Anda di halaman 1dari 55

PENGANTAR UMUM

SEJARAH FILSAFAT BARAT ABAD PERTENGFiHAN

i.1. Abad Pertengahan dan Kebudayaannya


Jaman abad pertengahan merupakan perioda historis yang cukup panjang, yaitu dori jatuìt, -,ya ;~aran
Romawi sampai dengan permulaan jaman modem. Batas-batasnya mernany tidak bisa dikatakan dengan jelas,
meskipun sejarah mencatat bahwa jatuhnya kaisar RúCnawi terakhir terjadi tahun 476 M. McSki demikian banyak
yang memakai peristiwa budaya sebagai batas antara dunia klasik don abad pertengahan. ~lnya, daiam sejarah
dunia dicatat tentang Edict davi K.onstantinus Agung yang memberi kebebasan lepada umat kristiani untuk
mengungkapkan iman mereka. Para sejarawan (mayoritas) setuju bahwa abad ~ngahan mutai datam abad ke-5 don
berakhir daiam abad ke-15.
Yang jelas yaitu bahwa abad pertengahan menandai kejayaan iman kristiani. Adalah jaman di daiam mano
Gereja mentobatkan seluruh Eropa kepada Kristus. Dalam noma Yesus Kristus Gereja memantapkan iman atau suatu
spititualitas yang dalam, kesatuan budaya don politis bagi masyarakat yang hidup di daiam maupun di luar
batas-batas Romawi kuno. Suatu masyarakat baro telate lahir, suatu masyarakat yang mendasarkan status
yuridisnya bukan pada kedua belas tablet raja-raja Romawi, tetapi pada Injil Yesus KtlStUS.
Karena alasan ini, masyarakat abad pertengahan disebut "Republica Christiana." Dampaknya ialah bahwa
warga negaranya menempatkan nafas ktistiani daiam semua aspek kehidupan mereka: hukum don iaebiasaan
atau adat, seni dan literatur, musik don pulsi, pendidikan don mora!. Pemikir-pemikir paling -tesar davi jaman ini
mengolah suatu perspektif umum manganai benda-benda atau obyek dengan mengambil banyak prinsip Iangsung
dori Injíl. Misalnya: Aurelius Agustinus, Anselmus davi Aosta, Bonaventura, Thomas lari Aquino, Albertus Agung,
Johanes duns Scotus, dsb. Sistem pemikiran mereka disebut 'filsafat kristiani.' isblah ini menimbulkan banyak
perdebatan yang mengundang sikap pro don kontra. Untuk itulah kita akan melihat apa yang dimaksud dengan
istilah 'filsafat krisfiani.'

12. Konsep tentang'Filsafat Kristiani"


Para pemikir kuno saperti Justinus Martir don Clement lari Alexandria mempergunakan konsep itu. Dan
ini diperdebatkan oleh para filsuf. Debat ini muncul khususnya ketika para ateli sejarah menolak manganai
Agustinus, Anselmus, Thomas davi Aquino don Johanes duns Scotus sebagai filsuf. 2 Dan selanjutr~ya
mereka menghapus tokoh-tokoh tersebut dori teks-teks mereka tentang sejarah filsafat. Sementata itu beberapa filsuf
saperti Leon Brunschwig3 don Martin Heidegger mengklaim bahwa filsafat laistian; itu merupakan suatu
'contradictie in terminis.' Argumen Brunschwig disampaikan daiam suatu bentuk lemma don tampaknya membongkar
setiap aspirasi bijaksana davi filsafat kristiani. Dia mengatakan:

... talk pembaptisan yang dilakukan oleh Thomas terhadap dokttin Aristoteles yang
mengkonservasi esensinya, maupun yang mengubah yang Iebih dahulu secara substansial.
Dalam kasus pertama, filsafat Thomistis, secara sangat dekat memiliki kodrat Aristotelian atau
kafir, don bukan kristiani. Dalam kasus kedua, filsafat itu bukan suatu ffisafat tetapi suatu iman ...
Ini semua membawa loto pada kesimpulan bahwa pengarang dori suatu sistem filsafat dapat jadi
seorang kristiani; tetapi fakta ini merupakan sua fu kecelakaan tidak mempunyai relasí dengan
filsafat. Jadi saperti pengarang di bidang obat-obatan, biologi,

Maurice Nedcncelle, Is There Christian Philosophy?, (Nevi York: Hawthorn Books Publishers, 1960). Lihat fuga Etienne i Gì sen,
Elemenfs of Christian
- Bdk. Frederick Philosophy,
Copteston, (New
A History York: Doubieday
of Philosophy & Company,
Volume Inc.,
ll: Augustíne to 1960).
Scotus, (New York: Doubleday, 1985), hai. 1-12. Persoalan
yang menjadi pemicu perdebatan antara lain adalah mereka ini Iebih sebagai 'teolog atau filsuf.' Dalam abad ~ngahan memang
dekat sekali kaitan antara keduanya. Lihat juga Etienne Gilson, The Spirit of Mediaeval Philosophy, (Notte Dame: University of Notte
Dame Press, 1991), hai. 1-41.
Lahir di Paris, 10 November 1869 don meninggal di Aix-en-Provence tgi. 2 Pebruari 1944:a seorang idealist don

;emikirannya penting daiam kaitan dengan sejarah (historisisme).


2

dsb. Kalau kristianitasnya telah mengambil posisi terhadap seluruh manusia, maka jalannya
untuk proses tersebut tidak lagi merupakan filsuf filsuf.

Sedangkan argumen Martin Heidegger bahkan lebih radikal lagi. Dalam pendapatnya, yang antara lain
disampaikan dalam bukunya Einfiihrung in die Metaphysik atau Pengantar ke dalam Metafisika, 4 o r a n g kristen
tidak mempunyai disposisi filosofls yang dibutuhkan untuk berfilsafat dengan serius, karena filsafat memuncuikan
pertanyaan-pertanyaan terakhir dan mendasar yang orang kristiani, setelah memberikan irnannya, tidak dapat
muncul secara serius. Menurut Heidegger, "Iman menolak objek mendasar, yaitu pertanyaan mengenai dasar-
dasar ada. 'Mengapa ada itu ada sebagai pengganti kefiadaan?' Karena orang beriman mengakui bahwa ada itu
diciptakan oleh Tuhan, dia menyangkal akan kebenaran lebih jauh untuk mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan
mefafisis. Barang siapa tetap tinggal pada bidang iman dapat tanpa ragu menaruh kembali pertanyaan dalam
beberapa cara. Dia dapat ambil bagian dalam pertanyaan, tetapi dia tidak dapat menginterogasi dirinya sendiri
tanpa mengkhianati imannya sendiri ... Dia hanya dapat bertindak melalui ungkapan 'seolah-olah, seakan-akan;
sesungguhnya ia tidak dapat merumuskan pertanyaan-pertanyaan datam kemampuan yang penuh (dalam
bertanya, menginterogasi), dia juga tidak dapat ambil bagian dalam kegelisahan yang menyertai pertanyaan.
Imannya kepada Sang Pencipta mencabutnya dari kepusingan akan kegelisahan metafisis. Sebagai kesimpulan,
ide mengenai suatu filsafaf kristiani hanya dapat bersifat equivokal.'
Yang jelas tuduhan-tuduhan seperti di atas telah melahirkan para filsuf kristen yang gemilang seperti
Jacques Maritain, Etienne Gilson, Maurice Blondel, Mounier, Gabriel Marcel, dsb. Pengertian filsafat kristiani iw
dimaksudkan dalam tiga arti, yaitu: kultural, tendensial, dan essensial.
Secara kuiturai, setiap filsafat adalah kristiani kalau dikembangkan di dalamnya lingkup kristianitas, kalau
melalui pengaruh kristianitas. Dalam hai ini kita dapat mengelompokkan tidak hanya filsafat Aurelius Agustinus dari
Hippo, Thomas Aquinas, Johannes duns Scotus, Rene Descartes, Antonio Rosmini, tetapi juga Ba' uk"qinoza,
Immanuel Kant, George Frederick Wilhelm Hegel, August Comte dan Beneddeto Croce.
Daiam arti tendensial atau attitudinal (aqtare-aptus = menaenakan, sesuai) kita bisa menyebut setiap fllsafat
itu kristen (bahkan juga kalau dia lahir daiam lingkungan non-kristiani) kalau prinsip-prinsipnya membiarkan terbuka
pada kristianitas. Inilah kasus yang terjadi pada filsafat: Plato (penting dalam konsep hidup rohani pada abad
pertengahan), Aristoteles (mengenai Tuhan dalam Teodicea, Ekaristi/dogmatik, Etika), íZeno, Piotinus, Ibnu Sina.
Yang berikutnya yaitu daiam arti esensial, kita menyebut suatu filsafat itu kristen kalau merangkui (di antara
isi-isinya yang lain) kebenaran-kebenaran yang menemukan asal-usul historisnya dalam pewahyuan biblis dan
kristianitas; tetapi yang dari s e g i hak, milik bidang penelitian iimiah atau rasional. Para pembela fiisafat kristiani
adalah: Etienne Giison, Jacques Maritain, dsb. dan pemikir-pemikir katolik lainnya telah menunjukkan bahwa filsafat
kristiani merupakan suatu terminus yang digunakan secara benar, bukan h an ya dalam arti kultur dan tendensial,
tetapi esensial; tanpa jatuh ke daiam terminus equivokal dan tanpa jatuh ke daiam kejanggalan-kejanggalan. Para
ahii filsafat abad pertengahan jeias mengembangkan sistem-sistem Ilosofis yang pantas menyandang nama kristen.
Ini bukan hanya secara kuitural dan tendensial, tetapi juga karena motif-motif intrinsik dan esensial. Misainya:
Agustinus, Bonaventura, Scotus.
Ini berarti bahwa para penulis kristen ini tidak hanya senang dengan mengulangi pemikiran-
pemikiran Yunani. Mereka bekerja keras membuat sistem baru yang bentuknya tetap tinggal sampai sekarang dan
yang isinya datang dari kristianitas, Misainya:
- ke-satu-an Tuhan - kontingensi
- penciptaan - kebaikan materi
- kebebasan - tubuh manusia
- pribadi - penyelenggaraan
3
- sejarah
Buku Etienne Gilson "The Spirit of Medieval Philosophy" 5 cukup bagus untuk mengerti latar belakang dan
seluk-beluk sekitar apa yang telah kita bicarakan. Para pemikir seperti bapa-bapa Gereja mendasarkan aada
Sabda Allah. Misalnya: Clement dari Alexandria, Gregorius dari Nyssa, Basilius, Agustinus, Boethius, r,nselmus,
Bonaventura, Thomas Aquinas, Scotus.
Sintese antara pemikiran helenis dan pemikiran kristen itu tidak sama dengan besi dari kayu atau besi yang
bersifat kayu menurut istilah Martin Heidegger, tetapi konstruksi harmonis. Ini sebagai buah dari suatu karya
intelektual yang telah mengijinkan atau memeperkenankan kristianitas sampai pada suatu ekspresi rasional.
Pemikiran Yunani tidak mampu untuk itu. Filsafat kristen tekanannya bukan pada suatu ssiem pemikiran. Jadi ia
sebagai suatu cara khusus berfilsafat yang memberikan rangsangan akan ^wnculnya sistem-sistem yang berbeda
dan berbagai. Ada sistem Origenes, sistem Agustinus, sistem fiamas, sistem Bonaventura, dsb.
Tetapi seperti dalam filsafat Yunani, dia merupakan intuisi yang membawa kepada rasionalisasi yang
berbeda terhadap realitas. Intuisi ini memperkenankan para filsuf (masing-masing filsuf) untuk menafsirkan ~ealitas
dalam suatu perspektif yang menyeluruh sesuai dengan persepsi masing-masing.

1.3. Potensi Filosofis dari Kristianitas


Secara formai atau dalam arti konstitutif, suatu filsafat itu disebut kristen kalau dia secara penuh
,Temuaskan semua kondisi epistemologis yang dimiliki filsafat (benar, jelas, pasti, evident), sementara membuat
ruang dalam visi kosmisnya untuk kebenaran-kebenaran yang asainya dari kristianitas.
Secara historis hubungan antara pemikiran Yunani dan Injil diawali oleh Santo Paulus dalam Kisah para
rasul (Kis 17, 16-34: Paulus di depan dewan Aeropagus). Pengetahuan filosofis itu pengetahuan akan icebenaran,
sedangkan Injil itu Sabda Kebenaran. Injil mewartakan itu dengan mempertimbangkan manusiadunia dan Tuhan
(lihat PDV. 52, OT. 15). Ini sudah ditemukan juga pada Parmenides, Socrates, Plato, Aristoteles.
Tentu saja kristianitas itu suatu agama bukan suatu filsafat. Dia adalah suatu sejarah dan suatu strukrur
keselamatan, bukan suatu spekulasi simpel tentang problem-problem terakhir. Bagaimanapun juga ivistianitas
mempunyai banyak hai untuk dikatakan tentang kebenaran-kebenaran terakhir Dan kemampuan
§osofsnya terkandung di dalamnya. Dengan memakai metode riset filosofis inilah para pemikir knsten dan abad ke-2
mulai membuat~sketsa tentang flsafat kristen.
Beberapa pemikiran'yàng pemikiran Yunani tidak dapat mengembangkan secara detail:

a. konsep tentanggribadi = persona (per + suonare, prosopon/7Cpoaonov)


Ini sebenarnya merupakan pemikiran kristiani yang membawa kepada dimensi baru tentang
manusia. Bapa-bapa Gereja Yunani tidak menemukan konsep ini dalam pemikiran filsafat Yunani.
Pemikiran Yun ni tidak mampu menangkap kenyataan bahwa an tidak terbatas dan universal

dapat_m_.engekspresikan dirinya sen in a am suatu pribadi. Semua manusia sama (gagasan HAM)
dihargai, dihormati. Humanisme universal mengatasi humanisme rasistis dan aristokratis Yunani.

b. konsep tentang kebebasan ,


Dalam arti kekuasaan manusia atas dirinya, keputusannya, juga atas alam. Ini tidak dikenal
dalam pemikiran Yunani. Manusia itu terantai/terbelenggu oleh tiga (3) hai yaitu nasib, alam,
dan sejarah. Orang-orang Kristiani mempunyai konsep bahwa Yesus diutus ke dunia (Yoh 3, 16; Luk 4,
18-19) untuk membawa kebebasan. Manusia itu mempunyai nilai yang tidak terkira, menjadi obyek dan
tujuan dari cinta Tuhan. Manusia sebagai pribadi ini ditentukan untuk mempunyai suatu relasi mutlak
dengan Tuhan sebagai roh dan untuk membuat rohnya beristirahat di dalam

-
Etienne Gilson, The Spirit of Medieval Philosophy, Op. Cit.
Tuhan. Manusia, menurut G.F.W. Hegel, ditentukan untuk kebebasan yang besar.

c. konsep tentang sejarah dan waktu


Orang-orang Yunani mengerti waktu itu sebagai rangkaian kronologis yang fatal, dan
bukan sebagai suatu totalitas yang menguntungkan (xatipoti atau kairoi) bagi manusia di mana
manusia mengambil tanggung jawab. Kairos adalah rahmat. Pemikiran kristiani tentang sejarah dan
waktu itu linear dan ini berlawanan dengan pemikiran Yunani yang siklis, sirkular. Sejarah mempunyai
suatu saat menentukan (kairos), yaitu kedatangan Kristus. Dialah Alpha dan Omega, awal dan akhir dari
sejarah.

d. konsep tentang Tuhan


Orang-orang Yunani mengerti yang ilahi secara anthropomorfistis dan juga polytheistis
atau berkaitan dengan mitologi. Agama Kristen mengerti Tuhan itu sebagai pribadi yang jauh tetapi
dekat. Terminus-terminus yang muncul adalah paternitas atau kebapaan, kebaikan, penyelenggara,
belas kasih, dsb. Konsep-konsep ini yang memungkinkan orang Kristen untuk menawarkan konsep-
konsep baru tentang pribadi, kebebasan, dan sejarah.

e. konsep tentang kejahatan (mysterium malum)


Para ahli sejarah ide mengenal bahwa konsep ini adalah khas moral kristiani, Konsep ini berkaitan
dengan keempat konsep sebelumnya. Akibatnya konsep mengenai keburukan mora] mengandung di
dalamnya suatu relasi personal antara manusia dengan yang ilahi; demikian juga suatu otonomi,
suatu tanggung jawab dan kebebasan manusia di hadapan yang ilahi. Kebudayaan Yunani tidak
memiliki konsep-konsep ini.

f. konsep tentang penciptaan


Orang-orang Yunani mengerti dunia sebagai realitas ilahi dan abadi tanpa asal dan tanpa tujuan.
Plato mengutamakan dunia ide-ide, Aristoteles menekankan forma-forma. Kaum Stoa menekankan
Logos Spermatikos, Epicurus berbicara mengenai atom. Semuanya itu sebagai awal dari segalanya
(apxrt atau arche) yang tidak dapat berubah. Penciptaan menurut paham kristiani adalah ex nihilo
(creatio ex nihilo, dari ketiadaan). Menurut paham Yunani, "ex nihilo nihil fit" (dari yang tidak apa-
apa/tidak ada, tidak terjadi apa-apa). Penciptaan yang dimengerti sebagai produksi dari sesuatu yang
berasal dari sesuatu yang tidak ada secara mutlak adalah eksklusif konsep biblis atau kristiani; suatu
konsep yang muncul dari transendensi Tuhan. Penciptaan itu keluar dari kebaikan Tuhan.
Bagi para pemikir kristiani, tugas filsafat dari awal adalàh untuk membawa potensi ini menuju
kepada buah-buah, mengembangkan dan menjelaskan poin-poin pokok dari penyelidikan filosofis. Ini
dapat dilihat melalui dua tahap, yaitu: pertama para apologist, dan kedua dalam jaman patristic dengan
Platonismenya dan jaman skolastik dengan Aristotelianisme.
Bagi pemikir kedua jaman tersebut, filsafat dan teologi menjadi satu dengan dua obyek, yaitu:
untuk menjelaskan kebenaran-kebenaran dogmatis dengan akal budi dan untuk menerangi kebenaran-
kebenaran filsafat dengan iman. Prosedurnya dikenal dengan istilah "fides quaerens intellectum dan
intellectus quaerens fidem atau iman yang mencari pengertian dan pengertian yang mencari iman."
Distingsi antara filsafat dan teologi baru terjadi pad aakhir abad pertengahan. Bagi kristianitas, filsafat
tetaplah sebagai "ancilla theologiae atau pelayan teologi.`

g. penggunaan filsafat dalam Perjanjian Baru


Kristianitas itu bukan filsafat tetapi agama. Tujuannya adalah untuk membangun suatu komunio
antara manusia dengan Tuhan. Bukan suatu kontemplasi akan kebenaran, tetapi keselamatan
manusia. Ini jelas dalam ajaran dan kehidupan Yesus. Dalam perjalanan waktu,
)
Yohanes dan Paulus bertemu dengan realitas pemikiran Yunani, maka mau tidak mau
masuklah pemikiran Yunani dalam pewartaan.
Sebagai seorang penulis Paulus masuk dalam kategori sejarah literature Yunani. Malahan dia
kadang disebut sebagai seorang pengarang Helenisme klasik. Ini tampak dalam pemakaian bahasa
yang digunakan Paulus waktu berbicara tentang Allah, eksistensiNya dan penyelenggaraanNya,
Kristus, Roh Kudus, manusia, kebebasan, penderitaan, cinta, dsb, Pemikiran Plato, Zeno dan Epicurus
terasa sekali dalam bahasa yang Paulus gunakan.
Yohanes dalam memperkenalkan Kristus mempergunakan beberapa ungkapan flosofis seperti
logos (Sabda), kebenaran (a2~s6sti(x atau aletheia). Ini terutama kita temukan dalam prolog Injil .
~~,,RlCtu tZI l 1 BAB I
PARA PENDIRI FILSAFAT KRISTIANI

Di dalam pengantar kita telah melihat bersama bagaimana para pemikir kristiani dengan cemerlang i~ah
mencoba mensintesekan antara ajaran kristiani dengan filsafat Yunani. Di dalam pembicaraan ini, kita a~an
membahas tentang para pendiri filsafat kristiani. Mereka ini sebenarnya adalah para bapa Gereja atau ~a
dalam jaman patristik.
Jaman patristik ini mulai segera setelah rasul terakhir, yaitu Yohanes, meninggal dan ini juga w"akhiri
jaman para rasul. Di antara para ahli sebenarnya ada sedikit kesepakatan saja mengenai akhir dari ~ patristik
ini. Ada kelompok yang sepakat bahwa jaman ini berlangsung antara abad ke-2 sampai dengan M-7. Di Barat
berakhir dengan Isidorus dari Sevillae dan di Timur dengan Yohanes Damascenus. 7 Yang lain 'ho
mamperpanjangnya melalui abad ke-13 dengan Bernardus dari Clairvoux di Barat dan Gregorius Palamas d Timor.
Kita cenderung pada pembagian pertama dan menempatkan batas antara jaman Patristik dan jaman Sàastik dalam
abad ke-9. Ini merupakan kelahiran baru dari wangsa Karoling yang wakil utamanya adalah Saotus dari
Eriugena.
Istilah Patristik berasal dari kata 'pater' yang berarti 'bapak.' Pada awalnya kata ini dikenakan untuk ~p
tertentu, kemudian untuk semua uskup. Sekitar abad ke-4 istilah 'pater' tidak hanya dikenakan untuk wdwp,
tetapi bagi mereka yang mempunyai otoritas doktrinal. Kriteria mereka adalah:
a. kemurnian ajaran
b. kesucian hidup

c. pengakuan Gereja, dan


d. antiquitas mereka (dalam arti bahwa mereka dari abad-abad pertama).

lanjut kemudian istilah tersebut diperuntukkan bagi para pengarang gerejani.


Dari awal helenisasi, kristianitas pelan-pelan menyebar dari tingkat Iingusitik ke semua bidang ~ ~ayaan
seperti; bidang mora], hukum, pendidikan, sastra, organisasi sosial (politik) dan filsafat. Untuk ~ pernbicaraan
kita, para pengarang yang penting dalam kaitannya dengan helenisasi agama Kristen adalah
Wa pengarang pada level filosofis. Ini merupakan suatu proses yang menyebabkan Iahirnya filsafat kristiani.

%ana-nama para pemikir yang cukup berperanan dan menentukan adalah: Yustinus Martir, Clement dari
t~andria, dan Origenes. Mereka inilah tiga bapa Gereja pertama.
Helenisasi di bidang filsafat berkembang dalam tiga tahap, yaitu:
(1) Jaman para rasul dan pada jaman ini penggunaan beberapa konsep kunci yang diambil dari
filsafat Yunani sangat dihargai; ini sifatnya spontan dan bukan helenisasi yang reflektif serta tidak
menyentuh metodologi, tetapi hanya beberapa terminologi.

(2) Ketika para pengarang kristiani dengan sadar mulai memikirkan dan mempertimbangkan peran
filsafat dalam hubúngannya dengan kristianitas. Pada poin inilah helenisasi memandang filsafat
sebagai sarana epistemologis yang mau tidak mau agama Kristen tidak bisa menutup mata
terhadapnya. Inilah yang dibuat oleh Yustinus Martir, Clement dari Alexandria dan Origenes.
(3) Ketika pertimbangan-pertimbangan filosofis dibawa secara sistematis, selalu dengan kesadaran akan
penggarapan suatu filsafat Kristen. Proses ini mulai dengan Clement dari Alexandria dan
,r5erxarg teolog Spanyol, uskup Agung dan ensiklopedist. Karyanya yang terkenal adalah "Etymologiae." la hidup dari th. 560-636. /Seorang
teolog, penulis, Bapa Gereja dan doktor Gereja (675-749?) yang lahir di Damaskus - Syria. Meskipun seorang kristiani, ia °--. kalilah
Damaskus di bidang keuangan. Karena kebencian kalifah pada kaum Kristen maka ia mengundurkan diri dari tugas
'9~ tahun 700. la kemudian tinggal di biara Mar Saba dekat Yerusalem sebelum ditahbiskan menjadi imam. la melawan edik -brs
Byzanbunm Leo III berkaitan dengan penghormatan patung dan gambar-gambar. Dia menghabiskan sisa hidupnya dengan h~ hai-hai yang
berkaitan dengan agama. Dia juga dikenal sebagai seorang filsuf dan juga sebagai Chrysorrhoas (artinya 3a~ emas) karena
kemampuan oratorisnya. Dia menulis buku-buku dogmatik dalam awal Gereja Yunani. Bukunya "Sumber
lb~an" dibagi dalam tiga bagian: Ujung-ujung Filsafat, Ringkasan tentang Bidaah-bidaah, dan Suatu Eksposisi pasti tentang
OrAodoks. Yang ketiga yang terpenting. la dianggap seorang kudus di Gereja Barat maupun Timur dan pestanya
tgl. 27 Maret Ming- dan di Timur tgl. 4 Desember.
Origenes yang kemudian disempurnakan oleh bapa-bapa Gereja yang lain seperti: Agustinus,
Gregorius dari Nysa, Pseudo-Dyonisius dan Boethius.

' Yustinus Martir8


la lahir di Flavia Neapolis, suatu kota di Samaria pada awal abad ke-2. Orang tuanya masih kafir di
daerah koloni Romawi di Neapolis (nama modern adalah Nablous), la mendapat pendidikan yang cukup
bagus, termasuk di bidang filsafat. Pertobatannya menjadi seorang kristiani tidak dapat ditentukan secara pasti.
Memang ada yang mengatakan di Efesus. Setelah bertobat ia terus mendalami filsafat dan membuka
sekolah di Roma di mana ia mengajarkan kebenaran-kebenaran iman kepada para muridnya. Rupanya ia
cukup berhasil dan kesuksesan ini rupanya juga menyebabkan yang lain-lain menjadi iri hati dan
memusuhinya. Sekitar tahun 165 ia, setelah mengakui imannya di depan kaisar, bersama dengan para
muridnya, dipenggal kepalanya.
Karya-karya Yustinus adalah: dua Apoloai9 dan Dialop denaan Trvaho 10. Subjek diskusi dengan Trypho
adalah mengenai penafsiran Kitab Suci Perjanjian Lama (KSPL). Trypho adalah seorang Yahudi yang waktu
berdialog dengan Yustinus ia mengaku sedang menikmati hari-harinya di Yunani dan Korintus. la katakan
bahwa untuk menemukan Sang Kebenaran dia harus malang melintang dari fiisuf yang satu ke filsuf yang
lain. 11 Yustinus mampu dan berhasil menangkap beberapa kebenaran dalam fdsafat Plato. Tetapi itu
dikalahkan sama sekali hanya oleh keterikatannya pada Kristus yang adalah Sang Kebenaran itu sendiri,
Sang Logos dari Bapa. Karena itu Yustinus menemukan relasi antara filsafat Yunani dengan kristianitas,
merumuskan tese yang terkenal inklusi terdahulu ke dalam yang kemudian. Ini semua ia ungkapkan dan jelaskan
dalam Apologi-apologinya.t 2
Menurut dia, setiap manusia, sejauh berakal budi, ambii bagian dalam Akal Budi Ilahi (Logos Abadi), yang
adalah suatu prinsip universal dari rasionalitas. Oleh karena itu setiap orang mempunyai kapasitas
mengumpulkan beberapa fragmen kebenaran, suatu kebenaran yang hanya Kristus saja bisa mengijinkan kita
untuk mengetahui dalam keseluruhannya. Agama kita itu lebih luhur daripada ajaran manusiawi lain karena
Kristus yang telah menampakkan diri kepada kita, menghadirkan prinsip Logos dalam totalitasnya, dalam suatu
totalitas tubuh, logos dan jiwa. Segala sesuatu yang para fiisuf dan ahli hukum nyatakan dan femukan (dalam
setiap jaman) adalah baik, ditemukan melalui investigasi dan intuisi menurut porsi dari Logos yang
menyentuh mereka. Semua penulis dapat melihat beberapa kebenaran melalui benih Sabda yang ditemukan
di dalam mereka secara samar. Benih dan sarana untuk menirunya adalah satu ha], sementara Sabda
(Logos) sendiri adalah sesuatu yang lain, Sabda di dalam mana seseorang ambii bagian dan kepada siapa
seseorang menyesuaikan diri.
Logos cukup sentral dalam minat Yustinus. Ini bukanlah `logos' nya para filsuf, tetapi logos dari Kristus yang
diwartakan dalam PL dan diwahyukan dalam 1 213.13 Inilah Anak Allah, dilahirkan oieh Bapa, secara personal
berbeda dari Bapa tanpa dipisahkan dari kesatuan Allah. Yustinus katakan: "Saya mengakui bahwa saya
seorang Kristen, dan saya harus katakan dan hargai di dalam kenyataan bukan hanya bahwa ~n-ajaran
Plato tidak serupa (berbeda) dari ajaran Kristus, tetapi karena ajaran-ajaran Plato itu tidak seturuhnya identik
dengan ajaran Krisfus." 14 Bagi dia relasi antara filsafat Yunani dan kristianitas

Govanni Reale/Dario Antiseri, Il Pensiero Occidentale dalle Origini ad Oggi 1, (Brescia: Editrice la Scuola, 1983), hai. 311-312; G+lson,
History of Christian Philosophy in the Middle Ages, (London: Sheed and Ward, 1989), hai. 11-14; Battista Mondin, A c. Mediaeva/
Philosophy, (Bangalore: Theological Publications, 1991); Frederick Copleston, Op. Cit., hai. 13-39. png pertama ada 68 bab dan
yang kedua ada 15 bab.
dengan Trypho ini cukup panjang, ada sekitar 142 bab dan temanya bermacarn-macam.
^ D~bg Bab /l, di mana Yustinus melukiskan studinya dalam bidang filsafat mulai dari sekolah Stoa, Peripatetik,
Phytagorean,
~nis. Dia ceritakan kepada Trypo bahwa dari sekolah Stoa ia menemukan diskusi yang menghindari persoalan mengenai
~uhan, sekolah Peripatetis dikatakannya menarik.
~t Apdogy, 10, Dalam bagian ini ia membandingkan antara Kristus dengan Sokrates.
~3h mengatakan bahwa pengetahuan yang pasti dan aman mengenai Allah, filsafat yang benar diperoleh hanya melalui akan
pewahyuan ... lih. Frederick Copleston, Op. Cit., hai. 17. ~ f~y 13, 3.
G'Ctq A-(exapi~er 8
merupakan relasi antara yang kurang sempurna dengan yang sempurna, antara yang parsial dan yang
menyeluruh. la sampai pada kesimpulan ini bukan melalui studi abstrak, tetapi melalui refleksi atas sejarah
keselamatan. Dia menemukan bahwa ada suatu tempat (dan ini penting) bagi filsafat Yunani dam konomi
(keselamatan) ilahi. Sementara pewahyuan akan kebenaran Kristus adalah penunjang dconomi ini dan
realisasi penuh dari keselamatan, benih-benih Sabda yang dikumpulkan filsafat Yunani ~pakan suatu
antisipasi dan persiapan bagi ephifani yang lengkap akan kebenaran dalam Kristus.
Dengan pertimbangan dan pemikiran ini Yustinus belum mengusulkan untuk menggarap suatu filsafat
CMani, ataupun mencoba untuk mengasimilasikan kebenaran-kebenaran kristiani yang bercorak rasional te
dalam suatu wadah yang umum dengan suatu metode dan kriteria filosofis (meskipun dia tidak w,enutup
kemungkinan untuk melakukan ini). Dia me!etakkan dasar-dasar bahwa tidak ada oposisi antara ~at dan
kristianitas; memang ada, suatu konvergensi alamiah. Keduanya berkembang menuju ~aran yang sama
yang dinyatakan secara penuh dalam kristianitas, Sementara dalam filsafat ia iwyatakan dirinya secara
penuh dalam suatu cara fragmentaris atau kabur.
9 "van, ao1t
Ckement dari Alexandria
Lahir sekitar tahun 150 dari keluarga kafir. Pendidikan cukup bagus di bidang sastra dan filsafat
Yunani. Setelah bertobat menjadi seorang Kristen dia diajar oleh Pantenus seorang dokter terkenal yang
mengajar di sekolah kateketis Alexandria, yaitu sekolah yang paling terkenal pada waktu itu. Clement
lC,eberapa kali menyinggung Pantenus dalam karyanya yang berjudul Stromata dengan mengatakan: "Di ~ saya
bertemu dengan seekor Iebah Sicilia yang sejati, yang hidup dari bunga-bunga yang berasal s~ari
ladang para rasul dan para nabi, yang menaruh madu di dalam jiwa jiwa para pendengarnya."
Pada waktu itu Alexandria adalah salah satu dari kota-kota utama di kekaisaran. Ada banyak yang
herbbat menjadi Kristen. Sekolah kateketis penuh dengan mahasiswa, lebih-lebih waktu sekolah dipegang aiieh
Clement ini. Dengan kepandaian berbicara dan semangat dalam kesalehan Clement menarik banyak
~ . Beberapa dari para muridnya menjadi tokoh terkenal seperti: Origenes dan Alexander uskup di
Verusalem. Ketika pengejaran Settimus Severus merajalela, ia mengungsi ke Kapadokia di mana dia
T~jutkan pelayanan imamatnya. Dia meninggal dalam pembuangan sekitar tahun 215.
Karya Clement ada empat, yaitu:
a. Quis dives salvetur? (apakah orang kaya diselamatkan?)
b. Protrepticus (protrepticum = pidato qendorong, pengajaran, pidato)
c. Paedagogus (paedagogus = budak yang mengawasi anak-anak dan mengantarkan ke
sekolah, pendidik)
d. StrQmata (stroma-stromatis = tulisan mengenai pelbagai masalah)
i~ dari karya-karyanya hampir sama, yaitu mempertahankan agama dari serangan orang kafir dan
Wgajar sesat (khususnya kaum gnostik) dan untuk memberi suatu struktur logis dan rasional (filosofis) ~
ajaran-ajaran kristiani. Para ahli sejarah sepakat akan peran Clement dalam pengembangan teologi don
ftsafat kristiani. Bahkan ia disebut sebagai pengarang pengetahuan akan agama Kristen.
Krta telah melihat bersama bahwa Yustinus telah dengan berani membuat terobosan dengan
mernasukkan filsafat pada lingkungan kristiani yang pada waktu itu masih alergi dengan filsafat. Ini tampak pada
didascalia apostolica:
a Apa yang orang kristiani harus lakukan terhadap kesalahan-kesalahan ini!
Sejak dia memiliki Sabda Allah, dia perlu apa dengan buku-buku orang kafir itu (nam quid tibi deest in

Verbo Dei ut ad illas gentiles fabulas pergas?)


Kamu membutuhkan sejarah? Kitab Raja-raja sudah memberikan jawaban.
Kamu butuh keahlian berbicara atau berpidato dan puisi? Ada kitab para nabi.
Lyrik atau nyanyian? Kitab Mazmur memberikan jawaban.
Kosmologi? Ada kitab Kejadian.
, Hukum moral? Hukum Tuhan yang luar biasa.
9
Ma harus menolak semua tulisan asing dan bersifat setan (ab omnibus igitur alienis et diabolicis scripturis
tb~ te abstine). Untuk melawan musuh-musuh filsafat, Yustinus mempunyai keyakinan akan kebutuhan ~c
menggabungkannya dengan kristianitas, menganggap filsafat (mempertimbangkan filsafat) sebagai su~~jek
yang ambii bagian dalam Kebenaran Tunggal yang diwahyukan dan diinkarnasikan secara lengkap d~ diri
Yesus dari Nazareth. Bagaimanapun juga tindakan Yustinus dalam memperjuangkan kebaikan !lsafat juga
mentok pada poin ini (Dia menyusun bukan filsafat Kristen dan mungkin juga tidak menangkap ~gkinannya).
Clementlah bapa filsafat Kristen. Dia tidak puas dengan suatu pertahanan akan sebab filsafat ~pun la
menunjukkan bahwa tilsafat dipilih oleh Penyelenggara Ilahl untuk mempersiapkan kedatangan ;~); ia juga
tidak hanya sekedar mempergunakan bahasa Plato dan kaum Stoa untuk memberikan toè.enaran-kebenaran
kristiani dalam bentuk yang lebih bagus. Dia melangkah lebih jauh dan menerima filsafat ~ai prosedur logis untuk
memberikan suatu karakter rasional pada beberapa kebenaran mendasar yang #sa1at Yunani telah
usahakan tetapi kabur dan yang Injil Kristus telah buat dengan jelas. Kebenaran +trebenaran berkaitan dengan
Tuhan, manusia dan dunia.
Dalam hai ini ia meletakkan dasar-dasar bagi filsafat kristiani dan bahkan memproduksi contoh
zertamanya, yang adalah filsafat Kristen dengan membawa secara mencolok cetakan Platonis. la membuat itu ta~a
dalam Stromata. Dalam tulisan ini ia merangkul kebenaran yang dicampur dengan dogma-dogma fflmaEat atau
diselimuti dengan dogma-dogma sebagaimana isi diselimuti atau dibungkus dengan batok
i ~,Nng. 15
121. Legitimasi Filsafat Sebagai Sebuah Persiapan Untuk Injil
Ada tiga poin penting di sini, yaitu:
(a) filsafat di hadapan kristianitas
(b) filsafat bagi orang Kristen
(c) penggunaan filsafat untuk memberikan dasar rasional pada beberapa kebenaran yang disampaikan
dalam Injil.
Clement menggaris-bawahi tesis Yustinus bahwa filsafat itu jalan menuju kebenaran (orang Yahudi
h~* kalau sudah mentaati hukum Taurat maka ia sampai kepada kebenaran atau sudah hidup secara berar).
Analoginya ialah bahwa
(1) hukum bagi orang Yahudi sama dengan filsafat bagi orang kafir sampai kedatangan Yesus; 16
2) orang-orang Yahudi yang percaya akan kedatangan Yesus dan ajaran Kitab Suci sampai kepada
pengetahuan akan hukum; mereka yang memberikan diri mereka pada filsafat diperkenalkan
melalui ajaran Tuhan kepada pengetahuan akan filsafat yang benar. 17
Soal yang muncul ialah: "dalam cara apa atau caranya bagaimana filsafat menyiapkan orang-
orang
~i bagi kristianitas?" Lucunya, ia yakin tentang fungsi persiapan (preparatoris) filsafat, tetapi ia sendiri à~
pakin akan bagaimana fungsi itu dipraktekkan. Filsafat itu sendiri bukan sebagai sebab atau alasan pwtm tetapi
satu instrumen atau sarana, 18 Adapun jalan pikiran Clement adalah demikian:

(1) la berpegang pada keyakinan bahwa pengarang kebenaran satu-satunya adalah Tuhan. Dosa
terbesar dari orang Yunani adalah tidak mengenal fakta itu.
;2) melalui filsafat orang-orang Yunani berjalan di atas jalan atau menjalani sebagian jalan untuk
sampai kepada Kristus.
Adi ada alasan-alasan fakta (teologi naturalis Yunani) dan alasan-alasan hak (fakta bahwa kebenaran
Tuhan) yang mendukung tesis Clement tentang fungsi preparatoris dan instrumental dari filsafat dalam
an orang-orang Yunani akan kebenaran Injil

2M~ f.babl. 2M~


VI, bab 17. 50~ r. bab
Sk~ I: 'Filsafat adalah suatu sebab yang bekerja dalam mengerfi kebenaran. Dan inilah obyek penelitian filosofis. Karena itu
7.

ada°àh suatu Iatihan awal bagi seorang yang mau mengetahui."


10
i

Periunya Filsafat untuk pendalaman iman dan untuk memformulasikan iman dengan baik
I(ita sekarang melompat dari masalah historis mengenai hubungan antara filsafat Yunani dan
menuju pada hubungan antara filsafat Yunani dengan iman dan gnosis. 19 Selanjutnya kita akan ikasi
arti lebih dahulu. Filsafat (dalam pengertian Clement adalah filsafat Yunani) meliputi Logika,
, dan Etika. Imat7 adalah suatu persetujuan akal budi terhadap benda-benda yang tidak dapat
suatu anugerah berjalan dari benda-benda yang tidak dapat ditunjukkan ke ada yang simple secara ,
yang bukan materi ataupun komposisi dari materi. 21 Gnosis adalah demonstrasi atau pembuktian
n) ilmiah akan kebenaran-kebenaran yang disampaikan oleh filsafat yang benar. Jadi suatu gerakan
imrà menuju tuntutan iman dalam kebenaran di dalam mana akal tetap tidak pasti. 22 Iman dalam hal ini
seperti pengertian sekarang; sedangkan gnosis adalah Teologi Suci (Sacred Theology).
Dalam ajaran Clement ada empat (4) tese penting berkaitan dengan peranan filsafat dalam hidup
yaitu:
(a) filsafat dengan sendirinya tidak cukup untuk memproduksi keselamatan manusia
(b) karena itu, sejauh dalam konteks produksi keselamatan, iman lebih tinggi daripada filsafat (c)
sekalipun demikian, iman tidak mempunyai alasan untuk tidak mempercayai filsafat
(d) bahkan bila filsafat tidak akan mampu mengerti dan menjelaskan suatu kebenaran iman secara
menyeluruh, la masih tetap memmpunyai fungsi penting untuk mengerti iman dengan lebih baik
dan memformulasikannya.

1. Filsafat Dari Dirinya Tidak Cukup Untuk Memperoleh Keselamatan


Menurut Clement, filsafat itu dari dirinya sendiri tidak cukup untuk memproduksi atau menghasilkan
n. Clement mengatakan bahwa orang-orang Yunani percaya kalau mereka telah menyentuh dasar
1r~aran, tetapi mereka sebenarnya tidak pergi melampaui permukaan. Pengetahuan mereka telah
di atas dunia ini.23
Memang filsafat mereka itu hanya mencapai sebuah bayangan kebenaran tentang dunia, hanya nama
~ka pakai adalah "kebijaksanaan." Ada dua bentuk kebenaran, yaitu: pertama kebenaran kata-kata
kadua kebenaran benda-benda. Sekarang ada sebagian yang mendiskusikan nama-nama dan
an diri dengan keindahan kata-kata. Mereka ini adalah para filsuf Yunani. Kita yang adalah kaum
lebih memperhatikan benda-benda. 24
Menoa~t Yunani tinagal iauh atau demikianiauh dari kebenaran? Clement menambahkan satu
prang-oraN Yunani tidak mendapatkan kebenaran secara lan as~un__g_ dari Tuhan, tetapi melalui
para atau para nabi. Inilah vano menyebabkan distansi antara filsafat dan fce~enaran. Bagaimanapun juga
menambahkan ketidak-sempurnaan kebenaran filsafat menuju jalan ke mana mereka diteruskan atau
isikan kepada umat manusia oleh para malaekat atau para nabi.
Bagaimanapun juga insufisiensi filsafat tidak dijelaskan oleh Clement hanya dengan argumen
ragu-ragu ini. Argumen yang menentukan adalah bahwa filsafat tidak mampu menyebabkan
atan; sementara iman adalah sangat penting untuk keselamatan. 25

~ dariapakata
yangYunani
terjadi. "ginosko"
Gnostisismeyang
adslahberarti
suatumengetahui. Maka gnosis berarti
gerakan filosofiko-religius yang pengetahuan, usaha
dikaitkan dengan memastikan pengetahuan
agama-agama misteri dan
i,eQada keselamatan pribadi. Gnostisisme ini bersaing dengan kekristenan dan puncaknya pada paruh kedua abad ke-2. ...
Bagus, Op. Cit., hal. 280.
Sh Oata 11, bab 2.
O d _ bab 4.
A*. pab 11.
~ta VI, bab 7.
~_ bab 17.
9~ 11, bab 12.
11

Oman Lebih Tingigli Daripada Filsafat


Ke-lebih-tinggi-an iman terhadap filsafat bukan hanya dalam efek-efeknya (iman menyelamatkan,
lídak), tetapi juga dalam beberapa sifat -ial, seperti keluasan q a-tahuan dan k-kvatan Van_
. hnan membuat kita mengetahui tidak hanya dunia yang kelihatan, tetapi juga yang tidak kelihatan; dan
m~nkan saya untuk mengetahui dunia yang tidak kelihatan dengan suatu otoritas (dari Tuhan) yang
wmw-,.ungkinkan kritisisme. Iman itu pengetahuan yang paling pasti. Clement berbicara tentang kekuatan
dan bukan mengenai kejelasan atau evidensi. Berkaitan dengan evidensi, iman, yang menjadi
wgurnentasi otoritas, adalah lebih rendah daripada filsafat.
brsan Tidak Mempunyai Alasan Untuk Tidak Percaya Pada Filsafat
Datah salah satu dari orang-orang kristiani pertama yang menempatkan filsafat untuk melayani teologi
uww, . Dia melakukan ini sementara menghadapi kritisisme dari mayoritas teman kristennya.26
Daiam abad ke-2, dalam lingkungan kristiani, arus Tatianus dan Tertulianus menang. Mereka dua
diri musuh dari filsafat. Filsafat dilihat dengan cemoohan atau dengan sikap tidak percaya

karena filsafat dipergunakan secara tidak benar oleh kaum heretik, khususnya Gnostik). la
..pelecehan terhadap filsafat dan kesalahan-kesalahan darì beberapa filsuf; tetapi ia dengan berani
bahwa tidak akan ada penetrasi atau pendalaman iman tanpa filsafat. la katakan demikian:
ditakut-takuti oleh filsafat Yunani sebagaimana seorang anak kecil dengan topeng. Tetapi kalau
v~ dapat digoyang dengan akal budi, maka itu akan lebih baik dan bahwa mereka meninggalkan
Bagaimana seseorang dapat menjadi seorang penukar uang yang baik kalau ia tidak dapat
an uang yang benar dari yang palsu?"
Apa alasannya bahwa iman hendaknya tidak takut atau percaya pada filsafat? Pertama-tama karena
~persiapkan iman dan juga karena ia mempertahankan iman (dari kaum heretik dan kaum kafir)
w~ni sebagai sarana untuk menghadirkan iman kepada publik yang berbudaya dengan otoritas yang ~
akhimya iman dapat dengan lebih baik dimengerti.
. l FMsafat Mempersiapkan Iman
9eriawanan dà' pendapat jamannya, Clement menyatakan bahwa filsafat bukan hanya musuh atau
untuk iman, etapi ia erupakan suatu penolona vana berharga. la mempersiapkan orane-orang
trcjk kedatangan Kristus dan ia membantu banyak orangry~g terlatih untuk memper eh iman Hanya
s& saian menuju kebenaran; tetapi la seperti suatu sungai yang tidak pernah kering, ke dalam mana
arak sungai yang lain mengalir dari segala macam arah. 27 Jalan satu-satunya adalah Kristus Sang
Dari Logos dan kepada Logos mengalir semua cabang kebenaran: matematika, musik, filsafat, iman.
macam-macam tahap dalam kemajuan manusia menuju perolehan kebenaran mutlak. Tahap awal
" dengan pertolongan filsafat. Dari fisalafat seseorang maju menuju tahap kedua, yaitu iman.
F~at Dipergunakan Untuk Mengerti Iman Dengan Lebih Baik
Fìsafat bukan hanya suatu introduksi ke dalam iman. la bukan membatasi dirinya untuk membimbing îtabr
menuju ambang pintu kuil di mana iman ada, tetapi la masuk bersama dengan kaum kafir yang Ib~t ke
dalam tempat yang suci dari kebenaran, melengkapi instrumen-instrumen untuk mengerti m mr a lebih
ilmiah. Clement memberi nama "gnosis" bagi iman yang mempergunakan filsafat untuk
p~ian yang lebih baik akan kebenaran yang diwahyukan. Bagaimana seseorang memperoleh
h?
Daam hai ini Clement sendiri tidak dengan jelas memberi uraian. Dari tulisan-tulisannya dapat b,ahwa
gnosis bukanlah karya eksklusif dari rahmat, juga bukan dari penelitian manusiawi, tetapi dari ya. Rahmat ilahi
mengkomunikasikan objek dari penelitiannya dan mendukung subjek dalam

~ A Bonsor, Athens and Jerusalem: The Role of Philosophy in Theology, (New York: Paulist Press, 1993). I- aab
5.
rt 19 ( 0a 0 ~~1 '-xiI ' 12
ya terhadap kebenaran yang diwahyukan, Karena itu dapat dikatakan bahwa para calon telah
?:k:ngas
filsafat, atauadalah
manusia merekasecara
telah menerimanya dari kebenaran;
prinsipial menempatkan danuntuk
filsafat mereka memilikinya.
melayani iman. Ini dilakukan erat
(4) alasan:
(1) Untuk mempengaruhi diri sendiri ù menerima Sabda Tuhan: Filsafat itu merupakan suatu
latihan otak yang membuat otak mampu untuk mengerti pahampaham yang dapat
dimengerti (inteligibilis). Lebìh lagi ia ~rnikan jiw<g ter_ hadap kesan-kesan indrawi,
membangunkan kembali apinya, sehingga suatu ketika jiwa akan mampu masuk Ìebih
dalam ke dalam kebenaran. 28
(2) Untuk mengerti, sejauh mungkin bagi suatu ciptaan, Sabda Ilahi, Clement mengatakan
bahwa untu`k men erti aiaran-ajeran iman tanDa studi itu tidak munqkin. ntuk
meneriu- '•e-'•- ano enar dan m-a• k ide-ide vano salah bukanlah hai yang sederhana
dan n-iudah, tetapi merupakan iman yang dilatih dalam pengetahuan. Penggunaan
dialektika (filsafat) itu untuk membedakan apa yang khusus dari yang umum. Gnostik
menemukan kebenaran. Sebab dari kekeliruan dan kesalahan itu adalah ketidak-
mampuan untuk membedakan apa yang berbeda.
(3) Untuk mengajar dengan cakap kebenaran yang diwahyukan
(4) Untuk mempertahankan kebenaran secara efikak: kebenaran perlu dipertahankan baik oleh para
filsuf maupun para heretik, Filsafat merupakan satu dari senjata yang diperlukan untuk
itu; ia membantu untuk membedakan ajaran-ajaran sesat dari kebenaran. Clement
mengatakan bahwa kalau kita akan diperkuat dengan bantuan filsafat, kita akan
membuat iman tidak bisa jatuh ke dalam kaum sofist.
4a-pat pelayanan (preoaratoris, kritis, edukasional dan anoloqetis) yang filsafat berikan kepada inwur
s=afat pantas disebut sebagai "ancilla theologiae." Kita tahu bahwa istilah ini diciptakan oleh Philo,
Sr.9crt ke dalam lingkungan Gereja Katholik oleh Clement dari Alexandria; karena itu menjaminnya
m-erimaan abadi. Clement mengatakan bahwa "sebagaimana studi-studi siklis berguna untuk
- filsafat, yang adalah guru mereka, maka filsafat membantu dalam memperoleh kebijaksanaan.
tu suatu jalan kepada kebijaksanaan dan kebijaksanaan merupakan suatu pengetahuan akan benda
-.-ar,siawi dan ilahi serta sebab-sebab mereka. Karena itu kebijaksanaan adalah guru dari filsafat,
~,a filsafat adalah guru dari studi-studi permulaan. Memang filsafat menghasilkan suatu kontrol
íc _!, perut dan bagian-bagian perut yang lebih rendah (abdomen); tetapi kalau ia dipraktekkan untuk
-
Aan dan bagi teologi suci, ia menjadi, bahkan, lebih besar dan luhur."
3c ent mempergunakan filsafat, secara teoretis maupun praktis, sebagai suatu penolong untuk
-

f=^.gorganisisr atau menyusun, merekonstruksi, mengajar dan mempertahankan UUahyu. la tidak


_-.=npergunakan unsur yang terbaik dari filsafat dan kebudayaan yang mempersiapkan kita untuk
: _I~getahuan lebih mendalam akan iman.
Va _ jelas Clement telah mengusahakan paling tidak úa~hal ini. (1) ialah yang pertama
,

.<an dan mgnyelesaikan, dalam dunia kristiani, masalah relasi antara iman dan akal budi, filsafat
lopog 2) melalui solusi-solusi yang ditawarkannya, ia telah memberikan hak-hak yang penuh dalam
_-adap filsafat Yunani dan terhadap segala sesuatu mengenai hakckat manusia dan akal budi
~`ment, dengan ajaran ini, telah membawa Gareja untuk megambil satu langkah yang paling t~j-
sejarahnya. Gereja bukan melawan akal budi, tetapi dengan akal budi; bukan melawan manusia
2erc_7-, manusia; maka Penebusan itu bukan kutukan terhadap kodrat manusia, tetapi sebagai
=- terhadap kodrat manusia, akal budi dan kebebasan. Prinsip bahwa rahmat tidak
 nn. tetapi mengangkat manusia, dan ini sangat fundamental dalam ajaran kristiani, serta jauh hari
~-:<an dalam pemikiran Clement
,I°~O~y CtN 4_xù~r

~O (1 ~ l Teb'Nafi
-

Felenisasi Kristianitas dan


=a~a sejarawan
Kristianitasi tidak ragu dan sangat menghargai langkah yang telah diambil Clement dalam hai
Filsafat
=:<an filsafat untuk iman atau teologi. Memang ada sebagian yang tidak setuju dan menganggap ini
_ahaya bagi orang kristiani awal, terutama pemikir protestan. Ini bisa dimengerti bila kita kembali
.*=_ mikiran Luther.
,

-.ssi Gereja Katholik sudah benar. Setelah Vatikan li, posisi teologi Katholik mengambil ini, Jadi
kasus pada jaman Clement. St. Paulus malah mengatakan bahwa pentinglah menjadi orang
.— ~ orang-orang Yunani dan menjadi Romawi bagi orang-orang Romawi. Maksud Paulus berkaitan -se-
ggunaan kebiasaan (budaya) dan bukan ajaran. Orang pertama yang memberikan suatu aplikasi t- adap -

ajaran Paulus adalah Clement. la mengerti dengan baik sekali apa itu "Logos" dalam hidun
kr 'en. Logos telah mengambil bentuk kodrat manusia daiam segala hai (kecuali dalam hai dosa), t. —
^stianitas harus menerima kebaikan karakter setiap orang, menerima nilai-nilai yang positif dan ,0- - setiap
orang. Ini dituntut oleh universalisme kristiani yang tidak membuat perbedaan-perbedaan di Tra . sia dan ini
- ,

juga dituntut oleh pewartaan Kristen. Ada sebagian orang yang melawan pandangan
~:—an Clement, mayoritas melihat filsafat dengan curiga.
i~-vak yang takut seperti anak kecil takut pada memedi (orang-orangan untuk menakuti burung
J =a .vah). Bahkan dari lapisan atas memprovokasi ini, misalnya Tertulianus dalam "De praescriptione
-

-' Tertulianus dengan keras dan kasar menyerang filsafat dengan mengatakan: "dari padanya
setiap kejahatan. Kaum Gnostik semuanya adalah murid para filsuf. Iman hidup jauh dari
-sc- c?ah filsafat." Tetapi Clement tid'ak terintimidasi oleh pernyataan-pernyataan tersebut. Dia tahu
,

é~ -,embedakan filsafat yang satu dari yang lain, ajaran filsafat yang satu dari ajaran filsafat yang lain. ma.,

_adar akan fakta bahwa kristianitas hanya dGpat menerima bentuk-bentuk filsafat yang sesuai
c=3^ yang diwahyukan.
<_r .fori-kategori filsafat Yunani tidak selalu sama aengan apa yang dimal,sudkan oleh ajaran kristiani.
-

.-_Ah "theos, logos, pneuma, kosmos, dsb." Dan pemikiran Yunani tidak selalu sama dengan yang
:,e h ajaran Kristiani, Bisa jadi kategori-kategori tersebut sesuai dengan konsep Buddha atau Tao.
per_ direvisi dan dikoreksi, dan disinilah jasa dari Clement memang luar biasa. Sebelum Helenisasi i, „ a
--'ah mengkristenisasikan filsafat Yunani.

tlwrsur-unsur Filsafat Kristiani mengenai Allah, Manusia dan Dunia


Be :asarkan filsafat Yunani, lebih-lebih Piato, Clement memperkenalkan beberapa kebenaran
-

~nan, manusia dan dunia yang ia ambii dari paham kristianitas, tetapi dapat menjadi kebenaran_ sofis
-

ketika disusun secara rasionaL


IIIL a dari sini ia memperluas panorama filsafat terhadap khasanah ajaran kristiani. Dia menyusun
per .ama dari filsafat Krsitiani yang kemudian hari menjadi paradigma atau model daiam jaman Patristik
-

1~:.K Pembicaraan Ciement mengenai Allah berbeda dari konsep Yunani hanya ketika menyentuh

t^ =nya. Ada tiaa kesalahan berat dari filsafat Yunani men enai Allah aitu Poi heisme
:fuan dari ara dewa dan kekuran an mereka akan emelíharaan mereka terhada dunia. Dewa
, , v dengan
. .
=- rnereka sendiri; bukan dengan peristi wa-pe ristiwa dunia ini dan nasib manusia. Kristianitas
<.psalahan-kesalahan ini dan mengajarkan bahwa Allah itu satu, tidak terbatas, Mahakuasa dan
__ 2. a. pencipta dunia dan manusia. Clement meacoba memi penjelasan rasional menc enai itu
-

Polvtheisme: dia mengkritik secara keras terhadap paham ini. Ini ia bahas dalam
Protrepticus. la menunjukkan immoralitas dan kebodohan dari Polytheisme dengan
menunjukkan kekayaan rohani dan kemurnian transendensi ajaran Logos yang menjelma. la
mempergunakan pemikiran Stoa, Philo dan Apologist daiam menyerang polytheisme. Dia
menuduh kaum polytheist sebagai atheisme. Mereka jatuh ke daiam atheisme dobel: (1)
14
atheisme yang percaya akan keberadaan dari ada-ada yang tidak ada dan menyebut dewa
dewa mereka yang bukan dewa sama sekali; yang bahkan tidak ada sama sekali, tetapi
hanya mendapat sebuah nama;29 (2) atheisme dan kultus terhadap iblis-iblis yang mewakili
titik tertinggi dari hai-hai yang tidak bermutu, dari mana kita harus mengambil jarak.
Pendapat-pendapat yang salah dan pendapat-pendapat yang jauh dari kebenaran - secara
tidak diragukan lagi adalah pendapat-pendapat yang mati - telah menjauhkan manusia,
pohon surgawi, dari kehidupan ilahi dan telah mencampakkan dia ke tanah serta te ah
~efnbawa dia untuk menghormati benda-benda yang diambil dari bumi. Lebih lanjut 30

° 1ement mencantumkan pendapat-pendapat yang menjadi sumber poiytheisme yaitu:


kekaguman dengan keindahan ciptaan (surga dan bumi), ketakutan-ketakutan akan kekuatan
alam, peninggian akan perasaan-perasaan dan ambisi-ambisi paling kuat dari manusia, dan
pendewaan para pahlawan. Tetapi masyarakat memang gampang dirayu oleh bentuk-bentuk
31

polytheisme semacam ini. Ada sebagian fiisuf yang kena pengaruh, tetapi ada juga yang
tidak seperti Plato, Stoa yang berhasil membebaskan diri mereka dari pengaruh ini; bahkan
32

mereka telah berhasil menemukan eksistensi Tuhan yang satu. Mereka berhasil karena
menyangkal yang inderawi dan menerima akal budi sebagai pembimbing mereka. Allah
adalah objek inteligibilis dan bukan objek sensibilis. Hanya akal budi yang sehat atau "logos"
yang adalah cahaya jiwa dapat menunjukkan kepada kita
Allah yang benar. 33

Kesatuan Tuhan: Allah yang adalah tanpa asal-usul itu tunggal dan merupakan prinsip
lengkap dari segala sesuatu. Semua prinsip yang membuat dunia itu diciptakan, termasuk
materi. Para filsuf seperti Stoa, Piato, Phytagoras, Aristoteles dan Peripatetis a menganggap 3

materi sebagai satu dari prinsip-prinsip pertama dan mereka tidak mengenal eksistensi dari
suatu prinsi,p tunggal. Bagaimanapun mereka tidak menambahkan kualitas atau forma terhadap
materia Prima. Piato mengidentifikasikannya dengan 'bukan-ada atau non-being,' dengan
mengetahui bahwa prinsip pertama yang benar dan real adalah satu. Dalam kaitan dengan 35

penciptaan, Clement adalah pendukung ajaran "creatio ex nihilo" dan bahkan ia juga pendiri
dari filsafat ini.
Kesempurnaan Allah dan kemandirianNya: Keilahian tidak rriembutuhkan apapun, tidak
menginginkan kekayaan, kesenangan, dsb. Karena ia memiliki segalanya dan memberikan
kepada masing-masing benda apa yang dibutuhkannya. Dalam hai ini Clement tidak
memberi penjelasan yang cukup jelas. Tampaknya alasan mengapa Allah dilukiskan
semacam ini adalah bahwa Allah itu penyebab. yang tidak diciptakan dari mana
kesempurnaan dari segala sesuatu berasal. Allah tidak terbatas, tanpa suatu batas-batas
36

ar a.-- bab IV.


tua r_ serambi bertiang. Dulu sekolah ini diselenggarakan di serambi bertiang di gedung-gedung di daerah Athena. Sekolah
Zeno dari Citium. Pengaruhnya sampai ke kekaisaran Romawi terutama di bidang intelektual. Maka ajarannya

a Fisika dan juga mengandung Teologi. Tetapi terutama menjadi terkenal karena ajaran mengenai etika yang
n- aathia' atau kepasrahan. Apathia ini menyebabkan orang menerima nasib di dunia dan membawa orang untuk

r sebagai cerminan akal tertinggi dan terdalam dari semua hal. Setiap peristiwa seakan direncanakan dan menjadi
. Aentia (penyeienggara). Kebebasan pribadi rupanya tidak ada.
rab VI.
_a- kata "peripatein" yang berarti berjalan mondar-mandir. Ini cara Aristoteles mengajar para muridnya. Lalu setelah
airk:- ^ggal, sekoiahnya berkembang ke dua arah dan ini terasa sekali di luar Yunani seperti di Alexandria dan Rhodos,
sum- :u ialah: yang satu menekankan teori yang dipimpin Theophrastus, pengganti Aristoteles dan lainnya menekankan

:ab 14, no. 89.


:ab 5 no. 29.
15
yang ditaruh oleh suatu bentuk partikular. Kalau Allah harus memiliki suatu bentuk manusiawi,
maka Dia periu makanan, perlindungan, suatu rumah dan semua benda yang berkaitan
dengan ini.37 Manusia dapat sempurna dengan memperhatikan kesalehan, i(esabaran atau hai-
hai lainnya, tetapi hanya Tuhan dan Yesus Kristus (sejauh Dia Allah)
adalah sempurna.38
d) Ketidak-terbatasan Allah: Ada banyak teks di mana Ciement mengafirmasi mengenai ketid'ak-terbatasan
Tuhan dan ini dapat dimengerti karena pemikiran Yunani tidak pernah memberikan afirmasi
ini pada Tuhan. Dalam pemikiran Yunani, hai ini ganjil atau negatif, Allah itu tidak terbatas
(apeir)n) tak gampang dimen i oleh pemikir Yunani. Clement kàtakan bahwa Yana at i itu tidak
dapat dibagi, dan karena itu tidak terbatas; sejauh tanpa
dimensi-dimensi dan tanpa batas a as. a iuga bentuk tanpa nama,39
e) Pencipta: Allah itu pencipta se Allah itú prins~dari se gala
a, dalam or o isik maupun mora], baik dalam pikiran maupun dalam tindakan, Allah,
yang adalah tanpa prinsip, merupakan prinsip tunggal dan total dari segala sesuatu, prinsip
effisien. Sebagai ada, Dia adalah prinsip pertama dalam tindakan; sebagai kebaikan, Dia
adala •rì '. .ertama d. u kebiasaan; sebagai akal budi, Dia adalah prinsip penalaran dan
keputusan.
Mahakuasa dan hadir di mana-mana: ini bisa disimpulkan dari aktivitas Tuhan yang
menciptakan segala sesuatu dan la menciptakan itu semua dari ketiadaan (creatio ex
nihilo). Clement talk hanya berhenti di sini, tetapi juga memperkuat pernyataannya dengan
mengambil otoritas Kitab Suci, khususnya Kitab Mazmur dan Nabi-nabi. 40 Kekuasaan ilahi tidak
ada batasnya, Allah adalah kebijaksanaan terbesar. Karya-karya utama dari kekuatan ilahi
adalah : surga, dunia dan manusia; manusia sebagai mahkota semua itu.
a) PenVelenqaara: penv e n a a a r a haoi Clement i an alin elas in entin dari atribut-atribut ilahi._Pertama-tama
Penyelenggara adalah suatu atribut yang jelas. Ini cukup untuk melihat sejarah dan dunia tmtuk
menetapkan kehadiran dari Sang Penyelenggara. 41 Dan ini sebagai konsekwensi dari ke-
mahakuasa-an dan ke-mahatahu-an, Kedua pengakuan bahwa la Penyelenggara merupakan
suatu karakteristik yang membedakan antara filsafat yang baik dari filsafat yang buruk atau
jahat; antara filsafat yang mempersiapkan untuk Kristus dan yang menjauhkan daripadaNya.
Filsafat Yunani tidak pernah mengajarkan bahwa Allah memelihara segalanya. Aristoteles malah
menjaga Dia jauh dari benda-benda, sementara Plato hanya mengakui satu penyelenggara yang
tidak langsung. Epikurian 42 malah menyangkalnya, 43 dan Stoa mengakui hanya untuk matiusia.
Philo dari Alexandria adalah orang yang pertama mengajarkan bahwa tindakan Penyelenggara
meluas ke benda-benda. Clement memberi pendasaran lebih kuat lagi

, r- 21. no. 130.


~ a .' bab 12, no. 81.
--
-piicus, bab 8.
~ - .'.'!, bab 11, no. 60.
Ea*,ura— adalah para pengikut sekolah yang didirikan oleh Epicurus (341-270) di Athena sekitar 306 SM. Yang ditekankan oleh
r Epikurianisme adalah nama aliran ini) adalah teori atom, empirisme dan hedonisme. Beberapa karakter dari
s-e adalah: (a) usaha mencari pengetahuan, artinya bahwa suatu pengetahuan yang tidak membawa orang kepada suatu .ang
didedikasikan adalah tidak ada artinya. Filsafat, kata Epikurus, bukanlah suatu teori tentang obat spiritual, tetapi
cm-; pengobatan, suatu sarana vital yang menampilkan keselamatan; (b) kehidupan manusia itu menyedihkan dan
=- maka filsafat harus menghibur, menerangi dan membebaskan manusia dari keempat kejahatan yaitu ketakutan akan
tetakutan akan kematian, ketakutan akan kejahatan-kejahatan, dan ketakutan bahwa kebaikan sulit dicapai; (c) intelek
-
la: instrumental dan pengetahuan itu bukanlah esensial untuk kebahagiaan; (d) filsafat itu bukan eksternal, tetapi -_^tuk
semua, termasuk bagi kaum perempuan.
2ab 11, no. 52.
16
dengan alasan demikian: (1) karena Allah itu pencipta segala-galanya termasuk materi; dan (2)
karena penyelenggaraanNya telah menempatkan Yesus sebagai pusat. Allah
menyelenggarakan segala sesuatu itu secara langsung dan tanpa pengantara. Manusia itu
aambaran atau Ora Allah: konsep mengenai Allah diikuti dengan konsep mengenai manusia
dan nilainya. Filsafat Yunani tidak pernah berhasil untk sampai ke sana (misalnya Plato bicara
mengenai penjara jiwa, karena konsepnya tentang manusia itu dualistis). Kristianitas
melontarkan ide mengenai hakekat manusia dan nilainya; bahwa manusia itu dicipta menurut
gambaran Allah. Karena itu manusia mempunyai nilai abadi dan tidak dapat mati, mutlak dan
tidak terbatas. Clement menjelaskan itu dengan cara rasional dengan menunjukkan bahwa
manusia itu gambar Allah dan hakekat ini memiliki karakter immortalis atau tidak dapat mati.
ltulah dua ajaran kristiani yang penting, yaitu struktur rasional dan filosofis di mana manusia
itu sebagai ikon Allah di satu sisi dan di sisi lain manusia itu memiliki sifat tidak dapat mati
dalam arti tertentu. Ada tiga gambaran mengenai "imago Dei" yaitu: (a) Logos, (b) orang
kristiani dan (c) setiap orang. 44 Untuk dua gambaran mengenai manusia, Clement
mempergunakan: (1) eikon untuk gambaran alamiah, dan (2) homoiosis untuk gambaran
super natural dari orang kristiani. Yang pertama ini berlaku bagi semua dan yang kedua
hanya untuk sedikit orang. Manusia menerima "imago" langsung waktu lahir. Kemudian,
sebagaimana ia menjadi sempurna, dia menerima "kemiripan/similitudo." 45 Hanya yang percaya
(beriman) ia kaya, bijaksana, Iuhur dan mempunyai image Alalh menurut keserupaan, dan ia
menjadi demikian melalui tindakan Yesus Kristus, Dasar dari imago ini ialah Kej 1, 27.
Sedangkan "homoiosis" itu terdapat dalam pengetahuan atau gnosis dan cinta. 46
Immortalitas iiwa: bagi Ciement bukan problem. Manusia memiliki jiwa yang tidak dapat mati.
Ini postulat penting bagi iman Kristen. Juga ini berkaitan dengan moral: manusia tujuannya
ke mana? la menjawab bahwa tujuan yang benar dari manusia itu ialah: menjadi serupa
sejauh mungkin dengan Sang Logos dan untuk ditetapkan kembali dalam pengangkatan
sebagai anak melalui Putra. Syaratnya adalah: penguasaan terhadap tubuh (daging), suatu
kontrol terhadap penderitaan dan imitasi dengan Sang Logos. Kita harus mengikuti Sang
Logos, kalau kita terpisah dari Dia kita akan jatuh ke dalam yang jahat.

5—.g Logos
- ent dalam Protrepticus dan Paedagogus membahas tema ini. Karya-karya ini mau: (1)
:- sifat-sifat dan atribut-atribut yang membedakan Logos dari semua kekuasaan ilahi yang
:,eh orang-orang Yunani dan Romawi; dan (2) menggambarkan bagaimana orang Kristen harus
, -.:k menjadi seorang murid yang setia kepada Logos (Guru Ilahi).
-

Sc-.ap karya Tuhan mempunyai suatu relasi dengan Yang Mahakuasa dan Putra hadir; dengan
-
erupakan suatu karya paternal. Karena itu Penyelamat tidak membenci manusia. Semua vr dan
selamat melalui campur tangan Sang Logos yang adalah satu.

Phtonisme Kristen dari Clement


~~_-ent mengambil lang`ak h akhir dan keputusan menentukan terhadap helenisasi Kristianitas pada
'Ibw~ :s dan menciptakan contoh pertama akan filsafat Kristen. Karyanya ini merupakan langkah yang :lIlk-~-
ang; bukan hanya dalam sejarah kristianitas, tetapi juga dalam sejarah filsafat. ~ _~ ata.. @ @.a ,. ' fa e
-risi fragmen-fragmen kebenaran. Mereka bukan bertentangan,
urt~ sv'.-j dengan yang lain karena mereka keluar dari sumber yang satu, yaitu Sang Logos. Tugas dari

i ~ :arm 3, no. 16.


~1.aw ..1 ^o_ 131.
ma: -~ ^o. 171; VII, bab 1, no. 4.
17
4ois*ani adalah mengumpulkan dan menggabungkan fra men-fragmen tersebut. Untuk bisa berhasil, kris*iani
harus mengarahkan pandangan kepada Logos, Logos adalah Matahari dari mana semua

r 9 dipancarkan. ~---`
k memusatkan hidupnya pada usaha ini. Hasilnya adalah sintese luar biasa dari filsafat Yunani dan s.
Dengan bekerja dari Logos (Pewahyuan) dan mengambil kebenaran sebagai kriterium tertinggi, sampai
pada kesi e a Te •' P_laionis (Kosmologi) secara_ substansial itu benar;
e enaran-kebenaran mendasar yang diwartakan oleh Kristianitas mengenai Tuhan dan manusia
drasionalisasi. Dengan operasi rasional ini ia memperoleh dua hasil: (1) dia menyelamatkan bunga
Yunani, dan (2) dia memberikan kepada Kristianitas suatu dasar rasional yang betul solid. Inilah suatu
Wu dalam berfilsafat.
Criigenes
0wpa yang telah dirintis oleh Clement dari Alexandria (filsafat kristiani) dilanjutkan oleh muridnya yang
._, yaitu Origenes dalam garis Platonis, la lahir tahun 185 di Alexandria dari seorang bapak Leonid.
;-_'didik dalam sastra profan dan Kitab Suci. Kemudian supaya studinya lengkap, ia dikirim ke sekolah
,_ 'lement dari Alexandria. la menggantikan Clement memimpin sekolah. Kemudian ada pengejaran 'Serb -'us
Severus, lalu ia mengungsi ke Kapadokia.
5cba_ ai pemimpin sekolah yang baru ia memberikan struktur baru yang terwujud dalam dua (2) kursus,
a. kursus dasar bagi katekumen (ini dipimpin o!eh temannya sendiri yaitu Heraclas)
b. sekolah yang lebih tinggi, terbuka bagi semua dan dipimpin oleh dia sendiri.
°•anggung jawab yang muncul dari ajarannya membawanya untuk mendalami budaya filosofisnya
seC ah Ammonius Saccas. Ammonius Saccas adalah seorang Platonist terbesar pada waktu itu, Pada n
-
nulailah pertengkaran-pertengkaran pertama Origenes melawan uskupnya Demetrius yang tidak i-e-toleransi
kebebasan guru dalam kaitannya dengan hierarkhi. Tanpa sepengetahuan uskupnya, aet;."anan ke Palestina
Origines ditahbiskan menjadi uskup. Lalu dalam suatu synode uskup-uskup dan
~ Mesir, Origenes dikutuk atau dicela. Gereja Roma meratifikasi atau mengesahkan pengutukan
~-igenes lari ke Kaisarea Palestina di mana ia membuka suatu sekolah baru. Rupanya nama dia
sER;ngga banyak murid datang mendaftar ke sekolah tersebut,
Se- ama dalam pengejaran Decius (250), Origenes ditangkap dan disiksa. Tetapi ia gigih dalam
ini akhirnya membawa dia pada rekonsiliasi dengan uskup Alexandria yang merehabilitasi nama :.c,
menerimanya kembali dalam keuskupan di Alexandria. Tahun 253 ia meninggal. <--- -;anya luar biasa.
Epiphanius mencatat ada 600 tulisan; Hyronimus mencatat ada 800 karya. Karya
'~, es: antara lain:

 Exapla (Kitab Suci)


 De principiis (system lengkap)
 ntra Celsum (apologetis melawan kaum kafir dan heretik-heretik atau pengajar sesat yang
<eberatan terhadap agama Kristen.
ac ^ pemikiran Origenes yang penting untuk kita:
;e--benaran akan pentingnya dan kegunaan filsafat
_:em dalam De Principiis
.~olismenya
bb Ii-.a: satu persatu apa yang dimaksud oleh Crigenes dengan hal-hal tersebut. Kemudian pada bagian
ctE akan melihat soal bahasa teologis dalam pemikiran Origenes.

laraaenaran akan pentingnya dan kegunaan filsafat


'~ _tengan gigih mengembangkan serta mendalami filsafat untuk penelitian dan ajaran-ajarannya. _=-gan
hubungan antara filsafat dan kristianitas, ia mendukung solusi Clement dari Alexandria.
18

ada pertentanpn antara keduanya, tetapi hiduplah suatu solidaritas dan kerja sama antara keduanya. ,
filsafat bagi kristianitas itu menguntungkan, baik sebelum maupun setelah kedatangan Kristus.
Sebelum kedatangan Kristus filsafat dipakai sebagai persiapan bagi orang-orang Yunani untuk
' dan menerima Sabda (Logos) Pewahyuan. Setelah itu filsafat memberi orang beriman suatu sarana
i untuk memperdalam dan membuat kebenaran (yang diwahyukan lewat Kitab Suci) itu rigorus (strik, v
melalui bukti-bukti yang jelas dan tidak dapat diperdebatkan.47 Kegunaan filsafat bagi orang beriman
n oleh Origenes dalam suratnya kepada seorang murid: "Gregorius Thaumaturge:" Kepadanya
mengatakan bahwa dengan disposisi alamiah, Gregorius bisa menjadi seorang ahli hukum Romawi
sempurna atau seorang filsuf Yunani milik dari suatu sekolah yang terkenal, tetapi Origenes berharap
Gregorius mempergunakan sumber alamiah dengan ajaran kristiani sebagai objeknya. Origenes juga
_ pkan Gregorius mempergunakan semua filsafat Yunani sebagai ajaran persiapan untuk masuk ke
ìris±ianitas.
la mengerti sejarah Gereja dengan baik sekali. la sadar bahwa filsafat itu suatu pedang bermata dua.
banyak juga yang mengambil keuntungan dari helenisme untuk menciptakan ajaran-ajaran heretik,
. uksi anak-anak lembu emas di Bethel, la tidak tergiur dengan ini, tetapi mengambil filsafat Yunani
ya) yang dapat membantu sebagai suatu persiapan untuk introduksi ke dalam kristianitas dengan
untà memperkuat iman dengan penalaran, 48 dan mi lebih merupakan suatu penalaran logis daripada
docmatis,49 yang berangkat dari paham-paham umum yang dikerjakan dalam filsafat Yunani.
Seperti Clement ìa berpendapat bahwa orang-orang Kristen mampu menemukan ajaran-ajaran. Tetapi
-g Yunani lebih mampu untuk memilah-milah, membangun secara kritis, mengadaptasikan
-penemuan orang kristen untuk praktek keutamaan. Maka seseorang yang sampai pada ajaran dari
ajaran Yunani dan disiplin-disiplin Yunani, ia mampu untuk membenarkan kebenaran ajaran Can
karena itu dia menetapkan suatu hubungan pasti antara kebenaran helenis dan kristiani. Dengan
. tersebut Origenes tidak bermaksud mengubah peran-peran spesifik dari kristianitas dan filsafat.
.garna berkaitan dengan kebenaran selalu menjadi milik kristianitas. Sabda Ilahi mempunyai buktinya
~. 4eCh ilahi daripada Yunani, yang didasarkan pada dialektika (filsafat). Bukti ilahi ini disebut oleh para
~ai "suatu bukti akan kekuatan Roh" (1 Kor 2, 4: "Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak
~an dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh"). i'G-sten itu
buah dari penerapan prosedur filosofis terhadap kebenaran-kebenaran akan Allah-Manusia
4^ :ang disampaikan Kristus (bdk. PDV no. 52; OT no. 15 dan OT no. 16)
à#System dalam De Principiis
ta memberi judul mengesan "De Principiis atau peri arkon." la menguraikan visinya yang global akan
d$ mana ia mengkaitkan antara kebenaran-kebenaran kristianitas dan filsafat. la berkeyakinan bahwa
konstruktif mendasar dari benda-benda itu dalam sebuah format, di mana setiap prinsip individuai -7
menurut pentingnya atau komplisitasnya. Dia lebih memakai pertimbangan kosmologis daripada a au -

teologis, karena prinsip-prinsip yang diambil adalah ada-ada yang lengkap (Tuhan, Kristus, Roh
,,,e a malaekat, jiwa, manusia, dsb.). Jadi bukan elemen-elemen atau kategori-kategori yang n -

kepada entitas suatu asal-usul.


Gt ek khusus dari riset diberikan dalam pengantar De Principiis dan ada dua maksud dari Origenes,
arc.imen sistematis
arrimen rasional atau filosofis
tec?naran kristiani dia membedakan dalam dua (2) kelompok, yaitu:
iz) kebenaran yang sudah d~ jelas didefinisikan oleh Gereja (tentang Tuhan, Kristus, Roh Kudus, jiNa,
kebaPgkitan orang mati, dsb.)
~ìp) kebenaran-kebenaran yang masih dalam diskusi

- b :sa dipergunakan dalam dua kasus tersebut, tetapi secara jelas dan itu lebih mendesak dan akan Ikan
banyak buah bila dipergunakan untuk kategori kemudian; yaitu dalam kebenaran-kebenaran wrasih dalam
diskusi.
Karya Origenes terdiri dari empat (4) buku, yaitu:
Cunia yang transenden (Bapa, Putra, Roh Kudus, Malaekat-malaekat, jiwa-jiwa, dsb.)
~k Cunia historis (penciptaan dunia dan manusia-manusia pertama, ekonomi Perjanjian Lama, p--njelmaan
Penyelamat, kebangkitan dan pengadilan terakhir, dsb.)
',1 Cunia manusia (kebebasan memilih, kebijaksanaan, imago Dei, dsb.)
~4 Cinia Kitab Suci (penafsiran KS, symbolisme, dsb.)
, ,a mari kita lihat satu persatu dari masing-masing poin tersebut.
ci De ima `t.~ TWA&Co'~vl
i.llàah (Bapa-Putra-Roh Kudus)
t- adalah orang yang pertama mengembangkan pembicaraan filosofis, di dalam mana dia sampai
p*agai argumen yang setuju dengan hakekat transenden dan spiritualNya (incorporai), sebagaimana ia ' an
arti alegoris dari unqkapan-unskapan Kitab Suci an tam ak a me .-r' Allah suatu hakekat
~~w--ropomorfisme). Allah (seperti diungkapkan oleh Philo dan Clement) adalah prinsip seqalanya yang
~ pada kesederhanaanN-ya_. Dalam Dia tidak ada os' i karena bila demikian elemen-elemen
sebelum Dia 50 Dia adalah forma vang palina murni, substansi. Dengan menjadi sederhana dan tidak
tillah itu hanya satu; tidak ada sesuatu yang dàpat ditambahkan padaNya karena itu tidak dapat ,:ahwa
dia mempunyai lebih atau kurang sesuatu. Dia adalah hakekat intelektual yang sederhana,
in bahwa Dia adalah suatu monadesl absolute; inteligensi dan sumber dari mana diturunkan semua
2an semua substansi intelektual.
A ah itu satu hakekat yang tidak dapat dimengerti, tetapi tidak diinginkan tinggal melebihi kapasitas
-nanusiawi (Dia itu transenden, mengatasi dunia materi). Akal budi kita tidak dapat menangkap
u, Dia, tetapi dapat sampai kepadaNya melalui keindahan ciptaan (ingat ada itu indah, ens est
=~ RealitasNya tidak dapat dimengerti dan tidak dapat diduga. Apapun yang kita pikirkan dan
~e^:ang Dia, kita harus percaya bahwa Dia jauh lebih besar daripada apa yang kita pikirkan tentang
.~a itulah hakekatNya tak dapat dimengerti oleh kemampuan-kemampuan akal budi manusiawi,
~ 3c^ akal budi yang paling murni dan paling jernih sekalipun. 53 Berkaitan dengan orang-orang kafir,
iz--:s mengenal keindahan Tuhan melalui keindahan ciptaan. Tetapi mereka berhenti pada ciptaan.
~^iembedakan antara hakekat ilahi dan atribut-atribut ilahi. Yang terakhir itu saja subjek dari
- . Ini penting untuk analogi. 54 In se Tuhan tidak dapat dikenal, tetapi kita dapat mengenal atribut
zara Dia bertemu dengan ciptaan dan yang diciptakanNya. Ini diwahyukan dalam Kitab suci, tetapi
4W - aiam. 55 Adalah pewahyuan alami atau natural dan supra natural. Allah adalah pencipta pada

~is _. 6: "God, who is the principle of each thing, cannot be believed to be composed; otherwise, the elements which ~urg *,e call
composed would be anterior to the princip/e itself"
&-;r cata Yunani "monas - monos" yang berarti 'satu, sendiri.' Monade berarti kesatuan.
.5 "Sebab orang dapat mengenal Khalik dengan membanding-bandingkan kebesaran dan keindahan ciptaan

~--P-nar univocus, aequivocus dan analogus. Analogi dibedakan antara yang atributionis dan proportionalis. Yang
^rT.asi' o1Dedakan agi antara yang ekstrinsik (misalnya sehat untuk manusia dan buah) dan intrinsik (Tuhan ada dan
~ Keberadaan manusia itu bergantung pada Tuhan). Sedangkan yang proportionalis masih juga dibedakan antara
,-9 qropriae rnisalnya: Tuhan ada - manusia ada) dan tidak sebanding (impropria, atau metaphor seperti bulan
4Pr ríwusra tersenyum).
Ur '91 2-7
20
. Hanya Kitab Suci berbicara tentang Tuhan, sebaliknya alam hanya berbicara tentang atribut

Pembicaraan Origenes tentang Allah secara filosofis diikuti dengan pembicaraan teologisnya tentang
Dia membedakan poin-poin penting yang telah disampaikan Gereja, tetapi tetap masih terbuka
lohan diskusi. Misalnya: Roh Kudus belum jelas apakah dilahirkan atau tidak dilahirkan atau apakah OWa
harus dianggap sebagai Anak Allah atau bukan. Pertanyaan ini harus dikaji kembali dengan
,
an pada Kitab Suci.Sfi Bapa, Putra dan Roh Kudus bukanlah tiga substansi, tetapi satu substansi.
panjelasan dia mengenai hai ini belum memuaskan.
,
ftr~ciptaan
Wn,urut Origenes pada permulaan Allah menciptakan suatu kompleks dari hakekat-hakekat rasional,
anya sama-sama baik, bebas dan sempurna. Tetapi, sebagai suatu akibat dari pengggunaan yang
:yaik dari kebebasan memilih, mereka membedakan diri mereka dalam malaekat-malaekat, manusia
=etan. Dia tidak menampiikan teori ini sebagai kepastian secara matematis , tetapi sebagai yang
dkW secara rasional daripada teori kaum Gnostik yang membedakan manusia-manusia ke dalam tiqa b-~a
dalam hakekat kodrat asal-usul dan nasibn a. Beberapa ditentukan untuk keselamatan
,; yang rohani), yang kedua untuk kehancuran dan kematian, sementara yang ketiga adalah ~rr_xat
menengah; yaitu orang-orang yang bebas untuk berbalik ke yang baik ataupun yang jahat,
-,
ereka secara intrinsik tak mampu untuk berbagi undian kebahagiaan dari orang-orang yang
orr"ani). Dia melawan teori itu dan berpendapat bahwa pada awal penciptaan semua itu sama.
, _r:atus terjadi karena mereka menyalah-gunakan kebebasan.
Akr adalah Bapa, sumber ada. Allah adalah Logos, paradigma dari yang tercipta. Jadi ada sedikit
rJinasionisme. Problem yang muncul adalah bagaimana Allah yang satu dapat menciptakan dunia
terbagi dan berlawanan dari Dia? Dunia itu tidak terbatas, tetapi dibatasi dalam ruang, Tetapi
cr.akan kesulitan-kesulitan itu ialah dengan adanya paham penciptaan "ex nihilo." Sebelum dunia t.rui-
dunia lain dan akan ada yang lain-lain, senantiasa lebih baik. Adalah satu siklus progresif.
~ u L s"kius neoplatonis. Yang terakhir tercipta adalah jiwa-jiwa, Ada roh-roh, Mereka mengarah pada
f-t-icsentrisme), panas awal. Menurut Hironimus, Origenes mengafirmasi metempsychosis, yaitu
i~ .i,wa yang mati ke tubuh lain (metempsychousthai). Juga kita tidak mendapat kepastian. Satu kali ia *-
rag penciptaan total dari jiwa secara tradusianisme.
0pWi~a secara kontinyu terus lahir. Setelah itu ada satu yang lebih baik, dengan kurang jelek. Pada gew
akan diselamatkan. Adalah apokatasi (apocatastasis = kembalinya bintang ke posisi semula). 57
è+ebabkan dia dituduh heretik dalam satu konsili oleh Teofilus dari Alexandria dan Efifanius.

Manusia
*w r ~ sa itu bebas, mempunyai kebebasan memilih (cuaca, hidup, kebutuhan fisik dan rohani,
dsb.),
<~san berkehendak (kehendak manusia itu malahan tidak terbatas). Kebebasan memilih ini
~rah mendasar pada manusia (ini tidak dimiliki oleh ciptaan lainnya), Disamping itu manusia
- berakal budi memiliki kemampuan untuk menghakimi representasi atau gambaran-gambaran ~-
penampakan (fenomen), menolak beberapa dan menerima beberapa. Di pihak lain, karena
àr~ sudi ini, manusia mampu membedakan antara yang baik dan yang jahat; berdasarkan
rci kita memilih yang baik dan menghindari yang jahat. Kita pantas dipuji bila memilih dan ca^
yang baik dan sebaliknya kita pantas dicela kalau kita mempraktekkan yang buruk. 58

:ac,ian pengantar.
£ -~& 'Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu

serrwa orang beroleh pembenaran untuk hidup." Lihat juga Kis 3, 20; 11, 32; 1 Kor 15, 22-28; Yoh 17, 21-23.
10 ~C bNafii -T i i 21

Manusia karena penyalah-gunaan kebebasan memilih waktu penciptaan, secara kodrati terbuat dari t`an
badan. Tetapi dalam hai ini Origenes tidak bicara secara jelas bagaimana relasi antara keduanya. ": s* segi ia
beranggapan bahwa fakta
penyalah-gunaan dari ada
kebebasan yang bertubuh
memilih. Di pihak ini
lainmerupakan
tampaknyasuatu fenomen aksidental
ia menganggapnya sebagai suatu
1 konsubstansial (substansi sama) dengan jiwa rasional, tanda keterbatasan jiwa. Di daiam hipotese
, materi d~n ada korporeal ini tidak lagi merupakan prinsip fisis, tetapi prinsip metafisis yang dikaitkan
mutabilitas dan ketidak-sempurnaan ciptaan rasional, Materi kemudian menjadi suatu konsep yang

..
i. Materi merupakan ekspresi dari ke-dapat-berubah-an, dari ketidak-sempurnaan jiwa. Dalam terang
~e igerti bagaimana Origenes dapat menyatakan bahwa hanya Tritunggal sajalah yang tak bertubuh,
e sempurna dan tak dapat berubah. Ipkorqoreitas itu hanya pada Tuhan dan korporeitas itu merupakan
~ip potensialitas dan pembatasan yanglPecara perlu mengiringi jiwa dan secara tegas membuktikan
:ang terbatas dan diciptakan. ~&~,t,& wuu,K 0 / f2-"U- 4
Kil mengenai 'ikonisitas' Allah memainkan satu peranan penting dalam anthropologi Origenes,
r*-:ngomentari Kej 1, 26 (Berfirmanlah Allah: "Baiklah kita menjadikan manusia menurut gambar dan
calam keserupaan dengan Kita ..."), ia membedakan dua leve] dari ikonisitas, yaitu: a
yang asli (dari penciptaan) = donum,
t yang konklusif (dari akhir) = imitasi Kristus.
pertama itu gambaran yang sederhana dan secara eksklusif adalah anugerah Tuhan. Yang kemudian
mw,jcakan keserupaan, adalah konsekwensi dari aplikasi sebagai donum, Karena itu manusia dengan
"dwat mewujudkan keserupaan itu. 59 Kecitraan ini terietak dalam kebebasan memilih dan keserupaan
altii` at dari usaha mengikuti Kristus (the imitation of Christ).

:,Tm-ang Symbol
D.- sering memakai symbolisme bukan hanya dalam tafsiran Kitab Suci, tetapi juga dalam studinya pL-
~_etahuan dan hakekat Allah. Dan ini merupakan jasa terbesar dari Origenes, la menyebut:
symbolisme metafisis (dalam pengetahuan akan Tuhan)
It; symbolisme biblis (dalam penafsiran Kitab Suci),so
Sr-tolisme metafisisnva adalah konsep Platonik tentang suatu aiam semesta dengan dua level: "*r
juniawi, material dan immaterial, sensibilis dan insensibilis, dengan suatu relasi antara model dan Vkiî
Inderawi (sensibilis), material, duniawi adalah symbol dari yang bukan inderawi, bukan material, — `V2cg
pertama dapat menambahkan pada pengetahuan akan yang kedua. Dalam konsep ini benda
= membangkitkan suatu ide akan Tuhan dalam pikiran manusias' Dengan simbolisme metafisis ini
ire-~dasari ajarannya bahwa manusia bisa mengetahui Tuhan, baik sifat-sifatnya maupun relasiNya
,a<
5~r-cìoIlisme itu cara khas mengungkapkan sesuatu. Retret anak-anak SMP, SMU dan juga kita
ire ^^-Mai ungkapan-ungkapan ini. Symbol bisa berujud benda-benda. Hai itu umum pada jaman
'-a,ya dalam De Principiis ia mempertahankan simbol-simbol. Kita tidak bisa melihat matahari,
i-a tisa kita lihat Simbol itu bukan konsep, tetapi keindahan, harmoni, interpretasi. Simbol penting
`m*T~is, sejauh manusia adalah ada korporeal. Juga penting secara teologis, karena Tuhan
cenada manusia melalui simbol-simbol.
*~ fuga penting karena akibat dosa asal. Allah tak mau menyatakan diri pada manusia secara
129pí hanya melalui simbol-simbol. Juga karena manusia setelah kejatuhan, dijauhkan (menjauh)
zias. Sehingga Tuhan dikontemplasi lewat alam, secara tidak langsung. Arche (asal-usul) dan

3 z_ .
._ 5 . 'S~ab orang dapat mengenal Khalik dengan membanding-bandingkan kebesaran dan keindahan ciptaan
Auan) dari benOa-benda tersembunyi baii manusia. Para seraphim dan cherubini mr~nyemt)I Can
wajah Tuhan. Karena itu ada figa (3) alasan dari symbol:
#M kcndisi manusia yang korporeal: manusia wajib mendapatkan pengetahuan akan realitas ilahi melalui benda-
benda duniawi. Sejauh jiwa manusia masih tercampur dengan tubuhnya, maka tidak mungkin baginya belajar
sesuatu dalam cara yang jelas dan terbedakan (bdk. Idea clara et distincta dalam kcnsep Rene
Descartes) 62

o :- ena dosa asal -

,.
__..-.Ubi Ilc.ìll ~iUWUl Ilgi,il JtiVbiblli;i, nú(ui iiiúliubij UUé1K Uf5d n7eflgeill lúiiNéj Uíji:ill-Úfyiaíl KiJIF)u;

De9am simbolisme biblis, manusia bisa sampai kepada pengetahuan yang lebih sempurna akan Allah.
~ metafisis, menghadirkan benda-benda indr;ra>,vi sebagai gambaran dari realitas d,-r , iìr! ~1 ',

- manusia kepada Tuhan. Tetapi Kitab 5ucì membawa manusia lebih dalam, karena Kitab Suci
gambaran ilahi yang khusus secara lengkap. Allah hadir tidak hanya dalam arti literal, tetapi
dalam arti simbolis, Kitab Suci ditulis dibawah bimbingan Roh Kudus. Dan Kitab Suci tidak hanya
M+ang dinyatakan, tetapi juga arti lain yang tersembunyi bagi para pembaca. Apa yang tertulis adalah
liw •ahasia-rahasia dan suatu gambaran akan realitas ilahi. Hanya ada satu keyakinan dari Gereja
,

-al ini, yaitu bahwa semua hukum itu rohani (Rom 7, 14: "Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat
mr3ni. tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa."), tetapi tidak semua orang tahu itu, *wî
mendapatkan kurnia Roh Kudus (1 Kor 12, 8),B Origenes termasuk salah satu pendukung
3

_ mbol-simbol dalam Kitab Suci. Bagi dia simbolisme Biblis itu satu dari kebenaran-kebenaran
Mengetahui Allah lewat simbolisme Biblis itu tidak gampang.lni hanya bisa dicanai mnInI(I ;

.- al budi yang teliti dan iman yang dalam,

3ahasa -

Sar.; hai yang tidak bisa kita lewatkan ialah soal bahasa teologis dalam konsep Origenes. Ini berkaitan ~
gnoseologi, atau ilmu yang mempelajari pengetahuan atau ilmu mengenai mengenal. Dasar
:erdiri dari dua hai, yaitu dari satu segi berkaitan dengan ketidak-mampuan mutlak untuk ^akekat
1 ,1

ilahi +n se dan dari segi lain, melalui simbolisme kita dimungkinkan untuk mengetahui
artut Allah dan relasiNya dengan kita.
Aci berkaitan dengan bahasa teologis, ada dua hai penting di sini, yaitu dasar ontologis dan c;kapan -
,T

anthropomorfistis. Yang pertama terkait dengan simbolisme. Karakter simbolik dari = dan kata-kata
memampukan bahasa kita mengungkapkan realitas Tuhan meskipun secara
tdak sempurna. Berkaitan dengan ungkapan-ungkapan anthropomorfistis, mereka tidak 3 2. tetapi
t3
- -

menunjukkan beberapa atribut Tuhan.


~,~, Allah itu tidak dapat dikenal. Atribut-atribut dikenal melalui simbol. Bahasa teologis melebihi
zi x^tuk sampai pada atribut-atribut. Dalam komentar terhadap Kidung Agung, Origenes
w.rva logika Aristoteles hanya menganalisis arti kata-kata. Logika, interpretasi, hermeneia
adalah instrumen paling penting untuk studi Kitab Suci. Penjelasan kata-kata adalah teologi
iRa

Pika mencari kebenaran-kebenaran yang tersembunyi dalam teologi,


~ :.eca antara yang diartikan dan yang mengartikan, tetapi ada relasi real. Bagi orang Yunani relasi
«)nvensi. Karena itu cara yang lebih baik untuk menjelaskan adalah dalam simbol-simbol. Kata
sr-có-simbol. Bahasa kita dapat menjelaskan atribut-atribut Tuhan dan dengan demikian dapat
wr:ropomorfisme dalam Kitab Suci.Hanya anthropomorfisme kadang-kadang terlalu dilebih
~a ti tidak harus diambil secara literal. Allah itu menderita atau murah, bukan demikian Allah
r' Tidak mungkin secara filosofis, tetapi mungkin secara puiiis (bahasa r L.ìil~)a piJi;,i

a bibirmu melambai-lambai. Tetapi itulah bahasa, sebagai pedagogi Tuhan, maka analogi
23
peiting dan perlu sekali. Sehingga Origenes daiam bahasa teologis cukup sensitif (lawan Ceisus yang
vpomorfisme biblis).
Ea
orfistis dalam Kitab Suci itu skandal. Bahasa ini malah membuat Allah lebih tidak dapat dimengerti.
-enyangkalnya dengan mengatakan bahwa bahasa anthropomorfistis itu mempunyai arti dan nilai,
erikan satu penjelasan demikian: "segala sesuatu yang dikatakan tentang Allah menurut tubuh (jari, "an,
mata, mulut, kaki) tidak menunjukkan organ-organ manusiawi, tetapi menunjuk saranaNya ~a organ-
organ korporeal."fi 4 Dan ini semua Origenes jeiaskan dengan pemakaian analogi. SeDagai kata akhir,
Origenes seperti gurunya Clement, bergerak dalam garis Platonis mengenai
' atau hai yang berkaitan dengan hakekat ilahi. Bagi dia, Allah, sebagaimana Dia ada dalam Mr
dalam HakekatNya yang benar, secara esensial tak dapat diketahui. Tetapi Origenes beralih ke
3bíts mengenai kapasitas untuk mengetahui dan berbicara tentang Allah. Origenes merujuk pada
dan Sarana-saranaNya untuk berbicara tentang atribut Allah. Maka ia mendukung pemikiran
*:raphatisme" atau atribut dinamis Tuhan. Persoalan mengenai bahasa teologis akhirnya bisa
:w. dipecahkan melalui pemikiran mereka ini.
BAB II
PLATONISME KRISTIANI AURELIUS AGUSTINUS
(354-430)
dan karyanyass
~pnya Sf a?ct~-" A 'h '("1"'S .
#iiJupnya bisa dibedakan antara sebelum dan sesudah bertobat. Sebelum bertobat hidup Jiwarnai
dengan pemikiran filosofis dan banyak retorika, Setelah bertobat warna Kitab Suci dan ,~ukup
mencolok dalam hidupnya.
Nama Agustinus amat terkenal dan mungkin dia sebagai yang terbesar dalam kalangan bapa-bapa
Besar dari segi literer maupun teologis. Ini mendominasi pemikiran barat sampai dengan abad ke a
setelah munculnya Aristotelianisme St. Thomas Aquinas.
Acustinus lahir di Tgaste 13 November 354. Ayahnya Patrisius masih kafir dan ibunya Monica
cstiani, la tidak dibaptis waktu kecil karena jaman itu tidak mengijinkan pembaptisan pada usia
lbunya mendidik Agustinus dalam suasana kristiani. la dikirim belajar bahasa latin, aritmatika.
~wtagaimana anak-anak seusianya, ia lebih senang bermain-main, la benci bahasa Yunani, karena
~,Aian hari karya-karyanya memang tidak dalam bahasa Yunani. Tahun 365 ke Madaura, yaitu
+tKe-Setelah ayahnya meninggal dunia (setelah menjadi seorang Kristen) ia belajar retorika di
~atu kota terbesar dan merupakan pelabuhan, pusat pemerintahan, Studinya sukses, Di tempat , ia
—dup bersama seorang concubina (Melani) dan mempunyai seorang anak yang diberi nama
pemberian dari Tuhan).
F----garuh buku Hortensius karya Cicero sangat besar dalam usaha mencari kebenaran, la
-nanikheisme.6ó Ajaran kristiani mengajarkan bahwa Allah menciptakan dunia dan Allah itu baik, r-
ana kejahatan bisa muncul? Kemudian dalam pemikiran Pfato dikatakan bahwa dalam diri
Y~r~a itu dari prinsip terang, karya dari prinsip yang baik. Sedangkan tubuh itu materi, karya dari c
iahat.
~nus menerima Manikheisme ini karena ia belum bisa mengerti konsep tentang yang
atau realitas immaterial. Jadi tidak dapat dimengerti oleh dia: apa dan bagaimana itu,
- tuia juga bisa mengerti misteri kejahatan yang selama ini cukup menggelisahkan pemikirannya wp-
rc,kuti Manikheisme.
Aa'-a^, lain dari Manikheisme ini ialah bahwa agama ini mengutuk hubungan sexual dan makan

,= --empunyai praktek askese yang cukup keras; tetapi ini hanya untuk mereka yang terpilih, jadi ,-
-endengar biasa seperti St. Agustinus.
Pam .ahun 374 ia pulang ke Tagaste dan mengajar tata bahasa Latin selama setahun. Setelah itu
°m3 sekolah retorika di Kartago. Hidup dengan teman kumpul kebonya terus berlangsung. la

-atab karena karya puisi yang diciptakannya yang kemudian diberi judul ''De pulchro et apto"
artara lain 'menyesuaikan'),
là e R,-ma pada tahun 383. Banyak soal tidak bisa diselesaikan dan dijawab oleh Manikheisme,

s.xr-ber kepastian dalam pikiran manusia (masalah epistemologi) -e-


gapa dua prinsip dalam status konflik abadi, dsb.
s =aus:-us (uskup Manikheisme) yang ia akui baik, ramah, tetapi tidak bisa memuaskan kerinduan
- =:2san lain mengapa ia ke Roma yaitu para murid agaknya sulit dan sikap-sikapnya jelek. la
,:a-,va di Roma situasi lebih baik (kota suci) dan ia mengejar karier. la mengajar retorika,
sebagai profesor retorika, la telah tertarik pada skeptisisme akademis.
3wrer St. Augustine Of Hippo: Life and Controversies, (Norwich: The Canterbury Press, 1986).

marar s.:atu agama yang hidup di daerah Persia. Agama ini didirikan oleh Manes atau Mani dalam abad ke-3.
ibui,r ~rjn 275 atas perintah raja Persia Bahram. Dasar ajarannya adalah janji Kristus bahwa Penghibur akan
rrer-;;aKan campuran antara unsur Persia, Babilonia, Buddha dan Kristiani. Suatu synkretisme yang hendak ^ :ara
dan timur. Ada dua prinsip terakhir, yaitu prinsip yang baik atau terang atau Allah yang disebut sebagai 3~ ccaratan atau kegelapan
atau setan yang disebut Ahriman. Keduanya bei sifat abadi dan dunia ada karena <*ewrK gxx= antra kedua prinsip
tersebut. Untuk mengatasi unsur gelap manusia harus taat pada peraturan
AmesL- ra keras.
ID Milano ia tersentuh dengan khotbah-khotbah biblis St. Ambrosius uskup Milano waktu itu, la
i katekumen tetapi tidak yakin akan ajaran kristiani. Disamping itu ibunya ingin supaya dia ~~,
gadis lain sebagai ganti Melani ibunya Adeodatus. Maksud Monika ialah, seperti para ibu
nya, supaya hid - up Agustinus lebih tenang dan mapan, Tetapi rupanya perkawinan membawa it bwH~ì
:ari pengalaman buruk bagi Agustinus. 1 0 '1
Da waktu itu membaca buku platonis (Enneade dari Plotinos sang Neo-Platonis). Buku ini
ja lepas dari materialisme dan memecahkan soal ide tentang realitas immaterial. Juga soal
<--mudian ia membaca Kitab Suci Perjanjian Baru lagi (khususnya tulisan-tulisan Paulus). Dari
°_,adari akan perlunya hidup dibimbing oleh suatu kebijaksanaan. Juga waktu itu ia bertemu *a
orang neo-platonis, yaitu Simplicianus dan Pontitianus. Simplicianus seorang imam yang
k~a Agustinus mengenai pertobatan Victorinus menjadi kristiani. Lalu Pontitianus bercerita

S: 2,ntonius dari Mesir (Moral Agustinus berubah). Ditambah ]agi peristiwa di kebun rumah di
vre-,dengar suara anak kecil "Tolle legge! Tolle legge! (ambil baca!). Suara itu begitu kuatnya
ta'am telinga dan ingatan Agustinus sehingga ia masuk ke rumah dan mengambil sesuatu dan , <:imb
Suci, la mendapati teks dari Rom 13, 13-14 67 dan membacanya dengan cermat. Peristiwa
dia bertobat secara moral (yang kemudian diikuti pertobatan secara intelektual). Jadi ada
,e-.stiwa penting yang mengubah hidup Agustinus:
afran filsafat Neo-Platonis (intelectual conversion)
<^,otbah Ambrosius uskup Milano
~ra•.a-kata Simplicianus dan Pontitianus
Suci Perjanjian Baru yang dibacanya
::anas 386 ia bertobat dan pada hari Sabtu Suci tahun 387 ia dibaptis oleh Ambrosius.

"ani bertobat atau lebih tepat setelah itu ia minta istirahat sebagai pengajar dan pergi menyepi
~. Buku-buku yang dilahirkan adalah:
Zcntra Academicos
De beata vita
De ordine
buku-buku yang ditulisnya adalah:
De immortalitate animae
î0W~0quia
DE musica
N„
ia kembali ke Afrika. Sayang waktu menunggu kapal ke Africa di Ostia (pantai di Roma)

r*i-ninggal dunia. Kisah inilah yang dilukiskan dalam buku besarnya "Confessiones." la tidak ?àu tinggal
di Roma dan di Roma ia menulis beberapa buku:
l' o libero arbitrio
De ;uantitate animae
De ^aoribus ecclesiae catholicae et de moribus Manichaeorum
akhumya ia jadi pulang ke Afrika di Tagaste di mana ia terus banyak menulis. Tahun 395-396
aembantu di Hippo. la juga membuat biara ]agi dan kemudian ia menggantikan Valerius
ION
`a menjadi uskup sampai dengan tahun 430 dan pada tanggal 28 Agustus ia meninggal

mecerapa momen historis yang penting dan terjadi pada waktu Agustinus hidup yaitu: dari segi tr
reiigius. Mari kita lihat peristiwa-peristiwa tersebut:

A~ politis
,3-arg Kristen tidak lagi mengalami pengejaran atau hidup secara klandestin. Tetapi setelah
Edk=,km Constantini atau pemakluman/maklumat dari Konstantinus (313M) agama Kristen ~~At
agama resmì negara. Karena itulah pengaruh agama Kristen masuk ke pelbagai 2mUrg
kehidupan manusia seperti bidang sosial-politis dalam kekaisaran. Kita ambil contoh :

-
~uan kita hidup dengan sopan seperti pada siang hari. Jangan dalam pesta pora dan kemabukan. Jangan
za- -~3wa nafsu, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai
Erang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginnannya."
26

Gratianus, Theodosius, Honorius. Agama atau pemikiran Kristen mempengaruhi bidang hukum
yang berlawanan dengan hukum kaum kafir atau paganisme. Juga kaisar kadang kala campur
tangan dalam urusan dan keputusan-keputusan teologis serta religius Gereja. Juga pelan-pelan
kejatuhan menimpa kekaisaran Romawi Barat seperti Italia-Perancis-Spanyol- dan Afrika Utara.

2 Aspek budaya (kultur)


B ud ay a kafir dalam proses kejatuhan atala pelan-pelan mundur. Filsafat mengalami kejayaan
cada Marcus Aurelius (Stoisisme) 68 dan Plotinus (Neo-Platonisme), Budaya kristiani maju di
Timur. Tokoh-tokoh seperti: sekolah Alexandria (Origenes, Athanasius), Kapadokia (Basilius,
Gregorius dari Nazianze dan Gregorius dari Nyssa), Antiokhia (Yohanes Chrisostomus, Theodosius dari
Mopuesta). Mereka ini tokoh di bidang teologi. Di barat juga muncul tokoh +okoh seperti:
Hilarius, Ambrosius, Hyronimus, Agustinus, Jadi sastra kristiani menyebar, baik dalam bahasa
Yunani maupun Latin. Karena itu karya-karya puisi (epict) Homerus, Virgilius, Jidato Cicero
diganti dengan karya- karya kristiani para martyr, khotbah-khotbah tentang misteri iman.

3. Aspek religius ,
Bidaah cukup meraja-lela pada waktu itu. Misalnya: Arianisme,sg Donatisme, 70 Pelagianisme, 71 1

;estorianisme. 72
Dan Agustinus dengan tulisan-tulisan yang tajam maupun dengan debat ^ublik
mencoba menunjukkan kesalahan-kesalahan aliran ini.

w fiambil dari kata "stoa" yang berarti serambi bertiang, karena sekolah ini memakai tempat seperti itu di Athena untuk =s,zIatnya.
Aliran ini didirikan sekitar tahun 108 SM di Athena oleh Zeno dari Citium. Pengaruhnya cukup kuat di
s,yan Romawi. Ajaran sekolah ini meliputi: iogika, fisika, etika. Sekolah ini menjadi terkenal karena etika. Motto pasrah, 1:3:

tawakal, mendorong seseorang untuk menerima keadaannya di dunia dan mereka melihat hal ini
,~+s (pencerminan) akal tertinggi dan terdalam dari semua hai. Hidup menurut akal budi berarti menyederhanakan s.a-aang.
ara, aliran sesat Arianisme ini diajarkan oleh Arius (256-336M). Ajarannya tentang subordi nasianisme yang *aaiiahan
Kristus. Maka Putra dan Roh Kudus itu bukan Allah. Arianisme ini agama tanpa Allah-manusia, tanpa
IM, t-rban dan tanpa Sakramen-sakramen. Konsili Nicea yang dihadiri oleh 300 uskup mengambil keputusan untuk
-asalah ini. Uskup Alexandria ditemani seorang diakon cemeriang Athanasius. Konsili memutuskan untuk
*Eà'à'»van Putra dalam suatu symbolum (lihat rumusan Credo panjang)"Deum verum de Deo vero, genitum non
gantialem Patri/Allah benar dari Allah benar, dilahirkan bukan dijadikan sehakekat dengan Bapa." Athanasius
Un.r dengan gigih membela ajaran Gereja. la waktu itu sudah diangkat menjadi uskup menggantikan pendahulunya. rac
mendadak waktu mau diantar ke Gereja Konstantinopel (sekarang namanya Istanbul).
-c~ah satu skisma. Apa yang terjadi dengan Donatisme ini? Di Kartago uskup Mensurius meninggal dunia dan ;eaang
diakon Caecilianus. Tetapi ia ditentang oleh sekelompok orang beriman. Alasannya mereka berdua .---or~crmatan
reliqui. Tahbisan dinyatakan tidak sah karena uskup Felix dari Aptunga (pentahbis) dianggap sebagai :e,g<nianat. Jadi seorang
pendosa yang diketahui oleh umum. Yang menjadi soal adalah mengenai sah tidaknya
DL-e-imaan Sakramen dari seorang pendosa publik. Disamping itu juga Donatisme mengajarkan bahwa di luar
zw Gereja orang tidak punya rahmat, maka ia tidak berhak untuk menerimakan Sakramen-sakramen. Mereka
#am-rz,a St. Cyprianus yang sebenarnya berbicara tentang bidaah demikian: 'seorang yang bidaah tidak dapat
,,Zc
.men-sakramen secara sah." Kemudian tafsiran diperluas sampai pendosa publik.
Ca--~.a mati diganti uskup yang lain kemudian, Donatus Agung (315) yang menskisma-kan dirinya. Ada Sinode di Drais 6dak
puas. Sinode Arles (314) memutuskan bahwa tahbisan itu sah biarpun diterimakan oleh seorang
Ibrur 32' dikeluarkan Edict Toleransi dari kaisar Konstantius, tetapi tetap tidak puas dan kacau. Kemudian 411 ada se«-ore--
3 hari di Karthago (ini tidak lepas dari tulisan-tulisan Agustinus sendiri). Hadir pada waktu itu: 286 uskup :'=.so..:p Donatis.
Agustinus menjelaskan kesalahan-kesalahan Donatus.
-e^.jnjuk pada sang tokoh Pelagius, la adalah seorang rahib dari Irlandia yang ke Roma pada awal abad =rarat
-,i hidup keras dan berpengaruh dalam hidup rohani.
ftrw ter.--idak manusia dalam keselamatan manusia dan meminimalisasi rahmat, menyangkal dosa asal adalah
~rpa. Tahun 410 ia mengunjungi Karthago dengan ditemani Goelestinus. Tahun 411 Coelistinus ~zaar-
konsili Karthago (Agustinus melewsn dengan tulisan ©e libero arbitrio), Akhirnya pada tahun 418 bidaah 4,-x-sd+ para Uskup
Afrika, Kaisar Honorius dan Paus Zosimus.
~-,asuk sesatan Kristologis. Nestorius mengajarkan bahwa Krsitus itu punya dua kodrat dan dua pribadi,
xxdr-d :tu lahiriah (unio moralis). Jadi bukan unio-hypostatica (dalam satu pribadi). Nestorianisme melenyapkan
-bris:a yang dipenuhi oleh Allah ini (pengemban Allah, Theophorus) tidak menimbulkan kesukaran untuk
!a Agustinus dapat dikelompokkan dalam:
.ra fi!osofis Contra Academicos, De vita beata, De ordine, Soliloquia, De musica (jiwa q.e
Allah lewat musik), De libero arbitrio (hubungan antara kebebasan dan kejahatan), De ~aeran
sekunder dari guru = kebenaran datang dari dalam).
ra ~-olemis: melawan Manikheisme, Donatisme dan Pelagianisme.
i~w Manikheisme: De moribus manichaeorum, De genesi contra manichaeum (debat
asal-usul dunia dan kejahatan), Contra Faustum, De libero arbitrio.
tr Donatisme: De baptismo contra Donatistas, De unico baptismo contra Petilianum, ~ad
Donatistas post collationem (disput terkenal di Carthago 411)

Ielagianisme: De natura et gratia (lawan Donatisme yang menyangkal dosa assi dan
:

- 4a rahmat pengudus), De gratia Christi et de peccato originali, De anima et eius origine


~-aducianisme), De gratia et de libero arbitrio (masalah berat berkaitan dengan co
dari kehendak bebas dati rahmat ilahi).
*a eksegetis: Quaestionum evangeliorum libri duo, De genesi ad litteram, Tractatus r, -?i
¢^gelium loannius, Enarrationes in Psalmos.
De mendacio, De catechizandis rudibus, De sancta virginitate.
ecce s De doctrina christiana, De Trinitate (15 buku dengan penjabaran 7 buku pertama
aera- Kitab Suci dan untuk melawan bidaah; 8 buku berikutnya tentang misteri Allah
bergan suatu rangkaian analogi yang diambil dari alam dan manusia), De civitate Dei
~entang sejarah).

~tah dan surat-surat: lebih daripada 300 surat yang biasanya bersifat didaktis, 500 s
xiemik, dogmatis dan pastoral.

~ =bcarafis: Confessiones, Retractationes (penolakan-penolakan).

'ran Agustinus
huan
.meta: hidupnya kita telah melihat bagaimana keraguan Agustinus akan kebenaran, Maka
zer3ma yang ia hadapi setelah pertobatan adalah problem epistemologis dalam dua

q~ <,:a mengetahui kebenaran?


~,-:r-a kita bisa mengetahui kebenaran?
:aersoalan yang pertama Agustinus menyampaikan kritik tajam terhadap skeptisisme,
~ rersoalan yang kedua ia memberikan jawaban tentang doktrin iluminasi yang
~ Plato tentang reminiscentia (kenang-kenangan) dan ajaran Aristoteles tentang

r"JS terhadap skeptisisme yaitu bahwa manusia itu mengetahui kebenaran. Inilah yang
Jcntra Academicos, Manusia tahu beberapa kebenaran dengan kepastian. Misalnya: _
dan bagaimana eksistensinya. la mengungkapkan dengan rumusan yang singkat

a ~-!coabkan penyangkalan akan keallahan Kristus; dan dengan demikian merongrong seluruh ajaran
*rwr~ :,eh Cyritlus (429) seorang Patriarch Alexandria.
28

lati "si fallor sum Uikalau saya ditipu, saya ada),"13 Tidak seorangpun dapat ragu akan
<arena keraguan yang sama adalah satu bukti akan eksistensinya. Saya yakin sekali,
ditipu berarti saya ada, saya eksis. Jelas bahwa yang tidak eksis tidak dapat ditipu.
rtu untuk melawan keraguan ia memberikan beberapa pemikiran:
argrs.-nen tentang ketidak-sepakatan antar filsuf itu tidak sahih. Misalnya: penjelasan tentang '
m~i'stass yang satu/banyak, terbatas/tidak terbatas, dsb. Disyungsi atau pemisahan ini benar `: dw
bdak ada hubungan dengan kekeliruan, di mana mereka tidak bisa dibedakan. Jadi ada
sesuatu yang benar, bukan mengambang.
n tentang panca indra yang dapat ditipu itu juga tidak sah. Soal kondisi fisik juga
'~garuh.74 Ingat bahwa indera bukan titik akhir pengetahuan. `SkE!pdsisme itu salah karena
konsekwensi moralnya besar. Misalnya: bila norma itu harus
wwm°kuti yang mungkin (probabilitas), maka adultery (selingkuh?) diijinkan bagi beberapa
:cnwc dan lainnya tidak? Jadi perzinahan, bunuh diri, sakrilegi dan perbuatan-perbuatan buruk `
~ya diperbolehkan, maka setiap dasar moral hancur.75
<e soal pengetahuan manusia. Ada tiga aktifitas kognitif, yaitu indera-indera (paling
tatin (bayangan, ingatan, akal budi yang lebih rendah), akal budi (superior reason). Objek
r tersebut yaitu kualitas fisik, hukum-hukum alam, kebenaran abadi.
pengetahuan adalah kodrat manusia yang ingin tahu. Bidang kehidupan inderawi hampir
an oleh kelima panca indera ini. Kita ambii satu dua contoh sebagai berikut:
t~...kadang suka usil
mW ~~ngat mata itu tidak pernah kenyang melihat)
yaitu tidak puas mendengar
. buat gosip atau berfungsi luhur?
__,ut manusia itu kodratnya sebagai "ens metaphysicum." Dan bila kelima indera bisa
metap1lysicum maka perasaan orang gembira. Bahkan kelima indera sering tidak berfungsi
Uuw: melihat = mata, melihat-lihat; tangan = meraba, meraba-raba; lidah dan gigi =
yah-ngunyah, dsb.
ini ditolak bukan oleh Agustinus sendiri. Tidak cukup hanya ingin tahu saja. Ada tidak
tahu. Ada dorongan yang lebih dalam. Maka biar sudah tercapai semua pengetahuan di ~
puas. Manusia terus gelisah. Kecenderungan tersebut adalah kerinduan manusia
d&ga^ Tuhan. Inilah sebabnya manusia terus gelisah.76 Kegelisahan ini menjadi suatu aida
dalam diri manusia. Kegelisahan ini merupakan keharusan bagi manusia. Dalam diri
fwg merupakan inti eksistensi manusia, inti kepribadian manusia. Jadi manusia itu tahu
im!r,tw,,g adanya, hidup dan pengertian. Jadi ada, hidup dan mengerti. Jiwa pertama-tama
,." Antara ciptaan dan jiwa ada perbedaan. Ciptaan itu terbatas, jiwa tidak terbatas.
uga merupakan tujuan pendapat manusia. Pengertian terarah pada etika (Cartesius
.;7~--getahuan bukan pada bidang akademis tujuannya, tetapi kebahagiaan, sikap hidup.
* serd ^ adalah tujuan universal dari manusia. 78 Allah itu transendens maka kebahagiaan har l'
:
ah. Baik subjektif maupun objektif. Allah adalah nilai tertinggi (ens est valor). Ingat
&arc sungguh adalah dunia ide. Dasarnya adalah eros (cinta) yang mampu menembus

ada dalam kebenaran, Pertama-tama manusia mampu mencapai kebenaran. wa *u


mencari arti atau makna. Manusia bertemu dengan realitas, pengalaman dan

79 Sardingkan di kemudian hari dengan ungkapan terkenal dari Rene Descartes "ego cogito ergo sum,
no ' Cartesius lebìh soal keraguan metodis, sedangkan Agustinus lebih soal keraguan epistemologis

lg~jc t-ecipitur
.:~
ad modum recipientis recipitur.

n^~rrr_~eramest cor meum donec requiescat in Te (hatiku gelisah/tidak tenang sampai berisitirahat padaMu)
29

,~a^ (lawat pergulatan batin, ditempa dan menentukan mutu hidup). Repotnya banyak pendapat r-pai.
Misalnya: kekayaan, karya, prestise, isteri cantik, dsb. Maka manusia menjadi ragu-ragu :w
pengetahuan yang benar. Hanya soalnya "pengetahuan yang benar itu mana"? 79 I~am hai kebenaran
Agustinus mengikuti ajaran Plato. Kebe-Paran adalah vano tida_k tersembunyi
>Iato mengkaitkan dengan ada, tetapi kita harus masuk pada adanya dari ada. Piato melihat
tu sesuatu yang terdapat pada apa yang dikenal,so Karena itu orang juga harus menerima
ac~a adanya! Tetapi realitas ini harus diolah dalam pikiran. 81 Santo Thomas memberikan definisi
sebagai "veritas est adaequatio rei et intellectus." Lalu siapa sebenarnya Sang Kebenaran itu
dak lain adalah Allah.
- s tidak akan memperkenaikan diri secara menyeluruh, penuh; maka perlu yang tetap, yang ~ dan
itulah Allah.82 Dan di sinilah manusia memperoleh kebenaran. 83 Sehingga sumber ;tu tidak lain
adalah Allah sendiri.
Lzoi^ lanjut Agustinus berbicara tentang tingkat-tingkat pengetahuan. la membedakan dalam figa
getahuan, yaitu:

rderawi,
rgatan,
arcal budi dan illuminasi ~~
~/`'~ ~ -

...empirisme ~ ~ LeX`
/,;;I

Mill mengatakan bahwa all sciences consist of data and conclusions from those data.
r-engatakan bahwa indera hanya sarana, tidak mampu memproduksi pengetahuan. , itu karya
jiwa. Pengenalan inderawi dimungkinkan karena kesadaran jiwa, Ini taraf terendah

Il 1 san dan bukan pengetahuan dalam arti yang sungguh-sungguh. Objek pengetahuan ini
`b witar,He wan pu n dalam hai i ni jug a pun ya penget ahu an. 84 Jiwa bertindak aktif. Ini jelas
:ar-C-Ipologi piatonis, yaitu bahwa jiwa itu lebih tinggi daripada yang fisik.

F-cr:arivaan yang muncul di sini ialah bagaimana bentuknya sampai bisa menghadirkan objek,
murar perasaan, waktu, gerak~~n~y~a, dsb.? la menggambarkan seperti istana besar, isinya begitu ~
segera muncui, ada yang~ waktu m an u s i a i n g i n s aj a . a 5
3hadir hanya bila pernah terjadi. Maka mengingat sesuatu adalah aktivitas menghadirkan 3cr-ah
terjadi, Ini semua betul-betul menakjubkan. 86 Persoalan lebih lanjut yang muncui adalah ~ r_qaan dan
gambaran itu bagaimana sebenarnya! a, yang hadir dalam ingatan itu lebih hidup dan lebih mengesan
a' ?w lebih jelas. Misalmia
~ar9 mengingat masa-masa indah berpacaran sebelum menikah. Ingatan dibangun atas dasar
;-ì -Wri yang dalam akan peristiwa. Gambaran yang hadir dalam ingatan itu sama dengan
, -,- : meski hadir pada saat sekarang. 87
_ rana dengan 'kelupaan'? Biasanya terjadi karena faktor waktu. Kelupaan merupakan
ingatan mengenal kembali apa yang terjadi. 88 Agustinus memberi istilah lupa dengan
3agaimana hai itu bisa terjadi, la tidak memberikan penjelasan. 89 Lalu apakah ada yang

, rcatan? la katakan tidak ada yang hilang. 90

~ Z- : Vz-~ 27, 1..,Tuhan adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut?

,, -.c :a:amn imaginasi berbeda karena pikiran sudah masuk.


IE _"X
.
30

badi dan iluminasi

uan ilmiah itu diperoleh lewat akal budi yang Iebih rendah (ratio inferior). Pengetahuan ini
,: .ér; dengan hai-hai yang fisik dan mencoba menemukan hukum-hukum alam lewat proses
4

:~huan akan kebenaran abadi diperoleh lewat iluminasi ilahi dan bukan lewat ingatan,
r.drawi dan ingatan memang memberikan sesuatu yang berarti bagi pengetahuan manusia,
;egetahuan yang dihasilkan keduanya tidak bersifat tetap dan berubah-ubah sesuai dengan
nnya juga bersifat parsial.
Plato, Agustinus yakin bahwa pengetahuan akan kebenaran abadi tidak dapat muncul dari
ti hanya mungkin karena iluminasi atau penerangan, Iluminasi adala suatu terang yang
abstrak atau tidak bertubuh yang memungkinkan kebenaran abadi dapat dilihat dan dapat
M~ah satu terang dengan mana Tuhan memancarkan dalam akal budi manusia kebenaran
~ac dan tidak dapat berubah.
3i apa itu "kebenaran abadi" memang tidak jelas dalam penjelasan. Ada dua penafsiran,

LTinasi memungkinkan ide-ide pasti dapat dilihat seperti kebenaran, keadilan, kebaikan, 3c.a,
dan sebagainya.
Ternungkinkan kita dapat mengerti kebenaran keputusan (S-P)
jpca mengingatkan kita akan alegori guanya Piato. Kita mempunyai mata, tetapi kalau tidak

;=aya) tidak bisa melihat apa-apa. Pikiran manusia itu temporal, berubah-ubah, Dengan
larg tidak berubah dan mengatasi pikiran haruslah berasal dari yang mengatasi akal budi, iahi
(ingat `principium rationis sufficientis' atau prinsip alas an yang memadai atau cukup

Agustinus pada bahasa tampak dalam karyanya "De magistro dan de Doctrina
., erat dengan teori pengetahuan. Bahasa mempunyai fungsi instrumenta_I. Kata-kata
mengkomunikasikan ide-ide. Ide-ide berasal dari benda-benda. Dari benda-benda itu kita

tan kata-kata, yaitu arti yang tersembunyi dalam suara ketika kita mengetahui hai yang dari
itta berbicara tentang pengetahuan yang diwahyukan, ide-ide datang dari guru yang lebih ,
inTscus; yaitu Kebijaksanaan yang tidak berubah dan Keutamaan Allah yang abadi. Kepada ".a
memberikan diri.
diibedakan antara yang natural (signum naturale) dan konvensional (signum conventionale). tL
vetas dengan sendirinya. Orang tahu sesuatu itu berbeda dari dirinya Misalnya: bila ada se ,uj;.i
bahwa di sana ada api. Yang kedua itu ungkapan yang disetujui dalam suatu
N.?isalnya: dalam matematika, rambu-rambu lalu-lintas, dsb.
- Tuhan - Dunia

ak~ budinya manusia berusaha mencari penjelasan akan segala realitas. la menemukan tL
aàalah Tuhan, Maka bila
kebahagiaan manusiaMelalui
sempurna. terpisah dari Allah
ciptaan berarti
manusia kehancuran,
sampai kepada hidup hampa.
Tuhan, 91

ci cermin Tuhan, meskipun tidak sempurna. Dalam hai ini Agustinus berbeda dari Plato
Agustinus mengikuti pandangan Aristoteles, meskipun tidak seluruhnya, yaitu
tu terdiri dari jiwa dan tubuh dan keduanya merupakan kesatuan, Tanpa jiwa tubuh tidak
,9 Ili berbeda dari Aristoteles, yaitu bahwa jiwa manusia itu abadi biarpun tubuh itu -acusia
sebagai bukti itu, bisa juga mengambil jarak terhadap materi. Maka manusia bisa
It4t:y Gt(~ 4'~ DU-ùCr
,
31
^rw^perbaharui diri terus menerus, 92 Jiwa it mem un ai tiga (3) aktivitas dasar, yaitu .
(mengatasi materi) dan berkehendak.
Sw-a:es manusia yang baik adalah yang tahu dan mengenal dan bahwa yang baik dan
~peraye:ahuan. Sebaliknya, bagi Agustinus, manusia yang baik itu adalah dia yang mencintai,
~ apa yang harus dicîntai, Ketika cinta mengarah kepada Tuhan (dan mencintai manusia
" I i m ya^g berkaitan dengan Tuhan) maka disebut 'caritas'; sebaliknya ketika cinta mengarah
dan dunia serta benda-benda duniawi, maka disebut 'cupiditas' (nafsu, hasrat). Bila kita ~ri
dan sesama manusia dengan tidak menurut ukuran manusia, tetapi menurut ukuran
W2 mencintai secara benar. Y,aDa oaPn9Pna! Kebenaran, dia menaenal Terang, dan yang
La mengenal keabadaian. Cinta adalah dia yang mengenal. Konsistensi manusia terietak
.1a Satu sembóyàn yang terkenal dari Agustinus adalah "ama, et fac quod vis, cintailah
eTkau kehendaki!"

-renemukan prinsip yang adalah Tuhan. Dia bisa dikenal lewat ciptaan dan sebagai
Aì atadi, tidak terbatas dan juga tidak terpahami. Maka Allah mengatasi ruang dan waktu.
~c:aan, misalnya keteraturan hukum alam dan kontingensi benda-benda, manusia akan
x a-!
,Mar ada idea (rationes) yang merupakan modei (paradigma) bagi ciptaan. Dalam diri Allah
wca"a model ciptaan, dan dari keabadian Allah telah mengenal semua hai yang akan
aKa n dilakukan ciptaanNya; maka bagi Allah semuanya present (hadir atau sekarang).
' iL 2!~ah berada dalam diri Allah sebelum terjadinya ciptaan, maka Allah telah mengetahui
~um Allah menciptakannya. Ciptaan hanya mempunyai kebenaran ontologis sejauh
dan mewujudkan model yang terdapat di dalam budi Allah. Sebab hanya Allah saja

-uma dari kebenaran.


~;~rag adalah Satu dan Tritunggal bisa dibuktikan lewat ciptaan, tetapi terutama lewat diri
ap pembuktian yaitu keraguan manusia itu sendiri: si fallor sum ,sebagai awal menuju
+cinkan bahwa kebenaran dapat diperoleh, Kemudian jiwa menilai dunia indrawi, dunia
_ Dengan melihat dunia atau alam semesta, ternyata jiwa tidak mampu menemukan
*a^nya. la kembali kepada dirinya sendiri dan setelah mempertimbangkan falibilitas dan
sendiri, jiwa manusia menemukan kekuatan yang tidak dapat berubah yang ~*r sdak
bergantung pada jiwa. Kekuatan ini adalah Allah.

pecr:aan yang ia pikirkan telah membedakan Agustinus dari para filsuf lain. Semua °i é~aan
(creatio ex nihilo). Sebelum bertobat ia mengerti dunia sebagai pancaran ilahi.s 4
a menemukan dalam pewahyuan penjelasan asal-usul dunia. Kitab Suci berbicara
~ta can oleh Tuhan dengan aktivitas yang sadar dan bebas. Bagaimana Allah membuat
,

~alam Logos) Putra Allah. Alasan mengapa Allah menciptakan dunia yaitu karena Dia
sa~_J ciptaan yang baik dapat tinggal dalam ke-tiada-apa-an. 95 Yang menjadi soal adalah
me-~cJtakan dalam keabadian atau dalam waktu?

*wtus,san pada manusia yang tidak dimiliki oleh ciptaan lain, yaitu 'interioritas,' Interioritas boleh dikatakan fisaEat
Agustinus. Dengan kemampuan ini manusia bisa lari ke dalam dirinya untuk berefleksi. Agustinus
i* ~ 1x -nterioritas; maksudnya ialah bahwa Agustinus tidak mencari solusi dari problem filosofisnya pada
ma :unia dalam, pads jîwa, Maka dia mengatakan bahw@ ada dua problem dalam filsafat, satu barkai!an Mq ar
uerkaitan dengan Tuhan (ini tampak Jelas sekali dalam karyanya "Saliloquia dan De Ordine."). dalam
ia ~ : a t a k a n "Deum et animam scire cupio, Nihil plus? Nihil omnino!" (saya ingin mengetahui Tuhan dan
ar - tidak ada yang lain!).

~f b
God,
32

1 7waktu tidak sama dengan Aristoteles yang mengatakan sebagai ukuran gerak. Juga
,dbW Plato yang mengatakan sebagai imaginasi yang dapat bergerak dari keabadian. Bagi
wrworL adaiah durasi dari satu hakekat terbatas yang tidak dapat semua dari dirinya sendiri,
ia perlu fase-fase suksesif dan terus menerus untuk mewujudkan secara lengkap.
waktu adalah: lampau, present (sekarang yang itidak akan selaiu), dan yang akan
,'Naktu lampau dan yang akan datang itu sama saja dengan waktu sekarang yang lewat.
í~ bukan lampau, Kalau dengan lewat tidak menjadi sesuatu yang baru, maka bukan yang
aMu futurum, Waktu sekarang itu lewat dan menjadi yang berbeda dari waktu keabadian.
màrc transiens. Sedangkan keabadian adalah present yang tidak pernah lewat, adalah suatu

Idak ada di luar kita. Di luar kita tidak ada waktu lampau dan yang akan datang, meskipun
sekali. Kalau waktu lampau tidak ada, tidak ada sejarah. Kalau tidak ada waktu yang akan
,~r~rgKin terjadi ramaian. Lampau dan yang akan datang ada dalam akal budi seperti

a mengukur waktu? Dalam jiwa, di atas mana dia meninggalkan satu kesan sementara
<ywg beragam diciptakan Allah secara tidak langsung terjadi seperti yang kita lihat. Semua
=ses rationes seminales. Apa yang tampak dulu benih, potensi. Puncak ciptaan material
Vw.9 terdiri atas tubuh dan jiwa yang tidak dapat mati. Jiwa dicipta lewat traducianisme
._
dan Ke ebasan

7jha.n itu sebab dari semua yang ada, bagaimana menjelaskan kejahatan (malum)? Bagi
~^ùj bukan sebab dari kejahatan. Beberapa waktu lamanya ia menerima solusi dari kaum
humidian dalam neo-platonisme ia menemukan solusi untuk mengatasi dualisme dari
:t~am Enneade berbicara mengenai masalah ini, dari mana datangnya kejahatan? Malum
~iwcurangan dari yang baik. Tetapi di sini dibatasi pada materi atau lebih tepat ia
dengan materi. Agustinus memang menerima teori ini, tetapi tidak mengidentifikasikan
-ateri.
vari penelitiannya menyimpulkan bahwa kejahatan tidak bisa berdiri sendiri. la harus
substansi yang dalam dirinya sendiri adalah baik. Malum itu suatu privasi (kekurangan)
aan yang substansi mestinya memilikinya dan kenyataannya tidak memiliki. Karena itu
realitas positif, tetapi satu privasi (kekurangan) dari realitas. Sehingga malum dapat
privasi dari yang baik (privatio boni).
~ kejahatan itu Tuhan. Tuhan menciptakan benda-benda dengan baik dan benda-benda
íesempurnaan yang harus dimiliki mereka. Bagaimana mungkin Dia yang adalah sebab
9---ua hai menjadi penyebab dari yang tidak ada? Karena itu sebab dari malum bukanlah
, sebabnya dari mana?
Ar ~^alum adalah ciptaan. Penderitaan dan kesalahan berkaitan erat dalam pembicaraan
dah kejahatan, Kesalahan menyebabkan penderitaan. Mengenai kesalahan, manusia
<arena itu sebab terakhir dari kejahatan adalah manusia.
~ terdapat daiam menaruh akai budi di bawah keinginan-keinginan, dalam ketidak-taatan
. ilahi, dalam menjauhi kebaikan tertinggi. Ketika manusia menjauhkan diri dari
!2aiic dapat berubah untuk mendekati suatu kebaikan yang partikular, yang lebih rendah, ia
2ua^ .^.al ini berisi keburukan (malum). Jadi kejahatan terdapat dalam usaha menjauhkan
*ertinggi. Tetapi dari mana muncuinya kecenderungan untuk menjauhkan atau * dan
kebaikan tertinggi (aversio)p

. 00
anlah aversio itu muncui. Malum facimus ex libero voluntatis arbitrio (kami membuat
~ìcme^dak bebas), Kebebasan itu sesuatu yang baik, adalah kondisi moralitas. Kalau
3 aktivitas manusia itu tidak bebas, maka tidak bisa diakui atau tidak diakui. Hanya kalau ada
kita bisa bicara mengenai kebaikan (bonum) dan juga mengenai malum.
Flr-nderitaan itu sebagai konsekuensi dari kesalahan. Setelah salah manusia itu penuh ketakutan,
Iwnginan, penuh kegelisahan. la kehilangan sumber kegembiraan. Tetapi setelah dosa atau asal manusia
masih dalam tingkat untuk memenuhi yang baik tanpa pertolongan Rahmat? Tidak
"horitcversi dalam hai ini. Setelah dosa Adam, tak satu manusia pun yang tidak kena dampaknya, telah
dibebaskan dari kondisi ini oleh Yesus Kristus. Baru Pelagius kemudian hari mengajarkan berlawanan
dengan ini, yaitu tidak perlu Kristus untuk memulihkan dosa-dosa ini.
Teoiogi Seiarah
Hai ini ditemukan dalam "De Civitate Dei atauThe q~ty of God._" Karya dibagi dalam 22 buku,

buku pertama menunjukkan kesalahan dari agama-agama kafir, Yang lain membuktikan n agama
Kristen dengan menunjukkan secara luar biasa korespondensi yang hidup antara n-kebenaran yang
r
diwahyukan oleh Tuhan dan problem-problem yang akal budi manusia dari
riya tidak pernah mampu menyelesaikannya. Beberapa korespondensi itu adalah:
a. korespondensi antara doktrin penciptaan dan problem tentang asal-usul dunia
b. korespondensi antara doktrin dosa asal dengan kejahatan
c. korespondensi antara doktrin Penebusan dan problem kedamaian jiwa
d. korespondensi antara doktrin kembalinya Kristus sebagai pemenang dengan problem akhir sejarah
h dibagi dalam tiga jaman atau periode besar: asa!-usul, waktu lampau dan yang akan datang.
Asai-usul dari kemanusiaan dijelaskan oleh Pewahyuan yang menyatakan bahwa manusia itu
takan oleh Tuhan dan diangkat ke level supranatural. Yang lampau, yang penuh dengan kejahatan ;t*
dan moral, perang dan kebencian, dijelaskan oleh Pewahyuan dengan kejatuhan asal dan Penebusan.
:~an kristiani ini mengatasi ajaran manikheistis mengenai dualisme prinsip (yang baik dan yang jahat).
i#Lahatan itu negasi dari realitas, jadi bukan realitas (malum est privatio boni). Tuhan tidak menciptakan
,rrreahatan, tetapi mengijinkan, 98 Juga masa depan dari manusia dijelaskan oleh Pewahyuan, Masa depan -tr,ya
akhir. Mesias akan datang untuk mengadili semua manusia, dengan suatu pengadilan moral yang Tuflak, tidak
dapat salah dan tidak dapat berubah. Kedamaian kita adalah bersama Tuhan melalui iman, m~n, daiam
keabadian, dengan Dia melalui visi,99
Visi Agustinus mengenai sejarah berbeda secara radikal dari Yunani yang mengerti sejarah sebagai satu
gerak sirkular dan siklis. Agustinus (yang adalah juga kristiani) mengertinya sebagai satu -erjalanan dalam garis
lurus (linear), yang berangkat dari bumi ke surga.
Dalam buku yang sama ini Agustinus berbicara tentang hubungan antara Gereja dan negara, antara
kota surgawi dan kota duniawi. Ini digambrakan dengan dialektika antara dua orang yang saling ^nengasihi,
cinta pada diri sendiri dan cinta kepada Tuhan. Dua orang yang saling mengasihi ini melahirkan dua kota.'oo Kota
duniawi atau dunia merangkul dunia orang-orang jahat, pendosa, setan-setan. Kota surgawi atau Gereja,
merangkul dunia orang-orang yang baik: para malaekat dan orang-orang suci ~manusia daiam rahmat). Antitese
dua pencinta ini membawa pada perjalanan menuju akhir yang saling berlawanan secara abadi. Arti dari sejarah
ditentukan dari dualisme ini.
Kota Allah itu dari Habel ke Abraham sampai Kristus. Kota duniawi dari pembunuhan Kain terhadap
Habel dan berkembang dalam sejarah kaisar-kaisar besar dunia yang memerintah dengan kekerasan dan
pemaksaan, termasuk di dalamnya kaisar-kaisar Romawi. Di pusat terdapat Kristus, Raja atas jamarì dan Tuhan
atas dunia.
2.2.6. Beberapa Catatan Penting
Kita tidak berbicara tentang filsafat politik Agustinus, tetapi pemikiran ini bisa pembaca baca dalam
bukunya The City of God. Sebelum mengakhiri pembicaraan kita tentang pemikiran St. Agustinus, saya ingin
menggaris-bawahi kembali beberapa catatan sebagai berikut:

98
De Civitate Dei XXII, 2.
99
Ibid., XIX, 27. Bdk. 2 Kor 5, 7.
100
Ibidem XIV, 28.
34
9 Dengan Agustinus, Patristik mengalami puncak dan saat yang konklusif dalam usahanya untuk rnenyusun
suatu visi kristiani tentang alam semesta yang didasarkan pada suatu pemikiran Platonis
Y Yang jelas jaman pertengahan sampai St. Thomas dan banyak pemikir setelah dia tetap setia pada
visi Agustinus
Keuntungan dan ketidak-untungan dari karya Agustinus harus ditemukan dan dicari dalam keabsahan
sintesisnya antara kristianitas dan filsafat Platonis
Z Sintesis ini tidaklah begitu sulit karena Platonisme dan Kristianitas bertemu dalam beberapa titik mendasar
yang penting; misalnya: immortalitas jiwa, penciptaan dunia, dualisme ontologis (antara dunia yang
sensibilis dan inteligibilis), dan tentang kebenaran abadi. Tetapi secara presis karena sintesisnya agak
mudah, Agustinus sering tergoda untuk memberi ruang bagi Plato; bahkan juga ketika dia harus
meninggalkan pemikiran Plato. Ini tampak dalam penerimaan Agustinus akan ajaran tentang
iluminasi dan ajaran tentang dualisme psycho-physis (manusia tidak dimengerti oleh Agustinus sebagai
satu kesatuan, sebagai satu benda dan satu substansi, tetapi sebagai dua substansi, keduanya mampu
untuk bertindak secara bebas)
.- Tetapi secara umum konstruksi Agustinus aman dan mengagumkan; dan dalam beberapa hal melebihi
Plato dan neo-Platonis
.- Ajarannya mengenai nilai pengetahuan memang luar biasa
Penelitiannya mengenai roh manusia, waktu dan sejarah begitu mendalam; dan solusinya
terhadap masalah kejahatan tetap berlaku sampai sekarang ini.
BAB III
NEO-PLATONISME KRISTIANI
(GREGORIUS DARI NYSSA, DIONYSIUS AREOPAGITA, MAXIMUS CONFESSOR, YOHANNES
SCOTUS ERIUGENA)

3.1. Pengantar
Filsafat Agustinus merupakan perpaduan antara pemikiran Plato dan Injil. Dalam diri Agustinus
fitsafat kristiani mencapai puncaknya. Dengan masuknya bangsa bar-bar, maka setiap bentuk
kebijaksanaan (termasuk filsafat) dalam dunia barat romawi (Latin) merosot dengan cepat dan untuk
beberapa abad lenyap.
Filsafat kristiani di dunia timur nasibnya berbeda. Para kaisar, khususnya Justinianus juga sangat
,nendukung kelangsungannya. Di bawah Justinianus, Konstantinopel menjadi besar, menjadi pusat
<ekaisaran, tetapi juga menjadi pusat kebudayaan dan peradaban. Dari abad ke-4 dan seterusnya
Konstantinopel (dan juga beberapa tempat di Asia Kecil/sekarang Negara Turki) menjadi pusat-pusat
5lsafat; pengaruhnya nanti terasa sekali dalam jaman Skolastik. Beberapa pemikir yang cukup mewakili
adalah: Gregorius dari Nyssa, Dionysius Areopagita dan Maximus Confessor; kita bisa menambahkan
Yohannes Scotus Eriugena (meskipun dari gereja Barat dan Latin, tetapi karya filosofisnya merupakan
suatu presentasi untuk bapa-bapa gereja Latin dan Timur yang bernafaskan neo-Platonisme kristiani).
Kita telah mendalami bersama pemikiran Clement, Origenes, dan Agustinus. Mereka ini sangat
,
.Iiwarnai pemikiran Plato. Meskipun Agustinus juga dipengaruhi Plotinus, tetapi setelah pemikiran filsafat
Kristiani Agustinus matang, pemikiran Plotinus ditinggalkan (kurang dipakai) dan pemikiran filosofis Plato
berkembang. Untuk itulah para sejarawan lebih suka berbicara tentang Platonisme kristiani Agustinus dan bukan
Plotinisme kristiani.
Pengaruh dan kontribusi pemikiran Plotinus tetap mendalam dan berlangsung terus di dalam diri para
Bapa Gereja Timur. Kecenderungan ini mulai dengan Gregorius dari Nyssa dan kita bisa melihatnya dalam:
 konsepsinya tentang realitas yang uniter dan hierarkhis,
 teori 'exitus' dan 'reditus' tentang semua hai dari Allah akan kembali kepada Allah,
 ajaran mengenai transendensi Allah,
 ketidak-mampuan untuk mengetahui Allah dan ketidak-terkatakanan (ineffabilitas) Allah
 ajaran tentang jiwa dan pembebasannya dari ikatan-ikatan materi
Jadi Gregorius dari Nyssa, Dionysius Areopagita dan Maximus Confessor tidak mengembangkan suatu
Sekolah yang khas, tetapi lebih memperkenalkan suatu model baru dari filsafat kristiani yang mempunyai
banyak pengagum dan peniru. Melalui Dionysius Areopagita, pemikiran-pemikiran mereka telah
mempersiapkan formasi untuk sistem besar Skolastisisme, khususnya Bonaventura dan Thomas serta
Yohannes Duns Scotus,

3.2. Gregorius dari Nyssa


Munculnya Gregorius dari Nyssa memberikan warna tersendiri dalam dunia Patristik Timur.
Sebelumnya sangat didominasi oleh pemikiran teologis. Kita bisa menyebutkan beberapa teolog waktu itu: Athanasius,
Cyrilus, Apollinaris, Basilius, Yohannes Chrysostomus dan Ephrem, Mereka ini menyibukkan diri dengan
teologi dan aktivitas pastoral. Sebagai seorang filsuf Gregorius ingin mempertimbangkan dan memikirkan
kembali pelbagai argumen yang sebelumnya dibatasi tempatnya oleh para pemikir lain (mereka ini
membatasi diri pada data Kitab Suci dan tradisi), Gregorius mengikuti jejak Philo dari Alexandria dan
neo-Platonist Plotinus. Ide neo-Platonis tentang suatu intuisi Iangsung akan Allah sangat mempesona dia.
Dialah pendahulu Dionysius Areopagita. Gregorius adalah seorang pemikir, seorang fisuf, di dalam dia
kedalaman doktrin dan ketelitian pemikiran sering diiringi dengan suatu kemampuan real untuk membuat
sintesis. Dia menguasai pemikiran Philo dan Plotinus secara mendalam dan dipengaruhi oleh mereka,
terutama Plotinus. Dalam atmosfer kristiani, pemikiran Origenes yang banyak mempEngaruhinya.
Gregorius lahir di Nyssa sekitar 335, dialah adik Basilius dan Macrina. Dia dididik di bawah
bimbingan kakaknya, tetapi ia mengkonsentrasikan dirinya pada studi filsafat dan retorika. Pada usia enam
belas tahun (16) dia masuk biara untuk mendedikasikan hidupnya pada kontemplasi. Ketika kakaknya
menjadi uskup di Kaesarea dan memintanya untuk memimpin suatu keuskupan, Gregorius setuju untuk
ditahbiskan menjadi Uskup Nyssa. Tetapi awal dari tugasnya ini tidak menyenangkan, dia bertengkar
dengan kakaknya dan wakil dari kaisar yang kemudian memecatnya.
Dengan kematian kaisar Valentinus, seorang pendukung bangsa Arya, situasi berubah dan
Gregorius mampu kembali ke kursi keuskupannya. Sekitar tahun 380 dia dipilih menjadi uskup agung
Sebastis dan dalam konsili 381 dia adalah salah satu pendukung terbesar dari ortodoksi. Kaisar
Theodosius memberi banyak tugas kepadanya untuk memenangkan pertikaian melawan Aryanisme dan dia
rnembawanya ke Konstantinopel untuk merayakan penguburan putrinya Pulcheria dan istrinya Flacilla.
Gregorius meninggal tidak lama setelah tahun 394.
Dari sekian karyanya (dogmatik, eksegetis dan asketis), empat karya filosofisnya penting sekali
dalam studi tentang filsafat kristiani, yaitu:
a. Contra Eunomium: 10° di dalamnya Gregorius mengkritik beberapa kesalahan Eunomius dan
memberikan suatu deskripsi yang luas akan ajaran yang berkaitan dengan pengetahuan akan A!lah
b. Cratio Catechetica: karya yang paling sistematik. Inilah usaha kedua untuk menciptakan suatu sintesìs
setelah De Principiis dari Origenes. Memang karya kurang original dibandingkan dengan karya
Origenes, tetapi lebih ortodoks secara doktrinal dan secara keseluruhan lebih teratur. Topik pertama
adalah Trinitas, diikuti penciptaan dan kejatuhan, kemudian inkarnasi dan penebusan. Bagian
terakhir mendiskusikan tentang Sakramen-sakramen, Pembaptisan, dan Ekaristi. Dan secara singkat
disebutkan tentang hakekat iman. Studi dibimbing dengan dasar penalaran filosofis, dengan tujuan untuk
memuaskàn pelbagai tuntutan dari mereka yang salah, dengan mempergunakan, sebagai titik
berangkatnya, proposisi-proposisi yang semua setuju, dan dari sini diturunkan kebenaran-kebenaran
iman.
c. De Anima et Resurrectione: disusun pada waktu kematian saudarinya Macrina. Karya ini merupakan
suatu imitasi yang jelas dan bagus sekali dari Phaedo Plato. Topiknya adalah hakekat dan tujuan dari
jiwa: immortalitas, kebangkitan, balas jasa.
d. De Hominis Ot)ificio: (opificio dari kata opifex yang diturunkan dari kata opus' dan facio' yang berarti
'hai bekerja, pekerjaan, hai melakukan pekerjaan') adalah suatu karya otentik tentang anthropologi
kristiani dari suatu perspektif neo-Platonis, dengan menggunakan sejumlah besar fakta ilmiah dalam
deskripsi tentang tubuh manusia dan pelbagai organ dengan fungsi-fungsi khusus mereka.
Gregorius mengusuikan idenya tentang "imago Dei", kejatuhan manusia dan pertolongan Tuhan,
berakhir dengan suatu eskhatologi yang didasarkan pada Origenes, di mana pada akhirnya bahkan
kejahatan akan dilebur daiam kebaikan.

3.2.1. Ajarannya
3.2.1.1. Allah: transendensi, ketidakdapatdimengertian, tidak terkatakan
Ajaran tentang realitas Allah dan transendensi mutlak dengan menghargai akal budi manusia
dipacu oleh teori-teori bidaah Eunomius, Eunomius mengajarkan bahwa manusia dapat mengetahui dengan
sempurna hakekat Allah melalui atribut "agennesia" yang merupakan suatu sifat eksklusif Allah, karena ìni
tidak dapat dikomunikasikan. Karena itu Eunomius menarik kesimpulan,,bahwa Putra, karena dilahirkan. tidak
bisa merupakan Allah. Sebagaimana kita dapat lihat, presuposisi-presuposisi filosofis ini membawa kepada
konsekuensi berat berkaitan dengan misteri Allah Tritunggal, dan mereka meminta suatu jawaban teliti dan
memadai. Inilah yang Gregorius usulkan untuk dibuat dalam Contra Eunomium.
Tesis bidaah tentang Allah yang dapat diketahui secara sempurna melalui atribut tentang
pembawaan dilawan oleh Gregorius dengan tesis akan ketidakmampuan mutlak dari manusia untuk

IN, Eunomius (335-395), uskup Cyzikus di Mysia (Turki modern) dan pemimpin radikal Arianisme. yaitu suatu bìdaah kristiani yang
menyangkal keilahian sejati dari Yesus Krìstus. Pengikutnya, yang disebut Eunornian, berargumentasi bukan hanya bahwa Allah Putra
berbeda dari Allah Bapa dalam kodrat, tetapi juga bahwa Roh Kudus itu tidak ilahi. Roh Kudus diciptakan Allah Putra. Karena
ajaran ini Eunomius dipecat dari jabatannya. Dia kembali ke Kapadokia (tempat kelahirannya) dan terus menyebarkan
ajarannya. Pandangannya diserang secara sistematis oleh para teolog waktu itu, khususnya Gregorius dari Nyssa dan pa; a
pengikutnya dikutuk dalam Konsili Konstantinopel I tahun 381.
37

mengetahui Allah dan Allah itu tak terkatakan. Tesis ini telah didukung oleh para Bapa Alexandria Origenes dan
Clement (lebih dahulu oleh Philo) dan para neo-Platonist. Gregorius mengusulkan suatu tesis yang baru dan
rnemberikan argumen yang betul solid. Clement dan Origenes telah membuat transendensi sebagai dasar
akan ketidak-mampuan manusia untuk mengetahui Allah dan ketidak-terkatakanan dari Allah; Plotinus
mendasarkan ini pada kesederhanaan dari yang Satu. Gregorìus tidak menolak alasan alasan inì, tetapi
mengesahkan mereka dengan menambahkan ketidak-terbatasan Tuhan dan perbedaan <ualitatif yang esensial
dengan memisahkan Tuhan dari ciptaan-ciptaanNya.
kqumen oertama tentano vang tak terbatas. Filsafat Yunani mempunyai konsep negatif tentang yang
tidak terbatas, yaitu lo apeiron." Ini adalah sesuatu yang tidak ditentukan dan tidak sempurna, dan .karena itu
sifat ini tidak pernah diperuntukkan untuk Tuhan, tetapi untuk materi. Gregorius sebaliknya melihat yang tidak
terbatas ini secara positif, sebagai sesuatu yang berisi setiap kesempurnaan tanpa !estriksi, sebagai 'suatu
samodra' semua kesempurnaan. Tak ada ukuran yang bisa mengukur Dia yang tanpa ukuran maupun tanpa
dimensi. 101
Hakekat ilahi itu tidak mudah kena kejahatan dan tidak dapat berubah. Karena itulah ia mutlak
tidak dibatasi (aoristos) dalam kebaikan. o Bodohiah membatasi yang tidak terbatas dengan suatu permulaan
1 2

dan suatu akhir karena apapun yang dibatasi tidak dapat tidak terbatas. o Dalam kenyataan, kepada dia yang
1 3

mempertimbangkan jaman dan keiuruh kerajaan dari yang diciptakan hakekat ilahi nampak sebagai suatu
samodra yang tidak ada batas. oa Yang tidak terbatas bukanlah suatu atribut Allah, tetapi menjadi milik dari
1

hakekat Nya; karena kaiau atribut-atribut Allah, sifatsifatNya, mempunyai suatu karakter tidak terbatas, maka
dengan terpaksa kodratNya itu tidak terbatas. 105

Sotelah menetapkan bahwa Allah itú tidak terbatas, Gregorius tidak mendapatkan kesuiìtan dalam
menunjukkan bahwa ini mengimplikasi ekskiusi dari kernungkinan manusia untuk mencapai Allah dengan
konsep-konsep dan kata-katanya pribadi. Allah melewati dan secara tidak terbatas mengatasi setiap
kekuatan dari pemikiran dan kata-kata manusia.
Dalam melawan Eunornius dia mengatakan bahwa mereka yang ingin memberikan suatu arti, suatu
deskripsi konseptual, suatu eksposisi akan hakekat ilahi, mereka tidak dapat mengulangi bahwa mereka tidak
dapat mengerti apa-apa tentang pengetahuan ini. Satu hai yang kita tahu adalah bahwa tidak mungkin yang terbatas
mengetahui yang tidak terbatas. KI-tidak-terbataan Tuhan mengatasi setiap indikasi dan membatasi kata-kata.
Adalah tidak mungkin menangkap kebesaranNya yang tidak bisa dibandingkan
dengan prosedur sylogistik.
Menurut Gregorius ada tiga cara sampai kepada Tuhan, tetapi tidak satupun mampu untuk
membuka kodratNya kepada kita, yakni
a. bukan satu cara yang baru mulai (dalam semak yang terbakar, pada saat dalam mana mereka
dirnurnikan dari kejahatan dan kesalahan),
b. bukan suatu cara yang pandai (ini ditemukan di bawah Awan, sebagaimana mereka mendapat
pengetahuan akan benda-benda yang tersembunyi, yang membimbing jiwa metalui benda-benda yang
dapat dilihat atau phainomena menuju hakekat yang tidak dapat dilihat; ini seperti awan yang
mengaburkan semua hai yang dapat diiihat, tetapi membimbing jiwa kembaii kepada yang
tersembunyi),
c. dan juga bukan suatu cara yang sempurna (ditemukan dalam kegelapan; kenyataannya daiam
kegelapanlah perjalanan jiwa kepada Tuhan mulai).

Argurnen kedua di atas a Gregorius mendasarkan tesisnya berkaitan dengan Tuhan yang tidak dapat
diketahui dan tidak terkatakan, adalah perbedaan kualitatif esensial yang rnembedakan ciptaan dari
pencipta. Karena perbedaan inilah Gregorius menyatakan bahwa Tuhan tidak dapat dìmengerti atau
didefinisikan.
Menurut para teolog dari Nyssa, dunia yang tercipta mempunyai strukturnya yang khas, sama seperti
dunia yang tidak tercipta. Tetapi tidak ada relasi langsung antara dua dunia: tidak ada titik-titik

Contra Eunomium III, 1, 7, no. 103.


t01 102

Ibid., I, 1, no. 169. 103 Ibid, III, 7, no. 32.


1 4
° Ibid., I, no. 364.
t°5 Ibid., III, I, no. 103.
38

íemu yang umum, kecuali bahwa Tuhan adalah pencipta dunia dan dunia adalah suatu ciptaan Tuhan. Kedua
hai itu, menurut Gregorius, tidak mempunyai struktur yang sama; setiap kemungkinan akan pertemuan
antara keduanya merupakan eksklusi. Hai yang paling khas pada Tuhan adalah kodratNya mengatasi semua
bentuk pemikiran. 106 Jiwa juga tidak berdaya untuk mencapai Tuhan dengan fakultas kognitifnya. ,1 ywc dt~
Ketidak-dapat-dimengertian Tuhan tidak berkurang, bahkan kalau manusia dianugerahi dengan
ikonisitas ilahi daiam penciptaan, kemudian dengan inkarnasi, dan akhirnya melalui komunikasi mystik Untuk
menjelaskan nilai dari pengetahuan kita akan Tuhan, Gregorius membandingkan dengan nilai dari suatu
gambaran yang bersifat emas dibandingkan dengan emas yang real, Setiap ajaran tentang hakekat Allah
yang tak teriukiskan, meskipun tampak sebagai suatu pembicaraan yang cukup menanggapi
realitas Allah, hanyalah suatu keserupaan dengan emas, dan bukan emas sejati. Kenyataannya,
suatu nilai yang mengatasi akal budi dari setiap konsep rasional tidak mungkin ditunjukkan dalam
keseluruhannya dan kesempurnaannya.'o' Pikiran tentang Tuhan tetap tak terkatakan. Dia sendiri
mengatakan bahwa pikiran-pikiran ini tidak dapat diekspresikan dalam katakata. Pada awalnya adalah
Sabda dan Sabda itu adalah Allah. Kepada kita yang tidak pernah melihat kekayaan ilahi, ini tampaknya
emas. Malahan bagi mereka yang dapat mernandang kebenaran, hai itu tampak emas, tetapi bukan emas.
Hakekat ilahi melebihi bidang pemìkiran. Jadi tidak menampakkan gambaran yang asli dari Dia yang tak
seorangpun telah mengetahui, Dia yang tak seorangpun dapat mengetahui atau melihat, tetapi
sebagaimana dalam sebuah cermin dan suatu figure yang misterius, hanya penampakanNya dilukiskan.
Akhirnya Gregorius menyimpuikan bahwa ketika kita mendiskusikan hakekat Tuhan, sikap yàng harus dibawa
adalah hening.
A,jaran Gregorius tentang ketida-dapat-diketahuian-nya Tuhan secara mendalam berbeda bukan
hanya dari Aristoteles, tetapi juga dari Piato dar, Plotinus, dan bahkan dari para bapa Gereja
Alexandria dan Gregorius Nazianze. Allah dan manusia beda pada tataran ontologis, Allah selalu
melebihi segalanya yang manusia dapat ketahui dan definisikan.
Selanjutnya kita kan melihat aspek dinamis dari karyaNya. Dia yang melampaui setiap nama, kata
Gregorius, mendapat banyak nama, sejauh sebagaimana Dia disebut menurut multiplisitas karya -
karyaNya. 108 Setiap karya membenarkan suatu nama. Karena itu Tuhan disebut cahaya karena Dia
kekuatanNya, yang adalah
menerangi ketidak-tahuan kita. Melalui bahasa kita dapat mengungkapkan
bukan pelaku kejahatan, yang tidak bergantung pada sebab apapaptm, yang tidak mtmgkin untuk
dirangkul dengan suatu ide, yang melebihi segala kekuatan."'oQ
Meskipun kita tidak pernah puas dengan keinginan kita untuk mengetahui Tuhan daiam
hakekatNya dan untuk membatasi Dia, namun kerinduan akan visi tidak ~. pernah absen karena
yang kita tunggu selalu lebih mulia dan ilahi daripada yang kita kontempiasikan. Ketidakdapatdiketahuian
Tuhan, ketidakdapatdikatakananNya Tuhan bukan membawa kita ke sikap agnotis, tetapi sebaliknya
membawa kita kepada suatu keinginan yang lebih sungguh-sungguh untuk dekat dengan Tuhan. Untuk
menggaris-bawahi ini ia mengambil contoh Musa. Ketika Musa ingin melihat Allah, Allah menjawabnya
secara negatif. Tetapi jawaban negatif Tuhan tidak membuat Musa putus asa dan kehilangan
pengharapan. Tetapi peristiwa itu hanya membuat Musa mengerti bahwa hakekat ilahi itu tak terbatas dan
karena itu tidak dapat dibatasi oleh batas apapun.
Mengakhiri pemikìran Gregorius tentang Tuhan yang tidak dapat diketahui dan tidak dapat
dikatakan ada dua hai penting yang pantas diperhatikan, yaitu berkaitan dengan ajarannya tentang
Tuhan yang tidak dapat diketahui dengan Logika Aristoteles dan ajaran mengenai analogi.
- Berkaitan dengan Logika Aristoteles, Gregorius menunjukkan ketidakmampuan untuk
mengetahui Tuhan dan ketidakdapatdikatakananNya. Dia mempergunakan prinsìp dalam
Posterior Analytics bahwa tidak mungkin mendiskusikan yang tidak terbatas."o

3î4.
Ibid., I,
2 Kcr 12, 4"Paulus yang menerima penglihatan dan pernyataan ... ia tiba-tiba diangOt ke Fircims dan ia mendengar kat,.~
 ala yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan oleh manusia." ' Con,ra Ermomiurn III, 8, # 10.
Ibid., 8, $ 104.
- Bdk. Arìstotle, Posterior Analytics. 72 b 10; 83 b 5-8.
Berkaitan dengan analogi, ia tidak mengekskiusi unsur ini; tetapi dia menyatakan bahwa
dengan ini seseorang dapat hanya mencapai aspek dinamis dari realitas ilahi, bukan
hakekat Tuhan, tetapi hanya karyaNya. Dari keindahan dan kebesaran dunia kita dapat
sampai kepada keindahan dan keagungan Sang Pencipta; tetapi ini tidak menyatakan
hakekatNya, hanya pikiranNya.
1.2. Ponciptaan Manusia, Ikon Allah
Manusia, masterpiece Allah, diwujudkan sebagai karya konklusif penciptaan. Karya "De hominis

cio" berisi beberapa ungkapan di mana Gregorius menambahkan motivasi membenarkan aturan yang 'ah
ikuti dalam penciptaan. Allah menciptakan manusia yang terakhir karena Dia maksudkan untuk
berikan peran kepada manusia sebagai kepala dan untuk berkuasa atas alam semesta. Dari sejak
irannya manusia hendaknya tahu bahwa dia berkuasa atas kerajaanNya.
Dalam menciptakan kodrat kita, Tuhan menyusun dua dasar untuk kesatuan yang ilahi dan

duniawi; sehingga melalui karakter yang satu dan yang lain, manusia dapat menikmati baik Tuhan maupun benda-
benda duniawi, yang penginderaannya adalah dimensinya. Dengan mengikuti pemikiran Philo, Gregorius
memikirkan dua hai dari penciptaan manusia yang ditemukan dalam kitab Genesis (Kej 1, 26-27; 2 7 dst.). Ada dua
tindakan Allah yang berbeda. Pertama, menunjuk pada penciptaan manusia yang ideal; Jan kedua, menunjuk
pada penciptaan manusia historis. Dalam kedua kasus Tuhan memeteraikan pmbaranNya, dengan
memberi manusia kebebasan kehendak dan kekuasaan dengan menghargai semua ciptaan. Gregorius
tidak membuat kebebasan sebagai suatu prinsip kosmologis universal sebagaimana Origenes lakukan,
karena dia tidak menjelaskan tesis akan suatu penciptaan serentak daii -;-,mua roh dan jiwa yang pada
awal semua sama dan yang kemudian berbeda karena penggunaan ohendak bebas. Pembedaan di antara
ada-ada, baik daiam dunia roh-roh maupun dunia benda-benda, adalah karya Tuhan sendiri. Sekalipun
demikian, berkaitan dengan manusia, Gregorius melihat kehendak bebas sebagai hak terakhir akan
kesempurnaan dan keiuhuran. Terima kasih pada kehendak bebas, ^^anusia adalah tuan akan dirinya
sendiri dan semua alam semesta yang mengelilinginya. Keduanya, —ianusia yang ideai dan manusia historis
memiliki dua-duanya.
Ikonisitas dari manusia ideai, suatu ada yang terbuat dari jiwa dan badan, tidak dapat dilewati, tak :apat
rusak dan tubuh tak dapat mati. Secara jelas, keserupaan-keserupaan dengan Allah lebih diwarnai dalam jiwa
daripada dalam tubuh. Keserupaan pertama ditemukan dalam sarana kognitif. Dalam hakekat ìiiahi ada akal
budi dan kata, sebaliknya daiam dirimu kamu melihat kepemilikan baik kata maupun 4ekuatan pengetahuan,
yang secara jelas merupakan gambaran dari akal budi dan kata.
Ikonisitas berkaitan dengan latihan untuk menguasai alam semesta. Manusia juga ditentukan, yaitu arnbil
bagian daiam kebaikan-kebaikan ilahi, khususnya dalam kehidupan ilahi. Kalau manusia diberikan 4Ahidupan
untuk ambii bagian dalam kebaikan-kebaikan ilahi, maka secara perlu dia diciptakan sedemikian ripa sebagaimana
untuk disiapkan bagi kenikmatan akan kekayaan-kekayaan ini. Karena itu dia diberi oehidupan, rasio,
keutamaan (kebijaksanaan) dan semua kebaikan yang layak untuk Tuhan, sehingga .erima kasih kepada
benda-benda ini yang membuat manusia selalu rindu. Gregorius juga menemukan ooserupaan dengan Allah
daiam tubuh juga. Keserupaan pertama adalah ketinggian manusia , suatu tanda Avok akan keagungannya.
Ikonisitas dari manusia historis. Manusia historis dibagi dalam dua jenis kelamin, yaitu laki-laki dan
:erempuan. Tuhan menciptakan mereka dalam dua jenis kelamin itu. Dalam memberikan seksualitas "Uhan
menjadikan manusia serupa dengan binatang-binatang. Sebagai akibatnya dalam manusia historis, ikonisitas
mengambil dua arah: akan Allah I a o Dei) dan akan ciptaan (Imago n_aiurae). Manakala ~Qngarah ke Allah,
ia melalui jiwa dan sarana-sarananya. Yang kedua diarahkan mé ju binatangtinatang melalui tubuh dan
seksualitas. Kehidupan manusia itu suatu tantangan dan perjuangan terus -nenerus antara kecer.derungan-
kecenderungan yang saling bertawanan. Adalah dalam kekuasaan manusia dengan kehendak bebasnya, atau
untuk membuat "imago Dei" muncul secara mengagumkan a•.au membayangi, atau untuk merusak mago ini.
Jv, ,
Ig«MI c'e(' ~~ 40
3.2.1.3. Kejatuhan dan Penebusan
Meski manusia pertama diberi hak-hak istimewa supaya mewujudkan imado Dei' mereka secnr,,
maksimal, tetapi karena menyalah-gunakan kehendak bebas mereka, maka niereka menodai ikonisitas ini. Apa
alasan Adam dan Hawa jatuh? Untuk menjawab itu ia mempergunakan filsafat daripada Kitab Suci. Diinspirasi
oleh Origenes, dia menambahkan kejatuhan kepada kesalahan bawaan dari setiap makhluk. Ciptaan, sejauh
diciptakan, itu terbatas dan sebagai suatu ada terbatas ia menemukan dirinya terus menerus untuk
berubah, karena itu jatuh. Alasan terakhir mengapa ia jatuh adalah lebih ontologis daripada historis. Ini
Gregorius ungkapkan dalam Oratio Catechetica.
Tuhaang hakekatnya tidak diciptakan tidak mudah kena perubahan sebagaimana yang diciptakan.
Prinsip itu sendiri dari ciptaan mulai dengan suatu perubahan. Apa yang tidak ada sebelumnya dibentuk oleh
kebijaksanaan ilahi ke dalam apa yang ada. Kemudian juga ada yang diciptakan dalam ciptaan yang
manusiawi, yaitu sarana untuk memilih menurut kecenderungan bebas dari kehendaknya. Dan manusia
menolak memandang kebaikan, sebaliknya dia memandang yang berlawanan dari kebaikan, yaitu iri hati.
Sekarang jelaslah bahwa prinsip dari segalanya adalah sebab dari apa yang terjadi sebagai suatu akibatnya.
Misalnya: kesehatan adalah sebab dari suatu keadaan jasmani yang sehat, dari aktivitas, hidup baik'; penyakit,
sebaliknya adalah sebab dari kelemahan dan karena itu seseorang tidak dapat bergerak dan dibawa
kepada hidup dalam kesakitan dan kesusahan. Singkatnya semua fenomen secara umum adalah
konsekuensi dari prinsip-prinsip yang melahirkan mereka. Sebagaimana ketidakdosaan adaiah prinsip dan
dasar dari suatu kehidupan yang berkeutamaan, demikian juga kecondongan kepada yang jahat, melalui iri
hati, membuka jalan kepada semua kejahatan yang tampak setelah keirihatian. Sebaliknya manusia, dengan
memisahkan dirinya dari disposisi alamiah kepada kebaikan dan dengan condong kepada kejahatan, secara
spontan telah didorong menuju batas ekstrem dari kehancuran.
Setelah kejatuhannya, manusia, melalui kesalahan pribadi, mengambil jarak dari Tuhan, tetapi
Tuhan tidak meninggalkannya. Pertama-tama la mengirim pelbagai utusan, khususnya para nabi, cian
akhirnya AnakNya Yesus Kristus. Yesus dengan kehidupan dan ajaranNya, telah menunjukkan kepacla manusia
bagaimana hidup untuk mewujudkan 'imago Dei' dan Dia juga memberikan sakramen-sakramen sebagai
sarana untuk mewujudkan itu. Orang kristiani adalah pribadi yang berusaha untuk mencapai perwujudan
penuh dari 'imago Dei' melalui imitasi Yesus Kristus. Sebagai akibatnya, kristianitas adalah imitasi akan
hakekat ilahi.
Jiwa sendiri yang juga diciptakan menurut 'imago Dei' melalui rahmat Kristus dan anugerah -
anugerah Roh cenderrmg kembali kepada Tuhan dan mengubah dirinya ke dalamNya. tni adalah proses
asketis tanpa akhir dan tidak individuai tetapi komunal, karena rahmat yang menguduskan yang jiwa terima *idak
diterima hanya bagi diri sendiri, tetapi juga untuk bekerja sama daiam penyucian terhadap jiwa-jiwa ~ain.
Peran dari manusia yang kontemplatif adalah suatu peran perantara antara Logos (Putra Allah) dengan
manusia. Peran ini tidak dimengerti sebagaimana Clement dan Origenes telah lukiskan, yaif11 secara bebas
terhadap hierarkhi, tetapi sebagai suatu fungsi terhadap hierarkhi. Di sinilah kita temukan suatu pertemuan
penuh arti antara kebebasan spekulatif dari filsuf dan arti dari fungsi hierarkhis sebagai suatu sararia penting bagi
penyucian kristiani.

3.3. Dionysius Areopagita


Para sejarawan abad pertengahan telah tidak mengenal peran yang menentukan darì Dionysius
Areopagita dalam pembentukan filsafat kristiani dari Skolastik yang hebat seperti: Albertus Agung, Thomas
~,quinas, Bonaventura, Yohannes Duns Scotus, Meister Eckhardt, dsb. Pengaruh Dionysius ditemukan
misalnya daiam pemikiran tentang metafisika, Tuhan dan atribut-atributNya, angelologi, penyelenggaraan
+lahi dan problem kejahatan. Ada kurang lebih 1700 kutipan Thomas yang diambil dari Dionysius ini.
Dionysius mampu melakukan itu karena ia adalah brilian dan luar biasa dalam mensintesiskan antara
aemikiran neo-Platonis dengan ajaran kristiani. Usahanya bukan hanya untuk jaman abad pertengahan. 'etapi
juga untuk jaman kita.

3.3.1. Hidup dan Karyanya


Dionysius Areopagita adalah nama samaran karena itu kadang ia disebut sebagai Pseudo -
Dionysìus. Dia adalah seorang pengarang yang tidak diketahui, yang menulis sekitar akhir abad ke-5. Dia
memakai nama Dionysius yang adalah anggota dewan Areopagus yang dìtobatkan oleh St. Paulus
sebagaimana digambarkan dalam Kisah Para Rasul 17."' Karya-karyanya cukup penting dalam
pengembangan filsafat kristiani abad pertengahan dan juga untuk mistisisme. Pengarang ini diinspirasi oleh
neo-f'latonist akhir, khususnya Proclus (410-485). 12 Dari dia ia mengambil ide tentang prinsip tiga serangkai
(tritunggal) untuk memberikan pada suatu struktur organik terhadap realitas. Menurut Proclus, setiap tiga
serangkai mencakup tiga momen yang disebut: permanensi (monéIkeluar (proodos), clan kembali
(epistrophé). Dalam momen pertama, suatu ada ambii bagian dalam prinsip yang lebih tinggi, dan sejauh
ambil bagian, ia tetap tinggal dalam prinsip ini. Dalam prinsip kedua, ia berbeda dari prinsip yang lebih tinggi
dan meninggalkannya. Terima kasih pada momen ketiga, ia menginginkan untuk mendapatkan suatu
kesempurnaan lebih tinggi dan karena -itu ingin kembali kepada prinsip ketika ia datang.
Ada empat karya otentik, yakni:
1. De divinis Nominibus (tentang nama-nama ilahi): suatu penjelasan terhadap nama-nama dan atribut-
atribut yang Kitab Suci berikan kepada Tuhan. Ini adalah suatu pembahasan tentang nilai dari
pengetahuan kita dan tentang kemungkinan-kemungkinan serta batas batas dari bahasa
teologis,
2. De mystica Theologia: suatu review sintetis dari karya yang mendahuluinya, dengan lebih jauh
menggarisbawahi transendensi Allah,
3. De coelesti Hierarchia: suatu pembahasan tentang para malaekat. Karya ini mulai dengan suatu studi
tentang hakekat dan sifat-sifat malaekat, kemudian menetapkan pembagian mereka,
4. De ecclesiastica Hierarchia: suatu pembahasan tentang eklesiologi di dalam mana kita menemukan
suatu studi mengenai tiga sakramen (Baptis, Ekaristi, Minyak Suci), tiga status imamat (uskup,
imam, diakon), dan tiga status di bawahnya (biarawan, umat kristiani, katekumen). Pada
bagian apendiks dibahas antara lain tentang pembaptisan anak.

Ada dua tema besar dalam pemikiran Dionysius, yaitu Tuhan dan alani semesta. Keduanya berkaitan erat
seperti dalam pemikiran Agustinus tentang Tuhan dan jiwa. Allah dilihat Dionysius sebagai matahari yang
besar dan sangat kuat yang menyinarkan (memancarkan) cahayaNya yang murah hati dan efikak pada alam
semesta; dan alam semesta dilihatnya sebagai cermin luas yang memantulkan cahaya Tuhan dan
memantulkan atribut-atributNya. Segalanya disatukan secara kuat dalam visi pseudo-Dionysius tentang
i<osmos, karena segalanya dihubungkan dengan tiga kelipatan hierarkhi: segalanya keluar dari Tuhan,
segalanya kembali kepada Tuhan, dan segalanya tinggal di dalam Tuhan.

3.3.2. Allah, Penciptaan dan Struktur Hierarkhis dari Kosmos


Meskipun ada batas-batas kuat yang dia tempatkan pada pengetahuan manusia dan bahasa kita
ketika mendiskusikan Tuhan, dia menghadirkan konsep akan yang ilahi secara luar biasa. Yaitu dengan
mengaplikasikan kesimpulan-kesimpulan dari Plato dan Piotinus untuk Tuhan ketika mereka
mendiskusikan Kebaikan dan Keindahan. Seperti Plato dan Piotinus, Pseudo-Dionysius memikirkan keilahiQn
pertama dan terutama sebagai keindahan dan kebaikan yang tertinggi. hakiki dan substansial. Kebaikan adalah
eksistensi ilahi itu sendiri, 13 tinggal melebihi semua yang ada. Dia tidak mempunyai 5entuk tetapi memberi
semua bentuk; dan di dalam dia hanya ada tanpa substansi yang mengatasi semua substansi, bukan
kehidupan adalah kehidupan berlimpah, bukan akal budi merupakan kebijaksanaan yang melimpah, dan
semua benda yang ada dalam Kebaikan dapat memberikan bentuk-bentuk mereka dalam

tetapi beberapa orang laki-laki menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya, di antaranya juga Dionisius, anggota
majeiis Areopagus. ..."
"= Proclus adalah seorang filsuf penting di Yunani, wakil dari sekolah Neo-Platonisme Athena Lahir di Konstantinopel (Istanbul _ekarang),
dia belajar di Alexandria, Mesir dengan filsuf Yunani Olympiodorus dan kemudian bergabung dengan Akademìa di =.thena, akhirnya
menjadi direktur (diadochus). Di bawah pengaruh filsuf lamblichus, Sekolah Athena maju dan karakter saekulatif metafisis dan suatu
kepercayaan dalam kekafiran dan magik. Proclus memberi bentuk sistematìk kepada tradisi ini ',leskipun ia rielawan kristianitas. tetapi
dia membuat suatu bantuan penting untuk Theologi Kristen haik di Barat maupun di `imur pada abad pertengahan, khususnya pseudo-
Dionysius.
"= De divinis Ilominibus IV. 3.
suatu cara yang luar biasa epada ada yang tidak meniiliki ini.? a Kebaikìn ini dìrayakan oleh pam pengarang
1

suci sebagai Keindahan, dan Indah, sebagai Cinta dati Yang dicintai, tanpa mengatakan semua, nama-
nama ilahi yang lain yang diberikan kepada Sang Keindahan yang membuat indah dan murah hati dengan
semua. Keindahan dan Indah tidak dapat dipisahkan dalam sebab, yang memuat semua ada dalam satu.
Keindahan yang paling substansial disebut Sang Indah karena keindahan yang memberikan kepada semua
ada menurut ukuran masing-masing, la, sebagai sebab harmoni dan kecemerlangan dari sernua benda,
mencurahkan kepada semua dalam cahaya samar-samar, curahan hati yang cahaya aslinya membuat indah
dan 'memanggil semua benda kepada dirinya - di mana disebut Keindahan dan di mana ia mengumpuikan
segalanya kepada dirinya. 1 1 5

Julukan Tuhan sebagai Kebaikan dan Keindahan bukan untuk mendefinisikan hakekat TuNn secara
sederhana, tetapi untuk mencari pengertian dan menjelaskan hubungan yang pantas dikagumi
(mengagumkan) dengan menyatukan Tuhan dengan dunia dan dunia dengan Tuhan. Untuk itulah la
mengambil Kebaikan dan Keindahan sebagai atribut mendasar Tuhan, karena ini adalah atribut yang terbaik
yang menjembatani antara Tuhan dan ciptaan-ciptaanNya.
Bagi Dionysius dan pewahyuan yang ia percayai, Tuhan adalah sebab pertama dan universal dari
semua hal. Apa alasan mendalam dari tindakanNya inì? Alasannya adalah Kebaikan dan Keindahan. Tuhan
menciptakan alani semesta dan mengisinya dengan hai-hai yang mengagumkan karena Dia adalah Kebaikan
dan Keindahan. Sebagai Kebaikan, Dia memberikan kekayaan dari milikNya, dengan mengkomunikasikan
mereka kepada ada-ada yang lain. Sebagai Keindahan, Dia ingin memproduksi penonton-penonton yang
memandang, memuji, menikmati dan mencintaiNya. Menjadi sebab penuh dari suatu realitas, pentingnya
menjadi prinsip efisiens, formal dan final. Melalui KebaikanNya, Tuhan adalah sebab efisien dan final,
sementara sebagai Keindahan dia menjalani tiga tugas: Dan Keindahan ini, yakni semua ada telah menjadi
indah, masing-masing menurut caranya sendiri; dan karena sesuai dengan Keindahan, persahabatan dan
komunikasi dari semua benda ada; dan dalam Keindahan semua benda disatukan. Keindahan adalah
prinsip dari semua benda sebagai suatu sebab efisien yang menggerakkan semua benda dan menjaga
mereka tetap bersama dengan suatu cinta akan keindahan mereka masing masing. Keindahan adalah tujuan
dari semua benda dan pantas untuk dicintai sebagai suatu sebab akhir (causa finalis) dan daiam kenyataan,
semua hai dilahirkan karena Keindahan. Juga sebagai sebab exemplaris karena semua hai dibatasi dalam
referensi kepadaNya. Dalam kenyataan, hai yang sama terjadi pada Keindahan terjadi juga pada Kebaikan;
semua hai daiam setiap cara condong kepada Yang Baik dan Kebaikan. Kebaikan dan Keindahan Tunggal ini
daiam suatu cara tertentu merupakan sebab dari semua hai yang baik dan yang indah yang adalah banyak.
Pseudo-Dionysius membedakan tiga urutan daiam penciptaan: materi, spiritual dan manusiawi.
Dengan mengikuti contoh Proclus dia sampai pada suatu pembagian yang kompleks dan jauh lebih
terarti{culasi dari ciptaan-ciptaan melalui suatu aplikasi yang luar biasa dari prinsip-prinsip tiga serangkai.
Pertama, Tuhan menciptakan ada-ada dari dunia inteligibilis dengan akal (sumber) dan aktivitas
mereka. Kedua, Tuhan menciptakan manusia, ada-ada dari hakekat yang tercampur sejauh mereka
tersusun dari jiwa dan badan. Yang ketiga, ada-ada yang diciptakan Tuhan adalah binatang-binatang. Mereka
ini terbentang dari mereka yang terbang di udara sampai mereka yang berjalan atau merangkak di tanah, dari
mereka yang hidup di air atau yang bersifat ampibi sampai mereka yang menyembunyikan diri mereka di bawah
tanah atau hidup daiam gua-gua, kepada mereka yang diberikan suatu indera dan kehidupan. Harus
dikatakan bahwa mereka diberi roh dan kehidupan oleh Sang Kebaikan yang sama.

3.3.3. Pengetahuan dan Transendensi Allah: Problem akan Nama-Nama Ilahi


Menurut Dionysius, ada tiga cara fundamental untuk mengetahui dan berbicara tentang Tuhan:
afirmatif, negatif dan eminentia (yperoché). Dia mengatakan:"Adalah kebiasaan dari para teolog untuk
kembali ke pengertian-pengertian positif dan untuk menyangkal mereka supaya bisa mengaplikasikan mereka
uniuk Allah dalam suatu arti negatif. Karena itu KS memperlakukan Cahaya yang paling terang sebagai yang
tidak dapat dilihat dan memuji serfa menyehut dalam cara-cara yang bermacanrmacam Dia yang tak dapat
dibicarakan dan tanpa narna. Dia yang ada di mana-mana dan yang dapat ditemukan dari

Ibid.

'''' Ibid., IV.


i.
41
ealitas disebut yang tak terjangkau dan tidak mungkin untuk ditemukan ... tefapi, sebagaimana telah saya
sampaikan, dalam menerima mysteri-mysteri ilahi dalam kebiasaan kita, karena kita disertakan datanr
~ingkaran yang akrab akan realitas inderawi dan mereduksi misteri-misteri ilahi pada norma manusiawi, kita .atuh
ke dalam kesalahan ketika kita mereduksi kata rahasia akan Allah pada level penampakan penampakan. Ini
tidak mengubah fakta bahwa kalau inteligensi kita memiliki fakultas (sarana) untuk ^,engetahui dan mengerti hal-hal
yang dap,at dimengerti juga, kemudian inteligensi kita juga diberik.an :engan suatu kesatuan (enosis) yang
mengatasi hakekat dari inteligensi. Melalui kesatuan ini akal budì ,~hubungké+n dengan Dia yang mengatasi
segalanya. Adalah dalam cara ini hahwa seseorang mengetahrri 'jhan sebagaimana hendaknya. bukan menurut
metode-metode kernanusiaan kita, tetapi menuju secara engkap di luar diri kita untuk memiliki Allah secara
lengkap. Kenyataannya, hal terbaik adalah menjadi
,
nilik Dia sehruhnya, dengan meninggalkan diri kita di belakang karena anugerah-anugerah ilahi diberikan
-epada mereka ,Vang masuk ke dalam komunio dengan Allah. Dengan merayakan dengan cara ini. menurut
transendensinya, suatu yang tak dapat dipikirkan, tak dapat dimengeti dan Kebijaksaan yang tidak rderawi, kita
menyatakan bahwa inilah sebab dari semua inteligensi, semua akal budi, semua ,ebijaksanaan, yang
semua nasehat adalah miliknya. Darinya diturunkan setiap pengetahuan, dan itu .terisi semua kekayaan
kebijaksanaan dan pengetahuan. Akibatnya, dalam persetujuan dengan konklusi ,gita terdahulu, inilah Sebab
yang paling bijak dan Substansi sendiri dari setiap kebijaksanaan. diambil eeduanya dalam dirinya sendiri dan
dalam totalitasnya, sebagaimana setiap kebijaksanaan dipikirkan secara individual."16
Kita telah melihat teks mendasar dari De Divinis Nominibus karena itulah satu dari sedikit tempat di -nana
Pseudo-Dionysius secara bersama-sama mempertimbangkan semua tiga mode berbicara dan mengetahui
Allah."7 Kedua yang pertama, yakni cara afirmatif dan negatif, yang dia biasanya meneliti
secara mendalam, adalah sulit disebutkan di sini. Sebaliknya cara ketiga, yang di sini disebut 'unitif dianalisis
dengan hati-hati dan presìs.
Tetapi apa yang pengarang De divinis Nominibus maksudkan dengan terminus positif, negatif dan
eminentia, dan atas dasar apa dia membenarkan tiga cara ini untuk mengetahui dan berbicara tentang Tuhan?
a. Cara oositif: cara pertama untuk sampai kepada Tuhan adalah cara positif. Disebut pertama bukan
dalam arti urutan keunggulannnya, tetapi dalam urutan waktu. Inilah titik berangkat yang membuat
dua cara lain mungkin. Kenyataannya, tidak dapat ada, baik negasi maupun eminentia, kalau tidak
ada untuk disangkal atau diatasi. Untuk mengetahui dan mendiskusikan Allah secara positif,
menurut Pseudo-Dionysius adalah suatu kemungkinan efektif bagi manusia karena dua alasan:
(1) bahwa Tuhan memproduksi benda-benda, 118 dan dalam kualitasNya sebagai Sebab efisiens
Dia membuat benda-benda ambii bagian pada beberapa kesempurnaanNya. Dan Dia
mempengaruhi dalam mereka beberapa keserupaan terhadap DiriNya. Karena itu manusia,
dalam mengetahuì benda-benda, ia mengetahui Allah;
(2) bahwa Allah , dalam pendapat Pseudo-Dionysius dengan sengaja memproduksi simbolsimbol
dengan mana manusia dapat mencapai Dia dan dengan mana manusia dapat
berbicara tentang Dia. 119
Untuk menjelaskan pemikiran Pseudo-Dionysius berkaitan dengan dua motivasi yang diambil untuk
membenarkan penggunaan kata-kata dan konsep kita untuk Tuhan, dia mempergunakan gambaran
"ajaran tentang eksemplaritas." (di atas dasar ajaran inilah simbolisme tentang keserupaan
ciptaan dan Pencipta dijelaskan). Exemplarisme, atau sifat untuk mempergunakan benda-benda lain
sebagai model adalah sangat disukai Pseudo-Dionysius. Sifat itu milik Allah dan ciptaan lain itu meniru; jadi
yang lebih tìnggi mentransmisi ke yang lebih rendah, dst. Dengan rloklrin tentang exemplarisme ini dia
memberikan suatu dasar yang kuat teriìadap bahasa religius.

'~ Ibid., VI I, I.
'- Biasanya P~.eudo-Dionysius tidak menghadirkan pembagian dalam tiga bentuk bahasa teologìs seperti inì, tetapi hanya dua
S
bentuk, yakni cnra positif dan negative.
~ De divinis Nominibus I, 2: I, 7; V, 4.
Ibid., I, 4.: "Cinta Allah kepada manusia menyertakan yang dapat dimengerti dalam yang dapat diinderai. yang melebihi yany ada
dalarn yancr ada, memberikan bentuk terhadap apa yang tak dapat dibentuk, dan melalui suatu variasi symbol-simbol yang sebagian
memF>erbanyak danmenghadìrkan Kesederhanaan yang luar biasa yang tidak dapat diberikan representasi."
Untuk itu perlu dibedakan antara ungkapan yang merupakan milik keberadaan Allah (nilai
apophatik bahasa) dan milik aspek dinamis Allah (nilai kataphatik bahasa: dengan gambaran -
gambaran). Kita tidak mungkin berbicara tentang kodrat Allah, tetapi kita bis aberbicara tentang
aktivitas Allah. Apa yang ada dalam DiriNya mengatasi semua inteligensi, pengetahuan dan
bahasa. Benda-benda diproduksì dalam gambaran Allah, kemudian nama-nama mereka dapat
ditransfer kepadaNya. Tetapi ini tidak cukup untuk menentukan nilai sejati dari bahasa positif. Apa nilai
bahasa religius yang didasarkan pada simbolisme? Jelas tipe bahasa ìni hanya dapat mempunyai
suatu nilai simbolik. Ini mengungkapkan realitas ilahi dalam suatu gambaran kiasan yang tidak
langsung.
Pseudo-Dionysius juga mempergunakan prinsip hierarkhi untuk menjelaskan cara positif ini. Untuk itu ia
mempergunakan gambaran api. Nama `api' menuntut suatu arti yang berbeda ketika
diaplikasikan kepada Tuhan yang mengatasi setiap akal budi. atau ketika diaplikasikan pada
Keutamaan PenyelenggaraanNya atau Akal Budi yang dapat dimengerti, atau pada Malaikat Dalam
tempat pertama ia menunjukkan sebab, dan yang kedua substansi, senta yang ketiga dalani partisipasi,
dan dalam yang lain sesuatu yang lain. Ini karena simbol-simbol suci harus diaplikasikan secara
konkret pada sebab-sebab, substansi-substansi, potensi-potensi, aturan aturan, dan kelayakan-
kelayakan dari mana mereka menyatakan tanda-tanda.

Cara neaatif: cara-cara positif bukanlah satu-satunya cara untuk berbicara tentang Allah. Cara
pertama diikuti oleh dua cara berikutnya, yaitu cara negatif dan cara eminensi. Bahasa negatif
dipergunakan ketika seseorang mengeksklusi atribusi akan beberapa sifat terhadap Tuhan.
Misalnya: ketika saya mengatakan bahwa Tuhan itu tidak terbatas, saya mengeksklusi
keterbatasan. Cara ini dibenarkan dengan alasan yang sama dengan bahasa kataphatik. Yang
kemudian dibenarkan dengan dua kenyataan: (1) bahwa Tuhan itu sebab segalanya; (2) bahwa
Tuhan memberikan kepada manusia simbol-simbol dengan mana manusia mengenal Tuhan.
Manusia tidak pernah mengetahui Dia secara memadai. Maka penggunakan simbol mencegah
manusia dari mencapai Tuhan secara langsung. 120 Juga keperluan untuk mengenal Dia melalui
akibat-akibatNya mencegah Dia dimengerti dan diungkapkan secara keseluruhan. Karena itu
penggunaan negatif dari bahasa dalam suatu gambaran teologis itu dibenarkan secara penuh. Dan ini harus
lebih dipilih daripada cara yang positif. Ini karena Tuhan (Yang Ilahi) tidak dapat dicapai dengan
pikiran maupun kata-kata. 121 Negasi tidak harus dimengerti sebagai privasi (privatio,
kekurangan), tetapi transendensi.

c. Cara eminensi: meskipun unggul, cara negatif tidak mernadai untuk mengungkapkan realitas ilahi. Cara
negatif harus diatasi dengan cara erninensi (eminere (2), eminens: mencolok mata menjulang,
keunggulan,keluhuran). Negasi, mengimplikasi suatu kekurangan akan kesempurnaan
dan karena itu tidak mampu mengungkapkan kebesaran kesempurnan ilahi. Pseudo-Dionysius
mengambil 1 Kor 1, 25: "Sebab yang bodoh dari Allah itu Iebih besar hikmatnya daripada manusia dan
yang lemah dari Allah Iebih kuat daripada manusia." Lalu bagaimana cara eminensi ini
dijelaskan oleh Pseudo-Dionysius?
t<etidakmemadaiannya cara negatif dapat diganti dengan cara eminensi. Untuk mengerti ini,
pertama-tama perlulah mengerti apa yang Pseudo-Dionysius maksudkan dengan kata "cara atau jalan
eminensi." Sayang sekali bahwa ini tidak mudah karena dia tidak pernah merumuskannya secara
sintetis. Sekalipun demikian kita dapat menarik suatu gambaran yang jelas dari pemikirannya.
Dengan 'jalan eminensi' dia tidak bermaksud melampaui metode positif clan negatif secara sederhana.
Dia tidak hanya ingin memurnikan bahasa kita, totapi juga ingin mewujudkan, suatu pendekatan yang
efektif pada suatu ungkapan yang lebih mernadai dari realitas ilahi. Cara atau jalan eminensi tidak
hanya ingin menunjuk aspek dinamis dari realitas, tetapi juga aspek ada. Cara ini cenderung menuju
kepada hakekat Allah sendiri. Dia katakan: "Kitab Suci menyebut Tuhan itu Logos bukan hanya
karena Dia menyalurkan akal budi, inteligensi dan kebijaksanaan.

~== Ibid., I, 4, VII, I.


Ibid., I, 5.
tetapi juga karena Dia sudah berisi dalam DiriNya sebab-sebab dari sernua benda dalam suatu bentuk
sintetis (sudah disintesis), karena Dia melewati semua realitas dan memasuki semua benda pada
extremitas mereka (kebutuhan yang sangat); dan juga karena Logos ilahi adalah lebih sederhana
daripada kesederhanaan apapun, dan karena super-esensiali tas transendensNya dia
lepas dari setiap atribut,"122
Karena hakekat ilahi tidak dapat dicapai oleh konsep apapun dalam bidang pengetahuan, secara linguistik
hakekat ini dapat diusulkan dengan penggunaan bahasa superlatif (misalnya: Tuhan maha baik, maha
sempurna, maha pengampun, dsb.). Kata "super" mempunyai fungsi demikian: ia seperti suatu anak panah
yang ditempatkan pada kata-kata kita untuk mengarahkan mereka menuju Tuhan. Dengan suatu
penggunaan kata 'super' yang berlimpah, Pseudo-Dionysius berhasil menyusun suatu sistem yang luar
biasa akan tanda-tanda, semua yang menuju pada satu titik realitas ilahi, yang tidak terbatas, yang paling
sederhana dan paling sempurna. Bahasa eminensi membantu akal budi memandang Tuhan sampai
mencapai Dia dan menggabungkannya dengan Dia. Ketika ini terjadi, bahasa akan kehabisan tugasnya
(selesai tugasnya) dan dapat dikesampingkan.

3.4. Maximus Confessor


3.4.1. Hidup dan Karyanya
Lahir tahun 580 dari keluarga kaya di Byzantium. la dapat pendìdikari sastra dan budaya yang bagus.
la sempat menjadi seorang politikus, malahan sempat menjadi sekretaris Kaisar. Tahun 630 menjadi biarawan di
Chrysopolis (Sekarang Scutari). Kemudian ia pergi ke Alexandria dan Karthago, di sana ia melawan kaurn
bidaah:
a. Monophysitisme (Euthichianisme):123 Nestorius ingin memisahkan antara keilahian dan kemanusiaan
Kristus. Monophysit hendak mempertahankan kesatuan mutlak Sabda kekal dan Sabda Inkarnatoris,
tetapi mencampuradukkan keduanya, kurang membedakan kodrat ilahi dan insani.
Ajarannhya: pada Kristus hanya ada satu kodrat. Sebelum inkamasi ada dua kodrat, setelah inkarnasi
hanya satu kodrat, yang insani hanyut dalam kodrat ilahi. Kristus tidak menderita sengsara. Arti inkarnasi
Kristus untuk penebusan dan pengudusan manusia dijadikan luhur sekali. Kemanusiaan Kristus sebagai
Roh yang menghidupkan untuk umat manusia. Konsekuensi bahaya dari ajaran ini ialah: andaikata Kristus
bukan manusia lagi, maka ia tiadakan seluruh ajaran tentang inkarnasi dan penebusan. Ajaran ini
tersebar di Mesir, pelbagai biara di Konstantinopel (Istanbul sekarang). Pewarta: Euthyches (pembesar
biara di Konstantinopel dengan 300 rahib. la berelasi dengan uskup Alexandria Dioscorus pengganti
Cyrillus dan beberapa orang istana kaisar. Penentang ajaran ini ialah Theodoretus dari Cyrus. Sinode
Konstantinopel tahun 448 memecat dia sebagai imam (oleh Batrik Konstantinopel Flavianus). Kemudian
dia dan Dioscorus mencari dukungan kaisar. Kaisar mengadakan Konsili di Efesus (449). Paus mengutus
tiga delegatus, tetapi tidak berkutik, karena mereka tidak mengerti bahasa Yunani. Malahan Dioscorus
ketua sidang disertai 200 rahib. Keputusan yang diambil: semua orang yang menganut dua kodrat dalam
Kristus dinyatakan salah. la memaksa Paus tanda tangan, para utusan Paus disiksa (karena mereka
mendatangkan pasukan). Flavianus disiksa dan meninggal. Paus Leo I diberì tahu dan mengecap ini
sebagai Svnode Para Penyamun (Latrocinium).
Pengganti Theodosius adalah saudarinya St. Pulcherìa. Bersama suarninyn ia nìembela ajaran yang
benar. Paus Leo I mengusulkan Konsili Baru yang didukung kaisar Timur dan Barat. Para uskup yang
dibuang di Synode Penyamun dipanggil kembali. Tahun 451 diadakan Konsili Chalcedon (di tepi selat
Bosporus) untuk merumuskan ajaran yang benar. Kaisar Marcianus pengganti Theodosius yang
mendukung Konsili ini setelahTheodosius tidak banyak membantu dan menanggapi surat Paus Leo I.
46
b. Monotelisme: ajaran tentang satu kehendak dan aktivitas dalam Kristus. Jadi hanya satu kodrat, maka
juga satu kehendak, satu mode aktivitas (monergetisme: mono + energeia), yakni kehendak ilahi saja.
Konsili Lateran mengutuknya (649).

Maximus Confessor menderita karena kaisar. la dipotong lidahnya dan tanggal 13 Agustus 662 meninggal
Adapun karya dari Maximus ini cukup banyak, antara lain:
- 11 karya melawan Monophysitisme
- 23 karya melawan Monotelisme
komentar-komentar atas Dionysius Areopagita dan Gregorius Nazianze
- yang terpenting adalah: Liber Asceticus, 500 capita theologica, Capita gnostica, dan
Ambigua
Fokusnya Krsitologi, tetapi ia juga neo-Patonis yang orientasinya ke filsafat kristiani. Idenya: unifikasi
modus-modus ada dan esensi-esensi yang tercipta dalam Logos inkarnatoris (Jadi exitus dan reditus)

3.4.2. Visi atas Cosmos


la tuangkan dalam Ambigua. Ada lima pembedaan mendasar ke dalam mana orang-orang kuno
membagi dunia:
, yang satu yang membedakan antara hakekat yang tercipta dan yang tidak tercipta (Tuhan)
b. yang memisahkan dunia tercipta ke dalam yang inderawi dan yang dapat dimengerti (inteligibilis) c.
yang membagi dunia inderawi ke dalam langit (surga) dan bumi d. yang membagi bumi ke dalam firdaus
dan bagian yang didiami oleh manusia e, yang membedakan manusia ke dalam laki-laki dan perempuan.

Manusia diciptakan terakhir karena dia itu penghubung antara ciptaan-ciptaan itu dengan Tuhan. Manusia
harus membawa kembali semua ciptaan kepada Tuhan.

3.4.3. Tuhan, Manusia, Kristus


Dinamika semua alam ciptaan itu menuju Thecsis. Manusia itu ciptaan paling sempurna, telah
ambii bagian dalam hidup ilahi, telah hilang lalu minta ]agi lewat Kristus. Manusia sebagai copula mundi, a
great rulero f the cosmos. Kitamenuju Tuhan yang adalah maha tahu. Theosis itu ekstasi dari sendiri untuk
mengenal Tuhan.
Manusia itu seri dari triade:
triade pertama: psikologis
genesis:lahir
kinesis: konversi (perubahan)
éxtasis: damai dalam Theosis q-
triade kedua: metafisica
 ada (einai)
 ~éa baik (eu einai)
 ada selalu abadi (aei einai)
triade ketiga (paling sempurna): Tritunggal
 Bapa: monade tertinggi
 Diade: kelahiran Sabda
 Triade: RK gabungan hidup Bapa dan Putra

Maka skema menjadi demikian:


Genesis kinesis ekstasis
Ada ada yang baik senantiasa ada
Bapa Putra Roh Kudus
41

3.5. Yohanes Scotus Eriugena (Erigena)


Di daerah Timur karya dan pemikiran Gregorius dari Nyssa, Pseudo-Dionysius, dan Maximus
Confessor sangat berpengaruh. Sebaliknya di dunia Barat setelah invasi orang barbarik dan kejatuhan
kekaisaran, muncul jaman kegelapan yana berlanasuna kuray lebih tiQa abad • Selanjutnya suatu kelahiran
kultural pertama kali berlangsung dalam jaman Charlemagne, Dalam jaman ini pula terjadi pertemuan
antara budaya Yunani dan Romawi. Dalam pertemuan ini warisan budaya yang kaya, pemikiran filosofis dan
teologis serta mistis dari Bapa Gereja Yunani menjadi terbuka bagi para pertapa Latin. Tokoh terkenal adalah
Yohanes Scotus Eregena. Dialah Bapa Gereja terakhir dan pertama dari jaman Skolastik.
Dia sangat menguasai Kitab Suci dan ahli akan penafsiran kembali bapa-bapa gereja, khususnya para
Bapa Gereja Yunani. Dengan kecakapan tersebut Scotus mencari suatu koordinasi baru antara iman dan akal
budi dengan mengambil elemen-elemen implisitnya dari Neo-Platonisme, la mengusulkan suatu visi kompleks
akan alam semesta di dalam mana teori-teori filsafat dan kebenaran-kebanaran kristiani saling meresapi dan
mendorong, la mencoba membuat suatu usaha yang tegas untuk mengharmonisasi filsafat neo-Platonis
dengan teologi kristiani yang ortodoks. Dalam totalitasnya, dalam ukuran dan kekayaanya, karyanya
merupakan suatu puncak sebelum Skolastisisme. Karyanya sungguh terus mempengaruhi Platonis-
Agustinian dalam jaman abad pertengahan dan setelah itu..
Dia sering dijuluki sebagai seorang rasionalist, kadang iluminist, atau bahkan pantheist oleh para ahli.
Di antara pemikir kristiani dia disebut sebagai seorang filsuf neo-Platonis kristiani atau seorang mistik. Empat
abad setelah kematiannya, karya monumentalnya "De devisione n'ature" atau "pembagian alam semesta"
dicarì untuk dibakar (in jelas dari pernyataan Paus Honorius III tgl. 23 Januari 1225), karena buku ini dikutuk
melalui Konsili di Sens - Perancis. Yohanes Scotus Erigena adalah orang pertama (menurut sejarawan
Haure dan Tenneman) yang melawan dogmatisme pada jaman itu. Tetapi pemikir lain mengatakan bahwa
dalam diri Scotus Erigena kita menemukan suatu rasionalisme yang lunak.

3.5.1. Hidup dan Karya


la lahir di Ir!andia pada tahun-tahun pertarnoabad ke-9. la menerima formasi intelektual di tanah
kelahirannya, termasuk studi bahasa Latin dan Yunani. Bahasa Yunani diajarkan di Irlandia pada awal abad
ke-9, meskipun hanya dasar-dasarnya. Pada umur yang amat muda ia menjadi pertapa dan kemudian ia
menjadi terkenal di kalangan teman-temannya yang Perancis dan Irlandia. Setelah invasi bangsa Denmark
ke Irlandia ia lari ke Perancis (Gallia). Dari uskup-uskup Perancis ia mendapat tugas untuk menolak tesis-
tesis Gottschalc yang telah mengantisipasi posisi Calvin dalam mempertahankan
predestinasi baik soal kutukan maupun keselamatan abadi. Dalam buku kecil "De praedestinatione" ia
melGwan tesis Gottschalc dengan menyangkal segala bentuk predestinasi, tetapi ia menggarisbawahi unsur
manusiawi dari keselamatan yang dekat dengan bidaah Pelagius. Ini yang menyebabkan sensor dari Uskup
Laon dan Reims yang menyusul setelah kutukan dalam konsili Valence dan Langres.
Benturan dengan otoritas gerejani inilah yang membawa dia pada konsentrasi terhadap
terjemahan karya-karya fundamental dari neo-Platonisme kristiani "Corpus areopagiticum, De hominis
opificio dari Gregorius Nyssa, dan Ambigua dari Maximus Confessor." Kemudian ia melengkapi karya
monumentalnya De Divisione naturae. Ini adalah suatu dialog panjang antara seorang guru dan muridnya
(dalam lima buku) di dalam mana ia menghadirkan semua problematika kristiani yang dia hadapi dan
kembangkan di atas dasar neo-Platonisme dan ia memikirkan secara sistematis dengan beberapa
aksentuasi khusus. Setelah itu tidak ada indikasi tentang kegiatannya setelah 870 dan juga kita tidak tahu
kapan tanggal kematiannya.

3.5.2. Iman dan Akal Budi: rasionalisme teologis dari Yohanes Scotus Erigena
Dalam filsafat, problem pertama yang perlu dipecahkan adalah persoalan epistemologis, atau
problem tentang nilai dar__ i_Pengetah_ua_n. Ini tsmpak dalam sejarah filsafat seperti kita temukand alam
Socrates, Plàto, Aristoteles, Agustinus, Descartes, Spinoza, David Hume, Berkeley, Immanuel Kant, dsb.
Dalam filsafat kristiani, persoalan ini juga dijumpai. Tetapi di sini problem itu unik karena subjek
tidak hanya berkaitan dengan masalah nilai dari iman atau akal budi, tetapi masalah relasi antara dua
dimensi gnoseologis dari iman dan akal budi. Inilah yang telah diusahakan para pemikir kristiani
sebelumnya seperti Clement dari Alexandria dan Origenes. Sehingga filsafat kristiani menjadi suatu kerja
48
sama yang subur antara prosedur rasional khusus dan kebenaran-kebenaran yang diwartakan oleh orang orang
kristiani kepada dunia.
Scotus juga memikirkan masalah ini dan ia menawarkan solusi searah dengan para gurunya
(Clement, Origenes, Gregorius dari Nyssa) dengan mengafirmasi persetujuan substansial antara iman dan akal
budi. Tetapi dia menempatkan suatu tekanan besar pada nilai akal budi dalam studi tentang Sabda Tuhan dan
dalam pembenaran terhadap kebenaran iman. Atas dasar ini posisinya disebut sebagai "rasionalisme
teologis."
Bagi dia pewahyuan itu merupakan prinsip asli dari kebenaran dan Kitab Suci adalah dasar dan
kriterium tetap tertinggi dari kebenaran. Karena itu "dalam segala hai orang harus mengikuti otoritas dari
Kitab Suci karena di dalam tempatnya yang rahasia berisi kebenaran."1 24 Segala penelitian, studi, yang tidak
mempertimbangkan Kitab Suci atau yang tidak disokong oleh Pewahyuan adalah sewenang-wenang, Bahkan
dengan tegas ia katakan bahwa segala penelitian, studi, yang tidak dapat dibuktikan dengan otoritas Kitab
Suci atau Bapa-bapa Gereja, tidak dapat diterima sebagai suatu doktrin pasti; dan ini akan merupakan
sesuatu yang gegabah.125 Kebenaran ditemukan dalam Kitab Suci, karen aitu tempat di mana ditemukan adalah
"rahasia" dan karena itu kebenaran tidak dapat ditentukan tanpa penelitian, analisis, dan perembesan. Untuk
bisa sampai ke tempat rahasia ini orang harus melampaui arti literer. Maka orang jangan menafsirkan
secara literer apa yang yang teks suci nyatakan; dan dia menyatakan bahwa ada banyak (memang tak
terbatas) arti yang terkandung dalam teks. Untuk itu tak satupun tafsiran yang digunakan seseorang
dianggap eksklusif dan mutlak: "nullius expositoris sensus sensum alterius aufert." 126 Kebenaran diberikan
sedemikian rupa sehingga dia dapat dan harus dicari. Ini adalah tugas "ratio" untuk menampilkan penelitian
ini, meskipun akal budi tidak pernah dapat mengharapkan secara penuh untuk menangkap kebenaran yang
tetap tersembunyi di dalam "tempat rahasia." Tujuannya selalu untuk mencapai suatu ambang pintu yang
baru dan bukan untuk memiliki kebenaran.
Scotus memaksudkan bahwa ratio" yang mencari "kebenaran-kebenaran rahasia" haruslah filsafat
karena tugas dari filsafat adalah "untuk merefleksikan sebab tunggal dari segala hai, yang adalah Tuhan."
Filsafat memikirkan hakekat ilagi; tugasnya adalah "investigatio divinae essenstiae." Kebenaran filsafat harus
secara perlu sesuai dengan Pewahyuan dan teologi. Dalam kenyataan filsafat dan teologi mempunyai asal
yang sama dari yang ilahi. Keduanya merupakan ekspresi dari Kebijaksanaan abadi yang sama, dan karena itu
tidak ada kontradiksi atau oposisi antara keduanya karena tidak mungkin bagi dua anugerah ilahi itu
kontradiksi. Bagi Scotus spekulasi filosofis adalah suatu bentuk penjelasan yang terperinci dari
kebenaran yang diafirmasi oleh iman, sebagaimana kebenaran yang diwahyukan berisi semuanya
kebenaran yang mungkin dari akal budi. Bila ada konflik antara ratio dan otoritas seperti "para bapa Gereja,
Uskup, Konsili, dsb., maka orang harus memilih kebenaran akal budi.

3.5.3. De divisione naturae


Inilah karya utama Scotus Erigena. Karya ini diinspirasi oleh pembagian dunia yang dilontarkan
oleh Maximus Confessor. Scotus memperkenalkan empat pembagian mendasar yang dia beri istilah:
 kodrat yang tidak tercipta dan yang tidak menciptakan: inilah Tuhan dalam kesempurnaanNya yang
abadi sebelum penciptaan
 kodrat yang tidak tercipta dan yang menciptakan: inilah kesatuan ilahi dari mana segalanya
dilahirkan
kodrat yang tercipta dan yang menciptakan: inilah pola dasar abadi dalam akal budi ilahi
 kodrat yang tercipta dan yang tidak menciptakan: inilah realitas yang banyak dan dapat berubah
yang membuat alam semesta yang diciptakan.

Scotus mengerti "pembagian" dari kodrat sebagai suatu keturunan yang kontinyu dari kesatuan yang tak
dapat berubah dari prinsip ilahi yang terbesar dan tunggal yang menurun ke multiplisitas yang tanpa batas
dari penentuan-penentuan yang berikutnya. Dari Ide-ide, pola dasar ilahi secara langsung diturunkanlah
genus-genus, spesies-spesies dan kemudian substansi-substansi individual. Ini semua

124 De divisione naturae, I, 64.


125 Ibid., IV, 7.
126
Ibid., III, 24.
41
49
adalah suatu karya ilahi, karya dari Tritunggal, yang memproduksi segala ciptaan dalam gambarnya.
Hakekat ini cocok dengan Bapa, sang "kebijaksanaan" yang diwujudkan oleh Putra, dan "karya/operatio"
Roh Kudus. Ada suatu proses kontinyu dari "epiphany/pewahyuan" dari Tritunggal, menurut suatu proses
hierarkhi khusus yang meluas dari substansi imaterial (seperti hierarkhi para malaekat) ke manusia (yang
ambi: bagian dalam baik aturan material maupun spiritual). Karena itu para malaekat yang menduduki level
pertama dalam urutan ciptaan-ciptaan adalah inteligensi yang sempurna di dalam mana Tritunggal
membiaskan dirinya dalam ungkapannya yang tertinggi. Para malekat berbeda dari Ide-ide Ilahi karena
mereka memiliki suatu tubuh spiritual, meskipun tanpa dimensi dan bentuk inderawi (sensibilis), tetapi tetap
berbeda dari kesederhanaan (simplisitas) mutlak dari kodrat yang tercipta dan yang menciptakan. Para
malaekat memiliki hak khusus (privelese) akan pengetahuan langsung mengenai realitas ilahi dalam Ide ide
dan Sebab-sebab abadi dari semua hai. Tetapi para maiaekat ambii bagian dalam pengetahuan ini dalanm
suatu car ahierarkhis, menurut kesempurnaan yang lebih atau kurang dari mereka. Hierarkhi ini meluas sampai
ke tingkat yang terendah dari para malaekat, yang memberi pengetahuan mereka pada tingkat-tingkat yang
tertinggi dari hierarkhi gerejawi. Dari sini pengetahuan maju ke tingkat-tingkat yang lebih rendah dari
hierarkhi gerejawi dan ke umat beriman.
Manusia memiliki tempat khusus di dunia. Dia, sejauh sebagai tubuh, menggabungkan dirinya ke ada yang
inderawi; sebagai jiwa, dia digabungkan dengan ada-ada spiritual. Karena itu manusia mengandung semua
duni ayang tercipta daiam dirinya, dan merupakan suatu tipe dari "officina mundi" atau bengkel, tempat
kerja dunia.
Semua batasan mengenai manusia yang dirumuskan oleh para filsuf (animai rationale, "logos
spermatikos", dsb.) adalah tidak mencukupi. Hanya akal budi ilahi memiliki suatu gambar benar dan
menyeluruh dari akal budi manusia, karena akal budi manusia dibentuk oleh yang ilahi; dan akal budi
manusia cenderung ke yang ilahi. Paham mengenai manusia yang terletak dalam akal budi ilahi itu
sederhana/simpel, karena segalanya adalah sederhana dalam Tuhan. Definisi ini bahkan tidak dapat
dikatakan dengan cara lain karena mengatasi setiap definisi dan setiap koleksi dari bagian-bagiannya.
Akibatnya kita hanya bisa mengatakan bahwa suatu realitas dalam Tuhan itu ada, tetapi kita tidak dapat
mengatakan apa itu. Karena itu, suatu definisi substansial yang benar harus hanya mengafirmasi bahwa
sesuatu adalah, tanpa mengatakan apa itu: "solummodo affirmat esse, et negat quid esse." 127 (hanya cara
mengafirmasi ada dan yang menyangkai ada). Akal budi berjalan bersama manusia sebagaimana teologi
berjalan bersam aTuhan' ia menyangkal apa ada manusia dan mengafirmasi hanya saja ada manusia.
Ketika berbicara tentang hakekat somatis dan seksualitas manusia, Scotus mempergunakan solusi
Maximus Confessor. Berkaitan dengan kodrat somatis, dia membedakan antara hakekat somatis yang tidak
dapat rusak dari manusia, yang diberikan kepada manusia sebelum dosa dan akan dipulihkan sesudah
kebangkitan tubuh, dan hakekat somatis yang dapat rusak dan sementara dari manusia yang adalah akibat
dari kutukan setelah kejatuhan. Berkaitan dengan seksualitas, ini tidak menyinggung manusia ideai dan
tidak dilihat sebelumnya bagi manusia kecuali sebagai suatu solusi terhadap multiplikasi manusia setelah dosa
asal. Karena itu gabungan seks Qenis kelamin) tak pernah berlangsung dan manusia akan menjadi
banyak dalam cara yang sama dengan hakekat malaekat. Hakekat malaekat, meskipun satu, "simul et
semel" atau bersama dan sekali, memperbanyak dalam dirinya ke dalam suatu yang banyak yang tak
terbatas dari para malaekat.
Manusia adalah "imago Dei" atau gambar Allah. Dan ini tercetak bukan dalam status somatis manusia,
tetapi dalam jiwa dan hakekat somatis abadi dan tak dapat rusak dari manusia. Sebagai ikon Allah, jiwa
dibawa ke Allah melalui tiga gerakan:
1. sensibilis dan berkembang daiam dunia tubuh
2. berkarya menurut kodrat dan kecenderungan ke Allah bersama dengan jiwa
3, gerakan menurut jiwa yang diarahkan kepada Tuhan dalam transendensiNya yang tidak
terbatas.

Di sini manusia mengatasi batas-batas kodratnya dengan rahmat yan diberikan Tuhan. Karena itu awal dari
kembalinya manusia kepada Tuhan berlangsung dalam tubuh dan diwujudkan ketika tubuh membagi ke
dalam empat unsur yang tersusun. Kemudian dengan kebangkitan setiap orang memiliki tubuhnya, dan
50
tubuh ini diubah ke dalam roh. Kemudian seluruh kodrat manusia kembali ke sebab-sebab awal, Akhirnya
semua kodrat dan sebab-sebabnya bergerak menuju Tuhan dalam suatu prosesi yang luar biasa, seperti udara
bergerak menuju cahaya; pada poin ini Tuhan "menjadi segalanya dalam semua."
Titik yang menyedihkan dari visi Scotus mengenai kosmos, seperti para pemikir neo-Platonis
kristiani adalah masalah kejahatan. Baginya yang jahat sepertinya (tampak) mempunyai suatu karakter yang
lebih ontologis daripada moral. Dan fungsinya adalah mengungkapkan gerakan diastolik (ekspansi) dan
sistolik (kontraksi) alam semesta. Kejahatan tidak bisa memiliki katakter mutlak, tetapi hanya sementarn.
41
BAB IV
EKLEKTISISME KRISTIANI BOETHIUS

Filsafat kristiani memiliki alasan-alasan yang sama untuk diversifikasi dan spesifikasi yang layak
untuk filsafat sedemikian rupa. Filsafat, seperti kita ketahui, selalu secara mendasar merupakan
perspektif, yang kurang lebih, luas dan komprehensif akan realitas. Ada kasus-kasus di mana filsafat
bukanlah hasil dari satu perspektif, tetapi dari suatu kombinasi akan dua atau lebih perspektif. Dalam
kasus ini kita memiliki apa yang disebut eklektisisme.
Eklektisisme 128 adalah satu tahap yang dapat menghadirkan dirinya sendiri dalam suatu momen
sejarah filsafat, tetapi sangat khas pada periode-periode yang mengikuti momen-momen dari kreativitas
yang besar. Karena itu dalam Filsafat Yunani aklektisisme sebagai suatu perspektif filosofis muncul hanya
setelah Plato, Aristoteles dan Zeno memproduksi sistem mereka yang besar dan mengagumkan.
Beberapa yang lain, khususnya Cicero, mencoba untuk menggabungkan filsuf-filsuf besar dalam suatu
perspektif yang lebih tinggi, dan dalam cara ini suatu visi eklektik dihasilkan.
Suatu peristiwa analog berlangsung dalam abad ke-6 dalam filsafat kristiani ketika beberapa
unsur mendasar filsafat kristiani, bersama dengan teori-teori Platonis dan neo-Platonis, dikombinasikan
dengan prosedur logis Aristotelian secara jelas untuk menjelaskan realitas. Para pengarang utama dari
eklektisisme kristiani ini adalah Boethius dan Cassiodorus, tetapi kita akan membicarakan hanya
Boethius.

4.1. Severinus Boethius


Tak ada keraguan berkaitan dengan kualitas eklektik Boethius karena dia menginformasikan pada
kita bahwa maksud utama dari penelitian filsafatnya yaitu menggabungkan prinsip-prinsip yang
berlawanan dari Plato dan Aristoteles dalam suatu sintesis yang lebih tinggi. Dalam salah satu bukunya yang
terkenal "De Consolatione Philosophiae" (tentang penghiburan filsafat), secara formai dari awai sampai
akhir bemada filosofis, tetapi secara material karyanya itu kristiani. Dia mengembangkan refleksi
pribadinya atas manusia dan kondisi manusia: tentang hakekat kebahagiaan, baik dan jahat, upah dan
hukuman bagi yang baik dan bagi yang jahat, Penyelenggaraan Ilahi, kebebasan manusia dan tanggung
jawab akan kebebasan ini, serta relasi antara manusia dan Tuhan. Koherensinya adalah kristi2ni; dasarnya
adalah keyakinan dan kepastian yang diturunkan dari suatu otoritas yang lebih tinggi daripada akal budi,
yang dari kodratnya dikaitkan dengan goyangan antara kebenaran dan kesalahan. Secara tidak diragukan,
dalam halaman-halaman karya Boethius kita melihat kehadiran tradisi pemikiran kristiani.

4.1.1. Hidup dan Karyanya


la lahir di Roma dari suatu keluarga senat sekitar tahun 470. Nama aslinya adalah Marcus
Anisios Severinus Boethius. la mengikuti paket pendidikan untuk para kaum aristokrat. Dia ditentukan
untuk studi politik dan administratif dan dia belajar filsafat khususnya dalam Sekolah Romawi dan
Alexandria. Sekitar 495 ia menikahi Rusticiana, seorang anak perempuan Simmacus, yaitu seorang
bangsawan Roma yang menjaga pendidikan Boethius setelah kematian ayah dari filsuf ini. Selama
kunjungan singkat Theodorikus ke Roma dalam tahun 500 Boethius menarik perhatian dari Theodorikus
sebagaimana Boethius dianggap sebagai seorang ahli pengetahuan dan filsafat. Dalam tahun 510

128 Lorens Bagus, Kamus Filsafaf, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hai. 181-182; G.C. Sansoni (ed.), Dizionario delle idee,

(Firenze: Centro Di Studi Filosofici Di Gallarate, 1977), hai, 294-295, Kedua referensi menjelaskan demikian:
"Eklektisisme dari kata EKXeyetiv (eklegein) yang berarti memilih, memungut dari. Kata 'eklegein diturunkan dari kata ek
(keiu9f) dàtt lego (pllih). Fklektlkos adatah orang yettg memilìh. Dalailt konteks fiIsafat kemudìan berarti; (a) sikap yang
aenderun® salektlf dalam bernloafat don dal®m prar®a eelaksl Itu eeorane flleul manyelaraekan ape yang benor dori semua
pemikiran filsuf sambil membuang ajaran yang keliru; (b) memilih gagasan (konsep, keyakinan, doktrin) dari bermacam sistem
pikiran dalam proses penyusunan sistem kita sendiri; (c) mengadakan seleksi atas aliran-aliran pemikiran yang diterima
sebagai bernilai dan dari sana diciptakan sistem yang terpadu dan dapat diterima. Para filsuf semacam ini membatasi usaha
berpikirnya dengan menguji hasil karya intelektual orang lain; jadi ia mencomot yang dianggap benar dan bernilai, maka tidak ada
usaha filosofis yang serius untuk penggabungan pemikiran itu. Ada bahaya sinkretisme dalam eklektisisme.
52
Boethius dinyatakan sebagai konsul satu-~atunya di kota, suatu jabatan yang diembannya selama
setahun. I<emudian ia memegang posisi penting lainnya seperti sebagai ketua Senat. Dalam waktu yang
sama ia menerjemahkan karya-karya Aristoteles, Plato, Porphyrius, Ptolomeus; dan ia menyusun
komentar-komentar untuk para pengarang tersebut, la juga berjuang melawan bidaah Arius dan
Eutyches. Dalam tahun 513 Theodorikus menjuluki dia sebagai 'magister palatii" atau guru Palatium
(palatium itu satu dari ketujuh bukit di Roma, di sana ada istana kaisar Agustus). Di posisi ini ia harus
terlibat dalam pengadilan dan administrasi. Dia sangat dihargai sebagai penasehat raja, tetapi
kemudian dia dicurigai terlibat persekongkolan melawan pemerintah karena yang tanggung jawab dalam
pemberontakan ìtu adalah Senator Albinus teman Boethius. Karena tuduhan pengkhianatan ini, dalam
tahun 524 ia dipenjarakan di Pavia di mana ia menulis karyanya terkenal "De Consolatione Philosophiae."
Dia dieksekusi tidak lama setelah dijatuhi hukuman mati.
Hidup Boethius relatif singkat, tetapi dia menghasilkan karya besar. Karyanya dapat dibagi ke
dalam empat kelompok: terjemahan-terjemahan, komentar-komentar, karya teologis, dan yang terbesar
adalah De Consolatione Philosophiae. Mari kita lihat karyanya satu persatu secara singkat,
a. Ter'emahan-teriemahan: dari bahasa Yunani ke dalam bahasa Latin. Ini disaksikan dengan
sebuah surat Cassiodorus kepada Boethius demikian: "dalam versimu, orang-orang Italia
sekarang dapat membaca musik Phytagoras, astronomi Ptolomeus, aritmetika Nicomachus dan
geometri Euclides. Mereka boleh mendiskusikan teologi Plato dan logika Aristoteles dalam bahasa
Latin. Dengan terjemahanmu, kamu mengembalikan Archimedes kepada orang-orang Sicilia."
b. Komentar-komentar: ada tiga komentar terhadap Kategori Aristoteles, Peri Hermenias Aristoteles (De
interpretatione) dan Isagoge Porphyrius (Logika). Dalam komentar terhadap Aristoteles, Boethius
menunjukkan bahwa Plato dan Aristoteles tidak ada kontradiksi (dalam persetujuan substansial)
c. Karva teoloais: ada lima karya Boethius, yakni
1. De Trinitate (traktat mengenai Tritunggal: secara filosofis penting karena
memperkenalkan suatu distingsi yang akan mempunyai efek yang luar biasa pada
perkembangan filsafaf Skolastik, yakni distingsi antara "esse" dan "id quod est."
Boethius menyatakan bahwa ciptaan-ciptaan itu berbeda dari Tuhan karena
dalam Tuhan "esse" dan "id quod esf" adalah sama, sementara dalam ciptaan-
ciptaan kedua faktor ini berbeda. Apa yang ia maksudkan dengan `esse" dan "ide
quod est"? "Esse" itu substansi kedua, yakni essensi universal; Sedangkan "id
quod est" adalah substansi pertama. Substansi pertama itu individuai dengan
sifat-sifat khusus dan essensial dan semua catatan khusus dan aksidentalnya.
Eksistensi bagi dia bukanlah suatu elemen konstitutif dari "esse" tetapi sebagai
suatu elemen yang ditambahkan pada "esse." Karena itu, perbedaan antara
"esse" dan "id quod est" bagi dia tidak berarti sama dengan apa yang Thomas
maksudkan. Bagi Thomas kedua fakfor ini merupakan perbedaan antara eksistensi
dan essensi),
2. Utrum Pater et Filius et Sniritus Sanctus de divinitate substantialiter

praedicentur (apakah Bapa dan Putra dan Roh Kudus dikatakan secara
subsfantial dalam keilahian),
3. De Hebdomadibus (tentang hari-hari minggu: karya ini secara filosofis juga penting
karena memperkenalkan perbedaan antara "praedicatio per essentiam" dan
"praedicatio per partícipationem." Praedicatio per essentiam
adalah predikasi dari unsur esensial, sedangkan "praedicatio per participationem"
itu predikasi dari unsur aksidenfal. Perbedaan ini penting
dalam filsafat partisipasi. Dia juga masih mengulangi perbedaan antara "esse"
dan "id quod est.'),
4. De fide Catholica (tentang iman Katolik: buku katekese), dan
41
5. Contra Eutvchen et Nestorium (melawan Eutyches dan Nestorius: melawan
kesalahan Monophysitisme dengan menjelaskan konsep pribadi yang
didefinisikan demikian "rationalis naturae individual substantia incommunicabilis
atau substansi individu dari kodrat rasional yang tidak dapat dibagikan kepada
yang lain").
d. De Consolatione Philosoqhiae: karya ini ditulis di penjara dan dibagi dalam lima buku, Karya
memikirkan masalah Penyelenggaraan Ilahi yang disusun dalam skema demikian:
1. presentasi masalah: bagaimana kita bisa mengakui eksistensi Penyelenggara
kalau orang jahat diberi ganjaran dan orang baik dihukum? (buku I)
2. untuk memecahkan masalah, seseorang harus pertama-tama menentukan apa itu
baik (kebahagiaan) dan apa itu kejahatan
3. kebahagiaan itu bukan kekayaan, kehormatan atau kesenangan (buku II)
4, kebahagiaan adalah Kebaikan Terbesar, yaitu Allah (buku III)
5. Yang Baik (keutamaan/virtue) adalah apa yang menarik orang lebih dekat dengan
Tuhan; apapun yang menjauhkan manusia dari Tuhan itu jahat (kekayaan,
kehormatan dan kesenangan yang biasanya memalingkan manusia dari
Tuhan). Karena itu problem Penyelenggaraan dipecahkan. Fakta bahwa si
jahat senang, kaya, dihormati bukanlah suatu argumen melawan
Penyelenggara, tetapi suatu titik dalam kebaikan kemudian. Dengan memiliki
kekayaan dan kehormatan itu bukanlah suatu ganjaran, tetapi hukuman. Juga
nasib itu bukanlah suatu argumen melawan Penyelenggara, karena Nasib itu
pelayanan dari Penyelenggara (buku IV)
6, kalau segalanya itu subjek dari Penyelenggara, apakah manusia itu bebas?
Manusia itu bebas karena Tuhan dalam KeabadiaNya dapat melihat
segalanya sebelumnya tanpa menentukan lebih dahulu keinginan manusia,
Semua buku V didedikasikan untuk membuktikan tesis ini. Awalnya ia bicara
tentang hakekat waktu dan keabadian (dimengerti dalam cara Agustinus). Di
sinilah Boethius memberikan batasan tentang keabadian sebagai "Interminabilis
vital tota simul et perfecta possessio (kepemilikan hidup yang tidak dapat
berakhir seluruhnya bersama-sama dan sempurna)." Dia tidak pernah
menyinggung Kitab Suci. Alasannya adalah sederhana: Boethius bermaksud
menulis suatu karya filosofis, bukan teologis atau asketis; dia bermaksud
memproduksi suatu karya filosofis, bukan teologis. Karena itu dia ingin
mempergunakan akal budi.
4.1.2. Eksistensi Allah 1C
evt
.
Demi alasan pribadi (tu uhan-t 'uhan tidak adii terhadap dia dan menyebabkan dia dihukum mati),
problem filosofìs yang menarik sebagian besar dari energinya adalah masalah Penyelenggaraan. Masalah
ini bukanlah baru dalam sejarah filsafat. Sebelum Boethius, subjek ini diteliti secara detail oleh kaum Stoa,
Philo, Clement dari Alexandria, Augustinus dan Gregorius dari Nyssa.
Secara jelas problem Penyelenggaraan tidak dapat dipecahkan dalam suatu cara yang
memuaskan kalau seseorang tidak menghadapi dan memecahkannya secara positif masalah hakekat dan
eksistensi Tuhan. Ini dilakukan oleh Boethius. Pada akhir buku III De Consolatione dia pertama tama
memikirkan eksistensi Tuhan dan hubunganNya dengan dunia.
Untuk membuktikan eksistensi Tuhan, ia mempergunakan argumen tentang tingkat-tingkat
kesempurnaan (gradus perfectionis). Dia katakan: "Segala sesuatu yang disebut tidak sempurna adalah
kekurangan dari yang sempurna. Kalau dalam segala hai tampak ketidak-sempurnaan, maka haruslah ada
juga sesuatu yang sempurna juga." 129 Dengan kata lain, di dalam realitas ada tinAk t-ta ingkat kesempurnaan
yang bukan hanya membawa manusia pada pemikiran bahwa suatu hai yang maksimum adalah
mungkin, tetapi menuntut eksistensi dari yang maksimum ini, Dalam kenyataan,
54
seseorang mengatakan "lebih" atau "kurang" dalam perbandingan dengan yang satu yang maksimum yang
adalah kesatuan dari ukuran genus itu. Dari segi lain, perbedaan d' at-tingkat partisipasi dalam kualitas
yang sama menunjukkan bahwa tak satupun darì yang ambii bagian memiliki kualitas secara utuh dan
esensial. Karena itu, pentinglah naik ke Ada yang pertama dan yang terbesar yang memiliki dalam
DiriNya dalam esensi apa yang kita temukan diukurkan dan dibagikan dalam pelbagai mereka yang ambii
bagian menurut suatu skala yang proporsional. c~
Argumen lain berkaitan dengan eksistensi Tuhan diambil dari fenomen akan kesfuan dunia,
meskipun dunia itu banyak, tersusun dan dibagi dalam bagian-bagian yang tak terbilang banyaknya. 13o
Dunia tidak mungkin disatukan kecuali oleh Dia yang membawa semuanya itu satu. Dia Inilah disebut
Tuhan.
Tingkat-tingkat kesempurnaan dan keteraturan benda-benda karena itu menuntut eksistensi
Tuhan. Tingkat-tingkat kesempurnaan menuntut eksistensi Tuhan ini karena mereka adalah fenomen
yang menunjukkan suatu kontingensi radikal, suatu kontingensi yang membuat dunia bergantung.
Segalanya di dunia ini tidak ada apa-apanya, tetapi di tangan Tuhan menjadi apa-apa. Karena itu untuk
mengatakan bahwa Tuhan ada dan Tuhan adalah Bapa secara praktis merupakan hai yang sama.
Kebenaran Penyelenggara terkait dekat sekali dengan kebenaran eksistensi Tuhan dan secara tidak
langsung terkait dengan kebenaran penciptaan. Tuhan ada karena dunia membutuhkan seorang
Pencipta dan seorang Bapa Penyelenggara.
pro j .Vtt' R7~ ~~1 ~ ~~ •

4.1.3. PényYe~lenggaraand , Kejahatan dan Kebeba~f`sanS


Kepastian bahwa Tuhan ada, bahwa Dia adalah Pencipta dan Bapa alam semesta, dan bahwa
Dia itu Penyelenggara membuat problem kejahatan sulit, khususnya ketika kejahatan menimpa orang
benar dan tidak bersalah. Ini adalah skandal besar. 131 Bagaimana mungkin kejahatan masuk ke dalam suatu
dunia yang selalu di bawah pemeliharaan Tuhan dan di bawah bimbingan Bapa? Dia atas apa fakta iri
bergantung? Apa itu kejahatan secara efektif dan apa penyebabnya?
Dalam masalah ini Boethius memecahkan problem yang menggelisahkan Agustinus. Ada lima
kebenaran yang Boethius jelaskan untuk memecahkan problem ini. Dan kelima hai ini harus tak
terpisahk
- kebenaran bahwa kejahatan itu bukan suatu substansi, tetapi suatu kekurangan (privatio) , kebenaran
bahwa kejahatan itu berasal bukan dari Tuhan, tetapi dalam ciptaan-ciptaan itu sendiri, baik
karena keterbatasan fisik mereka (kejahatan fisik, malum physicum) atau karena penggunaan yang
salah terhadap kebebasan (malum,morale, keja ~ tan moral) kebenaran bahwa manusia itu bebas ~
ii~~ ~n.cv~wI ~ G,vbe,6 --4d Z~a' kebenaran bahwa Tuhan selalu merupakan sebab pertama dari
segalanya yang terjadi, sebab dari segalanya yang datang ke dalam cahaya ada dan segalanya yang
dilindungi dalam cahaya
ada
- kebenaran bahwa tindakan (karya) Penyelenggaraan Tuhan tidak berhenti ketika manusia bertindak
dengan bebas.
Dari kelima kebenaran itu, dua yang agak berlawanan, yakni yang ketiga (kebebasan) dan kelima
(Penyelenggara). Bagaimana mungkin untuk menyatakan bahwa Penyelenggara tahu dan menentukan
segalanya dan Penyelnggara yang sama memberikan ruang untuk kebebasan manusia?
Untuk menjawab persoalan ini Boethius membedakan antara: meramaikan dan menentukan dan
antara kondisi temporal dan kondisi abadi. Dengan pembedaan ini problem secara praktis
terselesaikan.
Berkaitan dengan kejahatan dan kebebasan Allah meramalkan tanpa menentukan lebih dahulu
karena Dia tahu dan berkarya pada level keabadian dan bukan pada level suksesi (rangkaian, urutan)
tempora1.132 Tuhan tidak meramalkan masa depan sebagaimana kita lakukan karena di hadapan Dia tidak
ada masa lampau, sekarang dan yang akan datang. Rangkaian urutan waktu yang tidak terbatas

30
Ibid.,buku III, 12, 19-31 (ha1.110) 31 1

Ibid., buku III, 12. t7 Ibid., buku V, 4 dan


2

6.
55 41
itu hadir kepada keabadianNya, dan rangkaian urutan ini diketahui olehNya dengan suatu tindakan intuisi
yang sama dengan hakekatNya yang sederhana.
Dari segi lain Boethius menspesifikasikannya bahwa pada tataran ontologis tak ada yang dapat lari
dari campur tangan Tuhan. Apapun dan ada ditempatkan di hadapan kreativitas kehendak Tuhan. Dia
adalah sebab yang memberikan ada dan karena itu Dia juga tahu realitas dalam pemeliharaan terdalam
sebagaimana seorang komponis tahu komposisi yang disusunnya. Tuhan, Bapa semua yang ada, membuat
mereka ada dan mengetahui mereka semua dalam suatu cara yang sangat berbeda dari cara inteligensi
manusia. Inteligensi manusia selalu tinggal di luar tanpa pernah sukses masuk ke dalamnya. Bahkan
apapun yang paling rahasia dan paling dalam pada manusia diketahui Tuhan yang meneliti hati. Dia
menegaskan bahwa kehidupan kita berkembang dalam kehadiran seorang Hakim yang melihat semua.
Karena itulah kita bisa melihat martabat agung manusia dan tanggung jawabnya yang besar. Martabat
datang dari asal usul manusia dan tanggung jawab dari tujuan yang dijanjikan untuk manusia, yang
adalah Tuhan sendiri, Sebab Pertama yang memberikan manusia ada. Di hadapan Tuhan, prinsip
utama dan tujuan terakhir eksistensi manusia, kata-kata filsuf secara instingtif berubah menjadi doa, dan
Boethius menutup karyanya dengan suatu panggilan (ajakan) terus menerus untuk berdoa. "Jauhkanlah
dirimu dari cacat-cacat cela, praktekkan keutamaan, angkatlah akal budimu pada pengharapan yang benar,
arahkan doa-doa yang rendah hati ke surga. Ini wajib untukmu, kalau kamu tidak ingin untuk berpura-pura
tidak mengetahui ini, menjadi benar, karena tindakanmu ditampilkan di hadapan mata seorang hakim
yang melihat semuanya."

4.1.4. Pengaruh Boethius terhadap Skolastik abad Pertengahan


Boethius adalah filsuf Romawi terakhir dan SkM:tik yang pertama. Boethius adalah jembatan
antara filsafat Patristik dan Skolastik. Tetapi dia tidak hadir sebagai jembatan secara sederhana. Dalam abad
pertengahan dia ditempatkan sejajar dengan Virgilius dan Statius dalam level sastra dan secara filosofis
sejajar dengan Agustinus, Dionysius Areopagita, Plato dan Aristóteles.
Dia mempunyai pengaruh untuk jaman setelahnya. Dia membuat modem definisi bagi banyak konsep
filosofis (pribadi, waktu, keabadian, kebahagiaan, dsb.). Dia mengajarka n suatu metode, metode
teologis. Dia menunjukkan bagaimana mendamaikan iman dan akal budi: akal budi itu oto`nom dalam
bidangnya, sementara dalam problem teologis ia melayani iman dan harus mengikuti iman (credo ut
intelligentiam seperti dikatakan Agustinus). Dia mewariskan pelbagai teks Skolastik, khususnya karya
Aristóteles. Dia mendorong para filsuf setelah dia untuk mendiskusikan problem universal yang dia sendiri
abstain dalam hal ini.

Anda mungkin juga menyukai