Anda di halaman 1dari 8

Marine Fisheries ISSN 2087-4235

Vol. 6, No. 1, Mei 2015


Hal: 69-76

LAJU EKSPLOITASI SUMBER DAYA IKAN YANG TERTANGKAP PUKAT


CINCIN DI SELAT SUNDA

Exploitation Rate of Fisheries Resources which Caught


by Purse seine in Sunda Strait

Oleh:

Widyanti Octoriani1*, Achmad Fahrudin2, Menofatria Boer2

1Program Studi Pengelolaan Sumber daya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
2 Departemen Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor

* Korespondensi: widyantioctoriani@gmail.com

Diterima: 14 Januari 2015; Disetujui: 16 April 2015

ABSTRACT
Sunda Strait is waters which have great fishery potential in Indonesia. Catches of the Sunda
Strait were landed in Pandeglang Regency, one of which is in the Coastal Fishing Port (PPP)
Labuan. Purse seine is fishing gear with the highest production in Sunda Strait. Species targets of
purse seine are Fringescale sardinella, Mackerel, Short mackerel, Indian mackerel, Kawakawa,
and Indian scad. The high price of the fish lead purse seine operation continuously. Increasing
purse seine operation can lead to the scarcity fishery resources. Therefore, a study about fish
exploitation rate is needed to know the utilization status. The purpose of this study was to evaluate
the exploitation rate of multispesies fisheries which caught by purse seine in Sunda Strait based
on catch data landed data in PPP Labuan. This study used the ELEFAN I methods and Pauly
formula. The result showed that the exploitation rate of fish resources for female and male
fringescale sardinella are 0,79 and 0,70; Island mackerel are 0,78 and 0,60; short mackerel are
0,85 and 0,88; Indian mackerel are 0,80 and 0,83; kawakawa are 0,95 and 0,90; Indian scad are
0,75 and 0,62. Nowadays, all fish which caught by purse seine in the Sunda Strait has been
indicated to over-exploitation.

Keywords: exploitation rate, pelagic fish, purse seine, Sunda strait

ABSTRAK
Selat Sunda merupakan perairan yang memiliki potensi perikanan yang cukup besar di
Indonesia. Hasil tangkapan ikan dari Selat Sunda didaratkan di Kabupaten Pandeglang, salah
satunya adalah di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan. Pukat cincin merupakan alat
tangkap dengan produksi paling banyak di Selat Sunda. Spesies yang merupakan target
tangkapan pukat cincin yaitu tembang, kembung, kembung perempuan, kembung laki-laki, tongkol,
dan layang. Harga jual ikan yang tinggi menyebabkan pengoperasian pukat cincin terus
ditingkatkan. Pengoperasian pukat cincin yang terus meningkat dapat menyebabkan kelangkaan
terhadap sumber daya perikanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mengenai laju eksploitasi
sumber daya ikan agar diketahui status pemanfaatannya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengevaluasi laju eksploitasi multispesies yang tertangkap pukat cincin di Selat Sunda
70 Marine Fisheries 6 (1): 69-76, Mei 2015

berdasarkan data tangkapan yang didaratkan di PPP Labuan. Pada penelitian ini digunakan
metode ELEFAN I dan rumus Pauly. Hasil analisis menunjukkan bahwa laju eksploitasi sumber
daya ikan berturut-turut betina dan jantan spesies tembang sebesar 0,79 dan 0,70; kembung 0,78
dan 0,60; kembung laki-laki 0,85 dan 0,88; kembung perempuan 0,80 dan 0,83; tongkol 0,95 dan
0,90; layang 0,75 dan 0,62. Saat ini kondisi semua ikan hasil tangkapan dominan pukat cincin di
Selat Sunda telah mengalami tangkap lebih.

Kata kunci: ikan pelagis, pukat cincin, laju eksploitasi, Selat Sunda

PENDAHULUAN Penelitian ini bertujuan untuk meng-


evaluasi tingkat eksploitasi aktual multispesies
Perairan Selat Sunda merupakan bagian yang tertangkap pukat cincin di Selat Sunda
dari wilayah pengelolaan perikanan (WPP-RI) berdasarkan data tangkapan yang didaratkan di
572. Selat Sunda merupakan salah satu per- PPP Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten.
airan yang memiliki potensi perikanan besar di
Indonesia, baik perikanan pelagis maupun
demersal. Hasil tangkapan ikan dari Selat METODE
Sunda didaratkan di Kabupaten Pandeglang,
Banten. Tempat Pendaratan Ikan (TPI) yang Data yang digunakan merupakan data
terbesar di Kabupaten Pandeglang adalah primer, yaitu data panjang ikan. Pengambilan
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Labuan. contoh data primer dilakukan di Pelabuhan
Menurut DKP Pandeglang (2014), alat tangkap Perikanan Pantai (PPP) Labuan, khususnya di
pukat cincin merupakan alat tangkap dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) II Labuan, kare-
produksi paling banyak yaitu sebesar 3.690,44 na pukat cincin hanya mendaratkan hasil tang-
ton. Jumlah armada pukat cincin di Kabupaten kapannya di TPI II Labuan. Pengambilan data
Pandeglang-Banten, terus meningkat setiap primer dilaksanakan pada bulan Mei 2014 hing-
tahunnya. Jumlah armada pukat cincin tahun ga Oktober 2014. Ikan-ikan yang diteliti meru-
2007 hingga 2013 secara berturut-turut yaitu 27 pakan ikan hasil tangkapan dominan pukat cin-
unit, 30 unit, 33 unit, 36 unit, dan 44 unit. Pukat cin, yaitu tembang, kembung, kembung perem-
cincin dioperasikan dengan dilengkapi lampu. puan, kembung laki-laki, tongkol, dan layang.
Hal ini sesuai dengan sifat fototaksis positif Ikan-ikan tersebut diukur panjang totalnya
beberapa sumber daya ikan seperti tembang (mm), kemudian dibedah dan dianalisis jenis
dan kembung (Rosyidah et al. 2009). kelaminnya. Analisis ikan contoh dilakukan di
Laboratorium Biologi Perikanan, Bagian Mana-
Pukat cincin merupakan alat tangkap jemen Sumber daya Perikanan, Departemen
yang efektif untuk menangkap ikan kembung. Manajemen Sumber daya Perairan, Fakultas
Selain tembang dan kembung, pukat cincin ju- Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
ga menangkap ikan pelagis lain seperti tongkol Bogor.
dan layang. Tuntutan ekonomi dan harga jual
ikan yang tinggi menyebabkan eksploitasi ter- Pendugaan parameter pertumbuhan (L∞
hadap ikan-ikan tersebut terus dilakukan tanpa dan K) menggunakan program FISAT (FAO-
batas (Suhartono et al. 2013). ICLARM Stock Assesment Tools) II versi 1.2.2
dengan metode ELEFAN I (Electronic Length-
Pengoperasian pukat cincin yang terus Frequency Analysis). Pendugaan terhadap
meningkat menjelaskan bahwa tingkat eksploi- nilai t0 (umur teoritik ikan pada saat panjang
tasi terhadap sumber daya ikan juga terus sama dengan nol) diperoleh melalui persamaan
meningkat. Kondisi ini yang menyebabkan isu Pauly (1983) in Sparre dan Venema (1999):
tangkap lebih dan kelangkaan terhadap sumber
log (-t0) = 0,3922 – 0,2752 logL∞ – 1,038 logK
daya perikanan semakin meluas. Tangkap lebih
dapat berakibat pada penurunan hasil tang- Lt adalah panjang ikan pada saat umur t
kapan per satuan upaya (catch per unit effort), (mm), L∞ adalah panjang asimtotik ikan (mm), K
yang kemudian menurunkan pendapatan nela- adalah koefisien laju pertumbuhan (mm/satuan
yan. Menurut Prahadina (2014), kembung pe- waktu), t adalah umur ikan, t0 adalah umur ikan
rempuan dan kembung laki-laki di Selat Sunda pada saat panjang sama dengan nol (tahun).
telah mengalami tangkap lebih. Oleh karena itu, Parameter mortalitas meliputi mortalitas alami
perlu dilakukannya kajian mengenai laju eksplo- dan mortalitas penangkapan (Sparre dan Vene-
itasi sumber daya ikan agar dapat diketahui ma 1999). Laju mortalitas total (Z) diduga de-
status pemanfaatannya. ngan kurva tangkapan yang dilinearkan berda-
Octoriani et al. – Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan yang Tertangkap Pukat Cincin.................... 71

sarkan data komposisi panjang sedemikian yang jelas di dalam otolith serta sisiknya.
sehingga diperoleh hubungan: Parameter pertumbuhan spesies dominan yang
( ) ( ) tertangkap pukat cincin disajikan pada Tabel 1.
ln ( )
=h–Zt( )
Koefisien pertumbuhan (K) didefinisikan
Persamaan diatas diduga melalui sebagai parameter yang menyatakan kecepa-
persamaan regresi linear sederhana y = b0+b1x, tan kurva pertumbuhan dalam mencapai pan-
( ) jang asimtotiknya (L∞) dari pola pertumbuhan
dengan y = ln ( )
sebagai ordinat, x =
ikan. Semakin tinggi nilai koefisien pertumbu-
( )
( ) sebagai absis, dan Z = - b1. han, semakin cepat mencapai panjang asim-
totik dan beberapa spesies kebanyakan dianta-
Laju mortalitas alami (M) diduga dengan ranya berumur pendek (Sparre dan Venema
menggunakan rumus empiris Pauly (1980) in 1999). Menurut Froese et al. (2000) dalam
Sparre dan Venema (1999) sebagai berikut: Bakhtiar (2013), nilai K > 0,3 per tahun terma-
suk dalam kategori yang tinggi. Berdasarkan

pernyataan Froese et al. (2000) dalam Bakhtiar
M adalah laju mortalitas alami (per (2013) tersebut, kembung dan layang termasuk
tahun), L∞ adalah panjang asimtotik pada kategori spesies yang memiliki kecepatan per-
persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy (mm), tumbuhan tinggi.
K adalah koefisien pertumbuhan, t0 adalah
Parameter pertumbuhan digunakan un-
umur ikan pada saat panjang sama dengan nol,
tuk menduga mortalitas dan laju eksploitasi.
T adalah suhu rata-rata perairan (ºC).
Pendugaan laju mortalitas melalui kurva hasil
Setelah laju mortalitas total (Z) dan laju tangkapan yang dilinearkan sehingga berbasis
mortalitas alami (M) dihitung, laju mortalitas data panjang. Mortalitas terdiri dari mortlitas
penangkapan diperoleh melalui: alami dan mortalitas penangkapan. Mortalitas
dan laju eksploitasi spesies dominan yang ter-
F=Z–M
tangkap pukat cincin disajikan pada Tabel 2.
Laju eksploitasi (E) ditentukan dengan Penyebab mortalitas pada suatu populasi
membandingkan laju mortalitas penangkapan antara lain yaitu kegiatan penangkapan, pe-
(F) dengan laju mortalitas total (Z): mangsaan, penyakit, dan ketuaan (Sparre dan
Venema 1999).
Menurut Beverton dan Holt (1959) dalam
Bakhtiar (2013), parameter kurvatur pertumbu-
F adalah laju mortalitas penangkapan han (K) berkaitan dengan umur ikan karena K
(per tahun), Z adalah laju mortalitas total (per menggambarkan waktu yang diperlukan untuk
tahun), M adalah laju mortalitas alami (per ta- mencapai L∞, dan umur yang panjang berkaitan
hun), E adalah laju eksploitasi. dengan mortalitas. Secara umum, ikan yang
memiliki nilai K yang tinggi mempunyai nilai M
yang tinggi juga. Ikan yang tumbuh lambat (K
HASIL DAN PEMBAHASAN rendah) akan cepat punah jika mortalitasnya
Pertumbuhan pada populasi sumber tinggi.
daya ikan tembang, kembung, kembung Menurut Gulland (1971) dalam Pauly
perempuan, kembung laki-laki, tongkol, dan (1984), laju eksploitasi optimal sumber daya
layang dapat dianalisis melalui perubahan ikan sebesar 0,5 yang berarti besarnya morta-
modus frekuensi panjang. Perubahan modus ke litas alami sama dengan mortalitas penangka-
arah kanan (nilai tengah panjang lebih besar) pan. Nilai E yang lebih besar dari 0,5 mengindi-
menunjukkan adanya pertumbuhan pada kasikan bahwa laju eksploitasi sumber daya
populasi sumber daya ikan. Kemudian ikan berada pada kondisi tangkap lebih (over-
perubahan modus ke arah kiri menunjukkan eksploitasi). Keadaan ini sesuai dengan peneli-
adanya rekrutmen pada populasi sumber daya tian Boer dan Aziz (2007) mengenai gejala
ikan. Sebaran frekuensi panjang setiap tangkap lebih perikanan pelagis di perairan
pengambilan contoh disajikan pada Gambar 1, Selat Sunda yang mengatakan bahwa sudah
2, 3, 4, 5, dan 6. Menurut Sparre dan Venema terlihat adanya gejala tangkap lebih ikan pela-
(1999), pendugaan stok ikan tropis meng- gis kecil di perairan Selat Sunda. Kondisi terse-
gunakan analisis frekuensi panjang total ikan. but mengindikasikan pula bahwa penurunan
Hal ini dikarenakan spesies ikan tropis jarang stok ikan di Selat Sunda disebabkan oleh
memperlihatkan lingkaran-lingkaran tahunan tingginya kegiatan penangkapan.
72 Marine Fisheries 6 (1): 69-76, Mei 2015

Gambar 1 Sebaran frekuensi panjang spesies tembang (a) dan kembung (b)
Octoriani et al. – Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan yang Tertangkap Pukat Cincin.................... 73

b
a
Gambar 2 Sebaran frekuensi panjang spesies kembung perempuan (a) dan kembung laki – laki (b)
74 Marine Fisheries 6 (1): 69-76, Mei 2015

a b
Gambar 3 Sebaran frekuensi panjang spesies tongkol (a) dan layang (b)
Octoriani et al. – Laju Eksploitasi Sumber Daya Ikan yang Tertangkap Pukat Cincin.................... 75

Tabel 1 Parameter pertumbuhan spesies dominan yang tertangkap pukat cincin


Jenis n Parameter pertumbuhan
Spesies -1
kelamin (individu) L∞ (mm) K (tahun ) t0 (tahun)
Betina 178 190.58 0.29 -0.3454
Tembang
Jantan 267 169.58 0.30 -0.3444
Betina 98 222.60 0.52 -0.1805
Kembung
Jantan 357 217.35 0.73 -0.1278
Kembung Betina 44 252.53 0.28 -0.3315
perempuan Jantan 590 336.53 0.27 -0.3181
Betina 146 248.85 0.89 -0.1002
Kembung laki-laki
Jantan 333 259.35 0.20 -0.4667
Betina 43 508.73 0.07 -1.1528
Tongkol
Jantan 374 498.23 0.16 -0.4916
Betina 113 191.10 0.63 -0.1543
Layang
Jantan 211 196.35 0.38 -0.2588

Tabel 2 Mortalitas dan laju eksploitasi spesies dominan yang tertangkap pukat cincin
Parameter
Jenis
Spesies M -1 -1 -1
kelamin -1 F (tahun ) Z (tahun ) E (tahun )
(tahun )
Betina 0.39 1.47 1.86 0.79
Tembang
Jantan 0.41 0.96 1.38 0.70
Betina 0.55 2.00 2.55 0.78
Kembung
Jantan 0.69 1.05 1.74 0.60
Betina 0.35 2.06 2.42 0.85
Kembung perempuan
Jantan 0.32 2.35 2.67 0.88
Betina 0.76 3.00 3.76 0.80
Kembung laki-laki
Jantan 0.28 1.40 1.68 0.83
Betina 0.12 2.32 2.44 0.95
Tongkol
Jantan 0.20 1.92 2.12 0.90
Betina 0.65 1.93 2.58 0.75
Layang
Jantan 0.46 0.77 1.23 0.62

Spesies yang dieksploitasi akan berdam- elemen kunci dalam rantai makanan laut se-
pak pada tereduksinya ikan-ikan dewasa hingga termasuk bagian penting dari kese-
sehingga ikan-ikan dewasa tersebut lebih dulu luruhan ekosistem yang sehat.
ditangkap oleh aktivitas penangkapan sebelum
Pukat cincin di Selat Sunda memiliki
sempat untuk bereproduksi. Hal ini dapat
banyak hasil tangkapan sampingan (bycatch),
mengakibatkan tidak adanya rekrutmen yang
sehingga dapat dikatakan kurang selektif.
masuk ke dalam stok. Oleh karena itu, penang-
Menurut Amande et al. (2011), bycatch adalah
kapan berpengaruh terhadap perubahan popu-
bukan spesies target dan spesies target dalam
lasi ikan di suatu perairan (Masrikat 2012).
jumlah kecil atau hancur. Hasil tangkapan sam-
Menurut Priatna dan Natsir (2008), per- pingan pukat cincin di Selat Sunda antara lain
masalahan yang sering dihadapi dalam melaku- yaitu ikan demersal seperti kurisi dan kuniran.
kan penangkapan sumber daya ikan pelagis Berdasarkan hasil dari penelitian ini, tangkapan
kecil adalah permasalahan biologi dan ekono- utama pukat cincin telah diindikasikan meng-
mi. Permasalahan biologi mencakup terancam- alami tangkap lebih, sehingga diperlukan suatu
nya kelestarian stok sumber daya ikan di per- upaya pengelolaan. Menurut Maouel et al.
airan. Kemudian permasalahan ekonomi men- (2014), pengontrolan aktivitas penangkapan da-
cakup usaha penangkapan yang belum dapat pat dilakukan melalui pembatasan upaya
meningkatkan kesejahteraan nelayan, tingkat tangkap dan pengaturan daerah penangkapan.
eksploitasi ekonomi (rasio biaya terhadap harga Menurut Mattos et al. (2006), strategi penge-
dan jumlah input upaya yang dibutuhkan pada lolaan terbaik dalam istilah ekonomi dan biologi
tingkat rente ekonomi yang maksimum). Teran- merupakan aplikasi bersama dari beberapa tin-
camnya sumber daya ikan tersebut akan dakan pengelolaan yang memenuhi pernyataan
berdampak terhadap ekosistemnya. Menurut stakeholder dan keseimbangan biologis dan
Shephard et al. (2014), ikan pelagis merupakan ekonomis antara kegiatan dan upaya untuk
76 Marine Fisheries 6 (1): 69-76, Mei 2015

membangun kembali stok. Selain itu, diperlukan conomic Analysis of Small Pelagic
juga interaksi dan kerja sama yang baik antar Fishery in Central Algeria. Turkish
stakeholder perikanan pukat cincin, seperti Journal of Fisheries and Aquatic Science.
pemerintah, pemilik kapal, nelayan, dan petu- 14: 897-904.
gas TPI.
Masrikat JAN. 2012. Standing Stock of Demer-
sal Fish Assessment in Southern Part of
South China Sea. Journal of Coastal
KESIMPULAN DAN SARAN Development. 3(15): 276-281.
Kesimpulan Mattos S, Maynou F, Franquesa R. 2006. A-
Semua ikan memiliki laju mortalitas Bioeconomic Analysis of the Hand Line
tangkap (F) yang lebih tinggi dari mortalitas and Gillnet Coastal Fisheries of Pernam-
alami (M). Kondisi semua ikan hasil tangkapan buco State, North-Easthern Brazil. Scien-
dominan pukat cincin di Selat Sunda telah tia Marina. 70(2): 335-346.
mengalami tangkap lebih. Laju eksploitasi ter- Pauly D. 1984. Fish Population Dynamics in
tinggi adalah pada spesies tongkol, yaitu sebe- Tropical Waters: a Manual for Use with
sar 0,95/tahun untuk betina dan 0,90/tahun Programmable Calculators. ICLARM
untuk jantan. Stud Rev.8: 325.
Prahadina VD. 2014. Pengelolaan Perikanan
Saran Kembung (Genus: Rastrelliger) di Perair-
Pengoperasian pukat cincin di Selat an Selat Sunda yang Didaratkan di PPP
Sunda perlu dikontrol, agar laju eksploitasi Labuan, Banten [Tesis]. Bogor: Institut
sumber daya ikan tidak meningkat. Pertanian Bogor.
Priatna A, Natsir M. 2008. Pola Sebaran Ikan
pada Musim Barat dan Peralihan di Per-
DAFTAR PUSTAKA airan Utawa Jawa Tengah. Penelitian
Perikanan Indonesia. 14(1): 63-72.
Amande MJ, Ariz J, Chassot E, Molina AD,
Gaertner D, Murua H, Pianet R, Ruiz J, Rosyidah IN, Farid A, Arisandi A, Nugraha WA.
Chavance P. 2011. Bycatch of the Euro- 2009. Efektivitas Alat Tangkap Mini
pean Purse Seine Tuna Fishery in the Purse Seine Menggunakan Sumber
Atlantic Ocean for the 2003-2007 Period. Cahaya Berbeda terhadap Hasil
Aquatic Living Resources. 23(4): 353- Tangkapan Ikan Kembung. Kelautan.
362. 2(1): 51-59.

Bakhtiar NM, Solichin A, Saputra SW. 2013. Shephard S, Rindorf A, Collas MD, Hintzen NT,
Pertumbuhan dan Laju Mortalitas Lobster Fransworth K, Reid DG. 2014. Assessing
Batu Hijau (Panulirus homarus) di Per- the State of Pelagic Fish Communities
airan Cilacap Jawa Tengah. Diponegoro within an Ecosystem Approach and the
Journal of Maquares Management of European Marine Strategy Framework
Aquatic Resources. 2(4): 1-10. Directive. ICES Journal of Marine
Science. 71(7): 1572-1585.
Boer M, Aziz KA. 2007. Gejala Tangkap Lebih
Sparre P, Venema SC. 1999. Introduksi
Perikanan Pelagis Kecil di Perairan Selat
Sunda. Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Pengkajian Stok Ikan Tropis [Edisi Terje-
Indonesia. 14(2): 167-172. mahan]. Jakarta: Kerja sama WHO, PBB
dengan Badan Penelitian Pertanian. 438
[DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan hlm.
Kabupaten Pandglang. 2014. Statistik
Suhartono, Haruna, Pailin JB. 2013. Identifikasi
Perikanan Tangkap Kabupaten Pan-
dan Prediksi Daerah Penangkapan Ikan
deglang Tahun 2003-2013. (Tidak
Kembung (Rastrelliger spp.) di Perairan
dipublikasikan).
Kabupaten Pangkep. Jurnal Amanisal.
Maouel D, Maynou F, Bedrani S. 2014. Bioe- 2(2): 55-65.

Anda mungkin juga menyukai