Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

tentang prilaku sehat & Prilaku Sakit

Disusun Oleh:
 LIYA FAJAR WAHYUNI 1748401001
DOSEN PEMBIMBING
 YULYUS WARNI apt.M.Kes

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNG KARANG


2018/2019
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segalarahmatnya sehingga
dapat menyelesaikan penyusunan makalah sebagai tugas darimata kuliah ilmu prilaku &
Etika Profesi
dengan judul “ Prilaku sehat dan Prilaku sakit”

 Kami telah berusaha untuk menyempurnakan penulisan makalah ini namun sebagai manusia
kami menyadari akan keterbatasan maupun kekhilafan dan kesalahan yang tanpa disadari.
Oleh karena itu, saran dan kritik untuk perbaikan makalah ini akan sangat
dinantikan.Semoga materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
pihak yang membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yangdiharapkan dapat
tercapai, Amiin.

BandarLampung,28Agustus 2018

Hormat Kami

DAFTAR ISI

Kata Pengantar : .....................................................................................                  


Daftar Isi : ...………………………………………………………………

BAB I PENDAULUAN

1.1  Latar Belakang : ..……………………………………………………

1.2  Rumusan Masalah : .………………………………………………...

1.3  Tujuan : ..…………………………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Sehat-Sakit Menurut Budaya Masyarakat  : .............


B.  Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat: .............   

BAB III PENUTUP

A.      Kesimpulan : .……………………………………………………..

B.       Rekomendasi : .……………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA : ..…………………………………………………


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perilaku adalah merupakan perbuatan/tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya


dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya.
Berdasarkan sifatnya perilaku terbagi menjadi dua, yaitu perilaku perilaku baik dan buruk.
Tolak ukur perilaku yang baik dan buruk ini pun dinilai dari norma-norma yang berlaku
dimasyarakat. Baik itu norma agama, hukum, kesopanan, kesusialaan, dan norma-norma
lainnya.
Dalam kesehatan hubungan perilaku sangatlah erat sekali. Banyak hal yang tanpa kita sadari
dari perilaku yang kecil dapat menimbulkan efek kesehatan yang besar bagi seseorang. Salah
satu contohnya berupa pesan kesehatan yang sedang maraknya digerakkan oleh promoter
kesehatan tentang cuci tangan sebelum melakukan aktifitas, kita semua tahu jika mencuci
tangan adalah hal yang sederhana, tapi dari hal kecil tersebut kita bisa melakukan revolusi
kesehatan kearah yang lebih baik. Sungguh besar efek perilaku tersebut bagi kesehatan,
begitu pula dengan kesehatan yang baik akan tercermin apabila seseorang tersebut
melakukan perilaku yang baik.

Maka dari itu dalam makalah ini, penulis hanya membahas tentang hubungan kesehatan
dengan perilaku, factor-faktor penyebab rendahnya perilaku yang baik, dampaknya serta
control perilaku kearah yang lebih baik, sesuai dengan judul makalah yaitu hubungan
kesehatan dengan perilaku.
Pembangunan kesehatan sebagai salah satu upaya pembangunan nasional diarahkan
guna tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan
yang demikian yang menjadi dambaan setiap orang sepanjang hidupnya. Tetapi
datangnya penyakit merupakan hal yang tidak bisa ditolak meskipun kadang-kadang
bisa dicegah atau dihindari. Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak
dan universal karena ada faktor-faktor lain di luar kenyataan klinis yang
mempengaruhinya terutama faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling
mempengaruhi dan pengertian yang satu hanya dapat dipahami dalam konteks
pengertian yang lain. Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi, sosiologi, kedokteran,
dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba memberikan pengertian tentang
konsep sehat dan sakit ditinjau dari masing-masing disiplin ilmu. Masalah sehat dan
sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan
manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio
budaya.
Undang-undang No.23 Tahun 1992 tentang Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup
produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus
dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan
sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Definisi
sakit: seseorang dikatakan sakit apabila ia menderita penyakit menahun (kronis), atau
gangguan kesehatan lain yang menyebabkan aktivitas kerja/kegiatannya terganggu.
Walaupun seseorang sakit (istilah sehari-hari) seperti masuk angin, pilek, tetapi bila ia
tidak terganggu untuk melaksanakan kegiatannya, maka ia dianggap tidak sakit.

Memasuki millenium baru Departemen Kesehatan telah mencanangkan Gerakan


Pembangunan Berwawasan Kesehatan, yang dilandasi paradigma sehat. Paradigma
sehat adalah cara pandang, pola piker atau model pembangunan kesehatan yang
bersifat holistik, melihat masalah kesehatan yang dipengaruhi oleh banyak faktor
yang bersifat lintas sektor, dan upayanya lebih diarahkan pada peningkatan,
pemeliharaan dan perlindangan kesehatan. Secara makro paradigma sehat berarti
semua sektor memberikan kontribusi positif bagi pengembangan perilaku dan
lingkungan sehat, secara mikro berarti pembangunan kesehatan lebih menekankan
upaya promotif dan preventif tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif
(Depkes RI, 2004).

Berdasarkan paradigma sehat ditetapkan visi Indonesia Sehat 2010, dimana


ada 3 pilar yang perlu mendapat perhatian khusus, yaitu lingkungan sehat, perilaku
sehat dan pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata. Untuk perilaku sehat
bentuk konkritnya yaitu perilaku proaktif memelihara dan meningkatkan kesehatan.
mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta
berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. Dalam mewujudkan visi Indonesia Sehat
2010 telah ditetapkan misi pembangunan yaitu menggerakkan pembangunan nasional
berwawasan kesehatan. Mendorong pelayanan kesehatan yang bermutu, merata
dan terjangkau, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyaralat beserta lingkungannya (Dinkes, 2005).

Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling mempengaruhi satu sama
lain, sehingga keluarga cenderung menjadi seorang reaktor terhadap masalah-masalah
kesehatan dan menjadi aktor dalam menentukan masalah kesehatan anggota keluarga.
Dalam keluarga, ibu merupakan anggota masyarakat yang salah satu perannya adalah
mengurus rumah tangganya sehingga terciptanya lingkungan sehat dalam rumah
tangga. Dengan mewujudkan perilaku yang sehat, maka dapat menurunkan
angkakesakitan suatu penyakit dan angka kematian akibat kurangnya kesadaran dalam
pelaksaan hidup bersih dan sehat serta dapat meningkatkan kesadaran dan kemauan
bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

B.       Rumusan Masalah
1.    Bagaimana konsep sehat dan sakit menurut masyarakat?
2.    bagaimana Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat?
3.    Bagaimana Peran Bidan dalam Peningkatan Kesehatan Ibu dan Anak??

BAB II
PEMBAHASAN
Tantangan pembangunan pada hakikatnya adalah mencapai ‘kesehatan bagi semua’,
yakni terpenuhinya hak setiap orang untuk hidup sehat, hingga dapat meraih hidup
yang produktif dan berbahagia.

Untuk mencapai kondisi tersebut, perlu diupayakan kegiatan dan strategi dalam setiap
aspek kehidupan. Bukan saja aspek kesehatan, tetapi diperlukan strategi pemerataan
kesehatan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik di jajaran
kesehatan, non kesehatan maupun masyarakat sendiri, guna mengendalikan faktor
lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor yang mempengaruhi derajat
kesehatan.

Mengingat kesehatan mencakup seluruh aspek kehidupan, konsep kesehatan sekarang


ini, tidak saja berorientasi pada aspek klinis dan obat-obatan, tetapi lebih berorientasi
pada ilmu-ilmu lain yang ada kaitannya dengan kesehatan dan kemasyarakatan, yaitu
seperti ilmu sosiologi, antropologi, psikologi, perilaku, dan lain-lain. Kegunaan ilmu-
ilmu tersebut dalam kesehatan dan kemasyarakatan adalah sebagai penunjang
peningkatan status kesehatan masyarakat.

Salah satu cabang dari sosiologi dan antropologi adalah sosial budaya dasar, yang
membahas tentang kebudayaan dan unsur-unsur yang terkait di dalamnya. Seperti
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, unsur-unsur kebudayaan adalah meliputi
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan serta
kebiasaan yang dilakukan olehh masyarakat-masyarakat, yang merupakan hasil budi
atau akal manusia.
Di negara-negara maju, terdapat unsur-unsur kebudayaan yang dapat
menunjang tingginya status kesehatan masyarakat seperti pendidikan yang optimal,
keadaan sosial-ekonomi yang tinggi, dan kesehatan lingkungan yang baik. Dengan
demikian, pelayanan kesehatan menjadi sangat khusus sehingga dapat memenuhi
kebutuhan klien.
Sebaliknya, di negara berkembang seperti Indonesia, unsur-unsur kebudayaan yang
ada kurang menunjang pencapaian status kesehatan yang optimal. Unsur-unsur
tersebut antara lain; ketidaktahuan, pendidikan yang minim sehingga sulit menerima
informasi-informasi dan tekhnologi baru.
Mengingat keadaan tersebut, kita perlu memperhatikan aspek sosial budaya
masyarakat dalam kaitannya dengan keadaan kesehatan di Indonesia. Sehingga kita
dapat melihat penyakit atau masalah kesehatan bukan saja dari sudut gejala, sebab-
sebabnya, wujud penyakit, obat dan cara menghilangkan penyakit, tetapi membuat
kita untuk berfikir tentang bagaimana hubungan sosial budaya, geografi, demografi,
dan persepsi masyarakat dengan masalah yang sedang dihadapi.
Melihat luasnya masalah kesehatan yang dihadapi, maka sebagai petugas kesehatan
harus mempelajari ilmu-ilmu lain yang terkait dengan kesehatan. Sehingga pelayanan
yang diberikan memberikan hasil yang optimal.

A.      Konsep Sehat-Sakit Menurut Budaya Masyarakat


Istilah sehat mengandung banyak muatan kultural, sosial dan pengertian profesional
yang beragam. Dulu dari sudut pandangan kedokteran, sehat sangat erat kaitannya
dengan kesakitan dan penyakit. Dalam kenyataannya tidaklah sesederhana itu, sehat
harus dilihat dari berbagai aspek. WHO melihat sehat dari berbagai aspek (6). Definisi
WHO (1981): Health is a state of complete physical, mental and social well-being,
and not merely the absence of disease or infirmity.

WHO mendefinisikan pengertian sehat sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani,
rohani, maupun kesejahteraan sosial seseorang. Sebatas mana seseorang dapat
dianggap sempurna jasmaninya? Oleh para ahli kesehatan, antropologi kesehatan
dipandang sebagai disiplin biobudaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek
biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara
interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang mempengaruhi
kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya: hal ini karena
penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat menjalankan
peran normalnya secara wajar. Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan
fenomena yang dapat ikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu
hasil berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan
pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik dan
Personalistik. Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita sakit akibat
pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup, ketidak seimbangan
dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin seperti masuk angin dan
penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional (Battra) sama
dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungan
dengan keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang
dirasakan. Sehat bagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman,
dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap
sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai
siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-
hari seperti halnya orang yang sehat.
Konsep Personalistik menganggap munculnya penyakit (illness) disebabkan oleh
intervensi suatu agen aktif yang dapat berupa makhluk bukan manusia (hantu, roh,
leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia (tukang sihir, tukang tenung).
Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai pengenalan kusta dan cara
perawatannya. Kusta telah dikenal oleh etnik Makasar sejak lama. Adanya istilah
kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala massolong (kusta yang lumer),
merupakan ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada
dalam waktu yang lama di tengah-tengah masyarakat tersebut.
Hasil penelitian kualitatif dan kuantitatif atas nilai-nilai budaya di Kabupaten
Soppeng, dalam kaitannya dengan penyakit kusta (Kaddala,Bgs.) di masyarakat Bugis
menunjukkan bahwa timbul dan diamalkannya leprophobia secara ketat karena
menurut salah seorang tokoh budaya, dalam nasehat perkawinan orang-orang tua di
sana, kata kaddala ikut tercakup di dalamnya. Disebutkan bahwa bila terjadi
pelanggaran melakukan hubungan intim saat istri sedang haid, mereka (kedua
mempelai) akan terkutuk dan menderita kusta/kaddala. Ide yang bertujuan guna
terciptanya moral yang agung di keluarga baru, berkembang menuruti proses
komunikasi dalam masyarakat dan menjadi konsep penderita kusta sebagai
penanggung dosa. Pengertian penderita sebagai akibat dosa dari ibu-bapak merupakan
awal derita akibat leprophobia. Rasa rendah diri penderita dimulai dari rasa rendah
diri keluarga yang merasa tercemar bila salah seorang anggota keluarganya menderita
kusta. Dituduh berbuat dosa melakukan hubungan intim saat istri sedang haid bagi
seorang fanatik Islam dirasakan sebagai beban trauma psikosomatik yang sangat
berat. Orang tua, keluarga sangat menolak anaknya didiagnosis kusta. Pada penelitian
Penggunaan Pelayanan Kesehatan Di Provinsi Kalimantan Timur dan Nusa Tenggara
Barat (1990), hasil diskusi kelompok di Kalimantan Timur menunjukkan bahwa anak
dinyatakan sakit jika menangis terus, badan berkeringat, tidak mau makan, tidak mau
tidur, rewel, kurus kering. Bagi orang dewasa, seseorang dinyatakan sakit kalau sudah
tidak bisa bekerja, tidak bisa berjalan, tidak enak badan, panas dingin, pusing, lemas,
kurang darah, batuk-batuk, mual, diare. Sedangkan hasil diskusi kelompok di Nusa
Tenggara Barat menunjukkan bahwa anak sakit dilihat dari keadaan fisik tubuh dan
tingkah lakunya yaitu jika menunjukkan gejala misalnya panas, batuk pilek, mencret,
muntah-muntah, gatal, luka, gigi bengkak, badan kuning, kaki dan perut bengkak.
Seorang pengobat tradisional yang juga menerima pandangan kedokteran modern,
mempunyai pengetahuan yang menarik mengenai masalah sakit-sehat. Baginya, arti
sakit adalah sebagai berikut: sakit badaniah berarti ada tanda-tanda penyakit di
badannya seperti panas tinggi, penglihatan lemah, tidak kuat bekerja, sulit makan,
tidur terganggu, dan badan lemah atau sakit, maunya tiduran atau istirahat saja. Pada
penyakit batin tidak ada tanda-tanda di badannya, tetapi bisa diketahui dengan
menanyakan pada yang gaib. Pada orang yang sehat, gerakannya lincah, kuat bekerja,
suhu badan normal, makan dan tidur normal, penglihatan terang, sorot mata cerah,
tidak mengeluh lesu, lemah, atau sakit-sakit badan
Sudarti (1987) menggambarkan secara deskriptif persepsi masyarakat beberapa
daerah di Indonesia mengenai sakit dan penyakit; masyarakat menganggap bahwa
sakit adalah keadaan individu mengalami serangkaian gangguan fisik yang
menimbulkan rasa tidak nyaman. Anak yang sakit ditandai dengan tingkah laku rewel,
sering menangis dan tidak nafsu makan. Orang dewasa dianggap sakit jika lesu, tidak
dapat bekerja, kehilangan nafsu makan, atau "kantong kering" (tidak punya uang).
Selanjutnya masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :
1.      Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
2.      Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3.      Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.). Untuk mengobati sakit yang
termasuk dalam golongan pertama dan ke dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-
ramuan, pijat, kerok, pantangan makan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk
penyebab sakit yang ke tiga harus dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain.
Dengan demikian upaya penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka
terhadap penyebab sakit.
Beberapa contoh penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut:

a.    Sakit demam dan panas.

Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah makan, atau masuk angin.
Pengobatannya adalah dengan cara mengompres dengan es, oyong, labu putih yang
dingin atau beli obat influensa. Di Indramayu dikatakan penyakit adem meskipun
gejalanya panas tinggi, supaya panasnya turun. Penyakit tampek (campak) disebut
juga sakit adem karena gejalanya badan panas.

b.    Sakit mencret (diare).

Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan makanan
pedas, makan udang, ikan, anak meningkat kepandaiannya, susu ibu basi, encer, dan
lain-lain. Penanggulangannya dengan obat tradisional misalkan dengan pucuk daun
jambu dikunyah ibunya lalu diberikan kepada anaknya (Bima Nusa Tenggara Barat)
obat lainnya adalah Larutan Gula Garam (LGG), Oralit, pil Ciba dan lain-lain.
Larutan Gula Garam sudah dikenal hanya proporsi campurannya tidak tepat.
c.  Sakit kejang-kejang
Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-kejang
disebabkan oleh hantu. Di Sukabumi disebut hantu gegep, sedangkan di Sumatra
Barat disebabkan hantu jahat. Di Indramayu pengobatannya adalah dengan dengan
pergi ke dukun atau memasukkan bayi ke bawah tempat tidur yang ditutupi jaring.

d.  Sakit tampek (campak)


Penyebabnya adalah karena anak terkena panas dalam, anak dimandikan saat panas
terik, atau kesambet. Di Indramayu ibu-ibu mengobatinya dengan membalur anak
dengan asam kawak, meminumkan madu dan jeruk nipis atau memberikan daun
suwuk, yang menurut kepercayaan dapat mengisap penyakit
B. Pengaruh Sosial Budaya Terhadap Kesehatan Masyarakat

Tantangan berat yang masih dirasakan dalam pembangunan kesehatan di Indonesia


adalah jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cukup tinggi serta
penyebaran penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah. Selain masalah tersebut,
masalah lain yang perlu diperhatikan yaitu berkaitan dengan sosial budaya masyarakat,
misalnya tingkat pengetahuan yang belum memadai terutama pada golongan wanita,
kebiasaan negatif yang berlaku di masyarakat, adat istiadat, perilaku, dan kurangnya
peran serta masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Keadaan sosial budaya
masyarakat tidak seluruhnya bersifat negatif, namun ada juga yang positif yang dapat
dimanfaatkan dalam pembangunan kesehatan, yaitu semangat gotog royong dan
kekeluargaan, serta sikap musyawarah dalam mengambil keputusan. Pembangunan dalam
suatu negara selain berdampak positif juga menimbulkan hal-hal negatif seperti timbulnya
daerah kumuh (slum area) di perkotaan akibat pesatnya urbanisasi, polusi karena pesatnya
perkembangan industri, banyak ibu-ibu karier yang tidak dapat mengasuh dan
memberikan ASI secara optimal kepada anaknya, masalah kesehatan jiwa yang menonjol
dan penyalahgunaan obat.
Masalah-masalah kesehatan masyarakat yang berkaitan dengan aspek sosial budaya dapat
dibedakan menjadi:
a.    Kesehatan Ibu dan Anak
Berdasarkan survei rumah tangga (SKRT) pada tahun 1986, angka kematian ibu maternal
berkisar 450 per 100.000 kelahiran hidup atau lebih dari 20.000 kematian pertahunnya.
Selain itu, dengan perkembangan penduduk dan pembangunan akan mengakibatkan
berbagai macam sampah yang dapat mengganggu kesehatan. Angka kematian ibu
merupakan salah satu indikator kesehatan ibu yang meliputi ibu dalam masa kehamilan,
persalinan, dan nifas. Angka tersebut dikatakan tinggi bila dibandingkan dengan negara-
negara ASEAN.
Dari hasil penelitian di 12 rumah sakit, dikatakan bahwa kehamilan merupakan penyebab
utama kematian ibu maternal, yaitu sebesar 94,4% dengan penyebabnya, yaitu
pendarahan, infeksi, dan toxaemia (*)%). Selain menimbulkan kematian, ada penyebab
lain yang dapat menambah resiko terjadinya kematian yaitu Anemia gizi pada ibu hamil,
dengan Hb kurang dari 11gr%.
Angka kematian bayi pada akhir pelita V masih cukup tinggi, yaitu 58 per seribu
kelahiran hidup. Sekitar 38% penyebab kematian bayi adalah akibat penyakit-penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi yaitu tetanus. Angka bayi lahir hidup dengan berat
badan lahir rendah (BBLR) adalah 8,2 %. Angka kematian balita masih  didapatkan
sebesar 10,,6 per 1000 anak balita. Seperti  halnya dengan bayi sekitar 31% penyebab
kematian balita adalah penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, yaitu infeksi
saluran pernafasan, polio, dan lain-lain. Selain angka kematian, angka kelahiran dan
angka kesuburan masih dirasakan pula sebagia masalah kesehatan ibu dan anak. Angka
kelahiran kasar didapatkan berkisar antara 26-32 per 1000 penduduk dan angka
kesuburan sebesar 3,49. Masih tingginya angka kematian dan kesuburan di Indonesia
berkaitan erat dengan faktor sosial budaya masyarakat, seperti tingkat pendidikan
penduduk, khususnya wanita dewasa yang masih rendah, keadaan sosial ekonomi yang
belum memadai, tingkat kepercayaan masyarakat tergadap pelayanan kesehatan dan
petugas kesehatan yang masih rendah dan jauhnya lokasi tempat pelayanan kesehatan dari
rumah-rumah pendudukkebiasaan-kebiasaan dan adat istiadat dan perilaku masyarakat
yang kurang menunjang dan lain sebagainya. Tingkat pendidikan terutama pada wanita
dewasa yang masih rendah, mempunyai pengaruh besar terhadap masih tingginya angka
kematian bayi. Berdasarkan survei rumah tangganya (SKRT) pada tahun 1985, tingkat
buta huruf pada wanita dewasa adalah sebesar 25,7%. Rendahnya tingkat pendidikan dan
buta huruf pada wanita menyebabkan ibu-ibu tidak mengetahui tentang perawatan semasa
hamil, kelahiran, perawatan bayi dan semasa nifas, tidak mengetahui kapan ia harus
datang ke pelayanan kesehatan, kontrol ulang, dan sebagainya. Menurut hasil survei
rumah tangga, tahun 1986  sebanyak 54% ibu hamil telah memeriksakan dirinya, dengan
frekuensi kunjungan rata-rata 3,17 kali. Pengkajian KB-Kestahun 1986 tentang
pemanfaatan tempat pemeriksaan menunjukkan yaitu Puskesmas 59,7%, fasilitas swasta
28,9%, sedangkan Posyandu 11,2%. Namun manfaat Posyandu untuk imunisasi bayi
sudah cukup tinggi yaitu 60,9%. Rendahnya pemanfaatan Posyandu untuk pemeriksaan
kehamilan disebabkan karena tidak tersedianya ruangan yang tertutup atau memadai.
Hasil survei rumah tangga tahun 1986, tentang angka imunisasi didapatkan: untuk
imunisasi DPT 3 sebesar 34,9%, polio 331,6%, TT2 22,7%, BCG 75%.
Bila dilihat dari data di atas, cakupan TT2 lebih rendah bila dibandingkan dengan
cakupan pemeriksaan kehamilan. Cakupan TT2 yang rendah bila dibandingkan dengan
cakupan pemeriksaan ibu hamil, disebabkan petugas KIA belum mendapatkan instruksi
atau kesepmatan untuk dapat memberikan imunisasi TT2. Kebiasaan-kebiasaan adat
istiadat dan perilaku masyarakat sering kali merupakan penghalang atau penghambat
terciptanya pola hidup sehat di masyarakat. Perilaku, kebiasaan, dan adat istiadat yang
merugikan seperti misalnya:
Ibu hamil dilarang tidur siang karena takut bayinya besar dan akan sulit melahirkan,

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang Perilaku makan dan hidup sehat sangatlah penting untuk kelangsungan
hidup manusia terutama kesehatan, Perilaku hidup sehat tergantung dari banyak faktor, Perilaku
hidup sehat berpengaruh banyak terhadap masalah kesehatan, langkah – langkahnya pun banyak
terutama dari nutrisi, istirahat, aktifitas, olahraga dan lain – lain.

Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari perilaku makan dan hidup sehat, mulai dari terhindarnya
dari berbagai penyakit, sehat jasmani dan rohani, hemat biaya hidup, aktifitas menjadi lebih teratur.
Pola tersebutlah yang akan membuat orang menjadi sehat. Untuk sehat butuh aturan, jika hidup
tanpa aturan maka akan muncullah kehidupan yang serampangan. Bukan hanya kesehatan fisik yang
akan terganggu, namun lebih berbahaya lagi jika menyangkut kesehatan jiwa.

Kesehatan amatlah penting untuk meraih kebahagiaan hidup. Syarat utama seseorang dapat
menikmati kebahagiaan dalam hidup ini adalah saat mereka memiliki kesehatan secara jasmani dan
rohani. Pengertian hidup sehat ini menjadi cara seseorang untuk menuju kebahagiaan hidup.

B. Rekomendasi

Untuk bisa melakukan Perilaku hidup sehat diperlukan keinginan yang serius dari dalam diri, karena
banyaknya manfaat yang bisa diperolah dari Perilaku makan dan hidup sehat, maka dari itu kita
sebagai makhluk yang paling sempurna hendaknya menjaga kesehatan dengan melakukan Perilaku
makan dan hidup sehat. Dengan dasar tersebut maka penulis merekomendasikan kepada segenap
pembaca agar :

1.        Melaksanakan perilaku makan yang sehat yaitu dengan makanan yang memenuhi standar
kesehatan yang telah ditentukan.

2.        Melaksanakan perilaku hidup sehat yaitu dengan melakukan berbagai kegiatan yang dapat
mendukung kesehatan bagi tubuh seperti tidur yang cukup, berolahraga yang teratur dan lain
sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

www.google.com

http://panthom-zone.blogspot.com/2011/11/hubungan-kesehatan-dengan-perilaku.html
Notoatmodjo, Soekidjo, & Sarwono, Solita. 1985. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Badan
Penerbit Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Hlm. 23

Muzaham,Fauzi.1995.Sosiologi Kesehatan.Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Ircham Machfoedz dan Eko Suryani dan.2008.Pendidikan Kesehatan dan Promosi


Kesehatan.Yogyakarta :Fitramaya. 

Anda mungkin juga menyukai