Anda di halaman 1dari 7

Terapi yang diberikan pada pasien ini saat di IGD yaitu pemberian oksigen

NRM 10L/menit, akses intravena, dan pemasangan monitor: TD, frekuensi nadi,
napas, dan EKG. Selanjutnya diberikan terapi inisial dengan Furosemide 4 mg (IV)
infus drip 3 mg/jam, NTG 5 mcg/menit, Candesartan 4 mg uptritasi (pantau TD),
Spironolacton 1 x 25 mg, Clopidogrel 1 x 75 mg, Atorvastatin 1 x 20 mg, dan V-
block 1 x 6,25 mg.
Pasien dirawat di HCU Jantung RSUP Dr M Djamil. Pasien diberikan terapi
awal O2 4L/menit via nasal kanul, RL 500 CC/24 jam, Lasix (Furosemid) 3 mg/jam
drip IV, NTG 5 mg/menit, Lansoprazole 1 x 30 mg, Candesartan 1 x 4 mg,
Spironocaltone 1 x 25 mg, CPG 1 x 75 mg, Atorvastatin 1 x 20 mg, Simarc (sesuai
normogram), V-Block 1 x 6,25 mg, Aminophilin 0,25 mg, Triofusin1000
500cc/24jam, KSR (kalium klorida) 2 x 600 mg, N acetyl sistein 2 x 200 mg,
Dopamin 3 mg (bila HR ≤ 40x/menit → TPM), Ceftriaxon 1 x 2 g, dan Azitromisin 1
x 500 mg.
Furosemid dan spironolacton merupakan salah satu obat jenis diuretik.
Pemberian diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis
atau gejala kongesti. Diuretik berfungsi meningkatkan ekskresi natrium, air dan
klorida sehingga mengurangi volume darah dan cairan ekstraseluler. Hal ini
menyebabkan penurunan curah jantung dan tekanan darah. Furosemid bekerja cepat
dan memiliki efek diuretik kuat dibandingkan diuretik lain.2
Pada pasien gagal jantung, diuretik dapat dikombinasikan dengan obat ACE
inhibitor (atau ARB jika pasien intoleransi ACE inhibitor) sebagai terapi awal. Pada
pasien ini diberikan obat golongan ARB yaitu Candesartan. 2 Candesartan merupakan
salah satu obat golongan Angiotensin II Reseptor Blocker (ARB) yang digunakan
dalam terapi antihipertensi. Candesartan 1x8mg sebagai dosis awal telah
menunjukkan efikasi yang cukup pada pasien dengan hipertensi dan tambahan terapi
untuk membantu mengontrol tekanan darah pada populasi besar pasien dengan
hipertensi.3 Hipertensi merupakan komorbid utama pada penyakit gagal jantung.4
Obat golongan Beta Blocker dapat ditambahkan. Salah satu contohnya adalah
V-Bloc (Carvedilol). Carvedilol merupakan obat dari golongan Beta Blocker yang
berkerja pada reseptor beta nonselektif. Obat beta blocker dapat memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan
gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup serta secara lemah menghambat
agregasi platelet.2
Clopidogrel merupakan golongan antiplatelet. Obat ini berkerja dengan
modifikasi jalur platelet adenosine diphosphate, sehingga agregasi platelet
terhambat. . Pasien ini memiliki riwayat pemasangan stent (undoc) pada tahun 2010.
Atorvastatin diberikan dengan tujuan menstabilisasi dinding plak aterosklerosis,
memperbaiki disfungsi endotel, serta mengurangi inflamasi dinding arteri.3,5
Lansoprazol merupakan obat golongan penghambat pompa proton berfungsi
untuk menekan sekresi asam lambung dan pepsin. Pada pasien ini penggunaan
clopidogrel akan meningkatan risiko pendarahan lambung sehingga perlu diberikan
ranitidin sebagai proteksi lambungnya.3
Pasien yang dicurigai dengan community acquired pneumonia (CAP)
ditatalaksana dengan pemberian antibiotik. Pada kasus ini pasien diberikan
Ceftriaxone dan Azitromisin yang merupakan antibiotik, untuk mengeradikasi
penyebab dari CAP selama 5-7 hari.6
TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
MANAJEMEN PERAWATAN MANDIRI
Manajemen perawatan mandiri berperan dalam keberhasilan pengobatan dan
berdampak terhadap perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas
hidup, morbidaitas dan prognosis.
Ketaatan pasien berobat
Pasien yang taat dengan pengobatan bisa menurunkan angka kematian,
kesakitan, dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Pemantauan berat badan mandiri
Berat badan perlu dicek setiap hari. Jika terdapat kenaikan berat badan >2kg
dalam 3 hari, pasien perlu dinaikkan dosis diuretic atas pertimbangan dokter.
Asupan cairan
Restriksi cairan pada pasien dengan gejala gagal jantung berat perlu
dipertimbangkan yaitu sebanyak 1,5-2 L/hari.
Kehilangan berat badan tanpa rencana
Kakeksia kardiak atau malnutrisi klinis biasa dijumpai pada gagal jantung
merupakan predictor angka kelangsungan hidup.
TATALAKSANA FARMAKOLOGI

Gambar 3.X Strategi Pengobatan pada pasien gagal jantung Kronik Simptomatik (NYHA fc II-IV)1

Angiotensin Converting Enzyme


Pasien dengan EF ventrikel kiri <40% perlu diberi ACE-I kecuali
kontraindikasi. ACE-I dikontraindikasikan pada pasien dengan perburukan fungsi
ginjal, hiperkalemia (kalium serum >5,0 mmol/L), hipotensi simtomatik, batuk, dan
angioedema.1
Beta blocker
Beta bloker harus diberi pada semua pasien gagal jantung simptomatik dan EF
ventrikel kiri <40%. Selain itu, beta blocker perlu diberi pada pasien dengan NYHA
fc II-IV, ACEI/ARB sudah diberikan, pasien stabil secara klinis.
Kontraindikasi pemberian beta blocker adalah pada pasien dengan asma dan
blok AV derajat 2 dan 3, sinus bradikardia (nadi <50x/menit). Hati-hati terhadap efek
tidak menguntungkan yang dapat timbul seperti hipotensi simptomatik, perburukan
gagal jantung, dan bradikardia.
Tabel 1. Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung
Dosis awal (mg) Dosis target (mg)
ACEI
Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 - 100 (3 x/hari)
Enalapril 2,5(2 x/hari) 10 - 20 (2 x/har)
Lisinopril 2,5 - 5 (1 x/hari) 20 - 40(1 x/hari)
Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2 x/hari)
Perindopril 2 (1 x/hari) 8 (1 x/hari)
ARB
Candesartan 4 / 8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)
Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)
Antagonis
aldosteron
Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)
Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 - 50 (1 x/hari)
Beta bloker
Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)
Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)
Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)

Diuretik
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari pemberian
diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis
yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk
menghindari dehidrasi atau reistensi.1
Tabel 2 Dosis diuretic yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik Loop
Furosemide 20 – 40 40 – 240
Bumetanide 0.5 – 1.0 1–5
Torasemide 5 – 10 10 – 20
Tiazide
Hidrochlortiazide 25 12.5 – 100
Metolazone 2.5 2.5 – 10
Indapamide 2.5 2.5 – 5
Diuretik hemat kalium
(+ACEI/ARB) 12.5 - 25 (+ACEI/ARB) 50
Spironolakton
(- ACEI/ARB) 50 (- ACEI/ARB) 100 - 200

Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat
beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel
kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan
angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak
mempunyai efek terhadap angkakelangsungan hidup (kelas rekomendasi IIa,
tingkatan bukti B)
Indikasi :
 Fibrilasi atrial
 irama ventrikular saat istrahat > 80 x/menit atau
 Saat aktifitas> 110 - 120 x/menit
 Irama sinus
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II-IV NYHA)
 Dosis optimal ACEI dan/atau ARB, penyekat β dan antagonis aldosteron jika
ada indikasi.
Kontraindikasi
 Blok AV derajat 2 dan 3 (tanpa pacu jantung tetap); hati-hati jika pasien diduga
gangguan irama jantung
 Sindroma pre-eksitasi
 Riwayat intoleransi digoksin
REKOMENDASI TERAPI PASIEN GAGAL JANTUNG AKUT1
 Pasien dengan edema/kongesti paru tanpa syok diuretika loop (IV)
direkomendasikan untuk mengurangi sesak nafas, dan kongesti. Gejala , urin,
fungsi renal dan elektrolit harus diawasi secara berkala selama penggunaan
diuretika IV
 Pemberian Oksigen dosis tinggi direkomendasikan bagi pasien dengan saturasi
perifer < 90% atau PaO2 < 60 mmHg, untukmemperbaiki hipoksemia
 Profilaksis tromboemboli direkomendasikan pada pasien yang belum mendapat
antikoagulan dan tidak memiliki kontraindikasi terhadap antikoagulan, untuk
menurunkan risiko deep vein thrombosis dan emboli paru
 Pemberian ventilasi non invasive (CPAP, dll) harus dipertimbangkan bagi pasien
dengan edema paru dan pernafasan > 20x/ menit untuk mengurangi sesak nafas,
mengurangi hiperkapnia dan asidosis. Ventilasi non invasive dapat menurunkan
tekanan darah dan tidak dipergunakan pada pasien dengan tekanan darah sistolik
< 85 mmHg
 Opium (IV) harus dipertimbangkan terutama bagi pasien yang gelisah, cemas
atau distress untuk menghilangkan gejala-gejala tersebut dan mengurangi sesak
nafas. Kesadaran dan usaha nafas harus diawasi secara ketat, karena pemberian
obat ini dapat menekan pernafasan
 Pemberian nitrat (IV) harus dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti paru
dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis katup
mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan resistensi
vascular sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala
dan tekanan darah harus dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.
 Infus sodium nitroprusid dapat dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti
paru dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis
katup mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan
resistensi vascular sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan
kongesti. Gejala dan tekanan darah harus dimonitor secara ketat selama
pemberian obat ini.
 Obat inotropic TIDAK direkomendasikan kecuali pasien mengalami hipotensi
( tekanan darah sistolik < 85 mmHg ), hipoperfusi atau syok, dikarenakan faktor
keamanannya (bias menyebabkan aritmia atrial/ventricular, iskemia miokard dan
kematian)
 Pasien dengan Fibrilasi Atrial dan laju ventrikuler yang cepat harus mendapat
antikoagulan (mis.heparin) selama tidak ada kontraindikasi, segera setelah
dideteksi irama fibrilasi atrial, untuk mengurani risiko tromboemboli
 Kardioversi elektrik direkomendasikan pada pasien dengan hemodinamik yang
tidak stabil yang diharuskan untuk segera kembali ke irama sinus, untuk
memperbaiki kondisi klinis dengan cepat
 Kardioversi elektrik atau farmakologik dengan amiodaron harus dipertimbangkan
pada pasien yang diputuskan untuk kembali ke irama sinus tetapi (strategi kontrol
irama). Stretegi ini hanya ditujukan bagi pasien yang baru pertama kali
mengalami fibrialsi atrial dengan durasi < 48 jam (atau pada pasien tanpa
thrombus di appendiks atrium kiri pada ekokardiografi transesofagus)
 Pemberian glikosida kardiak harus dipertimbangkan untuk mengontrol laju
ventrikel
 Antiaritmia kelas I, tidak direkomendasikan karena pertimbangkan keamanannya
(meningkatkan risiko kematian dini), terutama pada pasien dengan disfungsi
sistolik

Daftar Pustaka
1. Ponikowski P, Voors AA, Anker SD, et al. 2016 ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure: The Task Force for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure of the European
Society of Cardiology (ESC) Developed with the special contribution of the
Heart Failure Association (HFA) of the ESC. Eur Heart J. 2016;37:2129–2200
2. PERKI. Pedoman tatalaksana gagal jantung. 2015
3. Inayah N, Manggau M, Amran Y. Analisis Efektivitas dan Efek Samping
Penggunaan Clopidogrel Tunggal dan Kombinasi Clopidogrel-Aspilet pada
Pasien Stroke Iskemik di Rsup Dr.Wahidin Sudirohusodo. MFF. 2018;22(3):81–
4.
4. Pinho AC. management of blood pressure in heart failure. Heart journal.
2019;105(8):589-95
5. Cardiology ES of. ESC Guidelines for Managenment of Acute Coronary
Syndromes in Patiens Presenting without Persistent ST-Segment Elevation. Eur
Heart J. 2015;37:267–315.
6. Regunath H, Oba Y. Community-Acquired Pneumonia. [Updated 2019 Dec 24].
In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2020
Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430749/

Anda mungkin juga menyukai