OLEH:
Muh. Alam rifai (A031181303)
DEPARTEMEN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
A. Teori Regulasi yang Relevan untuk Akuntansi dan Audit.
1. Teori Efficient Markets
Para ekonom pasar bebas membantah bahwa pasar akan berfungsi sangat baik
tanpa adanya campur tangan pemerintah, dan maksimum efisiensi dicapai dengan
Supply dan Demand untuk mendikte perilaku pasar. Dalam pasar modal di dunia
internasional Supply dan Demand sangat berparuh dalam arus informasi dan
penanaman modal. Namun, pemerintah juga berperan aktif dalam pasar, tidak hanya
mengatur kegiatan pasar tetapi juga menyediakan informasi menganai kondisi pasar
modal. Campur tangan pemerintah dapat membantu perkembangan pasar dan
pertumbuhan pasar. Pasar yang adil dan transparan dinilai dapat menarik partisipan.
Akuntansi dapat memberikan informasi perusahaan. Advokat dari pendekatan
pasar modal membantah bahwa informasi akuntansi seperti produk lain, ada Demand
dan Supply. Demand untuk informasi akuntansi oleh user dan Supply informasi
tersebut diperoleh dari laporan keuangan perusahaan. Dapat disimpulkan
equilibriumnya adalah informasi akuntansi.
Teori tersebut tidak berguna karena mekanisme pasar tidak dapat memenuhi
equilibrium seperti keadaan diatas. Informasi akuntansi berbeda dengan produk
barang atau jasa yang biasanya. Kenapa? Karena informasi akuntansi sebuah
perusahaan adalah “public” goods, yang mana ketika suatu perusahaan sudah
mengeluarkan informasi akuntansi maka informasi tersebut dapat digunakan oleh
siapa saja. Walaupun bisa saja informasi tersebut terjual kepada pihak tertentu, pihak
lain yang tidak membayar tetap dapat memperoleh informasi tersebut (free-rider).
2. Teori Keagenan
Atkinson dan Feltham mengemukakan bahwa teori keagenan
mempertimbangkan sebagian besar untuk stewardship. Teori ini menekankan pada
hubungan dimana kesejahteraan satu orang dipercayakan ke satu yang lain (Cth:
Manajer). Teori ini merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi
keuangan dengan menambahkan variabel aspek perilaku manusia karena pada
dasarnya hubungan antara pemilik dan manajer pada hakikatnya sukar tercipta karena
adanya kepentingan yang bertolak belakang. Atkinson dan Feltham menjelaskan
permintaan untuk pelayanan informasi tersebut berhubungan dengan keinginan untuk
memotivasi agen dan mendistribusikan resiko secara efisien.
Permintaan informasi untuk kepentingan decision-making berhubungan
dengan peran informasi dalam statistical decision theory. Informasi akan berharga
apabila informasi dapat meningkatkan alokasi sumberdaya dan resiko dalam
perekonomian. Atau paling tidak mengurangi ketidakpastian. Ketidakpastian dalam
teori agen diklasifikasikan menjadi ex ante dan ex post. Ex ante disebut juga sebelum
kejadian, ketidakpastian muncul pada saat keputusan dibuat, seperti ketidakpastian
mengenai kejadian yang berpengaruh dalam produksi, atau ketidakpsatian mengenai
keahlian manajer itu sendiri. Ex post disebut juga setelah kejadian, ketidakpastian
muncul setelah keputusan dibuat dan hasil sudah terlihat. Teori agen fokus pada
dampak alternatif yang akan memberikan efek ketidakpastian ex post.
3. Teori Regulasi
a. Teori Kepentingan Publik
Alasan utama adanya campur tangan pemerintah dalam kegiatan pasar adalah
demi kepentingan publik, yang menuju pada kegagalan pasar. Kerangka teori ini
adalah untuk melindungi kepentingan konsumen dari adanya kegagalan potensial
dalam pasar, meliputi: monopoli, oligopoli, halangan untuk masuk pasar,
informasi tidak sempurna antara penjual dan pembeli, dan barang publik.
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa Pasar Ekonomi adalah subjek dari beberapa
kegagalan pasar yang mana jika dilupakan, akan menghasilkan hasil yang tidak
efisien.
Contoh yang lebih awal adalah diciptakannya Accounting Standards Review Board
(ASRB) oleh pemerintah Australia pada tahun 1984. Campur tangan pemerintah dalam
pengaturan standar akuntansi keuangan merupakan sebuah bentuk peradilan terhadap
kegagalan pasar dalam memberikan infornasi akuntansi. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya perusahan–perusahaan yang mengalami kebangkrutan meskipun para akuntan
publik telah memberikan pendapat „True and Fair„ pada laporan keuangannya. Sama halnya,
dengan adanya standar akuntansi yang telah diubah atau menjadi lebih ketat mengakibatkan
banyak perusahaan bangkrut di akhir tahun 1990 hingga awal tahun 2000, hal tersebut dilihat
sebagai bentuk peradilan dari Teori Kepentingan Publik tersebut.
Oleh karena itu, teori ini menyarankan agar pemerintah turut ikut campur tangan
dalam mengatur standar akutansi untuk memperbaiki kegagalan pasar. Sebagai hasilnya,
dunia pasar modal pun kembali dipercayai oleh para investor.
Argumen dasar dari Walker adalah bahwa para akuntan perlu untuk mengesahkan
standar keuangan (untuk menjamin keabsahan dari standar tersebut) yang mana dapat
diperoleh ketika standar tersebut memiliki kekuatan hukum karena telah di dukung oleh
badan legistaif. Namun, para akuntan juga memiliki kepentingan dalam proses pengaturan
standar keuangan standar tersebut, oleh karena itu , satu–satunya cara akuntan agar mampu
mengesahkan standar akuntansi tersebut dan juga tetap mempertahankan kepentingan
ekonominya adalah dengan menciptakan ASRB. Dengan demikian ASRB telah gagal
menciptakan standar keuangan yang mewakili kepentingan publik, melainkan hanya
mewakili kepentingan pihak pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan yang lebih.
Contoh yang lain dari Capture Theory ini adalah IFRS yang merupakan konvergensi
antara IASB dan FASB. IASB (Internatioal Accounting Standar Boards) sendiri merupakan
lembaga dimana perusahaan–perusaahaan dan bank–bank besar di Eropa memiliki pengaruh
besar didalamnya, jadi output dari IASB tidaklah mungkin hanya mewakili kepentingan dari
satu pihak tertentu. Isu dari IFRS yang banyak mengikuti standar US GAAP yang merupakan
produk dari FASB memunculkan teori bahwa IASB merupakan „capture‟ dari FASB. FASB
(Financial Accounting Standards Boards) merupakan badan atau lembaga non profit yang
bertujuan untuk menetapkan atau membuat suatu sistem prinsip akuntansi yang bisa diterima
secara umum (khususnya di Amerika Serikat). Adanya ketidaksepakatan di Eropa mengenai
IFRS 8 dapat menjelaskan bahwa IFRS yang merupakan hasil dari IASB yang berasal dari
Eropa bahkan tidak melindungi kepentingan dari pencetusnya sendiri.
Peraturan standar dilihat sebagai sebuah proses politik karena memberikan dampak
yang potensial terhadap perlakuan dari berbagai macam pihak. Oleh karena itu , pihak–pihak
terkait berusaha untuk memberikan pengaruh pada saat diperkenalkannya regulasi tersebut.
Konsep politik yang seperti ini disebut sebagai „Public Choice’. Watts dan Zimmerman
berpendapat bahwa proses politik sederhana menunjukan proses pencarian kepentingan dari
masing – masing kelompok. Kelompok yang berbeda, dipengaruhi secara berebeda pula oleh
peraturan standar akuntansi.
Sebagai contoh, standar larangan untuk pengakuan biaya utang tak tertagih mungkin
disambut baik oleh perusahaan yang memiliki banyak hutang. Di sisi lain, bank– bank besar
dengan image yang baik mungkin menentang standar tersebut karena hal tersebut
menyebabkan kenaikan profit, dan penurunan nilai resiko. Dengan adanya berbagai macam
perbedaan dan konflik kepentingan yang kerap terjadi , badan pengambil keputusan dan
pihak pembuat peraturan harus mampu mencapai keseimbangan dalam membuat keputusan
politik. Keputusan–keputusan tersebut juga harus diterima oleh pihak pihak yang terkena
dampak atau pengaruhnya, agen–agen pembuat peraturan membutuhkan sebuah mandat
untuk membuat keputusan sosial, dan untuk hal tersebut, membutuhkan pengesahan poltik.
Dalam pembahasan sebelumnya, telah disebutkan bahwa banyak pihak yang berperan
aktif dalam pelaporan keuangan, yaitu direktur perusahaan, eksekutif, manajer dan auditor
eksternal perusahaan. Aktifitas dari pihak-pihak tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dimana
laporan keuangan tersebut berada, seperti legal, ekonomi, politik, dan sosial. Dalam membuat
kerangka peraturan untuk menyajikan laporan keuangan terdapat beberapa elemen penting.
Elemen-elemen dari kerangka peraturan yang akan kita bahas tersebut adalah:
Peran utama dalam pembuatan laporan keuangan dilakukan oeh direktur perusahaan
(beserta para eksekutif dan manajer) serta auditor independen. Para manajer memiliki
motivasi tersendiri untuk menyediakan informasi keuangan yang akan diverifikasi secara
independen melalui proses audit. Persyaratan hukum juga memiliki peran sebagai suatu
insentif bagi perusahaan untuk menyediakan laporan keuangan yang diaudit. Hal tersebut
diatur guna memberikan informasi keuangan yang sesuai standar sehingga informasi yang
disajikan secara handal dan dapat dipercaya.
Persyaratan mengenai laporan keuangan berasal dari standar akuntansi yang spesifik
dan bagi beberapa jurisdiksi, standar tersebut memiliki kekuatan hukum. Sebagai contoh,
perusahaan- perusahaan European Union (EU) yang terdaftar di bursa saham wajib mengikuti
standard IASB dalam penyusunan laporan keuangan konsolidasi. Di Indonesia sendiri,
penyajian laporan keuangan diatur dalam PSAK.
Corporate Governance
Di banyak negara, peranan dan fungsi yang dimiliki auditor penting dalam
menyediakan kepastian mengenai kualitas laporan keuangan perusahaan. Oleh karenanya,
sangat umum untuk memberikan regulasi pada profesi auditor. Bentuk regulasi paling dasar
adalah membatasi profesi auditor hanya untuk orang-orang yang sudah memiliki kualifikasi
tertentu dan pengalaman serta membutuhkan sertifikasi. Bentuk regulasi lainnya adalah
dibutuhkan badan professional yang memiliki komitmen terhadap kode etik profesi auditor.
Badan profesional juga dapat mendapatkan sanksi apabila melanggar aturannya sendiri.
Self regulation dari profesi auditor telah diamati secara luas , namun terdapat
bebarapa contoh penting dimana regulasi berawal dari tanggung jawab otoritas negara.
Contohnya, di Prancis dan Italia tanggung jawab peraturan auditor merupakan tanggung
jawab badan pelaksana independen masing- masing negara. Dalam kasus AMF dan
organisasi pendahulunya Commision des Operation de Bours (OCB) , pembuat aturan bekerja
bebarengan dengan badan perwakilan prefeosi auditor Compagnie Nationale des
Commissaires aux Comptes (CNCC) dalam proses pengawasan terhadap profesi auditor.
Sebuah studi dari FEE, yang merupakan badan pelaksana independen dari
keseluruhan sistem dalam pembuatan laporan keuangan. Peran dari badan tersebut dalam
regulasi pelaporan keuangan adalah untuk mendukung regulasi pemerintahan , yang memuat
sistem hukum dan standar akuntansi. Sebuah badan pelaksana independen adalah
perpanjangan dari pengajuan pengawasan , yang merupakan bagian paling dasar dari
peraturan kerangka konseptual. Ketika banyak negara telah memiliki sebuah badan yang
bertanggung jawab untuk pengajuan pengawasan, membentuk sebuah pelaksana independen
merupakan peristiwa yang kerap kali dihubungkan dengan pengadopsian IFRS di tahun 2015.
Melihat betapa pentinganya aplikasi yang komprehensif dan konsisten terhadap IFRS dalam
pencapaian tujuannnya, masing – masing anggota EU membutuhkan badan pelaksana
independen di dalamnya. The Committee of European Securities Regulators (CESR)
melaporkan bahwa pada tahun 2006, 20 dari 27 negara anggota Uni Eropa telah mendirikan
mekanisme penegakan hukum yang memenuhi, paling tidak sebagian, persyaratan yang
ditetapkan oleh standar CESR untuk persyaratan hukum.
Seorang regulator pasar sekuritas adala bentuk yang paling sering di amati untuk
sebuah badan pelaksana independen. Contohnya termasuk AMF di Perancis, Consob di Italy,
Autoriteit Financiele Markten ( or AFM, Financial Market Authority ) di Belanda., The
Securities Exchange Commission in the United States and ASIC di Australia. Badan
pelaksana independen memiliki kewajiban ekstra dan kekuatan dalam kaitannya dengan
peraturan pada pasar sekuritas, yang mana jauh di luar pengawasan pelaporan keuangan.
Namun , badan – badan tersebut dapat sangat aktif dalam menegakan pelaporan keuangan
sesuai dengan standar hukum dan standar keuangan. The SEC adalah sebuah contoh nyata
dari sebuah regulator pasar yang aktif, yang terlibat dalam pengaturan standar akuntansi,
menyediakan saran dan mengambil tindakan hukum untuk perusahaan.
Agar laporan keuangan dapat dibaca dan dapat memberikan informasi yang jelas di
berbagai negara, laporan keuangan yang baik membutuhkan suatu standar yang dimana
syarat
– syarat laporan keuangan untuk mencapai suatu standar tersebut harus memiliki landasan
hukum dan regulasi tertulis berupa peraturan standar akuntansi dan audit. Namun
kenyataannya, adanya perbedaan kultur, budaya, situasi politik, kenyataan di lapangan dan
faktor-faktor lainnya membuat penerapan standar akuntansi di tiap negara berbeda-beda.
Oleh karena itu, dibuatlah suatu standar akuntansi internasional agar dapat diikuti oleh setiap
negara.
Latar Belakang
Peran penting IASB yang sangat krusial adalah pada tahun 2002, European
Commission (EC) memustuskan bahwa penggunaan IASB sebagai standar akuntansi dimulai
pada tahun 2005, sehingga semua perusahaan di wilayah Uni Eropa harus mengadopsi IASB
sebagai standar akuntansi. Hal ini menjadi sebuah langkah fundamental dalam
mempromosikan laporan keuangan yang lebih transparan dan dapat dibandingkan oleh
perusahaan-perusahaan Eropa. Keputusan tersebut membuat kebingungan massal di negara-
negara Uni Eropa. Oleh karena itu dibutuhkan langkah-langkah strategis. Pertama, standar
IASB sudah harus fixed dan stabil peraturannya pada 1 Maret 2004, untuk kemudian ditinjau
ulang oleh Accounting Regulatory Committee (ARC) apakah IASB dapat digunakan di Uni
Eropa, mengingat IASB memiliki banyak pekerjaan rumah dan waktu yang sempit untuk
memfinalisasi standar. Kedua, Setiap anggota Uni Eropa harus bersiap mengadopsi IASB
dengan pertimbangan apakah IFRS dapat diintegrasikan dengan standar pelaporan keuangan
nasional. Ketiga, profesi akuntansi, termasuk akuntan independen dan auditor eksternal, harus
bersiap mengadopsi IFRS sehingga dibutuhkan pelatihan-pelatihan teknis. Setiap karyawan
perusahaan juga harus memahami IFRS. Perusahaan harus merevisi sistem pencatatannya
dengan IFRS dan mereka juga harus mengkomunikasikan adopsi IFRS tersebut kepada para
investor dan pemegang saham.
Program konvergensi IASB dan FASB dimulai melalui perjanjian Norwalk pada
tahun 2002. FASB yang telah lama berdiri sejak tahun 1973 dan digunakan sebagai standar
akuntansi di hampir seluruh dunia, telah mempertimbangkan penggunaan standar
Internasional IASB di Amerika Serikat. Beberapa perusahaan sudah mengungkapkan
kesediaannya untuk penggunaan standar IASB, walaupun hingga tahun 2007, US Stock
Exchange Commission (SEC) masih mempertahankan tentang perlunya dilakukan
rekonsiliasi antara IFRS dan US GAAP. Namun mulai banyaknya perusahaan di dunia yang
mulai menggunakan IFRS sebagai standar akuntansinya memberikan tekanan untuk tidak
melakukan rekonsiliasi terhadap US GAAP. Dan pada tahun 2007, SEC pun mengizinkan
perusahaan asing yang menggunakan IFRS agar tidak perlu lagi melakukan rekonsiliasi.
Dalam praktiknya, pada tahun 2005 konvergensi IASB/FASB sebagai suatu perangkat
peraturan yang „stabil‟ membutuhkan proses yang rumit. Hal ini karena IASB
ingin menerapkan suatu standar yang stabil dan dapat digunakan oleh semua negara, dimana
secara bersamaan mempertimbangkan sejauh mana standar tersebut dapat dipahami dan
disesuaikan terhadap US GAAP. Dibutuhkan suatu identifikasi untuk mencari perbedaan
antar keduanya, kemudian dicarikan solusi untuk dapat diadopsi oleh keduanya. Perbedaan
yang sangat mencolok terletak pada prinsip standar akuntansinya. IFRS bersifat principal
based sedangkan US GAAP yang bersifat rule based.
Pengadopsian IFRS juga mulai dilakukan di Indonesia. Dimulai pada tahun 2008,
konvergensi antara IFRS dan PSAK dilakukan secara bertahap oleh Dewan Standar
Akuntansi Keuangan – Ikatan Akuntansi Indonesia (DSAK – IAI). Konvergensi dilakukan
dengan beberapa tahap. Tahap pertama yaitu tahap adopsi yang dilakukan pada tahun 2008 –
2010. Tahap kedua yaitu tahap persiapan akhir yang dimulai pada tahun 2011. Tahap terakhir
yaitu tahap peresmian dimulai pada 1 Januari 2012, Indonesia mulai menerapkan IFRS.
IASB diperuntukkan untuk sektor swasta. Untuk sektor publik, diperlukan suatu
pendekatan yang berbeda dikarenakan tujuan dari lembaga/badan publik berbeda dengan
tujuan perusahaan swasta yang mengedepankan profit.
Penerapan standar auditing pertama yang tercatat terdapat di Amerika Serikat yang
dilakukan oleh American Institute of Accountants pada tahun 1939. Tujuannya adalah
bertanggung jawab dalam mempertahankan standar etis, termasuk dalam mendisiplinkan
anggota yang tidak mengikuti standar akuntansi dan audit. Namun, peraturan ini dianggap
lemah dikarenakan belum adanya persyaratan hukum untuk para akuntan yang ingin
bergabung di dalamnya. Sampai pada tahun 1960-an, peraturan tersebut mulai dihidupkan
kembali oleh The American Institute of CPAs walaupun bersifat sukarela.
Sampai pada akhirnya terjadi skandal akuntansi yang dilakukan oleh Enron dan
perusahaan lainnya pada awal tahun 2000an yang dianggap sebagai kegagalan pasar. Maka
dibutuhkan intervensi dari pemerintah dalam menerapkan standar audit agar peraturannya
lebih ketat. Sejak munculnya Sarbanes-Oxley Act (2002), peninjauan audit perusahaan di
Amerika Serikat dilakukan oleh lembaga pemerintah yaitu Public Company Accounting and
Oversight Board (PCAOB).
Walaupun standar audit mulai diatur oleh pemerintah, standar tersebut hanya berfokus
kepada pembuatan kembali standar – standar lama untuk dimasukkan ke dalam undang-
undang, dibanding dengan perubahan/revisi konten – konten yang ada didalamnya. Sehingga
dikembangkan yang namanya International Standards on Auditing (ISA) oleh International
Auditing and Assurance Standards Board (IAASB).
IAASB beroperasi dibawah International Federation of Accountant (IFAC). Selain itu
IFAC juga mendirikan Public Interest Oversight Board (PIOB) untuk meningkatkan
kepercayaan terhadap standar yang dikeluarkan oleh IAASB dan IFAC. Diharapkan bahwa
standar tersebut dibentuk dan ditetapkan secara transparan dan untuk kepentingan publik,
dengan memberikan kesempatan kepada publik dan regulator untuk memberikan input dan
memfasilitasi regulasi audit.