DIABETES MELITUS
Disusun oleh :
ELIS ATIKA
P1337420217050
2019
I. Konsep Dasar Penyakit
A. Pengertian
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai
dengan berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop electron. (Mansjoer, Arif, 2002).
Diabetes Melitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2002)
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Brunner dan Suddarth, 2008).
Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula
(glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif
(Arjatmo, 2009).
Diabetes Melitus adalah gangguan yang melibatkan metabolisme
karbohidrat primer dan ditandai dengan defisiensi (relatif/absolute) dari
hormon insulin. (Dona L. Wong, 2010)
B. Klasifikasi
Menurut Smeltzer dan Bare (2009:1220), klasifikasi dari Diabetes
Mellitus
yaitu :
1. Tipe I : Diabetes Mellitus tergantung insulin (insulin-dependent diabetes
mellitus [IDDM])
2. Tipe II: Diabetes Mellitus tidak tergantung insulin (non insulin-dependent
diabetes mellitus [NIDDM])
3. Diabetes mellitus gestasional (gestasional diabetes mellitus)
4. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi
mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah
terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada
individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana
antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi
terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai
jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans
dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang
menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui.
Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi
insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
D. Pathofisiologi
1. Diabetes Tipe I
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Glukosa yang berasal
dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada
dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan).
Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya glukosa
tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi ini akan disertai
oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik. Pasien mengalami peningkatan dalam
berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsi).
2. Diabetes Tipe II
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin,
yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi
dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes
tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian insulin
menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh
jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan insulin yang disekresikan.
Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat
sekresi insulin yang berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan
pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel ?
tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka
kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan ciri
khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang adekuat untuk
mencegah pemecahan lemak dan produksi badan keton. Oleh karena itu,
ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada diabetes tipe II. Meskipun
demikan, diabetes tipe II yang tidak terkontrol dapat menimbulkan
masalah akut lainnya yang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif, maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa
terdeteksi, gejalanya sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan,
iritabilitas, poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh,
infeksi dan pandangan yang kabur.
3. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat sekresi
hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar glukosa darah
pada wanita yang menderita diabetes gestasional akan kembali normal.
E. Pathway
Kekurangan Insulin
Gangguan Metabolisme
Hiperglikemi
Kurang
Pengetahuan
Hilangnya cairan dan Dehidrasi
Hipertermi
Kekurangan
Volume Cairan
Kerusakan
Integritas Kulit
a. Mikrovaskuler
1) Penyakit Ginjal
Salah satu akibat utama dari perubahan – perubahan
mikrovaskuler adalah perubahan pada struktural dan fungsi
ginjal. Bila kadar glukosa darah meningkat, maka mekanisme
filtrasi ginjal akan mengalami stress yang menyebabkan
kebocoran protein darah dalam urin.
2) Penyakit Mata (Katarak)
Penderita Diabetes melitus akan mengalami gejala
penglihatan sampai kebutaan. Keluhan penglihan kabur tidak
selalui disebabkan retinopati. Katarak disebabkan karena
hiperglikemia yang berkepanjanganyang menyebabkan
pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
3) Neuropati
Diabetes dapat mempengaruhi saraf - saraf perifer, sistem
saraf otonom, Medsulla spinalis, atau sistem saraf pusat.
Akumulasi sorbital dan perubahan – perubahan metabolik lain
dalam sintesa atau funsi myelin yang dikaitkan dengan
hiperglikemia dapat menimbulkan perubahan kondisi saraf.
b. Makrovaskuler
1) Penyakit Jantung Koroner
Akibat kelainan fungsi pada jantung akibat diabetes melitus
maka terjadi penurunan kerja jantung untuk memompakan
darahnya keseluruh tubuh sehingga tekanan darah akan naik
atau hipertensi. Lemak yang menumpuk dalam pembuluh darah
menyebabkan mengerasnya arteri (arteriosclerosis), dengan
resiko penderita penyakit jantung koroner atau stroke
2) Pembuluh darah kaki
Timbul karena adanya anesthesia fungsi saraf – saraf
sensorik, keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor
dan tidak terdeteksinya infeksi yang menyebabkan gangren.
Infeksi dimulai dari celah – celah kulit yang mengalami
hipertropi, pada sel –sel kuku yang tertanam pada bagian kaki,
bagia kulit kaki yang menebal, dan kalus, demikian juga pada
daerah – daerah yang tekena trauma.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doengoes, dkk. (2003) pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan
pada penderita penyakit diabetes mellitus antara lain :
1. Pemeriksaan darah, yang meliputi:
a. Glukosa darah biasanya meningkat antara
100-200 mg/dl atau lebih. Nilai normalnya: GDP 70-100 mg/dl. GD2
JPP < 140 mg/dl.
b. Aseton plasma atau keton, positif secara
mencolok. Normalnya nagatif.
c. Asam lemak bebas. Kadar lipid dan
kolesterol meningkat. Nilai normalnya : 450-1000 mg /100ml.
d. Osmolalitas serum meningkat, tetapi biasnya
kurang dari 330 mOsm/lt. Nilai normalnya 500-850 mOsm/lt.
e. Elektrolit
Natrium : Mungkin normal, meningkat atau menurun. (Normal :
135-145 mEq/lt).
Kalium : Normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler),
selanjutnya akan menurun. (Normal: 3,5-5,0 mEq/lt).
Fosfor : Lebih sering menurun. (Normal 1,7-2,6 mEq/lt).
f. Hemoglobin glikosilat, kadarnya meningkat
2-4 kali lipat dari normal yang mencerminkan kontrol DM yang
kurang selama 4 bulan terakhir. ( Normal : P 13-18 gr/dl ; W 12-16
gr/dl ).
g. Gas darah arteri, biasanya menunjukkan pH
rendah dan penurunan pada HCO3 ( asidosis metabolik ) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik. (Normal : pH 7,25-7,45).
h. Trombosit darah, Ht mungkin meningkat
(dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, merupakan respon
terhadap stress atau infeksi. (Normal : 150-400 ribu/lt).
i. Ureum/kreatinin mungkin meningkat atau
normal (dehidrasi/ penurunan fungsi ginjal). Nilai normalnya : 110-
150 mg/mnt.
j. Amilase darah mungkin meningkat, yang
mengindikasikan adanya pankreatitis akut sebagai penyebab dari
diabetes ketoasidosis (DKA). (Normal : 80-180 unit/100ml)
k. Insulin darah mungkin menurun / bahkan
sampai tidak ada (tipe I) atau normal sampai tinggi (tipe II) yang
mengindikasikan insufisiensi insulin dalam penggunaannya
(endogen atau eksogen ).
l. Pemeriksaan fungsi tiroid. Peningkatan
aktivitas hormon tiroid dapat meningkatkan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
2. Pemeriksaan urin, yang meliputi :
a. Urin
Gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat. Normal : Bj : 1,003-1,030
b. Kultur dan sensitivitas
Kemungkinan adanya infeksi pada saluran kemih, infeksi pernapasan
dan infeksi pada luka.
H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai
kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan
gangguan series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
a. Syarat diet DM hendaknya dapat :
- Memperbaiki kesehatan umum penderita
- Mengarahkan pada berat badan normal
- Menormalkan pertumbuhan DM anak dan
DM dewasa muda
- Mempertahankan kadar KGD normal
- Menekan dan menunda timbulnya penyakit
angiopati diabetik
- Memberikan modifikasi diit sesuai dengan
keadaan penderita.
- Menarik dan mudah diberikan
b. Prinsip diet DM, adalah :
- Jumlah sesuai kebutuhan
- Jadwal diet ketat
- Jenis: boleh dimakan/tidak
c. Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
- Diit DM I : 1100 kalori
- Diit DM II : 1300 kalori
- Diit DM III : 1500 kalori
- Diit DM IV : 1700 kalori
- Diit DM V : 1900 kalori
- Diit DM VI : 2100 kalori
- Diit DM VII : 2300 kalori
- Diit DM VIII : 2500 kalori
Diit I s/d III : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
Diit IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan
normal
Diit VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja,
atau diabetes komplikasi.
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
JI : Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan
dikurangi atau ditambah.
J II : Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya.
J III : Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat badan
normal) dengan rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100
Kurus (underweight)
a. Kurus (underweight) : BBR < 90 %
b. Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
c. Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
d. Obesitas, apabila : BBR > 120 %
1) Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
2) Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
3) Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
4) Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
a. Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
b. Normal : BB X 30 kalori sehari
c. Gemuk : BB X 20 kalori sehari
d. Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Latihan
Beberapa kegunaan latihan teratur setiap hari bagi penderita DM, adalah:
a. Meningkatkan kepekaan insulin (glukosa uptake), apabila dikerjakan
setiap 1 ½ jam sesudah makan, berarti pula mengurangi insulin
resisten pada penderita dengan kegemukan atau menambah jumlah
reseptor insulin dan meningkatkan sensitivitas insulin dengan
reseptornya.
b. Mencegah kegemukan apabila ditambah latihan pagi dan sore
c. Memperbaiki aliran perifer dan menambah supply oksigen
d. Meningkatkan kadar kolesterol-high density lipoprotein
e. Kadar glukosa otot dan hati menjadi berkurang, maka latihan akan
dirangsang pembentukan glikogen baru
f. Menurunkan kolesterol (total) dan trigliserida dalam darah karena
pembakaran asam lemak menjadi lebih baik.
3. Penyuluhan
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit (PKMRS)
merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada penderita
DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya: leaflet, poster,
TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
4. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
- Mekanisme kerja sulfanilurea
1) Kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
2) Kerja OAD tingkat reseptor
- Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
1) Biguanida pada tingkat prereseptor ekstra pankreatik
a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
2) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
3) Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek
intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat
dengan OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
i) DM patah tulang
j) DM dan underweight
k) DM dan penyakit Graves
2) Beberapa cara pemberian insulin
a) Suntikan insulin subkutan
Insulin reguler mencapai puncak kerjanya pada 1-4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat
suntikan tergantung pada beberapa factor antara lain :
- Lokasi suntikan
Ada 3 tempat suntikan yang sering dipakai yaitu
dinding perut, lengan, dan paha. Dalam memindahkan
suntikan (lokasi) janganlah dilakukan setiap hari tetapi
lakukan rotasi tempat suntikan setiap 14 hari, agar tidak
memberi perubahan kecepatan absorpsi setiap hari.
- Pengaruh latihan pada absorpsi insulin
Latihan akan mempercepat absorbsi apabila
dilaksanakan dalam waktu 30 menit setelah suntikan
insulin karena itu pergerakan otot yang berarti,
hendaklah dilaksanakan 30 menit setelah suntikan.
- Pemijatan (Masage)
Pemijatan juga akan mempercepat absorpsi insulin.
- Suhu
Suhu kulit tempat suntikan (termasuk mandi uap) akan
mempercepat absorpsi insulin.
- Dalamnya suntikan
Makin dalam suntikan makin cepat puncak kerja insulin
dicapai. Ini berarti suntikan intramuskuler akan lebih
cepat efeknya daripada subcutan.
- Konsentrasi insulin
Apabila konsentrasi insulin berkisar 40 – 100 U/ml,
tidak terdapat perbedaan absorpsi. Tetapi apabila
terdapat penurunan dari u –100 ke u – 10 maka efek
insulin dipercepat.
b) Suntikan intramuskular dan intravena
Suntikan intramuskular dapat digunakan pada koma
diabetik atau pada kasus-kasus dengan degradasi tempat
suntikan subkutan. Sedangkan suntikan intravena dosis
rendah digunakan untuk terapi koma diabetik.
II. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Keluahan utama, biasanya pada pasien diabetes melitus keluhan utama
pasien adalah poliuri, polidipsi, polifagi
2. Riwayat penyakit, terutama yang berhubungan dengan penyakit yang
berbahaya.
3. Riwayat keluarga
Terutama yang berkaitan dengan anggota keluarga lain yang menderita
diabetes melitus.
4. Riwayat Kesehatan
Terutama yang berhubungan dengan penurunan berat badan, frekuensi
minum dan berkemih. Peningkatan nafsu makan, penururan tingkat
kesadaran, perubahan perilaku dan manifestasi dari diabetes melitus
tergantung insulin.
I. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa I
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakseimbangan insulin dan makanan.
Kriteria Hasil:
a. Asupan nutrisi
b. Berat badan ideal
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Indikator Skala:
2 = Sedikit 5 = Total
3 = Sedang
2. Diagnosa II
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
aktif (poliuria)
Kriteria Hasil:
2 = Sangat kompromi
3 = Cukup Kompromi
4 = Sedikit Kompromi
5 = Tidak kompromi
3. Diagnosa III
Kerusakan Intergritas Kulit berhubungan dengan hipertermia
Kriteria Hasil:
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NOC: Thermoregulator
Kriteria Hasil:
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
Kriteria Hasil:
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
Kriteria Hasil:
Indikator Skala:
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
D
Kriteria Hasil Ket Skala
X
I a. Asupan nutrisi 4
b. Berat badan ideal
4
c. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang 4
berarti
4