Case Report
Abstrak
Stroke selalu berhubungan dengan satu atau beberapa penyakit, baik kardiovaskuler maupun
nonkardiovaskuler lainnya yang menjadi faktor risiko. Tercatat bahwa hipertensi berhubungan dengan
peningkatan kejadian stroke sebanyak 80%, dilanjutkan dengan faktor risiko lainnya yakni penyakit
jantung, fibrilasi atrium, diabetes melitus, merokok, dan hiperlipidemia [1]. Aterosklerosis berperan
dalam banyak patofisiologi, antara lain dengan menyempitkan pembuluh darah dan mengakibatkan
insufisiensi aliran darah, menyumbat pembuluh darah dengan trombus, atau emboli, dan melemahkan
dinding pembuluh darah mengarah pada pembentukan aneurisma yang mudah pecah. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi profil masalah terapi obat yang digunakan oleh pasien.
Apoteker mempunyai peran serta tanggung jawab yang sangat besar untuk mengatasi masalah terapi
obat yang aktual terjadi dan mencegah masalah terapi obat yang berpotensi akan terjadi. Metode yang
dilakukan adalah dengan melihat data berupa data rekam medik, profil pengobatan pasien dan
pencatatan penggunakan obat (card deck).
Abstract
Stroke is always associated with one or several diseases, both cardiovascular and other non-
cardiovascular risk factors. It was noted that hypertension was associated with an increase in the
incidence of stroke by 80%, followed by other risk factors namely heart disease, atrial fibrillation,
diabetes mellitus, smoking, and hyperlipidemia [1]. Atherosclerosis plays a role in many
pathophysiology, among others by narrowing the blood vessels and resulting in insufficiency of blood
flow, clogging the arteries with thrombus, or embolism, and weakening the walls of blood vessels
leading to the formation of fragile aneurysms. The problem of drug therapy in tuberculosis
patients is the need for special attention because tuberculosis patients use a lot of drugs and
required compliance with drug consumption. The aim of this study is to identify the problem
profile of drug therapy used by patients. Pharmacists have a very large role and
responsibility to overcome the actual drug therapy problems that occur and prevent potential
drug therapy problems. The method used is to look at data in the form of medical record
data, patient treatment profiles and drug use records (card deck).
Keywords: Stroke, hypertension, acute lung edema, acute kidney injury, stress ulcer
PENDAHULUAN
Pemantauan terapi obat (PTO) merupakan kegiatan untuk memastikan terapi
obat yang aman, efektif dan rasional bagi pasien. Kegiatan tersebut mencakup
pengkajian pilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi, reaksi obat yang
tidak dikehendaki (ROTD), dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi.
Pemantauan terapi obat harus dilakukan secara berkesinambungan dan di evaluasi
secara teratur pada periode tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat
diketahui [2].
Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi pada kelompok umur 45-54
tahun, yakni mencapai 15,9% dan meningkat menjadi 26,8% pada kelompok umur
55-64 tahun. Prevalensi stroke di Indonesia tercatat sebanyak 26,7% dengan kejadian
stroke iskemik dan perdarahan masingmasing sebanyak 88% dan 12% [3]. Setiap
tahun sebanyak 200 per 100.000 orang Eropa menderita stroke dan 275.000-300.000
orang Amerika meninggal karena stroke [4].
Definisi stroke menurut WHO (2012) adalah suatu kondisi penyakit yang
disebabkan oleh terhentinya aliran darah yang mensuplai otak secara tiba-tiba, baik
karena adanya sumbatan maupun rupturnya pembuluh darah. Kondisi ini
menyebabkan jaringan otak yang tidak terkena aliran darah kekurangan oksigen dan
nutrisi sehingga otak menjadi rusak. Lebih rinci, Ropper (2005) menjelaskan bahwa
proses patologi yang terjadi juga meliputi perubahan permeabilitas dinding pembuluh
dan kenaikan viskositas aliran darah yang melewati pembuluh darah otak.
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Speial Issue January 2020
Secara klinis stroke dibagi menjadi dua, yakni stroke iskemik yang mencapai
80-85% kasus, dan stroke hemoragik atau perdarahan, sekitar 15-20% kasus
(Mumenthaler, 2006). Stroke iskemik terjadi karena ada sumbatan aliran darah ke
otak. Sumbatan pembuluh darah dapat berupa trombus, emboli, atau gabungan dari
keduanya yaitu tromboemboli [1]. Akibat tersumbatnya pembuluh darah maka otak
mengalami hipoperfusi dan mengakibatkan terjadinya defisit neurologis, baik
temporer maupun permanen [5]. Tanda yang ditimbulkan oleh trombus tidak sama
dengan emboli. Sumbatan karena trombus mempunyai onset yang lambat dan bersifat
kronis, mulai dari beberapa menit atau jam, bahkan hitungan hari. Sedangkan
sumbatan karena emboli bersifat akut dan mendadak [1].
Stroke perdarahan terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak, sehingga
darah memenuhi parenkim otak,ruang cairan serebrospinal, atau keduanya.
Perdarahan pada jaringan otak menyebabkan terganggunya sirkulasi darah di otak
yang berujung pada infark. Perdarahan juga dapat menyebabkan terbentuknya
hematoma yang menekan otak dan meningkatkan tekanan intrakranial. Peningkatan
tekanan intrakranial selanjutnya menyebabkan kompresi pada batang otak [6]. Stroke
perdarahan bersifat spontan, biasanya berasal dari hipertensi kronis dan perubahan
degeneratif pada arteri serebralis. Tekanan darah yang terus-menerus tinggi
menyebabkan terbentuknya aneurisma atau dilatasi dinding arteri yang membentuk
kantong dan mudah pecah [7]. Stroke perdarahan dapat dibedakan menjadi dua
macam berdasarkan letak perdarahannya, yakni di intraserebral dan subarakhnoid [1].
Stroke selalu berhubungan dengan satu atau beberapa penyakit, baik
kardiovaskuler maupun nonkardiovaskuler lainnya yang menjadi faktor risiko.
Tercatat bahwa hipertensi berhubungan dengan peningkatan kejadian stroke sebanyak
80%, dilanjutkan dengan faktor risiko lainnya yakni penyakit jantung, fibrilasi
atrium, diabetes melitus, merokok, dan hiperlipidemia [1]. Aterosklerosis berperan
dalam banyak patofisiologi, antara lain dengan menyempitkan pembuluh darah dan
mengakibatkan insufisiensi aliran darah, menyumbat pembuluh darah dengan
trombus, atau emboli, dan melemahkan dinding pembuluh darah mengarah pada
pembentukan aneurisma yang mudah pecah.
Gejala neurologis yang timbul akibat gangguan peredaran darah bergantung
pada letak lesi dan tingkat keparahan gangguan pembuluh darah. Sebagian besar
stroke memiliki onset gejala yang bersifat akut hingga subakut dengan gejala awal
yang sering ditemui yaitu terjadi pada waktu bangun pagi atau istirahat. Pada gejala
awal tersebut penderita biasanya tidak mengalami penurunan kesadaran. Gejala
penyumbatan system karotis meliputi buta mendadak, disfasia, hemiparesis,
gangguan mental, inkontinensia, kejang dan gangguan fungsi luhur. Pada sistem
Vertebrobasiler bila mengalami penyumbatan akan memberikan gejala seperti
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Speial Issue January 2020
Pembahasan
Pemantauan terapi obat pada pasien Tn. A dilakukan mulai tanggal 15 Maret
2019 sampai 21 Maret 2019, di ruangan Intensive Care Unit (ICU) Rumah Sakit X.
Pasien masuk dengan keluhan Kelemahan anggota gerak sebelah kanan, sesak nafas,
batuk dan demam 1 hari. Pasien juga memiliki riwayat penyakit Asam Urat,
Hipertensi, DM, Stroke 2 kali tahun 2016. Pasien juga memiliki riwayat pengobatan
mengkonsumsi amlodipine tetapi tidak teratur. Pasien didiagnosa Stroke non
hemorragic, Acute Lung Oedema, Acute Kidney Injury, Hipertensi stage 1.
Pasien diberikan 15 jenis obat dengan dosis dan bentuk sediaan yang berbeda-
beda dimana dalam penggunaan obat yang diberikan terdapat beberapa terapi yang
dianggap Drug Related Problem. Pasien masuk mendapat terapi furosemide,
ceftriaxone 2 gram, levofloxacin 750 mg, citicholin 500 mg, tramadol 100 mg,
omeprazole 40 mg, candesartan 32 mg, amlodipine 10 mg, HCT 25 mg, simvastatin
25 mg, clopidogrel 75 mg, sucralfate syr, combivent nebu ( ipratorium dan
salbutamol), clonidine 0,15 mg, dan amikasin.
Furosemide merupakan obat diuretik kuat yang digunakan untuk menurunkan
tekanan darah terutama pada hipertensi yang resisten terhadap terapi thiazide.
Diuretik kuat menghambat reabsorpsi cairan dari lengkung henle dalam tubulus
ginjal. Obat ini diberikan pada tanggal 15 maret hingga 17 maret [8].
Ceftriaxone merupakan antibiotik generasi ke 3 turunan sefalosporin yang
termasuk dalam antibiotik betalaktam. Aktivitasnya terhadap kuman gram negative
lebih kuat dan lebih luas lagi serta meliputi pseudomonas dan bacteroides, khususnya
seftaidim. Bekerja dengancara menghalangi sintesis lengkap dari polimer
peptidoglikan agar pertumbuhan dinding sel bakteri menjadi tidak sempurna dan akan
pecah akibat suatu tekanan osmosis saat bakteri menyerap air. Obat ini diberikan pada
tanggal 15 – 19 Maret 2019 [9].
Levofloxacin adalah antibiotik fluoroquinolone (flor-o-KWIN-o-lone) yang
melawan bakteri dalam tubuh. Levofloxacin digunakan untuk mengobati berbagai
jenis infeksi bakteri. Levofloxacin juga digunakan untuk mengobati orang yang telah
terkena antraks atau jenis wabah tertentu. Antibiotik fluorokuinolon dapat
menyebabkan efek samping yang serius atau melumpuhkan. Levofloxacin harus
digunakan hanya untuk infeksi yang tidak dapat diobati dengan antibiotik yang lebih
aman. Obat ini diberikan mulai tanggal 17 Maret hingga 21 Maret 2019. [10].
Citicoline adalah zat kimia otak yang terjadi secara alami di dalam tubuh.
Sebagai obat, diminum sebagai suplemen atau diberikan oleh IV atau sebagai
suntikan. Citicoline digunakan untuk penyakit Alzheimer dan jenis lain dari
demensia, trauma kepala, penyakit serebrovaskular seperti stroke, kehilangan memori
terkait usia, penyakit Parkinson, attention deficit-hyperactive disorder (ADHD), dan
glaukoma. Citicoline awalnya dikembangkan di Jepang untuk stroke. Ini kemudian
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Speial Issue January 2020
Para
Perkembangan Tanda – Tanda Vital Pasien
meter
15 / 03 16 / 03 17 / 03 18 / 03 / 19 / 03 / 20 / 03 / 21 / 03 /
Tgl
/ 19 / 19 / 19 19 19 19 19
Nadi 80 84 90 90 90 86 84
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Speial Issue January 2020
RR 21 21 21 21 21 21 21
Nyeri - - - - - - -
HEMATOLOGI
Hematokrit 40 – 52 % 51 52
4,800 – 10,800/
Leukosit 13040 13800*
µL
150,000 –
Trombosit 368000 485000*
400,000 / µL
Hitung jenis
• Basofil 0–1% 0
• Eusinofil 1–3% 1
• Neutrofil 50 – 70 % 73*
• Limfosit 20 – 40 % 17
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Speial Issue January 2020
• Monosit 2–8% 9*
MCV 80 – 96 fL 87 92
MCH 27 – 32 pg 30 29
MCHC 32 – 36 g/dL 34 32
No Nama Obat Rute 15/3 16/3 17/3 18/3 19/3 20/3 21/3
5mg / 5mg /
1 Furosemide IV 5mg / jam STOP
jam jam
Ceftriaxone 2
2 IV 24:00 24:00 24:00 24:00 24:00 STOP
gram
Candesartan 32
7 Oral 18:00 18:00 18:00 20:00 20:00 20:00 20:00
mg
Amlodipine 10
8 Oral 05:00 05:00 05:00 06:00 06:00 06:00 06:00
mg
Social Clinical Pharmacy Indonesia Journal Speial Issue January 2020
No Nama Obat Rute 15/3 16/3 17/3 18/3 19/3 20/3 21/3
13 Combivent nebu Inhalasi 12:00 , 12:00 , 12:00 , 12:00, 12:00 , 12:00 , 12:00 ,
( Ipratorium dan 20:00 , 20:00 , 20:00 , 20:00, 20:00 , 20:00 , 20:00 ,
salbutamol) 04:00 04:00 04:00 04:00 04:00 04:00 04:00
KESIMPULAN
Tn. A menderita Stroke non hemoragik, Acute Lung Oedema, Acute Kidney
Injury dan hipertensi. Pada terapi pengobatan pasien masih ditemukan DRP (Drug
Related Problem) dan Interaksi obat. Diperlukan Visite dari dokter bersama apoteker
terus dilakukan agar mengindari DRP (Drug Related Problem) dan Interaksi obat.
Pola makan pasien perlu diperhatikan agar makanan yang dapat memperparah kondisi
pasien dapat dicegah.
DAFTAR RUJUKAN
1. Allan H. Ropper, Robert H.Brown. 2005. Pain and Other Disorders Of Somatic
Sensation, Headache, and Backache in: Adams and Victor’s Principles of
Neurology. McGraw-Hill Companies, Inc. 8: 109.
4. Aliah A., Kuswara F.F., Arifin R. L., Wusyang G. 2007. Gambaran Umum
tentang Gangguan Peredaran Darah Otak. Yogyakarta : Gajah Mada Press, pp.
81-101.
5. Mumenthaler M., Mattle H., Taub E., 2006. Fundamentals of Neurology: An
Illustrated Guide. New York: Thieme Medical Publisher.
7. Greenberg, D.A., Aminoff, M.J., Simon, R.P. 2002. Clinical Neurology. 5th. Ed.
San Fransisco : University of California.