Anda di halaman 1dari 29

7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

ASUHAN KEPERAWATAN LAPORAN PENDAHULUAN


PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR BASIS
CRANII DI RUANG GARDENA RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh

Eka Desi Pratiwi, S. Kep


NIM 112311101053

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 1/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur Basis Cranii di
Ruang Gardena RSD dr. Soebandi Jember yang telah disetujui dan disahkan pada:
tanggal: tempat: Ruang Gardena RSD dr. Soebandi
Jember

Jember, …………………………

Mahasiswa

Eka Desi Pratiwi, S. Kep


NIM 112311101053

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

NIP. ……………………………………………………………………….. NIP.


………………………………………………………………………..
A.
Anatomi dan Fisiologi Otak
1. Bagian-bagian Otak
Sistem saraf pusat (SSP) terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. SSP
dilindungi oleh tulang-tulang yaitu sumsum tulang belakang dilindungi oleh ruas tulang
belakang dan otak dilindungi oleh tengkorak. Sebagian besar otak terdiri dari neuron,
glia, dan berbagai sel pendukung. Otak manusia mempunyai berat 2% dari berat badan
orang dewasa (3 pon), menerima 20% curah jantung, memerlukan 20% pemakaian
oksigen tubuh, dan sekitar 400 kilokalori energi setiap harinya. Otak merupakan jaringan
yang paling banyak memakai energi dalam seluruh tubuh manusia dan terutama berasal
dari proses metabolisme oksidasi glukosa (Price & Wilson, 2006).

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 2/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

Gambar 1. Bagian-bagian otak

Gambar 1. Bagian-bagian Otak

Otak dibagi menjadi empat bagian, yaitu cerebrum, cerebellum, brainstem


(batang otak), dan limbic system (sistem limbik).

a. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama cerebral cortex, forebrain, atau otak depan. Cerebrum membuat manusia memiliki
kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual. Cerebrum secara terbagi menjadi 4
(empat) bagian yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital dan
lobus temporal.

1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian depan

cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat alasan,

kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian masalah, memberi

penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan


kemampuan bahasa secara umum.

2) Lobus parietal berhubungan dengan proses sensor perasaan seperti tekanan,


sentuhan dan rasa sakit.

3) Lobus temporal berhubungan dengan kemampuan pendengaran,


pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.

4) Lobus occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan rangsangan


visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan interpretasi terhadap
objek yang ditangkap oleh retina mata (Muttaqin, 2008)..

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 3/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

Gambar 2. Lobus-lobus pada cerebrum

b. Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di
bagian belakang tengkorak ( fossa posterior cranial ). Semua aktivitas pada bagian ini di
bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utama cerebelum yaitu mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh. Apabila terjadi cedera pada
cerebelum, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot
sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi (Price dalam Muttaqin, 2008).
c. Brainstem
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang.
Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan
merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya (Puspitawati, 2009). Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum.
Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi pendengaran.

2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla oblongata
mengontrol fungsi involuntary otak (fungsi otak secara tidak sadar) seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan midbrain
disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons berperan dalam
pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V
(trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.

d. Limbic system (sistem limbik)


Sistem limbik merupakan suatu pengelompokan fungsional yang mencakup
komponen serebrum, diensefalon, dan mesensefalon. Secara fungsional sistem limbik
berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut.

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 4/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu

2) Suatu respon sadar terhadap lingkungan


3) Memberdayakan fungsi intelektual dari korteks serebri secara tidak sadar dan

memfungsikan batang otak secara otomatis untuk merespon keadaan

4) Memfasilitasi penyimpanan suatu memori dan menggali kembali simpanan


memori yang diperlukan

2. Pembuluh Darah Otak


Otak harus menerima kurang lebih satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15%
dari darah total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. SSP
sangat tergantung pada aliran darah yang memadai untuk nutrisi dan
pembuangan sisa-sisa metabolismenya. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu
jalinan pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, saling
berhubungan erat sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel
(Muttaqin, 2008). Suplai darah otak dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri karotis
interna dan arteri vertebrobasiler.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis. Arteri
karotis interna terdiri dari arteri karotis kanan dan kiri, yang menyalurkan darah ke
bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebri anterior dan media. Ateri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nuklues kaudatus
dan putamen basal ganglia, bagian kapsula interna dan korpus kalosum, serta bagian
lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks motorik.
Bila arteri serebri anterior mengalami sumbatan pada cabang utamanya, maka akan
terjadi hemiplegia kontralateral yang lebih
berat di bagian kaki dibandingkan bagian tangan dan terjadi paralisis bilateral dan
gangguan sensorik bila terjadi sumbatan total pada kedua arteri serebri anterior
(Muttaqin, 2008). Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,
parietalis, dan frontalis korteks serebri, serta membentuk penyebaran pada permukaan
lateral yang menyerupai kipas.
Arteri vertebrobasiler yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut

sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior

bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 5/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

(Muttaqin, 2008). Aliran vena otak meninggalkan otak melalui sinus dura mater yang

besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. Aliran vena otak

tidak selalu paralel dengan suplai darah arteri.

Gambar 3. (A) tampak dari sisi kanan aliran darah yang menuju ke otak (B)
Arteri dalam otak dilihat dari sisi inferior
B.
Anatomi Basis Cranii
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 6/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis.
Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fossa cranii anterior, fossa cranii media dan
fossa cranii posterior.

1. Fossa crania anterior


Fossa crania anterior menampung lobus frontal cerebri, dibatasi di anterior oleh
permukaan dalam os frontale, batas superior adalah ala minor ossis spenoidalis. Dasar
fossa dibentuk oleh pars orbitalis ossis frontale di lateral dan oleh lamina cribiformis os
etmoidalis di medial. Permukaan atas lamina cribiformis menyokong bulbus olfaktorius,
dan lubung lubang halus pada lamini cribrosa dilalui oleh nervus olfaktorius.
Pada fraktur fossa cranii anterior, lamina cribrosa os etmoidalis dapat cedera.
Keadaan ini dapat menyebabkan robeknya meningeal yang menutupi mukoperiostium.
Pasien dapat mengalami epistaksis dan terjadi rhinnore atau kebocoran CSF yang
merembes ke dalam hidung. Fraktur yang mengenai pars orbita os frontal
mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva (raccoon eyes atau
periorbital ekimosis) yang merupakan salah satu tanda klinis dari fraktur basis
cranii fossa anterior (Khlilullah, 2011).

2. Fossa cranii media


Fossa cranii media terdiri dari bagian medial yang dibentuk oleh corpus os
sphenoidalis dan bagian lateral yang luas membentuk cekungan kanan dan kiri yang
menampung lobus temporalis cerebri. Di anterior dibatasi oleh ala minor os sphenoidalis
dan terdapat canalis opticus yang dilalui oleh n.opticus dan a.oftalmica, sementara
bagian posterior dibatasi oleh batas atas pars petrosa os temporal. Dilateral terdapat
pars squamous pars os temporal.
Fissura orbitalis superior, yang merupakan celah antara ala mayor dan minor os
sphenoidalis dilalui oleh n. lacrimalis, n.frontale, n.trochlearis, n, occulomotorius dan n.
abducens.
Fraktur pada basis cranii fossa media sering terjadi, karena daerah ini
merupakan tempat yang paling lemah dari basis cranii. Secara anatomi kelemahan ini
disebabkan oleh banyak nya foramen dan canalis di daerah ini. Cavum timpani dan sinus
sphenoidalis merupakan daerah yang paling sering terkena cedera. Bocornya CSF dan
keluarnya darah dari canalis acusticus externus sering terjadi

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 7/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

(otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars
perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral sinus
cavernosus robek (Khlilullah, 2011).

3. Fossa cranii posterior


Fossa cranii posterior menampung otak otak belakang, yaitu cerebellum,
pons dan medulla oblongata. Di anterior fossa di batasi oleh pinggi superior pars
petrosa os temporal dab di posterior dibatasi oleh permukaan dalam pars squamosa os
occipital. Dasar fossa cranii posterior dibentuk oleh pars basilaris, condylaris, dan
squamosa os occipital dan pars mastoiddeus os temporal8.
Foramen magnum menempati daerah pusat dari dasar fossa dan dilalui oleh
medulla oblongata dengan meningens yang meliputinya, pars spinalis assendens n.
accessories dan kedua a.vertebralis.
Pada fraktur fossa cranii posterior darah dapat merembes ke tengkuk di
bawah otot otot postvertebralis. Beberapa hari kemudian, darah ditemukan dan muncul
di otot otot trigonu posterior, dekat prosesus mastoideus. Membrane mukosa atap
nasofaring dapat robek, dan darah mengalir keluar. Pada fraktur yang mengenai
foramen jugularis n.IX, X dan XI dapat cedera (Khlilullah, 2011).
C.
Konsep Teori tentang Penyakit 1. Pengertian
Fraktur basis cranii/Basilar Skull Fracture (BSF) merupakan fraktur akibat
benturan langsung pada daerah-daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid,
supraorbita); transmisi energi yang berasal dari benturan pada wajah atau
mandibula; atau efek dari benturan pada kepala (Haryono, 2006)

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 8/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

2. Klasifikasi

a. Fraktur Temporal
Dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis cranii. Terdapat 3 subtipe dari
fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan mixed. Tipe
transversal dari fraktur temporal dan tipe longitudinal fraktur temporal
ditunjukkan di bawah ini (Ishman dan Friedland, 2004; Qureshi, et al, 2009).
(A)Transverse temporal bone fracture dan (B) Longitudinal temporal bone
fracture

A B

b. Fraktur Longitudinal
Terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan bagian squamousa

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 9/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

pada os temporal, dinding superior dari canalis acusticus externus dan


segmen timpani. Tipe fraktur ini dapat berjalan dari salah satu bagian
anterior atau posterior menuju cochlea dan labyrinthine capsule,
berakhir pada fossa cranii media dekat foramen spinosum atau pada
mastoid air cells. Fraktur longitudinal merupakan yang paling umum dari
tiga suptipe (70-90%). Fraktur transversal dimulai dari foramen magnum
dan memperpanjang melalui cochlea dan labyrinth, berakhir
pada fossa cranial media (5-30%). Fraktur mixed memiliki unsur unsur dari
kedua fraktur longitudinal dan transversal.Namun sistem lain untuk
klasifikasi fraktur os temporal telah diusulkan. Sistem ini membagi fraktur
os temporal kedalam petrous fraktur dan nonpetrous fraktur, yang terakhir
termasuk fraktur yang melibatkan mastoid air cells. Fraktur tersebut tidak
disertai dengan deficit nervus cranialis (Qureshi, et al, 2009).

c. Fraktur Condylar Occipital (Posterior)


Fraktur ini merupakan hasil dari trauma tumpul energi tinggi dengan

kompresi aksial, lateral bending, atau cedera rotational pada pada

ligamentum alar. Fraktur tipe ini dibagi menjadi 3 jenis berdasarkan

morfologi dan mekanisme cedera. Klasifikasi alternatif membagi fraktur ini

menjadi displaced dan stable, yaitu dengan dan tanpa cedera ligamen. Tipe

I fraktur sekunder akibat kompresi aksial yang mengakibatkan kombinasi

dari kondilus oksipital. Ini merupakan jenis cedera stabil. Tipe II fraktur yang

dihasilkan dari pukulan langsung meskipun fraktur basioccipital lebih luas,

fraktur tipe II diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil karena ligamen alar

dan membrane tectorial tidak mengalami kerusakan. Tipe III adalah cedera

avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan lateral bending. Hal ini berpotensi

menjadi fraktur tidak stabil (American College of Surgeon Committe on

Trauma, 2004; Sugiharto, dkk, 2006).

Klasifikasi lain oleh Muttaqin (2008) menyebutkan terdapat beberapa


kejadian cedera kepala hingga terjadi fraktur basis cranii diantaranya:

1) Berdasarkan mekanismenya cedera kepala dikelompokkan menjadi dua yaitu :

a. Cedera kepala tumpul


Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 10/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan


decelerasi yang menyebabkan otak bergerak didalam rongga kranial dan
melakukan kontak pada protuberas tulang tengkorak.

b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.

2) Berdasarkan morfologi cedera kepala


Cedera kepala menurut dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang meliputi:

a. Laserasi kulit kepala


Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera kepala. Kulit

kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin,

connective tissue dan perikranii. Diantara galea aponeurosis dan periosteum

terdapat jaringan ikat longgar yang memungkinkan kulit bergerak terhadap

tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini.

Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka

perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup banyak.

b. Fraktur tulang kepala


Fraktur tulang tengkorak berdasarkan pada garis fraktur dibagi menjadi:

a) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata
pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur
lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup
besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat
fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.

b) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang
tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala. Jenis
fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura
belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi
pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.

c) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari
satu fragmen dalam satu area fraktur.

d) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 11/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur
impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada
duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika
tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen
tulang yang sehat.
e) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak, fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii
berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa
media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di
daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis
dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat
pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah
basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan
kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi
selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign
(fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign (fraktur basis
kranii fossa media). Kondisi ini juga dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang
paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf
wajah (N.facialis) dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan
dari fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial
yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan
yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan
telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda
bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-tanda

bloody/otorrhea/otoliquorrhea penderita tidur dengan posisi terlentang dan


kepala miring ke posisi yang sehat.

d. Etiologi
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Jatuh

c. Trauma benda tumpul

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 12/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

d. Kecelakaan kerja
e. Kecelakaan rumah tangga
f. Kecelakaan olahraga
g. Trauma tembak dan pecahan bom

e. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat
di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.
Cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan
memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan
yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi.
Kerusakan primer ini dapat bersifat (fokal) lokal, maupun difus. Kerusakan fokal
yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala,
sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan
yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat
makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya
akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan
hematoma, misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural
diantara periosteum tengkorak dengan durameter, subdural hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan
intra cerebal hematom adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Otak dapat berfungsi dengan
baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.

Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang
dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-
gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 13/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml
/menit/100 gr jaringan otak, yang merupakan 15% dari cardiac output. Trauma
kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom
pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi
atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan
mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler
menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.
Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan langsung
pada daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita);
transmisi energy yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau
efek dari benturan pada kepala (gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik
benturan atau perubahan bentuk tengkorak).
Tipe dari BSF yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini

mengelilingi foramen magnum, apertura di dasar tengkorak di mana spinal cord

lewat. Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera

batang otak. Ring fracture in komplit lebih sering dijumpai (Hooper et al. 1994).

Kematian biasanya terjadi seketika karena cedera batang otak disertai dengan

avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada dasar tengkorak.

Fraktur basis cranii telah dikaitkan dengan berbagai mekanisme termasuk


benturan dari arah mandibula atau wajah dan kubah tengkorak, atau akibat
beban inersia pada kepala (sering disebut cedera tipe whiplash). Terjadinya
beban inersia, misalnya, ketika dada pengendara sepeda motor berhenti secara
mendadak akibat mengalami benturan dengan sebuah objek misalnya pagar.
Kepala kemudian secara tiba tiba mengalami percepatan gerakan namun pada
area medulla oblongata mengalami tahanan oleh foramen magnum, beban
inersia tersebut kemudian meyebabkan ring fracture. Ring fracture juga dapat
terjadi akibat ruda paksa pada benturan tipe vertikal, arah benturan dari inferior

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 14/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari arah superior
kemudian diteruskan ke arah occiput atau mandibula (Khlilullah, 2011)..

f. Tanda Gejala
1) Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea dan
memar pada mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur

basis cranii fossa anterior adalah dengan rhinorrhea dan memar di sekitar
palpebra (raccoon eyes). Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale
dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial (Thai,
2007).

2) Fraktur longitudinal os temporal berakibat pada terganggunya tulang


pendengaran dan ketulian konduktif yang lebih besar dari 30 dB yang
berlangsung lebih dari 6-7 minggu. tuli sementara yang akan baik

kembali dalam waktu kurang dari 3 minggu disebabkan karena


hemotympanum dan edema mukosa di fossa tympany. Facial palsy,
nystagmus, dan facial numbness adalah akibat sekunder dari keterlibatan
nervus cranialis V, VI, VII (Netter dan Machado, 2003).

3) Fraktur tranversal os temporal melibatkan saraf cranialis VIII dan labirin,


sehingga menyebabkan nystagmus, ataksia, dan kehilangan pendengaran
permanen ( permanent neural hearing loss) (Tuli, et al, 2008).
4) Fraktur condylar os oksipital adalah cedera yang sangat langka dan serius.
Sebagian besar pasien dengan fraktur condylar os oksipital, terutama
dengan tipe III, berada dalam keadaan koma dan terkait cedera tulang
belakang servikalis. Pasien ini juga memperlihatkan cedera lower cranial
nerve dan hemiplegia atau guadriplegia (Anderson dan Montesano, 2005;
Tuli, 2008; Netter dan Machado, 2003).

5) Sindrom Vernet atau sindrom foramen jugularis adalah keterlibatan nervus


cranialis IX, X, dan XI akibat fraktur. Pasien tampak dengan kesulitan fungsi
fonasi dan aspirasi dan paralisis ipsilateral dari pita suara, palatum mole
(curtain sign), superior pharyngeal constrictor, sternocleidomastoid, dan
trapezius. Collet-Sicard sindrom adalah fraktur condylar os oksipital dengan
keterlibatan nervus cranial IX, X, XI, dan XII (Anderson dan Montesano,
2005; American College of Surgeon Committe on Trauma, 2004).

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 15/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

g. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Adapun pemeriksaan penunjamg untuk fraktur basis craniii antara lain:

a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, fungsi b.
Pemeriksaan radiologi
1) Foto rontgen
2) CT Scan merupakan modalitas kriteria standar untuk membantu dalam
diagnosis skull fraktur. Slice tipis bone window hingga ukuran 1 – 1,5
mm, dengan potongan sagital, bermanfaat dalam menilai skull fraktur.
CT Scan helical sangat membantu dalam menvisualisasikan fraktur
condylar occipital, biasanya 3-dimensi tidak diperlukan (Qureshi,et al,
2009).

3) MRI atau magnetic resonance angiography merupakan suatu nilai


tambahan untuk kasus yang dicurigai mengalami cedera pada ligament
dan vaskuler. Cedera pada tulang jauh lebih baik divisualisasikan
dengan menggunakan CT Scan (Qureshi,et al, 2009).

4) Pemeriksaan arteriografi

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 16/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

h. Penatalaksanaan dan Komplikasi


Menurut Listiono (2005) dan Legros, et al (2007), prinsip penanganan umum
secara keseluruhan dari trauma kepala meliputi:

a. Pengendalian Tekanan Intrakranial


Manitol efektif untuk mengurangi edema serebral. Selain karena efek
osmotik, manitol juga dapat mengurangi TIK dengan meningkatkan arus
microcirculatory otak dan pengiriman oksigen. Efek pemberian bolus
manitol tampaknya sama selama rentang 0,25 sampai 1,0 g/kg.

b. Mengontrol tekanan perfusi otak


Tekanan perfusi otak harus dipertahankan antara 60 dan 70 mmHg, baik
dengan mengurangi TIK atau dengan meninggikan MAP.

Rehidrasi secara adekuat dan mendukung kardiovaskular dengan vasopresor dan inotropik dapat
meningkatkan MAP dan mempertahankan tekanan perfusi otak >70 mmHg.

c. Mengontrol hematokrit
Aliran darah otak dipengaruhi oleh hematokrit. Viskositas darah meningkat
sebanding dengan semakin meningkatnya hematokrit dengan tingkat
optimal sekitar 35%. Aliran darah otak berkurang jika hematokrit meningkat
lebih dari 50% dan akan meningkat dengan tingkat hematokrit di bawah
30%.

d. Obat-obatan sedasi
Pemberian rutin obat sedasi seperti analgesik dan agen yang memblokir
neuromuscular dapat menjadi terapi pilihan. Propofol telah menjadi obat
sedatif pilihan. Fentanil dan morfin sering diberikan untuk membatasi nyeri,
memfasilitasi ventilasi mekanis dan mempotensiasi efek sedasi. Obat yang
memblokir neuromuscular dapat juga mencegah peningkatan TIK yang
dihasilkan oleh batuk dan penegangan pada endotrachealtube.

e. Kontrol suhu
Demam dapat memperberat defisit neurologis yang ada dan dapat
memperburuk kondisi pasien. Metabolisme otak dan oksigen meningkat
sebesar 6-9 % untuk setiap kenaikan 1 derajat Celcius. Tiap fase akut cedera
kepala, hipertermia harus diterapi karena akan memperburuk iskemik otak.

f. Kontrol bangkitan
Bangkitan terjadi terutama padapasien yang telah menderita hematoma,
cedera termasuk patah tulang tengkorak dengan penetrasi dural, adanya

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 17/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

tanda fokal neurologis dan sepsis. Antikonvulsan harus diberikan apabila


terjadi bangkitan.

g. Kontrol cairan
NaCl 0,9% dengan osmolaritas 308 mosm/l, telah menjadi kristaloid
pilihan dalam manajemen dari cedera otak. Resusitasi dengan NaCl 0,9% membutuhkan 4 kali volume
darah yang hilang untuk memulihkan parameter hemodinamik.

h. Head Up 30o
Menaikkan posisi kepala dengan sudut 15-30 dapat menurunkan TIK

dan meningkatkan venous return ke jantung.

i. Merujuk ke dokter bedah saraf


Indikasi rujukan ke ahli bedah saraf:

1) GCS kurang dari atau sama dengan setelah resusitasi awal;


2) disorientasi yang berlangsung lebih 4 jam;
3) penurunan skor GCS terutama respon motorik;
4) tanda-tanda neurologis fokal progresif;
5) kejang tanpa pemulihan penuh;
6) cedera penetrasi;
7) kebocoran cairan serebrospinal.
Penanganan khusus dari fraktur basis cranii terutama untuk mengatasi
komplikasi yang timbul, meliputi:

a. Fistula cairan serebrospinal


Mengakibatkan kebocoran cairan dari ruang subarachnoid ke ruang ekstra
arachnoid, duramater, atau jaringan epitel yang terlihat sebagai rinore dan
otore.Sebagian besar rinore dan otore baru terlihat satu minggu setelah
terjadinya trauma.Kebocoran cairan ini membaik satu minggu setelah
dilakukan terapi konservatif. Penatalaksanaan secara konservatif dapat
dilakukan secara bed rest dengan posisi kepala lebih tinggi. Hindari batuk,
bersin, dan melakukan aktivitas berat. Diberikan obat-obatan seperti
laxantia, diuretic dan steroid (Haryono, 2006).

b. Rinore
Terjadi pada sekitar 25% pasien dengan fraktur basis anterior. CSS mungkin

bocor melalui sinus frontal (melalui pelat kribrosa atau pelat orbital dari

tulang frontal), melalui sinus sfenoid, dan agak jarang melalui klivus.

Kadang-kadang pada fraktur bagian petrosa tulang temporal, CSS mungkin

memasuki tuba eustachian dan mengalir dari hidung. Pengaliran dimulai

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 18/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

dalam 48 jam sejak cedera pada hampir 80% kasus. Penatalaksanaan secara

konservatif dapat dilakukan secara bed rest dengan posisi kepala lebih

tinggi. Hindari batuk, bersin, meniup hidung dan melakukan aktivitas berat.

Diberikan obatobatan seperti laxantia, diuretik, dan steroid. Dilakukan

punksi lumbal secara serial dan pemasangan kateter subarachnoid secara

berkelanjutan. Disamping itu dapat diberikan antibiotik profilaksis untuk

mencegah timbulnya infeksi (Haryono, 2006). Pembedahan dapat secara

intrakranial, ekstrakranial dan secara bedah sinus endoskopi. Pendekatan

intrakranial yaitu dengan melakukan craniotomi melalui daerah frontal

(frontal anterior fossa craniotomi), daerah temporal (temporal media fossa

craniotomi) atau daerah oksipital (ocsipital posterior fossa craniotomi)

tergantung dari lokasi kebocoran. Keuntungan teknik ini dapat melihat

langsung robekan dari dura dan jaringan sekitarnya. Bila dilakukan tampon

pada kebocoran akan berhasil baik dan berguna bagi pasien yang tidak

dapat diketahui lokasi kebocoran atau fistel yang abnormal. Kerugian teknik

ini adalah angka kematian yang tinggi, terjadi retraksi dari otak seperti

edema, hematoma dan perdarahan. Disamping itu dapat terjadi anosmia

yang permanen. Sering terjadi kebutaan terutama pada pembedahan

didaerah fossa craniii anterior. Kerugian lain adalah waktu operasi dan

perawatan yang lama. Pendekatan ekstrakranial dilakukan dengan cara

eksternal sinus dan bedah sinus endoskopi. Pendekatan eksternal sinus

yaitu melakukan flap osteoplasti anterior dengan sayatan pada koronal dan

alis mata. Disamping itu dapat juga dengan pendekatan eksternal

etmoidektomi, transe-tmoidal sfenoidotomi, trans-septal sfenoidotomi

atau trans-antral, tergantung dari lokasi kebocoran. Keuntungan teknik ini

adalah memiliki lapang pandang yang baik, angka kematian yang rendah,

tidak terdapat anosmia dan angka keberhasilan 80%. Kerugian teknik ini

adalah cacat pada wajah dan tidak dapat mengatasi fistel yang abnormal.

Disamping itu sulit menangani fistel pada sinus frontal dan sfenoid

(Haryono, 2006). Tindakan bedah sinus merupakan tehnik operasi yang

lebih disukai dengan angka keberhasilan yang tinggi (83% 94%) dan angka

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 19/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

kematian yang rendah. Pada fistel yang kecil (<3mm) dapat diperbaiki

dengan free graftmukoperikondrial yang diletakkan diatas fistel. Pada fistel

yang besar (>3mm) digunakan graft dari tulang rawan dan tulang yang

diletakkan dibawah fistel dan dilapisi dengan flap lokal atau free graft .

Keuntungan teknik ini adalah lapang

pandang yang jelas sehingga memberikan lokasi kebocoran yang tepat.


Mukosa dapat dibersihkan dari kerusakan tulang tanpa memperbesar
ukuran dan kerusakan dari tulang. Disamping itu graft dapat ditempatkan
lebih akurat pada kerusakannya (Haryono, 2006).

c. Otore
Terjadi bila tulang petrosa mengalami fraktur, duramater dibawahnya serta
arakhnoid robek, serta membran timpanik perforasi. Fraktur tulang petrosa
diklasifikasikan menjadi longitudinal dan transversal berdasarkan
hubungannya terhadap aksis memanjang dari piramid petrosa, namun
kebanyakan merupakan fraktur campuran. Pasien dengan fraktur
longitudinal tampil dengan kehilangan pendengaran konduktif, otore, dan
perdarahan dari telinga luar. Pasien dengan fraktur transversal umumnya
memiliki membran timpanik normal dan memperlihatkan kehilangan
pendengaran sensorineural akibat kerusakan labirin, kokhlea, atau saraf
kedelapan di dalam kanal auditori. Paresis fasial tampil hingga pada 50%
pasien. Fraktur longitudinal empat hingga enam kali lebih sering dibanding
yang transversal, namun kurang umum menyebabkan cedera saraf fasial.
Otore CSS berhenti spontan pada kebanyakan pasien dalam seminggu.
Insidens meningitis pasien dengan otore mungkin sekitar
4%, dibanding 17% pada rinore CSS. Pada kejadian yang jarang, dimana otore tidak berhenti, sehingga
diperlukan pengaliran lumbar dan bahkan operasi (Haryono, 2006).

d. Infeksi
Meningitis merupakan infeksi tersering pada fraktur basis cranii.Penyebab
paling sering dari meningitis pada fraktur basis cranii adalah S. Pneumoniae.
Profilaksis meningitis harus segera diberikan, mengingat tingginya angka
morbiditas dan mortalitas walaupun terapi antibiotik telah digunakan.
Pemberian antibiotik tidak perlu menunggu tes diagnostik karena
pemberian antibiotik yang terlambat berkaitan erat dengan tingkat

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 20/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Profilaksis antibiotik yang diberikan


berupa kombinasi vancomycin dan ceftriaxone.Antiobiotik golongan ini
digunakan mengingat tingginya angka resistensi antibiotik golongan
penicillin, cloramfenikol, maupun meropenem (Pillai, 2010).

e. Pnemocephalus
Adanya udara pada cranial cavity setelah trauma yang
melaluimeningen.Meningkatnya tekanan di nasofaring menyebabkan udara
masuk melalui cranial cavity melalui defek pada duramater dan menjadi
terperangkap. TIK yang meningkat dapat memperbesar defek yang ada dan
menekan otak dan udara yang terperangkap. Terapi dapat berupa kombinasi
dari operasi untuk membebaskan udara intrakranial, serta memperbaiki
defek yang ada, dan tredelenburg position (Qureshi, et al, 2009).
C. Asuhan Keperawatan
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital.

1) Aktifitas dan istirahat


Gejala : merasa lemah, lelah, kaku hilang keseimbangan Tanda :

a. Perubahan kesadaran, letargi


b. Hemiparese
c. ataksia cara berjalan tidak tegap
d. masalah dlm keseimbangan
e. cedera/trauma ortopedi
f. kehilangan tonus otot
2) Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal, Perubahan frekuensi jantung
(bradikardia, takikardia yg diselingi bradikardia disritmiac.

3) Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresid.

4) Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi.

5) Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.

6) Neurosensori

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 21/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo,


sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, Perubahan dalam penglihatan seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagain lapang pandang, gangguan
pengecapan dan penciuman
Tanda : Perubahan kesadran bisa sampai koma, Perubahan status mental,

Perubahan pupil, Kehilangan penginderaan, Wajah tidak simetris, Genggaman

lemah tidak seimbang, Kehilangfan sensasi sebagian tubuhg. 7)

Nyeri/kenyamanan

Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada ransangan nyeri yg hebat,
merintih

8) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi,
stridor, tersedak,ronkhi,mengii.

9) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan

10) Kulit
Laserasi, abrasi, perubahan warna, tanda battle di sekitar telinga, Raccon eyes,
adanya aliran cairan dari telinga atau hidung, Gangguan kognitif,
Gangguan rentang gerak, Demam

Diagnosa Keperawatan

1. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan penurunan aliran


darah ke serebral (hemoragi, hematoma); edema cerebral,

2. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan depresi pusat


pernapasan

3. Nyeri akut berhubungan dengan pergesaran fragmen tulang


4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neurosensori
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuscular

6. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran


7. Resiko kekurangan volume cairan
8. Resiko kerusakan integritas kulit
9. Resiko infeksi

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 22/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

Rencana Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan
1 Rsiko NOC: NIC:
ketidakefektifan Tissue Perfusion: Cerebral Neurologic Monitoring
perfusi jaringan otak (NOC: 543b) a. Monitor ukuran pupil, bentuk, a. mengetahui tingkat kesadaran
berhubungan dengan Circulation Status (NOC: kesimetrisan, dan reaktifitasnya melalui saraf pupil
Tahanan pembuluh 138b) b. Monitor level kesadaran b. mengontrol keadaan serebral
Neurological Status (NOC: darah; infark c. Monitor level orientasi c. mengetahui tingkat kesadaran
376b)
Cardiac Pump Effectiveness d. Monitor Glasgow Coma Scale d. mengetahui tingkat kesadaran
(NOC: 115b) e. Monitor tanda vital: suhu, tekanan e. mengetahui kondisi tubuh klien Setelah dilakukan asuhan darah,
nadi, dan respirasi f. mengetahui keadekuatan
selama……… f. Monitor status respirasi: level AGD, pernafasan klien
ketidakefektifan perfusi oksimetri nadi, kedalaman, pola, laju, g. mengetahui keadaan serebral klien
jaringan cerebral teratasi dan usaha napas h. mengetahui tingat kesadaran
dengan kriteria hasil: g. Monitor Intra Cranial Pressure (ICP) i. mengetahui tingkat kesadaran
. Tekanan systole dan dan Cerebral Perfusion Pressure j. mengetahui perkembangan diastole dalam rentang (CPP)
pengobatan klien
yang diharapkan h. Monitor refleks kornea k. mengontrol keseimbangan ditubuh (sistol: <140 mmHg;
i. Monitor tonus otot pergerakan l. hemodinamik menentukan
diastole: <90 mmHg) j. Catat perubahan pasien dalam keadekuatan sirkulasi
a. Tidak ada merespon stimulus m. menurunkan TIK ortostatikhipertensi k. Monitor status cairan
b. Komunikasi jelas l. Pertahankan parameter hemodinamik
o

Menunjukkan m. Tinggikan kepala 0-45 tergantung konsentrasi dan pada


kondisi pasien dan order medis
orientasi (GCS : Intracranial Pressure (ICP) Monitoring

E4V5M6) n. Monitor intake dan output n. mengatur keseimbangan cairan


a. Pupil seimbang dan o. Cek kaku kuduk klien o. kaku kuduk mengindikasikan reaktif p. Posisikan
klien dengan kepala dan peningkatan TIK
b. Bebas dari aktivitas leher pada posisi normal, menghindari p. mencegah peningkatan TIK hip fleksi yang
ekstrim q. melancarkan sirkulasi darah

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 23/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

kejang q. Sesuaikan kepala di tempat tidur untuk r. terlalu banyak intervensi

c. Tidak mengalami nyeri mengoptimalkan pefusi serebral mendorong peningkatan TIK kepala r.
Batasi perawatan untuk meminimalkan
peningkatan ICP
2. Ketidakefektifan pola NOC: NIC:
nafas b.d medula a. Respiratory status: Airway Management
oblongata tertekan Ventilation a. Atur posisi pasien untuk a. Memudahkan ekspansi paru dan Batasan karakteristik: b. Respiratory status:
memaksimalkan ventilasi menurunkan adanya kemungkinan a. Perubahan Airway patency b. Anjurkan bernafas yang pelan dan lidah jatuh yang
menyumbat jalan

kedalaman dalam napas


pernafasan Setelah dilakukanc. Vital sign Status c. Auskultasi suara nafas, catat area b. Membantu keefektifan pernafasan
b. Perubahan tindakan keperawatan penurunan atau ketiadaan ventilasi dan pasien ekskursi dada selama ………..pasien adanya suara nafas
tambahan c. Perubahan dapat menandakan c. Mengambil posisi menunjukkan keefektifan d. Monitor respirasi dan oksigenasi awitan komplikasi
pulmonal atau tiga titik pola nafas, dibuktikan e. Kolaborasi pemberian oksigen yang menandakan lokasi/ luasnya
d. Bradipneu dengan kriteria hasil: sudah terhumidifikasi keterlibatan otak
e. Penurunan a. Mendemonstrasikan d. Menentukan kecukupan tekanan ekspirasi batuk efektif dan pernapasan, keseimbangan asam

f. Penurunan suara nafas yang basa dan kebutuhan akan terapi ventilasi semenit bersih, tidak ada e. Memaksimalkan oksigen pada g.
Penurunan sianosis dan dyspneu darah arteri dan membantu dalam kapasitas vital (mampu pencegahan hipoksia
h. Dispnea mengeluarkan
i. Peningkatan sputum, mampu diametr
anterior bernafas dg mudah, posterior tidakada
pursed lips)
j. Pernafasan b. Menunjukkan jalan cuping hidung nafas
yang paten k. Ortopnea (klien tidak merasa
l. Fase ekspirasi tercekik, irama nafas, memanjang
frekuensi pernafasan m. Pernafasan bibir dalam
rentang

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 24/29
n. Takipnea d. Kontrol lingkungan
o. Penggunaan otot yang dapat
aksesorius untuk mempengaruhi nyeri
bernafas seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
e. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
3. Nyeri akut f. Kaji tipe dan sumber
nyeri
berhubungan dengan
g. Ajarkan tentang teknik
peningkatan tekanan non farmakologi: napas
dada, relaksasi,
intracranial (TIK)
distraksi, kompres
normal, tidak ada hangat/ dingin
suara nafas h. Berikan analgetik untuk
abnormal) mengurangi
nyeri: ……...
c. Tanda Tanda vital
dalam rentang normal: i. Tingkatkan istirahat
TD= 100140/60-90 j. Berikan informasi
mmHg; N=60- tentang nyeri seperti
100x/menit; RR= 16- penyebab nyeri, berapa
24x/menit NOC: lama nyeri akan
berkurang dan
Pain Control Pain Level antisipasi
a. Mengetahui gambaran
Comfort Status klinis nyeri yang
Setelah dilakukan dirasakan
tindakan keperawatan b. Memvalidasi
selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan klien
mengalami nyeri, dengan melalui subjektif dan
kriteria hasil: objektif
a. Mampu mengontrol c. Dukungan untuk
nyeri (tahu penyebab kesembuhan klien
nyeri, mampu d. Memberikan
menggunakan tehnik kenyamanan klien agar
nonfarmakologi untuk tidak fokus pada nyeri
mengurangi nyeri, e. Menghindari timbulnya
mencari bantuan) nyeri
b. Melaporkan bahwa f. Untuk menentukan
nyeri berkurang intervensi
dengan menggunakan g. Memberikan
manajemen nyeri kenyamanan klien agar
c. Mampu mengenali tidak fokus pada nyeri
nyeri (skala, intensitas, h. Bantuan farmakologis
frekuensi dan tanda dasar
nyeri) i. Mengurangi timbulnya
NIC: nyeri
j. Meningkatkan koping
Pain Managementa. diri klien
Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
b. Observasi
reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 25/
d. Menyatakan rasa ketidaknyamanan dari prosedur
nyaman setelah nyeri
berkurang
e. Tanda vital dalam
rentang normal (Suhu :
36,5-3,5ºC; TD:
100/70-140/90 mmHg;
nadi: 60-100 x/menit;
RR: 16-24 x/menit)

f. gangguan
Tidak mengalami
tidur
4. Hambatan mobilitas NOC: NIC:
fisik berhubungan Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulati on
dengan Kelemahan Mobility Level a. Monitoring vital sign sebelm/sesudah a. Mengontrol kemampuan klien
neutronsmiter Self care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat b. Melakukan terapi sesuai dengan
Transfer performance latihan kemampuan klien
Setelah dilakukan b. Konsultasikan dengan terapi fisik c. Mencegah cidera
tindakan keperawatan tentang rencana ambulasi sesuai d. Melatih klien untuk melakukan
selama…. hambatan dengan kebutuhan rentang gerak minimal
mobilitas fisik teratasi c. Bantu klien untuk menggunakan e. Menentukan terapi mobilisasi
dengan kriteria hasil: tongkat saat berjalan dan cegah selanjutnya
a. Klien meningkat terhadap cedera f. Memandirikan klien untuk
dalam aktivitas fisik d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan melakukan activity daily living
b. Mengerti tujuan dari lain tentang teknik ambulasi (ADL )
peningkatan e. Kaji kemampuan pasien dalam g. Memberikan dukungan bagi
mobilitas mobilisasi kemajuan klien
c. Memverbalisasikan f. Latih pasien dalam pemenuhan h. Membantu klien terbiasa secara
perasaan dalam kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai pelahan dengan kondisi tubuhnya
meningkatkan kemampuan i. Membantu klien terbiasa secara
kekuatan dan g. Dampingi dan Bantu pasien saat pelahan dengan kondisi tubuhnya
kemampuan mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
berpindah ADLs ps.

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 26/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
d. Memperagakan h. Berikan alat bantu jika klien penggunaan alat memerlukan.
Bantu untuk i. Ajarkan pasien bagaimana merubah mobilisasi (walker)
posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
5. Resiko Cedera Setelah dilakukan a. Bina hubungan saling percaya a. Menjalin rasa percaya, aman, dan
berhubungan dengan tindakan keperawatan b. Kaji status emosional klien nyaman pada klien gangguan emosional
selama 3x24 jam pasien c. Berikan klien penjelasan mengenai b. Mengetahui status emosional dan tidak mengalami
cedera informasi tentang procedure perawatan potensi cedera klien

dengan kriteria hasil:a) Melaporkan


d.e. Modifikasi lingkungan klienlakukan raistrain klien c. Memberikan pengetahuan padaklien
adanya cedera fisik f. Observasi respon klien d. Mencegah cedera yang terjadi dari
b) Klien tampk tidak lingkungan mengalami cedera e. Membatasi gerak klien
c) Tidak terdapat luka f. Mengetahui respon dari pasien

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 27/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

DAFTAR PUSTAKA

American College of Surgeon Committe on Trauma. 2004. Cedera Kepala.


Dalam: Advanced Trauma Life Support for Doctors. Edisi 7. Komisi Trauma IKABI.

Anderson, P. A. dan Montesano, P. X. 2005. Morphology and Treatment of Occipital


Condyle Fractures. Spine (Phila Pa 1976). [diakses 13 Juni 2016].

Bulechek, G. M., dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Sixth Edition.
United States of America: Elsevier Mosby.

Haryono, Y. 2006. Rinorea Cairan Serebrospinal. USU: Departemen THT-KL FK USU.

Herdman, T. H. 2014. Nanda International Nursing Diagnoses: Definition & Classification,


2015-2017. Oxford: Wiley-Blackwell.

Ishman, S. L. dan Friedland, D. R. 2004. Temporal Bone Fractures: Traditional


Classification and Clinical Relevance. Laryngoscope. [diakses 13 Juni 2016].

Legros, B., et al. 2007. Basal Fracture of The Skull and Lower (IX, X, XI, XII) Cranial
Nerves Palsy: Four Case Reports Including Two Fractures of The Occipital
Condyle. J Trauma. [diakses 13 Juni 2016].

Listiono, L. D. 2005. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Edisi III. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Moorhead, S., dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition.
United States of America: Mosby Elsevier.

Netter, F. H. dan Machado, C. A. 2003. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon


Learning System LLC. [diakses 13 Juni 2016].

Pillai, P.,et al. 2010. Traumatic Tension Pneumocephalus: Two Cases and Comprehensive
Review of Literature. OPUS 12 Scientist. [diakses 13 Juni 2016].

Qureshi, N. H.,et al. 2009. Skull Fracture. On Emedicine Health. Serial


online.http://emedicine.medscape.com/article/248108clinicalmanifestations.
[diakses 13 Juni 2016].

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 28/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii

Sugiharto, L., dkk. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
Jakarta: EGC.

Thai, T. 2007. Helmet Protection Against Basilar Skull Fracture. Biomechanical


of Basilar Skull Fracture. ATSB Research and Analysis Report Road Safety
Research Grant Report . Australia. [diakses 13 Juni 2016].

Tuli, S.,et al. 2008. Occipital Condyle Fractures. Neurosurgery . [diakses 20


November2015].

http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 29/29

Anda mungkin juga menyukai