Anda di halaman 1dari 8

DAFTAR ISI

Kata
Pengantar…………………………………………………………………………………….. i

Daftar
Isi…………………………………………………………………………………………….. ii

BAB I
Pendahuluan………………………………………………………………………………… 1

1. Latar Belakang…………………………………………………………………………….. 1
2. Rumusan Masalah………………………………………………………………………… 2

BAB II
Pembahasan……………………………………………………………………………….. 3

Definisi Aldosteron………………………………………………………………… 3
Obat gagal jantung antagonis aldosteron……………………………………………… 3

BAB III
Penutup……………………………………………………………………………………

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………..

https://buletinfarmasi.blogspot.com/2016/12/obat-gagal-jantung-antagonis-aldosteron.html

http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-2-sistem-kardiovaskuler-0/25-diuretika/253-diuretika-
hemat-kalium/antagonis-aldosteron

(INI DAPUS NYA NANTI DI PINDAH KE BAWAH YA LIYA)

 
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

2. Rumusan Masalah
1.Apa yang di maksud dengan aldosteron ?
2.Untuk obat apa Aldosteron itu ?

3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Aldosteron merupakan senyawa neurohormon yang berperan penting dalam remodeling


ventrikuler, menstimulasi reabsorpsi Na dan K, terutama dengan menyebabkan kenaikan
deposisi kolagen dan fibrosis jantung. Proses tersebut dihambat secara kompetitif (saingan)
oleh antagonis aldosteron. Di ginjal, antagonis aldosteron bekerja dengan menghambat
reabsorbsi natrium dan ekskresi kalium. Dalam hati, antagonis aldosteron bekerja dengan
menghambat depisisi matriks dan kolagen jantung ekstraseluler sehingga menurunkan
fibrosis jantung dan remodeling ventrikuler (Dipiro et al, 2008).

B. Obata gagal jantung antagonis aldosteron


Spironolakton mempotensiasi tiazid atau diuretika kuat dengan cara melawan kerja
aldosteron. Spironolakton bermanfaat dalam pengobatan udem sirosis pada hati.
Spironolakton dosis rendah bermanfaat pada gagal jantung berat. Spironolakton juga
digunakan untuk hiperaldo-steronisme (sindrom Conn). Spironolakton diberikan sebelum
pembedahan. Apabila pembedahan tidak mungkin dilakukan, spironolakton diberikan
dengan dosis efektif terendah untuk penunjang.

Spironolakton adalah diuretika hemat kalium yang paling sering digunakan pada anak-
anak, obat ini merupakan antagonis aldosteron dan meningkatkan retensi kalium dan
ekskresi natrium di tubulus distal. Spironolakton dikombinasikan dengan diuretika lain
untuk mengurangi hilangnya kalium melalui urin. Obat ini juga digunakan dalam jangka
waktu panjang untuk penatalaksanaan sindrom Bartter dan dosis tinggi dapat
mengendalikan asites pada bayi dengan hepatitis neonatal menahun (kronis). Manfaat klinis
spironolakton dalam penatalaksanaan udem paru pada awal neonatal prematur dengan
penyakit paru kronis belum diketahui dengan pasti.

Eplerenon digunakan sebagai terapi tambahan pada disfungsi ventrikel kiri yang disertai
dengan kejadian gagal jantung setelah infark miokard. Seperti juga diuretika hemat kalium,
suplemen kalium tidak boleh diberikan bersama dengan antagonis aldosteron.

Spironolakton dan eplerenon merupakan aldosteron inhibitor yang bekerja dengan


menghambat reseptor mineralkortikoid yang merupakan target aksi aldosteron. Di ginjal,
penghambatan aldosteron menyebabkan penghambatan reabsorpsi natrium dan ekskresi
kalium. Di jantung, antagonis aldosteron menghambat matrik ekstraselular jantung dan
perubahan kolagen yang menyebakan penghambatan kejadian fibrosis jantung (remodeling
jantung). Secara khusus, spironolakton dikaitkan dengan penurunan 30% ditotal kematian,
penurunan 36% dalam kematian akibat jantung progresif dan penurunan 29% dalam kematian
mendadak (Dipiro et al, 2008). 

Spironolakton secara kompentitif memblok ikatan aldosteron pada reseptor sitoplasma


sehingga meningkatkan ekskresi natrium (Cl dan H2O) dan menurunkan sekresi kalium.
Hanya 2% dari reabsorpsi natrium total yang berada di bawah kendali aldosteron, sehingga
antagonis aldosteron memiliki efek yang lemah terhadap hambatan reabsorpsi natrium (Neal,
2005).

Dosis rendah spironolakton dalam dapat ditoleransi. Efek samping yang paling umum
adalah ginekomastia, yang terjadi pada 10 % laki-laki. Kemungkinan risiko hiperkalemia
serius dan memburuknya fungsi ginjal dapat terjadi pada pengguna antagonis aldosteron,
ditunjukkan 25- 40% pasien kemungkinan mengalami hiperkalemia (> 5 mEq / L) dan bahwa
10- 12% terjadi hiperkalemia serius (> 6 mEq / L). Sehingga dalam penggunakan antagonis
aldosteron harus dilakukan pemantauan yang teliti terhadap fungsi ginjal dan konsentrasi
kalium (Dipiro et al, 2008).

Manfaat dari antagonis aldosteron pada gagal jantung muncul pada sebagian besar
pasien karena inhibisi neurohormonal. Secara spesifik, manfaat yang diyakini yaitu karena
kemampuan dari menghambat fibrosis jantung yang dapat berakibat terjadinya remodeling
ventrikel. Dengan demikian, seperti ACE Inhibitor dan Beta blocker, data pada antagonis
aldosteron juga mendukung model neurohormonal gagal jantung. Dosis rendah antagonis
aldosteron mungkin dapat diberikan pada pasien dengan gagal jantung yang menengah
maupun gagal jantung yang sifatnya berat dan pada pasien pada pasien gagal jantung usia
lanjut yang telah infark miokard (Dipiro et al, 2008).

C. Monografi: 

SPIRONOLAKTON
Indikasi: 
edema dan asitas pada sirosis hati, asites malignan, sindroma nefrotik, gagal jantung kongestif;
hiperaldosteronism primer.

Peringatan: 
produk-produk metabolik berpotensi karsinogenik pada hewan mengerat; usia lanjut; gangguan
hati; gangguan ginjal (hindari bila sedang sampai berat); pantau elektrolit (hentikan bila terjadi
hiperkalemia, hiponatremia; penyakit Addison).

Efek Samping: 
gangguan saluran cerna; impotensi, ginekomastia, menstruasi tidak teratur, letargi, sakit kepala,
bingung; ruam kulit; hiperkalemia; hiponatremia; hepatotoksisitas, osteomalasia, dan gangguan
darah dilaporkan.

Dosis: 
100-200 mg sehari, jika perlu tingkatkan sampai 400 mg; Anak. dosis awal 3 mg/kg bb dalam
dosis terbagi.
EPLERENON
Indikasi: 
tambahan terapi standar termasuk beta bloker untuk mengurangi risiko mortalitas dan morbiditas
kardiovaskuler pada pasien disfungsi ventrikel kiri yang stabil LVEF < 40%, dengan bukti klinis
gagal jantung setelah infark miokard.

Peringatan: 
periksa kadar kalium plasma sebelum terapi, selama pemberian awal, dan saat perubahan dosis;
lansia, gangguan fungsi hati; gangguan fungsi ginjal (lampiran 3); kehamilan (lampiran 4);
menyusui (lampiran 5).

Interaksi: 
diuretika (lampiran 1).

Kontraindikasi: 
hiperkalemia, penggunaan bersamaan dengan diuretika hemat kalium, atau suplemen kalium;
hipersensitif terhadap komponen obat, gangguan fungsi ginjal (bersihan kreatinin di bawah 50
mL/menit), gangguan fungsi hati, pasien dengan kadar kalium serum awal di atas di atas 5,0
mmol/L.

Efek Samping: 
diare, mual; hipotensi; pusing; hiperkalemia; lebih jarang perut kembung, muntah, atrial
fibrillation, hipotensi postural, arterial thrombosis, dislipidemia, faringitis, sakit kepala, insomnia,
pyelonefritis, hiponatremia, dehidrasi, eosinofilia, asthenia, malaise, sakit punggung, kram kaki,
gangguan fungsi ginjal, azotemia, berkeringat, gatal.

Dosis: 
dosis awal 25 mg sehari sekali, ditingkatkan dalam 4 minggu sampai 50 mg sehari sekali dengan
mempertimbangkan kadar kalium serum (lihat tabel).
Tabel pengaturan dosis sesudah pemberian awal.

Kalium
serum
(mmol/ Penyesuaian
L) Tindakan dosis

1x25 mg
setiap dua hari
menjadi 1x25
mg setiap hari

1x25 mg
setiap hari
Ditingkatk menjadi 1x50
<5,0 an mg setiap hari

Tidak
ada penyesuai
5,0–5,4 Tetap an dosis

1x50 mg
setiap hari
menjadi 1x25
mg setiap hari
1x25 mg
setiap hari
menjadi 1x25
mg setiap dua
hari
1x25mg setiap
dua hari
Diturunka menjadi
5,0–5,9 n dihentikan

>6,0 Dihentikan Tidak ada

Terapi eplerenon biasanya dimulai antara 3-14 hari setelah infark miokard akut; pasien
dengan kalium serum di atas 5,0 mmol/L tidak boleh dimulai dengan eplerenon, kalium serum
harus diukur sebelum memulai terapi eplerenon selama satu minggu dan satu bulan, sesudah
dimulainya terapi atau penyesuaian dosis; kalium serum harus dinilai secara periodik; tidak
dianjurkan untuk anak-anak. 
Eplerenon dihentikan karena kalium serum > 6,0 mmol/L, eplerenon dapat dimulai kembali
dengan dosis 25 mg dua kali sehari jika kadar kalium serum menurun di bawah 5,0 mmol/L.

MAKALAH FARMAKOLOGI

Dosen pembimbing :

DISUSUN OLEH :

Andini Dyah R (1748401032)

Ledy Dwiana (1748401019)

Liya Fajar Wahyuni (1748401001)

Hestika Dewi Arina (1748401006)


Erlinda (17484039)

D3 FARMASI

POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG

TAHUN AKADEMIK 2018/2019

Anda mungkin juga menyukai