Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

“PANCASILA DALAM KAJIAN SEJARAH


BANGSA INDONESIA”

Dosen pengampu : Maryatun Kabatiah, S.Pd., M.Pd

Disusun Oleh:
KELOMPOK 1

1. Rohot Jeki Manurung (7192441014)


2. Tumpak Marisi Sihotang (7192441011)
3. Nurbariya Pane (7192441004)
4. Sri Devi Br. Sembiring (7192441005)
5. Ikhwani Unsa (7192141002)

FAKULTAS EKONOMI PRODI PENDIDIKAN EKONOMI


UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
SEPTEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan tugas
makalah mengenai “Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia”
Makalah ini kami buat guna untuk memenuhi penyelesaian tugas pada mata kuliah
Pendidikan Pancasila. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka kami mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan dan kami sebagai
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun, guna
menambah wawasan serta meningkatkan cara penulisan.
Akhir kata kami ucapakan terima kasih dan kami berharap semoga makalah ini bisa
memberikan manfaat serta menambah wawasan bagi para pembaca.

Medan, 16 September 2020

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDU
L..................................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan.............................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pancasila Pada Masa Pra Kemerdekaan..........................................................................5
2.2 Pancasila Pada Masa Kemerdekaan................................................................................7
2.3 Pancasila Pada Masa Orde Lama....................................................................................8
2.4 Pancasila Pada Masa Orde Baru......................................................................................9
2.5 Pancasila Pada Masa Reformasi....................................................................................11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................13
3.2 Saran..............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LatarBelakang
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia yang tercantum dalam
Pembukaan UUD 1945 adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling
berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa
sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa semua
aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk
mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa yang sebelumnya.
Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga
berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya
sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Republik
Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan
rakyat. Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara
dan seluruh kehidupan Negara Republik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur penyelenggaraan
pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar Negara yang berarti melaksanakan
nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena
itu, sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia
bersumber pada Pancasila. Dalam hal ini penyusun mencoba untuk memaparkan Pancasila
dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah Pancasila pada masa pra kemerdekaan?
2. Bagaimanakah Pancasila pada masa kemerdekaan?
3. Bagaimanakah Pancasila pada masa orde lama?
4. Bagaimanakah Pancasila pada masa orde baru?
5. Bagaimanakah Pancasila pada masa reformasi?

1
1.3 Tujuan Penulisan
1. Menjelaskan Pancasila pada masa pra kemerdekaan
2. Menjelaskan Pancasila pada masa kemerdekaan
3. Menjelaskan Pancasila pada masa orde lama
4. Menjelaskan Pancasila pada masa orde baru
5. Menjelaskan Pancasila pada masa reformasi

2
BAB II
PEMBAHASAN

Pengertian Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal sebagai


berikut:
1. Pancasila merupakan produk otentik pendiri negara Indonesia (The Founding Fathers).
2. Nilai-nilai Pancasila bersumber dan digali dari nilai agama, kebudayaan dan adat istiadat.
3. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat kenegaraan.
Pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal
berikut:
1. Betapapun lemahnya pemerintahan suatu rezim, tetapi Pancasila tetap bertahan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Betapapun ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa, tetapi terbukti
Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi bangsa Indonesia.
3. Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi bangsa Indonesia karena bersumber dan
digali dari nilai-nilai agama, kebudayaan dan adat istiadat yang hidup dan berkembang di
bumi Indonesia.
Pancasila sebagai ideologi kebangsaan adalah status ketika para pendiri bangsa tengah
mencari, memperjuangkan dan berusaha merumuskan ideologi apa yang kiranya tepat untuk
Indonesia merdeka di kemudian hari (Winarno, 2016:24). Pancasila merupakan bagian tidak
terpisahkan dari proses berbangsa dan bernegara Indonesia. Pancasila berdasarkan rumusan
konstitusional merupakan dan berkedudukan sebagai dasar negara Indonesia (Winarno,
2016:32).
Pancasila adalah produk sejarah ketika bangsa Indonesia berproses mendirikan negara
Indonesia. Proses sejarah itu dimulai ketika bangsa Indonesia hendak menyiapkan
kemerdekaan yang diawali dengan pembentukan BPUPKI. Sidang pertama BPUPKI, masa
reses, sidang kedua BPUPKI serta pembentukan dan sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) (Winarno, 2016:24).
Proses terjadinya pancasila tidak seperti ideologi-ideologi lainnya yang hanya
merupakan hasil pemikiran seseorang saja namun melalui proses kusalitas (bersifat sebab dari
suatu kejadian menyebabkan, pen KBBI) yaitu sebelum disahkan menjadi dasar negara nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari sebagai pasangan hidup bangsa dan sekaligus
sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia (Ali Amran 2016:66).

3
Pancasila sebagai sebuah sistem nilai menjadi sebuah perjalanan panjang dalam
proses kristalisasi. Bahkan jauh sebelum bangsa Indonesia ada, masyarakat nusantara telah
bertransformasi dari kehidupan nomaden kemudian muncul kepercayaan tradisional,
selanjutnya munculnya kepercayaan Hindu-Budha, pengaruh Islam, pengaruh Eropa serta
pengaruh perkembangan pemikiran-pemikiran barat, timur dan Islam sangat memperkaya
pengalaman bangsa Indonesia (Ali Amran 2016:78).
Pancasila merupakan nilai dasar yang menjadi pijakan sebagai bagi seluruh warga
negara Indonesia dalam kehidupan sehari-hari. Pancasila menjadi nilai perekat dari
keberagaman yang dimiliki oleh bangsa Indonesia agar Negara Kesatuan Republik Indonesia
tetap bertahan ditengah arus globalisasi yang menurut beberapa ahli sangat memengaruhi
eksistensi negara bangsa (nation state) (Ali Amran 2016:79).
Pancasila merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang harus tetap dipertahankan di
masa yang akan datang. Nilai-nilai pancasila harus tetap dapat diwariskan sebagai langkah
estafet mewariskan negara kebangsaan Indonesia. Kegagalan mewariskan Pancasila
merupakan kegagalan mempertahankan keutuhan NKRI (Ali Amran 2016:79).
Pancasila dimasa depan harus mampu menjadi ideologi terbuka agar mampu mengisi
kebutuhan warga negara yang semakin mengglobal dan terbukanya arus informasi. Sehingga
warga negara Indonesia harus menjadikan Pancasila sebagai pegangan hidup dalam
mengarungi globalisasi (Ali Amran 2016:80).
Sebagai ideologi terbuka, nilai-nilai Pancasila memang tumbuh dan berkembang dan
diyakini kebenarannya oleh warga negara Indonesia karena memang nilai-nilai ini telah
menjadi nilai dasar bagi masyarakat Indonesia (Ali Amran 2016:80). Pancasila harus menjadi
ideologi yang mampu melintasi berbagai perkembangan yang dialami masyarakat nusantara
akibat kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dewasa ini. Pancasila harus dapat menjadi
solusi dari berbagai krisis yang terjadi. Nilai-nilai dasar Pancasila harus mampu memiliki
sifat aktual dengan berbagai kemajuan dan teknologi informasi dan komunikasi sehingga
Pancasila menjadi sebuah ideologi yang terus menjadi pijakan utama ditengah perubahan (Ali
Amran 2016:83).
Dinamika Pancasila diawali kemerdekaan, pada awal-awal masa kemerdekaan, tidak
banyak lagi pembicaraan mengenai Pancasila. Pancasila mulai dikenal kembali ketika di
terbitkannya buku bertajuk Lahirnya Pancasila Bung Karno Menggembleng Dasar Negara
tahun 1947. Pada tahun 1949 terjadi perubahan konstitusi yakni UUD negara Republik
Indonesia yang diterapkan PPKI berubah menjadi konstitusi RIS. Terjadinya perubahan

4
perundang-undangan dasar mengakibatkan terjadinya perubahan rumusan dasar negara
meskipun tidak mngubah isinya secara mendasar (Winarno, 2016:35).
Dinamika Pancasila pada masa orde lama, periode orde lama berlangsung antara
tahun 1959-1966, pada masa ini Ir. Soekarno berhasil membawa Pancasila dikenal dunia
melalui pidatonya dihadapan sidang umum PBB tahun 1960, yang berjudul “Membangun
Dunia Kembali” (To Build The World A New). Pancasila ditampilkan sebagai Dasar Piagam
yang Universal untuk kesejahteraan umat manusia (Winarno, 2016:37).
Dinamika Pancasila pada masa orde baru, Orde Baru adalah masa pemerintahan
Presiden Soeharto antara tahun 1966-1998. Orde baru lahir dari konteks penyimpangan yang
dilakukan oleh pemetintahan sebelumnya. Pemerintahan sebelumnya dianggap telah
mempraktikan kehidupan bernegara yang tidak berdasar pada Pancasila dan UUD 1945.
Seruan presiden Soeharto yang secara terus-menerus untuk memahami pentingnya Pancasila
sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Tahun 1998, pemerintahan orde
baru mengalami krisis legitimasi. Krisis ini bermula dari krisis moneter dan ekonomi tahun
1997. Orde baru dianggap gagal dalam mengelola pemerintahan yang semakin sentralistis
dan dihinggapi penyakit kolusi, korupsi dan nepotisme (Winarno, 2016:39).
Dinamika Pancasila pada masa reformasi, lahir dengan semangat menghapuskan
pengalaman-pengalaman buruk penyelenggaraan pemerintahan sebelumnya. Di awal
reformasi, Pancasila telah dilupakan banyak orang. Keluarnya ketetapan MPR
No.XVII/MPR/1998 tentang pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamatan
Pancasila dan penetapan tentang penegasan kembali Pancasila sebagai dasar negara, dapat
dikatakan sebagai momen penting dan bersejarah bangsa ini. Era Reformasi ternyata tidak
“alergi” dengan Pancasila (Winarno, 2016:43).

2.1 Pancasila Pada Masa Pra Kemerdekaan


Asal mula Pancasila secara budaya, Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat
Pancasila, menyatakan bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri,
walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada
tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal tersebut bangsa Indonesia telah
memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di dalam kehidupan merdeka.
Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam berbagai adat istiadat,
tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan pada umumnya. (Sunoto,
1984: 1). Dengan rinci Sunoto menunjukkan fakta historis, diantaranya adalah :

5
1. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-putusnya orang
percaya kepada Tuhan.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah tamah,
sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
3. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub, rukun, bersatu,
dan kekeluargaan.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/
perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam masyarakat kita.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan berlaku adil terhadap
sesama.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 18


Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa, bernegara dan
berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun pada
kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek moyang
bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak
zaman nenek moyang. Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan
Rancangan pembukaan Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin dinamakan Jakarta Charter
atau Piagam Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan alinea keempat terdapat rumusan
Pancasila yang tata urutannya tersusun secara sistematis:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat Allah Yang
Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya”. Kalimat ini
merupakan cetusan hati nurani bangsa Indonesia yang diungkapkan sebelum Proklamasi
kemerdekaan, sehingga dapat disebut sebagai declaration of Indonesian Independence.

6
2.2 Pancasila Pada Masa Kemerdekaan
Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima oleh Amerika
Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. Sehari kemudian BPUPKI
berganti nama menjadi PPKI menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan
Indonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki yang membuat Jepang menyerah kepada
Amerika dan sekutunya. Peristiwa ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya. Untuk merealisasikan tekad tersebut, maka pada
tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam
penyusunan teks proklamasi yang berlangsung singkat, mulai pukul 02.00-04.00 dini hari.
Teks proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad
Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi Maeda tepatnya di jalan Imam Bonjol No 1.
Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni (dari golongan muda) mengusulkan agar
yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama
bangsa Indonesia.
Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Isi
Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang tertuang
dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan
melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara
Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Piagam Perjanjian San Francisco (26
Juni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah sumber berdaulat yang
memancarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (Yamin, 1954: 16). Piagam
Jakarta ini kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi
pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari kalimat
“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”, diubah
menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan
interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yang
dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh berusaha menempatkan Pancasila
lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang Pancasila tidak
hanya kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial atau weltanschauung bangsa.
Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Dasar
argumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Pancasila
pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di antara golongan nasionalis netral

7
agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir Alisyahbana dkk) dan nasionalis Islam (Hamka,
Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk) mengenai dasar negara.

2.3 Pancasila Pada Masa Orde Lama


Pada masa Orde Lama, yaitu pada masa kekuasaan Presiden Soekarno, Pancasila
mengalami ideologisasi. Artinya, Pancasila berusaha untuk dibangun, dijadikan sebagai
keyakinan dan kepribadian bangsa Indonesia. Presiden Soekarno menyampaikan bahwa
ideologi Pancasila berangkat dari mitologi yang belum jelas bahwa Pancasila itu dapat
mengantarkan bangsa Indonesia ke arah kesejahteraan, tetapi Soekarno tetap berani
membawa konsep Pancasila ini untuk dijadikan ideologi bangsa Indonesia. Pada masa ini,
Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang berkembang pada situasi dunia yang ketika
itu diliputi oleh kekacauan dan kondisi sosial-budaya berada di dalam suasana transisional
dari masyarakat terjajah menjadi masyarakat merdeka. Masa ini adalah masa pencarian
bentuk implementasi Pancasila, terutama dalam sistem kenegaraan. Maka dari itu, Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda.
Pada periode tahun 1945 sampai dengan 1950, nilai persatuan dan kesatuan rakyat
Indonesia masih tinggi karena menghadapi Belanda yang masih ingin mempertahankan
daerah jajahannya di Indonesia. Namun, setelah penjajah dapat diusir, bangsa Indonesia
mulai mendapat tantangan dari dalam. Dalam kehidupan politik, sila keempat yang
mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat dilaksanakan karena demokrasi yang
diterapkan adalah demokrasi parlementer. Presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara,
sedangkan kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri. Sistem ini menyebabkan
tidak adanya stabilitas pemerintahan.
Padahal dasar negara yang digunakan adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
yang presidensil, namun dalam praktiknya sistem ini tidak dapat terwujud. Persatuan rakyat
Indonesia mulai mendapatkan tantangan dengan munculnya upaya-upaya untuk mengganti
Pancasila sebagai dasar negara dengan paham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di
Madiun pada tahun 1948. Selain itu, ada juga DI/TII yang ingin mendirikan negara
berdasarkan ajaran Islam.
Pada periode tahun 1950 sampai dengan 1955, penerapan Pancasila diarahkan sebagai
ideologi liberal, yang pada kenyataannya tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan.
Walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi rumusan sila keempat tidak berjiwakan
musyawarah mufakat, melainkan suara terbanyak. Sistem pemerintahannya yang liberal lebih
menekankan hak-hak individual. Pada periode ini, persatuan dan kesatuan bangsa mendapat

8
tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan oleh
RMS, PRRI, dan Permesta yang ingin melepaskan diri dari NKRI.
Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih baik dengan terlaksananya pemilihan
umum tahun 1955 yang dianggap sebagai pemilihan umum yang paling demokratis. Akan
tetapi, anggota Konstituante hasil pemilihan umum tidak dapat menyusun Undang-Undang
Dasar seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan.
Pada periode tahun 1956 sampai dengan 1965, dikenal sebagai demokrasi terpimpin. Akan
tetapi, demokrasi justru tidak berada pada kekuasaan rakyat yang merupakan amanah nilai-
nilai Pancasila, kepemimpinan berada pada kekuasaan pribadi Presiden Soekarno melalui
‘Dekrit Presiden’. Oleh karena itu, terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap
Pancasila dalam konstitusi.
Dalam mengimplementasikan Pancasila, Presiden Soekarno melaksanakan pemahaman
Pancasila dengan paradigma yang disebut dengan USDEK. Untuk mengarahkan perjalanan
bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh Undang-Undang Dasar 1945,
sosialisme ala Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian nasional.
Akan tetapi, hasilnya adalah terjadinya rencana kudeta oleh PKI dan lengsernya Presiden
Soekarno dari jabatannya.
Dinamika perdebatan ideologi antara kelompok Islam dengan Pancasila adalah wajah
dominan perpolitikan nasional pada masa Orde Lama. Pada dasarnya, hal ini dilatarbelakangi
oleh kekecewaan kelompok Islam atas penghapusan Piagam Jakarta dari Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Apalagi ketika penguasa menggunakan Pancasila sebagai alat
untuk menekan dan mengekang kelompok Islam.
Hal ini tampak jelas ketika akhir tahun 1950-an, Pancasila sudah bukan merupakan titik
pertemuan bagi semua ideologi sebagaimana yang dimaksud oleh Soekarno dahulu. Pancasila
telah dimanfaatkan sebagai senjata ideologis untuk mendelegitimasi tuntutan Islam bagi
pengakuan negara atas Islam.
Pada masa ini juga, Presiden Soekarno membubarkan partai Islam terbesar di Indonesia,
Partai Masyumi, karena dituduh terlibat dalam pemberontakan regional berideologi Islam.
Kepentingan-kepentingan politis dan ideologis yang saling berlawanan antara Presiden
Soekarno, militer, Partai Kominis Indonesia (PKI), serta kelompok Islam telah menimbulkan
struktur politik yang sangat labil pada awal tahun 1960-an, sampai akhirnya melahirkan
Gerakan G 30 S/PKI yang berakhir pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama.

2.4 Pancasila Pada Masa Orde Baru

9
Satu model yang dianggap dapat menjelaskan realitas politik Orde Baru adalah rezim
otoriter birokratis, yang melenceng jauh dari nilai-nilai luhur Pancasila. Dalam rezim seperti
ini, keputusan dibuat melalui cara sederhana, tepat, tidak bertele-tele, efisien, dan tidak
memungkinkan adanya proses bergaining yang lama. Munculnya rezim ini disebabkan
adanya semacam delayed-dependent development syndrome di kalangan elite politik, seperti
ketergantungan pada sistem internasional dan kericuhan-kericuhan politik dalam negeri.
Rezim ini didukung oleh kelompok-kelompok yang paling dapat mendukung proses
pembangunan yang efisien, yaitu militer, teknokrat sipil, dan pemilik modal.
Tekad Orde Baru menjamin stabilitas politik dalam rangka pembangunan ekonomi
mempunyai implikasi tersendiri pada kehidupan partai-partai dan peranan lembaga
perwakilan rakyat. Pemerintah Orde Baru bertekad untuk mengoreksi penyimpangan politik
yang terjadi pada era Orde Lama dengan memulihkan tertib politik berdasarkan Pancasila.
Penegasan bahwa stabilitas politik menjadi prasyarat pembangunan ekonomi secara tidak
langsung dapat berimplikasi pada pengurangan pluralisme kehidupan politik atau pembatasan
pada sistem politik yang demokratis.
Pada awal kehadirannya, Orde Baru memulai langkah pemerintahannya dengan langgam
libertarian. Orde Baru telah menggeser sistem politik Indonesia dari titik ekstrim otoriter
pada zaman demokrasi terpimpin ke sistem demokrasi liberal. Akan tetapi, kenyataannya
langgam libertarian tidak berlangsung lama, sebab di samping merupakan reaksi terhadap
sistem otoriter yang hidup sebelumnya, sistem ini hanya ditolerir selama pemerintah mencari
format baru politik Indonesia. Segera setelah format baru terbentuk, sistem liberal bergeser
lagi ke sistem otoriter.
Rezim Orde Baru dipimpin oleh Presiden Soeharto. Pada masa Orde Baru, pemerintah
berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945 secara murni dan
konsekuen sebagai kritik terhadap Orde Lama yang menyimpang dari Pancasila, melalui
program P4 (Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila).
Pemerintahan Orde Baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi
negara sekaligus berhasil memberantas paham komunis di Indonesia. Akan tetapi,
implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan. Beberapa tahun kemudian, kebijakan-
kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa Pancasila. Pancasila ditafsirkan
sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah sehingga tertutup bagi tafsiran lain. Pancasila
justru dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden Soeharto menggunakan Pancasila sebagai alat
untuk melanggengkan kekuasaannya.

10
Ada beberapa metode yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila. Pertama, melalui
ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui pembekalan. Kedua, Presiden Soeharto
membolehkan rakyat untuk membentuk organisasi-organisasi dengan syarat harus berasaskan
Pancasila, atau yang disebut sebagai asas tunggal. Ketiga, Presiden Soeharto melarang
adanya kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintah dengan alasan stabilitas, karena
Presiden Soeharto beranggapan bahwa kritikan terhadap pemerintah menyebabkan
ketidakstabilan di dalam negeri. Oleh karena itu, untuk menjaga stabilitas negara, Presiden
Soeharto menggunakan kekuatan militer sehingga tidak ada pihak-pihak yang berani untuk
mengkritik pemerintah.
Dalam sistem pemerintahannya, Presiden Soeharto melakukan beberapa penyelewengan
dalam penerapan Pancasila, yaitu dengan diterapkannya demokrasi sentralistik, demokrasi
yang berpusat pada pemerintah. Selain itu, Presiden Soeharto juga memegang kendali
terhadap lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif sehingga peraturan yang dibuat harus
sesuai dengan persetujuannya.
Selama rezim Orde Baru berkuasa, terdapat beberapa tindakan penguasa yang melenceng
dari nilai-nilai luhur Pancasila, antara lain yaitu:
1. Melanggengkan Presiden Soeharto berkuasa selama 32 tahun.
2. Terjadi penafsiran sepihak terhadap Pancasila melalui program P4.
3. Adanya penindasan ideologis sehingga orang-orang yang mempunyai gagasan kreatif dan
kritis menjadi takut bersuara.
4. Adanya penindasan secara fisik, seperti pembunuhan di Timor Timur, Aceh, Irian Jaya,
kasus di Tanjung Priok, kasus pengrusakan pada 27 Juli, dan lain sebagainya.
5. Perlakuan diskriminasi oleh negara terhadap masyarakat non pribumi (keturunan) dan
golongan minoritas.

2.5 Pancasila Pada Masa Reformasi


Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar Negara itu untuk
sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan rezim Orde Baru.
Dasar negara itu berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya sumber nilai serta
kebenaran. Negara menjadi maha tahu mana yang benar dan mana yang salah. Nilai-nilai itu
selalu ditanam ke benak masyarakat melalui indoktrinasi (Ali, 2009: 50). Dengan seolah-olah
“dikesampingkannya” Pancasila pada Era Reformasi ini, pada awalnya memang tidak
nampak suatu dampak negatif yang berarti, namun semakin hari dampaknya makin terasa dan
berdampak sangat fatal terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Dalam

11
kehidupan sosial, masyarakat kehilangan kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-
konflik horisontal dan vertikal secara masif dan pada akhirnya melemahkan sendi-sendi
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. Dalam bidang budaya, kesadaran
masyarakat atas keluhuran budaya bangsa Indonesia mulai luntur, yang pada akhirnya terjadi
disorientasi kepribadian bangsa yang diikuti dengan rusaknya moral generasi muda.
Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangan di berbagai sektor diperparah
lagi dengan cengkeraman modal asing dalam perekonomian Indonesia. Dalam bidang politik,
terjadi disorientasi politik kebangsaan, seluruh aktivitas politik seolah-olah hanya tertuju
pada kepentingan kelompok dan golongan. Lebih dari itu, aktivitas politik hanya sekedar
merupakan libido dominandi atas hasrat untuk berkuasa, bukannya sebagai suatu aktivitas
memperjuangkan kepentingan nasional yang pada akhirnya menimbulkan carut marut
kehidupan bernegara seperti dewasa ini (Hidayat, 2012).
Eksistensi Pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang substansinya
belum mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum berlangsung dengan baik karena
Pancasila belum difungsikan secara maksimal sebagaimana mestinya. Banyak masyarakat
yang hafal butir-butir Pancasila tetapi belum memahami makna yang sesungguhnya.
Pada Era Reformasi, Pancasila sebagai re-interpretasi, yaitu Pancasila harus selalu
diinterpretasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman, berarti dalam
menginterpretasikannya harus relevan dan kontekstual, serta harus sinkron atau sesuai dengan
kenyataan pada zaman saat itu.
Berbagai perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun, faktanya masih banyak masalah
sosial-ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila dalam reformasipun
dipertanyakan. Pancasila di Era Reformasi tidak jauh berbeda dengan Pancasila di masa Orde
Lama dan Orde Baru, karena saat ini debat tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila
dijadikan ideologi masih kerap terjadi.
Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun masyarakat.
Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Pancasila banyak diselewengkan dan
dianggap sebagai bagian dari pengalaman buruk di masa lalu, dan bahkan ikut disalahkan
menjadi sebab kehancuran.

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pancasila merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses berbangsa dan bernegara Indonesia.
Pancasila adalah produk sejarah ketika bangsa Indonesia berproses mendirikan negara
Indonesia. Proses sejarah itu dimulai ketika bangsa Indonesia hendak menyiapkan
kemerdekaan yang diawali dengan pembentukan BPUPKI. Sidang pertama BPUPKI, masa
reses, sidang kedua BPUPKI serta pembentukan dan sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) (Winarno, 2016:24).
Pancasila harus menjadi ideologi yang mampu melintasi berbagai perkembangan yang
dialami masyarakat nusantara akibat kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan dewasa ini.
Pancasila harus dapat menjadi solusi dari berbagai krisis yang terjadi. Nilai-nilai dasar
Pancasila harus mampu memiliki sifat aktual dengan berbagai kemajuan dan teknologi
informasi dan komunikasi sehingga Pancasila menjadi sebuah ideologi yang terus menjadi
pijakan utama ditengah perubahan (Ali Amran 2016:83).
Dalam perjalanan sejarahnya Pancasila terbagi atas lima, yaitu pancasila pada masa
pra kemerdekaan, pancasila pada masa kemerdekaan, pancasila pada masa orde lama,
pancasila pada masa orde baru, dan pancasila pada masa reformasi.

3.2 Saran
Pancasila merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang mana setiap warga negara
harus menjunjung tinggi dan mengamalkan sila-sila dari Pancasila tersebut dengan setulus
hati dan penuh rasa tanggung jawab.

13
DAFTAR PUSTAKA

Halking, dkk. 2018. Pendidikan Pancasila. Medan: Universitas Negeri Medan.

Utama, Andrew Shandy dan Sandra Dewi. Pancasila Sebagai Ideologi Bangsa Indonesia
Serta Perkembangan Ideologi Pancasila Pada Masa Orde Lama, Orde Baru dan Era
Reformasi. (https://osf.io/7y9wn/download/?format=pdf, diakses tanggal 16
September 2020)

2018. Pancasila Dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.


(http://mihsanahmad0.blogspot.com/2018/08/pancasila-dalam-kajian-sejarah-
bangsa.html?m=1, diakses tanggal 16 September 2020)

14

Anda mungkin juga menyukai