Anda di halaman 1dari 22

Nama : Rinna Amelia Polihito

Prodi : Pendidikan Biologi

Kelas : A

‘’RESPON TUMBUHAN TERHADAP STRES LINGKUNGAN’’

Soal

1. Mengapa kekeringan dapat menyebabkan tumbuhan stress ? proses fisiologi apa yang
terganggu pada tumbuhan jika dalam lingkungan kekeringan ?
2. Lakukan analisis yang sama terhadap stress genangan, kadar garam tinggi, dan
temperatur ?

Jawaban

1. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah
perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju
evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar
tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah.
Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis,
sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus
akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya
tanaman akan mati. Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh tingkat
stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman. Respon
tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat seluler dan
molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel menjadi lebih kecil,
penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut pada daun, peningakatan ratio
akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju fotosintesis, perubahan metabolisme
karbon dan nitrogen, perubahan produksi aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan
ekspresi.
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan mengurangi laju transpirasi untuk
penghematan air. Terjadinya kekurangan air pada daun akan menyebabkan sel-sel
penjaga kehilangan turgornya. Suatu mekanisme control tunggal yang memperlambat
transpirasi dengan cara menutup stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan
sintesis dan pembebasan asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu
mempertahankan stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membrane sel penjaga.
Daun juga berespon terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel
adalah suatu proses yang tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat
pertumbuhan daun muda. Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui transpirasi
dengan cara memperlambat peningkatan luas permukaan daun. Ketika daun dari
kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu akibat
Kekurangan air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat
mengurangi transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke
matahari. Semua respon daun ini selain membantu tumbuhan untuk menghemat air, juga
mengurangi fotosintesis.
Pertumbuhan akar juga memberikan respon terhadap kekurangan air. Selama
musim kemarau, tanah umumya mongering dari permukaan hingga bawahnya. Keadaan
ini menghambat pertumbuhan akar dangkal, karena selselnya tidak dapat
mempertahankan turgor yang diperlukan untuk pemanjangan. Akar yang lebih dalam
yang dikelilingi oleh tanah yang masih lembab terus tumbuh. Dengan demikian, sistem
akar memperbanyak diri dengan cara yang memaksimumkan pemaparan terhadap air
tanah.
2. Genangan air tanah telah lama diidentifikasi sebagai stres abiotik utama dan kendala
yang diberikannya pada akar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan
dan perkembangan tanaman. Bila peristiwa ini terjadi pada musim semi, maka genangan
air ini dapat mengurangi perkecambahan benih dan perkembangan bibit. Dengan
demikian, genangan air merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan dan kelangsungan hidup spesies tanaman, tidak hanya pada ekosistem
alami, tetapi juga pada sistem pertanian dan hortikultura.

Setelah penggenangan, terjadi perubahan yang cepat pada sifat tanah. Pada saat air
memenuhi pori-pori tanah, udara didesak keluar, difusi gas berkurang dan senyawa
beracun terakumulasi akibat kondisi anaerobik. Semua perubahan ini sangat
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk bertahan hidup. Sebagai responsnya,
resistensi stomata meningkat, fotosintesis dan konduktivitas hidrolik akar menurun, dan
translokasi fotoassimilat berkurang. Namun demikian, salah satu adaptasi terbaik
tanaman terhadap hipoksia/anoksia adalah peralihan proses biokimia dan metabolisme
yang umum terjadi pada saat ketersediaan O2 terbatas. Sintesis yang selektif satu set dari
sekitar 20 protein stres anaerobik (ANPS) memungkinkan terjadinya proses metabolisme
penghasil energi tanpa oksigen di bawah kondisi yang anaerob. Adaptasi lain yang
diamati adalah perubahan morfologi yang terdiri dari pembentukan lentisel hipertrofi,
inisiasi akar adventif dan/atau perkembangan aerenchyma. Tinjauan ini merinci respons
stres tanaman yang beragam terhadap hipoksia/anoksia, yang disebabkan oleh genangan
air tanah/banjir dan mengkaji beberapa fitur kunci dari adaptasi metabolisme, fisiologis
dan morfologis.

a. Perubahan lingkungan akar selama penggenangan


Pada saat air menggenangi tanah, ruang udara dipenuhi air, mengakibatkan
terjadinya perubahan karakteristik beberapa fisiko-kimia tanah. Hal pertama yang terjadi
sebenarnya adalah adanya peningkatan H2O: tanah jenuh air ciri dari banjir. Namun
demikian, mekanisme yang memicu respons tanaman adalah produk dari banjir zona akar
(perubahan redoks dan pH tanah, dan penurunan kadar O2).
Potensial redoks (Eh) tanah sering dianggap sebagai indikator yang paling tepat
dari perubahan kimia yang terjadi saat banjir. Eh umumnya menurun selama tergenang
air tanah. Potensial redoks tidak hanya merupakan indikator dari kadar O2 (Eh sekitar
+350 mV dalam kondisi anaerob) Pezeshki dan De Laune 1998) karena kondisi reduktif
menyebabkan kompetisi tinggi akan O2, tetapi juga mempengaruhi ketersediaan dan
konsentrasi pelbagai nutrisi tanaman ( Pezeshki 2001). Akan tetapi, perubahan Eh
dipengaruhi oleh bahan organik serta Fe dan Mn. Reduksi tanah memacu pelepasan
kation dan fosfor melalui adsorpsi ion besi dan pelarutan oksida. Kondisi tanah yang
reduktif juga mendukung produksi etanol, asam laktat, asetaldehida, dan asam asetat dan
formiat.
Karakteristik kimia tanah lainnya yang sangat dipengaruhi oleh kondisi genangan
adalah pH tanah, yang berkorelasi negatif dengan Eh. PH tanah umumnya cenderung
meningkat menuju netral pada kondisi tergenang air.
Peningkatan pH dapat dijelaskan oleh pelarutan karbonat dan bikarbonat di awal
genangan. PH tanah juga mempengaruhi perombakan bahan organik tanah dan proses
seperti mineralisasi, nitrifikasi, dan hidrolisis urea.

Secara keseluruhan, salah satu efek utama genangan air adalah rendahnya
keberadaan O2 di bagian tanaman yang terendam, karena gas O2 berdifusi 10.000 lebih
cepat di udara dibandingkan di dalam air. Pengaruh terbatasnya O2 pada metabolisme sel
tergantung pada konsentrasinya dan penurunan ketersediaan O2 secara gradual pada akar
memiliki berbagai pengaruh pada metabolisme tanaman:

1. Normoxia memungkinkan respirasi aerobik dan metabolisme normal dan sebagian


besar ATP dihasilkan melalui fosforilasi oksidatif,
2. Hipoksia terjadi ketika penurunan O2 yang tersedia mulai menjadi faktor pembatas
untuk produksi ATP melalui fosforilasi oksidatif dan,
3. Anoxia ketika ATP hanya dihasilkan melalui glikolisis fermentasi, karena tidak ada
O2 yang tersedia lagi. Dengan demikian, karena kondisi anaerobik berkembang di
tanah tergenang air, maka ada peningkatan jumlah produk sampingan dari
metabolisme fermentasi yang terakumulasi di lingkungan perakaran dan kadar CO2,
metana, dan asam lemak volatile meningkat. Penurunan energi yang tersedia
memiliki konsekuensi yang dramatis pada proses seluler, yang menyebabkan
ketidakseimbangan dan/atau kekurangan air dan hara nutrisi. Selain itu, perubahan
lingkungan ini juga dapat membuat tanaman lebih rentan terhadap stres lainnya,
khusus terhadap infeksi pathogen
Skema diagram jalur metabolik utama yang dusulkan pada saat tanaman mengalami stres
genangan.

Hipoksia menyebabkan penurunan respirasi mitokondria, yang sebagian


dikompensasi oleh peningkatan baik pada glikolisis maupun pada fermentasi. Nitrat telah
diusulkan sebagai akseptor elektron perantara ketika konsentrasi O2 rendah dan mungkin
ikut serta pada oksidasi NAD(P)H selama hipoksia. NO dapat dioksigenasi menjadi nitrat
dengan O2 yang terikat erat pada hemoglobin kelas-1 [Hb(Fe2+)O2], yang dioksidasi
menjadi metHb[Hb(Fe3+)]. Enzim alanin aminotransferase yang mengubah piruvat
menjadi alanin banyak diinduksi dalam kondisi hipoksia. Namun, tidak seperti
pembentukan etanol, tidak ada konsumsi NAD(P)H dalam proses ini: methemoglobin
reduktase; NO: nitrat oksida.

b. Respons metabolisme dan adaptasi terhadap hipoksia dan anoksia


Akibat langsung dari genangan air adalah periode hipoksia, diikuti oleh
penurunan tajam dari O2 yang menyebabkan kondisi anoksia. Kekurangan oksigen
seluler disebut "hipoksia" ketika kadar oksigen membatasi respirasi mitokondria dan
“anoksia” saat respirasi benar-benar terhambat. Ketika respirasi menurun, aliran elektron
melalui jalur respirasi berkurang, sehingga mengurangi produksi ATP. Akibatnya, bahan
kimia pengoksidasi (yaitu nicotinamide adenin dinukleotida, NAD) harus dihasilkan
melalui jalur alternatif yang tidak menggunakan O2 sebagai akseptor elektron terminal.
Ketika fosforilasi oksidatif adenosine difosfat (ADP) terbatas, maka tanaman mengubah
metabolismenya dari respirasi aerobik menjadi fermentasi anaerob. Jalur fermentasi
anaerob berfungsi sebagai rute metabolisme aman dan mencakup dua tahap: karboksilasi
piruvat menjadi asetaldehida (dikatalisis oleh piruvat dekarboksilase, PDC) dan
berikutnya reduksi asetaldehida menjadi etanol dengan diiringi oksidasi NAD (P) H
menjadi NAD (P), dikatalisis oleh alkohol dehidrogenase (ADH). Jalur metabolisme
fermentasi hanya memungkinkan sintesis 2 mol ATP dibandingkan 36 ATP per mol
glukosa yang dihasilkan pada respirasi aerobik. Untuk mengimbangi defisit energi,
glikolisis dipercepat, menyebabkan menipisnya cadangan karbohidrat ("Pasteur efek").
Tidak mengherankan, enzim yang berperan dalam jalur fermentasi (lihat PDC dan ADH
di atas) termasuk kelompok dari sekitar 20 ANPS, diinduksi secara selektif selama stres
hipoksia, sedangkan keseluruhan sintesis protein berkurang. ANPS yang diinduksi dalam
kondisi hipoksia adalah enzim glikolisis, fermentasi etanol, proses yang terkait dengan
metabolisme karbohidrat, tetapi juga yang lainnya yang terlibat dalam pembentukan
aerenchyma (xyloglucans endotransglycosylase) dan pengendali pH sitoplasma.

Spesies yang toleran terhadap genangan air umumnya dianggap yang mampu
mempertahankan status energinya melalui fermentasi. Selain kemampuannya untuk
menjaga tingkat energi yang tepat, pemeliharaan pH sitosol sangat penting. Ketika
hipoksia atau anoksia terjadi, pH sitoplasma menunjukkan penurunan awal yang
dikaitkan dengan produksi awal asam laktat melalui fermentasi. Menurut "teori pH-stat
Davies-Roberts", penurunan pH memungkinkan pengalihan dari laktat ke fermentasi
etanol dengan menghambat laktat dehidrogenase (LDH) dan aktivasi ADH. Karena
asidosis dapat menginduksi nekrosis sel, pengalihan yang terjadi dapat mempertahankan
pH di sekitar 6,8, sehingga memungkinkan kelangsungan hidup sel. Meskipun hipotesis
ini telah diverifikasi pada beberapa kasus, ada banyak laporan yang mempertanyakan
model ini. Memang, jelaslah sekarang bahwa korelasi antara laktat dengan
asidifikasi sitoplasma tidak ubiquitus pada semua jaringan tanaman yang dipelajari
Karena O2 kurang dalam kondisi hipoksia, maka ia harus diganti dengan akseptor
elektron alternatif. Bahkan, nitrat telah lama dianggap sebagai akseptor elektron terminal
bagi mitokondria tanaman di bawah kondisi hipoksia atau anoxia. Baru-baru ini
reduksi nitrat telah diteliti sebagai jalur respirasi alternatif dan ini menjadi sangat penting
untuk pemeliharaan redoks dan homeostasis energi sel dalam kondisi oksigen yang
terbatas. Urutan reaksinya, yang disebut sebagai siklus Hb/NO di mana NO (nitrat
oksida) dioksidasi menjadi nitrat, melibatkan hemoglobin non-simbiosis kelas 1 yang
diinduksi dalam kondisi hipoksia. Postulat Siklus Hb/NO baru-baru ini didemostrasikan
pada akar hipoksia dan selain penting bagi respons tanaman terhadap genangan, ia juga
memainkan peran diawal perkecambahan benih.

c. Respons fisiologis terhadap genangan


Salah satu respons fisiologis awal tanaman terhadap genangan adalah
pengurangan konduktansi stomata (Gambar 4). Genangan tidak hanya meningkatkan
resistensi stomata tetapi juga membatasi penyerapan air, sehingga kemudian mengarah
kepada defisit air internal.

Rendahnya kadar O2 juga dapat mengurangi konduktivitas hidrolik (Lp)


akibatnya kepada penurunan permeabilitas akar. Penurunan Lp bisa dihubungkan dengan
molekul aquaporin oleh pH sitosol. Bukti menunjukkan bahwa regulasi protein membran
plasma intrinsik (PIPs) oleh pH sangat relevan pada kondisi anoksia, sebagai residu
histidin cadangan pada posisi 197 di Loop D intraseluler telah diidentifikasi sebagai
tempat pH-sensing utama dalam kondisi fisiologis. Kenyataannya, pengaturan gen
aquaporin umumnya dikaitkan dengan penurunan Lp akar karena aquaporins
mengendalikan pergerakan air radial dalam akar. Dengan demikian, tampaknya bahwa
rendahnya Lp di seluruh tanaman pada kondisi tergenang air kemungkinan besar terkait
dengan hambatan transportasi air oleh aquaporin, meskipun studi mendalam tentang
pengaruh aquaporin terhadap pengaturan ke seluruhan tata air tanaman selama
tergenangan air masih kurang. Selain itu, rendahnya pergerakan air radial sebagian dapat
dijelaskan oleh adanya gradien oksigen antar bagian dalam jaringan akar. Sesungguhnya,
ada bukti yang jelas bahwa dalam tanah yang tergenang air, ada gradien O2 antara stele
yang mungkin dalam kondisi anoksia, dengan sel-sel kortek yang mungkin hanya dalam
kondisi hipoksia. Dengan demikian, perbedaan-perbedaan ini dalam lingkungan mikro
juga dapat menyebabkan perbedaan antar bagian pada tingkat energi sel dan kemudian
rendahnya Lp akar.

Kekurangan O2 umumnya menyebabkan sangat cepat berkurangnya laju


fotosintesis pada tanaman yang tidak toleran genangan, yang umumnya dianggap sebagai
hasil dari berkurangnya mulut stomata.Faktor-faktor lain seperti penurunan kadar klorofil
daun, penuaan dini daun, dan penurunan luas daun juga dapat menyebabkan
penghambatan fotosintesis pada tahap berikutnya. Ketika berkepanjangan, stres dapat
menyebabkan penghambatan aktivitas fotosintesispada jaringan mesofil, serta
penurunan aktivitas metabolik dan translokasi fotoasimilat. Dampak dari berkurangnya
fotosintesis pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman bisa jadi sangat dramatis dan
secara bersamaan dapat menyebabkan disfungsi fisiologis seperti penghambatan
transportasi air dan perubahan keseimbangan hormone. Untuk mempertahankan aktivitas
metaboliknya, tanaman harus menggunakan cadangan karbohidratnya. Karena pasokan
karbohidrat awal berkorelasi dengan tingkat toleransi terhadap hipoksia/anoksia pada
banyak spesies, mungkin melalui keterlibatan dalam menyediakan energi selama kondisi
anaerobik, maka tingkat cadangan karbohidrat menjadi faktor penting dari toleransi
terhadap genangan dalam jangka panjang. Sebagai contoh, peningkatan kemampuan
untuk memanfaatkan gula melalui jalur glikolisis memungkinkan bibit padi untuk
bertahan hidup lebih lama dalam genangan.

Meskipun tanaman memiliki cadangan gula tinggi, namun cadangan gulanya


harus tersedia dan mudah dikonversi melalui jalur glikolisis yang efisien. Kenyataannya,
ketersediaan fotoassimilat bagi sel pada kondisi anaerobik telah diusulkan sebagai salah
satu tahap pembatas bagi tanaman untuk bertahan hidup dalam kondisi tergenang.
Sesungguhnya, tanah yang tergenang air cenderung mengurangi translokasi produk
fotosintesis dari "source" daun kepada "sink" akar.
Dengan demikian, pemeliharaan aktivitas fotosintesis dan akumulasi gula terlarut
ke akar jelaslah merupakan adaptasi penting terhadap genangan air.
Keadaan fisiko-kimia utama yang terjadi pada rizosfer selama tergenang air dan perubahan
metabolisme dan fisiologis yang diiukti oleh inisiasi respons adaptasi.

d. Adaptasi morfologi dan anatomi terhadap genangan


Terbentuk nyalentisel hipertrofi merupakan perubahan anatomi umum yang
diamati pada berbagai spesies tanaman berkayu selama tergenang. Pertumbuhan
hipertrofi terlihat sebagai pembengkakan jaringan di dasar batang dan diyakini
merupakan hasil dari pembelahan dan pembesaran sel radial. Fenomena ini telah lama
dikaitkan dengan keberadaan auksin (IAA) dan produksi etilen. Perkembangan lentisel
hipertrofi ini diyakini untuk memfasilitasi difusi O2 ke arah bawah dan menjadi
ventilasi potensial bagi senyawa yang diproduksi di akar sebagai produk samping dari
metabolisme anaerobik (etanol, CH4, CO2). Meskipun masih belum ada konsensus
yang jelas mengenai peran fisiologis yang sebenarnya, jumlah lentisel ini telah
dikaitkan dengan meningkatnya toleransi terhadap genangan pada spesies Quercus.
Selain itu, lentisel hipertrofi cenderung lebih berkembang di bawah permukaan air,
yang tidak mendukung perannya sebagai fasilitator penting bagi masuknya dan
pengiriman O2 kepada sistem perakaran, sebagaimana yang diasumsikan. Dengan
demikian lebih mungkin bahwa lentisel sebenarnya membantu mempertahankan
homeostasis air saat tergenang, dengan cara menggantikan sebagian sistem akar yang
membusuk dan memberikan sarana pengambilan air bagi tunas. Untuk mendukung
peran tersebut, lentisel permeabel terhadap air, adanya kecenderungan konduktansi
stomata untuk kembali menuju tingkat yang terkontrol setelah penurunan sementara
secara umum telah dikaitkan dengan perkembangan lentisel hipertrofi ini, dan
kehadiran mereka dikaitkan dengan pemeliharaan status air tanaman selama stres
genangan pada spesies Quercus. Dengan demikian, meskipun fungsi mereka masih
belum begitu jelas, tampaknya lentisel mungkin memainkan peran penting dalam
adaptasi terhadap kondisi genangan pada beberapa spesies dengan cara membantu
mempertahankan homeostasis air tanaman.
Adaptasi morfologi penting lainnya terhadap genangan adalah perkembangan akar
adventif, yang berfungsi menggantikan akar utama. Pembentukan akar khusus ini
terjadi ketika sistem perakaran asli tidak mampu memasok air dan mineral yang
dibutuhkan tanaman. Selain itu, membusuknya sistem akar utama dapat dianggap
sebagai pengorbanan untuk memungkinkan penggunaan energi yang lebih efisien bagi
pengembangan sistem akar yang lebih sesuai.

Akar adventif biasanya terbentuk di dekat pangkal batang atau di wilayah di mana
lentisel berlimpah, dan pertumbuhan mereka adalah lateral, sejajar dengan permukaan
air/tanah. Kehadiran akar adventif di perbatasan antara permukaan tanah jenuh air dengan
atmosfir mencerminkan pentingnya akar ini dalam menggantikan sistem akar yang
normal baik di dalam air maupun jauh di permukaan air tanah. Selain itu, kemampuan
untuk memproduksi akar adventif umumnya terkait dengan meningkatknya toleransi
terhadap genangan dan perkembangan akar adventif ini telah banyak dikaitkan dengan
produksi etilen. Baru-baru ini, molekul lainnya telah diidentifikasi sebagai pemain kunci
dalam inisiasi akar adventif ini. Sesungguhnya, data terakhir menunjukkan bahwa
produksi NO bekerja searah dengan IAA dalam pengendalian pembentukan akar
adventif. Namun, pemahaman tentang peran NO dalam pembentukan akar adventif masih
dini dan temuan mengenai peran penting NO terhadap toleransi stres genangan ada di
masa depan.

Terakhir, salah satu respons yang paling penting terhadap genangan air adalah
terbentuknya ruang kosong (aerenkhima) pada korteks akar. Terbentuknya aerenkhima
ini mungkin merupakan respons terhadap genanganbaik pada spesies yang toleran
maupun yang tidak toleran. Akan tetapi, pembentukan aerenchyma merupakan respons
adaptif pada spesies toleran genangan saja, khususnya pada spesies berkayu lahan basah.
Peningkatan porositas dapat meningkatkan ventilasi pada bagian atas tanaman dan
pengudaraan senyawa beracun yang diproduksi di akar (misalnya, etanol, metana)
dan/atau meningkatkan difusi longitudinal gas pada akar sehingga meningkatkan aerasi.
Ternyata, proporsi aerenkhima umumnya dianggap sebagai faktor pembeda utama antara
tumbuhan lahan basah dan tumbuhan bukan lahan basah.
Terbentuknya jaringan aerenkhima atau ruang kosong ini tidak hanya pada akar
saja. Jaringan ini juga terlihat pada seludang daun ketika terendam air dan membentuk
sistem interkoneksi ventilasi tunas-akar. Aerenkhima meningkatkan porositas jaringan
yang dapat terbentuk dengan sendirinya sebagai akibat dari perubahan yang terkait
dengan tekanan osmotik dari bentuk sel. Perubahan bentuk sel dan bongkahannya pada
korteks akar sangat mungkin terkait dengan meningkatnya aktivitas enzim pelunak
dinding sel dan dengan deposit suberin pada eksodermis.

Adaptasi anatomi dan morfologi yang terjadi selama tanaman tergenang air
Terbentuknya eksodermis yang bersuberin berkorelasi dengan terbentuknya
aerenkhima pada jagung dan berhubungan dengan berkurangnya kehilangan O2 akar.
Adanya penghalang di permukaan korteks itu bisa jadi tidak hanya mengurangi
kehilangan O2 ke rhizosfer, tetapi juga dapat melindungi tanaman dari fitotoksin yang
dihasilkan oleh mikroorganisme di sekitar akar.

Proses perkembangan aerenkhima telah lama diteliti dan sekarang telah jelas bahwa
setidaknya ada dua jenis proses yang terlibat. Yang pertama adalah perkembangan
konstitutif, yang terjadi baik pada tumbuhan yang tergenang air maupun tidak. Proses ini
terbentuk oleh sel yang memisah selama perkembangan jaringan. Tipe kematian sel yang
berlangsung melalui sel yang memisahkan diri ini disebut schizogeny (dibentuk oleh
pemisahan sel) dan perkembangannya diatur dan tidak terkait dengan rangsangan dari
luar. Ini adalah hasil dari pola khusus jaringan yang sangat teratur dari pemisahan sel.
Jenis lain dari proses kematian sel disebut lysogeny (dibentuk oleh kerusakan parsial dari
korteks), yang menyerupai kematian sel yang terprogram, biasanya terlihat pada saat
respons hipersensitif dari interaksi patogen-tumbuhan dan lebih baru lagi diidentifikasi
pada saat cekaman abiotik lainnya. Proses kematian sel aktif yang berlangsung selama
pembentukan aerenkhima dikendalikan secara genetik dan menunjukkan banyak
kesamaannya dengan apoptosis, meskipun ada banyak bukti bahwa hal itu umumnya
kurang memiliki beberapa fitur dari kematian sel apoptosis. Sebagai contoh, pada
tumbuhan Sagittaria lancifolia, perubahan inti (penggumpalan kromatin, fragmentasi,
gangguan membran inti), adalah peristiwa yang paling awal terjadi, setelah tergenang air.
Perubahan inti ini diikuti oleh membran plasma menjadi keriting, disintegrasi tonoplas,
pembengkakan dan gangguan organela, hilangnya isi sitoplasma dan hancurnya sel.
Urutan kejadian ini tampaknya umum terjadi pada sebagian besar spesies yang dipelajari,
meskipun waktu gangguan tonoplas bervariasi.

Faktor air dalam fisiologi tanaman merupakan faktor utama yang sangat penting.
Tanaman tidak akan dapat hidup tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan,
bahkan makhluk lain akan punah tanpa air. Peranan air bagi tumbuh-tumbuhan; yakni air
merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat keseluruhan bahagian hijau
tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah air. Selanjutnya dikatakan
bahwa air merupakan reagen yang penting dalam proses-proses fotosintesa dan dalam
proses-proses hidrolik. Disamping itu juga merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas
dan material-material yang bergerak kedalam tumbuh tumbuhan, melalui dinding sel dan
jaringan esensial untuk menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk
daun, proses membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-
tumbuhan.

Peran air yang sangat penting tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung
atau tidak langsung kekurangan air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses
metaboliknya sehingga dapat menurunkan pertumbuhan tanaman. Efek kelebihan air atau
banjir yang umum adalah kekurangan oksigen, sedangkan kekurangan air atau
kekeringan akan mengakibatkan dehidrasi pada tanaman yang berpengaruh terhadap zona
sel turgor yang selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Kebutuhan air bagi
tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis tanaman dalam hubungannya
dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan kondisi cuaca.

Tanah tergenang (waterlogged soil) adalah tanah yang kadar airnya berlebih, pori tanah
penuh terisi air baik pada top soil maupun sub soil. Penyebabnya bisa karena curah hujan
berlebih, tingginya muka air tanah (water table), dan lain-lain. Kendala utama tanaman pada
tanah tergenang adalah kadar O2 rendah sampai terjadi anoxia (tidak ada O2 sama sekali)
sehingga laju difusi O2 sama dengannol, yang menyebabkan tananam kekurangan oksigen.

Tanaman yang tidak adaptif terhadap water logging menampakkan gejala injuri secara
gradual. Simton pertama adalah layu dan epinasti (daun membengkok ke bawah).
Terakumulasinya etilen di pucuk adalah penyebab layu (wilting) dan epinasti daun. Pada tanah
tergenang, metabolieme carbon secara anaerobik menyebabkan akumulasi etilen di tanah.
Disamping itu terjadi pula akumulasi asam lemak bebas dan fenolik. Hal itu merusak
metabolisme dan pertumbuhan akar. Pengaruh lebih lanjut, perpanjangan daun menurun,
senescen daun bawah dan nodulasi menurun (karena kadar NO3- menurun). Penyebab
waterlogging injury bisa secara langsung karena defisiensi O2 atau secara tidak langsung karena
akumulasi senyawa toksik. Besarnya pengaruh waterlogging terhadap pertumbuhan dan hasil
tergantung atas spesies tanaman, stadia perkembangan tanaman, dan sifat-sifat tanah (pH, bahan
organik, temperatur).

Waterlogging diketahui berpengarh terhadap kemampuan menyerap hara, produksi


fitohormon terutama etilen, produksi etanol dan senyawa organik toksik ainnya. Respon jangka
pendek terhadap kondisi aerobik sudah dapat dilihat dengan memberikan perlakuan
waterlogging selama beberapa hari terhadap tanaman yang sebelumnya ditanam dengan aerasi
baik.

Pada tanah tergenang, pertumbuhan akar segera terhenti dan mati setelah beberapa hari.
Terhentinya pertumbuhan akar kerena respirasi terhenti, menyebabkan penyerapan hara dan
translokasinya ke pucuk menurun tajam hanya dalam beberapa hari. Etilen diproduksi oleh mikro
organisme dan akar secara berlebih, karena rendahnya laju difusi gas. Kondisi anaerobik
mempercepat produksi etilen. Air berlebih menjadi penghalang lolosnya etilen ke atmosfer
mengakibatkan etilen diangkut ke pucuk, dan hal ini menyebabkan terjadinya epinasti.
Disamping itu, penggenangan menghambat sintesis dan eksport sitokinin dan gibberelin ke
pucuk, sehingga perluasan daun terhambat dan memacu terjadinya senescen daun. Hal tersebut
dalam jangka pendek dapat diatasi dengan aplikasi foliar sitokinin dan giberelin eksogen/sintetis.

Respiasi akar pada kondisi anaerobik telah diketahui menyebabkan terbentuknya


acetaldehida lalu menjadi etanol. Pada tanah tergenang dengan bahan organik tinggi dan adanya
aktivitas mikroorganisme anaerobik menyebabkan terjadnya akumulasi asam lemak bebas dan
fenolik. Ini menjadi sumber stres tambahan yang menghambat petumbuhan dan metabolisme
akar. Kemampuan adaptasi tanaman terhadap waterlogging sangat bervariasi tergantung jenis
tanamannya. Contoh tanaman yang ekstrik toleran terhadap waterlogging adalah padi dan barley.

Analisis kadar garam tinggi

Tanah dianggap salin jika kandungan garam terlarut dari segi jumlah telah mengganggu
pertumbuhan kebanyakan tanaman. Tanah salin merupakan tanah dengan kandungan garam
NaCl tinggi. Menurut US Salinity Laboratory, tanah salin merupakan tanah yang mengandung
garam terlarut jumlahnya dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, daya hantar listriknya
(EC/electrical conductivity ) > 4 mmhos/cm atau setara dengan 40 mM NaCl/l.

Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang
berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah salin.
Stres garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi
tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang menimbulkan stres
tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang terlarut dalam air. Dalam
larutan tanah, garam-garam ini mempengaruhi pH dan daya hantar listrik.
Terdapat lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-
salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi, seperti diberikan pada Tabel 1. Golongan
tanaman berdasarkan responnya terhadap kadar NaCl dapat dibedakan menjadi:

1. Halophytes : tanaman yang pertumbuhannya optimal pada konsentrasi NaCl tinggi (100 –
300 mM NaCl/l). Contoh atriplex, salicornia, spartina, leptochloa.
2. Halophylic : tanaman yang pertumbuhannya sedikit meningkat dengan konsentrasi NaCl
tinggi. Contoh: bit gula
3. Salt tolerance crops spesies : pertumbuhannya sedikit terhambat pada konsentrasi NaCl
tinggi. Contoh : barley.
4. Salt sensitive crop spesies : pertumbuhannya sangat terhambat pada konsentrasi NaCl tinggi.
Contoh : buncis.

Tabel 1. Pengaruh tingkat salinitas terhadap tanaman

ingkat Konduktivitas Pengaruh Terhadap

Salinitas (mmhos) Tanaman

Non Salin 0-2 Dapat diabaikan

Rendah 2-4 Tanaman yang peka terganggu

Sedang 4-8 Kebanyakan tanaman terganggu

Tinggi 8-16 Tanamanyangtoleran belum

terganggu

Sangat tinggi >16 Hanya beberapa jenis tanaman toleran

yang dapat tumbuh


Kendala yang dialami tanaman pada kadar NaCl tinggi adalah toksik Na +, toksik Cl-,
ketidakseimbangan ion hara yaitu Na+ tinggi sedangkan K, Ca dan Mg rendah, Cl - tinggi
sedangkan NO3- dan PO4- rendah. Kendala lain pada tanah salin adalah terjadinya defisit
air. Dengan salinitas tinggi, air tanah diikat garam NaCl sehingga ketersediaannya bagi
tanaman menurun.

Spesies-spesies tanaman yang hanya mentoleransi konsentrasi garam rendah


termasuk dalam kelompok tanaman glikofita, dan spesies-spesies tanaman yang
mentoleransi konsentrasi garam tinggi termasuk kelompok tanaman halofita.

Klasifikasikan tanah menurut salinitas atas tiga kelompok berdasarkan hasil


pengukuran daya hantar listrik larutan pada tanah tersebut yaitu

1. Tanah salin dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Na-dd < 15%
dengan kondisi fisik normal. Kandungan garam larutan dalam tanah dapat
menghambat perkecambahan, penyerapan unsur hara dan pertumbuhan tanaman;
2. Tanah sodik dengan daya hantar listrik < 4,0 mmhos/cm, pH > 8,5 dan Nadd > 15%
dengan kondisi fisik buruk. Garam yang terlarut dalam tanah relatip rendah, dan
keadaan tanah cenderung terdispersi dan tidak permeable terhadap air hujan dan air
irigasi.
3. Tanah salin sodik dengan daya hantar listrik > 4,0 mmhos/cm, pH < 8,5 dan Na-dd >
15% dengan kondisi fisik normal. Keadaan tanah umumnya terdispersi dengan
permeabilitas rendah dan sering tergenang jika diairi.

Untuk air, salinitas berdasarkan USDA (1954) ditentukan dalam empat tingkat
meliputi : 1) Salinitas rendah dengan daya hantar listrik < 250 mmhos/cm. Dapat
digunakan untuk mengairi semua tanaman; 2) Salinitas sedang dengan daya hantar
listrik 250-750 mmhos/cm. Dapat digunakan untuk mengairi tanaman yang taraf
kepekaannya rendah sampai sedang. 3) Salinitas tinggi dengan daya hantar listrik
750-2250 mmhos/cm. Dapat digunakan untuk mengairi tanaman yang toleran. 4)
Salinitas sangat tinggi dengan daya hantar listrik < 2250 mmhos/cm.

USDA juga mengklasifikasikan air menurut nisbah jerapan Na menjadi empat kelompok
yaitu : 1) Air berkadar Na rendah dengan nilai nisbah jerapan Na < 10. Digunakan untuk
mengairi semua tanaman; 2) Air berkadar Na sedang dengan nilai nisbah jerapan Na
antara 10-18. Digunakan untuk mengairi tanaman pada tanah bertekstur halus atau ber
KTK tinggi. 3) Air berkadar Na tinggi dengan nilai nisbah jerapan Na antara 18-26.
Digunakan untuk mengairi tanaman yang toleran.

4) Air berkadar Na sangat tinggi dengan nilai nisbah jerapan Na > 26. Tidak digunakan
untuk mengairi tanaman.
Sedangkan untuk salinitas air tanah akibat intrusi air laut, Levitt
mengklasifikasikan air tanah atas enam tingkat instrusi air asin yaitu :

1. Tanpa intrusi, nisbah Cl/(CO3+HCO3) < 0,5. Mutu air baik

2. Sedikit intrusi, nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 0,5 – 1,3. Mutu air cukup baik.

3. Intrusi sedang, nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 1,3 - 2,8. Mutu air sedang.

4. Intrusi tinggi, nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 2,8 – 6,6. Mutu air buruk.

5. Intrusi sangat tinggi, nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 6,6 – 15,5. Mutu air sangat jelek.

6. Air laut, nisbah Cl/(CO3+HCO3) : 200

Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan menghambat pembesaran


dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomassa tanaman. Tanaman
yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk
kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan.
Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi
adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian ujung dan
gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi
menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air.
Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara lain bentuk struktur, daya pegang air dan
permeabilitas tanah. Semakin tinggi konsentrasi NaCl pada tanah, semakin tinggi tekanan
osmotik dan daya hantar listrik tanah. Selain pengaruh tersebut, kandungan Na+ yang
tinggi dalam air tanah akan menyebabkan kerusakan struktur tanah. pH tanah menjadi
lebih tinggi karena kompleks serapan dipenuhi oleh ion Na+. Hal ini akan meningkatkan
persentase pertukaran Natrium (Exchangeable Sodium Percentage, ESP).

Mekanisme adaptasi terhadap NaCl tinggi secara umum dilakukan melalui :

1. Avoidance (menghindar) dengan tidak menyerap NaCl atau tolerance yaitu NaCl
diserap, tetapi tanaman tahan terhadap kadar garam NaCl tinggi
2. Pengaturan osmotik (osmotic adjustment) melalui meningkatkan potensial air jaringan
dengan sinetsis asam amino tertentu, gula dan meningkatkan laju serapan K, Ca dan
NO3, atau akumulasi garam di vacuola.
3. Exkresi garam, melalui salt gland pada permukaan daun atau pembuangan garam
melalui rambut daun
4. Pengguguran daun bawah.
Pada mekanisme toleransi dengan adaptasi morfologi, salinitas menyebabkan
perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman sehingga potensial air
dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia untuk
pertumbuhan dan aktivitas yang normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang
lebih kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi,
penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikansi akar yang
lebih awal.
Ukuran daun yang lebih kecil sangat penting untuk mempertahankan turgor.
Sedangkan lignifikansi akar diperlukan untuk penyesuaian osmose yang sangat penting
untuk memelihara turgor yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman dan aktivitas
normal. Respon perubahan struktural dapat beragam pada berbagai jenis tanaman dan tipe
salinitas.
Salinitas klorida umumnya menambah sukulensi pada banyak spesies tanaman.
Sukulensi terjadi dengan meningkatnya konsentrasi SO4. Dengan adaptasi struktural ini
konduksi air akan berkurang dan mungkin akan menurunkan kehilangan air pada
transpirasi. Namun pertumbuhan akar yang terekspos pada lingkungan salin biasanya
kurang terpengaruh dibandingkan dengan pertumbuhan tajuk atau buah. Hal ini diduga
terjadi akibat perbaikan keseimbangan dengan mempertahankan kemampuan menyerap
air.
Adaptasi dengan mekanisme fisiologi terdapat dalam beberapa bentuk, antara lain
melalui osmoregulasi (pengaturan potensial osmosis) serta kompartementasi dan sekresi
garam. Pada bentuk adaptasi osmoregulasi, tanaman yang toleran terhadap salinitas dapat
melakukan penyesuaian dengan menurunkan potensial osmosis tanpa kehilangan turgor.
Laju penyesuaian ini relatip tergantung pada spesies tanaman. Penyesuaian dilakukan
dengan penyerapan ataupun dengan pengakumulasian ion-ion dan sintetis solute-solute
organik di dalam sel. Dua cara ini dapat bekerja secara bersamaan walaupun mekanisme
yang lebih dominan dapat beragam diantara berbagai spesies tanaman.
Stres garam terjadi dengan terdapatnya salinitas atau konsentrasi garam-garam
terlarut yang berlebihan dalam tanaman. Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman
pada tanah salin. Stres garam meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga
tingkat konsentrasi tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam
yang menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2
yang terlarut dalam air.[15] Stres akibat kelebihan Na+ dapat mempengaruhi beberapa
proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai pertumbuhan tanaman.
Kemasaman tanah merupakan kendala paling inherence dalam pengembangan
pertanian di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh normal (sehat) umumnya pada ph 5,5
untuk tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral karena pada pH <> 50 cm dari
permukaan tanah. Pada kebanyakan spesies, pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak
khas terhadap tumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam.
Salinitas tidak ditentukan oleh garam Na Cl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang
berpengaruh dan menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini tanaman
mengalami stres garam bila konsentrasi garam yang berlebih cukup tinggi sehingga
menurunkan potensial air sebesar 0,05 – 0,1 Mpa. Stres garam ini berbeda dengan stres
ion yang tidak begitu menekan potensial air.
Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara
spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Kehilangan air, bukan
menyerapnya. Kedua, pada tanah bergaram, natrium dan ion-ion tertentu lainnya dapat
menjadi racun bagi tumbuhan jika konsentrasinya relative tinggi. Membran sel akar yang
selektif permeabel akan menghambat pengambilan sebagian besar ion yang berbahaya,
akan tetapi hal ini akan memperburuk permasalahan pengambilan air dari tanah yang
kaya akan zat terlarut.

Salinitas menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat


pembesaran dan pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomass tanaman.
Tanaman yang mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam
bentuk kerusakan langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara
perlahan. Gejala pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup
tinggi adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian ujung
dan gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang tinggi
menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga tanaman kekurangan air.
Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara lain bentuk struktur, daya pegang air dan
permeabilitas tanah.

Pertumbuhan sel tanaman pada tanah salin memperlihatkan struktur yang tidak
normal. Penyimpangan yang terjadi meliputi kehilangan integritas membran, kerusakan
lamella, kekacauan organel sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam sitoplasma,
vakuola, dinding sel dan ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan mengganggu
transportasi air dan mineral hara dalam jaringan tanaman.

Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap salinitas tanah yang memadai dengan
cara menghasilkan zat terlarut kompatibel, yaitu senyawa organic yang menjaga potensial
air larutan tanah, tanpa menerima garam dalam jumlah yang dapat menjadi racun. Namun
demikian, sebagian besar tanaman tidak dapat bertahan hidup menghadapi cekaman
garam dalam jangka waktu yang lama kecuali pada tanaman halofit, yaitu tumbuhan yang
toleran terhadap garam dengan adaptasi khusus seperti kelenjar garam, yang memompa
garam keluar dari tubuh melewati epidermis daun.

Analisis Terhadap Temperatur


Suhu sebagai faktor lingkungan dapat mempengaruhi produksi tanaman secara
fisik maupun fisiologis. Secara fisik, suhu merupakan bagian yang dipengaruhi oleh
radiasi sinar matahari dan dapat diestimasikan berdasarkan keseimbangan panas. Secara
fisiologis, suhu dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan
stomata, dan respirasi. Selain itu, suhu merupakan salah satu penghambat dalam proses
fisiologi untuk sistem produksi tanaman ketika suhu tanaman berada diluar suhu optimal
terendah maupun tertinggi.

Cekaman Panas

Panas berlebihan dapat mengganggu dan akhirnya membunuh suatu tumbuhan


dengan cara mendenaturasi enzim-enzimnya dan merusak metabolismenya dalam
berbagai cara. Salah satu fungsi transpirasi adalah pendinginan melalui penguapan. Pada
hari yang panas, misalnya temperature daun berkisar 3°C sampai 10°C di bawah suhu
sekitar. Tentunya, cuaca panas dan kering juga cenderung menyebabkan kekurangan air
pada banyak tumbuhan; penutupan stomata sebagai respon terhadap cekaman ini akan
menghemat air, namun mengorbankan pendinginan melalui penguapan tersebut. Sebagian
besar tumbuhan memiliki respon cadangan yang memungkinkan mereka untuk bertahan
hidup dalam cekaman panas Di atas suatu temperature tertentu- sekitar 40°C pada
sebagian besar tumbuhan yang menempati daerah empat musim, sel-sel tumbuhan mulai
mensintesis suatu protein khusus dalam jumlah yang cukup banyak yang disebut protein
kejut panas (heat-shock protein). Protein kejut panas ini kemungkinan mengapit enzim
serta protein lain dan membantu mencegah denaturasi.

Cekaman Dingin
Satu permasalahan yang dihadapi tumbuhan ketika temperature lingkungan turun adalah
perubahan ketidakstabilan membrane selnya. Ketika sel itu didinginkan di bawah suatu
titik kritis, membrane akan kehilangan kecairannya karena lipid menjadi terkunci dalam
struktur Kristal. Keadaan ini mengubah transport zat terlarut melewati membrane, juga
mempengaruhi fungsi protein membrane. Tumbuhan merespon terhadap cekaman dingin
dengan cara mengubah komposisi lipid membrannya. Contohnya adalah meningkatnya
proporsi asam lemak tak jenuh, yang memiliki struktur yang mampu menjaga membrane
tetap cair pada suhu lebih rendah dengan cara menghambat pembentukan Kristal.
Modifikasi molekuler seperti itu pada membrane membutuhkan waktu beberapa jam
hingga beberapa hari. Pada suhu di bawah pembekuan, Kristal es mulai terbentuk pada
sebagian besar tumbuhan. Jika es terbatas hanya pada dinding sel dan ruang antar sel,
tumbuhan kemungkinan akan bertahan hidup. Namun demikian, jika es mulai terbentuk
di dalam protoplas, Kristal es yang tajam itu akan merobek membrane dan organel yang
dapat membunuh sel tersebut. Beberapa tumbuhan asli di daerah yang memiliki musim
dingin sangat dingin (seperti maple, mawar, rhodendron) memiliki adaptasi khusus yang
memungkinkan mereka mampu menghadapi cekaman pembekuan tersebut. Sebagai
contoh, perubahan dalam komposisi zat terlarut sel-sel hidup memungkinkan sitosol
mendingin di bawah 0°C tanpa pembentukan es, meskipun Kristal es terbentuk dalam
dinding sel.

Anda mungkin juga menyukai