Anda di halaman 1dari 9

RESUME

TERAPI FARMAKOLOGI PADA PROSES PERSALINAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah PKK Persalinan


Dosen Pembimbing : Yulia Ulfah Fatimah, S.ST., M.Keb.

Oleh :
Vivi Adriyani
P17324118009
Tk.2B

POLTEKKES KEMENKES BANDUNG


JURUSAN KEBIDANAN BANDUNG
2020
TERAPI FARMAKOLOGI PADA PROSES PERSALINAN

Menurut Wenny (2011), penggunaan obat-obatan pada periode persalinan dan kelahiran
harus mempertimbangkan keselamatan 2 orang yaitu ibu dan janin yang dikandung. Kadang-
kadang ibu terlalu takut menghadapi persalinan terutama karena nyeri yang akan dirasakan. Lalu
mereka meminta pemberian obat-obatan tanpa mempertimbangkan pemberian obat-obatan
tersebut dapat mempengaruhi kondisi janin. Obat-obatan yang diberikan bermacam-macam,
yang biasanya diberikan dengan cara disuntikkan oleh seorang dokter ahli anastesi.
Pemberian obat-obatan ini, ibu dan bayi juga dalam pengawasan dokter sehingga jika
terdapat pengaruh yang tidak diinginkan segera dapat diatasi. Sebagian besar obat-obatan yang
diberikan pada saat persalinan dan kelahiran bayi berfungsi sebagai analgetik atau mengurangi
rasa sakit. Selain itu, juga ada obat yang berperan untuk mengurangi kecemasan, mual muntah,
dan ketidaknyamanan pada proses persalinan. Akan tetapi yang perlu diingat, masingmasing obat
mempunyai efek samping yang perlu diperhatikan dan harus diberikan sepengawasan dokter ahli
dibidangnya.
Managemen farmakologi merupakan suatu pendekatan yang digunakan untuk
menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-obatan. Agen farmakologis yang digunakan
dalam penatalaksanaan nyeri selama persalinan dibagi menjadi dua golongan yaitu analgesik dan
anastesia.

A. Analgesik Sistemik
Pemberian analgesia sistemik memberikan beberapa keuntungan, antara lain
administrasi obatnya mudah dan juga cara pemberiannya mudah diterima oleh pasien.
Analgesik jenis ini tidak menyebabkan kehilangan kesadaran dan biasanya diberikan di
awal persalinan. Pemberiannya dapat dilakukan melalui intravena maupun intramuskular.
Namun obat jenis ini memiliki efek samping berupa mual, mengantuk serta kesulitan
berkonsentrasi. Oleh karena itu pemberian obat ini terkadang dikombinasi dengan obat
lain untuk mengatasi efek samping nya. Penggunaan dosis tinggi dapat menyebabkan
depresi pernapasan pada ibu dan bayi. Oleh karena itu, pemilihan obat, penentuan dosis
yang tepat, waktu pemberian dan metode administrasi obat harus diperhatikan untuk
menghindari adanya depresi baik pada maternal atau neonatal. Obat yang diberikan
secara sistemik selama proses persalinan antara lain.
1. Opioid
Merupakan analgetik yang kuat yang bersedia dan digunakan dalam
penatalaksanaan nyeri dengan skala sedang sampai dengan berat. Obat-obat ini
merupakan patokan dalam pengobatan nyeri pasca operasi dan nyeri terkait kanker.
Morfin merupakan salah satu jenis obat ini yang digunakan untuk mengobati nyeri berat.
Berbeda dengan OAINS yang bekerja diperifer, Morfin menimbulkan efek analgetiknya
di sentral. Morfin menimbulkan efek dengan mengikat reseptor opioid di nukleus
modulasi di batang otak yang menghambat nyeri padasistemassenden.
2. Meperidine
Obat ini paling sering digunakan karena onsetnya cepat. Obat ini dapat diberikan
secara intravena dengan dosis 25-50 mg (efektif dalam 5-10 menit) maupun
intramuskular dengan dosis 50-100 mg (efek puncak dalam 40-50 menit). Meperidin
melewati plasenta secara cepat dan mencapai equilibrium ibu dan fetus dalam waktu 6
menit. Gejala depresi pusat napas pada bayi yang baru lahir akan terlihat jika bayi
dilahirkan 2-3 jam setelah pemberian meperidin. Gejala tersebut sedikit berkurang jika
bayi dilahirkan kurang dari 1 jam setelah pemberian meperidin (sebelum onset kerja
meperidin dimulai) atau bayi dilahirkan 4 jam setelah pemberian meperidin (setelah
durasi kerja meperidin selesai). Yang merugikan dari meperidin adalah meperidin
dimetabolisme menjadi normeperidin pada neonatus sehingga waktu paruhnya lebih
lama.
3. Alphaprodine (Nisentil)
Alphaprodine mempunyai onset kerja yang paling cepat dan durasi kerja yang
pendek sehingga dulu banyak digunakan untuk persalinan. Tetapi sekarang tidak tersedia
lagi karena dapat menyebabkan pola denyut jantung fetus sinusoid.
4. Fentanyl
Fentanyl adalah opioid sintetik yang kerja cepat dan durasi kerjanya pendek.
Fentanil 100 µg ekuipotensi dengan 10 mg morfin dan 100 mg meperidine. Dosis fentanil
50-100 µg IM dan mencapai efek puncak 7-8 menit setelah pemberian atau 25-50 µg IV
dan mencapai efek puncak 3-5 menit setelah pemberian. Fentanyl tidak menembus
plasenta. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fentanyl tidak mempengaruhi nilai
Apgar skore bayi, nilai asam basa tali pusat, atau skor neurobehaviour.18
5. Remifentanil
Merupakan obat analgetik yang bekerja secara agonis pada reseptor opioid. Obat
ini bekerja ultra cepat. Remifentanil dapat menembus plasenta tetapi secara cepat
dimetabolisme oleh neonatus. Remifentanil merupakan pilihan jika pasien kontraindikasi
dengan teknik neuroaxial. Salah satu penulis mengatakan bahwa remifentanil dengan
dosis 0.1-0.2 mcg/kg/min berhasil untuk mengurangi nyeri pada persalinan.
6. Analgetik non opioid (non narkotik)
Disebut juga analgetika perifer karena tidak mempengaruhi susunan saraf pusat.
Semua analgetika perifer memiliki khasiat sebagai antipiretik yaitu menurunkan suhu
badan saat demam. Khasiatnya berdasarkan rangsangan terhadap pusat pengatur kalor di
hipotalamus, mengakibatkan vasodilatasi perifer di kulit dengan bertambahnya
pengeluaran kalor disertai keluarnya banyak keringat. Misalnya paracetamol, asetosa dan
berkhasiat pula sebagai antiinflamasi. Antiinflamasi sama kuat dengan analgetik,
digunakan sebagai anti nyeri atau rheumatik contohnya asetosal, asam mefenamat,
ibuprofen. Anti radang yang lebih kuat contohnya fenilbutazon. Sedangkan yang bekerja
serentak sebagai anti radang dan analgetik contohnya indometazin.
7. Sedatif dan tranquilizer
Obat sedatif dan tranquilizer berfungsi untuk mengurangi rasa cemas atau dapat
digabung dengan narkotik untuk mengurangi efek mual dan muntah. Barbiturat sudah
jarang digunakan saat ini karena efek samping yang dapat timbul pada neonatus jika
digunakan dengan dosis tinggi. Tranquilizers yang banyak digunakan adalah
phenothiazine dan benzodiazepine. Obat tersebut efektif sebagai anxiolitik dan antiemetik
serta dapat menurunkan variabilitas denyut jantung janin. Benzodiazepine efektif sebagai
anxiolytik, hipnotis, antikonvulsan dan obat amnestik. Yang banyak digunakan untuk
kasus obstetrik adalah diazepam. Diazepam dengan dosis kecil yaitu 2,5-10 mg tidak
akan mempengaruhi nilai Apgar skor ataupun nilai asam basa neonatus. Diazepam
dengan dosis besar dapat menyebabkan hipotonia, letargi dan hipotermia pada neonatus.
Natrium benzoate yang digunakan sebagai buffer di dalam cairan injeksi dapat
menggantikan bilirubin dari albumin dan dapat menyebabkan hiperbilirubinemia.
Diazepam merupakan obat pilihan utama pada pasien kejang akibat toksisitas anestesi
dan eklampsia.
B. Analgesia dan Anesthesia Regional
Teknik analgesia regional memberikan efek analgesi yang baik dengan efek
depresan minimal pada maternal dan fetus. Teknik analgesia regional yang sering
digunakan adalah blok neuroaxial sentral (epidural analgesia, spinal analgesia dan
combinasi spinal dengan epidural), blok para servikal dan blok pudendal. Teknik yang
lebih jarang digunakan adalah blok simpatis lumbar. Analgesia regional bisa menjadi
kontraindikasi jika terdapat koagulopati yang berat, hipovolemia akut, dan adanya infeksi
pada area penusukan jarum. Analgesia dan anestesi regional banyak digunakan karena
lebih efektif mengurangi nyeri dibandingkan obat-obat lainnya sementara ibu tetap sadar
serta kooperatif selama persalinan.
1. Analgesia epidural
Analgesia epidural adalah suatu teknik memasukkan obat anastesi lokal ke ruang
epidural di daerah lumbal tulang belakang dengan menempatkan selang kateter untuk
memasukkan obat anestesi secara berkala sesuai kebutuhan pasien dan lamanya
persalinan. Keuntungan anestesia epidural antara lain dapat mengurangi penggunaan obat
nyeri secara sistemik yang dapat menyebabkan depresi neonatus. Pengurangan nyeri bisa
menurunkan sekresi katekolamin endogen, meningkatkan perfusi uteroplasenta,
menurunkan hiperventilasi selama kontraksi dan mengurangi penurunan perfusi
uteroplasenta sebagai hasil dari alkalosis. Pada analgesi epidural, ibu dalam kondisi sadar
sehingga dapat berpartisipasi pada proses persalinan dan risiko aspirasi paru lebih rendah
dibandingkan dengan general anestesi.
Disamping memiliki beberapa keuntungan, analgesia epidural juga memiliki
kerugian yaitu terjadinya hipotensi yang bisa menyebabkan insufisiensi uteroplasenta,
persalinan lama, kadang-kadang harus dibantu dengan vakum/forceps, bisa terjadi reaksi
toksik terhadap anestesi lokal, nyeri kepala postdural punksi. Kontraindikasi penggunaan
analgesia epidural antara lain; pasien menolak, gangguan koagulasi, infeksi pada daerah
penempatan kateter dan hipovolemia.
2. Anestesia spinal
Anestesia spinal banyak digunakan untuk persalinan dengan bantuan forsep
karena anestesia spinal dapat memblok pergerakan otot dasar panggul. Anestesia spinal
akan mengendorkan otot dasar panggul dan kekuatan ekspulsif dapat dikurangi dengan
adanya segmen abdominal yang di blok. Terdapat beberapa macam obat anestesia lokal
yang sering dipakai pada anestesia spinal seperti prokain, lidokain (Xylocaine), tetrakain
(Pantocaine), bupivakain (Marcaine atau Sensorcaine), dan dibukain (Cinchorcaine).
Komplikasi anestesia spinal yang dapat muncul adalah ”spinal headache”.
”Spinal headache” dapat terjadi karena keluarnya CSF dari jarum yang ditusukkan saat
anestesia spinal dan bisa akibat dari masuknya udara pada tempat injeksi yang
mengakibatkan iritasi. Pusing dapat berkurang dengan cara berbaring pada tempat yang
datar. 23
3. Analgesia kombinasi spinal-epidural
Teknik kombinasi analgesia spinal epidural (combined spinal-epidural analgesia
atau CSE) dapat memberikan keuntungan pada pasien yang mengalami nyeri pada awal
persalinan yang berat dan memerlukan analgesia sebelum persalinan. Pada persalinan
kala I, dapat dipilih injeksi bupivakain 2,5 mg atau ropivakain 3-4 mg dengan opioid
intratekal. Dosis intratekal ialah fentanil 4-5 μg.
Keuntungan CSE diantaranya adalah mengurangi pergerakan yang diblok, tidak
menyebabkan instabilitas kardiovaskular, mengurangi jumlah anestesi lokal pada
sirkulasi sistemik dan dapat mempercepat kala 1 persalinan pada nulipara. Efek samping
CSE adalah pruritus, mual dan muntah, depresi respirasi dan bradikardi pada fetus.
Bradikardia pada fetus dapat terjadi karena adanya hipotensi pada ibu yang menyebabkan
perfusi uteroplasenta menurun, bisa karena menurunnya epinephrin pada ibu sehingga
efek norepinephrin meningkat dan terjadilah vasokontriksi pembuluh darah uterus dan
tonus uterus meningkat dan bisa karena efek vagotonik langsung dari Sufentanil. Terapi
untuk bradikardia pada fetus adalah dengan memberikan Efedrin IV untuk meningkatkan
cardiac output ibu dan jika tetap bradikardia maka dapat diberikan Terbutaline IV.
4. Blok paraservical
Blok simpatik paravertebral lumbar merupakan alternatif analgesia ketika adanya
kontraindikasi mutlak pada tekhnik neuroaxial sentral. Teknik yang dilakukan adalah
dengan memblok impuls saraf dari uterus dan servik melalui injeksi anestesi lokal pada
jaringan paraservikal. Teknik ini biasanya digunakan pada persalinan kala 1. Blok pada
paraservikal ini tidak mengurangi nyeri perineal.
Blok pleksus paraservikal ini jarang dipakai karena keterkaitannya dengan
tingginya angka bradikardi pada janin, asidosis dan kematian janin. Dekatnya tempat
injeksi (pleksus paraservikal atau ganglia Frankenhauser) dengan arteri uterinalis secara
anatomik dapat menyebabkan vasokonstriksi arteri uterinalis, insufisiensi uteroplasenta,
dan meningkatnya kadar anestesi lokal pada sirkulasi janin.

5. Blok pudendal
Blok pudendal dikerjakan tepat sebelum kelahiran, dengan memblok saraf
pudendal ketika melewati ischial spine. Teknik ini menyebabkan analgesia pada
perineum. Blok nervus pudendalis dapat dikombinasikan dengan infiltrasi perineal
anestesi lokal untuk menyediakan anestesi perineal selama persalinan kala II ketika jenis
anestesi lain tidak adekuat. Komplikasi yang dapat muncul dari penggunaan blok nervus
pudendalis ialah injeksi intravaskular, hematom retroperitoneal, dan abses retropsoas atau
subgluteal.

C. Analgesia inhalasi
Agen inhalasi yang digunakan adalah dengan menggunakan entonox yaitu
campuran 50% nitrogen oksida dan 50% oksigen. Teknik ini merupakan teknik yang
akhir-akhir ini sering digunakan dan berguna dalam memberikan analgesia yang
dikombinasikan dengan kadar oksigen tinggi, dengan mula kerja dan penghentian yang
cepat dan efek merugikan yang minimal pada bayi. Ibu memegang maskernya sendiri,
sehingga jika ia menjadi terlalu mengantuk masker dapat terlepas dari wajahnya, dengan
demikian sang ibu dapat mengendalikan sendiri pemberian agen tersebut. Ibu diminta
untuk mulai menghirup saat 30 detik sebelum kontraksi uterus. Efek dari agen inhalasi ini
terhadap kontraksi uterus dan neonatus adalah tergantung dari konsentrasi agen yang
digunakan. Jika menggunakan konsentrasi kecil maka tidak ada efek buruk yang
ditimbulkan. Agen inhalasi selain N2O yang dapat digunakan adalah eter, kloroform,
cyolopropane dilanjutkan dengan trichoroethylene dan methoxyflurane.
Enflurane, isoflurane dan desflurane adalah sebagai agen tambahan untuk saat ini.
Analgesia dalam persalinan dapat digunakan agen anestetik inhalasi dalam konsentrasi
sub anestetik untuk menghilangkan rasa nyeri dengan tetap menjaga kesadaran ibu dan
mencegah terjadinya regurgitasi dan aspirasi isi lambung. Ether mempunyai beberapa
efek samping termasuk efek emetik paten dengan bau-bauan yang tidak enak, iritasi pada
saluran pernapasan dan eksplosif. Kloroform mempunyai bau yang enak, tidak iritan,
lebih potensial dalam bekerja, lebih cepat daripada eter tapi memiliki hal yang tidak
diinginkan, dosis berhubungan dengan efek samping aritmia dan kerusakan hati.
Keuntungan dari anestesi inhalasi ini adalah ibu tetap sadar dan dalam kontrol anelgesia
serta efek durasinya pendek.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2006. Pedoman Pelayanan Farmasi Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan Departemen Kesehatan R I. Available at:
http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/ Pharmaceutical /IBUHAMIL.pdf. Diakses
pada : 12 Oktober 2020
Datta S. Obstetric Anesthesia Handbook 4th edition. Springer Science+Business Media, Inc. 2006
Ery Leksana. Mengatasi Nyeri Persalinan. CDK. 2011;.38 (4);294-298
Gupta S, Kumar GSA, Singhal H. Acute Pain – Labour Analgesia. Indian J.Anaesth. 2006;
50(5):363-369
Macyntire PE, Scott DA, Schug SA. Acute Pain Management: Scientific Evidence 3 rd edition.
Australian and New Zealand College of Anaesthetists. 2010
Mangku G,Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. IndeksJakarta : 2010.
Jensen MS, Rebordosa C, Thulstrup AM. 2010. Epidemiology, Vol. 21, No.6: 779-785
Morgan GE, Mikhael MS, Murray MJ. 2006. Obstetric Anesthesia. In: Clinical anesthesiology.
4th ed. Lange medical books/ mcgraw-hill companies, inc

Anda mungkin juga menyukai