Anda di halaman 1dari 14

Pendekatan Klinis pada Pasien Penyakit Akibat Kerja Noise

Induced Hearing Loss


Titus mulyadhanada 102014073
Felix Jordan wangsa 102016049
Andika prasetyo Arifin 102016244
Harfi sefriyanti Rahman 102016102
Wahyu ari Agustina 102016102
Novia dwi anggraini 102016195
Siti cantika 102016243
Kelompok A2
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Email: andika.2016fk244@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Kehidupan manusia adalah kehidupan yang kompleks dimana banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kehidupan itu sendiri. Berbagai faktor yang dapat mengganggu homeostasis
itu sendiri, baik yang berasal dari dalam atau luar tubuh. Salah satu seperti yang disebutkan
dalam skenario adalah seorang laki-laki mempunyai keluhan pendengaran menurun sejak 2
bulan yang lalu. Keluhan pendengaran ini berhubungan dengan pekerjaan pasien di pabrik
perakitan mobil. Dalam kasus ini pemeriksaan telinga yang dapat dilakukan pemeriksaan
telinga luar dan tengah, uji berbisik, tes garputala dan audiometri nada murni. Penyakit NIHL
yang dialami pasien biasanya dikarenakan adanya pajanan fisik berupa bising. Bising
merupakan suara yang tidak diinginkan atau suara dengan keras yang berlebih. Jumlah
pajanan yang dialami dapat diukur secara kuantitatif ataupun kualitatif. Penentuan besar
pajanan dengan cara kuantitatif dilakukan dengan cara melihat data pemeriksaan lingkungan
sedangkan secara kualitatif dilakukan dengan mengamati cara pekerja bekerja. Penanganan
untuk NIHL lebih difokuskan kepada pencegahan daripada tatalaksana.

Kata Kunci: NIHL, bising, tes garputala, pemeriksaan lingkungan kerja

Abstract

Human life is a complex life where many factors can influence life itself. Various factors can
interfere with homeostasis itself, both from inside or outside the body. One such as
mentioned in the scenario is a man has decreased hearing complaints since 2 months ago.
This hearing complaint is related to the patient's work at the car assembly plant. In this case
an ear examination can be performed on the external and middle ear, whisper test, tuning
fork test and pure tone audiometry. NIHL disease experienced by patients is usually due to
physical exposure in the form of noise. Noise is an unwanted sound or excessive loud noise.

1
The amount of exposure experienced can be measured quantitatively or qualitatively.
Determination of the amount of exposure in a quantitative way is done by looking at
environmental inspection data while qualitatively it is done by observing the way workers
work. Treatment for NIHL is more focused on prevention rather than management.

Keywords: NIHL, noise, tuning fork test, work environtment inspection

Pendahuluan
Kehidupan manusia adalah kehidupan yang kompleks dimana banyak faktor yang dapat
mempengaruhi kehidupan itu sendiri. Salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan
manusia adalah faktor dari tubuh manusia itu sendiri. seperti yang telah kita ketahui, tubuh
manusia tersusun dari bermilyar-milyar sel yang memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda-
beda.1-3 Semua sel-sel itu akan menyusun suatu bentuk yang lebih kompleks yang dinamakan
sebagai sebuah jaringan.4 Semua jaringan itu akan membentuk suatu organ, yang pada
akhirnya semua organ itu akan saling berkolaborasi dalam suatu sistem yang sangat teliti dan
terampil dalam menjalankan proses kehidupan.4, 5
Homeostasis adalah suatu istilah yang
merupakan keadaan stasis dan seimbang dimana keadaan inilah yang dapat dianggap sebagai
patokan dalam menentukan apakah seseorang dapat dikatakan sehat dan tidak. Keadaan
seimbang ini dicapai dengan cara mengkolaborasikan berbagai jenis sistem organ yang
kompleks dalam tubuh manusia yang menunjang kehidupan manusia yang bersangkutan.1-3
Sesuai dengan pengertian homeostasis pada umumnya, tentunya terdapat berbagai faktor
yang dapat mengganggu homeostasis itu sendiri, baik yang berasal dari dalam atau luar
tubuh. Salah satu seperti yang disebutkan dalam skenario adalah seorang laki-laki
mempunyai keluhan pendengaran menurun sejak 2 bulan yang lalu. Oleh karena itu,
diperlukan suatu intervensi medik dalam rangka mengembalikan keadaan tersebut ke keadaan
semula, yang dalam hal ini adalah memperbaiki keluhan pendengaran turun tersebut.

Berdasarkan skenario, seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke poliklinik THT dengan
keluhan pendengaran menurun sejak 2 bulan yang lalu. Untuk dapat mendiagnosis sesuai
dengan skenario, maka terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu anamnesis yang
baik, dimana amnesis akan memberikan data-data yang diperlukan mengenai penyakit
tersebut. Kemudian dari hasil anamnesis tersebut kita dapat memperkirakan penyakit yang
diderita pasien. Informasi yang dapat diambil tidak hanya dari pembicaraan secara verbal
saja, namun dapat pula diambil dari aspek nonverbal, seperti gaya bicara pasien, mimic

2
wajah, dan sebagainya.6, 7
Kemudian akan dilakukan berbagai pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang apabila perlu yang akan membantu memastikan diagnosis penyakit
yang diderita tersebut. Oleh karena itu, penulis akan membahas lebih dalam lagi mengenai
berbagai langkah-langkah diagnosis penyakit sesuai dengan skenario dan berbagai hal terkait.

Anamnesis
Mengumpulkan data-data dalam anamnesis biasanya ialah hal yang pertama dan sering
merupakan hal yang terpenting dari interaksi dokter dengan pasien. Dokter mengumpulkan
banyak data yang menjadi dasar dari diagnosis, dokter belajar tentang pasien sebagai manusia
dan bagaimana mereka telah mengalami gejala-gejala dan penyakit, serta mulai membina
suatu hubungan saling percaya. Anamnesis dapat diperoleh sendiri (auto-anamnesis) dan atau
pengantarnya disebut allo-anamnesis. Ada beberapa cara untuk mencapai sasaran ini.
Cobalah untuk memberikan lingkungan yang bersifat pribadi, tenang, dan bebas dari
gangguan. Dokter berada pada tempat yang dapat diterima oleh pasien, dan pastikan bahwa
pasien dalam keadaan nyaman.

Dengan anamnesis yang baik dokter dapat memperkirakan penyakit yang diderita pasien.
Anamnesis yang baik harus lengkap, rinci, dan akurat sehingga dokter bukan saja dapat
mengenali organ atau sistem apa yang terserang penyakit, tetapi kelainan yang terjadi dan
penyebabnya. Anamnesis dilakukan dan dicatat secara sistematis. Ia harus mencakup semua
hal yang diperkirakan dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. Ada beberapa point
penting yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis, antara lain:
1. Identitas Pasien : Nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.
2. Keluhan Utama: penurunan pendengaran sejak 2 bulan yang lalu, tidak nyeri dan tidak
berdenging
3. Riwayat Penyakit Sekarang
- Keluhan berlangsung: pendengaran menurun sudah didapat dari 3 tahun yang lalu
- Keluhan penyerta: tidak ada demam, ada cairan dari telinga, tidak nyeri, tidak
berdenging
4. Riwayat Pekerjaan

3
- Pasien bekerja di bagian perakitan di pabrik mobil sudah 8 tahun
5. Riwayat Penyakit Keluarga
 Menanyakan apakah ada keluarga yang menderita penyakit menahun?
6. Riwayat Sosial dan Pribadi
7. Riwayat Penggunaan Obat-obatan

Secara ringkas hasil anamnesis yang didapatkan sebagai berikut. Seorang laki-laki 45
tahun datang dengan keluhan pendengaran menurun sejak 2 bulan yang lalu. Pasien bekerja
di bagian perakitan pabrik mobil selama 8 tahun, pasien sudah mendapatkan penurunan
pendengaran semenjak 3 tahun yang lalu, tidak ada demam, tidak nyeri, tidak berdenging dan
ada keluar cairan dari telinga.

Pemeriksaan Fisik
Pada kasus ini dapat dilakukan pemeriksaan fisik telinga luar dan tengah dimana dilakukan
dengan inspeksi telinga luar bagian depan dan belakang untuk melihat bentuk telinga, tanda
peradangan, tumor dan secret dari liang telinga lalu palpasi telinga untuk mengetahui jika
terdapat rasa nyeri atau tanda pembesaran kelenjar pre dan post aurikuler. Pemeriksaan liang
telingan dan membrane timpani dengan menjepit daun telinga dan menariknya ke arah
superior-dorso-lateral dan mendorong tragus ke anterior untuk melihat apakah ada stenosis,
atresia meatal, obstruksi karena secret, jaringan ikat, benda asing, polip dan sebagainya.
Pengamatan terhadap membran timpani dilakukan untuk melihat permukaan membran
timpani, posisi, warna, apakah ada perforasi, reflex cahaya dan struktur telinga tengah yang
terlihat di pemukaan mebran.8 Hasil dari pemeriksaan fisik pada skenario didapatkan sebagai
berikut. Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas
normal, pemeriksaan fisik telinga luar dan tengah juga dalam batas normal.

Pemeriksaan Penunjang
Secara umum untuk kasus ini dapat diperiksakan beberapa pemeriksaan penunjang seperti:
 Tes berbisik
Pemeriksaan ini untuk mengetahui kemampuan pasien dalam mendengar dimana
pasien akan dibisiki kata dan setiap kata yang didenger harus diulangi dengan suara
keras yang dimulai dari jarak 6 meter jika tidak menyahut maka pemeriksa akan maju

4
1 meter dan diulangi kembali. Dalam hal ini klasifikasi yang dipakai adalah normal (6
meter), dalam batas normal (5 meter), tuli ringan (4 meter), 3-2 meter (tuli sedang), 1
meter atau kurang (tuli berat). Dalam pemeriksaan ini ada beberapa syarat yang harus
diingat:9
a. Ruangan Test dimana ruangan harus ada jarak sebesar 6 meter, bebas kebisingan
dan untuk menghindari gema dapat ditaruh kayu di dalam ruangan.
b. Pemeriksa harus mengucapkan kata-kata dengan menggunakan ucapan kata
sesudah ekspirasi normal sebagai sumber bunyi dan kata yang dibisikan terdiri
dari 2 suku kata yang digunakan sehari-hari.
c. Penderita harus menghadapkan telinga yang akan di tes ke pemeriksa sedangkan
telinga yang tidak sedang di tes ditutup menggunakan kapas atau tangan penderita
dan penderita dilarang melihat gerakan mulut pemeriksa.

 Tes Garputala
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan untuk membedakan tulis konduksi atau
persepsi menggunakan garputala dengan frekuensi C128, C1024 dan C2048. Tes garputala
yang berguna untuk penyakit akibat kerja adalah tes weber dan tes rinne. Tes weber
menggunakan garputala frekuensi C128 yang digetarkan dan diletakan pada puncak
dahi vertex, jika penderita tuli konduktif akan terdengar baik pada telinga yang sakit
sedangkan pada penderita tuli persepsi, getaran garputala akan terdengar baik pada
telinga normal. Tes Rinne merupakan tes untuk membandingkan antara konduksi
tulang dan udaradengan menggunakan garputala frekuensi C128 yang diletakan pada
prosesus mastoideus dan ketika tidak terdengar getaran lagi garputala akan
dipindahkan ke depan liang teling lalu ditanyakan ke pasien apakah masih mendengar
getaran. Hasil normal jika konduksi melalui udara 85-90 detik dan konduksi melalui
tulang 45 detik sedangkan tes Rinne positif jika pendengaran penderita baik (penderita
tulis persepsi) sedangkan Rinne negative jika tidak terdengar dan konduksi tulang
mungkin sama atau lebih Panjang (tuli konduktif).10

 Audiometri nada murni


Audiometri adalah teknik untuk mengidentifikasi dan menentukan ambang batas
pendengaran seseorang dengan pengukuran sensitivitas pendengaran menggunakan
alat audiometer yang merupakan alat elektronik pembangkit bunyi untuk mengetahui

5
derajat ketulian.10, 11
Audiometri nada murni menggunakan audiometer nada murni
yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250 Hz, 500
Hz, 1000 Hz, 2000 Hz, 4000 Hz, 8000 Hz dan taraf intensitas dalam satuan decibel
(dB). Menurut ISO 1964 dan ANSI 1969 terdapat derajat ketulian dan nilai ambang
pendengaran yaitu:11
1. Normal jika peningkatan ambang dengar antara 0 – 25 dB
2. Tuli ringan jika peningkatan ambang dengar antara 26 – 40 dB
3. Tuli sedang jika peningkatan ambang dengar antara 41 – 60 dB
4. Tuli berat jika peningkatan ambang dengar antara 61 – 90 dB
5. Tuli sangat berat jika peningkatan ambang dengar lebih dari 90 dB

Diagnosis Kerja

Noise Induced Hearing Loss (NIHL) merupakan penyakit didapat oleh seorang individu
karena adanya bising dimana merupakan suara yang tidak diinginkan atau suara dengan keras
yang berlebih. Pengaruh bising tergantung dari karakteristik dari bunyi yaitu intensitas bunyi,
spektrum (frekuensi), kumulatif pajanan di kehidupan sehari-hari dan pola bunyi. Seseorang
dapat terkena temporary threshold shifts (TTS) yang merupakan kelainan pendengaran
didapat ketika seseorang terkena pajanan bising dan sembuh kembali dalam waktu 24 jam
ataupun Permanent threshold shifts (PTS) dimana merupakan hilangnya kemampuan
pendengaran secara tetap dan tidak bisa sembuh kembali. Pajanan dari bising dapat
menyebabkan hilangnya sel rambut stereocilia dengan fraktur dari struktur akar serta
hancurnya sel sensoris yang digantikan dengan jaringan skar. TTS sulit dibedakan dengan
PTS sehingga seseorang harus dilakukan pemeriksaan audiometri setelah melewati periode
sembuh berdasarkan tingkat pajanan bising. Trauma Akustik terjadi ketika adanya bising
dengan rangsangan intensitas tinggi menembus koklea sebelum reflex akustik diaktifkan.
Intensitas tinggi dari bising mencapai lebih dari 140 dB sehingga dapat menyebabkan
kehilangan kemampuan pendengaran secara langsung yang irreversible. Refleks akustik
adalah kontraksi reflex dari otot stapedius untuk merespons suara yang melebihi 90 dB.12

Diagnosis Banding
 Presbiskusis

6
Penyakit sensorineural pendengaran yang terkena pada orang yang sudah tua dimana
disebabkan oleh faktor multipel selama bertahun-tahun sehingga hasilnya progresif
dan simetris kehilangan pendengarannya. Presbiskusis mempunyai karakteristik
gangguan pendengaran frekuensi bilateral tinggi berhubungan dengan kesulitan
mengenal gerakan mulut dan penalaran informasi dari sentral auditori. Pemeriksaan
audiometri nada murni dan tes berbisik merupakan tes diagnostic untuk presbiskusis.
Pemeriksaan juga dapat dilakukan pemeriksaan darah untuk autoimmune induced
hearing lost dan Computed Tomography scanning or magnetic resonance imaging
untuk mengetahui kelainan anatomi. Gejala yang dialami pasien berupa sulit mengerti
bahasa yang diucapkan dengan cepat, kosa kata yang rumit atau kompleks dan
berbicara dalam lingkungan yang bising dan mengganggu. Pasien juga lebih sulit
mengerti wanita daripada pria karena nada tinggi yang dimiliki oleh wanita. Pasien
dengan presbikusis bertumpu pada kemampuan membaca bibir dalam mengerti
kalimat.13

 Gangguan Pendengaran Herediter


Penyakit ini merupakan kelainan yang menyerang bayi, anak-anak dan dewasa
dimana seseorang dengan penyakit ini mengalami gangguan pendengaran unilateral
atau bilateral yang skalanya dari ringan ke berat. Gangguan pendengaran herediter
dapat disebabkan secara keturunan resesif, dominan atau sex-linked dan bisa juga
dikarenakan adanya mutase di sel atau mitokondria DNA. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan uji molecular genetic, pemeriksaan darah lengkap, profil autoimun,
BUN dan pengukuran kreatinin. Gejala yang mengindikasi gangguan pendengaran
herediter antara lain:14
a. Bayi berusia 3 bulan: tidak kaget dengan suara kencang, tidak terbangun jika
terdapat suara, tidak kedip dan matanya membesar ketika ada bising
b. Bayi berusia 3-4 bulan: tidak diam setelah mendengar suara ibu, tidak berhenti
bermain, tidak mencari suara baru yang tidak ada di pandangan.
c. Bayi berusia 6-9 bulan: tidak menikmati mainan yang berbunyi, tidak bisa bicara
mama
d. Bayi berusia 12-15 bulan: tidak merespon jika dipanggil, tidak merespon jika
diminta melakukan sesuatu

7
e. Bayi berusia 18-24 bulan: tidak mengetahui anggota badan, tidak bisa berbicara 2
kata
f. Bayi berusia 36 bulan: tidak bisa berbicara sampai 5 kata/ kalimat, tidak mengerti
kata kerja.

Pajanan yang dialami


Pajanan yang dialami pada kasus ini merupakan pajanan fisik yaitu bising. Suara merupakan
hasil dari fluktuasi yang cepat di sekitar tekanan udara yang disebabkan oleh pergetaran suatu
objek atau ekspansi gas yang tiba-tiba seperti sebuah ledakan. Gelombang suara atau tekanan
suara merupakan fluktuasi di tekanan udara tersebut yang dikarakteristikan dengan
amplitude, frekuensi dan pola temporal. Amplitudo sebuah suara diukur dalam satuan decibel
(dB) yang merupakan sebuah satuan dalam pergantian tekanan gelombang suara yang relatif
dengan tekanan udara sekitar. Manusia mampu mendengar sampai 130 dB sebelum
mengalami kerusakan pendengaran. Satuan dari frekuensi adalah hertz (Hz) yang merupakan
kecepatan pergantian tekanan udara sekitar per detik. Frekuensi yang ditangkap oleh manusia
dalam skala 20 Hz sampai 20.000 Hz. Nada murni didefinisikan dengan frekuensi dan
amplitude yang tetap. Bising pada umumnya terdiri dari banyak frekuensi nada murni yang
berinteraksi satu sama lain sehingga mengeluarkan bunyi dengan gabungan kenyaringan dan
nada yang kompleks. Bunyi terdapat 3 jenis yaitu continuous noise (steady-state noise),
fluctuating noise (interrupted noise) dan impact noise (impulse noise). Continuous noise
merupakan bising dengan intensitas yang konstan sedangkan fluctuating noise merupakan
bising dengan sesekali penurunan intensitas. Impact noise merupakan bising yang
dikarakteristikan dengan peningkatan tiba-tiba yang diikuti dengan kerusakan intensitas.15

Hubungan pajanan dengan penyakit

Bising merupakan suara yang tidak diinginkan atau suara dengan keras yang berlebih.13
Gangguan pendengaran akibat bising adalah penyakit cukup sering dijumpai dikalangan
orang industry, biasanya terjadi bilateral tetapi bisa juga terjadi unilateral. Gangguan ini
terjadi karena adanya nada tinggi dan takik pada gambaran audiogram dengan frekuensi
4000 Hz.16 Pada telinga, sel rambut bagian luar lebih rentan terhadap bising dibandingkan
dengan sel rambut bagian dalam. Pajanan bising dapat menyebabkan trauma terhadap
sensoris epitelium pada koklea dimana terdiri dari satu baris dalam dan tiga baris luar sel

8
rambut stereocilia di organ corti. Pada TTS terdapat beberapa yang berpotensial terjadi efek
reversibel antara lain:

a. Penurunan regional pada kekakuan stereocilia akibat kontraksi struktur akar kecil
yang tertanam pada lempeng kutikular sel rambut sehingga stereocilia berantakan dan
floppy.

b. Kelainan Intraselular pada sel rambut mencakup kelelahan tubuh dan kelainan
mikrovaskular.

c. Edema pada akhir dari saraf auditori

d. Degenerasi dari sinaps pada nukelus koklear.

Pada PTS, kelainan bersifat ireversibel mencakup rusaknya struktur akar, disrupsi dari duktur
koklearis dan organ corti yang menyebabkan penggabungan endolymph dan perilymph,
hilangnya sel rambut dan degenerasi serat saraf koklear. Trauma akustik menyebabkan
kehilangan pendengaran dikarenakan impuls intensitas tinggi bisa merusak langsung
membrane timpani, tulang telinga, membran telinga dalam dan organ corti.12

Jumlah pajanan yang dialami secara kuantitatif


Jumlah pajanan yang dialami dapat diukur secara kuantitatif ataupun kualitatif. Penentuan
besar pajanan dengan cara kuantitatif dilakukan dengan cara melihat data pemeriksaan
lingkungan sedangkan secara kualitatif dilakukan dengan mengamati cara pekerja bekerja.
Dalam skenario ini dilakukan secara kuantitatif yaitu dengan pemeriksaan lingkungan kerja.
Pemeriksaan lingkungan kerja sendiri dilakukan untuk mengetahui nilai pajanan dari
lingkungan kerja dimana pengukuran nilai tersebut sulit karena besarnya jumlah variabel
yang dapat mempengaruhi pemeriksaan. Pada pemeriksaan lingkungan kerja yang
berhubungan dengan bising, walaupun objektif dari pembelajaran bising sudah dipelajari
tetapi pengukuran bising bukan pekerjaan yang murah. Dalam hal tersebut terdapat langkah-
langkah untuk mengukur bising di lingkungan kerja antara lain:17
 Mengumpulkan informasi yang relevant dengan pembuatan design pemeriksaan
bising di lingkungan kerja seperti lokasi spesifik tempat sumber bunyi berada dimana

9
hal tersebut harus difokuskan kepada orang yang sensitive terhadap bunyi yang akan
menyebutkan lokasi dari bunyi yang mengganggu.
 Merancang sampling temporal dan spasial dengan menggunakan informasi
sebelumnya dan prosedur untuk melakukan sampling tersebut. Rancangan dari
sampling tersebut harus mengindikasikan kapan, dimana dan berapa lama untuk
melakukan pemeriksaan di setiap bagian selain itu harus dipikirkan bagaimana
pengukuran bunyi dan satuan ukur apa yang akan dikumpulkan.
 Melakukan pengukuran di lokasi dimana operator harus yakin untuk pengukuran
sudah dilakukan secara benar dan dia harus yakin bahwa bunyi dapat dikurangi secara
pasti sehingga rancangan dari pemeriksaan lingkungan kerja berupa bising harus
direncanakan dengan baik.
 Analisa data harus memberikan jawaban terhadap pertanyaan dan dijadikan sebuah
laporan. Jika semua berjalan dengan benar, maka proses dan analisa dari data yang
dikumpulkan dapat memberikan karakteristik dari bising secara spesifik dan cara
kerja mereka mempengaruhi komunitas.

Didapatkan dari hasil pemeriksaan lingkungan kerja, ukuran kebisingan di pabrik mobil
tersebut adalah 100 dB. Nilai ambang batas kebisingan di tempat kerja sudah diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 13 Tahun 2011 (Lihat Tabel 1).18

Tabel 1. Nilai Ambang Batas Kebisingan

Intensitas Bising (dB) Waktu Pajanan Per hari dalam jam


85 8

88 4
91 2

94 1
97 0,5

100 0,25
103 0,125
dB = desibel

Peranan faktor individu

10
Faktor individu merupakan faktor yang mempengaruhi diagnosis okupasi berdasarkan aspek
dari pasien sendiri seperti status kesehatan fisik (atopi, riwayat penyakit dalam keluarga,
kebiasaan olahraga), status kesehatan mental dan hygiene perorangan. Dalam skenario ini
tidak terdapat peranan faktor individu yang berpengaruh.
Faktor lain di luar pekerjaan
Faktor yang berpengaruh pada diagnosis okupasi berdasarkan kepada faktor lain seperti hobi,
kebiasaan, pajanan di rumah dan pekerjaan sambilan. Pada skenario ini tidak ada faktor lain
di luar pekerjaan karena pada skenario sudah jelas bahwa ini merupakan penyakit akibat
kerja.

Diagnosis Okupasi
Penyakit ini merupakan penyakit akibat kerja dimana menurut KEPPRES RI No 22 Tahun
1993 menyatakan bahwa penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. 19 Dalam kasus ini, pasien bekerja di pabrik
perakitan mobil ini selama 8 tahun dimana pasien terpapar oleh pajanan fisik berupa bising
selama waktu tersebut. Pajanan bising ini secara kronis membuat pendengaran pasien
menurun sehingga pasien sudah mendapat keluhan ini 3 tahun yang lalu. Bising yang
dihasilkan dari lingkungan kerja sudah melebihi ambang batas dimana sebesar 100 dB
didapatkan dari hasil pemeriksaan lingkungan kerja sehingga dapat disimpulkan bahwa
pasien terkena noise induced hearing loss yang dikategorikan penyakit akibat kerja.

Penatalaksanaan
Penyakit NIHL tidak mempunyai tatalaksana medis ataupun bedah. Prinsip dari
penatalaksanaan NIHL difokuskan ke manajemen perilaku pasien sehingga penyakit tidak
bertambah berat dimana dilakukan pengontrolan merokok, penyakit jantung, diabetes melitus,
hiperlipiddemia dan pajanan obat yang bersifat ototoksik.12, 20

Pencegahan
Pencegahan kejadian NIHL dapat dilakukan dengan Program Konservasi Pedengaran yang
merupakan suatu program di lingkungan kerja untuk pencegahan gangguan pendengaran
akibat pajanan kebisingan. Program tersebut terdiri dari 7 komponen antara lain; identifikasi
dan analisis sumber bising, kontrol kebisingan dan kontrol administrasi, tes audiometri
berkala, alat pelindung diri, motivasi dan edukasi pekerja, pencatatan dan pelaporan data dan

11
evaluasi program. Identifikasi dan anlasis sumber bising dapat dilakukan dengan alat
pengukur kebisingan yaitu sound level meter (SLM). Jika pengukuran ingin dilakukan lebih
rinci pada tiap frekuensinya dapat menggunakan octave band analyzer sehingga dapat dibuat
peta kebisingan di setiap tempat kerja yang dicurigai terpajan bising. Survey kebisingan
mempunyai tujuan untuk mengetahui daerah yang bisingnya melewai nilai ambang batas
(NAB) yang diperbolehkan, mengetahui komunikasi pekerja terganggu oleh bising tersebut
atau tidak, apakah harus mengikuti PKP, memakai alat pelindung pendengaran, menilai
kualitas bising untuk pengendalian dan menilai program pengendalian sudah berjalan dengan
baik atau tidak. Survei tersebut meliputi survei area dan dosis pajanan harian serta
engineering survey.16

Survey area dilakukan dengan pemantauan kebisingan lingkungan kerja, mengidentifikasi


sumber bising di lingkungan kerja, sumber bising yang melebihi nilai ambang batas,
menentukan keperluan pengukuran lanjutan, serta membuat peta kebisingan. Survey dosis
pajanan harian dilakukan untuk mengidentifikasi kelompok kerja yang membutuhkan
pemantauan dosis pajanan harian, menentukan pekerja yang harus dipantau secara individual,
menganalisis dosis pajanan harian dan menentukan pekerja yang memerlukan penilaian
audiometri. Engineering survey merupakan analisis frekuensi untuk pengendalian,
mengetahui pola kebisingan untuk pemeliharaan, modifikasi, rencana pembelian perlatan
mesin, menentukan area yang membutuhkan alat pelindung pendengaran dan mengusulkan
pengendalian yang diperlukan. Pembuatan peta kebisingan dilakukan dengan memberi warna
di daerah yang Digambar sesuai dengan intensitas kebisingan antara lain; hijau <80 dBA,
kuning 80-85 dBA, orange 85-88 dBA, merah muda 88-91 dBA, merah 91-94 dBA, merah
tua >94 dBA. Pada program pencegahan gangguan pendengaran tersebut terdapat tiga
pengontrol gangguan pendengaran yaitu kontrol kebisingan, kontrol administrasi dan
penggunaan alat pelindung pendengaran yang dapat mengurangi jumlah energi akustik pada
mekanisme pendengaran. 16

Kesimpulan
Berdasarkan kasus dan pembahasan yang telah dijelaskan, seorang 45 tahun dengan keluhan
penurunan fungsi pendengaran setelah dilakukan diagnosis 7 langkah okupasi didapatkan

12
menderita NIHL yang merupakan penyakit akibat kerja dikarenakan pajanan fisik berupa
bising.

Daftar Pustaka
1. Albert B, Johnson A, Lewis J, Morgan D, Raff M, Robert K. Molecular biology of the cell.
6th ed. New York: Garland Science; 2015. 1-4, 963-6 p.
2. Goodman S. Medical cell biology. 3rd ed. California: Elsevier; 2012. 1-6 p.
3. Ramadhani D, Ong H. Fisiologi Manusia: Dari sel ke sistem. 8th ed. Jakarta: EGC; 2012.
4-6, 326-8 p.
4. Clark D, Pazdernik N. Molecular biology. 2nd ed. Oxford: Elsevier; 2013. 3-9 p.
5. Karp G. Cell and molecular biology: Concepts and experiments. Oxford. 19 p.
6. Netter F. Atlas of human anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders; 2014.
7. Paulsen F, Washcke J. Sobotta: General anatomy and musculoskeletal system. 23rd ed.
Munchen: EGC; 2010.
8. Hassanudin SIKFKU. Buku Penuntun Kerja Keterampilan Klinik. Makassar: Fakultas
Kedokteran UNHAS; 2016.
9. Buku Penuntun Kerja Keterampilan Klinik: Pemeriksaan Fisis Telinga, Hidung dan
Tenggorok. Makassar: Fakultas Kedokteran UNHAS; 2015. 5-7, 9-13 p.
10. Gabriel J. Fisika Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; [cited 2019 13th
October]. Available from: https://books.google.co.id/books?
id=GTKs1gjkmD8C&pg=PA85&dq=tes+berbisik&hl=en&sa=X&ved=0ahUKEwjL5Lmkxp
jlAhVWfX0KHYX-D4MQ6AEIKTAA#v=onepage&q=tes%20berbisik&f=false.
11. Soraya SI. Perancangan Perangkat Lunak Audiometer Nada Murni dan Tutur Untuk
Diagnosis Pendengaran. Surabaya: Airlangga; 2012.
12. Lalwani A, editor. Current Diagnosis & Treatment: Otolaryngology. 2nd ed. USA: The
McGraw-Hill Companies; 2008.
13. Saadi R. Presbycusis2019 16th October [cited 2019 16th October]. Available from:
https://reference.medscape.com/article/855989-overview.
14. Antonio S. Genetic Sensorineural Hearing Lost 2018 16th October [cited 2019 16th
October]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/855875-overview.

13
15. Levy B, Wegman D, editors. Occupational Health: Recognizing and Preventing Work-
Related Disease and Injury. 4th ed. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2000.
16. Bashiruddin J. Program Konservasi Pendengaran pada Pekerja yang Terpajan Bising
Industri. Majalah Kedokteran Indonesia. 2009;59(1):15-9.
17. Licitra G, D’Amore G, Magnoni M, editors. Physical Agents in the Environment and
Workplace: Noise and Vibrations, Electromagnetic Fields and Ionizing Radiation. New York:
CRC Press; 2018.
18. Standar dan Pesyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Industri, 70 (2016).
19. Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja, 22 (1993).
20. Mathur N. Noise-Induced Hearing Loss Treatment & Management2018 16th October
[cited 2019 16th October]. Available from: https://emedicine.medscape.com/article/857813-
treatment.

14

Anda mungkin juga menyukai