Anda di halaman 1dari 47

Laporan Pendahuluan Penyakit Asma

(tugas ini disusun untuk memenuhi nilai mata kuliah Dokumentasi Keperawatan)
Dosen pengampu : Sri Hidayati S.Kep, Ns, M.kes

Disusun oleh :
Ade Fitra Mutiara Caesar (P1337421019076)
22/2b

PRODI DIII KEPERAWATAN TEGAL


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
Jl. Dewi Sartika no 01 rt 001 rw 001 Debong Kulon, Tegal
2020
LAPORAN PENDAHULUAN ASMA

A. PENGERTIAN ASMA
Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas
yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila
terangsang oleh factor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran
udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya
proses radang (Almazini, 2012)
Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami
penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang
menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi
pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering
terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar
30 tahunan (Saheb, 2011)
Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan peningkatan
hiperresponsivitas saluran napas yang menimbulkan gejala episodik berulang
berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk terutama malam hari dan atau
dini hari. Episodik tersebut berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang
luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel dengan atau tanpa pengobatan
(Boushey, 2005; Bousquet, 2008)
Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan
berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996)
dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala
wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul
secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal),
musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat
reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat
asma atau atopi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah
disingkirkan
Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for
Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran
nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan
limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang,
sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas
namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun
dengan pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan
nafas terhadap berbagai rangsangan.
Asma adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh keadaan saluran nafas
yang sangat peka terhadap berbagai rangsangan, baik dari dalam maupun luar
tubuh. Akibat dari kepekaan yang berlebihan ini terjadilah penyempitan saluran
nafas secara menyeluruh (Abidin, 2002).
B. KLASIFIKASI ASMA
1. Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :
a. Asma bronkhiale, Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang
ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus
terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan
saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat
berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan
b. Status asmatikus, Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan
yang konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan
emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum
bronkodilator (Depkes RI, 2007).
c. Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan
wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas),
kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan
ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis,
respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea.
Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat
hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan (Brunner
& Suddarth, 2001).
d. Asthmatic Emergency, Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

2. Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008)


1. Asma ekstrinsik, Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang
disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak
membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.
2. Asma intrinsic, Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap
pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi
dan kodisi lingkungan yang buruk seperti klembaban, suhu, polusi udara
dan aktivitas olahraga yang berlebihan.
3. Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) penggolongan asma
berdasarkan beratnya penyakit dibagi 4 (empat) yaitu:
1) Asma Intermiten (asma jarang)
 gejala kurang dari seminggu
 serangan singkat
 gejala pada malam hari < 2 kali dalam sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas 20% – 30%
2) Asma mild persistent (asma persisten ringan)
 gejala lebih dari sekali seminggu
 serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 gejala pada malam hari > 2 kali sebulan
 FEV 1 atau PEV > 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas < 20% – 30%
3) Asma moderate persistent (asma persisten sedang)
 gejala setiap hari
 serangan mengganggu aktivitas dan tidur
 gejala pada malam hari > 1 dalam seminggu
 FEV 1 tau PEV 60% – 80%
 PEF atau FEV 1 variabilitas > 30%
4) Asma severe persistent (asma persisten berat)
 gejala setiap hari
 serangan terus menerus
 gejala pada malam hari setiap hari
 terjadi pembatasan aktivitas fisik
 FEV 1 atau PEF = 60%
 PEF atau FEV variabilitas > 30%
4. Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan
berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)
a. Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara
satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang
hanya pada akhir ekspirasi,
b. Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara
memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi
nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada
saat inspirasi,
c. Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi
duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada sianosis
dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop,
d. Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan,
sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.

Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma.
Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma
ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan
serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat
menyebabkan kematian
C. ETIOLOGI ASMA
Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal
yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas
bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi
maupun non imunologi.
1. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma
adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).
a. Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen
atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.
b. Faktor intrinsik(non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti
common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan
lingkungan dapat mencetuskan serangan.
c. Asma gabungan
d. Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari
bentuk alergik dan non-alergik     

2. Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma :
a. Pemicu Asma (Trigger), Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau
menyempitnya saluran pernapasan (bronkokonstriksi). Pemicu tidak
menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan
pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi
asma jenis intrinsik.
b. Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu
cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif
mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan
bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi
peradangan. Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi
adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi
saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.
c. Penyebab Asma (Inducer), Penyebab asma dapat menyebabkan
peradangan (inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (respon yang
berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab
asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik. Penyebab asma dapat
menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama
(kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen,
yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk  ke tubuh melalui
mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau
mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth,
2006).

3. Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara


spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
a. Faktor predisposisi Genetik
Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi
biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.
Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit
Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu
hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan
obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh :
perhiasan, logam dan jam tangan
d. Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E
jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk
tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E
pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus
alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi
sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon
alergen berupa asma.
2) Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma
karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas.
Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang
disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi 
beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan
cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan  oleh adanya
bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma
seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.
3) Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi
pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia.
Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem
bronkial.
4) Stres
Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita
diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika
stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5) Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus,
misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini
menyebabkan inflamasi membran mukus.
6) Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan Asma. Kadangkadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.
D. ANATOMI, FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI ASMA
1. Anatomi
 Organ Pernapasan
a. Hidung
Hidung atau naso atau  nasal merupakan saluran udara  yang pertama,
mempunyai dua lubang (kavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung
(septum nasi). Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk 
menyaring  udara,  debu,  dan  kotoran  yang  masuk  ke  dalam lubang
hidung.
b. Faring
Faring atau tekak merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan
dan jalan makanan, terdapat di bawah dasar tengkorak, di belakang rongga
hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Hubungan faring
dengan organ-organ lain adalah ke atas berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang yang bernama koana, ke depan
berhubungan dengan rongga mulut, tempat hubungan ini bernama istmus
fausium, ke bawah terdapat 2 lubang (ke depan lubang laring dan ke
belakang lubang esofagus).
c. Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan saluran udara dan bertindak
sebagai pembentukan suara, terletak di depan bagian faring sampai
ketinggian vertebra servikal dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
Pangkal tenggorokan itu dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorokan
yang biasanya disebut epiglotis, yang terdiri dari tulang-tulang  rawan 
yang  berfungsi  pada  waktu  kita  menelan  makanan menutupi laring.
d. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang
dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan
yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C) sebelah dalam diliputi  oleh 
selaput  lendir  yang  berbulu  getar    yang  disebut  sel bersilia, hanya
bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9 sampai 11 cm dan di belakang
terdiri dari jarigan ikat yang dilapisi oleh otot polos.
e. Bronkus
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2
buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V,
mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis set yang
sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-
paru.Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri,
terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2
cabang.Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut
bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tidak   terdapat   cincin   lagi,   dan  
pada   ujung   bronkioli   terdapat gelembung paru atau gelembung hawa
atau alveoli.
f. Paru-paru
Paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari
gelembung (gelembung hawa atau alveoli). Gelembug alveoli ini terdiri
dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya
kurang lebih 90 m². Pada lapisan ini terjadi pertukaran udara, O2  masuk
ke dalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung
paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan)
Paru-paru dibagi dua yaitu paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belahan
paru), lobus pulmo dekstra superior, lobus media, dan lobus inferior. Tiap
lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri, terdiri dari pulmo sinistra lobus
superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang kecil
bernama segmen. Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah
segmen pada lobus superior, dan 5 buah segmen pada inferior. Paru-paru
kanan mempunyai 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior, 2
buah segmen pada lobus medialis, dan 3 buah segmen pada lobus inferior.
Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang
bernama lobulus.
Di antara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang
berisi pembuluh darah getah bening dan saraf, dan tiap lobulus terdapat
sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini   bercabang-cabang  
banyak   sekali,   cabang   ini   disebut   duktus alveolus.   Tiap   duktus  
alveolus   berakhir   pada   alveolus   yang diameternya antara 0,2-0,3 mm.
Letak paru-paru di rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga
dada atau kavum mediastinum. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-
paru atau hilus. Pada mediastinum depan terletak jantung.  Paru-paru 
dibungkus  oleh  selaput  yang  bernama  pleura. Pleura dibagi menjadi 2
yaitu, yang pertama pleura visceral (selaput dada  pembungkus)  yaitu 
selaput  paru  yang  langsung  membungkus paru-paru. Kedua pleura
parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara
keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa) sehingga paru-paru
dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang
berguna untuk meminyaki permukaanya (pleura), menghindarkan gesekan
antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada gerakan bernapas.
2. Fisiologi Asma
Proses terjadi pernapasan
Pernapasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan menghembuskan disebut
ekspirasi. Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran zat antara oksigen yang
ditarik dan udara masuk kedalam darah dan CO2  dikeluarkan dari darah
secara osmosis. Kemudian CO2  dikeluarkan melalui traktus respiratorius
(jalan pernapasan) dan masuk kedalam tubuh melalui kapiler-kapiler vena
pulmonalis  kemudian  massuk  ke serambi  kiri  jantung  (atrium  sinistra)
menuju ke aorta kemudian ke seluruh tubuh (jaringan-jaringan dan sel-
sel), di sini terjadi oksidasi (pembakaran). Sebagai sisa dari pembakaran
adalah  CO2   dan  dikeluarkan  melalui  peredaran  darah  vena  masuk  ke
jantung (serambi kanan atau atrium dekstra) menuju ke bilik kanan
(ventrikel  dekstra)  dan  dari  sini  keluar  melalui  arteri  pulmonalis  ke
jaringan paru-paru. Akhirnya dikeluarkan menembus lapisan epitel dari
alveoli. Proses pengeluaran CO2 ini adalah sebagian dari sisa
metabolisme, sedangkan sisa dari metabolisme lainnya akan dikeluarkan
melalui traktus urogenitalis dan kulit.
Setelah udara dari luar diproses, di dalam hidung masih terjadi
perjalanan  panjang  menuju  paru-paru  (sampai  alveoli).  Pada  laring
terdapat epiglotis yang berguna untuk menutup laring sewaktu menelan,
sehingga makanan tidak  masuk ke trakhea, sedangkan waktu bernapas
epiglotis terbuka, begitu seterusnya. Jika makanan masuk ke dalam laring,
maka  akan  mendapat  serangan  batuk,  hal  tersebut  untuk  mencoba
mengeluarkan makanan tersebt dari laring.
Terbagi dalam 2 bagian yaitu inspirasi (menarik napas) dan
ekspirasi (menghembuskan napas). Bernapas berarti melakukan inpirasi
dan eskpirasi secara bergantian, teratur, berirama, dan terus menerus.
Bernapas merupakan gerak refleks yang terjadi pada otot-otot pernapasan.
Refleks bernapas ini diatur oleh pusat pernapasan yang terletak di dalam
sumsum penyambung (medulla oblongata). Oleh karena seseorang dapat
menahan, memperlambat, atau mempercepat napasnya, ini berarti bahwa
refleks bernapas juga dibawah pengaruh korteks serebri. Pusat pernapasan
sangat peka terhadap kelebihan kadar CO2  dalam darah dan kekurangan
dalam darah. Inspirai terjadi bila muskulus diafragma telah mendapat
rangsangan dari nervus frenikus lalu mengerut datar.
Muskulus interkostalis yang letaknya miring, setelah ,mendapat
rangsangan kemudian mengerut dan tulang iga (kosta) menjadi datar.
Dengan demikian jarak antara sternum (tulang dada) dan vertebra semakin
luas dan melebar. Rongga dada membesar maka pleura akan tertarik, yang
menarik paru-paru sehingga tekanan udara di dalamnya berkurang dan
masuklah udara dari luar.
Ekspirasi, pada suatu saat otot-otot akan kendor lagi (diafragma
akan menjadi cekung, muskulus interkostalis miring lagi) dan dengan
demikian  rongga  dan  dengan  demikian  rongga  dada  menjadi  kecil
kembali,   maka   udara   didorong   keluar.   Jadi   proses  
respirasi   atau pernapasan  ini  terjadi  karena  adanya  perbedaan 
tekanan  antara  rongga pleura dan paru-paru.
Pernapasan dada, pada waktu seseorang bernapas, rangka dada
terbesar bergerak, pernapasan ini dinamakan pernapasan dada. Ini terdapat
pada rangka dada  yang lunak,  yaitu pada orang-orang muda dan pada
perempuan.
Pernapasan perut, jika pada waktu bernapas diafragma turun naik,
maka  ini  dinamakan  pernapasan  perut.  Kebanyakan  pada  orang  tua,
Karena tulang rawannya tidak begitu lembek dan bingkas lagi yang
disebabkan oleh banyak zat kapur yang mengendap di dalamnya dan
banyak ditemukan pada laki-laki.

3. Patofisiologi Asma
Tiga unsur yang ikut serta pada obstruksi jalan udara penderita asma
adalah spasme otot polos, edema dan inflamasi membran mukosa jalan udara,
dan eksudasi mucus intraliminal, sel-sel radang dan debris selular. Obstruksi
menyebabkan pertambahan resistensi jalan udara yang merendahkan volume
ekspresi paksa dan kecepatan aliran, penutupan prematur jalan udara,
hiperinflasi paru, bertambahnya kerja pernafasan, perubahan sifat elastik dan
frekuensi pernafasan. Walaupun jalan udara bersifat difus, obstruksi
menyebabkan perbedaaan satu bagian dengan bagian lain, ini berakibat perfusi
bagian paru tidak cukup mendapat ventilasi dan menyebabkan kelainan gas-
gas darah terutama penurunan pCO2  akibat hiperventilasi.
Pada respon alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan
alergen menyebabkan degranulasi sel mast. Akibat degranulasi tersebut,
histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus.
Apabila respon histamin berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik.
Karena histamin juga merangsang pembentukan mukkus dan meningkatkan
permiabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakan
ruang iterstisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respon IgE yang
sensitif berlebihan terhadap sesuatu alergen atau sel-sel mast-nya terlalu
mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respon
peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan
mukus, edema dan obstruksi aliran udara.
E. Pathway Asma
PathwayAsma
      
Pathway Asma

F. MANIFESTASI KLINIS ASMA
Gambaran klasik penderita asma berupa sesak nafas, batuk-batuk dan mengi
(whezzing) telah dikenal oleh umum dan tidak sulit untuk diketahui. Batuk-
batuk kronis dapat merupakan satu-satunya gejala asma dan demikian pula
rasa sesak dan berat didada.
Tetapi untuk melihat tanda dan gejala asma sendiri dapat digolongkan menjadi
:

1. Asma tingkat I
Yaitu penderita asma yang secara klinis normal  tanpa tanda dan gejala asma 
atau keluhan khusus baik dalam pemeriksaan fisik maupun fungsi paru. Asma
akan muncul bila penderita terpapar faktor pencetus atau saat dilakukan tes
provokasi bronchial di laboratorium.
2. Asma tingkat II
Yaitu penderita asma yang secara klinis maupun pemeriksaan fisik tidak ada
kelainan, tetapi dengan tes fungsi paru nampak adanya obstruksi saluran
pernafasan. Biasanya terjadi setelah sembuh dari serangan asma.
3. Asma tingkat III
Yaitu penderita asma yang tidak memiliki keluhan tetapi pada pemeriksaan
fisik dan tes fungsi paru memiliki tanda-tanda obstruksi. Biasanya penderita
merasa tidak sakit tetapi bila pengobatan dihentikan asma akan kambuh.
4. Asma tingkat IV
Yaitu penderita asma yang sering kita jumpai di klinik atau rumah sakit yaitu
dengan keluhan sesak nafas, batuk atau nafas berbunyi.
Pada serangan asma ini dapat dilihat yang berat dengan gejala-gejala yang
makin banyak antara lain :
a. Kontraksi otot-otot bantu pernafasan, terutama sternokliedo
mastoideus
b. Sianosis
c. Silent Chest
d. Gangguan kesadaran
e. Tampak lelah
f. Hiperinflasi thoraks dan takhikardi
5. Asma tingkat V
Yaitu status asmatikus yang merupakan suatu keadaan darurat medis beberapa
serangan asma yang  berat bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan
yang lazim dipakai. Karena pada dasarnya asma bersifat reversible maka dalam
kondisi apapun diusahakan untuk mengembalikan nafas ke kondisi normal
G. KOMPLIKASI ASMA
1. Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa  dan gagal nafas
2. Chronic persisten bronhitis
3. Bronchitis
4. Pneumonia
5. Emphysema
6. Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu
yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam
hidup (Smeltzer & Bare, 2002).
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG ASMA
1. Pemeriksaan sputum
Pada pemeriksaan sputum ditemukan :
 Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal
eosinofil.
 Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel
cabang-cabang bronkus
 Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
 Terdapatnya neutrofil eosinofil
2. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan
leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma
 Gas analisa darah
Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian
PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk
 Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang meninggi
 Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi
 Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi pada waktu
seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.
 Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.
3. Foto rontgen
Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal. Pada  serangan
asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang
bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun.
Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:
 Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah
 Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang
bertambah.
 Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada
paru.
4. Pemeriksaan faal paru
 Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan penurunan tekanan
sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan
penurunan tekanan sistolik.
 Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh
asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma
yang berat.
5. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga
bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :
 Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan
rotasi searah jarum jam
 Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB
 Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau
terjadinya relatif ST depresi.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS ASMA
Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non
farmakologik dan pengobatan farmakologik.
1. Penobatan non farmakologik
a. Penyuluhan, Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan
klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari
faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan
berkonsoltasi pada tim kesehatan.
b. Menghindari faktor pencetus, Klien perlu dibantu mengidentifikasi
pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan
cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan
cairan yang cukup bagi klien.
c. Fisioterapi, Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran
mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi
dada.
2. Pengobatan farmakologik
a. Agonis beta Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot
dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang
termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).
b. Metil Xantin Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat
ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang
memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.
c. Kortikosteroid Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon
yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol
( beclometason dipropinate ) dengan disis 800  empat kali semprot tiap
hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
d. Kromolin Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-
anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.
e. Ketotifen Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg
perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.
f. Iprutropioum bromide (Atroven) Atroven adalah antikolenergik, diberikan
dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.
3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus    
a. Infus RL : D5  = 3 : 1 tiap 24 jam
b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul
c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit
dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20
mg/kg bb/24 jam.
d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.
e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.
f. Antibiotik spektrum luas.
PROSES KEPERAWATAN ASMA
A.     PENGKAJIAN KEPERAWATAN ASMA
1. Pengkajian Primer Asma
a. Airway
 Peningkatan sekresi pernafasan
 Bunyi nafas krekles, ronchi, weezing
b. Breathing
 Distress pernafasan : pernafasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
 Menggunakan otot aksesoris pernafasan
 Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
c. Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, latergi, takikardi
 Sakit kepala
 Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah
 Papiledema
 Urin output meurun
d. Dissability
Mengetahui kondisi umum dengan pemeriksaan cepat status umum dan neurologi
dengan memeriksa atau cek kesadaran, reaksi pupil.
2. Pengkajian Sekunder Asma
a. Anamnesis
Anamnesis pada penderita asma sangat penting, berguna untuk mengumpulkan
berbagai informasi yang diperlukan untuk menyusun strategi pengobatan.
Gejala asma sangat bervariasi baik antar individu maupun pada diri individu itu
sendiri (pada saat berbeda), dari tidak ada gejala sama sekali sampai kepada
sesak yang hebat yang disertai gangguan kesadaran.
Keluhan dan gejala tergantung berat ringannya pada waktu serangan. Pada
serangan asma bronkial yang ringan dan tanpa adanya komplikasi, keluhan dan
gejala tak ada yang khas. Keluhan yang paling umum ialah : Napas berbunyi,
Sesak, Batuk, yang timbul secara tiba-tiba dan dapat hilang segera dengan
spontan atau dengan pengobatan, meskipun ada yang berlangsung terus untuk
waktu yang lama.
b. Pemeriksaan Fisik
Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis
asma dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk
mengetahui penyakit yang mungkin menyertai asma, meliputi pemeriksaan :
1) Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan suara
bicara, tekanan darah nadi, frekuensi pernapasan yang meningkatan,
penggunaan otot-otot pembantu pernapasan sianosis batuk dengan lendir dan
posisi istirahat klien.
2) Integumen
Dikaji adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor
kulit, kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, ensim, serta
adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis pada rambut di kaji warna
rambut, kelembaban dan kusam.
3) Thorak
a) Inspeksi
Dada di inspeksi terutama postur bentuk dan kesemetrisan adanya
peningkatan diameter anteroposterior, retraksi otot-otot Interkostalis, sifat
dan irama pernafasan serta frekwensi peranfasan.
b) Palpasi.
Pada palpasi di kaji tentang kosimetrisan, ekspansi dan taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menjadi datar dan rendah.
d) Auskultasi.
Terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan expirasi lebih
dari 4 detik atau lebih dari 3x inspirasi, dengan bunyi pernafasan dan
Wheezing.
c. Sistem pernafasan
1) Batuk mula-mula kering tidak produktif kemudian makin keras dan
seterusnya menjadi produktif yang mula-mula encer kemudian menjadi
kental. Warna dahak jernih atau putih tetapi juga bisa kekuningan atau
kehijauan terutama kalau terjadi infeksi sekunder.
2) Frekuensi pernapasan meningkat
3) Otot-otot bantu pernapasan hipertrofi.
4) Bunyi pernapasan mungkin melemah dengan ekspirasi yang memanjang
disertai ronchi kering dan wheezing.
5) Ekspirasi lebih daripada 4 detik atau 3x lebih panjang daripada inspirasi
bahkan mungkin lebih.
6) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 Hiperinflasi paru yang terlihat dengan peningkatan diameter
anteroposterior rongga dada yang pada perkusi terdengar hipersonor.
 Pernapasan makin cepat dan susah, ditandai dengan pengaktifan otot-otot
bantu napas (antar iga, sternokleidomastoideus), sehingga tampak retraksi
suprasternal, supraclavikula dan sela iga serta pernapasan cuping hidung.
7) Pada keadaan yang lebih berat dapat ditemukan pernapasan cepat dan
dangkal dengan bunyi pernapasan dan wheezing tidak terdengar(silent
chest), sianosis.
d. Sistem kardiovaskuler
1) Tekanan darah meningkat, nadi juga meningkat
2) Pada pasien yang sesaknya hebat mungkin ditemukan:
 takhikardi makin hebat disertai dehidrasi.
 Timbul Pulsus paradoksusdimana terjadi penurunan tekanan darah sistolik
lebih dari 10 mmHg pada waktu inspirasi. Normal tidak lebih daripada 5
mmHg, pada asma yang berat bisa sampai 10 mmHg atau lebih.
3) Pada keadaan yang lebih berat tekanan darah menurun, gangguan irama
jantung.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN  ASMA YANG MUNGKIN MUNCUL

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan tachipnea,


peningkatan produksi mukus, kekentalan sekresi dan bronchospasme.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler – alveolar
3. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penyempitan bronkus..
4. Nyeri akut; ulu hati berhubungan dengan proses penyakit.
5. Cemas berhubungan dengan kesulitan bernafas dan rasa takut sufokasi.
6. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan faktor psikologis dan biologis yang mengurangi pemasukan
makanan
7.  Kurang  pengetahuan berhubungan dengan faktor-faktor pencetus asma.
8.  Intoleransi  aktivitas berhubungan dengan batuk persisten dan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh
9.  Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.
10.   Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif .
C. RENCANA KEPERAWATAN  ASMA 

RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL 


NO INTERVENSI  (NIC)
KEPERAWATAN (NOC)
1 Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
efektif berhubungan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :  Airway Management
dengan   Respiratory status : Ventilation
tachipnea,  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau
peningkatan   Respiratory status : Airway patency
produksi jaw thrust bila perlu
mukus,   Aspiration Control,
kekentalan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
sekresi dan Dengan kriteria hasil : ventilasi
bronchospasme.   Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
suara nafas yang bersih, tidak ada jalan nafas buatan
sianosis dan dyspneu (mampu  Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas
 Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
 Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
  Menunjukkan jalan nafas yang paten
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang tambahan
normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Lakukan suction pada mayo
  Mampu mengidentifikasikan dan  Berikan bronkodilator bila perlu
mencegah factor yang dapat menghambat  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
jalan nafas Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
          Monitor respirasi dan status O2
2 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Airway Management
perubahan   Respiratory Status : Gas exchange
membran
kapiler – alveolar   Respiratory Status : ventilation
 Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau
  Vital Sign Status
jaw thrust bila perlu
Dengan kriteria hasil :
 Posisikan pasien untuk memaksimalkan
  Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
 Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
  Memelihara kebersihan paru paru dan
jalan nafas buatan
bebas dari tanda tanda distress pernafasan
 Pasang mayo bila perlu
  Mendemonstrasikan batuk efektif dan
suara nafas yang bersih, tidak ada  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
sianosis dan dyspneu (mampu  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mengeluarkan sputum, mampu bernafas  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
dengan mudah, tidak ada pursed lips) tambahan
  Tanda tanda vital dalam rentang normal  Lakukan suction pada mayo
 Berika bronkodilator bial perlu
 Barikan pelembab udara
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

Respiratory Monitoring

 Monitor rata – rata, kedalaman, irama dan usaha


respirasi
 Catat pergerakan dada,amati kesimetrisan,
penggunaan otot tambahan, retraksi otot
supraclavicular dan intercostal
 Monitor suara nafas, seperti dengkur
 Monitor pola nafas : bradipena, takipenia,
kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot
 Catat lokasi trakea
 Monitor kelelahan otot diagfragma (gerakan
paradoksis)
 Auskultasi suara nafas, catat area penurunan /
tidak adanya ventilasi dan suara tambahan
 Tentukan kebutuhan suction dengan
mengauskultasi crakles dan ronkhi pada jalan
napas utama
 Auskultasi suara paru setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

3 Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Airway Management
penyempitan bronkus  Respiratory status : Ventilation
  Respiratory status : Airway patency
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
  Vital sign Status
thrust bila perlu
Dengan Kriteria Hasil :  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
 Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
suara nafas yang bersih, tidak ada nafas buatan
sianosis dan dyspneu(mampu  Pasang mayo bila perlu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips)  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
 Menunjukkan jalan nafas yang paten
 Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
(klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
tambahan
frekuensi pernafasan dalam rentang
 Lakukan suction pada mayo
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
 Berikan bronkodilator bila perlu
 Tanda Tanda vital dalam rentang normal
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
(tekanan darah, nadi, pernafasan)
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

Terapi Oksigen
 Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Pertahankan jalan nafas yang paten
 Atur peralatan oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi pasien
 Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
 Monitor adanya kecemasan pasien terhadap
oksigenasi

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan darah
 Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

4 Nyeri akut; ulu hati Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :
Pain Management
proses penyakit.   Pain Level,
  Pain control,
 Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
  Comfort level
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Dengan Kriteria Hasil :
kualitas dan faktor presipitasi
  Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab
 Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
nyeri, mampu menggunakan tehnik
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,
mengetahui pengalaman nyeri pasien
mencari bantuan)
 Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
  Melaporkan bahwa nyeri berkurang
 Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
dengan menggunakan manajemen nyeri
  Mampu mengenali nyeri (skala,  Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri  Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
berkurang menemukan dukungan
  Tanda vital dalam rentang normal  Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologi dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
 Ajarkan tentang teknik non farmakologi
 Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak berhasil
 Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat
nyeri sebelum pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari
analgesik ketika pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan
dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri
hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala
(efek samping)

5 Cemas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


dengan kesulitan bernafas selama 3 x 24 jam, pasien mampu :  Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
dan rasa takut sufokasi.   Anxiety control  Gunakan pendekatan yang menenangkan
  Coping  Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku
  Impulse control pasien
Dengan Kriteria Hasil :  Jelaskan semua prosedur dan apa yang
  Klien mampu mengidentifikasi dan dirasakan selama prosedur
mengungkapkan gejala cemas  Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
  Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
 Temani pasien untuk memberikan keamanan
menunjukkan tehnik untuk mengontol
dan mengurangi takut
cemas
 Berikan informasi faktual mengenai diagnosis,
  Vital sign dalam batas normal
tindakan prognosis
  Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
 Dorong keluarga untuk menemani anak
tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
 Lakukan back / neck rub
berkurangnya kecemasan  Dengarkan dengan penuh perhatian
 Identifikasi tingkat kecemasan
 Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
 Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
 Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi
 Barikan obat untuk mengurangi kecemasan

6 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


nutrisi kurang dari selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Nutrition Management
kebutuhan   Nutritional Status : food and Fluid Intake
tubuh  Kaji adanya alergi makanan
berhubungan   Nutritional Status : nutrient Intake
dengan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
faktor psikologis   Weight control
dan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
biologis yang mengurangi Dengan Kriteria Hasil :  Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
pemasukan makanan   Adanya peningkatan berat badan sesuai  Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan
dengan tujuan vitamin C
  Berat badan ideal sesuai dengan tinggi  Berikan substansi gula
badan  Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi
  Mampu mengidentifikasi kebutuhan serat untuk mencegah konstipasi
nutrisi  Berikan makanan yang terpilih ( sudah
  Tidk ada tanda tanda malnutrisi dikonsultasikan dengan ahli gizi)
  Menunjukkan peningkatan fungsi  Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan
pengecapan dari menelan makanan harian.
  Tidak terjadi penurunan berat badan yang  Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
berarti  Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
 BB pasien dalam batas normal
 Monitor adanya penurunan berat badan
 Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa
dilakukan
 Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
 Monitor lingkungan selama makan
 Jadwalkan pengobatan  dan tindakan tidak selama
jam makan
 Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah
patah
 Monitor mual dan muntah
 Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar
Ht
 Monitor makanan kesukaan
 Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva
 Monitor kalori dan intake nuntrisi
 Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila
lidah dan cavitas oral.
 Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

7 Kurang  pengetahuan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu :  Teaching : disease Process
faktor-faktor   Kowlwdge : disease process
pencetus  Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan
asma.   Kowledge : health Behavior pasien tentang proses penyakit yang spesifik
Dengan Kriteria Hasil :  Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
  Pasien dan keluarga menyatakan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
pemahaman tentang penyakit, kondisi, dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
prognosis dan program pengobatan  Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul
  Pasien dan keluarga mampu pada penyakit, dengan cara yang tepat
melaksanakan prosedur yang dijelaskan  Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang
secara benar tepat
  Pasien dan keluarga mampu menjelaskan  Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim cara yang tepat
kesehatan lainnya
 Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi,
dengan cara yang tepat
 Hindari harapan yang kosong
 Sediakan bagi keluarga atau pasien informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat
 Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
 Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
 Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara yang
tepat atau diindikasikan
 Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
 Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
 Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala
untuk melaporkan pada pemberi perawatan
kesehatan, dengan cara yang tepat

8 Intoleransi  aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Activity Therapy
batuk persisten   Energy conservation
dan  Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik
  Activity tolerance
ketidakseimbangan antara dalammerencanakan progran terapi yang tepat.
suplai oksigen   Self Care : ADLs
dengan  Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
kebutuhan tubuh. Dengan Kriteria Hasil : mampu dilakukan
  Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa  Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang
disertai peningkatan tekanan darah, nadi sesuai dengan kemampuan fisik, psikologi dan
dan RR social
  Mampu melakukan aktivitas sehari hari  Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan
(ADLs) secara mandiri sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang
diinginkan
 Bantu untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
 Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas disukai
 Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu
luang
 Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas
 Sediakan penguatan positif bagi yang aktif
beraktivitas
 Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
 Monitor respon fisik, emoi, social dan spiritual

9 Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :


berhubungan dengan selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Self Care assistane : ADLs
kelemahan fisik   Self care : Activity of Daily Living  Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri
(ADLs) yang mandiri.
Dengan Kriteria Hasil :  Monitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu
  Klien terbebas dari bau badan untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias, toileting
  Menyatakan kenyamanan terhadap dan makan.
kemampuan untuk melakukan ADLs  Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh
  Dapat melakukan ADLS dengan bantuan untuk melakukan self-care.
 Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari
yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki.
 Dorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri
bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai
kemampuan.
   Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari. 
10 Resiko infeksi dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC :
faktor resiko prosedur selama 3 x 24 jam, pasien mampu : Infection Control (Kontrol infeksi)
invasif   Immune Status  Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
  Risk control  Pertahankan teknik isolasi
Dengan Kriteria Hasil :  Batasi pengunjung bila perlu
  Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci
  Menunjukkan kemampuan untuk tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
mencegah timbulnya infeksi meninggalkan pasien
  Jumlah leukosit dalam batas normal  Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
  Menunjukkan perilaku hidup sehat
 Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
kperawtan
 Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
 Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing
sesuai dengan petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan
infeksi kandung kencing
 Tingkatkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap infeksi)


 Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap penyakit menular
 Partahankan teknik aseptic pada pasien yang
beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kulit pada area epidema
 Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
 Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai
resep
         Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
         Ajarkan cara menghindari infeksi
         Laporkan kecurigaan infeksi
         Laporkan kultur positif
DAFTAR PUSTAKA

 Nurarif Amin Huda, Hardi Kusuma, 2015. Buku Aplikasi Asuhan


Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc Edisi
Revisi Jilid 1. Jogjakarta: MediaAction
 Wilkinson Judith M, 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 9 .
Jakarta: EGC
 https://www.academia.edu/11550015/Laporan_Pendahuluan_Asma

Anda mungkin juga menyukai