan implementasi sesuai dengan membutuhkan bantuan untuk perawatan
kondisi pasien, apakah lebih berfokus pada dirinya. Hal tersebut dapat digunakan sebagai
tindakan teaching atau hal yang lainnya. panduan tentang rencana tindakan apa yang
dapat diberikan untuk mengatasi masalah
Pada tahap akhir yaitu evaluasi, Orem pasien.
merumuskan tingkatan atau kategori yang
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan self KESIMPULAN
care pada pasien yang dapat menggambarkan Teori model self care Dorothea Orem efektif
sejauh mana hasil/ kemampuan pasien setelah diterapkan dalam asuhan keperawatan pada
dilakukan tindakan keperawatan. Kategori pasien dengan gangguan kardiovaskular. Teori
tersebut antara lain: wholly compensatory, ini mampu membawa perawat menjalankan
partially compensatory, dan supportif- perannya sebagai pemberi asuhan, edukator,
educative system. Harapannya semua masalah koordinator, kolaborator dan pemberi advokat
pada pasien dapat selesaikan setelah pasien dalam memberikan asuhan keperawatan yang
berada pada kategori supportif-educative, di komprehensif berdasarkan bio-psiko-sosio-
mana pasien tinggal membutuhkan informasi/ kultural yang ada pada pasien untuk
pendidikan dengan harapan mampu meningkatkan kemampuan dalam mencapai
melakukan perawatan secara mandiri. kebutuhan perawatan diri demi mencapai
kemandirian dan kesehatan yang optimal.
Sejauh ini kelemahan yang ditemukan dalam
aplikasi penerapan teori Orem berada pada Saran bagi pelayanan keperawatan untuk
poin pengkajian. Ditemukan pengulangan hal mengembangkan penerapan teori model
yang dikaji pada bagian basic conditioning Dororthea Orem dalam memberikan asuhan
factor dan developmental self care requisites. keperawatan pada pasien dengan gangguan
Pada basic conditoning factor, dilakukan kardiovaskular terutama pasien yang
pengkajian terkait riwayat kesehatan pasien membutuhkan manajemen perawatan diri saat
saat di rumah seperti aktivitas, kebiasaan di rumah. Sedangkan bagi pendidikan
makan, kebiasaan tidur maupun peran keluarga keperawatan, hasil penerapan teori Dorothea
didalamnya. Hal itu membuat overlapping Orem ini dapat menjadi rujukan bahan ajar/
dengan pengkajian yang ada di developmental kerangka acuan praktik asuhan keperawatan
self care yang bertujuan untuk melihat yang memiliki tujuan asuhan untuk
perkembanagn individu, lingkungan dan gaya memandirikan pasien dalam perawatan.
hidup yang secara tidak langsung sama dengan
pengkajian yang sudah dilakukan sebelumnya.

Secara umum teori self care Dorothea Orem


ini dapat digunakan dalam memberikan asuhan

Page 6 of 8
REFERENSI Herdman, T. Heather. (2014). NANDA
International. 2012. Diagnosis
Alligood, M.A., & Tomey, A. M. (2014). Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi
Nursing Theory, and Their Work. 8'th Ed. 2012-2014/Editor, Alih Bahasa, Made
USA: Mosby Elsevier Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ;
Editor Edisi Bahasa Indonesia, Barrah
Brown, J. P., Clark, A. M., Dalal, H., Welch, Bariid, Monica Ester, Dan Wuri
K., & Taylor, R. S. (2011). Patient Praptiani. Jakarta; EGC.
education in the management of coronary
heart disease, (12). Retrieved from Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar
https://doi.org/10.1002/14651858. Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi
CD008895.pub2 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Bulechek, Gloria M, Butcher, Howard K., &
Dochterman, Joanne McCloskey. (2013). Rodrigues, C. G., Moraes, M. A., Sauer, J. M.,
Nursing Interventions Classifications Kalil, R. A. K., & de Souza, E. N. (2011).
(NIC) 6th Edition. Missouri: Mosby Nursing diagnosis of activity intolerance:
Elsevier Clinical validation in patients with
refractory angin. International Journal of
Creswell John.W., (2014). Penelitian Nursing Terminologies and
Kualitatif & Desain Riset. Yogyakarta: Classifications, 22(3), 117–122. retrieved
Pustaka Pelajar. from https://doi.org/10.1111/j.1744-
de Souza, V., Salloum Zeitoun, S., Takao 618X.2011.01182.x
Lopes, C., Dias de Oliveira, A. P., de Yates, P., Aranda, S., Hargraves, M., Mirolo,
Lima Lopes, J., & Bottura Leite de B., & Clavarino, A. (2005). J OURNAL
Barros, A. L. (2015). Clinical usefulness OF C LINICAL ONCOLOGY
of the definitions for defining Randomized Controlled Trial of an
characteristics of activity intolerance, Educational Intervention for Managing
excess fluid volume and decreased Fatigue in Women Receiving Adjuvant
cardiac output in decompensated heart Chemotherapy for Early-Stage Breast
failure: A descriptive exploratory study. Cancer, 23(25), 6027–6036. Retrieved
Journal of Clinical Nursing, 24(17–18), from
2478–2487. Retrieved from https://doi.org/10.1200/JCO.2005.01.271
https://doi.org/10.1111/jocn.12832
Yu, D. S. F., Lee, D. T. F., & Woo, J. (2009).
Hassanpour-dehkordi, A., & Jalali, A. (2015). failure : effects of relaxation therapy.
Effect of Progressive Muscle Relaxation Rretrieved from https://doi.org/10.1111/
on the Fatigue and Quality of Life Among j.1365-2648.2009.05198
Iranian Aging Persons, (13).

Page 7 of 8
Page 8 of 8

Anda mungkin juga menyukai