Indonesia
Disusun Oleh:
2021/2022
I. Pendahuluan
Kemiskinan menjadi masalah bagi bangsa-bangsa di seluruh dunia, salah satu
diantaranya bangsa Indonesia. Kemiskinan sangat berpengaruh terhadap seluruh
aspek kehidupan suatu bangsa. Kemiskinan seringkali dijumpai di negara-negara
berkembang, yang memiliki angka pengangguran cukup tinggi. Di Indonesia sendiri,
menurut Badan Pusat Statistik mencatat penduduk miskin pada September 2020
sebanyak 27,55 juta jiwa atau meningkat 2,76 juta dibandingkan tahun sebelumnya.
Pada periode September 2020, tingkat kemiskinan menjadi 10,19% atau meningkat
0,97 poin persentase dari 9,22% periode September 2019. Dampak pandemi ini mulai
dirasakan pada kuartal I/2020 yaitu persentase penduduk miskin naik menjadi 9,78%
atau naik 0,37 pp sejak Maret 2019. Secara jumlah orang, penduduk miskin naik pada
September 2020 sebesar 27,55 juta orang meningkat 2,76 juta orang dibandingkan
tahun lalu.
Berbicara mengenai kemiskinan, banyak orang yang memahami bahwa
kemiskinan adalah tiadanya kemampuan untuk memperoleh kebutuhan pokok yang
diperlukan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Kehadiran gereja di dunia jelas, yaitu
berfunsi untuk memuliakan Tuhan melalui pertisipasi aktif dalam mewujudkan tujuan
penyelamatan Allah terhadap manusia dan dunia (Andreas, 2010, p. 25). Orang
percaya ataupun gereja harus hidup sesuai dengan Firman Tuhan. Firman Tuhan
secara konsisten mengajarkan perhatian dan tindakan menolong mereka yang hidup
dalam kemiskinan. Melalui hal tersebut sudah seharusnya kemiskinan menjadi
tanggung jawab dan perhatian khusus bagi gereja. Kemiskinan yang merupakan
persoalan bagi semua negara membuat penulis tertarik untuk membahasnya. Dalam
tulisan ini penulis mengkaji seberapa besar efektivitas pelayanan transformatif gereja
sebagai sarana pengentasan kemiskinan di Indonesia?.
II. Metodologi/Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pustaka
dengan pendekatan kualitatif. Untuk dapat memaparkan tentang Pelayanan
Transformatif Gereja Sebagai Sarana Pengentasan Kemiskinan Di Indonesia, maka
penulis melakukan analisa terhadap situasi yang terjadi di dalam gereja dan
masyarakat umum, dengan konsentrasi pada tanggung jawab gereja tentang
kemiskinan. Untuk membantu proses analisis, penulis melakukan studi pustaka
terhadap berbagai sumber literatur berupa jurnal teologi ataupun buku-buku yang
sesuai dengan tema, sehingga penulis dapat memperoleh gambaran terhadap situasi
dan solusi akan situasi yang tengah terjadi pada masa kini.
1 Ginanjar Kartasasmita, Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan dalam PJP II Melalui Inpres
Desa Tertinggal, Makalah (Jakarta: Persekutuan Injili Indnesia, 1994), 5.
2 Andre Bayo Ala. 1981. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan (Yogyakarta: Liberty), hlm.
3-12
3
Wafa Hammedi, Raymon P. Fisk dkk. 2019. Transformative Service research and Poverty. (Texas: Texas
State University)
Kemiskinan juga disebut sebagai anaw, yang mempunyai arti lebih religius, orang yang
rendah hati dihadapan Allah. 4
Kitab Perjanjian Lama sangat murah hati dan realistis dalam menguraikan penyebbab
dari kemiskinan:
a. Kemiskinan adalah akibat dari kemalasan (Ams 6:9-11; 24:30-34; 19:15),
kemabukan, kebodohan dan kerakusan (Ams. 23:20-21; 21:17; 13:18, 28; 2:19).
Artinya orang pemalas yang suka menghabiskan waktunya diatas tempat tidur pasti
akan tidak sempat bekerja mencari nafkah yang akibatnya kemiskinan yang tak
terelakan.
b. Kemiskinan adalah akibat dari pemabukan dan kerasukan. Orang yang sika minum
alkohol tanpa batas dan makan rakus serta lahap menderita kemiskinan yang tak
terhingga. Pemabukan dan kelahapan akan mengakibatkan orang mengantuk,
sehingga tidak mungkin lagi bekerja (Ams. 23:20)
c. Kemiskinan adalah akibat dari keserakahan dan kekkikiran. Keserakahan berbentuk
penekanan, pemerasan dan pengisapan manusia oleh manusia itu sendiri yang
mempunyai akibat langsung dan lebih membahayakan kepada semua manusia (2
Sam. 11-12)
d. Kemiskinan karena penjajahan, tekanan dan pemerasan. Hal ini bisa dilihat dalam
kitab keluaran 1, ketika bangsa Israel berada di Mesir. Kemiskinan juga akibat
penindasan oleh orang-orang yang berkuasa; mereka menjual orang benar karena
uang dan orang miskin karena sepasaang kasut, mereka menginjak-injak kepala orang
yang lemah ke dalam debu dan membelokkan jalan orang sengsara… (Amos 2:6-7)
e. Kemiskinan disebabkan oleh malapetaka, bencana alam, wabah, perang, penyakit
menular, si korban tidak berbua apa-apa (bnd. Kel. 10:4-5)
f. Imamat 26:14-46 dan Ulangan 24:15-68 melihat kemiskinan dan kemelaratan
terutama dari segi ketidaktaatan kepada Allah. bencana-bencana akan menimpa orang
yang tidak patuh terhadap Allah; manusiakan bercocok tanam, tetapi tidak akan
memakan hasilnya semua jerih payahnya akan sia-sia, hujan tak turun dan tanah
menjadi kering, keras dan tidak memberi hasil, penyakit demi penyakit akan
menimpa, peperangan dan penaklukan akan terjadi dan sebagainya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penyebab kemiskinan itu terletak pada
manusia itu sendiri, pada hubungan manusia dengan manusia, golongan dengan
golongan, masyarakat dengan masyarakat yang tidak mengindahkkan hukum keadilan.
4
Malcolm Brownlee, Op-Cit, hal.81
situasi ketakutan.5 Kecenderungan pemakaian istilah ini untuk menjelaskan kemiskinan,
mempunyai dasar dalam situasi kehidupan nyata dari manusia yang bersangkutan.
Mereka adalah orang yang sangat miskun, yang berjuang mengatasi penderitaannya demi
mempertahankan hidup yang lebih lam lagi. 6
Maka Ptochos dalam Matius 5:3 melukiskan orang yang betul-betul miskin dan
mendarita dan karena menyadari kesengsaraanya sendiri yang sungguh tidak kepalang. Dia
mempercayakan seluruh jiwa raganya kepada Tuhan. Mereka tidak mempunyai apa-apa di
dunia ini dan tidak mengharapkan segala-galanya dari Tuhan. Mereka adalah orang-orang
yang membaktikan diri kepada Tuhan dan juga berserah kepada Tuhan.
Ucapan dalam kitab Matius “orang yang miskin di hadapan Allah” adalah orang-
orang yang miskin secara rohani. Mereka adalah orang-orang yang rendah hati, yang terbuka
kepada Allah, yang menggantungkan diri secara mutlak kepada Allah. kemiskinan rohani
inilah yang diperlukan sebelum seseorang dapat percaya kepada Yesus.7 Injil Matius lebih
ditekankan sifat rohani orang-orang miskin itu; mereka disebut “miskin dalam hati”
Miskin dalam hati berarti bahwa mereka tahu dalam hati bahwa hanya Tuhanlah yang
dapat menolong mereka. Mereka disebut juga “orang yang berdukacita” yang Yesus
maksudkan orang yang bersedih, sebab anggota-anggota umat Tuhan mengalami
ketidakadilan serta disudutkan (Selama kerajaan Mesias belum datang secara penuh). “orang
yang lemah lembut” mempunyai dua pengertian dengan serentak: mereka adalah orang yang
(ditengah-tengah kesesakan dan penindasan) dengan rendah hati mengharapkan pertolongan
dari Tuhan, dan justru sebab mereka mengharapkan pertolongan dari Tuhan, maka mereka
dapat menjadi lemah lembut terhadap sesama manusia serta hidup tanpa membalas dendam8.
Penyebab Kemiskinan
Pada faktanya kemiskinan merupakan keadaan yang kompleks dan disebabkan oleh
berbagai faktor. Yewangoe mengutarakan beberapa penyebab kemiskinan adalah ketidakadilan
struktural, penindasan dari sistem kapitalis dan perampokan sistematis terhadap negara-negara
dunia ketiga oleh negara-negara maju.9 Indonesia sendiri adalah negara yang memiliki
pengalaman dijajah oleh bangsa barat dalam kurun waktu yang cukup lama, dan hal ini memiliki
dampak yang cukup besar terhadap kemiskinan yang terjadi, namun hal ini bukanlah stu-satunya
penyebab dari kemiskinan di Indonesia.
5
Hauck: Ptochos (art), dalam G.Kittel (ed): Theological Dictionary of The New Testament Vol Vi, Michigan
Gran Rapids
6
Wolfgang Stagemann. 1989. Injil dan Orang-orang Miskin (Jakarta: BPK Gunung Mulia), hlm.2.
7
Malcolm Brownlee, Op-Cit, hal. 84.
8
J.J.de Heer. 1992. Tafsiran Alkitab Injil Matius 1 (Jakarta: BPK Gunung Mulia) hlm. 72-73.
9
A.A Yewanggoe. 1992. Kemiskinan dan Etos Kerja Masyarakat Indonesia (Jakarta:Yakona),
Jika ditinjau dari penyebabnya banyak kategori kemiskinan yang dapat dilihat. Beberapa
kategori kemiskinan berdasarkan penyebab-penyebabnya, dabat dijelaskan sebagai berikut:
Psikologis, yaitu pandangan seorang terhadap hidup dan masa depan. Kemiskinan
dianggap sebagai nasib yang harus diterima dengan pasif. Banyak orang yang menanggap bahwa
kemiskinan adalah kehendak Tuhan dan sudah menjadi suratan takdir. Keadaan ini jelas tidak
sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan.
Cacat secara fisik sehingga tidak dapat memelihara diri sendiri. biasanya keadaan orang
seperti ini tidak memiliki kemampuan bekerja, hidupnya bergantung kepada orang lain.
Memerlukan suatu pekerjaan yang sesuai dengan keadaan fisiknya. Kemiskinannya terjadi
karena ia tidak memiliki kesempatan untuk belajar keterampilan yang sesuai dengan keadaan
fisiknya.
Moral, merupakan sikap hidup dan perilaku yang menyimpang dan berdosa sehingga
berakibat fatal dalam kehihidupannya. Keadaan moral ini bisa saja mengakibatkan kemiskinan
karena kurangnya etiket kerja yang memadai, malas bekerja, atau bekerja akan tetapi pekerjaan
yang dipilih adalah tindakan kejahatan yang melanggar hukum.
Politik, hal ini terjadi apabila kemiskinan merupakan akibat dari strategi pemerintah yang
kurang berhikmat atau untuk kepentingan pribadi. Banyaknya kasus korupsi telah menjadikan
banyak orang miskin. Hal ini terjadi karena dana dan kebijakan yang sebenarnya berpihak
kepada orang miskin untuk meningkatkan taraf hidupnya, namun juga dirampok oleh penguasa
yang tidak bertanggung jawab.
Pelayanan Transformatif
Diakonia transformatif sebagai pelayanan yang mengarah kepada perubahan structural
dalam masyarakat. Kesan yang muncul adalah sistem dalam masyarakat dianggap tidak
menolong masyarakat untuk hidup dengan baik karena hanya menciptakan ketidakadilan dalam
masyarakat. Karena itu sistem yang ada perlu dibongkar dan dibuat system yang baru yang lebih
mendukung perwujudan keadilan dalam masyarakat sebagai usaha mengatasi kemiskinan. Dalam
bukunya Widyatmaja juga mengatakan lebih lanjut:
“Rakyat kecil yang buta hukum serta mengalami kelumpuhan semangat berjuang perlu dilayani,
yaitu dengan menyadarkan hak-hak mereka dan memberdayakkan mereka. Rakyat kecil butuh
penyadaran atas hak-haknya karena mereka telah menjadi kelompok yang putus asa serta
kehilangan dan tidak menyadari hak mereka. Semangat dan harapan mereka telah hilang atau
pudar.[… ]Mereka juga butuh dorongan dan semangat untuk percaya pada diri sendiri.”
(Widyatmaja, 2010:44)
Uraian-uraian ini menunjukkan kepada kita bahwa pelayanan transformatif adalah sebuah
kebutuhan bagi masyarakat kita saat ini untuk dijadikan sarana pengentasan kemiskinan, karena
mengacu kepada konteks sosial politik masyarakat kita saat ini. Ada hal yang perlu di perhatikan,
pelayanan transformatif juga harus dikerjakan secara holistik. Herlianto mengungkapkan
pemahaman akan pelayanan yang holistik merupakan sebagai pelayanan yang mencakup
penjangkauan atau pemberitaan injil baik secara verbal mapun secara perbuatan yang ditujukan
untuk menjangkau manusia secara seutuhnya, yaitu manusia yang terdiri dari tubuh, jiwa dan
roh, dan manusia yang memiliki kaitan-kaitan sosial, budaya, ekonomi, hukum dan politik
dengan lingkungannya.
Jika meninjau keadaan dunia saat ini, permasalahan yang terjadi sangatlah kompleks
terkait dengan pendindasan ekonomi, politik, sosial sampai pada krisis lingkungan. Gereja sangat
kurang berperan secara praksis dalam pembebasan masalah-masalah pemberantasan penindasan
ekonomi dan sosial. Bahkan gereja lebih cenderung tutup mata terhadap permasalahn-
permasalahan yang terkait dengan penindasan hak-hak yang dilakukan si kaya terhadap si
miskin. Banyak orang-otang kaya yang mengambil peran penting dalam kehidupan bergereja,
sehingga orang kaya yang mengatur kebijakan dan ajaran-ajaran bergereja. Inilah yang menjadi
penyebab mengapa gereja hanya mengambil sedikit peran dalam pemberantasan penindasan
ekonomi dan sosisal. Dari hal ini dapat dilihat bahwa gereja cenderung menjadi alat penguasa
untuk melegitimasi sepak terjangnya di dalam dunia ekonomi dan sosial. Dan hal seperti ini
tidaklah benar dan tidak sesuai dengan tugas dan tanggung jawab gereja.
Gereja perlu peka dengan keadaan sosial yang hidup di masyarakat Indonesia. Apabila
melihat keadaan Indonesia sekarang ini, masalah sosial begitu mendominasi kehidupan sebagian
besar masyarakat. Kemiskinan, ketidakadilan, aniaya, pemaksaan kehendak, pelecehan,
manipulasi hukum dan begitu banyak kejahatan yang terjadi di negara ini akibat tidak
terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Di tengah realitas sosial semacam ini, gereja perlu terlibat
untuk menguraikan masalah kemiskinan sehingga menemukan solusi dan jalan keluar yang
terbaik. Jika melihat dalam kitab Yeremia 29:7 yang berisi “Usahakanlah kesejahteraan kota ke
mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteaanya
adalah kesejahteraanmu”, maka dapat dipahami bahwa gereja memiliki tanggung jawab yang
besar terhadap kesejahteraan umat manusia di bangsa ini. Gereja harus terjun langsung melalui
berbagai program transformatif dalam pelayanan mereka terhadap sesama nggota jemaat maupun
di tempat gereja itu berada.
- Rakyat tidak boleh menjadi obyek, mereka adalah subyek dari sejarah kehidupan ini.
- Yang diperlukan adalah usaha-usaha preventif dan bukan karitatif.
- Usaha mewujudkan keadilan harus menjadi dasar.
- Rakyat harus didorong untuk berpatisipasi aktif.
- Sebelum melakukan tindakan maka perlu dilakukan analisis sosial.
- Perlunya penyadaran rakyat atas apa yang menjadi hak-hak mereka.
- Rakyat perlu diorganisir untuk melakukan ini secara bersama.
Menurut World Blank Worlds, dalam pemberantasan kemiskinan harus dimulai dengan
adanya agenda pengembangan, perlu adanya agenda tunggal yang menyatukan isu-isu sosial,
ekonomi dan lingkungan. Untuk mencapai pengentasan kemiskinan ada lima transformasi
10
https://lausanne.org/content/statement/transformation-the-church-in-response-to-human-need
diakses 18 September 2021 pukul 07.30 WIB
fundamental yang jika diterapkan akan memberikan perubahan yang tajam dari segi bisnis atau
keadaan ekonomi, dan lima hal tersebut, yaitu:
Pemberdayaan Jemaat
Program pemberdayaan merupakan sebuah jalan alternatif yang dapat
dikembangkan oleh gereja. Jemaat bukan hanya mendapatkan ajaran Firman Tuhan, akan
tetapi di dalam gereja mereka juga diberdayakan untuk berdikari. Dalam hal ini jemaat
diberikan keterampilan sebagai modal dasar. Seorang tokoh pastoral yaitu Clinebell
berpendapat bahwa, ia hendak memposisikan agama bukan sebagai lembaga, melainkan
sebagai usaha untuk menumbuh-kembangkan kehidupan spiritualitasnya. Agama harus
kembali kepada fungsi aslinya, yaitu sebagai sarana pengembalian manusia dalam segi
spiritualitasnya, agar membuahkan tingkah laku yang sesuai dengan ajarannya. Lewat
pengalaman spiritualitas yang mendalam, seseorang akan mampu menjadikan dirinya
sejahtera secara utuh.12 Di sinilah tugas gereja agar dapat memberdayakan jemaat, agar
mampu meningkatkan spiritualitasnya, sebagai ketahanan iman dalam memperjuangkn
iman di tengah realitas sosial yang ada.
Ketika jemaat yang tergolong miskin diberdayakan dan diberikan pelatihan untuk
berdikari, mereka akan di transormasikan dari yang semula jemaat miskin menjadi jemaat
yang berkembang dalam tatanan kehidupan mereka. Bukan hanya itu saja, jemaat gereja
yang tergolong kaya atau mampu, sebisa mungkin mereka juga dilibatkan untuk
memberikan support berupa modal (subsidi silang). Ketika jemaat miskin sudah berhasil
di berdayakan, kemudian mereka menjadi jemaat yang mandiri secara bisnis, mereka bisa
menjadi starter yang baik untuk melibatkan masyarakat miskin di sekitar gereja itu
berada, sehingga secara perlahan taraf perekonomian pun akan seedikit terbantu apabila
banyak gereja yang menerapkan bentuk pelayanan transformatif yang demikian.
12
H. Clinebell. 1982. Growth Counseling (Nashcille: Abingdon), Hlm. 101
kehidupan jemaat yang masih di bawah rata-rata, sehingga mereka sebagai jemaat bisa
merasakan pelayanan yang nyata dari sebuah keberadaan gereja.
IV. Kesimpulan
Kemiskinan merupakan pergumulan masyarakat yang selalu menjadi pemikiran
strategis secara nasional untuk diselesaikan. Dalam pengentasan masalah sosial, terutama
perihal kemiskinan sebagai mandataris Tuhan di tengah dunia, gereja perlu berani
menghadirkan pelayanan transformatif dalam bentuk yang nyata. Peningkatan spiritual di
dalam jemaat perlu ditingkatkan, sampai jemaat mempunyai kesalehan sosial dan
kepedulian sosial di tengah masyarakatnya. Kesalehan ini menjadi praksis bergereja,
yang bukan hanya mempunyai spiritualitas yang baik kepada Tuhan, tetapi harus mampu
juga merefleksikan spiritualitasnya kepada lingkungan masyarakat di sekitarnya, shingga
masyarakat dapat merasakan Tuhan hadir pula di tengah-tengah pergumulannya melalui
pelayanan gereja.
Ala, Andre Bayo. 1981. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta:
Liberty.
Hammedi, Wafa, Raymon P. Fisk dkk. 2019. Transformative Service research and
Poverty. Texas: Texas State University.
Brownlee, Malcolm. Op-Cit. Hlm. 81-84
Hauck: Ptochos (art), dalam G.Kittel (ed): Theological Dictionary of The New Testament
Vol Vi, Michigan Gran Rapids.
Wolfgang Stagemann. 1989. Injil dan Orang-orang Miskin. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
De Heer, J.J. 1992. Tafsiran Alkitab Injil Matius 1. Jakarta: BPK Gunung Mulia
Yewanggoe, A.A. 1992. Kemiskinan dan Etos Kerja Masyarakat Indonesia. Jakarta:
Yakona
Clinebell, H. 1982. Growth Counseling. Nashcille: Abingdon
Internet
https://lausanne.org/content/statement/transformation-the-church-in-response-to-human-
need
https://blogs.worldbank.org/developmenttalk/five-fundamental-transformations-end-
poverty