Anda di halaman 1dari 3

Refleksi Teologis: merefleksikan pokok studi (persoalan, realitas kelompok

pemulung) dalam terang Sabda Allah (menempatkannya di atas dasar biblis) dan
menjelaskannya dalam bingkai teologi. Di mana Allah dalam persoalan kelompok tani
Sinar Bahagia? Siapakah Allah bagi mereka? Apa peran iman Katolik bagi mereka?
Apa peran iman dan religiositas: tunduk pada nasib/kehendak Allah atau berani
menuntut keadilan? Gereja ada di mana?

Realitas pemulung yang ada kota maumere adalah sebuah gambaran ketidakadilan
sosial dalam kehidupan masyarakat. Realitas ini adalah gambaran kemiskinan dan gambaran
usaha dalam mempertahankan kehidupan di tengah arus gelombang kehidupan yang terus
berjalan. Dalam penjelasan ini realitas kelompok pemulung saya sebut sebagai orang miskin.

Dalam perspektif biblis khususnya dalam perjanjian lama orang miskin dan yang tak
berdaya mendapat perhatian khusus dari Tuhan. Perhatian ini adalah tindakan Tuhan sendiri
yang melindungi orang yang tidak mempunyai hak dan kekuatan. Dalam Yes 10:1-2
dikatakan: “Celakalah mereka yang menentukan ketetapan-ketetapan yang tidak adil, dan
mengeluarkan keputusan keputusan kelaliman untuk merebut hak orang-orang sengsara di
antara umat-Ku, supaya dapat merampas milik janda-janda dan dapat menjarah anak-anak
yatim.”

Lebih lanjut dalam Kitab Suci Perjanjian baru, kita dapat melihat bahwa pewartaan,
sikap, dan tindakan Yesus berpihak pada kaum miskin zaman-Nya. Yesus tidak mengucilkan
dan membenci para penguasa dan kaum kaya. Namun, Ia sering menyerang para penguasa
agama dan politik yang memperberat hidup orang-orang kecil yang tidak berdaya. Yesus
melihat bahwa keterpurukan orang-orang kecil disebabkan oleh kemunaikan dan keserakahan
para pemimpin agama dan politik. Yesus mengajak orangorang kecil untuk mengatasi
kekurangan dan kemiskinan mereka dengan kerelaan untuk saling membagi dan memberi.
Mereka harus solider satu sama lain. Kekurangan dan kemiskinan yang diderita oleh sebagian
besar rakyat disebabkan oleh keserakahan segelintir orang berkuasa dan kaya.

Ajaran dan sikap Yesus ini dihayati oleh para pengikut-Nya, yaitu umat perdana yang
hidup pada awal Gereja. Yesus berani berdiri pada pihak yang kurang beruntung, pendosa,
orang miskin, wanita, orang sakit, dan tersingkir, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi.
Dengan semangat kasih-Nya yang tanpa pamrih, Yesus rela membela mereka yang tidak
mempunyai pembela. Ia berani menghadapi berbagai tantangan bagi mereka yang harus
mendapatkan perlakuan yang wajar sebagai pribadi yang bermartabat dan sebagai sesam
manusia.

Melaui Yesus dan dalam diri Yesus orang-orang miskin dan menderita
mengalami tanda-tanda datangnya kerajaan Allah, yakni bahwa Allah sedang hadir dan
bertindak, sedang memperlihatkan kuasa dan kasihnya menyelamatkan mereka.
“Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli
mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar
baik “ (Luk 7:22). Lukas melukiskan pengutusan Yesus untuk menyampaikan kabar
baik kepada orang miskin dengan membebaskan tahanan, memberi penglihatan kepada orang
buta, membebaskan orang-orang tertindas (Luk 4:18-19). Bahkan
Tuhan juga mengutus Yesaya untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang
sengsara dan merawat kepada orang-orang yang remuk hati, untuk membebasakan
kepada orang tawanan, dan kepada orang-orang yang terkurung kelepasan dari
penjara dan menghibur mereka yang berkabung (Yes 61:1-2).

Terlepas dari itu semua kita harus kembali kepada pertanyaan mendasar mengapa
pemulung bisa ada. Mereka melakukan aktivitas memulung karena alasan ekonomi dan
tuntutan hidup. Dengan demikian, pemulung ada sebagai akibat kemiskinan. Jika mempunyai
hidup yang sejahtera dan mempunyai gaji yang tetap setiap bulannya, mereka tidak akan
memulung. Jika demikian, apakah kemiskinan itu berasal dari Allah? Kemiskinan bukanlah
kehendak Allah dan bukan juga karena hukuman atas dosa. Kemiskinan terjadi sebagai
sebuah realitas yang terkonstruksi. Artinya bahwa kemiskinan datang bukan dengan
sendirinya. Ada suatu tindakan yang membentuk kemiskinan. Ada suatu tindakan yang
menyebabkan kemiskinan terjadi. Bisa karena alasan internal seperti kemalasan dan alasan
eksternal seperti sistem ekonomi yang hanya menguntungkan segelitir orang saja. Maka dari
itu perlu tindakan dari kita untuk keluar dari jurang kemiskinan tersebut.

Realitas kemiskinan merupakan suatu persoalan kompleks yang menuntut suatu


jawaban yang pasti agar dalam penanganannya bisa tepat sasar. Sejauh ini berbagai upaya
menangani dan mengatasi masalah tersebut tidak mencapai target yang diidealkan yakni
kesejahteraan. Masih banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan. Meskipun demikian,
dengan kenyataan yang ada tersebut tidak berarti bahwa masalah kemiskinan tidak bisa
diatasi. Gereja harus memainkan perannya sebagai Allah yang kelihatan. Teologi bukan lagi
sekedar pengajaran tentang apa yang difirmankan Allah melainkan harus bersentuhan
langsung dengan pergumulan dan persoalannya kemanusiaan. Melalui teologinya gereja
harus melihat, merespon dan berperan dalam upaya penanganan masalah yang sedang terajdi.
Bagi “kelompok kecil” seperti para pemulung inilah, mereka melihat gereja sebagai wujud
Allah yang nyata. Teologi yang ada dalam gereja seharusnya berbicara sesuai konteks
permasalahan yang ada, dalam arti berupaya untuk mengatasi persoalan terebut. Apalagi kita
menyadari bahwa Allah yang kita imani adalah Allah yang berpihak kepada orang-orang
miskin dan terpinggirkan. Karena itu gereja harus bertanggung jawab terhadap kenyataan
kemiskinan yang terjadi. Masalahnya sekarang, banyak anggota gereja yang mengabaikan
atau tidak serius menjalankan peran dan tugasnya untuk menolong mereka. Pemberian
bantuan terkadang diskriminatif.

Gereja harus kembali melihat bahwa masalah kemiskinan yang dialami oleh para
pemulung sebagai masalah pastoral yang perlu dijawabi oleh gereja. Sebagaimana kita
mengetahui bahwa kemiskinan adalah masalah kemanusiaan, secara teologis gereja ditantang.
Seruan tentang Allah dalam doktrin dan ajaran geraja harus memiliki pertanggungjawbannya
dalam tindakan yang sesuai konteks. Apalah jadinya jika gereja berbicara tentang Allah yang
menjelma namun tidak mampu membaur dalam kehidupan umatnya. Tidak merasakan
penderitaan umatnya. Apa lagi tidak bisa kita sangsikan bahwa kitab suci memberi perhatian
khusus tentang orang-orang miskin.

Anda mungkin juga menyukai