PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
morbiditas dan mortalitas penyakit menular yang sangat tinggi pada bayi, anak-
anak dan orang usia lanjut didunia. Sebesar 20% kematian terjadi pada anak
kurang dari lima tahun akibat ISPA dengan perhitungan sekitar 2,04 juta
kematian per tahun (Selvaraj, K. dkk 2014, dalam Halim, Y. & Pambudi, W.
2019). ISPA salah satu penyebab kematian utama didunia dan penyebab
turunnya kualitas hidup (disability adjusted life years atau DALY) khususnya
khususnya bayi dibawah usia lima tahun (balita) mulai dari ISPA ringan
sampai berat. ISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu bagian
atau lebih dari satu saluran napas, dan berlangsung selama 14 hari. ISPA yang
terutama pada anak-anak. (Dinkes Sultra. 2016, dalam Jalil, 2018). Pada ISPA
dikenal tiga cara penyebaran infeksi yang pertama melalui aerosol yang lembut
terjadi saat batuk, melalui aerosol yang lebih kasar, terjadi pada waktu batuk
dan bersin, dan yang terakhir melalui kontak langsung/tidak langsung dari
1
2
benda yang telah dicemari jasad renik (hand to hand transmission). (Alsagaff,
ISPA di negara berkembang Asia dan Afrika seperti: India (48%), Indonesia
(38%), Ethiopia (4,4) dan China (3,3), dengan angka kematian balita di atas 40
per 1000 kelahiran hidup adalah 15-20% pertahun pada golongan usia balita.
4,4%. Provinsi yang memiliki prevalensi tertinggi adalah Papua sebesar 10,5%,
Provinsi Jawa Barat memiliki prevalensi 5%, dan Provinsi DKI Jakarta
menjelaskan, porsi kematian balita di Jawa Barat tahun 2017 sebesar 3,6/1000
kelahiran hidup.
Statistik (BPS) Kabupaten Karawang, kasus penyakit sering terjadi pada tahun
2018 adalah ISPA dengan jumlah 178.891 kasus. Menurut data laporan kasus
di UPTD Puskesmas Tanjung Pura pada tahun 2018, memiliki angka kejadian
ISPA tertinggi tercatat ada 4094 kasus dan masuk sepuluh besar penyakit
2019, ISPA masih dalam catatan sepuluh besar penyakit dan menempati posisi
3
pertama dengan jumlah sebanyak 1556 kasus. 551 kasus terjadi pada balita.
diantaranya adalah faktor individu (umur, berat badan lahir (BBL), status
kepadatan huian di dalam rumah, dan pencemaran udara yang terjadi di dalam
rumah), dan faktor perilaku seseorang. (Niki & Mahmudiono. 2019). Faktor
lingkungan yang saat ini perlu diperhatikan terkait wabah yang sedang terjadi
adalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS diantaranya mencuci
tangan dengan air bersih dan sabun, dan menjaga kesehatan lingkungan..
Banyak faktor yang menjadi perhatian dalam tingginnya jumlah kasus ISPA
pada balita, menurut Niki & Mahudiono (2019) ada beberapa faktor
faktor kondisi lingkungan rumah, asap rokok dalam rumah, jenis bahan bakar
memasak, dan kondisi jendela rumah. Sedangkan menurut Jalil (2018) adalah
pengetahuan ibu.
4
salah satu faktor yang juga berhubungan dengan ISPA pada balita adalah
informasi, sosial, budaya dan usia. Menurut Notoatmodjo 2003 dalam Budiman
& Riyanto, A. 2013. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi
Upaya yang telah dilakukan untuk mengendalikan penyakit ini yaitu dengan
angka kejadian ISPA sangat diperlukan peran petugas kesehatan yaitu terutama
tidak terkena penyakit ISPA, yaitu melalui upaya memperhatikan rumah sehat
Mahmudiono, 2019)
terakhir yaitu dari bulan Desember 2019 hingga Februari 2020 tercatat kurang
lebih 300 kasus ISPA yang terjadi pada masyarakat sekitar Tanjung Pura.
10 ibu secara acak. Dari 10 ibu yang diwawancarai didapatkan data bahwa
sebanyak 9 ibu tidak mengetahui apa itu ISPA, gejala dan tanda, pencegahan,
pengobatan, komplikasi ISPA pada balita, serta tidak tahu bagaimana perilaku
hidup dan sehat yang benar, 8 ibu tinggal dengan perokok aktif bersama balita
dalam satu rumah dan kurang dalam pelaksanaan prilaku hidup bersih dan
sehat.
B. Rumusan Masalah
morbiditas dan mortalitas penyakit menular yang sangat tinggi pada bayi, anak-
anak dan orang usia lanjut di dunia. ISPA adalah proses peradangan yang
disebabkan oleh virus maupun infeksi bakteri, Penyakit ISPA sering dijumpai
6
pada masyarakat, khususnya bayi dibawah usia lima tahun (balita). Menurut
data laporan kasus di UPTD Puskesmas Tanjung Pura dalam 2 tahun terakhir
adalah faktor individu itu sendiri, faktor lingkungan, dan faktor perilaku
usia. Selain pengetahuan ada juga faktor yang berhubungan dengan lingkungan
terkait PHBS yaitu cuci tangan dengan air bersih, dan pencemaran udara yang
yang dapat dirumuskan adalah faktor apa saja yang berhubungan dengan
Tanjung Pura Tahun 2020. Dari hasil penelitian yang dilakukan peneliti diatas
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
7
dan kondisi lingkungan rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di UPTD
2. Tujuan Khusus
2020
Tahun 2020
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi
8
2. Bagi Puskesmas
TINJAUAN TEORI
A. Konsep ISPA
1. Definisi
zat asing, yang melibatkan salah satu atau seluruh bagian saluran
2019). Secara lebih lanjut, Sari (2013) menjelaskan bahwa infeksi saluran
bawah yang disebabkan oleh infeksi jasad renik atau bakteri, virus, maupun
reketsia tanpa atau disertai dengan radang parenkim paru. Gejala ISPA
memberikan gambaran klinik yang berat dan sering kali berakhir dengan
kematian. (Alsagaff & Mukty, 2010). Dari definisi diatas dapat disimpulkan
bahwa ISPA merupakan Infeksi Saluran Pernapasan Akut yang dapat terjadi
pada saluran atas maupun bawah, ISPA umunya terjadi pada balita, anak-
anak, dan orang dewasa disebabkan oleh bakteri ataupun virus. ISPA yang
akan jelaskan pada proposal ini adalah ISPA pada balita atau anak dibawah
lima tahun.
9
10
2. Epidemiologi
ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Insiden menurut
negara berkembang dan 0,05 kasus per anak/tahun di negara maju. Ini
menunjukkan bahwa terdapat 156 juta kasus baru di dunia per tahun di
adalah Papua sebesar 10,5%, Provinsi Jawa Barat memiliki prevalensi 5%.
kematian balita di Jawa Barat tahun 2017 sebesar 3,6/1000 kelahiran hidup.
maupun partikel dan gas yang ada di udara sangat tergantung pada 3 unsur
alamiah yang selalu terdapat pada orang sehat, yaitu: utuhnya epitel mukosa
dan gerak mukosilia, makrifag alveoli, dan sntibodi setempat. ISPA dapat
menjadi jalan masuk bagi virus. Hal ini dapat terjadi pada kondisi yang
11
penuh sesak. Setelah itu, kuman akan menginfiltrasi lapisan epitel. Apabila
ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan riketsia. Bakteri yang
Virus yang menjadi penyebab ISPA antara lain berassal dari golongan
Herpesvirus. Bakteri dan virus yang paling sering menjadi penyebab ISPA
yang ada di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran
pernapasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung (Sari, 2013, dalam
tahun yang masih memiliki kekebalan tubuh yang lemah atau belum
risiko serangan ISPA. Beberapa faktor lain yang juga diperkirakan turut
Menurut Hartono & H, Dwi. (2012) dalam bukunya yang berjudul ISPA
a. Agen Penginfeksi
b. Umur
umur 3-6 bulan, pada waktu ini antara hilangnya antibody keibuan dan
produksi antibody bayi itu sendiri. Sisa infeksi dari virus berkelanjutan
membuat sakit ringan pada anak dewasa tetapi menyebabkan sakit yang
hebat di sistem pernapasan bagian bawah atau batuk asma pada balita.
13
c. Ukuran
Disamping itu jarak antara struktur dalam sistem yang pendek pada
kecil dan anak muda yang mebuat pathogen mudah untuk masuk ke
d. Daya Tahan
e. Variasi Musim
pada perubahan awal musim panas. Infeksi yang berkaitan dengan asma
yang sedang terjadi di dunia pada saat ini adalah Severe Acute Respiratory
balita.
Virus corona terjadi pada bulan Desember 2019 di Tiongkok China, wabah
virus yang awalnya hanya terjadi di kota Wuhan China dengan cepat
berubah menjadi epidemik yang menyerang satu negara China, dan hanya
a. Wabah
daerah tersebut.
b. Epidemi
yang tidak secara tetap menjangkit di daerah itu. Pengertian lain epidemi
yaitu wabah yang menyebar di area geografis yang lebih luas. Virus
c. Pandemi
atau wilayah dunia. Jika ada kasus terjadi di beberapa negara lainnya
tenggorokkan, batuk, pilek, sesak napas, demam disertai sakit kepala, letih,
dan lesu. Masa inkubasi penyakit ini juga sama berkisar antara 2-14 hari,
virus.
nyeri kepala.
c. Sindroma Faringokonjungtiva
Merupakan varian dari sindroma faring yang disebabkan oleh virus yang
gejala faringitis itu sendiri. Sindroma ini banyak terdapat pada anak
sekolah.
d. Sindroma Influenza
fisik cukup berat, dengan gejala batuk, meriang, panas, lemah, nyeri
rumah.
e. Sindroma Herpangina
Syndrome)
obstruktif akuta tampak gawat dan berat berupa batuk, sesak napas yang
lain. Gejala awal sering ringan yaitu berupa sindroma korisa, kemudian
ISPA yang Disebabkan Oleh Jasad Renik Bukan Golongan Virus Maupun
Bakteria
banyak terjadi melalui kontak yang erat seperti yang terjadi di dalam
walaupun ISPA tipe ini terjadi sepanjang tahun dengan puncak kejadian
di musim dingin.
b. Psitakosis-Ornitosis
ornitosis banyak terdapat pada burung merpati. Kedua jasad renik ini
didapatkan dalam tinja dan air liur burung, serta tahan terhadap
19
4. Manifestasi Klinis
(2019). Tanda dan gejala ISPA ialah demam, emingismus, anoreksia, mual
dan muntah, diare, nyeri abdomen, sumbatan nasal, keluaran nasal, batuk,
dan sakit tenggorokan. Pada stadium awal, gejala ISPA ditunjukkan dengan
rasa panas, kering dan gatal dalam hidung, yang kemudian diiringi bersin
terus-menerus, hidung tersumbat dengan ingus encer serta demam dan nyeri
dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari, disertai malaise,
5. Faktor Risiko
e. Bayi tidak mendapatkan ASI atau medapat ASI tetapi tidak memadai,
Penyakit yang disebabkan oleh virus ataupun bukan bila tidak mendapatkan
6. Komplikasi
keadaan atau gambaran klinis berat yang terjadi pada ISPA diantaranya:
b. Penentuan adanya tanda bahaya, bila terdapat satu atau lebih gejala
sebagai berikut berarti ada tanda bahaya; tidak bisa minum, kejang,
jika ada tanda bahaya dapat juga diartikan pneumonia dan mungkin
ataupun non-farmakologi.
22
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program
dan obat batuk yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).
batuk yang kurang bermanfaat. Ada dua macam pengobatan yang dapat
a. Pengobatan Farmakologi
prokain.
tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang
b. Asuhan Keperawatan
1) Pengkajian
baru mengalaminya
24
berwawasan rendah.
2) Diagnosa Keperawatan
prilaku sehat.
tingkat pengetahuan.
4) Rencana Keperawatan
Istirahat yang cukup diperlukan bagi siapa saja baik itu dalam
penyakit tersebut.
urin.
dihimbau agar menerapkan Prilaku Hidup Bersih dan Sehat atau PHBS,
8. Definsi PHBS
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan
yang mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat baru mencapai 55%.
balita setiap bulan, menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan air
sekali seminggu, makan buah dan sayur setiap hari, melakukan aktivitas
B. Konsep Lingkungan
1. Definisi Lingkungan
Ratnawati, 2017).
2. Komponen Lingkungan
umum, yaitu
a. Kesehatan Rumah
C. Konsep Pengetahuan
1. Definisi
dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek
didapat dari proses pembelajaran yang telah dilakukan dengan berbagai cara
2. Jenis Pengetahuan
2013)
a. Pengetahuan Implisit
b. Pengetahuan Eksplisit
atau disimpan dalam wujud nyata, bisa dalam wujud perilaku kesehatan.
3. Tahapan Pengetahuan
a. Tahu (Know)
32
b. Memahami (comprehension)
materi tersebut secara benar. Jika seorang ibu sudah mengatahui konsep
(comprehension).
c. Aplikasi (application)
tersebut secara benar. Jika ibu sudah dapat melalui tahapan memahami
(application).
33
d. Analisis (analysis)
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Setelah ibu
ibu dapat menganalisis masalah yang ada pada balita dengan tetap
mengacu pada teori yang ibu ketahui, misalnya ibu mengetahui anaknya
demam dengan mengacu pada teori ISPA maka ibu dapat membedakan
e. Sintesis (synthesis)
misalnya ibu mengetahui jika tindakan cuci tangan itu dapat mencegah
atau mata lalu virus dapat berkembang biak didalam tubuh, namun akan
f. Evaluasi (evaluation)
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Jika ibu sudah melalui
34
evaluasi (evaluation).
D. Penelitian Terkait
prevalensi ISPA pada balita terbesar terdapat di region Jawa-Bali (28,1%) dan
berdasarkan analisis per region adalah asap rokok dalam rumah (3 region),
region). Region Jawa-Bali memiliki proporsi balita paling tinggi yang terpajan
region ini menunjukan hanya faktor pajanan asap rokok dalam rumah yang
ISPA non imunisasi, yaitu ASI Ekslusif (p=0,031), merokok dalam rumah
dalam rumah, penggunaan obat nyamuk dan membuka jendela rumah). Ada
Serta hasil penelitian yang dilakukan oleh Jalil, Yasnani, Sety. yang berjudul
merokok dengan Pvalue = 0,014, dan pengetahuan ibu dengan Pvalue = 0,029.
tidak terdapat hubungan antara lingkungan fisik rumah dengan kejadian ISPA,
terdapat hubungan antara paparan asap rokok dengan kejadian ISPA, dan
terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita.
E. Kerangka Teori
Bagan 2.1
Kerangka Teori Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
ISPA pada Balita
Konsep ISPA
a. Definisi
b. Epidemiologi
c. Patofisionogi dan Etiologi
d. Manifestasi Klinis
e. Faktor Risiko
f. Komplikasi
g. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Pada BAB ini peneliti akan membahas mengenai kerangka konsep, hipotesis, dan
A. Kerangka Konsep
variabel yang diteliti. (Shi, 2008, dalam Swarjana, 2012). Kerangka konseptual
merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal yang khusus.
Oleh karena konsep merupakan abstrak maka konsep tidak dapat diamati
Notoatmodjo (2018)
dengan tidak sengaja atau sudah selesai dilakukan, dengan begitu dapat
disimpulkan bahwa kejadian ISPA merupakan suatu peristiwa yang telah ada
38
39
atau terjadi pada Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Adapun bagan
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen
Variabel Dependen
- Kondisi lingkungan
rumah terkait PHBS Kejadian ISPA pada
- Pengetahuan ibu Balita
1. Umur
2. Pendidikan Terakhir
3. Pekerjaan
Keterangan:
B. Hipotesis
dijumpai dua jenis hipotesis yaitu hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif
(Ha).
ini adalah: “Ada hubungan antara faktor kondisi lingkungan rumah terkait
PHBS dan pengetahuan ibu dengan kejadian ISPA pada balita di UPTD
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi suatu konsep atau variabel dalam suatu
kalimat yang mampu menggambarkan suatu konsep atau variabel dalam suatu
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel Independen
berbagai cara
Tabel 3.2
Definisi Operasional Variabel Dependen
METODE PENELITIAN
Pada BAB ini peneliti akan membahas mengenai desain penelitian, tempat dan waktu
penelitian, populasi dan sampel penelitian, etika penelitian, alat, teknik dan prosedur
pengumpulan data, dan analisa data. Adapun penjelasannya yaitu sebagai berikut:
A. Desain Penelitian
1. Populasi
43
44
Puskesmas Tanjung Pura selama satu tahun sebanyak 551 kasus yang
2. Sampel
dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel
pada penelitian ini adalah ibu dengan kasus balita ISPA di UPTD
a. Kriteria Sampel
1) Kriteria Inklusi
c) Bersedia diwawancarai
Sampel dalam penelitian ini yaitu ibu yang membawa balita dengan
Mei yaitu sejumlah 200 kasus. Adapun sampel yang diambil dengan
Z 2 1−α /2 P .Q
n=
d2
45
Keterangan:
n : Sampel
populasi
Q : 1-P
populasi
sebagai berikut:
Diketahui:
Z2 1−α /2 : 3,8416
P : 200/9053 = 0,0220
Q : 1-0,0220 = 0,978
d : 0,0025
Jawab:
Z 2 1−α /2 P .Q
n=
d2
0,0826558656
n=
0,0025
n=33,06
untuk mencegah drop out subjek, sampel ditambah dengan 10% maka
D. Etika Penelitian
Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap
kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti
dan peneiliti juga akan mengajukan permohonan izin kepada pengurus dan
mengisinya.
diketahui oleh peneliti dan kerahasiaan dijamin oleh peneliti, dan hanya
inclusiveness)
Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah
kuesioner atau angket, angket adalah suatu cara pengumpulan dara atau
(Notoatmodjo, 2018)
diantaranya:
sebelumnya
a. Tahap Perizinan
Karawang.
b. Tahap Pelaksanaan
mengisi kuesioner.
50
c. Tahap Terminasi
1. Uji Validitas
atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih
berarti memiliki validitas yang rendah. (Arikunto, 2006, dalam Budiman &
sekitarnya dengan mencari ibu yang memiliki balita dengan ISPA, dengan
teknik uji yang digunakan adalah korelasi Product Moment. Skor setiap
dan r hitung. Dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dari r tabel dan
51
dikatakan tidak valid jika r hitung lebih kecil dari r tabel (r tabel = 0,444)
4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 13, 14, 15 dinyatakan valid karena didapatkan hasil
dan 12 dinyatakan valid karena didapatkan hasil r hitung lebih besar dari
r tabel.
dengan nilai r hitung lebih rendah dari r tabel, yaitu nomer 10 = -0,092,
2. Uji Realibilitas
hitung diwakili Alpha dengan r tabel pada taraf kepercayaan 95% atau taraf
Cronbach < konstanta (0,444), maka dikatakan tidak realibel. Dari hasil uji
0,632. Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji realibilitas pada instrumen
0,695. Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji realibilitas pada instrumen
0,581. Hal ini menunjukkan bahwa hasil uji realibilitas pada instrumen
G. Pengolahan Data
1. Editing
atau kuesioner.
2. Coding
komputer.
H. Analisa Data
1. Analisis Univariat
dari jenis datanya. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
2. Analisis Bivariat
Dengan derajat kemaknaan 95% atau nilai alpha (α) = 0,05. Dengan
ketentuan apabila nilai p value lebih kecil sama dengan alpha (α) yaitu p
value ≤ 0,05 maka terdapat hubungan yang bermakna (H0 ditolak dan Ha
2010, dalam Angeline, 2019). Dalam penelitian ini Odds Rasio (OR) yang
AB AD
digunakan adalah sebagai berikut: Odds Rasio ( y )= =
BD BC
OR < 1 berarti tidak ada faktor risiko, tetapi sebagai faktor proteksi