Anda di halaman 1dari 30

TUGAS HOMILETIK

NAMA: MARIANUS YASINTO OGUR

NPM: 16. 75. 5927

SEKOLAH TINGGI FILSAFAT KATOLIK LEDALERO

2019

1
Yosua 8: 30-35

Mezbah di gunung Ebal; pembacaan hukum taurat

Pada waktu itulahYosua mendirikan mezbah di gunung Ebal bagi TUHAN, Allah Israel,
seperti yang diperintahkan Musa hamba Tuhan kepada Israel menurut apa yang tertulis dalam
kitab hukum Musa: suatu mezbah dari batu-batu yang tidak dipahat, yang tidak diolah dengan
perkakas besi apapun. Di atasnya mereka mempersembahkan korban bakaran kepada Tuhan dan
mengorbankan korban keselamatan. Dan disanalah di atas batu-batu itu, dituliskan Yosua salinan
hukum Musa yang dituliskannya di depan orang Israel. Seluruh orang Israel para tua-tuanya,
para pengatur pasukannya dan para hakimnya berdiri sebelah-menyebelah tabut, berhadapan
dengan para imam yang memang suku lewi, para pengangkat tabut perjanjian TUHAN itu, baik
pendatang maupun anak negeri, setengahnya menghadap ke gunung Gerizim dan setengahnya
lagi menghadap ke gunung Ebal, seperti yang dulu diperintahkan oleh Musa hamba Tuhan,
apabila orang memberkati bangsa Israel. Sesudah itu dibacakannyalah segala perkataan hukum
Taurat, berkatnya dan kutuknya sesuai dengan segala apa yang tertulis dalam kitab hukum. Tidak
ada sepatah kata pun dari segala apa yang diperintahkan Musa yang tidak dibacakan oleh Yosua
kepada seluruh jemaah Israel dan kepada permpuan-perempuan dan anak-anak dan kepada
pendatang yang ikut serta.

Komentar11

Who are My People? (8:30-35)

Like ch. 1, this is another deuteronomic passage. It contains a strong liturgical havor (the
altar, the ark of the covenant, and the Levitical priests are mentioned) and it shows an evident
observance of all the deuteronomic requisites (Deut 11:29-32; 2711-26) with the participation of
everyone, including “the women, and the little ones, and the aliens” (v. 35; cf. v. 33). At the
same time Joshua is presented as the paradigm of the monarchy (cf. 2 Kings 23:1-3).The passage
speaks of the renewal of the covenant in which the orders of the Lord and the

1
Willian R. Farmer (ed.), The International Bible Commentary A Catholic And Ecumenical Commentary
For The Twenty-First Century (Philippines, 1998), hlm. 525.

2
Book of the Law of Moses have a central place. There is also the acknowledged intention of
making this event into a global experience: mention is made of all the words of the Law (three
times) and all the assembly of Israel. This indicates the dcuteronomic preoccupation with the
unity and equality of the people. No one, not even aliens. will be excluded from the covenant
with God or its benefits. Theologically speaking this passage compiles and verifies the direct
concerns of the book to demonstrate the privileged membership of aliens, little ones, and women
among the people (cf. chs. 2; .6; 9-10; 14:6-12; 15:18-19; 17:4). In this unit the theological
concern of the deuteronomic author surpasses and overshadows any other perspective, especially
the viewpoints of geography and history. Here the author wants to solve a key question about the
message of the book. Achan’s sin, which brought “trouble” in the beritic relationship between
God and the people, not only needed to show concrete punishment but also to manifest in a
concrete and forceful way the bond between the people and YHWH based on the covenant. The
covenant and its renewal are at the center. Only thus can we understand why, after the conquest
of Jericho and Ai, the people are now in the area of Shechem. Thea ology is what matters; the
instructions of Deuteronomy had to be fulfilled. This unit concludes the first.

Komentar 22

8:30-35 Mezbah di Gunung Ebal.

Ayat-ayat ini merupakan tambahan dari penyunting, karena mengganggu kelancaran


cerita dalam 8:29 dan 9:1. Ayat-ayat itu menceritakan pemenuhan perintah Musa (lih. U1 27:1-
8,11-13 dan Ul 11:29) mengenai apa yang terjadi jika umat masuk ke Tanah Terjanji. Perhatikan
referensi terhadap Musa yang berkali-kali terdapat dalam ayat-ayat ini. Kita akan melihat kelak
bahwa ayat-ayat ini berhubungan erat dengan bahan bab 24.

Gunung Ebal dan Gerizim berdiri berhadaphadapan dan dibatasi rawa-rawa dalam di
pusat utara Israel, sekitar 20 mil sebelah utara Ai. Di antara gunung itu ada kota Sikhem, sebuah
tempat ibadah kuno. Kedua gunung ini mengapit jalan tembus yang penting yang membentang
timur-barat melewati daerah pegunungan Israel tengah.

2
Dianne Bergant dan Rober J. Karris (ed) Tafsir Alkitab Perjanjian Lama(Yogyakarta: Kanisius
2002),hlm. 239.

3
Komentar 33

8:30-35 Pembaharuan perjanjian di Sikhem.

Dalam suatu tindakan agamawi yg mempunyai makna yg penting sekali, kini Yosua
memperingatkan orang Israel tentang sifat yg sebenarnya dari kemenangan mereka. Tempatnya
adalah pegunungan yg telah ditentukan oleh Musa untuk upacara khidmat pembaharuan
perjanjian itu (U1 11:29), tapi adalah mungkin sekali bahwa upacara-upacara itu dipusatkan di
Sikhem, yg terletak di lembah antara pegunungan-pegunungan dan yg dipandang suci karena
hubungannya dengan para bapa leluhur. Sikhem adalah tempat terjadinya upacara perjanjian
berikutnya (YOS 21), tetapi tidak ada alasan untuk mengataan sebagaimana dilakukan oleh
beberapa orang (mis G.W Anderson, ’Joshua’, dalam Peake’s Commentary on the Bible, 1962),
bahwa ini adalah laporan duplikat dari peristiwa yg sama.

Adalah sangat masuk akal bahwa baik pada masuknya ke dalam hidup di Kanaan,
maupun kemudian ketika ia telah merasakan bahwa kepemimpinannya menjelang berakhir,
Yosua harus menghadapi umat itu dengan tantangan yg tak dapat dielakkan untuk ketaatan
terhadap perjanjian. Sesuai perintah tegas dari Musa, Yosua memanggi] mereka untuk
memperbaharui janji ketaatan mereka kepada Yahweh, dan guna mendengarkan syarat-syarat
atas dasar mana mereka dapat mempertahankan hak pemilikan mereka atas negeri itu.-Lih U]
11:29, 30; 27:1-26.

Beberapa hal meminta catatan.

a. Adalah mengherankan, bahwa tidak diceritakan tentang perebutan Sikhem, suatu kota tua
berbenteng. Namun umat itu melakukan kebaktian penyerahan diri justru di luar gerbang-
gerbangnya, di sini dan sekali lagi pada akhir hidup Yosua (lih 24:1 dab). Ada 2 penjelasan yg
mungkin. Satu, bahwa Yosua tidak melaporkan secara lengkap tentang penaklukan Kanaan:
ditiadakannya suatu laporan mengenai perebutan Sikhem mungkin tidak mempunyai arti sama
sekali. Penjelasan lain ialah, bahwa penduduk Sikhem tidak bermusuhan dengan orang Israel.
Kel 34 menggambarkan bagaimana kota itu sampai ke tangan Yakub; surat-surat Amarna

3
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/Omf, Tafsiran Alkitab Masa Kini 1 Kejadian –Ester (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1981), Hlm. 364-366

4
menyingkapkan bahwa kr 1380 sM, Labayu pangeran dari Sikhem, berserikat dengan orang
Habiru, yg mungkin ada kaitannya dengan orang Ibrani.

Adalah mungkin bahwa Yakub telah mengalihkan pengawasan Sikhem kepada kelompok
penduduk keturunan Semitis, yg percaya juga kepada Allahnya Israel, dan bahwa ketika Israel
memasuki Kanaan mereka menemukan pada penduduk Sikhem suam suku banga yg mempunyai
hubungan darah dengan mereka. H.L Ellison (Joshua 2 Samuel, Bible Study Books, No 2,
Scripture Union, 1967, h19) menyarankan, bahwa inilah yg menjelaskan bahasa dari Hak 9, di
mana para penduduk Sikhem adalah orang Israel, tapi menganggap dirinya lebih tinggi dari
Israel.

Sekalipun demikian, adalah penting bahwa mereka agaknya menganut suatu bentuk
kepercayaan yg sangat tidak sempurna lagi sinkretistis (tercampur dengan unsur-unsur kafir), yg
rupanya masih memperbolehkan mereka menyembah salah satu dari Baal Kanaani. Lih Hak
8:33; 9:4 hunjukan-hunjukan kepada Baal-Berit selaku ilah dari Sikhem. Namun, tidak ada bukti
langsung dalam Alkitab tentang kaitan yg sedemikian dengan orang Ibrani di Kanaan, walaupun
pengandaian ini adalah mungkin. Dan memang ada bukti yg kuat dalam Alkitab, yg menolak
dengan kuat pandangan banyak sarjana modern, bahwa adalah di Sikhem bergabungnya
sukuvsuku yg tidak pernah pergi ke Mesir, atau di Sinai dengan mereka yg telah datang keluar
dari Mesir dalam suatu ikétan atau persatuan suci dari ke-12 suku yg kini dipersatukan di bawah
kepemimpinan Yosua (bnd 4:1 dab).

b. Kesulitan perjalanan melalui daerah musuh ke Sikhem tidak menimbulkan permasalahan yg


sesungguhnya, karena daerah antaranya berpenduduk sangat jarang, mungkin sekali karena tidak
cukupnya persediaan air. Lagi pula, terdapat banyak kesaksian mengenai ketakutan yg
ditimbulkan oleh serangan itu, dan kelumpuhan perlawanan lokal akibat dari serangan itu.

c. Mengenai sifat perjanj'ian yg diperbaharui dan disahkan di sini, serta kemiripannya yg dekat
kepada perjanjian-perjanjian kepertuanan dari milenium kedua sM, lih pada Yes 24, di mana
perincian-perincian dari perjanjian kebangsaan yg sama diberikan lebih lengkap. Satu ciri di sini
yg tidak secara khas dihunjuk dalam Yos,24 ialah upacara khidmat yg tercakup di dalamnya (ay
30, 31).

5
31-35 Suatu mezbah dari batu-batu yg tidak dipahat didirikan di atas bukit Ebal, dan korban-
korban yg sungguhsungguh dipersembahkan. Sebuah salinan dari hukum Taurat Musa dituliskan
pada batu plesteran dan dibacakan dengan nyaring kepada orang banyak itu, dan diberikan
pemberitaan umum mengenai berkat-berkat dan kutuk-kutuknya. Enam suku. di Gerizim berseru
’Amin’ pada berkat, dan 6 suku di Ebal berseru ’Amin’ pada kutuk. ’Sejarah hanya dapat
memberikan sedikit saja adegan-adegan yg demikian mengesankan dalam keluhuran moral
seperti pada bangsa itu, yg demikian khidmat menganut hukum Allah selaku peraturan dari
hidupnya dan persyaratan dari kemakmurannya’ (Fairweather, From the Exodus to the
Monarchy). 33 Baik pendatang maupun anak negeri meliputi sukusuku bangsa seperti orang Ken
yg menggabungkan diri dengan orang Israel di padang belantara, perorangan~perorangan seperti
Rahab dan keluarganya dan kemudian orang Gibeon.

Komentar 44

Peresmian Perjanjian Israel Sebagai Hukum Negeri (8:30-35).


Bukannya merayakan kemenangan atas pertempuran di Ai, Yosua justru melakukan hal
yang ditinjau dari segi militer merupakan kebodohan - dia berhenti untuk melaksanakan sebuah
peziarahan yang diperintahkan Tuhan (Ul. 11:26-30; 27:2-13). Allah akan melindungi bangsa itu
pada saat mereka mengadakan ibadah di wilayah yang sangat suci bagi para leluhur. Yosua bisa
memimpin bangsa itu melalui jalur utara sekitar dua puluh mil dari Betel ke Sikhem, menelusuri
jalur yang hampir sama dengan jalur Yerusalem-Nablus sekarang, melalui pegunungan yang
ditumbuhi pohon (bdg. Yos. 17:18) nyaris tanpa tempat pemukiman kuno terkecuali Silo yang
kemudian didirikan Israel; atau yang lebih mungkin, mengingat bahwa perempuan dan anak-
anak ikut serta, Yosua bisa mengambil jalur yang lebih mudah dari Gilgal mendaki Lembah
Yordan dan Wadi Far'a di seberang Sungai Yabok.
Untuk mencapai amfiteater alamiah besar yang terbentuk oleh ceruk-ceruk melengkung yang
luas di kedua sisi gunung yang saling berhadapan itu, orang Israel harus melewati perbentengan
Sikhem yang menjaga jalan masuk ke lembah tersebut, kurang dari satu mil ke timur. Kota ini
pasti sedang dikuasai oleh pihak-pihak yang bersahabat dengan mereka (lih. 20:7; 24:1).
Beberapa Surat Amarna menyatakan bahwa sekitar tahun 1380 sM, Lab'ayu, pangeran Sikhem,
bersekutu dengan suku Apiru yang menyerbu. Di dalam kasus ini bangsa Israel mungkin yang

4
https://alkitab.sabda.org/commentary.php?passage=Yos 8:30-35

6
disebut dengan Apiru. Alasan persahabatan di antara orang Sikhem dengan orang Israel mungkin
disebabkan karena di antara penduduk Sikhem ada beberapa keturunan Yakub yang telah
meninggalkan Mesir dalam jumlah kecil sebelum masa penindasan (mis. I Taw. 7:24, yang
mengisahkan bahwa seorang putri atau cucu perempuan dari Efraim kembali ke Kanaan untuk
mendirikan Bet-horon beberapa angkatan sebelum Yosua).
Yos 8:30 - Di Gunung Ebal
30. Di Gunung Ebal. Di kaki tempat yang menonjol di pusat Kanaan ini. Ebal, gunung
yang lebih tinggi (3085 kaki) dibandingkan Gerizim (2890 kaki) itulah yang ditunjuk. Sekalipun
Musa telah memberikan perintah (di Ul. 27:2-4, 8) tentang menuliskan hukum Taurat di atas
batu-batu berplester yang besar, dan kemudian memerintahkan tentang mempersembahkan
kurban di atas mezbah yang terbuat dari batu-batu yang tidak dipahat (Ul. 27:5-7; bdg. Kel.
20:25), upacara agama tentu diawali dengan mempersembahkan kurban (bdg. Kel. 24:4-8) yang
perlu dilakukan karena perjanjian tersebut diresmikan untuk pertama kalinya di Kanaan.
Yos 8:32 - Di atas batu-batu itu
32. Di atas batu-batu itu. Bukan jenis batu yang dipakai untuk mezbah, tetapi di atas
pilar-pilar besar seperti batu peringatan setinggi tujuh kaki yang dipakai untuk menulis Hukum
Hamurabi yang terkenal itu dan sanggup menampung 3654 baris tulisan. Menurut Ulangan 27:2-
4, 8 batu-batu ini harus diplester kapur agar dapat ditulisi. Orang Mesir sering kali melakukan
hal itu sebelum menulis di atasnya dengan memakai tinta hitam. Beberapa batu peringatan yang
tingginya sekitar delapan kaki dan dilabur kapur telah ditemukan di Byblos berdekatan dengan
sebuah kuil yang berasal dari tanggal sekitar 200 sM. Kita hanya dapat menduga saja berapa
banyak hukum Musa yang telah berhasil dituliskan di atas batu-batu berplester kapur itu, tetapi
kemungkinan besar Ulangan 5-26. Tulisan di atas Batu Karang Behistun (The Behistun Rock)
panjangnya nyaris tiga kali panjang Kitab Ulangan.
Yos 8:33-35
33-35. Dengan para pejabat berdiri di sekitar tabut perjanjian di dekat mezbah, kurang
lebih setengah jalan di antara gunung dengan para suku yang ada di lereng, menurut Ulangan
27:11-26, Yosua menyuruh orang untuk membacakan hukum Taurat kepada bangsa itu. Hal itu
sesuai dengan maksud ilahi di dalam menaklukkan Kanaan yaitu agar Taurat diresmikan di pusat
negeri itu sehingga dengan demikian merupakan hukum yang berlaku di wilayah itu, dan juga

7
agar Israel membaharui sumpah perjanjian mereka kepada Yehova Allah mereka. Lihat Keluaran
24:4, 7; II Raja-Raja 23:3; Nehemia 8, 9 untuk pembacaan Taurat di depan umum

Mazmur 10: 12-18

Bagkitlah, TUHAN! ya Allah, ulurkanlah tangan-Mu

Jangan lupakan orang-orang yang tertindas

Mengapa orang fasik menista Allah sambil berkata dalam hatrinya:

“Engkau tidak menuntut?”

Engkau memang melihatnya, sebab Engkaulah yang melihat kesusahan dan sakit hati,

Supaya Engkau mengambilnya ke dalam tangan-Mu sendiri

Kepada-Mulah orang lemah menyerahkan diri untuk anak yatim engkau menjadi penolong.

Patahkanlah lengan orang fasik dan orang jahat, tuntutlah kefasikannya

Sampai Engkau tidak menemuinya lagi.

TUHAN adalah raja untuk seterusnya dan selama-lamamnya. Bangsa-bangsa lenyap dari
tanahnya

Keinginan orang-orang yang tertindas telah kau dengarkan, ya Tuhan; Engkau menguatkan hati
mereka, Engkau memasang telinga-Mu,

Untuk memberi keadilan kepada anak yatim dan orang yang terinjak; supaya tidak ada lagi
seorang manusia di bumi yang berani menakut-nakuti.

Komentar1 5

1. Jenis sastra
5
I. Suharya, Memahami Serta Menghayati Mazmur Dan Kidung (Yogyakarta: Kanisius, 1989), hlm. 58-60.

8
Menurut pendapat umum para penafsir, mazmur ini menggambarkan keadaan yang berikut
ini: sekelompok kawan memberikan nasihat kepada seorang yang secara tidak adil dihadapkan
ke sidang pengadilan. supaya ia melarikan diti saja kc gunung. Nasihat ini adalah yang terakhir.
Ancaman dari pihak musuh sedemikian besar, sehingga dasar-dasar hidup orang
beriman~kemungkinan pendoa mazmur adalah seoran g pemimpin umat--goncang, hidup
terancam. Satu-satunya kemungkinan adalah melarikan diri. Meskipun keadaannya begitu gawat,
pendoa mazmur memilih untuk melarikan diri kepada Allah dan menghadapi musuh-musuhnya:
Allahlah yang akan mengadili dan memenangkan perkara orang yang tidak bersalah. Keyakinan
inilah yang ditvangkan dalam mazmur, yang berbentuk pemyataan kepercayaan.

Mazmur ini dan yang bcrikumya dalam ibadat sore ini menyebut gunung (Mzm 11:1;
15:1). Dalam Kitab Suci, gunung adalah Iambang pertolongan yang datan g dari atas: "Aku
melayangkan mataku ke gununggunung; dari manakah akan datang pertolonganKu?” (Mzm
121:1). Apakah penolongan itu akan datang dari Baal. dewa bukit-bukit atau dari Yahwe, Allah
yang ada di sorga? Tema ini cocok untuk doa sore hari, saat kegelapan kecemasan dan keragu-
raguan merentangkan sayapnya.

2. Gagasan utama

Pendoa mazmur dihadapkan pada dua pilihan: melarikan diri ke gunung, masuk kc
wilayah Baal, atau kepada Tuhan. yang meskipun berdiam di Bait Suci akan tetapi bertahta di
sorga. Pendoa memilih yang terakhir. "Pads. Tuhan aku berlindung...” adalah jawaban tegas dari
pemazmur terhadap nasihat kawan-kawannya untuk lari. Ia mempunyai keynkinan bahwa hanya
Allah saja yang dapat dijadikan landasan hidup yang kokoh; "Batangsiapa percaya kepada Allah.
tidak akan melarikan diri” (Y es 28:16). Panazmur mengulangi kata demi kata nasihat kawan-
kawannya. Ini memmjukkam bahwa din dapat mengeni cara berpikir maeka. Namun ia
mempunyai pandangan lain (ay 1-3). Selanjumya pemazmur memberikan alasanmengapaiadapat
menghadapi masa depannya denganhati yang temmg (ay 4-7).

Gambaran yang dapat menjadi kunci untuk memahami mazmur ini adalah pandangan
Allah: ”PandanganNya selalu mengamat-amati”. Ormg-orang jahat sudah menunggu di tempat
gelap. Mereka sudah merena mngkan busur (ay 2). Seandainya Allah tidak membenci kekerasan
(ay 6) dan mencintai keadilan (ay 7), tentu pcndoa mazmur akan hancur. Dengan pandanganNya,

9
Allah yang bertahta di sorga, sampai kc bumi. Allah inilah satu-satunya yang dapat dijadikan
landasan hidup yang aman dan damai. Dia adalah satu-satunya Penguasa dan Hakim atas dunia.
Dialah yang akan memberikan kata terakhir. Ia memandang kc bumi untuk mengatur kembali
dunia umat manusia yang sudah hancur (ay 5). Orang-orang benar dalam harapan yang
memancar dari hati mereka, dapat memandang Allah (ay 7 teks yang terdapat dalam IH agak
sulit dimengerti. Ay 7 dapat dimengerti begini: orang yang mlus akan memandang wajahNya).
Allah tidak akan menyembunyikan did terhadap orang yang menyatakan harapannya yang begitu
besar (bdk Yes 38:11; Kej 33:10; Ayub 33:26). Inilah arah hidup orang benar.

Temyata orang-orang jahat tidak mempunyai mata seawas mata Allah dan tangan
merekapun kurang trampil. Sebelum mereka sempat melepaskan panah mereka, mereka sudah
dihancurkan oleh arang berapi dan belerang. Dengan demikian pertanyaan yang diajukan,
”Apakah yang dapat dibuat oleh orang benar itu ” (ay 3) dijawab pada akhir mazmur: ”Dia akan
memandang wajah Allah, karena Allah adalah adil" (ay 7).

3. Arti kristiani dan aktualisasi

Mazmur ini mengingatkan kita akan sabda bahagia: ’Berbahagialah orang yang dianiaya
oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” ’Berbahagialah orang
yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Mat 5:8.10). Memandang Allah dalam
maz'mur berarti melihat (= mengalami) Allah yang menolongnya. Dalam Injil. orang-orang yang
benar adalah orang-orang yang suci hatinya. Mereka memandang Allah. Benar dan suci berarti
setia kepada Allah dan menjadikan Allah satu-samnya harapan hidupnya.

Mazmur ini juga dapat dibaca dalam perspektif pengadilan terakhir. Mat 25 menunjukkan
dengan jelas apakah akhirnya yang disebut keadilan dan kejahatan. Mempunyai hati yang lurus,
adil berarti mengalahkan egoisme dan melayani orang lain: ”Aku lapar dan engkau memberi Aku
makan” (Mat 25:35). Kalau keadilan adalah kasih kepada sesame, sebalilmya kejahatan adalah
melupakan atau meremehkan orang-orang yang kita jumpai dalam perjalanan hidup kita:
"I‘uhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau haus, atau sebagai orang using, atau
telanjang atau sakit. atau dalam penjara dan kami tidak melayani Engkau. "‘ (Mat 25:44). Me.
reka ini akan masuk ke tempat siksaan kekal. tetapi orang benar ke dalam hidup yang abadi (Mat
25:46).

10
Komentar 26

(12-15) Mcreka meminta bukti kehadiran Allah sendiri sebagai Hakim dan Penolong:
Bangkitlah, TUHAN (= 9:20; lihat uraian di atas), ulurkanlah tanganMu, sama seperti halnya
pada waktu Israel dibawa keluar dari Mesir ”dengan tangan yang kuat dan lengan yang teracung”
(rumus deuteronomis Ul 4:34; 5:15; 7:18 dan seterusnya; bnd Mzm 44: 34; 77. 16 dan
seterusnya), bahkan ambillah ke dalam tanganMu sendiri --entah orang-orang yang diancam (bnd
’dalam naungan tanganMu’ pada Yes 49: 2, Mzm 91:1,4), entah penderitaan yang diangkat, atau
penindas yang diambil dan dijauhkan, nats tidak mengatakannya. Satu hal saja yang pasti:
”bukan untuk seterusnya orang-orang miskin dilupakan” (9: 19; bnd 10:11); orang-orang lemah
yang menycrahkan diri kepada Tuhan mengalami Dia sebagai Penolong, yang membenarkan
mereka (Mzm 37:40; 70:6; 86:17 dan seterusnya; Yes 50:7,9) serta memberkati mereka. (Kej
29:25) dan membela mereka terhadap lawannya (Mzm 46:6; 79:9; Yes 41:10,]3,14; 49:8; KeI
18:4). Sebaliknya orang-orang fasik mengalami Dia sebagai Hakim yang menuntut perbuatannya
dan mematahkan kuasa mereka. (yang diibaratkan dengan lengan mereka.) yang tadinya
digunakannya untuk menindas orangorang miskin.

Allah diharapkan menolong orang-orang yang tertindas dan meniadakan kefasikan lawan mereka
sekarang juga, dan bukan hanya. pada hari kiamat.

(16-18) Harapan ini berdasarkan keyakinan bahwa Tuhan adalah Raja sekarang di atas bumi dan
scterusnya (bnd Mzm 24:1, 7-9 dan urajan di situ). Di bawah pemerintahan Allah, di tanah
milikNya -yang besar kemungkinannya meliputi bumi seluruhnya. seperti halnya pada ay. 16a
-tidak ada ruangan lagi untuk bangsabangsa yang menentang kehendak Tuhan; seorang pun dari
antara mereka yang semuanya manusia yang fana (bnd 9:21 dan 8:5) --tidak boleh menakutkan
sesamanya lagi; kemerdekaan, yang Allah berikan, mencakup ”freedom from fear" (kebebasan
dari rasa takut) dan ”freedom from want” (kebebasan dari kekurangan) juga, karena Tuhan
mendengar dan memenuhi keinginan orang-orang yang tertindas dan menjamin hak hidup
mereka. Karena pemazmur percaya sepenuhnya kepada Tuhan, ia mengharapkan ”perbuatan
yang ajaib” (9:2) yang kini memelopori kerajaan Allah.

Komentar 37

6
M. C Barth dan B. A. Pareira, Tafsiran Alkitab Mazmur 1-41 (Bpk Gunung Mulia) hlm. 68-69.

11
Mzm 9-10

Kedua mazmur sebenarnya merupakan sebuah puisi akrostik, yaitu masing-masing bagian mulai
dengan huruf berikut dari abjad Ibrani yang terdiri dari dua puluh dua huruf. Seperti puisi
akrostik lainnya, yang ini merupakan sejumlah pernyataan terpisah yang disatukan dengan
bingkai lahiriah sebuah abjad. Puisi ini berbicara mengenai tiga tema: (1) penyelamatan orang
lemah dan miskin dari musuh-musuh mereka; (2) penghakiman semesta dan pemerintahan
’I‘uhan atas bangsa-bangsa; (3) kemakmuran orang jahat, yang menantang orang beriman. Kunci
yang bagus sehubungan dengan jenis ini mungkin 9:14-15, di mana pemazmur menghaturkan
syukur karena dibebaskan Allah. Berdasarkan pengalaman penyelamatan pribadi, pemazmur
menunjuk segi lain kekuasaan ilahi.

Komentar 48

10 (b) LAMENT. The laments can be personal (individual lament) or collective (a lament
of the com. munity). The individual lament predominates (about one-third)inthe Psalter: 3; 4(?);
5-7; 10(9B); 14 a 53; I7; 22(?); 25-28; 39-36; 38-39; 40:12-18; 42-43; SI; 52(?): 54-57; 58(E);
59; 61; 63~64; 69-71; 7722-11; 86; 88; 102; 109; 120; I40; 141-43. Thelife setting is indicated
by the content: The psalmist is in dire straits and he calls out to God for help.

The basic structure will be indicated, followed by a discussion of particular problems.


The song begins with an invocation onahweh (5 :2; 7:1), or “my God,” and a cry for help. Very
often epithets such as “God of hosts” or “my rock and my redeemer” are added. The introduction
may be continued for several verses, frequently with an expression of trust and a plea. The body
consists in the description of the distress and the request. The distress can be manifold: bodily
sickness (P55 6, 38, 88, [02), death (69), sin (51), unjust treatment (3 5), abandonment (22, 88),
and especially persecution by enemies The exaggeration in the descriptions is striking, and at
times it is not possible to identify exactly the reason for the complaint because of the stereotyped
language. The description leads into the request for the Lord’s intervention, which is expressed
in the imper. mood, or in the 3rd pets. jussive. Various devices are worked in, such as questions,
“why?” (10:1) and imprecations against the enemies. Specific motifs are adduced to move the
7
Dianne Bergant dan Rober J. Karris (ed) Tafsir Alkitab Perjanjian lama(Yogyakarta: Kanisius 2002),hlm.
529.

8
Geoffrey Chan, The Jerome Biblical Commentary (London: Prentice-Hall 1968), hlm. 620.

12
Lord to intervene: the psalmist’s trust in Yahweh; the Lord’s own attributes, such as his justice
or fidelity-the Lord owes it to himself to intervene; or the psalmist’s own innocence. The manner
in which Yahweh is “humanized" so as to induce him to have pity and intervene is quite striking.
The appeal may include a vow to offer a thanksgiving sacrifice in praise of the Lord (61 :9). The
conclusion is characterized by an expression of certainty that the prayer has been heard. This
may be expressed either modestly or with such force that one has the impression that an answer
has actually been rendered. This violent change raises a problem that has not yet been adequately
solved (--> 12 below).

H. Schmidt recognized a subsidiary class in the P55 of individual lament, which he called
”prayers of the falsely accused.” The life setting of these Pss is presumably a judicial procedure
at the Temple, in which the accusation cannot be clearly settled by law. The accused presents
himself before the priest and receives a decision, and the thanksgiving at the end of the poem is a
sign that he has been exonerated-a defeat for his enemies who had calumniated him as a
wrongdoer. Although not all would agree with Schmidt, who is also a protagonist of the
enthronement feast of Mowincltel, his interpretation has some merit. He reckoned about 20 Pss
belonging to this class, but 0. Eissfeldt would wisely limit the number 6‘0. four: 7;. ‘3 5, 57, 69
(Eissfeldt, QTI 119).

Tim 3: 10-17

Iman bertumbuh dalam penganiayaan dan dalam pembacaan Kitab Suci


Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku,
kesabaranku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara
seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra. Semua penganiayaan itu
kuderita dan Tuhan telah melepaskan aku dari padanya. Memang setiap orang yang mau hidup
beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya, sedangkan orang jahat dan penipu akan
bertambah jahat, mereka menyesatkan dan disesatkan. Tetapi hendaklah engkau tetap berpegang
pada kebenaran yang telah engkau terima dan engkau yakini, dengan selalu mengingat orang
yang telah mengajarkannya kepadamu. Ingatlah juga bahwa dari kecil engkau sudah mengenal
Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan
oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat
untuk mengajar, untuk menyatakan kesalah‘ an, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk

13
mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah
diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.

Komentar 19

3:10-17 Teladan pengarang sebagai pengajar. Berlawanan dengan para pengajar sesat
yang menentang kebenaran, Timotius dipuji sebagai seseorang yang mengikuti ajaranku (ay. 10;
lih. 2:2). Tekanan di sini diletakkan pada kesetiaan yang diperlukan dalam sebuah jabatan yang
berbeban berat. Timotius secara tegas diberi tahu bahwa tugasnya tidak hanya menjaga harta
kekayaan iman (1:14), tetapi juga dengan lembut membetulkan para lawan (2:25), untuk
menyatakan yang salah, menegur, dan menasihati dengan segala kesabaran (4:2). Pelaksanaan
kewibawaan dengan tegas tetapi sabar oleh penilik tentu mengakibatkan penderitaan. Itulah
sebabnya mengapa Timotius diingatkan, baik menyangkut sikap Paulus maupun ajarannya (ay.
10). Penganiayaan datang bersamaan dengan tugas bukan pengejaran politik yang berasal dari
pejabat negara, melainkan permusuhan dari dalam jemaat. Maka, keutamaan-keutamaan yang
dihargai adalah yang mendukung seseorang dalam kesukaran semacam itu: pendirian, iman,
kesabaran ketekunan (ay. 10). Dasar sikap yang baik ini adalah berpegang pada kebenaran,
demikian Timotius didesak untuk setia kepada iman jemaat, kepada rantai otentik ajarannya (1:5;
2:2).

Perhatian khusus diberikan kepada penerimaan Kitab Suci oleh Timotius -jelas alkitab
Yahudi yang dibaca dalam sinar iman kepada Yesus. Kitab Suci yang disebut di sini mungkin
Pentateukh, jalan hidup perjanjian; pengarang menunjukkan bahwa Kitab-kitab Suci ini
mengantar kepada keselamatan bagi mereka yang percaya dalam Kristus. Kitab~ kitab ini tidak
secara profetis menunjuk ke~ pada Yesus sendiri, tetapi bagaimana orangorang Kristen hidup.
Kita mengetahui adanya perdebatan dalam 1Tim mengenai penafsiran hukum Perjanjian Lama
(1:7) dan sikap salah terhadap perkawinan, pantang makanan, dan praktek asketis lainnya.
Pengarang menunjukkan di sini (1:8-11) bahwa Sepuluh Perintah adalah hukum perjanjian
jemaat Kristen, menyinggung penekanan Kristen bukan pada hukum dan legalisme Perjanjian
Lama, melainkan pada pengungkapan hukum kasih seperti ditemukan dalam hukum perjanjian
yang hakiki.

9
Dianne Bergant dan Rober J. Karris (ed) Tafsir Alkitab Perjanjian baru(Yogyakarta: Kanisius 2002),hlm.
402-403

14
Jemaat perdana diserang dari kedua sisi oleh sikap salah terhadap hukum. Beberapa
orang menolak semua hukum dan hidup seba. gai kaum libertini dan antinomian. bebas dari
segala otoritas dan tatanan; mereka mendasarkan sikap ini pada kebebasan yang radikal yang
mereka alami dengan mengambil bagian pada kebangkitan Kristus dan dalam memiliki Roh
Allah (lih. lKor 6:12). Cara berpikir demikian tercermin dalam 2Tim 2:18. Orang lain
menerapkan Yudaisme pada kekristenan dan menuntut pelaksanaan keras terhadap hukum (Kis
15:1-5; Gal 5:1-2). Mereka mendasarkan argumen mereka pada pentingnya nilai abadi sabda
Tuhan yang diwahyukan sebagai Kitab Suci. Jemaat-jemaat perdana melihat ekses-ekses dalam
kedua arah itu dan mencoba untuk mempertahankan maksud hakiki hukum dalam Kristus dan
kebebasan dalam Tuhan. Kebebasan ini dipahami sebagai ketaatan penuh kepada Tuhan Yesus
dan menghayati hidup yang sesuai dengan panggilan seseorang. Dalam 3:15-16, nilai abadi Kitab
Suci ditampilkan. Bagaimanapun juga, Kitab Suci adalah Firman Tuhan yang diinspirasikan.
Tidak seperti Marcion dan bidaah lain zaman dulu yang sama sekali membuang Alkitab Yahudi,
pengarang ini menekankan bahwa Alkitab Yahudi tetap merupakan Kitab Suci jemaat. Kitab-
kitab itu juga hanya dirohanikan, sebagai kumpulan dari nubuat-nubuat mengenai Yesus. Karena
seperti ditunjukkan dalam ayat 16, kitab~kitab itu berguna untuk mengajar, untuk menyatakan
kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan, dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Kendati
semua keprihatinan untuk keabsah‘ an permanen dari Perjanjian Lama relatif hanya sedikit
dikutip oleh Surat Pastoral (lih.1Tim 5:18; 2Tim 2:19), meskipun surat-surat ini sangat kaya
akan acuan kepada kitab suci dan ajaran moral tradisional yudaisme dari waktu kemudian.

Komentar 210

3:10-13 Contoh dari pengalumn Paulus

Betapa bedanya riwayat Timotius dahulu dari semua ini (yaitu 3:1-9) Paulus: mengingatkan
Timotius akan imannya sendiri dan kelakuannya, dan akan penganiayaan dan sengsara, ke dalam
mana dia dilibatkan oleh pelayanan Kristennya, khususnya dalam pekerjaan penginjilannya dekat
rumah Timotius. Kiranya Timotius memperhatikan, bahwa pengalaman ini adalah biasa. Semua
orang yang telah memutuskan hidup dalam ketaatan Kristen yang benar, seharusnyalah
mendambakan penganiayaan; dan kemungkman ini akan makin besar apabila perbedaan antara
yang baik dan yang jahat makin bertambah, dan orangorang jahat itu makin jahat, baik dalam
10
Yayasan Komunikasi Bina Kasih/Omf, op.cit., Hlm. 735-736

15
penyimpangan mereka secara membabi buta dari kebenaran itu,maupun dalam kekuasaan
mereka menyesatkan orang lain.

10 Engkau telah mengikuti, artinya dalam ketaatan yang bertanggung jawab; bnd 1 Tim 4:6.
Paulus bukannya me. nyombong, tapi mengingatkan pengikuto nya yang pasrah itu akan inti-inti
ketaatan pada Kristus. Perhatikanlah makna dari setiap hal tadi. 11 Seperti yang telah.... Dalam
menggambarkan maksudnya, Paulus memilih kasus-kasus penganiayaan yang khusus dikenal
oleh Timotius, dari mana dia mengetahui lebih dulu, bahwa penderitaan demikian adalah bagian
dari pengalaman yang tidak dapat dielakkan oleh semua orang Kristen sejati (lih Kis 14:19-22).
Ini adalah pengajaran yang dikuatkan dalam ay 12 (bnd Mat 5:10; 10:22; Yoh 15:20). 12 Hidup
beribadah di dalam Kristus Yesus, uraian bermakna mengenai semangat dan suasana kehidupan
Kristen yang benar; artinya: memberi respons dalam ketaatan terhormat sebagai seorang yang
dikuatkan dan dikuasakan oleh perhubungan pribadi yang hidup. 13 Penipu. Kata goétes dalam
Yun berarti ’tukang sihir’, har ’orang~orang yang meratapi’, sehubungan dengan mantera dengan
cara menangis; karena itu hal ini dapat mencantumkan pemakaian ilmu sihir.

3:14-17 Nilai Alkitabiah

Apalagi bahwa Timotius mengenal kebenaran Allah yang diungkapkan dan dia telah
memperoleh jaminan mengenai nilainya dari mereka yang mengajar dia Sewaktu masih kecil.
Karena itu tugasnya ialah senantiasa membaurkan diri pada segalanya yang dipelajarinya itu
Karena Kitab Suci dalam mana dia telah diajar adalah bernilai istimewa membimbing orang ke
dalam pengalaman keselamatan oleh Allah, keselamatan yang dapat dinikmati oleh iman pada
Kristus Yesus. Lebih daripada itu, ‘setiap kitab (ay 16) berhutang budi pada asalnya wahyu atau
Roh Allah (Yun theopneustos , ’dihembuskan oleh Allah’; bnd Mzm 33:6); setiap kitab itu
mempunyai nilai untuk pendidikan moral ’manusia kepunyaan Allah’ dan perlengkapan
sempurna untuk tiap-tiap soal pekerjaan baik.

14 Tetapi hendaklah engkau... ;dalam pertentangan yang tajam terhadap ’orang-orang


jahat’ (ay 13). 15 dari kecil (har ’mulai dari bayi’); suatu penunjukan pada pengajaran Timotius
sejak masa kanak-kanak (lih 1:5). Kitab Suci. Dipakai dengan kata penunjuk, ini adalah istilah
tekhnis yang lazim untuk menamai PL, yang terdapat juga dalam tulisantulisanPhilo dan
Yosephus. Perhatikan juga nilai Kristen yang tinggi mengenai tema dan tujuannya. Kitab Suci itu

16
bukan hanya memberikan pengetahuan atau penerangan belaka, tapi juga ajaran praktis. Dapat.
Dalam bhs Yun kata itu berbentuk presentum partisipum, bentuk mana mencakupi kwalitas yang
mantap dan tetap. 16 Lih RK ’segala yang tertulis dalam buku-buku kudus diilhamkan oleh
Allah dan berguna...'. Artinya ialah, bahwa setiap buku (yg tadi ditunjuk dlm hal ini) adalah
berfaedah, karena diilharnkan oleh Allah; jadi satupun tidak boleh ditiadakan. Mengajar dalam
kebenaran artinya, ketaat'an atau pendidikan, dalam jalan (atau hidup) kebenaran (Yun dikaio'
suné ). 17 Manusia kepunyaan Allah; di sini berhubungan khusus dengan pelayan Kristen, yang
seperti Timotius, mempunyai kewajiban berkhotbah dun penggembalaan (lih 4:1, 2). Diperleng
kapi. Dalam bh Yun merupakan satu akarkata yang diulangi ,dalam dua ben-. tuk, yaitu kata sifat
dan partisipum, yang menandaskan pémikiran ’diperlengkapi dengan sempurna dan sesuai.

Komentar 311

3:10-17 The author’s example as teacher. In contrast to the false teachers who oppose
the truth, Timothy is praised as one who has “followed my teaching” (v. 10; see 2:2). The
emphasis here is squarely on the fidelity needed in a burdensome job. Timothy is explicitly told
that his task is not simply to guard the rich deposit (1:14), but gently to correct his "opponents"
(2:25) and to correct, reprove, appeal "through all patience" (4:2). The firm but patient exercise
of authority by the bishop entails hardships, which is why Timothy is reminded of Paul’s conduct
as well as his teaching (v. 10). Persecutions come with the job-not political harrassment from
state officials but hostility from within the church. Hence the prized virtues are those which
support one in such difficulties: ”purpose, faith, patience . . . endurance" (v. 10). The foundation
of this good behavior is adherence to the truth, so Timothy is urged to be faithful to the belief of
the church, to the authentic chain of its teaching (1:5; 2:2).

Special mention is made of Timothy’s acceptance of the Scriptures-surely the Hebrew


Bible, which is read in the light of faith in Jesus. The Scriptures alluded to here may well be the
Pentateuch, the way of covenant living; for the author notes that these Scriptures lead to
salvation those who believe in Christ. Hence, they do not prophetically point so much to Jesus
himself but to how Christians live. We know of a debate in 1 Timothy over interpretations of the
Old Testament law (1:7) and erroneous attitudes to marriage, diet, and other ascetical practices.
11
Robert J. Karris (ed.), The Collegeville Bible Commentary Based On The New Testament (Minnesota:
The Liturgical Press 1988), hlm. 1212.

17
The author indicated there (1:8-11) that the Ten Commandments are the covenant code of the
Christian church, suggesting a Christian insistence, not on Old Testament laws and legalism but
on the expressions of the law of love as found in the essential covenant code. The early church
was beset on both sides by erroneous attitudes to the law. Some would throw out all laws and
live as libertines and antinomians, freed from all authority and order; they based this stand on the
radical freedom they experienced in sharing Christ's resurrection and in the possession of God's
Spirit (see 1 Cor 6:12); this line of thinking may be reflected in 2 Tim 2:18. Others would
reimpose Judaism on Christianity and demand strict observance of the law (Acts 15:1, 5; Gal
5:1-2); they based their arguments on the lasting importance of God's revealed word as Scripture.
The early churches saw dangerous excesses in both directions and tried to insist both on the
essential end of the law in Christ and freedom in the Lord, yet freedom which was understood as
complete obedience to the Lord Jesus and the living of a life worthy of one's calling. In 3:15-16,
the lasting value of Scripture is maintained. It is, after all, the inspired Word of God. Unlike
Marcion and other early heretics who would completely dispense with the Hebrew Bible, this
author insists that the Jewish Scriptures remain the Bible of the church. Nor were they merely
spiritualized, as a collection of prophecies about Jesus. For as verse 16 shows, they are useful for
”teaching-for refutation, correction, and training in righteousness.” Yet for all this concern for
the permanent validity of the Old Testament, there is relatively little of it explicitly cited in the
Pastorals (see 1 Tim 5:18; 2 Tim 2:19), although these letters are incredibly rich in allusions to
the Scriptures and to the traditional moral teaching of late Judaism.

Komentar 412

HE EXPERIENCES OF AN APOSTLE

2 Timothy 3: 10-13 (continued)

PAUL completes the story of the things in which Timothy has shared, and must share,
with him, by speaking of the experiences of an apostle; and he prefaces that list of experiences
by setting down the quality of endurance. The Greek is hupomoné, which means not a passive
sitting down and bearing things but a triumphant facing of them so that even out of evil there can
come good. It describes, not the spirit which accepts life, but the spirit which masters it.

12
William Barclay, The Daily Study Bible (Edinburgh: The Saint Andrew Press, 1975), hlm. 197-201

18
And that quality of conquering endurance is necessary, because persecution is an
essential 'part of the experience of an apostle. Paul cites three instances when he had to suffer for
Christ. He was driven from Antioch in Pisidia (Acts 13: 50); .he had to fiee from Iconium to
avoid lynching (Acts 14: 5, 6); in Lystra he was stoned and left for dead (Acts 14: 19). It is [me
that these things happened before the young Timothy had definitely entered on the Christian
way, but they all happened in the district of which he was a native; and he may well have been
an eyewitness of them. It may well be a proof of Timothy’s courage and consecration that he had
seen very clearly what could happen to an apostle and had yet not hesitated to cast in his lot with
Paul.

It is Paul’s conviction that the real follower of Christ cannot escape persecution. When
trouble fell on the Thessalonian Paul wrote to them: “When we were with you, we told you
beforehand that we were to suffer affliction; just as it has come to pass, and as you know” (1 T
hessalonians 3: 4). It is as if he said to them: “You have been well warned." He returned after the
first missionary journey to visit the churches he had founded, “strengthening the souls of the
disciples, exhorting them to continue in the faith, and saying that through many tribulations we
must enter the kingdom of God” (Acts 14: 22). The Kingdom had its price. And Jesus himself
had said: “Blessed are those who are persecuted for righteousness’ sake” (Matthew 5: 10). If
anyone proposes to accept a set of standards quite different from the world's, he is bound to
encounter trouble. If anyone proposes to introduce into his life a loyalty which surpasses all
earthly loyalties, there are bound to be clashes. And that is precisely what Christianity demands
that a man should do. Persecution and hardships will come, but of two things Paul is sure.

He is sure that God will rescue the man who puts his faith in him. He is sure that in the
long run it is better to suHer with God and the right than to prosper with men and the wrong.
Certain of the temporary persecution, he is equally certain of the ultimate glory. He is sure that
the ungodly man will go from bad to worse and that there is literally no future for the man who
refuses to accept the way of God.

THE VALUE OF SCRIPTURE

2 Timothy 3: 14-17

19
But as for you. remain loyal to the things which you have learned. and in which your
belief has been confirmed. for you know from whom you learned them, and you know that from
childhood you have known the sacred writings which an: able to give you the Wisdom that Will
bring you salvation through the faith which is in Christ Jesus. All God-inspired scripture is useful
for teaching, for the conviction of error, for correction, and for training in righteousness, that the
man of God may be complete, fully equipped for every good work.

PAUL concludes this section with an appeal to Timothy to remain loyal to all the
teaching he had received. On his mother’s side Timothy was a Jew, although his father had been
a Greek (Acts 16: l); and it is clear that it was his mother who had brought him up. It was the
glory of the Jews that their children from their earliest days were trained in the law. They
claimed that their children learned the law even from their swaddling clothes and drank it in with
their mother’s milk. They claimed that the law was so imprinted on the heart and mind of a
Jewish child that he would sooner forget his own name than he would forget it. So from his
earliest childhood Timothy had known the sacred writings. We must remember that the scripture
of which Paul is writing is the Old Testament; as yet the New Testament had not come into
being. If what he claims for scripture is true of the Old Testament, how much truer it is of the
still more precious words of the New.

We must note that Paul here makes a distinction. He Speaks of “all God-inspired
scripture.” The Gnostics had their own fanciful books; the heretics all produced their own
literature to support their claims. Paul regarded these as man-made things; but the great books for
a man’s soul were the God-inspired ones which tradition and the experience of men had
sanctified. Let us then see what Paul says of the usefulness of scripture.

(i) He says that the Scriptures give the wisdom which will bring salvation. A. M.
Chirgwin in The Bible in World Evangelism tells the story of a ward sister in a children‘s
hospital in England. She had been finding life, as she herself said, futile and meaningless. She
had waded through b00k after book and laboured with philosophy after philosophy m an attempt
to lind satisfaction. She had never tried the Bible for a friend had convinced her by subtle
arguments that it Could not be true. One day a visitor came to the ward and left a supply of
gospels. The sister was persuaded to rcada copy of St. John. “It shone and glowed with truth,”
she said, “and my whole being responded to it. The words that finally decided me were those in

20
John 18: 37: ‘For this I was born, and for this I have come into the world, to bear witness to the
truth. Every one who is of the truth hears my voice. So I listened to that voice, and heard the
truth, and found my Saviour.”

Again and again Scripture has opened for men and women the way to God. In simple
fairness, no man seeking for the truth has any right to neglect the reading of the Bible. A book
with a record such as it has cannot be disregarded. Even an unbeliever is acting unfairly unless
he tries to read it The most amazing things may happen if he does, for there is a saving wisdom
here that is in no other book.

(ii) The Scriptures are of use in teaching. Only in the New Testament have we any picture
of Jesus, any account of his life and any record of his teaching. For that very reason it is
unanswerable that, whatever a man might argue about the rest of the Bible, it is impossible for
the Church ever to do without the Gospels. It is perfectly true-as we have so often said-that
Christianity is not founded on a printed book but on a living person. The fact remains that the
only place in all the world where we get a first-hand account of that person and of his teaching is
in the New Testament. That is why the church which has no Bible Class is a church in whose
work an essential element is missing.

(iii) The Scriptures are valuable for reproof. It is not meant that the Scriptures are
valuable for finding fault; what is meant is that they are valuable for convincing a man of the
error of his ways and for pointing him on the right path. A. M. Chirgwin has story after story of
how the Scriptures came by chance into the hands of men and changed their lives. In Brazil
Signor Antonio of Minas bought a New Testament which he took home to burn. He went home
and found the fire was out. Deliberately he lit it. He flung the New Testament on it. It would not
burn. He opened out the pages to make it burn more easily. It opened at the Sermon on the
Mount. He glanced at it as he consigned it to the flames. His mind was caught; he took it back.
“He read on, forgetful of time, through the hours of the night, and just as the dawn was breaking,
he stood up and declared, ‘I believe’.Vincente Quiroga of Chile found a few pages of a book
washed up on the seashore by a tidal wave following an earthquake. He read them and never
rested until he obtained the rest of the Bible. Not only did he become a Christian; he devoted the
rest of his life to the distribution of the Scriptures in the forgotten villages of northern Chile.

21
One dark night in a forest in Sicily a brigand held up a colporteur at the point of a
revolver. He was ordered to light a bonfire and burn his books. He lit the hre, and then he asked
if he might read a little from each book before he dropped it in the flames. He read the twenty-
third psalm from one; the story of the Good Samaritan from another; from another the Sermon on
the Mount; from another 1 Corinthians 13. At the end of each reading, the brigand said: “That’s a
good book; we won’t burn that one; give it to me.” In the end not a book was burned; the brigand
left the colporteur and went off into the darkness with the books. Years later that same brigand
turned up again. This time he was a Christian minister, and it was to the reading of the books that
he attributed his change. It is beyond argument that the Scriptures can convict a man of his error
and convince him of the power of Christ.

(iv) The Scriptures are of use for correction. The real meaning of this is that all theories,
all theologies, all ethics, are to be tested against the Bible. If they contradict the tBaching of the
Bible, they are to be refused. It is our duty to use our minds and set them adventuring; but the
test must ever be agreement with the teaching of Jesus Christ as the Scriptures present it to us.

(V) Paul makes a linal point. The study of the Scriptures trains a man in righteousness
until he is equipped for every good work. Here is the essential conclusion. The study of the
Scriptures must never be selfish, never simply for the good of a man‘s own soul. Any conversion
which makes a man think of nothing but the fact that he has been saved is no true conversion. He
must study the Scriptures to make himself useful to God and to his fellow-man. No man is saved
unless he IS on tire to save his fellow-men.

Mrk 13: 33-37


Nasihat supaya berjaga-jaga
"Hati-hatilah dan berjaga-jagalah! Sebab kamu tidak tahu bilamanakah waktu‘ nya tiba. Dan
halnya sama seperti sesorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan
tanggung jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintahkan
penunggu pintu supaya berjaga-jaga. Karena itu berjaga-jagalah, sebab kamu tidak tahu
bilamanakah tuan rumah itu pulang, menjelang malam, atau tengah malam, atau larut malam,
atau pagi-pagi buta, supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur. Apa
yang Kukatakan kepada kamu, Kukatakan kepada semua orang: berjaga-jagalah!”

22
Komentar113
Introduction. After the hints throughout chapter 13 that the eschaton is imminent, the
eschatoiogical discourse concludes with an exhortation to remain alert, because the Lord could
return at any time. No one, to be sure, knows the exact hour of his advent, but in the view of the
Markan Jesus it will certainly be soon. This concluding passage, like the initial scene setting in
13:1-4, seems to be basically a composition of the evangelist, although some traditional material,
such as the parable in 13:34, has been employed. The first and last verses (13:33, 37) appear
redactional; they abound in Markan terms (“look out," “know," “time,” “keep awake”), and
13:33 features a typically Markan gar (“for”) clause, which applies the thought of 13:32 to the
disciples and, by implication, to the Markan community, an expansion of audience that 13:37
makes explicit. Mark 13:34 appears to be a condensed version of the Parable of the Doorkeeper
in Luke 12:35-38 (“authority,” a favorite Markan word, may be an editorial addition). The
Markan version lacks the expected conclusion, in which the man comes back (at midnight? cf.
Matt 25:6) to Find the doorkeeper sleeping, although the gist of that com clusion is incorporated
into the interpretation in 13:35-37, which also contains much redactional vocabulary (“keep
awake," “know,” “house," “come ” “early in the morning," gar clause). The passage, then, is
substantially Markan, which is what one would expect at such a major transition point.

The passage is structured around three plural imperatival phrases: “Look out, don’t fall
asleep!” in 13:33, “So keep awake!" in 13:35, and “Keep awakel" in 13:37. Each of the first two
imperatival phrases is followed by a gar clause explaining the necessity of wakefulness (13:33b,
35b) and then by the Parable of the Doorkeeper (13:34) and its interpretation (13:350-36)
respectively. 13:33-37: concluding call to alertness. )esus begins the final section of his last
extended Markan discourse with a call to attention (“Look out, don’t fall asleep!" 13:33a), thus
signaling the importance of what is to follow. He then connects this section to the previous
paragraph through an implicit argument from the greater to the lesser: if he himself does not
know the exact hour of the end, how much less will his disciples be able to determine it
(13:33b)! A11 human beings thus hnd themselves in the same state of radical eschatological
indeterminacy, and they therefore share a common imperative of apocalyptic vigilance.

13
Joel Marcus, Mark 8-16 A New Translation With Introduction And Commentary ( USA: Binghamton,
N.Y., 1999), hlm . 920-923.

23
Jesus hammers this point home with the Parable of the Doorkeeper (13:34), which
outlines a scenario familiar from other dominical parables: a wealthy man goes away and leaves
his slaves in charge of his property (cf. Mark 12:1-12 pars; Matt 24:45-51/ILuke 12:42-46; Matt
25:14-30; Luke 19:12-27). The master’s departure poses an implicit test: will the servants be
faithful to their absent 10rd? Mark’s emphasis in the present passage shifts from the slaves in
general (13:34b) to the doorkeeper in particular (13:34c), whose task it is to keep awake and
open the door when the master returns, even if the latter arrives in the middle of the night (cf. the
NOTE on “doorkeeper” in 13:34). The parable, then, reduces the encounter between master and
slave to its starkest terms: the master returns and knocks, and the question is whether or not the
slave will be awake to open the door for him (cf. Rev 3:20). In the allegory of the parable in its
Matlcan context: this “lord" (kyrios) is Jesus, who will soon go away, ascending to heaven at hi:
resurrection, but returning at the parousia to gather his elect and judge the WOl‘ll (cf. 12:35-36;
13:26-27; 14:62; but see the NOTE on “a man away from home” i 13:34).

The time of this return, however, is unknown, so Jesus calls his hearers to wak fulness a
second time (“So keep awake!” 13353) and then interprets the parat with the observation that no
one knows at what hour of the night the master vt return (13:35bc). As Lovestam notes
(Wakefulness, 82-89), the parable here mat the seemingly uncalled-for assumption that the
master will return by night rat] than by day. Sibylline Oracles 2.177-83 provides an instructive
comparison;

O blessed servants, as many as the master, when he comes, finds awake; for they have all
kept awake all the time looking expectantly with sleepless eyes. For he will come, at dawn,
or evening, or midday. He will certainly come, and it will be as I say. (OTP trans. alt.)

Here, as in Mark 13, the greater part of humanity is led astray by supernatural forces (cf.
the COMMENT on 13:21-23) and plunged into a “sleep” of eschato. logical inattentiveness. A
few, however, manage to maintain their alertness, seem. ingly by God’s grace, until the master
arrives. The possible times of his coming in Sibylline Oracles 2, however, are dawn, noon, and
evening, rather than the four night-watch hours listed in Mark. Why this difference? Arrival at
night is unusual, though not unprecedented (cf. Luke 11:5), since ancient people were reluctant
to travel after dark because of brigands and other highway dangers (cf. Lt‘westam, Wakefulness,
82-83). It may be that this feature reHects an earlier version of the parable in which a doorkeeper

24
was caught napping when his master returned late at night (see the introduction to the
COMMENT) But the nighttime return of the master also has a theological dimension, based on
the common Jewish notion that this age is like night and the age to come like day (see, e.g., IQM
1:8-9; 1 En. 58:3-5; Mekilta, Beshallah 7 [Lauterbach 1.253-54]; Ruth Rab. 6.4). Jesus, then, will
come like a thief in the night (cf. 1 Thess 5:2; Matt 24:43), and in his coming the darkness will
turn to light, bringing joy to those who are “children of the day” (cf. 1 Thess 5:5).

But with this good news comes an implicit threat: “in case he comes suddenly and finds
you sleeping” (13:36). In Mark, unlike Sibylline Oracles 2, being a believer in God, even one of
the “elect,” is no guarantee that one will remain awake until the master returns (cf. 13:22;
contrast Sib. Or. 2180-81). This danger of eschatological slumber, Jesus goes on to imply,
pertains not only to the four disciples who are immediately being addressed (13:3-4) but to all
those who will hear Iesus’ story through them, including hrst and foremost the members of the
Markan community (13373). As in 13:14, it is probable that this movement to address the
Markan audience directly and inclusively reHects the evangelist’s concern about a matter of the
utmost signihcance for the survival of his community. Indeed, if 13:22 is taken seriously, the
majority of the Markan Christians will be enmeshed in the realm of demonic delusion-perhaps
not only a tendency to follow false Christs (13:22) but also a related propensity to despair over
the delayed return of the true one (cf. 4:38; 6:48; in the latter, Jesus comes at the last possible
minute-the fourth watch of the night!-to save his struggling disciples).

The disquieting prospect of being caught napping at the parousia elicits a third and hnal call
to attention, with which the passage ends (“Keep awake!” 133%) This exttaordinary repetition of
the imperative of wakefulness (the fourth irr stance of a synonymous verb within live verses) is
probably a double entendre. On the one hand, it is a last call to adopt the attitude of
eschatological vigilance that has been the urgent burden of the pericope. This attitude, Mark
implies, means living one’s life with eyes wide open. Scoffers may disparage as dreamers people
whose attention is Fixed on future events (cf. Gen 37:19; 2 Pet 3:3-4; cf. Jude 8), but Mark
implies that it is these dreamers who really have their eyes peeled. The “realists,” on the other
hand-who think that the world will continue indefinitely on its accustomed course-are simply
dreaming.

25
But it is also significant that this concluding call to attention immediately precedes the final
section of the Gospel, which contains the narratives of Iesus’ passion (chapters 14-15) and of the
discovery of the empty tomb (16:1-8). For these events of passion and resurrection are at least a
partial fulfillment of the eschatological prophecies in chapter 13: in them the end has come. The
elect fall asleep (14:37, 40-41) and go astray (14:50-52, 66-72), the sun is dimmed (15:33), the
Temple suffers damage that portends its destruction (15:38), and the Son of Man passes through
an all-night vigil until finally, on the other side of cosmic death, he returns as the herald of new
life and a new age (cf. Lightfoot, Gospel Message, 48-59). If the Markan Jesus, then, exhorts his
disciples to keep their eyes open, he is calling their attention not only to the signs of the times in
Mark's day but also to the last act of the eschatological drama of Jesus’ life, which is about to
unfold in the gripping conclusion of the Gospel.

Komentar 214

There are three special things to note in this passage.

(i) It is sometimes held that when J esus said that these things were to happen within this
generation he was in error. But Jesus was right, for this sentence does not refer to the Second
Coming. It could not when the next ,sentence says he does not know when that day will be. It
efers to Jesus’ prophecies about the fall of Jerusalem am he destruction of the Temple and they
were abundantly f .3! ed.

(ii) Jesus says that as: does not know the day or the hour when he will come again. There
were things which even he left without questioning in the hand of God. There can be no greater
warning and rebuke to those who work out dates and timetables as to when he will come again.
Surely it is nothing less than blasphemy for us to enquire into that of which our Lord consented
to be ignorant.

(iii) Jesus draws a practical conclusion. We are like men who know that their master will
come, but who do not know when. We live in the shadow of eternity. That is no reason for
fearful and hysterical expectation. But it means that day by day our work must be completed. It
means that we must so live that it does not matter when he comes. It gives us the great task of

14
William Barclay, The Daily Study Bible op. cit., hlm. 321.

26
making every day fit for him to see and being at any moment ready to meet him face to face. All
life becomes a preparation to meet the King.

Komentar 315

Verse 32 is lacking in Luke, and the Greek of both Matthew and Mark are virtually
identical. The verse is joined to its prmding section by de (But), yet this should not be taken as
an indication that this verse is in its original location. As it stands, there is a natural tendency to
apply it to the whole commex of w. 5-37. If ever it was applied to v. 26, we have no knowledge
of it. If the saying applies to what the Old Testament describes as the “Day of the Lord,” then it
supplies a link and a transition from v. 31 to v. 33. The verse-whatever its place in the original
tradition-is important for any attempt to reconstruct the sayings of the historical Jesus. It is
highly unlikely that any second-generation Christian would have invented it, and indwd the
fourth-century controversies with Arias and his followers led some to discredit the verse as
denying the divinity of the Son. In its present position it reminds the readers/hearers that the
faithfulness of the Son to the Father’s will must be mirrored in their own lives. The presence of
the Reign of God Was more certain than the continuance of the physical order, but the manner
and the time of the End are in the hands of God alone.

Komentar 416

Berhati-hatilah dan berjaga-jagalah 13:33 Dalam ayat 33-37 tersaji sebuah perumpamaan.
Namun, hanya ayat 34 disusun dalam bahasa perumpamaan sejati. Dalam sisa teksnya muncul
petunjuk-petunjuk moral yang langsung ditujukan kepada pembaca, Hati-hatilah, berjaga-
jagalah. Ungkapan hati-hatilah, aslinya searti dengan ”bukalah mata”. Ungkapan berjaga-jagalah,
aslinya searti dengan ”jangan tertidur”. Dalam ayat-ayat selanjutnya, perintah untuk bexjaga
terungkap dengan kata Yunani lain, yaitu gregmeo. Tuan rumah menyuruh pengawal pintu
bexjaga (ay 34). Yesus pun menyuruh murid-murid-Nya berjaga (ay 35,37). Inilah salah satu
kata yang amat khas di kalangan Kristen masa awal. Kata ini memang sudah muncul dalam PL,
tetapi pada umumnya ditempkan pada Allah yang ”bexjaga” agar rencana-Nya terlaksana (>Yer
l:11+;‘ 38:28; 51:27; Rat 1:14; Bar 2:9; Dan 9:14). Dalam wejangan eskatologis ini, kata ini

15
C. S. Mann, New Translation With Introduction And Commentary (Usa: Dubleday, 1986), Hlm. 350.
16
Stefan Leks, Tafsir Injil Markus (Yogyakarta: Kanisius, 2002), Hlm. 419-421

27
menggambarkan sikap pengikutYesus yang menanti intervensi eskatologis Allah. Dalam arti
demikian, kata ini tidak pernah dipakai dalam PL ataupun dalam Yudaisme.

Kata berjaga-jaga ini tampaknya berperanan penting dalam katekese Gereja masa awal
dan barangkali diilhami ”peristiwa Getsemani”. Setelah tiba di taman, Yesus minta agar murid-
murid-Nya menunggu sementara Ia berdoa. Lalu bersama tiga murid-Nya, Ia maju untuk berdoa
sendirian. Tidak lama kemudian, Yesus minta kepada mereka, ”Tinggallah di sini dan berjaga.
jagalah” (14:34). Setelah berdoa, Ia mendapati mereka sedang tidur (14:37). Maka, Ia menyapa
Petrus, ”Simon, sedang tidur~ kah engkau? Tidakkah engkau sanggup berjaga-jaga walau satu
jam saja?” (14:37). Sampai sini, kata”berjaga-jaga” masih dipakai dalam arti biasa, yaitu ”tidak
tidur”. Tetapi, selanjutnya Yesus berkata, ”Bexjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan
jatuh ke dalam pencobaan” (14:38) .jadi, beljaga-jaga itu bukan soal tidak tidur saja melainkan
berdoa juga.

Berdasarkan permenungan tadi dapat disimpulkan bahwa kata berjagalah dalam ayat 35
dan 37 dipakai dalam dua arti, yaitu arti biasa tidak tidur pada malam hari (di Getsemani;
pengawal pintu) dan arti kiasan berjaga (secara spiritual), tanpa dilarang tidur secara fisik.

Lama kelamaan arti biasa dilupakan, sehingga kata berjagajaga selalu diartikan dalam arti
kiasan: Bersiap-siaga agarjangan kaget pada saat kedatangan yang tidak terduga-duga. Supaya
itu tetjadi, umat Kristen harus bersikap eskatologis, artinya semakin mengakarkan din' pada
Kristus, semakin merangkul karunia keselamatan dan semakin melepaskan diri dari kuasakuasa
kegelapan yang mengacau di dunia. Beljaga-jaga yang sebenarnya searti dengan menjadi
”merdeka”. Manusia yang sungguh merdeka, tidak membiarkan dirinya terpengaruh oleh ”nasib
hidupnya” yang terus-menerus berubah. Di tengah Laufan pun, hatinya tetap tenang, damai.
Damai itu datang dari Kristus, dan dunia tidak dapat memberikannya.

Berjaga-jaga umat Kristen bukan hanya penantian akan suatu peristiwa melainkan akan
kedatangan seseorang yang dikenal dan yang diketahui pasti datang. lnilah penantian
berlandaskan iman akan kebangkitan Yesus. la dinantikan, sebab setelah dibangkitkan dan
diangkat ke dalam kemuliaan Allah, la masih harus melakukan satu tugas lagi, yaitu bertindak
sebagui hakim umat manusia. Murid-murid-Nya tahu bahwa mereka akan dihakimi menurut
”berjaga-jaga” mereka, yaitu menurut kesetiaan mereka terhadap mntutan-tuntutan Injil.

28
Berbeda dengan harapan bangsa Yahudi. Harapan Kristen pada dasamya ditentukan oleh iman
Paskah. oleh iman akan Kristus. Maka, ayat-ayat terakhir wejangan eskatologis Yesus
sesungguhnya kembali kepada ayat-ayat semulanya. Yaitu kedatangan Putra Manusia pada akhir
zaman (13:24-27). Kesudahan atau akhit yang harus dinantikan sambil bertahan (Ay 13) “yakni
berjaga-jaga untuk tidak jatuh kedalam dosa” (14:38) punya nama yakni YESUS yang sama
dengan anak manusia. Dengan demikian terjawablah pertanyaan yang diajukan oleh murid-murid
kepada Yesus dalam ayat 4b. Tidaklah panting kapan itu terjadi, tetapi siapa yang akan datang
dan bagaimana la harus dinantikan.

Homili

Saudara/i terkasih

Dalam bacaan yang diambil dari kitab Yosua kita telah mendengar tentang pembacaan
kitab hukum taurat oleh Yosua sendiri kepada semua orang yang berada disekitarnya. Di tempat
Yosua telah membangun sebuah mesbah dari batu-batu yang tidak dipahat, dan tidak dibuat
dengan perkakas besi apapun. Di atas mesbah itu Yosua mempersembahkan segala kurban
bakaran dan kurban keselamatan kepada Allah. Di atas mesbah itu pula Yosua menyalin hukum
Musa di hadapan semua orang yang berada disekitar mesbah itu. Hal ini mau menunjukan tetang
kesetian Yosua dan orang-orangnya untuk setia kepada Allah dengan mentaati hukum Musa. Hal
ini pun mau menunjukan bahwa Yosua dan para pengikutnya mau menjadi mempelai Allah
yang maha tinggi.

Hal ini juga ditegaskan dalam mazmur, bagaimana orang-orang yang percaya kepada
Allah menaruh harapan kepadanya. Harapan itu adalah harapan orang-orang yang tertindas
akan keadilan dari Allah sendiri. Mereka memohon kepada Allah untuk melenyapkan orang-

29
orang yang hendak menghancurkan hubungan mereka dengan Allah. Allah pun mendengar
keluh kesah mereka.

Injil lukas juga menegaskan tentang kesetian untuk berjaga-jaga. Berjaga-jaga yang
dimaksud oleh Lukas adalah tentang kestiaan kepada Allah sama seperti yang dikatakan dalam
Yosua. Mereka menegaskan kesetian mereka dengan mentaati hukum taurat.

Pada akhirnya Paulus dalam suratnya kepada Timotius menegaskan tentang kesetian yang
sejati yang meskipun dalam penderitaan sekalipun kita teteap percaya dan setia kepada Allah
sebab Paulus menegaskan bahwa dalam penderitaan yang seperti apapun iman kita akan tumbuh.
Semoga kita diberkati oleh Allah dengan berkeluh kesah kepadanya dalam kesetian bahkan dala
penderitaan seklaipun. Semoga Allah menyertai kita.......amin

30

Anda mungkin juga menyukai