Anda di halaman 1dari 4

1. Biodata Penulis Tafsir At-Tobari.

- Nama Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Kathir bin Ghalib at-Tobari.
- Dilahirkan pada tahun 224 Hijrah.
- Dilahirkan di Tabaristan, Iran.
- Gelaran : al-Imam, al-Mujtahid, al-Mufassir, al-Muhaddith, al-Hafiz, al-Faqih, al-
Muarrikh, al-Allamah, al-Lughawi dan al-Muqri’.

2. Metodologi Tafsir al-Tobari.

1. Melandaskan Penafsiran bil Ma’tsur.

Penafsiran bil ma’tsur adalah salah satu model tafsir yang paling utama dan tertinggi
kedudukannya bila dibandingkan dengan model tafsir yang lain, karena dengan menafsirkan
al-Qur’an menggunakan kalam Allah sendiri, perkataan Rasulullah saw. Dan periwayatan
para sahabat. Allah lebih mengetahui akan maksud dan ucapan-Nya, perkataan Rasulullah
adalah penjelasnya dan para sahabat adalah orang-orang yang menyaksikan turunnya ayat-
ayat al-Qur’an[4]. Al-Thabari tidak begitu saja menafsirkan al-Qur’an tetapi didasari berbagai
macam pengembaraan pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu, sehingga wajar saja jika
hasil pikirannya dijadikan referensi oleh para penafsir sesudahnya.

2. Corak Penafsiran Al-Thabari

Ibnu Jarir al-Thabari menguasai berbagai disiplin ilmu teramsuk didalamnya fiqh, maka tidak
diherankan jika dalam menafsirkan ayat-ayat hukum beliau selalu mengungkap pendapat
ulama yang punya keterkaitan dengan masaalah yang dimaksud, lalu mengemukakan
pendapatnya.

Ibnu Jarir al-Thabari dalam menyelesaikan persoalan fiqh, maka beliau menjelaskan semua
pendapat ulama tentang hal itu, kemudian dikemukakan pendapatnya mengenai masalah
tersebut. Seperti ketika ia menafsirkan QS. al-Nahl (16):8:

َ‫ِير لِ َت ْر َك ُبوهَا َو ِزي َن ًة َو َي ْخلُقُ َما اَل َت ْعلَمُون‬


َ ‫َوا ْل َخ ْيل َ َوا ْلبِ َغال َ َوا ْل َحم‬
 “dan (dia telah menciptakan) kuda, bagal dan keledai, agar kamu menungganginya dan
(menjadikannya) perhiasan. dan Allah menciptakan apa yang kamu tidak mengetahuinya.

Ibnu Jarir al-Thabari ketika menafsirkan maksud ayat di atas, beliau terlebih dahulu
menyebutkan pendapat semua ulama tentang hukum makan kuda, kemudian
mengemukakan pendapatnya sendiri bahwa ayat tersebut tidak menunjukkan kepada
pengharaman.

3. Metode Penafsiran Al-Thabari

Metode penulisan yang digunakan al-Thabari adalah metode tahlili di mana beliau
menafsirkan ayat Al-Qur’an secara keseluruhan berdasarkan susunan mushaf, ia
menjelaskan ayat demi ayat, dengan menjelaskan makna mufradat-nya serta beberapa
kandungan lainnya.

Metode Tahlili adalah metode tafsir yang berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-
Qur’an dari seluruh aspeknya Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufasir tahlili
diuraikan, bermula dari arti kosakata, asbab al-nuzul, munasabah, dan lain-lain yang
berkaitan dengan teks atau kandungan ayat[5].

Dalam menafsirkan, al-Thabari menempuh langkah-langkah sebagai berikut:

1. Mengawali penafsiran ayat dengan mengatakan: “Pendapat tentang takwil firman


Allah, begini. Kemudian menafsirkan ayat dan menguatkan pendapatnya dengan apa yang
diriwayatkannya dengan sanadnya sendiri dari para sahabat atau tabi’in.
2. Menyimpulkan pendapat umum dari nash al-Qur’an dengan bantuan atsar-atsar yang
diriwayatkannya.
3. Menyebutkan atsar-atsar yang berasal dari Rasulullah saw., sahabat dan tabi’in
dengan menuturkan sanad-sanadnya, dimulai dari sanad yang paling kuat dan paling
shahih.
4. Menguatkan pendapat yang menurutnya kuat dengan menyebutkan alasan-
alasannya
5. Melanjutkannya dengan menjelaskan pendapat ahli bahasa, seperti bentuk kata dan
maknanya, baik tunggal maupun gabungan serta menjelaskan makna yang dimaksud dalam
nash yang bersangkutan.
6. Melanjutkannya dengan menjelaskan qira’at-qira’atnya dengan menunjukkan qira’at
yang kuat dan mengingatkan akan qira’at yang tidak benar.
7. Menyertakan banyak syair untuk menjelaskan dan mengukuhkan makna nash.

Menuturkan I’rab dan pendapat para ahli nahwu untuk menjelaskan makna sebagai akibat
dari perbedaan I’rab.

8. Memaparkan pendapat-pendapat Fiqih ketika menjelaskan ayat-ayat hukum,


mendiskusikannya dan menguatkan pendapat yang menurutnya benar.

Kadang-kadang la menuturkan pendapat para ahli kalam -dan menjuluki mereka dengan ahli
jadal (ahli teologi dialektis), mendiskusikannya, kemudian condong kepada pendapat Ahli
Sunnah wal Jama’ah.

3. Pandangan Ulama Terhadap Tafsir at-Tobari.

Banyak ulama yang memuji Al-Thabari. Mereka mengatakan: Dia adalah seorang
‘alim yang tsiqah (bisa dipercaya), salah satu imam besar Ahlus Sunnah,
pendapatnya diambil, dan keluasan ilmunya dijadikan referensi, dan memiliki manhaj
yang lurus. Dia meninggalkan sejumlah karya bermanfaat, yang paling terkenal
adalah kitab tafsir besar, Jami’ Al Bayan ‘fi Ta’wil ai Quran, dan mayoritas ulama
mengenalnya dengan sebutan Tafsir at-Thabari. Ini merupakan tafsir lengkap
pertama yang sampai kepada kita, dan setiap mufassir yang datang setelahnya telah
mengambil manfaat darinya. Oleh karena itu, para ulama menyebutnya sebagai
Bapak Tafsir, sebagaimana dia juga disebut Bapak Sejarah, lantaran dia memiliki
karya besar dalam bidang sejarah yang tidak pernah ada manusia yang membuat
semisalnya, kecuali karya sebelumnya tidak bisa dipegang secara meyakinkan. Kitab
tersebut diberi judul Tarikhul Umam wal Muluk. Dia juga membuat karya, Tahdzibul
Atsar, dan lain-lain. Beliau wafat di Baghdad pada tahun 310 H. Banyak didapati
pengakuan terhadap Imam Al-Thabari dalam usahanya mengembangkan Tafsir,
seperti berikut ini:

Imam An Nawawi dalam Tahdzibnya mengemukakan: “Kitab Ibnu Jarir dalam bidang
tafsir adalah sebuah kitab yang belum seorangpun ada yang pernah menyusun kitab
yang menyamainya. Beliau juga pernah mengatakan: “Umat telah bersepakat tidak
ada yang menyamai tafsir beliau ini.”
Imam as-Suyuthi, seorang mufasir menyatakan seperti berikut: “Kitab ibnu Jarir
adalah kitab tafsir paling agung (yang sampai kepada kita). Didalamnya beliau
mengemukakan berbagai macam pendapat dan mempertimbangkan mana yang
lebih kuat, serta membahas I’rob dan istimbat. Karena itulah ia melebihi tafsir-tafsir
karya para pendahulu”.

Anda mungkin juga menyukai