oleh
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 1/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Fraktur Basis Cranii di
Ruang Gardena RSD dr. Soebandi Jember yang telah disetujui dan disahkan pada:
tanggal: tempat: Ruang Gardena RSD dr. Soebandi
Jember
Jember, …………………………
Mahasiswa
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 2/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
a. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga disebut dengan
nama cerebral cortex, forebrain, atau otak depan. Cerebrum membuat manusia memiliki
kemampuan berpikir, analisa, logika, bahasa, kesadaran,
perencanaan, memori dan kemampuan visual. Cerebrum secara terbagi menjadi 4
(empat) bagian yang disebut lobus yaitu lobus frontal, lobus parietal, lobus occipital dan
lobus temporal.
1) Lobus frontal merupakan bagian lobus yang terletak pada bagian depan
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 3/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
b. Cerebellum
Cerebellum atau otak kecil adalah bagian dari sistem saraf pusat yang terletak di
bagian belakang tengkorak ( fossa posterior cranial ). Semua aktivitas pada bagian ini di
bawah kesadaran (involuntary). Fungsi utama cerebelum yaitu mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh. Apabila terjadi cedera pada
cerebelum, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot
sehingga gerakan menjadi tidak terkoordinasi (Price dalam Muttaqin, 2008).
c. Brainstem
Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala
bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum tulang belakang.
Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia termasuk
pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur proses pencernaan, dan
merupakan sumber insting dasar manusia yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat
datangnya bahaya (Puspitawati, 2009). Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1) Mesencephalon atau otak tengah (mid brain) adalah bagian teratas dari batang
otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebelum.
Mesencephalon berfungsi untuk mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,
pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh, dan fungsi pendengaran.
2) Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari sebelah kiri
badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya. Medulla oblongata
mengontrol fungsi involuntary otak (fungsi otak secara tidak sadar) seperti detak
jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.
3) Pons disebut juga sebagai jembatan atau bridge merupakan serabut yang
menghubungkan kedua hemisfer serebelum serta menghubungkan midbrain
disebelah atas dengan medula oblongata. Bagian bawah pons berperan dalam
pengaturan pernapasan. Nukleus saraf kranial V
(trigeminus), VI (abdusen), dan VII (fasialis) terdapat pada bagian ini.
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 4/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
1) Suatu pendirian atau respons emosional yang mengarahkan pada tingkah laku
individu
sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 5/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
(Muttaqin, 2008). Aliran vena otak meninggalkan otak melalui sinus dura mater yang
besar dan kembali ke sirkulasi umum melalui vena jugularis interna. Aliran vena otak
Gambar 3. (A) tampak dari sisi kanan aliran darah yang menuju ke otak (B)
Arteri dalam otak dilihat dari sisi inferior
B.
Anatomi Basis Cranii
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Tulang tengkorak
terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 6/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
khususnya di regio temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis.
Basis kranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai
bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi. Rongga
tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu: fossa cranii anterior, fossa cranii media dan
fossa cranii posterior.
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 7/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
(otorrhea). N. craniais VII dan VIII dapat cedera pada saat terjadi cedera pada pars
perrosus os temporal. N. cranialis III, IV dan VI dapat cedera bila dinding lateral sinus
cavernosus robek (Khlilullah, 2011).
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 8/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
2. Klasifikasi
a. Fraktur Temporal
Dijumpai pada 75% dari semua fraktur basis cranii. Terdapat 3 subtipe dari
fraktur temporal berupa longitudinal, transversal dan mixed. Tipe
transversal dari fraktur temporal dan tipe longitudinal fraktur temporal
ditunjukkan di bawah ini (Ishman dan Friedland, 2004; Qureshi, et al, 2009).
(A)Transverse temporal bone fracture dan (B) Longitudinal temporal bone
fracture
A B
b. Fraktur Longitudinal
Terjadi pada regio temporoparietal dan melibatkan bagian squamousa
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 9/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
menjadi displaced dan stable, yaitu dengan dan tanpa cedera ligamen. Tipe
dari kondilus oksipital. Ini merupakan jenis cedera stabil. Tipe II fraktur yang
fraktur tipe II diklasifikasikan sebagai fraktur yang stabil karena ligamen alar
dan membrane tectorial tidak mengalami kerusakan. Tipe III adalah cedera
avulsi sebagai akibat rotasi paksa dan lateral bending. Hal ini berpotensi
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 10/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
b. Cedera tembus
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak atau tusukan.
kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim SCALP) yaitu skin,
tulang. Pada fraktur tulang kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini.
Lapisan ini banyak mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka
a) Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau stellata
pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang kepala. Fraktur
lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup
besar tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak terdapat
fragmen fraktur yang masuk kedalam rongga intrakranial.
b) Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulang
tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala. Jenis
fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura
belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering terjadi
pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum epidural.
c) Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih dari
satu fragmen dalam satu area fraktur.
d) Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 11/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal. Fraktur
impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau laserasi pada
duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap bermakna terjadi, jika
tabula eksterna segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen
tulang yang sehat.
e) Fraktur basis kranii
Fraktur basis kranii adalah suatu fraktur linier yang terjadi pada dasar
tulang tengkorak, fraktur ini seringkali disertai dengan robekan pada
durameter yang merekat erat pada dasar tengkorak. Fraktur basis kranii
berdasarkan letak anatomi di bagi menjadi fraktur fossa anterior, fraktur fossa
media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan struktur di
daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis krani lebih tipis
dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis melekat lebih erat
pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila terjadi fraktur daerah
basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini dapat menyebabkan
kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan resiko terjadinya infeksi
selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes sign
(fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batle’s sign (fraktur basis
kranii fossa media). Kondisi ini juga dapat menyebabkan lesi saraf kranial yang
paling sering terjadi adalah gangguan saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf
wajah (N.facialis) dan saraf pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan
dari fraktur basis kranii meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial
yang mendadak misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan
yang tidak menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan
telinga, jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda
bloody/ otorrhea/otoliquorrhea. Pada penderita dengan tanda-tanda
d. Etiologi
a. Kecelakaan lalu lintas
b. Jatuh
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 12/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
d. Kecelakaan kerja
e. Kecelakaan rumah tangga
f. Kecelakaan olahraga
g. Trauma tembak dan pecahan bom
e. Patofisiologi
Adanya cedera kepala dapat mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya
kerusakan pada paremkim otak, kerusakan pembuluh darah,
perdarahan, edema dan gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis
tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat
di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.
Cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan
memberi dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan
yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi.
Kerusakan primer ini dapat bersifat (fokal) lokal, maupun difus. Kerusakan fokal
yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja dari kepala,
sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan difus yaitu kerusakan
yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat
makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya
akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan
hematoma, misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural
diantara periosteum tengkorak dengan durameter, subdural hematoma akibat
berkumpulnya darah pada ruang antara durameter dengan sub arakhnoit dan
intra cerebal hematom adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Otak dapat berfungsi dengan
baik bila kebutuhan oksigen dan glukosa dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun
sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolisme otak tidak boleh kurang
dari 20 mg%, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25% dari seluruh
kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70% akan terjadi gejala-
gejala permulaan disfungsi cerebral. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 13/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
kebutuhan oksigen melalui proses metabolik anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh
darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat
metabolisme anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolik.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 - 60 ml
/menit/100 gr jaringan otak, yang merupakan 15% dari cardiac output. Trauma
kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-
myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom
pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi
atrium dan vebtrikel, takikardia. Akibat adanya perdarahan otak akan
mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler
menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan
simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak
begitu besar.
Fraktur basis cranii merupakan fraktur akibat benturan langsung
pada daerah daerah dasar tulang tengkorak (oksiput, mastoid, supraorbita);
transmisi energy yang berasal dari benturan pada wajah atau mandibula; atau
efek dari benturan pada kepala (gelombang tekanan yang dipropagasi dari titik
benturan atau perubahan bentuk tengkorak).
Tipe dari BSF yang parah adalah jenis ring fracture, karena area ini
lewat. Ring fracture komplit biasanya segera berakibat fatal akibat cedera
batang otak. Ring fracture in komplit lebih sering dijumpai (Hooper et al. 1994).
Kematian biasanya terjadi seketika karena cedera batang otak disertai dengan
avulsi dan laserasi dari pembuluh darah besar pada dasar tengkorak.
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 14/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
diteruskan ke superior (daya kompresi) atau ruda paksa dari arah superior
kemudian diteruskan ke arah occiput atau mandibula (Khlilullah, 2011)..
f. Tanda Gejala
1) Pasien dengan fraktur pertrous os temporal dijumpai dengan otorrhea dan
memar pada mastoids (battle sign). Presentasi dengan fraktur
basis cranii fossa anterior adalah dengan rhinorrhea dan memar di sekitar
palpebra (raccoon eyes). Kehilangan kesadaran dan Glasgow Coma Scale
dapat bervariasi, tergantung pada kondisi patologis intrakranial (Thai,
2007).
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 15/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, fungsi b.
Pemeriksaan radiologi
1) Foto rontgen
2) CT Scan merupakan modalitas kriteria standar untuk membantu dalam
diagnosis skull fraktur. Slice tipis bone window hingga ukuran 1 – 1,5
mm, dengan potongan sagital, bermanfaat dalam menilai skull fraktur.
CT Scan helical sangat membantu dalam menvisualisasikan fraktur
condylar occipital, biasanya 3-dimensi tidak diperlukan (Qureshi,et al,
2009).
4) Pemeriksaan arteriografi
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 16/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
Rehidrasi secara adekuat dan mendukung kardiovaskular dengan vasopresor dan inotropik dapat
meningkatkan MAP dan mempertahankan tekanan perfusi otak >70 mmHg.
c. Mengontrol hematokrit
Aliran darah otak dipengaruhi oleh hematokrit. Viskositas darah meningkat
sebanding dengan semakin meningkatnya hematokrit dengan tingkat
optimal sekitar 35%. Aliran darah otak berkurang jika hematokrit meningkat
lebih dari 50% dan akan meningkat dengan tingkat hematokrit di bawah
30%.
d. Obat-obatan sedasi
Pemberian rutin obat sedasi seperti analgesik dan agen yang memblokir
neuromuscular dapat menjadi terapi pilihan. Propofol telah menjadi obat
sedatif pilihan. Fentanil dan morfin sering diberikan untuk membatasi nyeri,
memfasilitasi ventilasi mekanis dan mempotensiasi efek sedasi. Obat yang
memblokir neuromuscular dapat juga mencegah peningkatan TIK yang
dihasilkan oleh batuk dan penegangan pada endotrachealtube.
e. Kontrol suhu
Demam dapat memperberat defisit neurologis yang ada dan dapat
memperburuk kondisi pasien. Metabolisme otak dan oksigen meningkat
sebesar 6-9 % untuk setiap kenaikan 1 derajat Celcius. Tiap fase akut cedera
kepala, hipertermia harus diterapi karena akan memperburuk iskemik otak.
f. Kontrol bangkitan
Bangkitan terjadi terutama padapasien yang telah menderita hematoma,
cedera termasuk patah tulang tengkorak dengan penetrasi dural, adanya
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 17/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
g. Kontrol cairan
NaCl 0,9% dengan osmolaritas 308 mosm/l, telah menjadi kristaloid
pilihan dalam manajemen dari cedera otak. Resusitasi dengan NaCl 0,9% membutuhkan 4 kali volume
darah yang hilang untuk memulihkan parameter hemodinamik.
h. Head Up 30o
Menaikkan posisi kepala dengan sudut 15-30 dapat menurunkan TIK
⁰
b. Rinore
Terjadi pada sekitar 25% pasien dengan fraktur basis anterior. CSS mungkin
bocor melalui sinus frontal (melalui pelat kribrosa atau pelat orbital dari
tulang frontal), melalui sinus sfenoid, dan agak jarang melalui klivus.
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 18/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
dalam 48 jam sejak cedera pada hampir 80% kasus. Penatalaksanaan secara
konservatif dapat dilakukan secara bed rest dengan posisi kepala lebih
tinggi. Hindari batuk, bersin, meniup hidung dan melakukan aktivitas berat.
langsung robekan dari dura dan jaringan sekitarnya. Bila dilakukan tampon
pada kebocoran akan berhasil baik dan berguna bagi pasien yang tidak
dapat diketahui lokasi kebocoran atau fistel yang abnormal. Kerugian teknik
ini adalah angka kematian yang tinggi, terjadi retraksi dari otak seperti
didaerah fossa craniii anterior. Kerugian lain adalah waktu operasi dan
yaitu melakukan flap osteoplasti anterior dengan sayatan pada koronal dan
adalah memiliki lapang pandang yang baik, angka kematian yang rendah,
tidak terdapat anosmia dan angka keberhasilan 80%. Kerugian teknik ini
adalah cacat pada wajah dan tidak dapat mengatasi fistel yang abnormal.
Disamping itu sulit menangani fistel pada sinus frontal dan sfenoid
lebih disukai dengan angka keberhasilan yang tinggi (83% 94%) dan angka
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 19/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
kematian yang rendah. Pada fistel yang kecil (<3mm) dapat diperbaiki
yang besar (>3mm) digunakan graft dari tulang rawan dan tulang yang
diletakkan dibawah fistel dan dilapisi dengan flap lokal atau free graft .
c. Otore
Terjadi bila tulang petrosa mengalami fraktur, duramater dibawahnya serta
arakhnoid robek, serta membran timpanik perforasi. Fraktur tulang petrosa
diklasifikasikan menjadi longitudinal dan transversal berdasarkan
hubungannya terhadap aksis memanjang dari piramid petrosa, namun
kebanyakan merupakan fraktur campuran. Pasien dengan fraktur
longitudinal tampil dengan kehilangan pendengaran konduktif, otore, dan
perdarahan dari telinga luar. Pasien dengan fraktur transversal umumnya
memiliki membran timpanik normal dan memperlihatkan kehilangan
pendengaran sensorineural akibat kerusakan labirin, kokhlea, atau saraf
kedelapan di dalam kanal auditori. Paresis fasial tampil hingga pada 50%
pasien. Fraktur longitudinal empat hingga enam kali lebih sering dibanding
yang transversal, namun kurang umum menyebabkan cedera saraf fasial.
Otore CSS berhenti spontan pada kebanyakan pasien dalam seminggu.
Insidens meningitis pasien dengan otore mungkin sekitar
4%, dibanding 17% pada rinore CSS. Pada kejadian yang jarang, dimana otore tidak berhenti, sehingga
diperlukan pengaliran lumbar dan bahkan operasi (Haryono, 2006).
d. Infeksi
Meningitis merupakan infeksi tersering pada fraktur basis cranii.Penyebab
paling sering dari meningitis pada fraktur basis cranii adalah S. Pneumoniae.
Profilaksis meningitis harus segera diberikan, mengingat tingginya angka
morbiditas dan mortalitas walaupun terapi antibiotik telah digunakan.
Pemberian antibiotik tidak perlu menunggu tes diagnostik karena
pemberian antibiotik yang terlambat berkaitan erat dengan tingkat
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 20/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
e. Pnemocephalus
Adanya udara pada cranial cavity setelah trauma yang
melaluimeningen.Meningkatnya tekanan di nasofaring menyebabkan udara
masuk melalui cranial cavity melalui defek pada duramater dan menjadi
terperangkap. TIK yang meningkat dapat memperbesar defek yang ada dan
menekan otak dan udara yang terperangkap. Terapi dapat berupa kombinasi
dari operasi untuk membebaskan udara intrakranial, serta memperbaiki
defek yang ada, dan tredelenburg position (Qureshi, et al, 2009).
C. Asuhan Keperawatan
Data dasar pengkajian pasien tergantung tipe,lokasi dan keparahan cedera dan
mungkin di persulit oleh cedera tambahan pada organ vital.
3) Integritas ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresid.
4) Eliminasi
Gejala : Inkontensia kandung kemih/usus mengalami gangguan fungsi.
5) Makanan/cairan
Gejala : mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
6) Neurosensori
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 21/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yg berbeda biasanya lama
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada ransangan nyeri yg hebat,
merintih
8) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi,
stridor, tersedak,ronkhi,mengii.
9) Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/dislokasi,gangguan penglihatan
10) Kulit
Laserasi, abrasi, perubahan warna, tanda battle di sekitar telinga, Raccon eyes,
adanya aliran cairan dari telinga atau hidung, Gangguan kognitif,
Gangguan rentang gerak, Demam
Diagnosa Keperawatan
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 22/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
Rencana Keperawatan
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 23/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
c. Tidak mengalami nyeri mengoptimalkan pefusi serebral mendorong peningkatan TIK kepala r.
Batasi perawatan untuk meminimalkan
peningkatan ICP
2. Ketidakefektifan pola NOC: NIC:
nafas b.d medula a. Respiratory status: Airway Management
oblongata tertekan Ventilation a. Atur posisi pasien untuk a. Memudahkan ekspansi paru dan Batasan karakteristik: b. Respiratory status:
memaksimalkan ventilasi menurunkan adanya kemungkinan a. Perubahan Airway patency b. Anjurkan bernafas yang pelan dan lidah jatuh yang
menyumbat jalan
f. Penurunan suara nafas yang basa dan kebutuhan akan terapi ventilasi semenit bersih, tidak ada e. Memaksimalkan oksigen pada g.
Penurunan sianosis dan dyspneu darah arteri dan membantu dalam kapasitas vital (mampu pencegahan hipoksia
h. Dispnea mengeluarkan
i. Peningkatan sputum, mampu diametr
anterior bernafas dg mudah, posterior tidakada
pursed lips)
j. Pernafasan b. Menunjukkan jalan cuping hidung nafas
yang paten k. Ortopnea (klien tidak merasa
l. Fase ekspirasi tercekik, irama nafas, memanjang
frekuensi pernafasan m. Pernafasan bibir dalam
rentang
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 24/29
n. Takipnea d. Kontrol lingkungan
o. Penggunaan otot yang dapat
aksesorius untuk mempengaruhi nyeri
bernafas seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
e. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
3. Nyeri akut f. Kaji tipe dan sumber
nyeri
berhubungan dengan
g. Ajarkan tentang teknik
peningkatan tekanan non farmakologi: napas
dada, relaksasi,
intracranial (TIK)
distraksi, kompres
normal, tidak ada hangat/ dingin
suara nafas h. Berikan analgetik untuk
abnormal) mengurangi
nyeri: ……...
c. Tanda Tanda vital
dalam rentang normal: i. Tingkatkan istirahat
TD= 100140/60-90 j. Berikan informasi
mmHg; N=60- tentang nyeri seperti
100x/menit; RR= 16- penyebab nyeri, berapa
24x/menit NOC: lama nyeri akan
berkurang dan
Pain Control Pain Level antisipasi
a. Mengetahui gambaran
Comfort Status klinis nyeri yang
Setelah dilakukan dirasakan
tindakan keperawatan b. Memvalidasi
selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan klien
mengalami nyeri, dengan melalui subjektif dan
kriteria hasil: objektif
a. Mampu mengontrol c. Dukungan untuk
nyeri (tahu penyebab kesembuhan klien
nyeri, mampu d. Memberikan
menggunakan tehnik kenyamanan klien agar
nonfarmakologi untuk tidak fokus pada nyeri
mengurangi nyeri, e. Menghindari timbulnya
mencari bantuan) nyeri
b. Melaporkan bahwa f. Untuk menentukan
nyeri berkurang intervensi
dengan menggunakan g. Memberikan
manajemen nyeri kenyamanan klien agar
c. Mampu mengenali tidak fokus pada nyeri
nyeri (skala, intensitas, h. Bantuan farmakologis
frekuensi dan tanda dasar
nyeri) i. Mengurangi timbulnya
NIC: nyeri
j. Meningkatkan koping
Pain Managementa. diri klien
Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas
dan faktor presipitasi
b. Observasi
reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
c. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 25/
d. Menyatakan rasa ketidaknyamanan dari prosedur
nyaman setelah nyeri
berkurang
e. Tanda vital dalam
rentang normal (Suhu :
36,5-3,5ºC; TD:
100/70-140/90 mmHg;
nadi: 60-100 x/menit;
RR: 16-24 x/menit)
f. gangguan
Tidak mengalami
tidur
4. Hambatan mobilitas NOC: NIC:
fisik berhubungan Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulati on
dengan Kelemahan Mobility Level a. Monitoring vital sign sebelm/sesudah a. Mengontrol kemampuan klien
neutronsmiter Self care : ADLs latihan dan lihat respon pasien saat b. Melakukan terapi sesuai dengan
Transfer performance latihan kemampuan klien
Setelah dilakukan b. Konsultasikan dengan terapi fisik c. Mencegah cidera
tindakan keperawatan tentang rencana ambulasi sesuai d. Melatih klien untuk melakukan
selama…. hambatan dengan kebutuhan rentang gerak minimal
mobilitas fisik teratasi c. Bantu klien untuk menggunakan e. Menentukan terapi mobilisasi
dengan kriteria hasil: tongkat saat berjalan dan cegah selanjutnya
a. Klien meningkat terhadap cedera f. Memandirikan klien untuk
dalam aktivitas fisik d. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan melakukan activity daily living
b. Mengerti tujuan dari lain tentang teknik ambulasi (ADL )
peningkatan e. Kaji kemampuan pasien dalam g. Memberikan dukungan bagi
mobilitas mobilisasi kemajuan klien
c. Memverbalisasikan f. Latih pasien dalam pemenuhan h. Membantu klien terbiasa secara
perasaan dalam kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai pelahan dengan kondisi tubuhnya
meningkatkan kemampuan i. Membantu klien terbiasa secara
kekuatan dan g. Dampingi dan Bantu pasien saat pelahan dengan kondisi tubuhnya
kemampuan mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
berpindah ADLs ps.
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 26/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
d. Memperagakan h. Berikan alat bantu jika klien penggunaan alat memerlukan.
Bantu untuk i. Ajarkan pasien bagaimana merubah mobilisasi (walker)
posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
5. Resiko Cedera Setelah dilakukan a. Bina hubungan saling percaya a. Menjalin rasa percaya, aman, dan
berhubungan dengan tindakan keperawatan b. Kaji status emosional klien nyaman pada klien gangguan emosional
selama 3x24 jam pasien c. Berikan klien penjelasan mengenai b. Mengetahui status emosional dan tidak mengalami
cedera informasi tentang procedure perawatan potensi cedera klien
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 27/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
DAFTAR PUSTAKA
Bulechek, G. M., dkk. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Sixth Edition.
United States of America: Elsevier Mosby.
Legros, B., et al. 2007. Basal Fracture of The Skull and Lower (IX, X, XI, XII) Cranial
Nerves Palsy: Four Case Reports Including Two Fractures of The Occipital
Condyle. J Trauma. [diakses 13 Juni 2016].
Listiono, L. D. 2005. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara. Edisi III. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.
Moorhead, S., dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition.
United States of America: Mosby Elsevier.
Pillai, P.,et al. 2010. Traumatic Tension Pneumocephalus: Two Cases and Comprehensive
Review of Literature. OPUS 12 Scientist. [diakses 13 Juni 2016].
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 28/29
7/25/2019 LP Fraktur Basis Cranii
Sugiharto, L., dkk. 2006. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
http://slidepdf.com/reader/full/lp-fraktur-basis-cranii 29/29