Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Pemeriksaan neurologis pada bayi dan anak merupakan hal yang rumit untuk
dilakukan oleh karena mereka belum dapat komunikasi dan berinteraksi. Selain itu, pada bayi
normal selalu bergerak aktif bila mereka bangun. Untuk dapat menilai apakah pemeriksaan
itu normal atau abnormal, maka penting untuk mengetahui terlebih dahulu bagaimana proses
perkembangan anak normal. 1,2
Normal untuk mempermudah dalam pemahaman kelainan neurologi khususnya pada
anak, makalah ini akan dibicarakan mengenai beberapa cara pemeriksaan neurologi yang
penting untuk mendeteksi secara dini kemungkinan-kemungkinan adanya penyimpangan
tumbuh dan kembang bayi dan anak. 1,2
Dalam melakukan pemeriksaan pada anak, dapat dijumpai variasi-variasi normal dari
tiap-tiap individu. Dalam melakukan pemeriksaan neurologi pada bayi, perlu diketahui
adanya beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemeriksaan seperti kondisi saat
melakukan pemeriksaan apakah saat anak bangun tidur/mengantuk/letih. Waktu yang paling
tepat adalah 2 jam setelah anak/bayi selesai minum. Suhu ruangan pemeriksaan sebaiknya
antara 27-29 ͦ C. 1,2

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anamnesis
Anamnesis neurologis dimulai dengan keluhan utama orangtua membawa anaknya
berobat. Anamnesis dilakukan melalui wawancara dengan orangtua pasien
(aloanamnesis). Keluhan utama sangat penting untuk menentukan diagnosis banding.
Anamnesis yang dilakukan secara rinci dan kronologis dapat menentukan perjalanan
penyakit dan proses penyakitnya (akut atau kronik, fokal atau umum, progresif atau statik).1,2

Beberapa hal yang sebaiknya ditanyakan adalah:

1. Riwayat penyakit yang terdiri dari ;


- Lama atau umur saat awal keluhan;
- Bagaimana terjadinya (mendadak atau perlahan-lahan);
- Lokalisasi dan sifat keluhan (menetap atau menyebar);
- Derajat dan perkembangan penyakit (bertambah berat atau menetap);
- Bagaimana gejala awalnya;
- Apakah keluhannya untuk pertama kali;
- Apakah sudah berobat, jenis obat, membaik atau memburuk setelah berobat;
- Riwayat keluarga seperti penyakit pasien.

2. Data lain yang tidak kalah pentingnya adalah:


- Riwayat kehamilan ibu;
- Riwayat kelahiran;
- Riwayat pasca lahir
- Riwayat penyakit lampau dan riwayat imunisasi;
- Riwayat perkembangan, nutrisi;
- Riwayat keluarga dan riwayat pendidikan.

2
2.2 Penilaian Derajat Kesadaran
Penilaian derajat kesadaran baru dapat dinilai bila pasien tidak tidur. Penilaian
kesadaran dinyatakan sebagai berikut : 3
Tabel 1. Penilaian Derajat Kesadaran

Penilaian Derajat Kesadaran


Kompos Mentis Pasien sadar sepenuhnya dan memberi respons yang adekuat
terhadap semua stimulus yang diberikan.
Apatis Pasien dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap
keadaan sekitarnya, ia akan memberi respons yang adekuat bila
diberikan stimulus.
Samnolen Pasien tampak mengantuk atau tidur, akan tetapi masih dapat
dibangunkan dengan rangsangan suara atau nyeri. Saat sadar
pasien dapat berkomunikasi dengan pemeriksa kemudian
tertidur kembali.
Sopor/ Stupor Pasien tidak memberikan respons ringan maupn sedang, tetapi
masih memberi sedikit respons terhadap stimulus yang kuat,
reflek pupil terhadap cahaya masih positif.
Koma Pasein tidak dapat bereaksi terhadap stimulus apapun, reflek
pupil terhadap cahaya tidak ada, ini adalah tingkat kesadaran
yang paling rendah.
Delirium Keadaan kesadaran yang menurun serta kacau, biasanya disertai
disorientasi iritatif, dan salah persepsi terhadap rangsangan
sensorik hingga sering terjadi halusinasi.

Pediatric Coma Scale

Pediactric Coma Scale merupakan modifikasi dari Glasgow Coma Scale karena pada
anak-anak yang belum bisa berbicara akan menyulitkan pemeriksaan dalam menentukan skor
verbalnya. 4,5,6,7

3
Tabel 2. Tabel Penilaian Pediatric Coma Scale

Tabel Penilaian Pediatric Coma Scale


TANDA SKALA KOMA GLASGOW NILAI
Buka Mata Spontan 4
( Eye = E) Reaksi terhadap bicara 3
Reaksi terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
Verbal (Verbal = v) Non verbal anak-anak Respon verbal terbaik Nilai
Tersenyum apabila mendengar Orientasi baik dan bisa 5
suara berbicara
Menangis dan interaksi yang Orientasi yang buruk 4
buruk dan bisa berbicara
Merasa kurang nyaman dan Kata-kata yang tidak 3
merintih: membuat suara jelas
Mudah marah dan gelisah Suara yang tidak jelas 2
Tidak ada respon Tidak ada respon 1

Motorik (Motoric = M) Mengikuti perintah 6


Dapat melokalisir nyeri 5
Menolak rangsangan nyeri pada anggota gerak 4
Fleksi abnormal (dekortikasi) 3
Ekstensi abnormal (deserebrasi) 2
Tidak ada gerakan 1

Interpretasi anak > 5 tahun:


Skor membuka mata + respon verbal/nonverbal terbaik + respon motorik
1. Skor minimum adalah 3, prognosis sangat buruk
2. Skor maksimum adalah 13-15, prognosis baik
3. Skor ≥ 7 kesempatan untuk sembuh besar
4. Skor 3-5 berpotensi fatal

Interpretasi anak< 5 tahun :


Untuk anak-anak usia dibawah 5 tahun memiliki skor lebih rendah karena
pengurangan terjadi pada respon motorik dan verbal:
1. Usia 0-6 bulan :

4
Respon verbal terbaik pada usia ini adalah menangis, skor yang diharapkan adalah 2
2. Usia 6-12 bulan :
Pada usia ini bayi sudah dapat membentuk suara, skor yang diharapkan adalah 3.
Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan
adalah4.
3. Usia 12-24 bulan :
Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti, skor yang diharapkan adalah 4.
Bayi akan melokalisir nyeri tapi tidak menuruti perintah, skor yang diharapkan adalah
4.
4. Usia 2-5 tahun :
Kata-kata yang diucapkan sudah dapat dimengerti,skor yang diharapkan adalah 4.
Bayi sudah menuruti perintah,skor yang diharapkan adalah 5.
5. Usia diatas 5 tahun :
Orientasi baik bila pasien mengetahui bahwa ia di rumah sakit,skor verbal normal
yang diharapkan adalah 5.

Skor normal berdasarkan umur :


0-6bulan 9
6-12bulan 11
12-24bulan 12
2-5tahun 13
> 5 tahun 14

2.3 Inspeksi
1. Kepala

5
Pemeriksaan kepala dapat menentukan apakah makrosefali, mikrosefali atau
kraniosinostosis. Gambaran vena melebar dapat terlihat pada peningkatan tekanan
intrakranial. Daerah oksiput yang datar dapat berhubungan dengan perkembangan
yang terlambat. Daerah oksipital yang membesar dapat ditemukan pada sindrom
Dandy Walker. Biparietal melebar dapat karena adanya hematom subdural yang
disebabkan perlakuan salah pada anak. Sutura yang overlaping dapat dijumpai pada
kraniosinostosis. Tanda Macewen (cracked pot) dapat dijumpai pada peningkatan
tekanan intrakranial.8
Pertambahan ukuran lingkar kepala pada bayi cukup bulan pada 3 bulan
pertama adalah 2 cm/bulan, pada usia 3 bulan sampai 6 bulan adalah 1 cm/bulan dan
selanjutnya 0,5 cm/bulan pada usia 7 – 12 bulan. Pengukuran lingkar kepala secara
serial dan diplot pada grafik lingkar kepala dapat memberikan informasi penting
untuk mendeteksi awal adanya hidrosefalus atau mikrosefal. Perkembangan lingkar
kepala yang terhambat atau menetap merupakan refleksi adanya gangguan
pertumbuhan otak yang disebabkan bermacam sebab. Pengukuran lingkar kepala yang
benar adalah mengukur lingkaran kepala yang melewati titik suboksipito-
bregmatikus. Sampai dengan sekarang tabel yang dipergunakan sebagai referensi
pengukuran lingkar kepala pada bayi dan anak adalah Tabel NELLHAUS, dimana
lingkar kepala bertambah 12 cm dalam 12 bulan pertama dengan distribusi yang tidak
merata. 1,2,3
Beberapa penyebab yang mengakibatkan pertumbuhan lingkar kepala menjadi
tidak normal adalah sebagai berikut:1,2,3
a.              Lingkar kepala mengecil (<-2 SD)
1. Bayi kecil
2. Familial feature
3. Mental subnormality
4. Kraniostenosis
b.             Lingkar kepala besar (>+2 SD)
1. Bayi besar
2. Familial feature
3. Hidrosefalus
4. Megaensefali
5. Hidranensefali
6. Tumor serebral

6
7. Efusi subdural
Diagram 1
Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Laki-laki

Diagram 2
Lingkar Kepala Menurut Nellhaus untuk Bayi dan Anak Perempuan

Palpasi pada fontanel (ubun-ubun) dapat mencerminkan keadaan tekanan


intrakranial. Pada keadaan normal, ubun-ubun besar (fontanel anterior) teraba sedikit
cekung dan teraba adanya pulsasi arteri. Ukuran rata-rata berkisar 2,1 cm dan telah
menutup pada usia 13,8 bulan. Secara umum, ubun-ubun besar mulai menutup pada
umur 9 bulan dan telah menutup pada usia 18 bulan. Ukuran ubun-ubun yang lebar dan

7
lambat menutup dapat dijumpai pada keadaan akondroplasi, hipotiroid, sindrom Down,
peningkatan tekanan intrakranial dan penyakit rikets. Auskultasi dapat dilakukan pada
daerah glabela, temporal, leher, mata, di belakang telinga dan mastoid. Bruit dapat
ditemukan normal pada anak usia 4 – 5 tahun berkisar 10% lebih.4,5

Gambar 1. Fontanel

2. Posisi Pada Bayi atau Bayi baru lahir


Bayi atau bayi baru lahir secara normal akan berbaring dengan posisi lengan
dan tungkai dalam keadaan fleksi, sedangkan tangannya menggenggam 2,9,10
Posisi bayi baru lahir tanpa kelainan neurologis bila diletakkan pada meja
periksa dalam posisi telungkup (pronasi-prone position) maka kepalanya masih akan
menempel pada meja, kedua lengan dan tungkai dalam keadaan fleksi dan bokong ke
atas. Dengan semakin bertambahnya usia, maka kepalanya akan diangkat.2,9,10
Posisi fleksi pada bayi normal akan semakin tampak kurang jelas dengan
semakin bertambahnya usia. Beberapa posisi abnormal yang dapat dijumpai pada bayi
atau bayi baru lahir antara lain : 2,9,10

1. FROG POSTURE
Bilamana kedua lengannya terbaring lemas disamping tubuhnya. Kedua tangan
terbuka disertai abduksi dan eksternal rotasi sendi panggul. Besar kemungkinan
bayi tersebut adalah “FLOPPY Infant”

8
Gambar 2. Frog leg posture

2. HEMIPLEGI
Bila hanya ekstremitas satu sisi yang fleksi, sedangkan sisi lainnya ekstensi
lemah. Bila hanya satu ekstremitas atas yang ekstesni lemah kemungkinan suatu
“ERB’s Paralyse”

3. OPISTHOTONUS
Bila dijumpai ekstensi spastic pada keempat ekstremitas dicurigai adanya
“Cerebral Palsy”

4. HIPOTONI
Bila bayi terbaring lurus tertelungkup dengan posisi kedua lengan dan tungkainya
diletakkan lurus diatas meja. Biasanya bayi dengan posisi seperti ini memiliki
kelainan pada SSP.

2.4 Pemeriksaan Saraf Kranialis

Ada 12 nuah saraf kranialis yang harus dievaluasi pada bayi dan anak. Dengan
melakukan pemeriksaan lengkap pada ke 12 buah saraf kranialis tersebut kita dapat
mengetahui ada tidaknya gangguan pada otak. 2,5,6

9
1. N.I (N.Olfaktorius)
Penghidu merupakan fungsi dari N.I (Olfaktorius). Pemeriksaan penciuman pada bayi
bukanlah hal yang mudah, tetapi pada anakusia 5-6 tahun kita bisa meminta mereka
untuk mencium bau dengan posisi mata tertutup.
Sebelum melakukan tes, pastikan dulu tidak didapatkan adanya gangguan atau
sumbatan pada lubang hidung. Pada bayi kita bisa menempelkan gelas obyek atau
membran dan melihat adanya pengembunan akibat udara yang dikeluarkan.
Interpretasi :
Normosmi: terciumnya bau-bauan secara tepat menandakan fungsi nerfus olfaktorius
kedua sisi adalah baik.
Anosmia adalah ketidak mamupuan untuk menyium aroma. Anosmia unilateral
biasanya berkaitan dengan kerusakan pada SSP. Kerusakan yang terjadi bisa pada N.I
itu sendiri, talamus atau lobus frontalis, atau pada struktur-struktur yang
menghubungkan organ-organ tersebut. Penyebab kelainan ini adalah trauma kepala,
aneurisma, perdarahan intraserebral atau tumor. 2,5,6

2. N.II (N.Opticus)
Meliputi uji ketajaman penglihatan, bisa dilakukan dengan uji penglihatan secara
kasar yaitu mengikuti muka seseorang, responnya terhadap mimik seseorang,
kemampuan mengambil mainan dan mengikuti benda yang bergerak, refleks kedip
dan memejamkan mata bila ada benda yang mendadak bergerak ke arah mata
menunjukkan visus yang baik, hal ini dapat terjadi pada anak diatas 1 tahun.

3. PTOSIS
Adanya ptosis baik unilateral maupun bilateral menunjukkan kemungkinan adanya
gangguan di beberapa sistem saraf, antara lain : 2,5,6
- Lesi pada saraf simpatik m.elevator palpebra (Horner’s Syndrome)
- Lesi pada N.III (Okulomotorius)
- Congenital Myasthenia Gravis
- Myotonic Dystrophy
- Congenital Muscular Dystrophy
- Centronuclear Myopathy

10
4. Refleks Cahaya
Refleks cahaya yang positif menunjukkan adanya respon dari N.II dan N.III. 2,5,6

5. Gerakan Bola Mata


Observasi pada pergerakan bola mata dapat menunjukkan adanya gangguan pada otot-
otot ekstraokuler yang diinervasi oleh N.III, N.IV (Trockhlearis) dan N.VI
(Abdusens). Gerakan bola mata pada bayi dapat dinilai dengan melakukan Doll’s eye
movement. Pada anak, gerakan bola mata dapat dinilai dengan menyuruh anak
mengikuti gerakan jari ke berbagai arah. Kegagalan gerakan bola mata kearah lateral
disebabkan gangguan saraf otak VI yang mensarafi otot rectus lateralis. Sedangkan
kegagalan gerakan bola mata ke medial adalah kelumpuhan pada saraf otak III yang
mensarafi otot rectus medialis. Gangguan pada semua arah gerakan menandakan
adanya gangguan pada nukleus batang otak. 2,5,6

Gambar 3. Doll’s eye movement

6. Otot Wajah
Pada saat bayi atau anak menangis kita dapat melihat apakah kontraksi otot-otot
wajahnya simetris atau tidak. Adanya lesi pada N.VII (Fascialis) menyebabkan wajah
bayi atau anak tampak tidak simetris pada saat menangis. Pada wajah yang asimetris
menandakan adanya paresis saraf otak VII (Facialis) pada sisi wajah yang tidak
tertarik. Bila otot di daerah dahi masih dapat dikerutkan, kelumpuhannya adalah tipe
sentral. Bila ke dua nya tidak dapat dikerutkan, kelumpuhannya adalah tipe perifer.
2,5,6

7. Mengisap
Kekuatan mengisap pada bayi dan anak, selain dipengaruhi otot-otot wajah yang
diinervasi nervus VII juga dipengaruhi oleh N.V (Trigeminus). Lesi pada kedua saraf

11
kranialis tersebut menyebabkan bayi atau anak mengalami kesulitan mengisap ASI
atau PASI. 2,5,6

8. Pendengaran
Adanya gangguan pendengaran dapat diketahui bila bayi atau anak tidak menoleh saat
dipanggil. Perlu dilakukan evaluasi saraf otak VIII yaitu Vestibulocochlearis
(Auditory) dengan menggunakan alat khusus audiometri atau Brainstem Auditory
Evoked Response untuk memeriksa adanya gangguan pendengaran. 2,5,6

9. N.IX (N.Glosofaringeus)
Refleks muntah, pergerakan pallatum dan faring, kemampuan menelan dan kekuatan
tangis bayi dipengaruhi oleh inervasi N.IX (Glosofaringeus) dan N.X (Vagus).
Gangguan afonia (suara menghilang), disfonia (gangguan suara), disfagia (kesukaran
menelan, biasanya kalau minum kembali kehidung), spasme esofagus. Paralisis
palatum mole (refleks muntah negatif dan palatum sisi yang sakit tidak dapat
terangkat pada waktu bersuara). 2,5,6

10. N.XII (N.Hypoglossus)


Pada lidah perhatikan ada tidaknya atropi atau fasikulasi. Lidah diperiksa harus dalam
keadaan istriahat di dasar mulut. Apabila didapatkan kontraksi yang cepat dan
fasikulasi, harus dicurigai adanya gangguan pada nukleus N.XII (Hipoglosus) atau
kranialis N.XII. Bila lidah tertarik ke satu arah menandakan adanya kelumpuhan saraf
otak XII (Hypoglossus) pada sisi kontralateral. Sebaliknya, bila lidah dijulurkan akan
cendrung bergerak ke arah sisi lesi. Adanya gerakan lemah pada lidah dapat
ditemukan pada penyakit Spinal Muskular Atrofi. 2,5,6

2.5 Pemeriksaan Fungsi Motorik ( uji kekuatan dan tonus otot)

12
Evaluasi sistem motor pada anak usia sekolah dapat dilakukan secara formal dan
biasanya cukup pada otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan bawah. Uji kekuatan
otot proksimal dan distal anggota gerak atas dan bawah. Uji kekuatan otot hanya dapat
dilakukan pada anak yang sudah dapat mengerjakan instruksi pemeriksa dan kooperatif.

Pada anak-anak, pemeriksaan duduk dengan tungkai tergantung. Ia diminta unutk


menggerakkan anggota badan yang diuji dan pemeriksa menahan anggota badan yang diuji
dan pemeriksa menahan gerakan-gerakannya (kekuatan kinetik, dan setelah itu disuruh
menahan anggota badan yang dites tetap di tempatnya dengan kekuatan terhadap gerakan-
gerakan yang dilakukan pemeriksa (kekuatan statik).

Pemeriksaan kekuatan otot biasanya dilakukan pada anggota gerak, misalnya disuruh
mengagkat bahu sambil ditekan pada bahu yang sama, kemudian ditekan bahunya dan anak
disuruh menahan. Cara lain dapat pula anak diajak berjabat tangan dan disuruh pronasi dan
supinasi sambil ditahan. Demikian pula dengan anggota gerak lain.pada uji suatu kekuatan
otot harus selalu dibandingkan dengan kekuatan otot analognya yang kontralateral.

Penilaian derajad kekuatan otot bermacam-macam. Salah satunya menilai dengan


menggunakan skala angka 5 sampai 0, dengan interprestasi sebagai berikut:

Tabel 3 Penilaian kekuatan otot

5 Normal, dapat menahan beban


4 Dapat menggerakkan sendi dengan aktif untuk menahan berat dan
melawan tahanan secara simultan.
3 Dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat, tetapi tidak
dapat menggerakkan anggota badan untuk melawan tahanan pemeriksa.
2 Dapat menggerakkan anggota gerak, tetapi tidak kuat menahan berat dan
tidak dapat melawan tahanan pemeriksa.
1 Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot, tetapi tidak ada gerakan
anggota gerak sama sekali.
0 Paralisis, tidak ada konraksi otot sama sekali.

Tonus otot pada bayi diperiksa dengan melakukan respon traksi/ traksi suspensi (head
lag) dan suspensi ventral.

1. Respon traksi

13
Pada seorang bayi atau anak yang normal, sebelum dapat duduk maka dia terlebih
dahulu harus mempunyai kontrol terhadap fungsi otot-otot lehernya. Sejak lahir sampai usia 2
bulan, kepala anak akan tertinggal apabila kita mengangkat anak tersebut pada kedua
tangannya dari posisi tidur ke posisi duduk. Keadaan ini disebut dengan “Head Leg”. Salah
satu tes untuk mengetahui kontrol terhadap otot-otot leher dan kepala adalah Respon
Traksi.2,5

Caranya:
- Bayi ditidurkan pada posisi supinasi simetris,
- Kemudian pemeriksa memegang kedua tangan bayi pada pergelangan tangan,
secara perlahan-lahan anak ditarik sampai pada posisi duduk.
- Kemudian dievaluasi kemampuan bayi dalam mengontrol posisi leher dan
kepalanya. Apabila kepala masih tertinggal di belakang pada saat bayi posisi
duduk maka head lag-nya positif (masih ada), tapi apabila bayi mampu
mengangkat kepalanya pada saat posisi duduk maka head lag-nya negatif
(menghilang).
Head lag harus sudah menghilang setelah bayi berusia 3 bulan. Apabila setelah 3 bulan
masih didapatkan head leg yang positif, maka harus dicurigai adanya kemungkinan hipotoni,
kelainan SSP atau prematurasi.2,6,9

Gambar 4. Head lag positif Gambar 5. Head lag negatif

2. Suspensi Ventral

Tes suspensi ventral dapat mengetahui kontrol kepala, curvatura thoraks, kontrol tangan
dan kaki terhadap gravitasi.

Caranya:

14
- Bayi ditidurkan pada posisi pronasi,
- Kemudian telapak tangan pemeriksa menyanggah badan bayi pada daerah dada.
Pada bayi aterm dan normal, posisi kepala akan jatuh ke bawah ± membentuk
sudut 45° atau kurang dari posisi horizontal, punggung lurus atau sedikit fleksi,
tangan fleksi pada siku dan sedikit ekstensi pada sendi bahu dan sedikit fleksi
pada sendi lutut. Dengan bertambahnya usia, posisi kepala terhadap badan bayi
akan semakin lurus (horizontal). Pada bayi hipotoni, leher dan kepala bayi sangat
lemas sehingga pada tes suspensi ventral akan berbentuk seperti huruf “U”
terbalik. Sedangkan pada bayi palsi serebral, tes suspensi ventral akan
menunjukkan posisi hiperekstensi.

Gambar 6. Bayi Hipotoni Gambar 7. Susbtansi ventral CP

2.6 Pemeriksaan Refleks Pada Bayi dan Anak


Reflek-refleks yang ditimbulkan pada bayi dan anak, sebagian besar menunjukkan
tahap perkembangan susunan somatomotik sehingga banyak sekali informasi yang
dapat diproleh dengan melakukan pemeriksaan tersebut.

Tabel 3. Usia mulai menghilangnya refleks pada bayi dan anak normal

Jenis refleks Usia mulai Usia menghilang


Refleks MORO Sejak lahir 6 bulan
Refleks memegang (GRASP)
-Palmar Sejak lahir 6 bulan
-Plantar Sejak lahir 9-10 bulan

15
Refleks snout Sejak lahir 3 bulan
Refleks tonic neck Sejak lahir 5-6 bulan
Refleks berjalan (Stepping) Sejak lahir 12 bulan
Reaksi penempatan taktil 5 bulan -
(Placing response)
Refleks terjun (Parachute) 8-9 bulan Seterusnya ada
Refleks landau 3 bulan 21 bulan

Refleks primitif seharusnya menghilang pada usia tertentu. Menetapnya reflex


primitif di luar usia seharusnya merupakan tanda adanya gangguan susunan saraf. Penyebab
dapat berupa gangguan degeneratif atau kerusakan susunan saraf pusat. Pembagian reflex
primitif adalah sebagai berikut : 2,6,10

1. Refleks Moro
Refleks MORO timbul akibat dari rangsangan yang mendadak.

Cara :

-Bayinya dibaringkan telentang, kemudian diposisikan setengah duduk dan disanggah


oleh kedua telapak tangan pemeriksa, secara tiba-tiba tapi hati-hati kepala bayi
dijatuhkan 30-45 ͦ (merubah posisi badan anak secara mendadak).

-Refleks moro juga dapat ditimbulkan dengan menimbulkan suara keras secara
mendadak ataupun dengan menepuk tempat tidur bayi secara mendadak.

Reflek moro + jika : terjadi abduksi-ekstensi keempat ekstremitas dan pengembangan


jari-jari.

Reflek moro asimetri menunjukkan adanya gangguan sistem neuromuskular,


antara lain pleksus brakhialis.Apabila asimetri terjadi pada tangan dan kaki kita harus
mencurigai adanya HEMIPARESIS. Selain itu juga perlu dipertimbangkan bahwa
nyeri yang hebat akibat fraktur klavikula atau humerus juga dapat memberikan hasil
refleks MORO asimetri. Sedangkan refleks MORO menurun dapat ditemukan pada
bayi dfengan fungsi SSP yang tertekan misalnya pada bayi yang mengalami hipoksia,
perdarahan intrakranial dan laserasi jaringan otak akibat trauma persalian, juga pada
bayi hipotoni, hipertoni dan prematur. Refleks MORO akan menghilang setelah bayi
berusia lebih dari 6 bulan.

16
Gambar 8. MORO Reflek +
2. Refleks Palmar Grasp
Tahapan gerak refleks telapak tangan merupakan salah satu dari seluruh refleks bayi
yang paling dikenal dan merupakan salah satu yang paling awal muncul pada usia balita.
Cara :
- Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi, kepala menghadap kedepan, dan
tangan dalam keadaan setengah fleksi.
- Dengan memakai jari telunjuk pemeriksa menyentuh sisi luar tangan menuju bagian
tengah telapak tangan secara cepat dan hati-hati, sambil menekan permukaan telapak
tangan.
Refleks palmar grasp + : apabila didapatkan fleksi seluruh jari (memegang
tangan pemeriksa) .
Refleks palmar graps asimetris menunjukkan adanya kelemhanan otot-otot
fleksor jari tangan yang dapat disebabkan akibat adanya palsi pleksus brakhialis
inferior atau disebut “Klumpke’s Paralyse” refleks palmar grasp ini dijumpai sejak
lahir dan menghilang setelah usia 6 bulan. Refleks palmar graps yang menetap setelah
usia 6 bulan khas dijumpai pada penderita cerebral palsy.

Gambar 9. Refleks palmar grasp

17
3. Refleks Plantar Grasp
Refleks plantar grasp dijumpai sejak lahir, mulai menghilang usia 9 bulan dan pada
usia 10 bulan sudah menghilang sama sekali.

Caranya : Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi kemudia ibu jari tangan
pemeriksa menekan pangkal ibu jari bayi atau anak di daerah perifer.

Refleks plantar graps + : apabila didapatkan fleksi plantar seluruh jari kaki.

Refleks plantar graps - : dijumpai pada bayi atau anak dengan kelainan pada medula
spinalis bagian bawah.

Gambar 10. Refleks plantar grasp

4. Refleks Snout
Caranya : dilakukan perkusi pada daerah bibir atas.
Rekleks SNOUT + : apabila didapatkan respon berupa bibir atas dan bawah menyegir
atau kontraksi otot-otot di sekitar bibir dan dibawah hidung.
Refleks SNOUT dijumpai sejak lahir dan menghilang setelah usia 3 bulan. Refleks
snout yang menetap pada anak besar menunjukkan adanya regresi SSP.

18
Gambar 11. Refleks Snout

5. Refleks Tonic Neck


Refleks tonic neck ini dijumpai sejak lahir dan menghilang setelah usia 5-6 bulan.
Caranya : Bayi atau anak ditidurkan dalam posisi supinasi, kemudian kepalanya
menoleh ke salah satu sisi.
Refleks Tonic Neck dikatan + : apabila lengan dan tungkai yang dihadapi/sesisi
menjadi hipertoni dan ekstensi, sedangkan lengan dan tungkai sisi lainnya/
dibelakangi menjadi hipertoni dan fleksi.
Refleks tonic neck yang masih mantap pada bayi berusia 4 bulan harus dicurigai
abnormal.dan apabila masih bisa dibangkitkan setelah berusia 6 bulan atau lebih harus
sudah dianggap patologik. Gangguan yang terjadi biasanya pada ganglion basalis.

Gambar 12. Refleks Tonic Neck

6. Refleks Berjalan (STEPPING)


Caranya :
-Bayi dipegang pada daerah thoraks dengan kedua tangan pemeriksa.
-Kemudian pemeriksa mendaratkan bayi dalam posisi berdiri di atas tempat
pemeriksa.
Hasilnya : Pada bayi berusia kurang dari 3 bulan, salah satu kaki yang menyentuh alas
tempat periksa akan berjingkat sedangkan pada yang berusia lebih dari 3 bulan akan

19
menapakkan kakinya. Kemudian di ikuti oleh kaki lainnya dan kaki yang sudah
menyentuh alas periksa akan berekstensi seolah-olah melangkah untuk melakukan
gerakan berjalan secara otomatis.
Refleks berjalan tidak dijumpai atau negatif pada penderitas cerebral palsy, mental
retardasi, hipotoni, hipertoni dan keadaan dimana fungsi SSP tertekan.

Gambar 13. Refleks berjalan/ stepping

7. Refleks Penempatan Taktil (Placing Response)


Caranya : seperti pada refleks berjalan, kemudian bagian dorsal kaki bayi disentuhkan
pada tepi meja periksa.

Respon + : apabila bayi meletakkan kakinya pada meja periksa.

Respon – dijumpai pada bayi dengan paralise ekstremitas bawah.

8. Refleks Terjun (Parachute)


Caranya : -bayinya dipegang pada daerah thorak dengan kedua tangan pemeriksa dan
kemudia diposisikan seolah-olah akan terjun menuju meja periksa dengan posisi kepala
lebih rendah dari kaki.

Refleks terjun + : jika kedua lengan bayidiluruskan dan jari-jari kedua tangannya
dikembangkan seolah-olah hendak mendarat di atas meja periksa dengan kedua
tangannya.

20
Refleks terjun - : Refleks terjun negatif dijumpai pada bayi tetraplegi atau SSP yang
tertekan.

Refleks terjun tidak dipengaruhi oleh kemampuan visual, karena pada bayi buta dengan
fungsi motorik normal akan memberikan hasil yang positif. Refleks terjun mulai tampak
pada usia 8-9bulan dan menetap.

Gambar 14. Refleks terjun/ parachute

2.7 Pemeriksaan Rangsang Meninges Pada Anak


Tanda-tanda meningeal timbul karena tertariknya radiks-radiks saraf tepi yang
hipersensitif karena adanya perangsangan atau peradangan pada selaput otak
meninges (meningitis) akibat infeksi, kimiawi ataupun karsinomatosis.Perangsangan
meningeal bisa terjadi juga akibat perdarahan subarachnoid. 11,12

Prosedur pemeriksaan :

1. Kaku kuduk (Riginitas Nuchae)


Pemeriksaan :
- Penderita berbaring terlentang di atas tempat tidur
- Secara pasif kepala penderita dilakukan fleksi dan ekstensi
Interpretasi
Kaku kuduk dinyatakan positif jika sewaktu dilakukan gerakan, dagu penderita tidak
dapat menyentuh dua jari yang diletakkan di incisura jugularis, terdapat suatu
tahanan.

21
2. Tanda Brudzinski I
Pemeriksaan:
- Pasien berbaring terlentang
- Tangan kiri pemeriksa diletakkan di bawah kepala pasien
- Kemudian dilakukan gerakan fleksi pada kepala pasien dengan cepat, gerakan
fleksi ini dilakukan semaksimal mungkin
Interpretasi
Tanda Brudzinksi positif jika sewaktu dilakukan gerakan fleksi kepala pasien
timbul fleksi involunter pada kedua tungkai

Gambar 15. Tanda Brudzinzki I

3. Tanda Brudzinski II
Pemeriksaan :
- Pasien berbaring terlentang

- Tungkai bawah pasien dilakukan fleksi secara pasif pada sendi panggul dan sendi
lutut (seperti Tanda Kernig)
Interpretasi
Tanda Brudzinski II positif jika sewaktu dilakukan gerakan di atas tadi, tungkai
yang kontralateral secara involunter ikut fleksi

22
Gambar 16. Tanda Brudzinzki II

4. Tanda Kernig
Pemeriksaan :
- Pasien berbaring terlentang
- Pemeriksa melakukan fleksi pada sendi panggul dan sendi lutut dari pasien
- Kemudian dilakukan ekstensi pada sendi lutut
Interpretasi
Tanda kernig positif jika waktu dilakukan ekstensi sendi lutut < 135°, timbul rasa nyeri,
sehingga ekstensi sendi lutut tidak bisa maksimal

Gambar 17. Tanda Kernig

2.8 Pemeriksaan Refleks Patologis


Terdapat berbagai perasat unutk memeriksa terdapatnya refleks patologis,
tetapi hanya dikemukakan yang sering dilakukan pada bayi dan anak.
1. Refleks babinski

23
Cara : - menggoreskan permukaan plantar kaki dengan alat yang sedikit
runcing.
Interpretasi :
+ = terjadi reaksi berupa ekstensi ibu jari kaki disertai dengan
menyebarnya jari-jari kaki lainnya.
Refleks ini normalnya pada bayi sampai umur 18 bulan, bila masih
terdapat pada umur 2 – 2,5 tahun, kemungkinan terdapat lesi piramidal.

Gambar 18. Refleks babinski dilakukan dengan menggoreskan bagian lateral telapak
kaki dari posterior ke anterior.
2. Refleks Oppeinheim
Cara : - pengurutan dari proksimal ke distal secara cepat dengan jari
telunuk dan ibu jari tangan pada kulit os tibia.

Gambar 19. Refleks oppeinheim

3. Refleks Hoffman
Cara :
24
- ektensikan jari tengah pasien
- lakukan petikan pada kuku jari tengah

Interpretasi :
+ = gerakan fleksi pada ibu jari dan jari telunjuk, dan jari-jari lainnya.
Tanda hoffman juga menunjukkan terjadinya lesi piramidal (upper motor
neuron)

Bab III

Kesimpulan

Dalam menegakkan diagnosis kelainan neurologis dibutuhkan anamnesis neurologis


yang terarah. Pemeriksaan neurologis dapat dilakukan dengan cara sederhana dan sistematis
untuk melihat kelainan yang ada. Pemeriksaan diawali dengan observasi yang cermat mulai
dari kepala, wajah, dan adanya gerakan involunter atau cara berjalan yang khas. Diharapkan
dalam setiap memeriksa anak selalu ditanyakan perkembangan terakhir, sehingga penemuan
kasus akan menjadi sedini mungkin.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Matondang, Corry S. Diagnosis Fisik Pada Anak. Sagung seto: Jakarta. 2003.
2. Arifin , Rita D. Pemeriksaan Neurologi Bayi dan Anak. Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FK Unsri. 2006.
3. Buku Ajar Pediatri Gawat Darurat IDAI Tahun 2013.
4. Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI Jilid 2 Tahun 2011. h 206.
5. Panduan Skills Lab Fakultas Kedokteran Universitas Jambi. Tahun 2018.
6. Partini P dkk. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Departemen Ilmu
Kesehatan Anak. Kegawatan pada Bayi dan Anak. 2012.

26
7. Nelson DS. Coma and altered level of consciousness. Textbook of Pediatric
Emergency Medicine. Edisi ke 6. Phuladelphia : Lippincott Williams & Wilkins,
2012. H. 175-86.
8. Dimyati Y. Pemeriksaan neurologis praktis pada bayi dan anak. [online] 2011 [cited
on 2015 May 13]. Available from:http://ocw.usu.ac.id/course/download/1125-
PEDIATRICNEURO/mk_pen_slide_pemeriksaan_neurologis_praktis_pada_bayi_dan
_anak.pdf.
9. Mangunatmadja I. Pendekatan klinis berbagai kasus neurologi anak. Sari Pediatri.
2010 Sep; 5(2).h. 85 – 90.
10. Nasrullah. Refleks bayi baru lahir. Malang: Conitive Performance Seriens; 2012.
11. Lumbantobing S, Neurologi klinik, Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2007.
12. Mahar Marjono, Neurologi Klinis Dasar, Penerbit Dian Rakyat, Jakarta,2008.

27

Anda mungkin juga menyukai