Anda di halaman 1dari 13

Nama : Dwi K.

Bansoe

Semester : VIII Teologi

MK : Bacaan Skripsi

Tugas : Pembuatan Kerangka Teori

STUDI KEMISKINAN DALAM INJIL LUKAS

DAN IMPLIKASINYA BAGI GKST JEMAAT IMANUEL KAYAMANYA PAMONA

A. Latar Belakang

Kemiskinan bukanlah masalah baru bagi manusia, dalam kisah-kisah Alkitab sendiri

banyak menggambarkan konteks kemiskinan, mulai dari catatan kitab Perjanjian Lama

hingga kisah dalam Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Baru, khususnya pada kitab-kitab Injil

yang mencatat kisah peristiwa Yesus Kristus, memiliki berbagai persoalan, antara lain soal

kemiskinan. Pada kitab Injil mengisahkan relasi yang sangat mencolok antara Yesus dengan

orang-orang miskin, yaitu mereka yang miskin secara fisik, ekonomis, politis, sosial, dan

religius.1 Kemiskinan banyak terjadi karena bangsa Yahudi di zaman Yesus adalah bangsa

yang dijajah dan ditindas oleh para penjajah Roma. Lewat penjajahan, rakyat bukan hanya

menderita karena miskin tetapi mereka mengalami banyak bentuk penyakit.2

Dunia sampai saat ini masih memiliki masalah besar yang perlu diselesaikan. Antara lain

persoalan pemberantasan kemiskinan bagi negara-negara berkembang. Indonesia yang

merupakan salah satu negara berkembang, mempunyai pergumulan serius dalam hal

mengatasi kemiskinan. Hal itu dapat dilihat melalui data penduduk miskin yang diterbitkan

1
J.B. Banawiratma, J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan Sebagai Tantangan Hidup Beriman.
(Yogyakarta: Kanisius, 2004), 132.
2
Ibid., 133.

1
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 15 Juli 2021. Presentase penduduk miskin

pada bulan Maret 2021 berada pada angka 10,14%, lalu menurun 0.05% poin pada bulan

September 2020 kemudian terjadi peningkatan 0,36% poin terhadap Maret 2020. Jika

dijumlahkan dalam bentuk satuan, penduduk miskin pada bulan Maret 2021 berjumlah 27,54

juta orang, menurun 0,01 juta orang pada September 2020 dan terjadi peningkatan sebesar

1,12 juta orang pada bulan Maret 2020.3 Melihat data di atas, kemiskinan di Indonesia cukup

memprihatinkan. Beberapa alasan yang menyebabkan angka kemiskinan di negara ini cukup

tinggi yaitu karena faktor cultural dan structural. Tulisan ini akan membahas kemiskinan

dari kedua faktor tersebut.

Sebagai bagian dari negara Indonesia, gereja pun tidak terlepas dari problematika

kemiskinan structural, namun ada hal yang tak dapat terelakan dalam persoalan ini yaitu

bahwa masih terdapat hingga saat ini sebagian besar gereja tidak menaruh cukup perhatian

terhadap kemiskinan. Dalam bukunya yang berjudul “Kemiskinan=Kutuk?”, Sukamto

menyebut bahwa yang tertarik dengan isu kemiskinan yaitu pada level individual charity.

Sukamto menambahkan bahwa karena kealpaan atas problem kemiskinan atau masalah-

masalah ekonomi sehingga muncul lah berbagai reaksi (recent fenomena theologi) seperti

Theology of Liberation (Amerika Latin); Black Theology (Afrika Selatan); Minjung Theology

(Korea Selatan); Dalit Theology (India).4 Beberapa negara atau etnis yang telah disebutkan

yaitu mereka yang telah mengalami kondisi yang berat dan berusaha lewat perspektif teologi

untuk mendapatkan jawaban dan keadilan bagi hidup mereka. Tentu bila hanya berteori

belum akan dapat menyelesaikan sebuah masalah, apalagi masalah kemiskinan yang begitu

3
bps.go.id (diakses pada 11 Maret 2021).
4
Sukamto, Kemiskinan=Kutuk? Kepedulian Allah dan Tanggung Jawab Gereja terhadap Kemiskinan (Yogyakarta:
Penerbit ANDI, 2017), 19.

2
pelik. Maka dari itu yang diperlukan adalah “doing theology”, seperti pendapat seorang

penulis teologi pembebasan, Robert McAfee Brown, dkk.:5

Teologi terdiri dari dua tindakan – pertama, keterlibatan atau komitmen hidup seseorang pada
Allah dalam Yesus Kristus; lalu kedua ialah refleksi seseorang atas dampak-dampak dari tindakan
yang pertama. Dengan kata lain, iman pribadi seseorang secara mutlak membuka pada tindakan
dalam masyarakat.

Oleh karenanya gereja masa kini perlu aktif untuk doing theology. Membumikan Injil agar

syalom Allah dirasakan bagi mereka yang miskin dan termarjinalkan. Bagaimana dan apa

patokannya? Yaitu pertama-tama komitmen hidup pada Allah di dalam Yesus Kristus. Dalam

Injil Lukas memberikan kita model pengajaran dan pelayanan Yesus yang begitu menaruh

keprihatinan bagi mereka yang miskin.

Injil Lukas begitu gamblang mengisahkan pelayanan Yesus Kristus terhadap orang-orang

yang miskin dan termarjinalkan. Mereka terdiri dari orang miskin, para tawanan, orang buta, dan

mereka yang tertindas. Inilah yang menjadi ciri khas Injil Lukas. Bagi Sukamto, dalam Injil

Lukas terdapat misi Yesus sebagai Mesias yang digambarkan secara jelas menunjuk pada

keadaan sosial.6 Hal itu digambarkan Injil Lukas, dan satu-satunya Injil yang mengutip teks kitab

Yesaya 61, pada saat pelayanan Yesus dalam Sinagoge:

Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar
baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan
kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan
orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang. (Luk. 4:18-
19)

5
Daniel J. Adams, Teologi Lintas Budaya: Refleksi Barat di Asia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019), 90.
6
Sukamto, Kemiskinan=Kutuk? Kepedulian Allah dan Tanggung Jawab Gereja terhadap Kemiskinan (Yogyakarta:
Penerbit ANDI, 2017), 114.

3
Dari salah satu kisah Yesus saat berkhotbah dalam Sinagoge di Nazaret ini, Sukamto

mengatakan bahwa ayat ini sangat fundamental dan dalam ayat ini menegaskan bahwa

pelayanan Kristus adalah memproklamasikan kabar baik bagi orang-orang miskin.7

Lewat sikap Yesus dalam Injil Lukas yang begitu peduli pada mereka yang miskin, gereja

perlu mengaktualisasikan pelayanannya pada mereka yang Yesus sendiri menaruh

perhatian-Nya pada umat yang terpinggirkan. Oleh karena itu lewat tulisan ini penulis

mencoba mengkaji soal kemiskinan dalam Injil Lukas dan memberikan model bagi gereja

sebagai aktualisasi diri terhadap konteks kemiskinan sebagai persoalan yang dihadapinya.

B. Kerangka Teori

1. Kemiskinan Menurut Para Ahli

a. B. Wentsel.8

Miskin mempunyai pengertian luas. Mengutip dari tulisan B. Wentsel, kata

miskin dapat berarti miskin dalam hal materil, jadi mereka yang lemah,

menderita, yang tidak mempunyai hak, yang cacat; tetapi miskin dapat juga

mengenai kaya raya, misal seorang raja yang hidup di bawah penderitaan

ketidakadilan maupun fitnah. Secara hermeneutis pengertian ini hanya berfungsi

secara tepat dalam kerangka perjanjian alkitabiah (B. Wentsel, 1982, hlm. 608).

Dalam hal ini yang dimaksud oleh Wantsel sebagai kaum miskin yaitu mereka

yang memiliki kelemahan dalam berbagai aspek.

7
Ibid., 114.
8
A. Noordegraaf, Orientasi Diakonia Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017), 33.

4
b. Jahenos Saragih.9
Menurut Saragih, kemiskinan yaitu gejala sosial dalam hal ketidakberdayaan ataupun

keadaan yang tidak berkecukupan kebutuhan dasarnya. Menurutnya, hal yang sulit untuk

menentukan tolak ukur yang tepat mengenai kemiskinan karena menurutnya kemiskinan

berhubungan dengan hidup yang mempunyai banyak segi juga dimensi, mulai dari yang

bersifat material sampai pada yang bersifat mental.

c. Sukamto.10
Menurutnya, kata kemiskinan biasanya dipakai untuk menunjuk pada kondisi seseorang

yang income-nya diapndang tidak mampu mencukupi kebutuhan dasar, yaitu sandang,

pangan, dan papan. Namun bagi Sukamto, orang yang telah dapat mencukupi kebutuhan

dasar tidak selalunya bebas dari sebutan miskin, karena dalam kondisi tertentu mereka

bisa disebutkan sebagai yang miskin.

d. J. Milburn Thompson.11

Kemiskinan yaitu bahwa masyarakat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokok

mereka, sehingga kemiskinan mengakibatkan manusia berada dalam keadaan lapar dan

kurang gizi; tidak ada air bersih untuk diminum; tidak punya akses untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan, dll. Kemiskinan baginya berarti harus bekerja berat selama 12 jam

di ladang-ladang tebu yang panas oleh terik matahari hanya demi menambah utang

9
Jahenos Saragih, Suara Hati Anak Bangsa Dengan Solusinya; Tinjauan Etis-Teologis Kristiani, (Jakarta: Suara
Gereja Kristiani Yang Esa Peduli Bangsa, 2006)
10
Sukamto, Kemiskinan=Kutuk? Kepedulian Allah dan Tanggung Jawab Gereja terhadap Kemiskinan
(Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2017), 3.
11
J. Milburn Thompson , Keadilan dan Perdamaian: Tanggung Jawab Kristiani dalam Pembangunan Dunia,
(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009), 50.

5
mereka kepada pemilik tanah, atau berkeringat dengan mesin jahit selama 10 jam dan

walau begitu tetap tidak mampu untuk menyediakan makanan sederhana setiap hari.

Pandangan Thompson tentang kemiskinan ini lahir dari apa yang ia temui di negara-

negara berkembang dan pasca perang, seperti di Filipina, Etiopia, dan Afrika bagian

selatan.

e. Norman E. Thomas.12

Kemiskinan, terutama sekali disebabkan oleh struktur-struktur yang tidak adil yang

mengakibatkan sumber-sumber dan kekuasaan untuk mengambil keputusan tentang

pemanfaatan sumber-sumber itu berada di tangan segelintir kelompok di dalam dan di

antara bangsa-bangsa.

2. Sejarah Gereja dalam Menyikapi Isu Kemiskinan

a. Saat Konferensi Pekabaran Injil Sedunia di Melbourne, yang diselenggarakan

Commission for World Mission and Evangelism DGD pada tanggal 12-25

Mei 1980, dengan memusatkan perhatiannya pada kaum miskin. Pada

konferensi ini diberikan tema yang berbunyi "Your Kingdom Come"

(Datanglah Kerajaan-Mu). Solidaritas dengan mereka kaum miskin dianggap

sebagai tugas utama pekabaran Injil.13

12
Norman E. Thomas, Teks-teks Klasik Tentang Misi dan Kekristenan Sedunia, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2000), 276.
13
Christiaan De Jonge, Menuju Keesaan Gereja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 153.

6
3. Kemiskinan menurut Injil Lukas

Peristiwa pada kitab-kitab Injil memuat berbagai konteks, salah satunya yaitu

kemiskinan pada bangsa Yahudi di zaman itu. Perlu diketahui bahwa penulisan

kitab ini diperkirakan sekitar tahun 80-90 M, dimana ditulis setelah Yerusalem

jatuh pada tahun 70 M.14 Bila dilihat kata utama pada orang-orang miskin dalam

Perjanjian Baru adalah ptokhos, penes, dan tumnos. Ketiga istilah yang

menggambarkan tentang kemiskinan ini memiliki makna, yakni:15

a. Ptokhos yaitu orang yang begitu menderita dan miskin, yang berjuang demi

mengatasi kemalangan dan kesulitannya untuk mempertahankan hidup yang

lebih lama lagi. Kata ini juga biasa diartikan dengan jongkok, tunduk. Sikap

seseorang yang menundukan kepala pada kemiskinan bawah sebagai pertanda

malu atau takut yang disebabkan ketiadaan sarana kehidupan karena hidup

menderita (Mat. 5:3; 11:5). Orang itu dapat hidup atas bantuan orang lain

yang menyerahkan hidupnya atas amal sesamanya, tanpa itu orang tersebut

tidak akan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya.

b. Penes berarti beban kesulitan atau kesukaran, kecemasan serta kesakitan

namun masih mempunyai harta tetapi ia harus hemat, orang seperti ini harus

bekerja demi mempertahankan hidupnya (bnd. 2 Kor. 9:9; Mat. 8:20).

c. Tumnos berarti telanjang, suatu keadaan seseorang yang begitu miskin (Why.

3:17) hanya menggunakan pakaian compang-camping serta terpaksa

merasakan dinginnya udara (Yak. 21:6; Mat. 25:36).

14
Willi Marxsen, Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-masalahnya, (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2018), 194.
15
Jahenos Saragih, Suara Hati Anak Bangsa Dengan Solusinya; Tinjauan Etis-Teologis Kristiani, (Jakarta: Suara
Gereja Kristiani Yang Esa Peduli Bangsa, 2006), 65.

7
Ptokhos, yang menunjuk pada orang-orang yang begitu miskin sehingga mereka

menjadi pengemis dan membutuhkan pertolongan, istilah ini sering muncul dalam

Injil Lukas dari pada Injil Markus dan Matius, sebagaimana dikemukakan oleh

Thomas D. Hunk yang kemudian dikutip oleh Sukamto dalam “Thomas D. Hunk,

Poor, Povertry: New Testament, 417.”, bahwa:

Istilah ptokhos dalam Injil Lukas lebih sering muncul dibandingkan dengan Injil Matius
dan Markus, tercatat sepuluh kali kata ptokhos muncul pada Injil Lukas (4:18; 6:20; 7:22;
14:13, 21; 16:20, 22; 18:22; 19:8; 21:3) sementara di Injil Markus serta Yohanes hanya
muncul lima kali. Dari sepuluh kali kemunculannya dalam Injil Lukas, Lukas memakai
enam kali kata ptokhos yang tidak tergantung pada Markus atau Sumber Q, lima kali
muncul dalam narasi 9:51-19:27; kemudian pada bagian 14:13, 21; 16:20, 22; 19:8. Juga
penggunaan yang unik dalam Lukas 4:18, yang digunakan dalam pendahuluan pelayanan
Tuhan Yesus.16

Bicara soal kemiskinan dalam Injil Lukas, kehadiran Yesus digambarkan

sebagai seorang yang dekat dengan orang miskin dan kaum marginal yang tidak

diikutsertakan dan tidak memiliki suara dalam segi politis. Menurut J.B.

Banawiratma, Yesus hadir membawa alternatif kehidupan baru, sehingga segala

jenis kemiskinan dapat teratasis. Bagi Banawiratma, penginjil Lukas melukiskan

hidup dan tugas pengutusan Yesus yang terarah pada kaum miskin dengan

melihat pada saat Yesus tampil berkhotbah di Sinagoge dengan mengutip kitab

Yesaya 61:1-2 (Luk.4:18-19).17 Ini dapat dikatakan sebagai sebuah proklamasi

untuk memulai pelayanan Yesus bagi mereka yang miskin dan termarjinalkan.

16
Sukamto, Kemiskinan=Kutuk? Kepedulian Allah dan Tanggung Jawab Gereja terhadap Kemiskinan
(Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2017), 417.
17
J.B. Banawiratma, J. Muller, Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan Sebagai Tantangan Hidup Beriman
(Yogyakarta: Kanisius, 2004), 133-134.

8
Kemiskinan pada zaman Perjanjian Baru disampaikan oleh J. Saragih

disebabkan karena sistem yang menyulitkan rakyat, hal ini diterapkan oleh

penguasa dengan besarnya pajak yang dibebankan kepada rakyat sehingga

memicu timbulnya kemiskinan bagi rakyat jelata.18 Dengan hal ini mengakibatkan

ketimpangan yang lebar, diamana yang kaya dan punya status tinggi memiliki

hidup yang berlimpah harta, sedang si miskin semakin melorot taraf hidupnya

dalam masyarakat.

4. Kemiskinan pada Masyarakat di Injil Lukas

Istilah ptokhos yang muncul dalam Injil Lukas merupakan gambaran kemiskinan

yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Palestina pada zaman tersebut.

Peristiwa-peristiwa tersebut antara lain tercatat dalam Lukas 4:18; 6:20; 7:22;

14:13, 21; 16:20, 22; 18:22; 19:8; 21:3.

5. Metode Tafsir Kritik Historis

Pada penulisan ini penulis menggunakan metode tafsir historis kritis yang menjadi

salah satu metode tafsir yang digunakan untuk menafsir kitab suci demi menemukan

pesan dan makna yang terdapat pada teks Alkitab yang hendak ditafsir. Berdasarkan

namanya, yakni “historis”, metode tafsir ini berkaitan dengan sejarah, seperti yang

dijelaskan oleh John Hayes serta Carl R. Holladay, yakni:

18
Jahenos Saragih, Suara Hati Anak Bangsa Dengan Solusinya; Tinjauan Etis-Teologis Kristiani, (Jakarta: Suara
Gereja Kristiani Yang Esa Peduli Bangsa, 2006), 66.

9
Kritik historis pada dokumen-dokumen didasarkan terhadap pendapat bahwa sebuah teks
bersifat historis minimal diliputi dalam dua pengertian: teks tersebut berkaitan dengan
sejarah dan juga mempunyai sejarahnya sendiri. Atas dasar itu kita bisa membedakan
“sejarah di dalam teks” dan “sejarah dari teks”. Yang pertama mengarah pada hal-hal
yang ada hubungannya dengan sejarah yang teks itu sendiri tuturkan, entah tokoh-tokoh
tertentu, keadaan-keadaan, peristiwa-peristiwa sosial ataupun pemahaman-pemahaman.
Sedangkan “sejarah dari teks” mengarah pada sesuatu yang tidak ada sangkut-pautnya
dengan apa yang teks itu kisahkan maupun gambarkan, yaitu “riwayat” atau sejarah teks
itu sendiri: bagaimana teks itu muncul, di mana, mengapa, kapan, dan dalam keadaan
yang bagaimana; siapa penulisnya dan untuk siapa disusun, disunting, dihasilkan dan
dipelihara; apa alasan sehingga teks itu ditulis, lalu hal apa saja yang memengaruhi
kehadiran, pembuatan, perkembangan, pemeliharaan dan penyebarluasannya? 19

Metode ini saling berhubungan dengan konteks kemudian membahas konteks tersebut.

Artinya, dalam proses hermeneutik dengan memakai kritik historis selalu memperhatikan

situasi yang dideskripsikan dalam teks, sebab kebudayaan atau sejarah membantu

pembaca untuk memahami teks.

C. Bibliografi

Daftar Buku

Banawiratma, J.B. (ed.), Kemiskinan dan Pembebasan. Yogyakarta: Kanisius, 1994.

Banawiratma, J.B., J. Muller. Berteologi Sosial Lintas Ilmu: Kemiskinan sebagai

Tantangan Hidup Beriman. Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Barclay, William, Pemahaman Alkitab Setiap Hari: Injil Lukas. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2017.

Bosch, David, Transformasi Misi Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.

19
John H. Hayes dan Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2016),
52.

10
Darmawijaya, Keterlibatan Allah Terhadap Kaum Miskin: Dalam Perspektif Teologi

Biblis. Yogyakarta: Kanisius, 1991.

Edwards Jr., O.C., Injil Lukas Sebagai Cerita. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019.

Hayes, John H., dan Carl R. Holladay, Pedoman Penafsiran Alkitab. Jakarta: BPK Gunung

Mulia, 2016.

Jonge, De Christian, Menuju Keesaan Gereja: Sejarah, Dokumen-Dokumen,

Dan Tema-Tema Gerakan Oikumenis. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993.

Mangunwijaya, Y. B., Gereja Diaspora. Yogyakarta: Kanisius, 2003.

Marxsen, Willi, Pengantar Perjanjian Baru: Pendekatan Kritis Terhadap Masalah-

masalahnya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018.

Noordegraaf, A., Orientasi Diakonia Gereja. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.

Saragih, Jahenos, Suara Hati Anak Bangsa Dengan Solusinya: Tinjauan Etis-Teologis

Kristiani. Jakarta: Suara Gereja Kristiani Yang Esa Peduli Bangsa, 2006.

Simamora, Ranto G., Misi Kemanusiaan dan Globalisasi: Teologi Misi dalam

Konteks Globalisasi di Indonesia. Bandung: Ink Media, 2006.

Sukamto, Kemiskinan=Kutuk Kepedulian Allah dan Tanggung Jawab Gereja

terhadap Kemiskinan. Yogyakarta: Penerbit ANDI, 2017.

Thomas, Norman, Teks-teka Klasik tentang Misi dan Kekristenan Sedunia. Jakarta:

BPK Gunung Mulia, 2000.

Thompson, J. Milburn, Keadilan dan Perdamaian: Tanggung Jawab Kristiani dalam

Pembangunan Dunia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2009.

Wahono, Wismoady, Di Sini Kutemukan: Petunjuk Mempelajari dan Mnegajarkan

Alkitab. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018.

Widyatmadja, Josef P., Yesus dan Wong Cilik: Praksis Diakonia Transformatif dan

11
Teologi Rakyat di Indonesia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2017.

Wilar, Abraham S., Agustina Samosir, dan Hans Harmakapatra. Ziarah Iman Ziarah

Politik: Sketsa-sketsa Teologi Politik Kekinian. Jakarta: Grafika KreasIndo,

2022.

Yewangoe, A.A., Theologia Crucis di Asia. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996.

Jurnal

Tololiu, Naomi H.M., “Kemiskinan dan Misi Gereja.” Jurnal Teologi Chosen To

Serve Vol. 1, Nomor 1 (2018): 39-64.

Takene, Anika., Arly Haan. “Gereja dan Tanggung Jawab Sosial: Kajian Lukas

14:12-14 dan Persoalan Kemiskinan di GMIT.” Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial

Vol. 8, Nomor 6 (2021): 1610-1628.

D. Sistematika Penulisan

Bab I: Pendahuluan

Bab ini memaparkan latar belakang masalah yang menjadi alasan dalam pemilihan judul,

rumusan masalah, fokus, tujuan, batasan masalah, metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab II: Uraian Hasil Penelitian serta Analisis Data

Bab ini memaparkan mengenai kemiskinan dalam Injil Lukas dan hasil penelitian atau

data yang ditemukan di lapangan serta hasil analisis data.

12
Bab III: Kajian Teori

Bagian ini mendeskripsikan teori yang mendukung penelitian lapangan yang akan

dilakukan, yakni menguraikan realita kemiskinan dalam jemaat menurut perspektif pada

beberapa teori untuk membedah konteks kemiskinan dalam jemaat dengan menggunakan

ANSOS.

Bab IV: Refleksi Teologis

Dalam bab ini penulis akan mendialogkan antara refleksi teologis dari teori perihal

kemiskinan dalam Injil Lukas dan hasil penelitian pada jemaat Imanuel Kayamanya Pamona.

Bab V: Penutup

Bab ini berisi deskripsi dari kesimpulan akhir dan saran yang diusulkan oleh penulis.

13

Anda mungkin juga menyukai