Anda di halaman 1dari 31

Referat

MENOPAUSE

Penyaji :

Anggraheni Widyaningrum, S.Ked.

Astrid Nurfitriani, S.Ked.

Perseptor:

dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp. OG

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

KOTA BANDAR LAMPUNG

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Referat :

MENOPAUSE

Penyaji, Perseptor,

Anggraheni Widyaningrum, S.Ked dr. Fonda Octarianingsih Shariff, Sp.OG

Astrid Nurfitriani, S.Ked

BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI

RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN

KOTA BANDAR LAMPUNG

2020

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Pada usia 40 sampai 50 tahun, siklus seksual biasanya menjadi tidak teratur, dan

ovulasi sering tidak terjadi. Sesudah beberapa bulan sampai beberapa tahun, siklus

terhenti sama sekali. Periode ketika siklus terhenti dan hormon-hormon kelamin wanita

menghilang dengan cepat sampai hampir tidak ada disebut sebagai menopause. [1]

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa 75% wanita yang mengalami menopause

merasakan menopause sebagai masalah atau gangguan, sedangkan 25% lainnya tidak

mempermasalahkannya. Sebagian wanita menopause mengalami gejala-gejala

menopause yang cukup parah sehingga dapat mempengaruhi aktivitas mereka sehari-

hari yang pada akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup mereka. [7]

Penyebab menopause adalah "matinya" (burningout) ovarium. Sepanjang

kehidupan seksual seorang wanita, kira-kira 400 folikel primordial tumbuh menjadi

folikel matang dan berovulasi, dan beratus-ratus dari ribuan ovum berdegenerasi. Pada

usia sekitar 45 tahun, hanya tinggal beberapa folikel primordial yang akan dirangsang

oleh FSH dan LH, produksi estrogen dari ovarium berkurang sewaktu jumlah folikel

primordial mencapai nol. [1]

Berdasarkan data wanita Indonesia yang memasuki masa menopause semakin

meningkat tiap tahunnya. Sensus penduduk tahun 2000 jumlah perempuan berusia

diatas 50 tahun baru mencapai 15,5 juta jiwa atau 7,6 % dari total penduduk, sedangkan

tahun 2020 jumlahnya diperkirakan meningkat menjadi 30,0 juta jiwa atau 11,5 % dari

total penduduk. [6]

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause

2.1.1 Definisi

Menopause menurut World Health Organization (WHO) didefinisikan


sebagai berhentinya siklus menstruasi untuk selamanya bagi wanita yang
sebelumnya mengalami menstruasi sebagai akibat dari hilangnya aktivitas
folikel ovarium. Menopause diartikan sebagai tidak dijumpainya menstruasi
selama 12 bulan berturut-turut dimana ovarium secara progresif telah gagal
dalam memproduksi estrogen. Jumlah folikel yang mengalami atresia terus
meningkat, hingga pada suatu ketika tidak tersedia lagi folikel yang cukup.
Selama transisi menopause, wanita mengalami berbagai perubahan diantaranya
fisik, psikologis, dan sosial yang dapat mempengaruhi kualitas hidup mereka.
Menopause menimbulkan beberapa gejala yaitu : hot flushes, keringat malam,
kekeringan vagina, depresi, mudah tersinggung, sakit kepala, dan gangguan
tidur.[1, 4, 5, 6]
Menopause berasal dari bahasa yunani yaitu men (month) dan pausis
(cessation). Masa peralihan antara siklus ovarium yang normal menuju
kemunduran fungsi ovarium disebut sebagai masa perimenopause. Produksi
estrogen berkurang dan haid tidak terjadi lagi. Setelah memasuki usia
menopause selalu ditemukan kadar FSH yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal
menopause kadang-kadang kadar estrogen rendah. Bila seorang wanita tidak
haid selama 12 bulan dan dijumpai kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol <
30 pg/ml, maka wanita tersebut dapat dikatakan telah mengalami menopause.
Menopause adalah keaadan dimana ovarium manusia menjadi tidak
responsif terhadap gonadotropin seiring dengan pertambahan usia, dan
fungsinya menurun sehingga daur seksual menghilang. Menopause terjadi pada
usia kurang lebih 51 tahun. Klimakterium adalah suatu masa yang sifatnya
fisiologis peralihan antara masa reproduksi dan masa senium. Masa
klimakterium terdiri dari masa pramenopause, menopause dan pascamenopause.

4
Pramenopause yaitu 4-5 tahun sebelum menopause, mulai ada keluhan
klimakterium tetapi estrogen masih dibentuk. Pascamenopause yaitu 3-5 tahun
setelah menopause.[4, 5, 7]

2.1.2 Epidemiologi

Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun. Pada negara-

negara Industri, rata-rata wanita mengalami menopause yaitu pada usia 51 tahun.

Terdapat sedikit variasi usia pada beberapa negara namun biasanya tidak jauh

dari 51 tahun. [3]

2.1.3 Etiologi

Penyebab menopause adalah “matinya” (burning out) ovarium.


Sepanjang kehidupan seks seorang wanita, kira-kira 400 folikel primordial
tumbuh menjadi folikel matang dan berovulasi, dan ratusan ribu ovum
berdegenerasi. Pada usia sekitar 45 tahun, hanya tinggal sedikit folikel
primordial yang harus dirangsang oleh FSH dan LH. Produksi esterogen dari
ovarium menurun saat jumlah folikel primordial mendekati nol. Ketika produksi
esterogen turun dibawah nilai kritis, esterogen tidak dapat lagi menghambat
produksi gonadotropin FSH dan LH. Sebaliknya, gonadotropin FSH dan LH
(terutama FSH) diproduksi sesudah menopause dalam jumlah besar dan kontinu,
tetapi ketika folikel primordial yang tersisa menjadi atretik, produksi esterogen
oleh ovarium benar-benar turun menjadi nol.[2,3]

5
Gambar 1. Sekresi estrogen sepanjang kehidupan seks perempuan [2]

Pada gambar 1 memperlihatkan:


1. Peningkatan kadar sekresi estrogen pada masa pubertas
2. Variasi siklik selama siklus seks bulanan
3. Peningkatan sekresi estrogen lebih lanjut selama beberapa tahun pertama
masa reproduksi
4. Penurunan progresif sekresi estrogen menjelang akhir masa reproduksi
(kehidupan seksual)
5. Hampir tidar ada sekresi estrogen atau progesterone sesudah menopause.[2, 3]
Sistem hormonal mengatur komposisi tubuh, deposisi lemak, massa otot,
kekuatan otot, metabolism, berat badan, dan keadaan fisik. Perubahan hormonal
akan menyertai perkembangan usia seseorang. Beberapa manifestasi dari proses
menopause disebabkan oleh defisiensi hormonal yang diakibatkan oleh
menurunnya produksi hormone estrogen ovarium karena berkurangnya jumlah
folikel yang aktif sampai menghilangnya produksi estrogen ovarium akibat
sudah tidak ada sama sekali folikel yang masih aktif di ovarium. Keadaan
defisiensi estrogen ini dapat berakibat pada munculnya keluhan jangka pendek
ataupun keluhan jangka panjang.[1, 9]

6
2.1.4 Klasifikasi

1. Menopause alami (normal). Menopause alami terjadi seiring dengan


bertambahnya usia, ovarium akan mengalami penurunan fungsi yang
mengakibatkan terjadinya penurunan produksi hormon estrogen dan
progesterone. Sebagai kompensasinya, tubuh pun bereaksi dengan
melakukan penyesuaian-penyesuaian, diantaranya adalah dengan
berhentinya menstruasi. Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55
tahun.
2. Menopause dini (Surgical menopause/Premature menopause) dapat
terjadi karena buatan, akibat operasi seperti pada pengangkatan ovarium
atau akibat obat-obatan seperti pada terapi radiasi maupun kemoterapi
untuk pengobatan tumor pada perempuan yang masih berovulasi. Atau
karena kegagalan ovarium premature pada usia 40, 30, bahkan 20 tahun.
Angka kejadian dari premature menopause meningkat karena
perkembangan dari treatment kanker pada anak, remaja, ataupun wanita
usia reproduktif. Hal yang sama juga terjadi pada peningkatan insiden
dilakukannya histerektomi.
3. Menopause terlambat. Bila seorang perempuan masih mendapatkan
haid di atas usia 52 tahun maka disebut dengan menopause terlambat.
Pada menopause terlambat diperlukan penelusuran yang lebih lanjut.
Kemungkinan penyebab bisa berupa konstitusional, fibroma uteri, dan
tumor yang menghasilkan estrogen. Pada perempuan dengan karsinoma
endometrium, sering dijumpai adanya menopause yang terlambat. [8,9]

2.1.5 Periode Menopause


1. Pre-menopase
Fase ini merupakan fase dimana menstruasi mulai tidak teratur antara
usia 45-55 tahun, dengan pendarahan haid yang memanjang dan relatif
banyak. Fase ini ditandai dengan folikel dalam ovarium mulai berkurang dan

7
berhenti memproduksi estradirol, sehingga kelenjar hipofisa berusaha
merangsang ovarium untuk menghasilkan estrogen. Kemudia menyebabkan
kadar FSH, LH dan estrogen bervariasi meningkat dan menurun, kadar FSH,
LH dan estrogen yang bervariasi ini menyebabkan wanita mulai merasakan
geala vasomotor atau keluhan menopause. [3]
2. Menopause
Masa menopause yaitu saat haid terakhir atau berhentinya
menstruasi. Menopause biasanya terjadi antara usia 56-60 tahun. Dikatakan
menopause jika dalam 12 bulan terakhir tidak mengalami menstruasi dan
tidak disebabkan oleh hal patologis. jumlah folikel yang mengalami atresia
terus meningkat sampai tidak tersedia lagi folikel yang cukup dan produksi
estrogen berkurang dan tidak terjadi haid lagi. Pada fase menopause kadar
FSH akan tinggi dan kadar estradirol rendah. [3]
3. Pasca menopause
Pascamenopause yaitu ketika seseorang wanita telah mampu
menyesuaikan dengan kondisinya, berlangsung kurang lebih 3-5 tahun
setelah menopause, antara usia 60 tahun. Fase post menopause ovarium tidak
berfungsi lagi dan kadar gonadropin akan meningkat, sehingga
menyebabkan produksi inhibin berhenti akibat tidak tersedianya jumlah
folikel yang cukup. [3]

2.1.6 Patofisiologi

Menopause adalah menstruasi yang terakhir atau saat terjadinya


menstruasi yang terakhir. Masa peralihan antara fase premenopause dan
pascamenopause disebut klimakterium. Fase klimakterium dibagi menjadi fase
premenopause, perimenopause, menopause, dan pascamenopause. Fase
premenopause dimulai sejak umur 40 tahun dan ditandai dengan siklus
menstruasi yang tidak teratur, memanjang, sedikit atau banyak dan disertai
nyeri. [12]

8
Pada wanita menopause hilangnya fungsi ovarium secara bertahap akan

menurunkan kemampuannya dalam menjawab rangsangan hormon-hormon

hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid. Saat dilahirkan wanita

mempunyai kurang lebih 750.000 folikel primordial. Dengan meningkatnya

usia, jumlah folikel tersebut akan semakin berkurang. Pada usia 40-44 tahun

rata-rata jumlah folikel primordial menurun sampai 8300 buah, yang disebabkan

oleh adanya proses ovulasi pada setiap siklus juga karena adanya apoptosis yaitu

proses folikel primordial yang mati dan terhenti pertumbuhannya. Proses

tersebut terjadi terus-menerus selama kehidupan seorang wanita, hingga pada

usia sekitar 50 tahun fungsi ovarium menjadi sangat menurun. Apabila jumlah

folikel mencapai jumlah yang kritis, maka akan terjadi gangguan sistem

pengaturan hormon yang terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus haid

anovulatorik dan pada akhirnya terjadi oligomenore.[2]

Perubahan-perunahan dalam sistem vaskularisasi ovarium sebagai akibat

proses penuaan dan terjadinya sklerosis pada sistem pembuluh darah ovarium

diperkirakan sebagai penyebab gangguan vaskularisasi ovarium. Terjadinya

proses penuaan dan penurunan fungsi ovarium menyebabkan ovarium tidak

mampu menjawab rangsangan hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid

memproduksi estradiol, kelenjar hipofise berusaha merangsang ovarium untuk

menghasilkan estrogen, sehingga terjadi peningkatan produksi FSH. Terdapat

peningkatan 10-20 kali lipat pada kadar FSH dan 3 kali lipat pada kadar LH,

yang mencapai kadar maksimal 1-3 tahun setelah menopause. Peningkatan

kadar FSH dan LH saat ini dalam kehidupan adalah bukti dari terjadinya

9
kegagalan ovarium. Meskipun perubahan ini mulai terjadi 3 tahun sebelum

menopause, penurunan produksi estrogen oleh ovarium baru tampak sekitar 6

bulan sebelum menopause. Pada pasca menopause kadar LH dan FSH

meningkat, FSH biasanya akan lebih tinggi dari LH sehingga rasio FSH/LH

menjadi lebih besar dari satu. Hal ini disebabkan oleh hilangnya mekanisme

umpan balik negatif dari steroid ovarium dan inhibin terhadap pelepasan

gonadotropin.[2]

Pada fase perimenopause, siklus menstruasi semakin tidak teratur, pada


umumnya lebih dari 38 hari dan 40%bersifat anovulatorik. Kadar FSH, LH dan
esterogen bervariasi. Kadang pada fase ini sudah timbul gejala vasomotori. Pada
fase menopause (berhentinya siklus menstruasi), jumlah folikel yang mengalami
atresia dan bertambah banyak, kadar FSH tinggi (>40nIU/mL) sedangkan kadar
estradiol rendah (<30pg/mL). Diagnosis menopause ditegakkan setelah
mengalami amenorrhea selama 12 bulan. Pada fase ini kadar estrogen tinggi,
sedangkan kadar LH normal vasomotorik. [12]
Pada fase pasca menopause, ovarium sudah tidak berfungsi sama sekali,
kadar estradiol antar 20-30pg/ml dan gonadotropin meningkat karena produksi
inhibin oleh folikel terhenti. Karena kadar estradiol rendah, maka endometrium
akan mengalami atropik sehingga tidak terjadi siklus menstruasi. Namun pada
wanita yang gemuk, masih didapatkan cadangan estrogen di dalam lemaknya
yang kadang-kadang di ubah menjadi estradiol vasomotorik. Lebih dari 70%
wanita pada fase peri dan pasca menopause mengalami gejala vasomotor,
depresi, dan keluhan somatik lainnya yang mencapai puncaknya sebelum dan
sesudah menopause vasomotorik. [12]
Perubahan karakteristik pada aksis hipotalamus-pituitari-ovarium selama
transisi menopause karena penurunan feedback inhibin dan estradiol karena
peningkatan FSH. Perubahan kelenjar adrenal juga menyertai transisi
menopause termasuk peningkatan serum kortisol dan peningkatan sementara
dehydroepiandrosterone sulfate dan androstenediol. Primary ovarian

10
insufficiency adalah keadaan sementara atau permanen saat tubuh kehilangan
fungsi ovarium sehingga memicu amenorrhea saat umur <40 tahun. Kondisi ini
di alami 1%wanita di seluruh dunia. Menopause dini merupakan menopause
yang dialami wanita antara rentang umur 40-45 tahun dan kejadian ini dialami
oleh 5% wanita di seluruh dunia. Prematur menopause merupakan kasus
definitif yang dialami sebelum umur 40 tahun karena sebab-sebab tertentu
seperti pengangkatan kedua ovarium. [10]

2.1.6 Gejala

Gejala-gejala yang sering dijumpai berhubungan dengan penurunan

folikel ovarium, dan kemudian kehilangan estrogen pascamenopause adalah

sebagai berikut.[5]

1. Gangguan pola haid

Termasuk anovulasi dan penurunan fertilitas, penurunan keluarnya darah

atau justru hipermenore, frekuensi haid yang tak teratur dan kemudian diakhiri

dengan amenore; Instabilitas vasomotor (hot flushes dan berkeringat). Kondisi-

kondisi atrofi: atrofi epitel vagina, pembentukan karunkula-karunkula uretra,

dispareuni dan pruritus karena atrofi vulva, introitus dan vagina atrofi, atrofi

kulit secara umum, gangguan berkemih seperti urgensi, uretritis dan sistitis

tanpa-bakteri. Masalah-masalah kesehatan akibat penurunan estrogen jangka

panjang, konsekuensi dari osteoporosis.[5]

2. Hot flushes

Beberapa derajat dan berkeringat, dipandang sebagai ciri khas klimakterium

yang dialami oleh sebagian besar perempuan pascamenopause, berupa

11
dimulainya kulit kepala, leher, dan dada kemerahan secara mendadak disertai

perasaan panas yang hebat dan kadang-kadang diakhiri dengan berkeringat

banyak. Lamanya bervariasi dari beberapa detik hingga beberapa menit bahkan

satu jam walaupun jarang. Frekuensinya dapat jarang, sehingga berulang setiap

beberapa menit. Lebih sering dan berat di malam hari (menyebabkan sering

terbangun dari tidur) atau saat saat stres. Di cuaca dingin lebih larang, lebih

ringan dan lamanya lebih pendek dibandingkan di lingkungan yang lebih hangat.

Perempuan pramenopause menderita hot-flushes kurang lebih 15 – 25% dan

frekuensinya lebih tinggi pada pramenopause yang menderita sindroma prahaid.

Segera setelah menopause frekuensi meniadi 50% dan setelah 4 tahun

pascamenopause akan menjadi 20%. Angka kejadian ini bervariasi setiap bangsa

ataupun ras.[5]

3. Atrofi Genitourinaria

Menyebabkan berbagai gejala yang mempengaruhi kualitas hidup. Uretritis

dengan disuria, inkontinensia urgensi, dan meningkatnya frekuensi berkemih

merupakan gejala lanjutan dari penipisan mukosa uretra dan kandung kemih.

Karena kehabisan estrogen, vagina kehilangan kolagen, jaringan adipose, dan

kemampuan untuk mempertahankan air. Ketika dinding vagina mengerut, rugae

akan mendatar dan lenyap. Relaksasi vagina dengan sistokel, rektokel, prolapsus

uteri, dan distrofi vulva bukan konsekuensi dari penurunan estrogen. Penurunan

pada kandungan kolagen kulit, elastisitas, dan ketebalan kulit yang terjadi oleh

karena penuaan adalah akibat kekurangan estrogen.[5]

12
4. Gangguan psikiatrik

Pendapat bahwa menopause memiliki efek yang merugikan pada

kesehatan jiwa tidak didukung dalam kepustakaan psikiatrik. Pada awal

pascamenopause sering dijumpai kelelahan, gugup, nyeri kepala, insomnia,

depresi, iritabilitas, nyeri sendi dan otot, pusing berputar, dan berdebar-debar.

Namun, tampaknya hal-hal tersebut tak memiliki hubungan kausal dengan

estrogen. Pada usia ini baik laki-laki maupun perempuan yang mengalami

keluhan adalah akibat dari peristiwa peristiwa kehidupan sebelumnya.[5]

Stabilitas emosional selama perimenopause dapat diganggu oleh pola tidur

yang buruk, hot flushes sendiri berdampak buruk pada kualitas tidur.

Perimenopause bukanlah penyebab depresi, tetapi emosi yang labil dapat

membaik dengan pemberian hormon. Penyebab gangguan mood perimenopause,

paling sering karena depresi yang memang sudah ada sebelumnya, walaupun ada

populasi perempuan yang mood-nya sensitif terhadap perubahan perubahan

hormonal.[5]

5. Kognisi dan penyakit Alzheimer

Efek yang menguntungkan dari estrogen pada kognisi khususnya pada

memori verbal. Akan tetapi, pada perempuan sehat efeknya tidak mengesankan,

nilai klinisnya kecil. Perempuan tiga kali lebih banyak yang menderita

Alzheimer dibanding laki-laki. Estrogen mampu melindungi fungsi sistem saraf

pusat melalui berbagai mekanisme. Estrogen melindungi terhadap sitotoksisitas

neuron yang diinduksi oleh oksidasi, menurunkan konsentrasi komponen

amiloid P serum (glikoprotein pada pengerutan neurofibriler penderita

13
Alzheimer), meningkatkan pertumbuhan sinaps dan neuron khususnya densitas

spina dendritik, melindungi terhadap toksisitas serebrovaskuler yang dipicu oleh

peptida-peptida amiloid, memicu pembentukan sinaps serta pertumbuhan dan

ketahanan hidup neuron.[5]

6. Osteoporosis

Tulang adalah organ yang sangat aktif, mempunyai proses berkelanjutan

yang disebut remodeling tulang, yang melibatkan resorpsi (aktivitas

osteoklastik) dan formasi (aktivitas osteoblastik) yang konstan. Osteoblas

ataupun osteoklas berasal dari progenitor-progenitor sumsum tulang, osteoblas

dari sel-sel induk mesenkimal, dan osteoklas dari turunan sel darah putih

hematopoietik. Sitokin terlibat dalam proses perkembangan ini, sebuah proses

yang diregulasi oleh steroid-steroid seks. Penuaan dan hilangnya estrogen,

keduanya menyebabkan aktivitas osteoklastik berlebihan. Penurunan asupan

dan/atau absorpsi kalsium menurunkan kadar kalsium terionisasi dalam serum.

Hal ini menstimulasi sekresi hormon paratiroid (PTH) untuk memobilisasi

kalsium dari tulang melalui stimulasi langsung pada aktivitas osteoklastik.

Peningkatan PTH juga menstimulasi produksi vitamin D untuk meningkatkan

absorpsi kalsium usus.

Defisiensi estrogen berhubungan dengan responsivitas tulang yang lebih

besar terhadap PTH. Kadar PTH berapa pun, lebih banyak kalsium yang diambil

dari tulang, meningkatkan kalsium serum, yang pada gilirannya menurunkan

PTH dan menurunkan vitamin D serta absorpsi kalsium oleh usus.[5]

14
Osteoporosis adalah masalah tulang yang paling menonjol, berkurangnya

massa tulang dengan rasio mineral terhadap matriks yang normal, menyebabkan

peningkatan kejadian fraktur, dan kejadiannya 4 kali lebih banyak pada

perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Banyak faktor yang berpengaruh

terhadap osteoporosis antara lain: [5]

A. Faktor patofisiologik: umur, ras, kekurangan estrogen, berat badan, dan berbagai

penyakit.

B. Faktor lingkungan:

1) Diet: rendah kalsium, rendah vitamin D, kelebihan kafein tetapi rendah

kalsium, kelebihan alkohol.

2) Obat-obatan: heparin, antikonvulsan, tiroksin, kortikosteroid.

3) Gaya hidup: merokok, kurang bergerak. Kerangka tulang terdiri dari dua

macam. Tulang kortikal (tulang rangka perifer) bertanggung jawab pada 80%

dari seluruh tulang, sedangkan tulang trabekuler (tulang rangka aksial): kolumna

vertebralis, panggul, femur proksimal (membentuk suatu struktur sarang tawon

yang dipenuhi oleh sumsum tulang dan lemak, sehingga mengakibatkan luas

permukaan yang lebih besar tiap kesatuan). [5]

Risiko fraktur akibat osteoporosis akan tergantung pada massa tulang saat

menopause dan kecepatan hilangnya tulang pascamenopause. Setelah

menopause kehilangan massa tulang trabekuler serta kehilangan massa tulang

total 1–1,5% per tahun. Percepatan kehilangan ini berlangsung menumn selama

5 tahun, tetapi tetap berlanjut sesuai dengan penuaan. Seiama 20 tahun pertama

15
setelah menopause reduksi tulang trabekuler 50%dan reduksi tulang kortikal

30%.[5]

Tanda dan gejala osteoporosis pascamenopause meliputi nyeri punggung,

penurunan tinggi badan dan mobilitas, fraktur pada korpus vertebra, humerus,

femur atas, lengan atas sebelah distal, dan iga. Nyeri punggung adalah geiala

klinis mayor dari fraktur fraktur kompresi vertebra, nyeri pada fraktur bersifat

akut, dan kemudian mereda setelah 2 - 3 bulan. Namun, berlanjut sebagai nyeri

punggung kronis, karena meningkatnya lordosis lumbal. Nyeri mereda dalam

waktu 6 bulan, kecuali bila ada fraktur multipel yang menyebabkan nyeri

permanen.[5]

2.1.7 Diagnosis

A. Penilaian sendiri
Harus ditanyakan kapan seorang wanita pertama kali merasakan gejala-
gejala menopause. Hal ini harus berdasarkan persepsi mereka dengan adanya
kekhawatiran akibat perubahan pada tubuh mereka.
B. Gejala
Gejala klimakterik terutama merupakan keluhan vasomotor seperti hot
flashes dan keringat malam. Gejala lain adalah akibat berfluktuasinya kadar
hormon estrogen dan progesteron seperti vaginal dryness, keinginan seksual
yang berubah, inkontinensia urine, depresi, ketegangan syaraf dan iritabilitas
serta gangguan tidur.
C. Riwayat medis dan riwayat keluarga
1. Usia menopause orang tua
Faktor genetic tampaknya menjadi faktor predisposisi bagi wanita
untuk mengalami menopause lebih cepat. Pada penelitian ditemukan

16
bahwa wanita dengan riwayat keluarga yang mengalami menopause
sebelum usia 46 tahun beresiko tinggi untuk terjadi menopause yang
lebih cepat.
2. Status histerektomi
Wanita dengan conservation ovarium pada histerektomi
mengeluh adanya gangguan vasomotor lebih banyak, vaginal dryness,
dan keluhan lain dibandingkan dengan wanita yang tidak menjalani
histerektomi.
D. Tanda fisik
1. Indeks maturase
Penilaian terhadap defisiensi estrogen vagina adalah evaluasi
terhadap indeks pematangan epitel vagina. Prosedur ini dilakukan
dengan cara pengambilan sel pada batas atas dan sepertiga tengah
dinding samping vagina menggunakan sikat. Dibuat slide dan dilakukan
pengecatan dengan tehnik Papanicolaou kemudian persentase dari sel
parabasal, intermediat dan superfisialis dihitung. Meskipun indeks
maturasi berubah secara bermakna setelah terapi pengganti estrogen,
diagnosis tidak dapat membandingkan indeks maturasi dengan
karakteristik siklus haid.
2. pH vagina
Beberapa peneliti mengatakan bahwa peningkatan pH vagina
(6,0- 7,5) dimana tidak ditemukan bakteri patogen menjadi alasan
adanya penurunan kadar estradiol serum. Uji ini dilakukan secara
langsung dengan kertas pH pada dinding lateral vagina. Perubahan pH
dapat diakibatkan oleh berubahnya komposisi dari sekresi vagina yang
menyertai atropi.
3. Ketebalan kulit
Estrogen menstimulasi pertumbuhan epidermal, pembentukan
kolagen, dan asam hialuronik sehingga turgor dan vaskularisasi kulit
bertambah. Selama klimakterik, berkurangnya kadar estrogen
mengakibatkan epidermis menjadi tipis dan atrofi.

17
E. Uji laboratorium
1. Pengukuran FSH
Pengukuran kadar plasma FSH telah dilakukan untuk mencoba
mengidentifikasi wanita perimenopause dan postmenopause. Kadar FSH
yang tinggi menunjukkan telah terjadi menopause yang terjadi pada
ovarium. Ketika ovarium menjadi kurang responsif terhadap stimulasi
FSH dari kelenjar pituitari (produksi estrogen sedikit), kelenjar pituitari
meningkatkan produksi FSH untuk mencoba merangsang ovarium
menghasilkan estrogen lebih banyak.

2. Estradiol
Penelitian melaporkan bahwa wanita dengan early
perimenopause (perubahan dalam frekuensi siklus) kadar estradiol
premenopause terjaga sedangkan pada perimenopause lanjut (tidak haid
dalam 3-11 bulan sebelumnya) dan wanita postmenopause terjadi
penurunan secara bermakna dari kadar estradiol. Estradiol dapat diukur
dari plasma, urine dan saliva. Seperti halnya FSH, kadar estradiol
mempunyai variasi yang tinggi selama perimenopause.

Diagnosis menopause dapat ditegakkan bila kadar FSH lebih dari 30 IU/ml.

Kadar estradiol pada wanita pascamenopause lebih rendah dibandingkan dengan

wanita usia reproduksi pada setiap fase dari siklus haidnya. Pada wanita

pascsamenopause estradiol dan estron berasal dari konversi androgen adrenal di

hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal, dan jaringan adipose. Proses aromatisasi

yang terjadi di perifer berhubungan dengan berat badan wanita. Wanita yang

gemuk mempunyai kadar estrogen yang lebih tinggi dibandingkan dengan

wanita kurus karena meningkatnya aromatisasi perifer. Kadar estradiol sirkulasi

18
setelah menopause adalah sekitar 10-20 pg / mL, yang sebagian besar berasal

dari konversi perifer dari estrone.[5]

2.1.8 Faktor Faktor yang Mempengaruhi Masa Menopause

A. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan tidak secara langsung berhubungan dengan
kesehatan. Tetapi tingkat pendidikan secara signifikan mempengaruhi
tingkat pengetahuan wanita mengenai menopause, sehingga mempengaruhi
pula respon wanita. Wanita yang berpendidikan tinggi lebih mudah
menerima informasi tentang masalah kesehatan, dimana pengetahuan yang
lebih tentang menopause akan membantu wanita dalam memahani dan
mempersiapkan dirinya menjalani masa menopause serta akan membantu
wanita dalam melakukan pencegahan terhadap keluhan-keluhan yang
muncul. [13]
B. Tingkat Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi memengaruhi faktor fisik, kesehatan, dan
lingkungan. Apabila faktor-faktor diatas cukup baik akan mengurangi beban
fisiologis dan psikologis seorang wanita. Keadan ekonomi uga berkontrubusi
secara tidak langsung terhadap kesakitan wanita pada masa-masa
menopause.
C. Gaya Hidup
1. Merokok
Nikotin dalam rokok dapat memengaruhi metabolisme estrogen,
sebagai hormon yang salah satu tugasnya mengatur siklus haid, kadar
estrogen harus cukup dalam tubuh. Gangguan pada metabolisme akan
menyebabkan haid tidak teratur dan lebih cepat memasuki masa
menopause.
Berdasarkan penelitian dokter dari Universitas Oslowanita yang aktif
merokok akan lebihmengalami menopause dini dibandingkan dengan
yang tidak merokok.[14]

19
2. Konsumsi Alkohol
Alkohol mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada tulang
melalui regulasi mineral, seperti metabolit vitamin D, dan hormon
paratiroid. konsumsi alkohol pada wanita masa menopause lebih dari 200
ml/hari selama lebih dari 12 bulan meningkatkan kehilangan masa tulang
dan risiko terjadinya fraktur. [14]
3. Konsumsi Kafein
Konsumsi atau minuman yang mengandung kafeinseperti kopisecara
berlebihan terbukti dapat meningkatkan hormon andrenalin dalam darah
yang menyebabkan peningkatan aktivitas otot jantung dalam memompa
darah dan meningkatkan tekanan darah, sehingga aliran darah ke
berbagai organ tubuh menigkat, hal inilah yang mendasari meningkatkan
potensi hot flushes. [15]
D. Budaya dan Lingkungan
Gejala masa menopause bukanlah fenomena biologis semata, tetapi
merupakan interaksi dari fenomena sosiologis, lingkungan dan kultural.
Wanita menopause di Eropa dan Amerika mempunyai keluhan psikologis
yang tinggi, hal ini disebabkan karena memliki kebudayaan menonjolkan
nilai kecantikan dan daya tarik seksual. Wanita menopause Arab dan
Pakistan memiliki keagamaan kuat dan tidak menonjolkan seksualitas
keluhan psikologis masa menopause jarang didapatkan. Pengaruh budaya
dan lingkungan sudah dibuktikan sangat mempengaruhi wanita untuk dapat
atau tidak dapat menyesuaikan diri dengan fase klimakterium dini. [14]
E. Usia Haid Pertama Kali (Menarche)
Beberapa ahli yang melakukan penelitian menemukan adanya
hubungan antara usia pertama kali mendapat haid dengan usia seorang
wanita memasuki menopause. Kesimpulan dari penelitian-penelitian ini
mengungkapkan, bahwa semakin muda seseorang mengalami haid pertama
kalinya, semakin tua atau lama seorang wanita memasuki masa menopause.
Pada saat wanita memasuki masa pubertas, sejumlah folikel akan
diaktivasi dari follicle pool tersebut sebagai respon terhadap kehadiran

20
hormon FSH di setiap siklus reproduksi. Proses ini dikenal sebagai initial
recruitment dan dipengaruhi oleh Anti-Mullerian Hormone (AMH) yang
mempunyai peranan sebagai inhibitor proses initial recruitmen. AMH akan
membuat habisnya persediaan dalam follicle pool secara prematur dan
membuat menopause terlalu dini, selain itu pengaruh paritas terhadap usia
menopasue dikendalikan oleh reseptor hormon AMH.
Seiring dengan perubahan hormonal menjelang paritas, kadar
progesteron yang terlalu tinggi terbukti akan meningkatkan ekspresi reseptor
AMH di jaringan. AMH yang terlalu tinggi akan memperkuat efek inhibisi
proses initial recruitment dari folikel perimordial sehingga memperlambat
kejadian menopause. [15]
F. Usia Melahirkan
Penelitian yang dilakukan Beth Israel Deaconess Medical Center in
Boston mengungkapkan bahwa wanita yang masih melahirkan diatas usia 40
tahun akan mengalami menpause yang lebih tua. Penyebabnya karena
kehamilan da persalinan akan memperlambat sistem kerja organ reproduksi.
Bahkan akan memperlambat penuaan tubuh.
G. Keturunan
Beberapa penelitianmenunjukkanbahwa ibudananak perempuannya
cenderung mengalami menopause pada usia yang sama. Salah satunya yaitu
sebuah studi adanya riwayat keluarga pada ibu seorang wanita yang
mengalami menopause dini. Beberapa hasil penelitian telah berhasil
mengindentifikasi gen yang turut menentukan menopause seorang wanita,
gen tersebut dijumpai pada kromosom 9 quantive-trait loci. Tapi diperlukan
beberapa penelitian untuk mengatahui apakah genetika menjadi faktor kunci
dalam menentukan usia menopause.
H. Status Gizi
Faktor yang juga mempengaruhi menopause lebih awal biasanya
dikarenakan konsumsi yang sembarangan. Jika ingin mencegah menopause
lebih awal dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat seperti
berhenti merkok, serta mengkonsumsi makanan yang baik misalnya sejak

21
masih muda rajin mengkonsumsi makanan seperti kedelai, kacang merah,
bengkoang, atau pepaya.
I. Menerapkan Pola makan yang sehat
Terdapatsejumlah zat gizi yang sangat penting saat wanita mengalami
menopause, diantara lain:
1. Kalsium
Pada masa premenopause kalsium mengalami penurunan,
kalsium penting untuk kekuatan tulang agar tetap kuat dan sehat
berhubungan dengan meningkatnya risiko wanita menopause
mengalami osteoporosis. Sumber kalsium yang baik antara lain dari
produk susu, misalnya susu, keju, yogurt, kuning telur.
2. Vitamin D
Vitamin D sangat baik untuk membantu penyerapan kalsium
pada tulang sehingga baik dikonsumsi bersamaan dengan kalsium
untuk menghambat terjadinya osteoporosis. Suplemen vitamin D dan
kalsium bisa mengurangi tetapi tidak bisa mencegah terjadinya
pengeroposan tulang saat premenopause, menopause, dan pasca
menopause. Sebagian besar vitamin D diperoleh dari kulit kita yang
terpapar sinar matahari, tetapi dalam jumlah kecil akan diperoleh dari
makanan yang kita peroleh. Sumber vitamin D yang baik antara lain
minyak ikan, ikan sardin, ikan makarel, hati, dan telur.
3. Vitamin E
Vitamin E melindungi wanita menopause dari masalah jantung
dan juga dapat mengatasi hot flush (rasa panas) danberkeringatdi
malamhari. Vitamin E dapat diperoleh darimakanan seperti kacang-
kacangan, biji-bijian, minyak sayur, dan sereal. [16]
4. Fitoestrogen
Fitoestrogen terdiri dari 3 komponen utama yaitu isoflavon,
coumstan, dan lignan. Isoflavon merupakan salah satu fitoestrogen
yang banyak diteliti. Beberapa studi menunjukan fitoestrogen
memiliki manfaat berkaitan dengan penyakit kardiovaskuler,

22
osteoporosis, dan gejala-gejala menopause. Sumber isoflavon dapat
diperoleh dari kacang merah, kecambah, atau kedelai (olahan kedelai
seperti susu, tahu, tempe). Kedelai dapat memperbaiki lipoprotein
dalam darah dan dap dapat menurunkan kadar kolesterol jahat.
5. Mengkonsumsi makanan yang mengandung serat
Serat penting karena menyerap air dan meningkatkan bakteria
yang bermanfaat dalam usus. Proses ini akan membentuk kotoran
dalam jumlah besar, dan membuat usus bekerja dengan baik, serta
mengurangi resiko penyakit usus besar. Demikian yang
terdapatdalam sayuran segar seperti bayam, kentang, kol, dan
kacang-kacangan. [16]

2.1.9 Penatalaksanaan

Semua wanita harus memahami bahwa pemberian Terapi Sulih Hormon (TSH)
bukan bertujuan untuk memperlambat menopause atau untuk mencegah agar
tidak tua, melainkan bertujuan untuk mengurangi, menghilangkan, dan
mencegah keluhan ataupun penyakit akibat kekurangan estrogen. Seorang
wanita harus memahami untung rugi penggunaan TSH dan penggunaannya pun
harus berdasarkan indikasi yang jelas. Wanita yang direkomendasikan untuk
diberikan TSH adalah :

- semua wanita, tanpa kecuali, yang ingin menggunakan TSH untuk


pencegahan
- semua wanita yang memiliki resiko penyakit kardiovaskuler,
osteoporosis, dan kanker usus
- semua wanita dengan keluhan klimakterik
Penyakit yang sedang dialami pasien dan riwayat penyakit keluarga
sangat penting untuk mengenal faktor-faktor resiko yang mungkin ada.
Pemeriksaan yang secara umum dilakukan adalah tekanan darah, berat badan,

23
tinggi badan, pemeriksaan ginekologik, palpasi payudara sampai pemeriksaan
mamografi, palpasi kelenjar tiroid, dan papsmear. Sedangkan pemeriksaan yang
dilakukan berdasarkan indikasi adalah uji kehamilan, uji progesterone, kadar
hormon progesterone, estradiol, FSH dan prolaktin, USG transvaginal, dilatasi
dan kuretase, metabolisme karbohidrat dan lemak, hemostasis,
osteodensitometer, dan fungsi kelenjar tiroid.
Bila akan mulai dengan TSH, hal-hal berikut ini perlu diperhatikan :
A. Jelaskan kegunaan TSH. Berikan informasi terutama terhadap :
- lamanya TSH yang harus digunakan.
- Dapat terjadi perdarahan
- Pemberian TSH dapat menimbulkan beberapa efek samping
- Hubungan TSH dengan kanker payudara.

B. Pemeriksaan dasar
Pada saat pasien datang, perlu dilakukan pemeriksaan seperti :
- pemeriksaan panggul : perlu diketahui ada tidaknya mioma uteri. TSH
memicu pertumbuhan mioma uteri
- palpasi payudara : adanya benjolan pada payudara merupakan indikasi
mutlak untuk dilakukan mamografi/ USG payudara dan kalau perlu
dilanjutkan dengan biopsy. Kecurigaan akan kanker payudara merupakan
kontraindikasi pemberian TSH.
- Pemeriksaan tekanan darah : hipertensi bukan merupakan kontraindikasi
pemberian TSH, tetapi pasien memerlukan pengawasan dan TSH
diberikan bersamaan dengan obat antihipertensi.
- Pemeriksaan densitometer tidak mutlak dilakukan dan lebih diutamakan
bagi pasien dengan faktor resiko osteoporosis
C. Tindak lanjut
Satu bulan kemudian pasien diminta datang untuk mengetahui hasil
pemberian TSH dan kemungkinan munculnya efek samping. Perdarahan
bercak umumnya terjadi pada 6 bulan pertama pemberian TSH dan lambat
laun akan hilang. Bila pada bulan pertama tidak ada masalah maka pasien

24
diminta datang 3 bulan kemudian. Lalu pasien diminta untuk datang rutin
setiap 6 bulan.

Kontraindikasi Pemberian TSH


1. Kontraindikasi untuk estrogen :
 Kanker payudara
Kanker payudara merupakan kontraindikasi absolut untuk
estrogen. Riwayat kanker payudara dalam keluarga bukan
merupakan kontraindikasi pemberian TSH, asalkan pasien berada
dibawah pengawasan dokter dan dapat melakukan kontrol secara
rutin.
 Perdarahan dari vagina yang belum diketahui penyebabnya.
Kanker endometrium merupakan kontraindikasi absolut untuk
estrogen.
 Kerusakan hati yang berat.
 Porfiria. Merupakan gangguan salah satu enzim yang diperlukan
untuk sintesis heme pada pembentukan hemoglobin. Estrogen
dapat memberikan efek negatif terhadap enzim ini.
 Menderita penyakit tromboemboli
2. Kontraindikasi untuk progesterone
 Meningioma. Pasien dengan meningioma boleh diberi estrogen
saja

Pemberian Estrogen saja sebagai TSH


Pada wanita yang telah diangkat rahimnya cukup diberi estrogen saja,
[5]
tidak perlu dikombinasikan dengan progesterone. Pemberian estrogen saja
pada wanita yang masih memiliki rahim meningkatkan resiko kanker
endometrium, sehingga pada wanita yang belum diangkat rahimnya, estrogen
harus selalu dikombinasikan dengan progesterone. Estrogen diberikan secara
kontinyu. Pada pasien yang tidak tahan terhadap efek samping dari progesterone,
maka pasien bisa diberikan estrogen saja namun dengan dosis rendah dan setiap

25
3-6 bulan dilakukan pengawasan ketebalan endometrium dengan USG. Berikut
terdapat jenis estrogen, dosis, dan cara pemberiannya.
Oral 17- estradiol 1-2 mg
Estradiol valerat 1-2 mg
Estrogen equin konjugasi 0.3 – 0.625 mg
Estriol 1-4 mg
Estropipete 0.625- 1.25 mg
Transdermal Estradiol (plester) 0.05-0.1 mg
Estradiol (gel) 0.5-1 mg
Semprotan hidung Estradiol hemihidrat 150-450 ug
Vaginal krem Estriol 0.5 mg
Estradiol 0.025 mg
Intramuskuler Estradiol valerat 4 mg

Pemberian Gestagen saja sebagai TSH


Gestagen saja sangat jarang digunakan sebagai TSH karena memang
kebanyakan keluhan klimakterik jangka panjang atau jangka pendek disebabkan
oleh kekurangan estrogen. Pada umumnya gestagen diberikan bersamaan dengan
estrogen. Namun bagi wanita yang memiliki kontraindikasi pemberian estrogen
atau bagi wanita yang tidak tahan terhadap estrogen akan diberikan gestagen
saja. Tibolon, yang merupakan sediaan turunan noretinodrel merupakan
alternatif bagi wanita yang tidak tahan terhadap estrogen atau pemberian
estrogen merupakan kontraindikasi. Tibolon memiliki sifat estrogenic,
progestogenik, dan androgenic, serta sangat efektif menghilangkan keluhan
vasomotorik. Tibolon memiliki pengaruh yang sangat sedikit terhadap payudara
dan endometrium. Berikut terdapat jenis gestagen, dosis, dan cara
pemberiannya.

Oral Progesterone 200-300 mg


Medroksiprogesteron asetat 5-10 mg
Klormadinon asetat 2 mg
Siproteron asetat 1 mg
Medrogeston 5 mg
Didrogesteron 10-20 mg
Levonorgestrel 0.075 mg
Noretisteron (sintetik) 0.7-1 mg
Norgestrel (sintetik) 150 ug

26
Dienoges (sintetik) 2 mg
Transdermal Noretisteron asetat (sintetik) 0.25 mg
Intrauterine Levonorgestrel 0.02 mg

Pemberian Estrogen-Progesteron Sekuensial


Pemberian secara sekuensial adalah pemberian estrogen secara kontinyu dan
gestagen secara sekuensial. Pemberian secara sekuensial diutamakan pada wanita yang
masih menginginkan datangnya haid setiap bulan. Ada beberapa cara pemberian
seperti :
a. cukup diberikan estrogen saja 3 minggu kemudian 1 minggu istirahat. Masa
istirahat ini untuk melihat ada tidaknya keluhan. Bila keluhan hilang maka
dosis dapat diturunkan
b. pemberian estrogen selama 4 minggu, ditambah progesterone pada hari ke 1-14
c. pemberian estrogen hari 1-21 dan ditambah progesterone hari ke 10-21
d. pemberian estrogen selama 4 minggu dan ditambah progesterone hari ke 12-25
e. pemberian estrogen hari 1-14 dilanjutkan pemberian progesterone hari ke 15-21
Pemberian Estrogen-Progesteron Kombinasi Secara Kontinyu
Wanita pascamenopause umumnya tidak menyukai perdarahan lucut
(withdrawal bleeding) sehingga pemberian estrogen-progesteron kombinasi secara
kontinyu merupakan pilihan yang tepat. Tujuan pemberian cara ini adalah agar terjadi
amenorea. Karena gestagen diberikan terus menerus maka tidak terjadi proliferasi
endometrium. Dosis harian gestagen yang dianjurkan baik pada pemberian secara
sekuensial maupun kontinyu kombinasi adalah sebagai berikut :

Gestagen Sekuensial Kontinyu Kombinasi


Medroksi progesterone asetat 10 mg 2.5 mg
Didrogesteron 10-20 mg 10 mg
Siproteron asetat 1 mg 1 mg
Progesteron 300 mg 100 mg
Levonorgestrel 0.075 mg 0.030 mg
Noretisteron 0.7-1 mg 1.35 g

Apabila timbul perdarahan bercak maka dapat diatasi dengan


meningkatkan dosis gestagen. Namun bila setelah 9 bulan pengobatan atau
setelah peningkatan dosis masih saja terjadi perdarahan maka perlu dicari tahu

27
penyebab terjadinya perdarahan. Apabila timbul perdarahan banyak maka perlu
dilakukan kuretase dan pemeriksaan PA untuk menyingkirkan keganasan. Bila
hasil PA menunjukkan hyperplasia maka pengobatan dilanjutkan dengan
pemberian progesterone dengan dosis 2x50 mg selama 3 bulan. Setelah 3 bulan
dilakukan kuretase ulang, bila sembuh pengobatan dilanjutkan selama 3 bulan
lagi untuk mencegah residif. Bila ternyata kambuh lagi maka sebaiknya
pertimbangkan histerektomi. [3]
Terapi tambahan
Terdiri dari diet dan olahraga. Sebagian besar pasien dengan sindroma
klimakterium mengalami hipokalsemia, hiperkolesterolemia serta memiliki
risiko terjadinya kanker endometrium. Untuk mencegah hipokalsemia, perlu
intake kalsium 1.000-1.500 mg/hari (setara dengan 1liter susu perhari), olahraga
rutin. Pemberian preparat estrogen selama beberapa tahun akan menurunkan
kejadian patah tulang 50-60% dan mencegah penyakit kardiovaskuler 45-50%.
[5,6]

28
BAB III

KESIMPULAN

Menopause merupakan salah satu fase kehidupan normal seorang wanita. Pada

masa menopause, reproduksi seorang wanita berhenti dan terjadi sejumlah perubahan

fisiologis. Perubahan fisiologis ini memang tidak mematikan namun dapat mengganggu

kualitas hidup sehari-hari. Menopause sendiri adalah masa berhentinya haid yang

permanen akibat dari hilangnya aktivitas folikuler ovarium dan terjadi sesudah 12 bulan

berturut-turut tidak mendapat haid dan tidak ada penyebab patologis atau fisiologis lain

yang nyata. Menopause alami biasa terjadi pada usia 45-55 tahun dengan rata-rata usia

wanita mengalami menopause yaitu usia 51 tahun.

29
Pada wanita yang mengalami menopause, biasa terjadi perubahan-perubahan

fisiologis seperti perubahan pola haid, hot flushes, atrofi genitourinaria , gangguan

psikiatrik, kognisi dan penyakit Alzheimer, osteoporosis. Untuk mendiagnosis

menopause dapat dilakukan uji laboratorium seperti pengukuran FSH dan estradiol.

Terapi yang dapat diberikan untuk wanita menopause yaitu Terapi Sulih

Hormon namun pemberian terapi ini bukan bertujuan untuk memperlambat menopause

melainkan untuk mencegah dan mengurangi keluhan ataupun penyakit akibat

kekurangan estrogen.

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton AC, Hall JE. Endokrinologi dan reproduksi dalam Buku Ajar Fisiologi

Kedokteran Edisi 11.Penterjemah: dr. M. Djauhari Widjajakusumah. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010. Hal 1076.

2. Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson. Gangguan Sistem Reproduksi

Perempuan dalam Buku Patofisiologi Edisi 6. Penterjemah: Kath Leen

Branson Hillegas. Jakarta: Penerbit.EGC. 2006.

30
3. Professor E. Barrett-Connor, Professor H. Burger, et al. Research on the

Menopause in the 1990s. WHO Scientific Group. Juni 1996.

4. Noerpramana, N.P. Perempuan Dalam Berbagai Masa Kehidupan dalam Ilmu

Kandungan Edisi ke-3. Jakarta:. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Juli

2011.

5. Loho, M.F. Gangguan dalam masa menopause dan senium dalam Buku Ilmu

Kandungan Edisi Ketiga. PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Juli 2011.

6. Rosyada, M.A., dkk. 2016. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Usia

Menopause (Studi di Puskesmas Bangetayu Tahun 2015). Vol. 4.No.1.JKM.

7. Asbar, A. 2018. Hidup Berkualitas (Studi Kasus Pada Perempuan

Menopouse).Vol 17. No.1. Jurnal Perempuan

31

Anda mungkin juga menyukai