Anda di halaman 1dari 10

E. H. Sanjaya et al. Journal Kimia Riset, Volume 1 No.

2, Desember 2016 135 - 144

INSERSI GEN pncA KE DALAM PLASMID pGEM-T

Eli Hendrik Sanjaya


Jurusan Kimia, FMIPA
Universitas Negeri Malang
email: eli.hendrik.fmipa@um.ac.id

Received 3 Juli 2016


Accepted 30 November 2016

Abstrak
Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) merupakan sesuatu yang paling berbahaya di
antara kasus pandemik resistensi terhadap antibiotik. Sebagai obat lini pertama, pirazinamida
sering dipakai untuk mengobati pasien TB sehingga semakin banyak pula kasus TB resisten
terhadap pirazinamida. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa isolat L20 MDR-TB
mengalami mutasi T539C. Mutasi tersebut dimungkinkan sebagai penyebab resistensi pada
level genetik. Untuk memastikan mekanisme resistensi tersebut, harus didapatkan PZAse
murni kemudian dikristalisasi dan ditentukan struktur Kristal 3D-nya menggunakan defraksi
sinar X. Langkah pertama untuk mendapatkan PZAse murni adalah melakukan kloning gen
pncA ke plasmid pGEM-T. Prosedur untuk melakukan kloning tersebut adalah amplifikasi,
insersi gen pncA ke plasmid pGEM-T, dan transformasi melalui seleksi koloni biru
putih.Langkah terakhir adalah isolasi plasmid rekombinan (pGEM-T-pncA) diikuti dengan
elektroforesis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen pncA isolat L20 telah berhasil
diinsersi ke plasmid pGEM-T. Hal ini ditunjukkan pada hasil seleksi koloni biru putih dan
hasil elekteroforesis plasmid rekombinan. Elektroforegram menunjukkan bahwa panjang
plasmid rekombinan pGEM-T-pncA dari koloni putih lebih panjang sekitar 0,7 kb
dibandingkan plasmid kontrol pGEM-T. Perbedaan ini sama dengan panjang gen pncA yang
diinsersikan (0,72 kb).

Kata kunci: kloning, pGEM-T, gen pncA, pirazinamida (PZA)

Abstract
Multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) is among the most worrisome elements of the
pandemic of antibiotic resistance. As the first line drug, pyrazinamide is often used to treat TB
desease so there are many case of TB resistant to pyrazinamide. The previous research show
that pncA gene of isolate L20 MDR-TB have mutated T539C. That mutation propose as the
cause of resistance M. tuberculosis to pyrazimanide at the genetic level. For make sure the
resistance mechanism, we have to get the pure PZAse and then crystallize it, and the 3D
structure can be determined by X-ray defraction. The first step to get pure PZAse is cloning
the pncA gene to the plasmid. The aim of this research is to know that is the pncA gene can be
cloned to pGEM-T plasmid. The prosedure for cloning the pncA gene to the pGEM-T plasmid
is amplification, follow-ed by insert the pncA gene to the pGEM-T plasmid, and
transformation by a selection of blue and white colony. The last step are isolation of
recombinantplasmid (pGEM-T-pncA) followed by electrophoresis. The result of the research
showed that pncA gene from isolate L20 was successfully cloned to pGEM-T plasmid. It was
showed on blue and white colony and the result of isolation and electrophoresis pGEM-T-
pncA. The electrophoregram showed that the length of pGEM-T-pncA from white colony is

p-ISSN 2528-0414 135


e–ISSN 2528-0422
E. H. Sanjaya et al. Journal Kimia Riset, Volume 1 No. 2, Desember 2016 135 - 144

different with pGEM-T standart abaut 0,7 kb. It is similar with the length of pncA gene (0,72
kb).

Keywords: cloning, pGEM-T, pncA gene, pyrazinamide (PZA)

Pendahuluan kembali (Kenyorini dkk., 2006). TB laten


Tuberkulosis (TB) masih merupakan akan menjadi aktif kembali ketika daya
masalah kesehatan masyarakat yang tahan tubuh pasien tersebut lemah.
menjadi tantangan global. Saat ini Pada tahun 2012, Direktur ECDC
Indonesia telah turun dari urutan ketiga menyatakan bahwa tingkat resiko orang-
menjadi urutan kelima negara dengan beban orang eropa terjangkit TB meningkat.
TB tertinggi di dunia. Meskipun program Memerangi TB semakin sulit karena selain
pengendalian TB nasional telah berhasil sulit didiagnosa, TB juga sulit ditangani.
mencapai target MDG, akan tetapi Gejala klasik dari TB yang pertama adalah
penatalaksanaan TB terutama di sebagian mudah kecapekan, demam, dan batuk.
besar rumah sakit, klinik dan praktek Padahal gejala-gejala tersebut juga
swasta belum sesuai dengan strategi DOTS merupakan gejala yang sama untuk
atau-pun standar pelayanan sesuai beberapa penyakit yang lainnya. Untuk
International Standards for Tuberculosis memastikan bahwa pasien terkena TB
Care (ISTC). Demikian pula ketersediaan adalah melakukan tes dengan cara
fasilitas laboratorium, penerapan standar mengirim sampel spuntum ke laboratorium
pencegahan infeksi nosokomial serta dengan peralatan dan keahlian yang tepat.
kolaborasi TB-HIV yang belum optimal Apabila peralatan dan keahlian
berkontribusi terhadap munculnya laboratorium kurang memadai maka hasil
tantangan TB resisten obat terutama diagnosa bisa salah ataupun terlambat se-
multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) hingga TB bisa menyebar. Hasil analisis
di Indonesia (Utarini, A. dkk., 2011). genotipe menunjukkan bahwa beberapa
MDR-TB merupakan hal yang paling kasus resistensi TB terhadap antibiotik
berbahaya pada pasien penderita TB yang disebabkan oleh adanya mutasi gen
resisten antibiotik. Resistensi TB terhadap sehingga protein target menjadi tidak aktif
antibiotik biasanya disebabkan oleh kembali terhadap antibiotik (Gillespie,
kegagalan menyelesaikan kemoterapi de- 2002). Akan tetapi, meskipun mutasi pada
ngan penanganan dan kombinasi obat yang gen yang menjadi target obat dipercaya
tepat (Dye, C. & Williams, B.B., 2000). menjadi mekasnisme primer terjadinya
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak resistensi, mekanisme tersebut tidak bisa
tahun 1990-an, MDR-TB di Haiti terus menjadi mekanisme tunggal (Motiwala et
meningkat. Tidak kurang dari 1,0% pen- al., 2010).
derita TB baru merupakan TB resisten The Broad Institute KZN XDR
terhadap isoniazid and rifampisin. Hal sequencing project menemukan bahwa
serupa terjadi di Republik Dominika, 10,2% terjadi mutasi pada MDR-XDR tetapi tidak
dari total kasus TB adalah MDR-TB dan bisa digeneralisasi bahwa mutasi pada
6,6% MDR-TB dari kasus TB baru MDR terjadi secara spesifik (Gupta et al.,
(Ocheretina et.al., 2012). 2010). Menurut Motiwala, et al., 2010, ada
Beberapa negara maju telah berhasil mekanisme alternatif, yaitu efflux pumps.
mengeliminasi TB tetapi resiko TB tetap Efflux pumps merupakan kemampuan
ada disebabkan oleh adanya imigran yang protein membran plasma untuk
berpotensi membawa kuman TB. Setelah mengeluarkan berbagai macam antimikroba
kemoterapi selesai dan pasien sembuh maka dari dalam sel sehingga antimikroba bisa
pasien masih memiliki TB laten. Sekitar bekerja untuk mematikan mikroba. Salah
10% pasien TB laten akan menjadi TB aktif satu gene yang mengkode protein yang
p-ISSN 2528-0414 136
e–ISSN 2528-0422
E. H. Sanjaya et al. Journal Kimia Riset, Volume 1 No. 2, Desember 2016 135 - 144

berfungsi sebagai efflux pumps adalah efpA resistensi suatu obat dapat diketahui dengan
(Rv2846c). Gen efpA (Rv2846c) mengkode cara menentukan struktur 3D protein target
protein efflux pumps terhadap INH. dari obat tersebut. Gen pncA merupakan
Indonesia merupakan salah satu negara target dari obat pirazimamida (Mathema, et
dengan kasus TB yang sangat tinggi. al., 2006). Pada M. tuberculosis gen pncA
Seperti di negara yang lainnya di dunia, sala diekspresikan menjadi enzim
satu obat yang dipakai di Indonesia adalah pirazinamidase. Pirazinamidase merupakan
pirazinamida. Dengan demikian kasus target dari pirazinamida. Dengan demikian
resistensi M. tuberculosis terhadap untuk mendeteksi apakah M. tuberculosis
pirazinamida juga banyak terjadi. Hasil resisten terhadap pirazinamida atau tidak
penelitian yang menunjukkan bahwa dapat dilakukan dengan cara uji genotipe
resistensi M. tuberculosis terhadap pi- pada gen pnca. Kemudian dapat dianalisis
razimanida dapat disebabkan oleh adanya dengan cara membandingkan dengan
mutasi pada gen pncA. Hasil riset urutan nukleotida gen pnca pada M. tuber-
menunjukkan adanya mutasi pada gen pncA culosis strain H37Rv (wild type). Tahap
T539C isolat L20 MDR-M. tuberculosis berikutnya dianalisis pada tingkat urutan
yang diduga menjadi penyebab resistensi asam amino dan protein.
M. tuberculosis terhadap pirazinamid pada Pada tingkatan yang lebih tinggi adalah
tingkat genotipe (Sanjaya, 2012). desain obat. Desain obat perlu dilakukan
Mutasi substitusi T539C mengakibatkan analisis protein target obat. Apabila M.
terjadinya perubahan residu asam amino tuberculosis resisten terhadap pirazinamida
penyusun pirazinamidase pada posisi ke- maka perlu dilakukan analisis struktur 3D
180, yaitu dari valin menjadi alanin. Asam enzim pirazinamidase. Dengan demikian
amino valin dan serin sama-sama memiliki berdasarkan analisis sisi aktifnnya dapat
rantai samping nonpolar alifatik. Rantai dilakukan desain obat. Untuk analisis
samping valin berupa gugus isopropil struktur 3D suatu protein diperlukan
sedangkan pada alanin metil. Perbedaan produksi protein yang dapat diawali dengan
rantai samping ini dimungkinkan tidak melakukan kloning gen pncA melalui teknik
mengubah struktur 3D protein pi- DNA rekombinan. Permasalahan dalam
razinamidase secara signifikan dan penelitian ini adalah apakah gen pncA Isolat
mengubah aktivitasnya karena selain letak L20 MDR-M. tuberculosis resisten
perubahan asam amino jauh dari daerah pirazinamid dapat diinsersikan ke dalam
pusat katalitik, sifat kedua asam amino plasmid pGEM-T melalui teknik DNA
tersebut sama-sama non polar. Akan tetapi, rekombinan.
hal ini harus diuji secara eksperimen. Penelitian yang melibatkan rekombinasi
Informasi mengenai residu katalitik PZAse DNA sudah dilakukan sejak tahun 1946
dan mekanisme reaksi PZAse sangat oleh Ledderberg dan Tatum. Teknologi
diperlukan untuk kajian resistensi M. DNA rekombinan atau rekayasa genetika
tuberculosis terhadap PZA. Selain itu, merupakan suatu metode yang dilakukan
analisis efek perubahan asam-asam amino untuk memanipulasi DNA suatu makhluk
pada PZAse terhadap aktivitas hidup tertentu guna memperoleh sifat-sifat
enzimatiknya juga diperlukan untuk tertentu dalam organisme tersebut. Pada
mengetahui penyebab resistensi M. umumnya dalam teknologi DNA
tuberculosis terhadap PZA. rekombinan, peneliti berusaha
Resistensi memang menjadi masalah menambahkan sifat-sifat unggul ke dalam
yang sangat sulit, akan tetapi setelah suatu organisme, sehingga diharapkan
ditemukannya metode kloning dan menjadi organisme yang menguntungkan
penentuan struktur 3D protein, pembuatan kehidupan manusia (Susanti dan Ariani,
obat menjadi lebih terarah, spesifik, dan 2004).
efektif. Untuk mengetahui penyebab sifat
p-ISSN 2528-0414 137
e–ISSN 2528-0422
E. H. Sanjaya et al. Journal Kimia Riset, Volume 1 No. 2, Desember 2016 135 - 144

Ada empat komponen penting yang tertransformasi dapat tumbuh membentuk


harus ada pada saat melakukan rekombinasi koloni biru dan putih. Pada proses ligasi,
DNA, yaitu enzim restriksi, vektor, enzim fragmen hasil PCR yang ujung-ujungnya
ligase dan gen target yang akan diinsersikan memiliki basa A akan masuk ke pGEM-T
ke vektor. Gen target dan vektor harus yang memiliki ujung basa T. Daerah
memiliki sisi pemotongan yang sama pGEM-T yang dimasuki ini merupakan gen
sehingga fragmen gen target bisa masuk ke lacZ yang me-ngode enzim β-galaktosidase
dalam vektor. Selain itu, enzim yang dipilih yang dapat merubah warna medium X-Gal
harus memotong pada satu sisi pemotongan menjadi berwarna biru. Apabila gen lacZ
saja, kecuali bila ujung-ujung gen target ini terinsersi maka enzim β-ga-laktosidase
dipotong oleh enzim yang sama sehingga tidak dapat dihasilkan. Dengan demikian E.
fragmen gen yang bisa masuk ke vektor coli top10’F yang membawa plasmid
adalah fragmen yang diinginkan. pGEM-T yang terinsersi dengan fragmen
Apabila gen target berasal dari hasil hasil PCR akan membentuk koloni putih,
amplifikasi menggunakan proses PCR sedangkan E. coli top10’F yang membawa
maka sebelum diinsersi ke vektor ekspresi plasmid pGEM-T yang tidak terinsersi akan
maka harus diinsersikan ke vektor kloning membentuk koloni biru.
seperti pGEM-T atau pJET. Hasil PCR bisa
diligasi ke vektor pGEM-T secara langsung Metode Penelitian
karena hasil PCR urutan nuleotidanya Alat dan Bahan
memiliki ujung-ujung basa A, sedangkan Peralatan yang dipakai pada penelitian
pGEM-T ujung-ujungnya memiliki urutan ini adalah cawan petri, gelas beaker, gelas
nukleotida T. Hasil PCR akan bergabung ukur, erlenmeyer, labu takar, botol reagen,
dengan vektor pGEM-T membentuk vektor pipet mikrobeserta tip pipet mikro ukuran
rekombinan. Peta vektor pGEM-T 2,5 µL, 10 µL, 100 µL, dan 1000 µL,
diperlihatkan pada Gambar 1. tabung mikro ukuran 500 µL dan 1500 µL,
vortex, spatula, kaki tiga, kasa dan bunsen.
Peralatan lain yang digunakan adalah alat
pengukur massa, yaitu neraca analitik
digital Explorer (Ohaus, AS), Autoclave
Electric Presure Steam Sterilized, shaker
incubator, deep freezer, alat PCR,
elektroforesis gel agarosa, lampu UV
dengan panjang gelombang 312 nm, dan
kamera digital.
Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi bahan pembuatan media tanam
mikroba untuk keperluan kloning (tripton
Gambar 1. Peta vektor pGEM-T. Vektor
1% (b/v), ekstrak ragi 0,5% (b/v), NaCl 1%
pGEM-T memiliki panjang 3000 bp yang
(b/v), bakto agar 2% (b/v), dH2O,
memiliki beberapa sisi pemotongan enzim
antibiotik ampisilin 0,01% (b/v), X-Gal 5%
(Promega, 2009).
(b/v), IPTG 1% (b/v), CaCl2 0,1 M, 2µL
pellet paint, NaAc 3M, etanol 100% p.a.,
Seleksi plasmid rekombinan hasil ligasi
dan ddH2O steril); bahan untuk proses
dilakukan melalui seleksi koloni biru putih,
elektroforesis (gel agarosa 1,5% (b/v), 10
hasil ligasi ditransformasi terlebih dahulu
mg mL-1 EtBr, bufer TAE dan loading
ke sel inang (host) E. coli top10’F yang
buffer,dan penanda (marker) pada gel
kemudian ditumbuhkan di media LB +
elektroforesis digunakan plasmid pUC19/
Ampisilin yang telah di beri IPTG dan X-
HinfI 300 ng µL-1); dan bahan untuk
Gal. E. coli top10’F yang telah
keperluan insersi gen pncA ke plasmid
p-ISSN 2528-0414 138
e–ISSN 2528-0422
E. H. Sanjaya et al. Journal Kimia Riset, Volume 1 No. 2, Desember 2016 135 - 144

pGEM-T (pGEM-T Vector Assay (Merck), sudah mengeras. Penambahan ini dilakukan
T4 DNA ligase, dan 2x rapid bufer ligasi). 30 menit sebelum media ini digunakan.
Ada beberapa tahapan penelitian yang Pembuatan Media LB Cair/Amp
dilakukan pada proses kloning, diawali Pembuatan media LB cair/Amp
dengan amplifikasi dengan mesin PCR dilakukan dengan cara yang sama dengan
untuk keperluan insersi fragmen gen pncA metode pembuatan media LB cair tetapi ada
ke vektor pGEM-T. Ujung 5’ dan 3’ hasil penambahan ampisilin 0,01% setelah media
PCR mengandung basa A sedangkan vektor LB cair disterilkan.
pGEM-T ujung 5’ dan 3’ adalah basa T
maka hasil PCR bisa langsung diligasi ke Peremajaan Bakteri E. coli Top10 F’ pada
pGEM-T. Berikut ini beberapa prosedur Media Padat
preparasi untuk keperluan proses kloning. Mengambil koloni tunggal E. coli Top10
F’ pada media padat sebelumnya
Prosedur Penelitian menggunakan jarum ose kemudian
Pembuatan Media LB digoreskan pada media LB padat yang baru
Media LB cair dibuat dengan cara secara aseptik. Kemudian kultur bakteri
mencampurkan tripton 1% (b/v), ekstrak diinkubasi pada suhu 37oC selama 18 jam.
ragi 0,5% (b/v), NaCl 1% (b/v), bakto agar Peremajaan dari stok gliserol dilakukan
2% (b/v) dan H2O. Campuran disterilkan dengan cara mengambil sebanyak 30 µL sel
dengan autoclave pada temperature 110o C kemudian di-spread pada media LB padat
selama 15 menit. Setelah itu, media dengan menggunakan batang L. Setelah
dituangkan ke dalam cawan petri steril inkubasi selama 18 jam, kultur disimpan
secara aseptik. Media dibiarkan hingga suhu 4 oC.
menjadi padat, kemudian dapat langsung Pembuatan Kultur E. coli Top10 F’
digunakan atau disimpan pada temperatur KulturE. coli Top10 F’dibuat dengan
4°C tetapi harus diinkubasi pada 37oC cara mengambil koloni tunggal E. coli
sebelum digunakan. Media LB cair dibuat Top10 F’ dari media LB padat dan
dengan metoda yang sama dengan menumbuhkannya pada media LB cair 5
pembuatan media padat tetapi tanpa mL secara aseptik. Kemudian kultur
penambahan bakto agar. diinkubasi pada suhu 37°C dan 150 rpm
Pembuatan Media LB Padat/Amp dan LB selama 18 jam (overnight). Kultur ini dapat
Padat/ Amp/X langsung digunakan atau disimpan pada
Metode pembuatan media LB temperatur 4°C.
Padat/Amp dan LB Padat/Amp/X adalah Penyiapan Sel Kompeten E. coli Top10 F’
dengan cara yang hampir sama dengan dengan CaCl2
pembuatan media LB padat tetapi ada Sel E. coli Top10 F’ kompeten dibuat
penambahan reagen lain seperti ampisilin dengan cara menumbuhkan kembali 0,25
dan X-Gal. Media LB padat/Amp mL inokulum overnight culture yang telah
ditambahkan antibiotik ampisilin 0,01% dibuat sebelumnya di dalam 25 mL LB cair,
(b/v), dapat dilakukan dengan cara men- diinkubasi selama 2-3 jam pada 37° C dan
campurnya sesaat sebelum media dituang 150 rpm hingga OD600 mencapai 0,4-0,6.
(hangat) atau disebarkan dengan merata ke Kultur sel dipindah ke tabung sentrifuga 60
atas permukaan media yang sudah padat. mL, diamkan dalam es selama 30 menit,
Sedangkan pada media LB padat/Amp/X- sentrifuga pada 4°C, 4.000 rpm (2.700g)
Gal/IPTG dibuat dengan cara yang sama selama 10 menit. Supernatan dibuang, pelet
dengan pembuatan media LB padat/Amp dicuci dengan 5 mL CaCl2 0,1 M (dingin
tetapi ditambahkan dengan X-Gal 5% (b/v) dan steril), diamkan di es selama 10 menit,
dan IPTG 1% (b/v) dengan cara disebarkan kemudian disentrifuga lagi pada 4°C, 4000
di atas permukaan media LB padat yang rpm (2.700 g) selama 10 menit. Supernatan
p-ISSN 2528-0414 139
e–ISSN 2528-0422
E. H. Sanjaya et al. Journal Kimia Riset, Volume 1 No. 2, Desember 2016 135 - 144

dibuang dan pellet diresuspensi dengan 1 master mix untuk ligasi diperoleh dengan
mL CaCl2 0,1 M (dingin dan steril), mencampurkan 5 µL 2x rapid ligation
aliquote 100 µL dan simpan kultur pada buffer, 50 ng vektor pGEM-T, 1 µL T4
4°C selama 2-24 jam. Sel kompeten siap DNA Ligase (3 Weiss unit/µL) dan 3µL
dipakai untuk transformasi. hasil PCR. Semua komponen dicampurkan
dengan memipet pada suhu ruang dan
Ligasi Sel
diinkubasi pada suhu 4°C selama 12 jam.
Hasil amplifikasi bisa langsung diligasi,
Untuk menganalisa gen pncA sudah
tetapi sebaiknya dimurnikan terlebih
terinsersi ke dalam pGEM-T atau belum
dahulu. Fragmen hasil amplifikasi
dilakukan proses gel elektroforesis. Jumlah
ditambahkan 2µL pellet paint, 1/10 volume
hasil PCR yang diperlukan untuk proses
NaAc 3M, 2 volume etanol 100% p.a.
ligasi dihitung dengan menggunakan
Dicampur hingga homogen, inkubasi pada
persamaan berikut:
temperatur ruang selama 2 menit.
Jumlah hasil PCR (ng) =
Kemudian sentrifuga dengan kecepatan
Massa vektor (ng) x ukuran DNA sisipan (kb) x
13000 rpm selama 15 menit. Supernatan Ukuran vektor (kb)
dibuang, pellet dicuci dengan etanol 70% DNA sisipan
dan sentrifuga pada 13000 selama 15 menit. vektor molar ratio

Supernatan dibuang dengan cara dekantasi Transformasi dengan Metode Heat Shock
dan pelet dikeringkan dengan cara mem- Transformasi dilakukan dengan cara
buka tutup tabung microcentrifuge dan memasukkan 100 µL sel E.coli Top10 F’
dibiarkan hingga tidak berbau etanol (bisa kompeten ke dalam tabung 1,5 mL dingin
di suhu ruang atau 37oC). Kemudian dan ditambahkan 2 µL hasil ligasi.
ditambahkan 5 µL H2O pada pellet DNA Kemudian campuran diinkubasi di dalam es
dan diresuspensi hingga pelet DNA larut. selama 30 menit. Heat shock dilakukan
Fragmen DNA siap diligasi. Akan tetapi dengan inkubasi pada suhu 42 °C selama
pada penelitian ini hasil PCR langsung 60-90 detik dilanjutkan inkubasi di dalam
diligasi tanpa proses pemurnian. Komposisi es selama 2 menit. Sel diresuspensi dan
komponen-komponen yang diperlukan ditambahkan 900 µL media LB cair,
untuk proses ligasi dapat dilihat pada Tabel kemudian diinkubasi pada 37°C, 150 rpm
1. selama 1-2 jam. Suspensi disentrifuga pada
. 4°C, 12.000 rpm selama 2 menit. Pelet sel
Tabel 1. Komposisi komponen-komponen yang diresuspensi dengan media LB cair yang
diperlukan untuk proses ligasi (Promega,
tersisa, kemudian disebarkan pada media
2008)
LB padat/Amp/X-Gal/ IPTG dan diinkubasi
Kontrol Kontrol
No. Komponen Sampel
Positif Negatif pada suhu 37oC selama 18 jam. Koloni biru
1 2x rapid 5µL 5µL 5µL dan putih yang tumbuh diamati.
ligation buffer
2 pGEM-T 1µL 1µL 1µL Skrining
3 Produk PCR XµL - - Skrining dilakukan dengan tujuan untuk
4 Control DNA - 2µL - memisahkan koloni putih yang
insert mengandung sisipan dan false positive.
5 T4DNA ligase 1µL 1µL 1µL
(3 Weiss Koloni putih ditumbuhkan untuk diisolasi
Unit/µL) plasmidnya menggunakan metode
6 Deionized 10µL 10µL 10µL miniprep. Hasil isolasi plasmid dianalisis
water hingga
volume total dengan elektroforesis gel agarosa.
Sedangkan untuk mengetahui ukuran
Hasil yang didapatkan pada saat PCR plasmid rekombinan dilakukan pemotongan
dipekatkan menggunakan alat freeze dry dengan enzim restriksi yang bisa memotong
agar konsentrasi yang diperoleh mencukupi satu sisi pemotongan pada plasmid tersebut.
untuk 1x reaksi ligasi. Sebanyak 10 µL Pada penelitian ini memakai enzim restriksi
p-ISSN 2528-0414 140
e–ISSN 2528-0422
E. H. Sanjaya et al. Journal Kimia Riset, Volume 1 No. 2, Desember 2016 135 - 144

NdeI. Setelah diketahui ukuran plasmid Hasil dan Pembahasan


rekombinan sesuai dengan yang di- Insersi gen pncA ke dalam plasmid pGEM-
harapkan, maka dilakukan isolasi plasmid T
rekombinan memakai Kit isolasi plasmid Gen pncA hasil PCR telah berhasil
produksi Geneaid. diinsersikan ke vektor pGEM-T.
Isolasi Plasmid Hasil Rekombinasi Keberhasilan insersi dapat dilihat pada hasil
Isolasi plasmid metode miniprep diawali seleksi koloni biru putih pada Gambar
dengan membuat 3-5 mL overnight culture, 2.Kontrol negatif di media LB + ampisilin
diambil 1 mL dan masukkan pada tabung (Gambar 2.a) menunjukkan bahwa tidak
mikro 1,5 mL, sentrifuga pada 12.000 rpm ada koloni yang tumbuh sehingga dapat
selama 30 detik. Pellet yang dihasilkan dipastikan bahwa media telah positif
diresuspensi dengan 500 µL buffer STE dan mengandung ampisilin yang aktif mem-
dihomogenkan dengan cara vortex, bunuh mikroba wild type. Pada Gambar 2.b,
disentrifuga pada 10.000 rpm selama 30 E. coli tumbuh baik karena media tanpa
detik, ditambahkan 300 µL larutan A ampisilin, hal ini sesuai dengan target
(glukosa 17 mM, Tris-Cl 8 mM pH 8, liso- bahwa E. soli yang dipakai memang dalam
zim 2 mg/mL, NaOH 0,13M dan SDS kondisi yang baik. Kontrol positif di media
0,2%) pada pellet yang dihasilkan, diinversi LB + ampisilin ditumbuhi banyak E.
hingga homogen. Langkah berikutnya coliTop 10 F’, hal ini menunjukkan bahwa
diambahkan 150 mL larutan III (60mL E. coli Top10 F’ resisten terhadap ampisilin
KOAc 5M, 11,5 mL asam asetat glasial dan sehingga bisa dipakai sebagai sel inang
20,5 mL ddH2O), kemudian dihomogen dan untuk proses transformasi. Gambar 2.d dan
disentrifugasi pada 14.000 rpm selama 5 2.e menunjukkan adanya koloni biru dan
menit. Supernatan diambil 400 µL dan koloni putih, hal ini menunjukkan bahwa
dimasukkan pada tabung mikro 1,5 mL proses insersi gen pncA berhasil diinsersi
yang baru, 800 µL etanol p.a (2x volume) ke dalam plasmid pGEM-T. Koloni yang
ditambahkan, kemudian campuran mengandung plasmid pGEM-T rekombinan
dihomogenkan dan didiamkan selama 5 akan menghasilkan warna putih sedangkan
menit dan disentrifugasi pada 12.000 rpm yang tidak mengandung plasmid pGEM-T
selama 5 menit. Supernatan dibuang dan rekombinasi menghasilkan koloni warna
dicuci pellet yang dihasilkan dengan etanol biru. Dengan demikian yang akan
70% dengan cara meresuspensi, kemudian diproduksi dan diisolasi dikarakterisasi
sentrifuga pada 12.000 rpm selama 3 menit. plasmid rekombinannya adalah koloni yang
Pelet yang dihasilkan dikeringkan dengan berwarna biru.
dengan cara membuang supernatan
membiarkan hingga pellet tidak Isolasi dan karakterisasi plasmid pGEM-T
mengandung etanol (bisa di suhu ruang atau rekombinan
37oC). Kemudian ditambahkan 25 µL Setelah hasil skrining insersi gen pncA
ddH2O pada pellet DNA plasmid dan ke plasmid pGEM-T menunjukkan hasil
resuspensi hingga pellet DNA plasmid yang positif maka langkah selanjutnya
larut. Larutan DNA plasmid siap digunakan adalah isolasi plasmid pGEM-T
sebagai templat untuk keperluan PCR dan rekombinan dan dilakukan karakterisasi
sekuensing. Templat disimpan pada suhu - menggunakan elektroforesis. Hasil
20 °C. penelitian menunjukkan bahwa isolasi
plasmid pGEM-T rekombinan telah
berhasil. Keberhasilan insersi dan iso-lasi
dapat dilihat pada elektroforegram hasil
elektroforesis pGEM-T-pncA dengan
pembanding/ kontrol pGEM-T kosong
(Gambar 3).
p-ISSN 2528-0414 141
e–ISSN 2528-0422
E. H. Sanjaya et al. Journal Kimia Riset, Volume 1 No. 2, Desember 2016 135 - 144

a. Kontrol Negatif (-) di Media LB + Ampisilin b. Kontrol Negatif (-) di Media LB tanpa Ampisilin
Tidak terlihat adanya koloni yang tumbuh Tumbuh koloni (E. coli) yang sangat rapat

c. Kontrol Positifdi Media LB + Ampisilin


Tumbuh koloni (E. coli) yang sangat rapat

Beberapa
contoh koloni
biru

Beberapa
contoh koloni
putih

d. Hasil Ligasi (pGEM-T-pncA) tanpa pengenceran e. Hasil Ligasi (pGEM-T-pncA) pengenceran 100x
Terlihat ada koloni putih dan biru Terlihat ada koloni putih dan biru

Gambar 2. Hasil insersi gen pncA ke dalam plasmid pGEM-T: a. Kontrol Negatif (-) di
Media LB + Ampisilin; b. Kontrol Negatif (-) di Media LB tanpa Ampisilin; c. Kontrol positif
di Media LB + Ampisilin; d. Hasil Ligasi (pGEM-T-pncA) tanpa pengenceran; dan e. Hasil
Ligasi (pGEM-T-pncA) pengenceran 100x.

p-ISSN 2528-0414 142


e–ISSN 2528-0422
E. H. Sanjaya et al. Journal Kimia Riset, Volume 1 No. 2, Desember 2016 135 - 144

1 2 3 4 15 yang telah dipotong oleh enzim restriksi


NdeI. Kondisi elektroforesis adalah gel
agarosa 0,7%, bufer TAE 1x, tegangan 75
volt, lama elektroforesis 60 menit. Marker
dan hasil amplifikasi yang di-load masing-
23.130 masing 5 µL.
pb
9.416 Kesimpulan
pb
6.557 Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pb gen pncA Isolat L20 MDR-M. tuberculosis
4.361
pb yang resisten terhadap pirazinamida telah
berhasil diinsersikan ke dalam plasmid
2.322 pGEM-T. Hal ini dapat diamati dari hasil
pb
2.127 skrining koloni biru putih dan
pb elektroforegram hasil elektroforesis plasmid
pGEM-T-pncA yang bila dibandingkan
dengan plasmid pGEM-T kosong uku-
Gambar 3. Elektroforegram hasil insersi rannya selisih seitar 0,7 kb (ukuran gen
gen pncA ke vektor pGEM-T. pncA).
Gambar lajur 1 adalah marker
λ/HindIIII, sedangkan lajur 2, 3, dan 4
masing-masing p-GEM-T kosong. pGEM-
T-pncAkoloni 1, dan pGEM-T-pncA koloni

Daftar Pustaka
Gupta, A.K., Reddy, V.P., Lavania, M.,
Dye, C. & Williams, B.G. (2000): Criteria Chauhan, D.S., Venkatesan, K.,
for the control of drug-resistant Sharma, V.D., Tyagi, A.K., & Katoch,
tuberculosis, Communicable Disease V.M. (2010): jefA (Rv2459), a drug
Control, Prevention and Eradication, efflux gene in Mycobacterium
World Health Organization, CH-1211 tuberculosis confers resistance to
Geneva 27, Switzerland & Council for isoniazid & ethambutol. Indian. J.
Scientific and Industrial Research, P.O. Med. Res., 132, 176–188.
Box 91230, Auckland Park 2006, Kenyorini, Suradi, dan Surjanto (2006): Uji
Johannesburg, South Africa. Tuberkulin, Jurnal Tuberkulosis
ECDC Director’s Presentation. (2012): Indonesia, 3, 7–1.
Multidrug resistant tuberculosis in the Mathema, B., Kurepina, N. E., Bifani, P. J.,
EU, Exchange of views with the & Kreiswirth, B. N. (2006): Molecular
Committee on the Environment Public Epidemiology of Tuberculosis: Current
Health and Food Safety (ENVI), Insights, American Society for
European Parliament, Brussels. Microbiology, 19, 4.
Gillespie, S. H. (2002): Evolution of Drug Motiwala, A.S., Dai, Y., Jones-Lo, E.C,
Resistance in Mycobacterium Hwang, S.H., Lee, J.S., Cho, S.N., Via,
tuberculosis: Clinical and Molecular L.E., Barry, C.E., & Alland, D. (2010):
Perspective, American Society for Mutations in Extensively Drug
Microbiology, 46, 267–274. Resistant Mycobacterium tuberculosis
That Do Not Code for Known Drug-
Resistance Mechanisms. The Journal
of Infectious Diseases: America. All
rights reserved, 201, 881–888.
p-ISSN 2528-0414 143
e–ISSN 2528-0422
E. H. Sanjaya et al. Journal Kimia Riset, Volume 1 No. 2, Desember 2016 135 - 144

Ocheretina O, Morose W, Gauthier M, Susanti, E. dan Ariani, S. R. D. (2004):


Joseph P, D’Meza R, & Escuyer VE, et Kloning Gen Penisilin V Asilase dari
al. (2012): Multidrugresistant Bacillus sp BAC4 melalui Pembuatan
tuberculosis in Port-au-Prince, Haiti. Pustaka Genom, Biodiversitas, 5, 1–6.
Rev Panam Salud Publica., 31, 221– Utarini, A., Basri, C., Faralina, M.,
225. Laksono, S.D., Boestan, S.P., Lestari,
Promega. (2009): pGEM®-T and pGEM®- T., & Dinihari, T.N. (2011): Rencana
T Easy Vector Systems: Instructions Aksi Nasional: Programmatic
for Use of Products A1360, A1380, Management of Drug resistance
A3600 AND A3610.Technical Manual Tuberculosis Pengendalian Tuber-
No. 042.Printed in USA.Revised 6/09. kulosis Indonesia: 2011–2014.
Sanjaya, E.H. (2012): MUTASI T539C Kementerian Kesehatan RI Direktorat
GEN pncA (Val180Ala) ISOLAT Jenderal Pengendalian Penyakit dan
KLINIS L20MDR Mycobacterium Penyehatan Lingkungan.
tuberculosis. Jurnal Sains, 40, 47–53.

p-ISSN 2528-0414 144


e–ISSN 2528-0422

Anda mungkin juga menyukai