Anda di halaman 1dari 8

ILMU KEDOKTERAN GIGI MASYARAKAT

ARTIKEL MANAJEMEN LOGISTIK KESEHATAN

SUBTOPIK : DISTRIBUSI

Oleh

RISA BELA SELVIA ALIYULITA (191611101076)

RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2020
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Logistik


Secara etimologi, logistik berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu “logistikos” yang
berarti terdidik atau pandai dalam memperkirakan kebutuhan. Logistik merupakan bagian
dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan barang atau bahan untuk kegiatan
operasional instansi tersebut dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai
kebutuhan) dengan harga serendah mungkin. Logistik modern yaitu proses pengelolaan yang
strategis terhadap pemindahan, penyimpanan, dan persediaan barang dari para supplier
kepada pasien (Kasengkang dkk, 2016).

1.2 Tujuan Logistik


Kegiatan logistik secara umum mempunyai tiga tujuan. Tujuan operasional adalah agar
tersedia barang, serta bahan dalam jumlah yang tepat dan mutu yang memadai. Tujuan
keuangan meliputi pengertian bahwa upaya tujuan operasional dapat terlaksana dengan biaya
yang serendah-rendahnya. Sementara tujuan pengamanan bermaksud agar persediaan tidak
terganggu oleh kerusakan, pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian dan penyusutan
yang tidak wajar lainnya serta nilai persediaan yang sesungguhnya dapat tercermin di dalam
sistem akuntansi (Safitri dkk, 2015)

1.3 Pengertian Manajemen Logistik


Manajemen logistik adalah proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan
penyimpanan barang dari penyedia kepada para pengguna (Lestari & Haksama, 2017).
Manajemen logistik mampu menjawab proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian
aliran yang efisien dan efektif dari barang atau jasa dan informasi terkait mulai dari titik asal
sampai titik penggunaan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan (Kasengkang dkk,
2016).

1.4 Tujuan Manajemen Logistik


Tujuan utama manajemen logistik adalah untuk memulihkan dan mengelola peralatan
medis, mencari untuk memenuhi kekurangan tenaga profesional, untuk menangani dan
mengoperasikan peralatan dan mempromosikan perawatan pasien secara aman (Oliviera dkk,
2017).
1.5 Fungai Manajemen Logistik
Saat ini, hampir tidak mungkin memberikan pelayanan kesehatan tanpa alat kesehatan.
Mengingat ketersediaan alat kesehatan begitu penting dalam upaya pelayanan kesehatan,
maka perlu adanya manajemen 3 logistik alat kesehatan untuk menjaga kualitas dalam jumlah
yang sesuai dengan memperhatikan standar sesuai dengan klasifikasi (Faruq dkk, 2017).
Menurut Subagya (1994), fungsi manajemen logistik meliputi fungsi perencanaan, fungsi
penganggaran, fungsi pengadaan, fungsi penyimpanan, fungsi pendistribusian, fungsi
pemeliharaan, fungsi penghapusan, dan fungsi pengendalian.

1.6 Fungsi Pendistribusian


Berdasarkan pendapat Subagya (1994) dalam Barus (2015) menyatakan bahwa
pendistribusian adalah kegiatan atau usaha untuk mengelola pemindahan barang dari satu
tempat ke tempat lainnya. Tahapan distribusi: 1) Semua jenis logistik yang dibeli atau
diadakan baik melalui pihak ketiga (rekaan) maupun pembelian sendiri harus melalui dan
diterima oleh panitia penerima barang. 2) Setelah panitia penerima barang menerima logistik
yang diserahkan maka harus melakukan pengecekan secara cermat terhadap jenis barang
apakah sudah sesuai dengan kontrak baik jenis spesifikasi dan jumlahnya. Kelengkapan
dokumen pengiriman juga harus diperiksa apakah telah sesuai dengan kontrak (nama, rekaan,
tanggal pengiriman, jenis, jumlah, harga barang, dan lain sebagainya). 3) Dilihat apakah
pengiriman telah melampaui batas waktu sesuai dengan batas waktu yang tertera dalam
kontrak. Jika melampaui maka panitia penerima arang membubuhkan tanda tangannya sesuai
dengan tanggal pada saat barang tersebut diterima. 4) Setelah dokumen selesai diperiksa,
maka barang didistribusikan ke puskesmas, puskesmas akan mendistribusikan ke unit
jaringannya sesuai dengan kebutuhan

1.7 Pengertian Obat


Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk
memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi untuk manusia (Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan, 2019).

1.1 Distribusi Obat


Cara Distribusi Obat yang Baik yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara
distribusi/penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang
jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Sertifikat CDOB
adalah dokumen sah yang merupakan bukti bahwa PBF dan PBF Cabang telah memenuhi
persyaratan CDOB dalam mendistribusikan Obat dan/atau Bahan Obat. PBF, PBF Cabang,
dan Instalasi Sediaan Farmasi dalam menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran Obat dan/atau Bahan Obat wajib menerapkan pedoman teknis CDOB. Pedoman
teknis CDOB meliputi: a. manajemen mutu; b. organisasi, manajemen, dan personalia; c.
bangunan dan peralatan; d. operasional; e. inspeksi diri; f. keluhan, Obat, dan/atau Bahan
Obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali; g. transportasi; h. fasilitas distribusi
berdasarkan kontrak; i. dokumentasi; j. ketentuan khusus Bahan Obat; k. ketentuan khusus
produk rantai dingin; dan l. ketentuan khusus narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi
(Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan, 2019).

1.1 Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)


1. Berlaku untuk aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian
obat dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi.
2 Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat bertanggungjawab
untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan mempertahankan integritas rantai
distribusi selama proses distribusi.
3 Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku pembanding dan obat uji
klinis.
4 Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan prinsip kehati-
hatian (due diligence) dengan mematuhi prinsip CDOB, misalnya dalam prosedur yang
terkait dengan kemampuan telusur dan identifikasi risiko.
5 Harus ada kerja sama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan cukai, lembaga
penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi, fasilitas distribusi dan pihak
yang bertanggung jawab untuk penyediaan obat, memastikan mutu dan keamanan obat
serta mencegah paparan obat palsu terhadap pasien (Peraturan Badan Pengawas Obat
Dan Makanan, 2019)

1.10 BPJS
Salah satu upaya pemerintah untuk mengimplementasikan kebutuhan masyarakat akan
pelayanan kesehatan yang telah diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 adalah
Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
terdiri dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. Untuk program jaminan
kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan, implementasinya telah dimulai
sejak 1 Januari 2014. Program tersebut selanjutnya disebut dengan Program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) (Barus, 2015).
BAB II

PEMBAHASAN

Meningkatnya kuantitas pasien yang masuk program Badan Penyelenggara Pelayanan


Jaminan Sosial (BPJS) menjadikan frekuensi layanan ikut meningkat khususnya dalam
pelayanan obat. Meningkatnya layanan obat membutuhkan suatu managemen sehingga dapat
mempermudah pelayanan. Managemen logistik obat kesehatan merupakan proses
pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan obat dari penyedia kepada
para pengguna. Fungsi manajemen logistik obat meliputi fungsi perencanaan, fungsi
penganggaran, fungsi pengadaan, fungsi penyimpanan, fungsi pendistribusian, fungsi
pemeliharaan, fungsi penghapusan, dan fungsi pengendalian. Fungsi pendistribusian adalah
kegiatan atau usaha untuk mengelola pemindahan barang dari satu tempat ke tempat lainnya.
Tahap distribusi merupakan tahapan dari siklus manajemen obat yang sangat penting
dan kompleks. Sasongko mengevaluasi tahapan pengelolaan obat terutama distribusi dan
penggunaan obat pada pasien rawat jalan di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr.
R. Soeharso Surakarta. Pengambilan data dilakukan selama bulan Februari-Maret 2014. Jenis
penelitian ialah deskriptif analitik dengan pengambilan data secara retrospektif dan konkuren.
Sampel penelitian sebesar 100 pasien dan 660 lembar resep. Hasil evaluasi menunjukkan
bahwa belum semua pengelolaan obat pada tahap distribusi dan penggunaan dikelola secara
efisien. Indikator yang belum efisien ialah kecocokan jumlah obat dengan kartu stok sebesar
99,33%, masih terdapatnya stok mati sebesar 3,33%, peresepan generik masih sebesar
70,18%, dan obat yang diresepkan sesuai formularium rumah sakit sebesar 95,76%. Faktor-
faktor yang memengaruhi kinerja pengelolaan obat antara lain kurangnya ketelitian petugas
instalasi logistik dalam pencatatan, kasus penyakit yang jarang, beberapa obat tidak ada
generiknya dan tidak semua dokter hafal isi formularium rumah sakit.
Rumah sakit menyalurkan obat melalui pengisian formulir yang paling sederhana untuk
memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam pendistribusian dan pemberian.
Ketika suatu obat dikeluarkan dari kemasannya yang asli atau disiapkan dan disalurkan dalam
bentuk atau wadah (container) yang berbeda dan tidak segera diberikan maka obat harus
diberi label dengan nama obat, dosis atau konsentrasi obat, tanggal penyiapan, dan tanggal
kadaluwarsa. Farmasi sentral dan titik distribusi obat yang lain di seluruh rumah sakit
menggunakan sistem yang sama. Sistem menunjang pengeluaran obat secara akurat dan tepat
waktu.
Hasil penelitian mendapatkan antrian yang panjang dan lama. Sebagian pasien/
keluarga mengatakan bahwa pasien tidak mendapatkan obat dengan jumlah yang terdapat
dalam resep dan disuruh bolak balik. Obat yang diberikan tidak diikuti dengan pemberian
informasi tentang obat. Apoteker dan asisten apoteker sudah melakukan sesuai SOP
penerimaan resep atau penyiapan obat yaitu mencantumkan tanggal pembuatan, nama pasien,
nama obat, dosis obat, aturan pakai, waktu, dan rute pemberian. Petugas penerima mengisi
nama penerima resep, tanda tangan, dan menanyakan nomor tilpon penerima obat. Mengenai
penyerahan obat pada pasien terdapat 7 klarifikasi benar, yaitu kejelasan penulis, benar obat,
benar waktu dan frekuensi pemberian, benar dosis, benar rute pemberian, benar pasien, serta
benar informasi dan dokumentasi. Dengan antrian yang panjang dan resep yang menumpuk
kadang kala petugas tidak menginformasi cara minum obat atau rute pemberian obat.
Sehingga yang perlu dilakukan evaluasi yaitu tentang kenyamanan pasien dalam pelayanan
obat seperti mengkombinasikan dengan system online contohnya yaitu dengan mendata
semua pasien BPJS di computer terpadu layanan obat kemudian pasien bisa memesan obat
yang melalui system online kemudian para petugas dapat mencatat dan memberikan
informasi kepada pasien kapan obat tersebut bisa diambil sehingga pasien tidak perlu antre
terlalu lama dan menumpuk di rumah sakit, petugas juga bekerja lebih efisien dengan tetap
menjelaskan kepada pasien cara penggunaan, berapa kali dan sebagainya saat mengambil
obat.
DAFTAR PUSTAKA

Barus, M. (2015). Sistem Pelaksanaan Manajemen Logistik Alat Kesehatan di Puskesmas


Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Faruq, Z. H., Badri, C., & Sodri, A. (2017). Penilaian Manajemen Peralatan Laboratorium
Medis di RSUD Se Provinsi DKI Jakarta. Labora Medika, 1(1): 16-20.

Kasengkang, R. A., Nangoy, S., & Sumarauw, J. (2016). Analisis Logistik (Studi Kasus Pada
PT. Remenia Satori Tepas-Kota Manado). Jurnal Berkala Ilmiah Efisiensi, 16(1): 750-
759.

Lestari, P. B., & Haksama, S. (2017). Analisis Fungsi Manajemen Logistik Di Badan
Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga Berencana Kota Surabaya. Jurnal
Administrasi Kesehatan Indonesia, 5(1).

Oliviera, E. M., Guimaraes, E. H., & Jeunon, E. E. (2017). Effectiveness of Medical-Care


Equipment Management: Case Study In A Public Hospital In Belo Horizonte / Minas
Gerais. International Journal of Innovation, 5(2): 234-249.

Peraturan Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2019
Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik

Safitri, H. M., Rahman, A., & Usman, A. (2015). Analisis Pengendalian Intern atas
Pelaksanaan Prosedur Persediaan Obat-Obatan pada Rumah Sakit PHC Surabaya.
Jurnal Akuntansi UBHARA, 141-151.

Anda mungkin juga menyukai