Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITI PADA PASIEN

CEDERA KEPALA

Oleh A-11 A
Kelompok 4
A.A Istri Meidina Cindy (17.321.2657)
I Made Wahyu Aditra (17.321.2671)
Kadek Aristiani Putri (17.321.2673)
Ni Komang Sri Wahyuni (17.321.2687)
Ni Luh Kade Novita Wahyuningrum (17.321.2691)
Ni Made Anggi Febrianti (17.321.2694)
Ni Putu Eva Pradnyayanti (17.321.2700)
Pande Eka Sukma Karisma (17.321.2706)
I Ketut Antono (17.321.2669)
Ni Luh Putu Kusuma Sari Dewi (17.321.2693)
Ni Luh Gede Devi Yulistia Dewi (17.321.2590)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KRITIS DENGAN CEDERA
KEPALA

I. KONSEP DASAR CEDERA KEPALA


A. DEFINISI / PENGERTIAN
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala (Suriadi & Yuliana, Rita. 2006)
Menurut Brain Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat congenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik.
Cedera kepala adalah kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh adanya
trauma (benturan benda atau serpihan tulang) yang menembus atau merobek suatu
jaringan otak, oleh pengaruh suatu kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan
akhirnya oleh efek percepatan perlambatan pada otak yang terbatas pada
kompartemen yang kaku (Price, SA & Wilson, LM. 2012)
Jadi dapat disimpulkan bahwa cedera kepala adalah trauma/ cedera yang terjadi
pada bagian kepala (kulit kepala, tulang ataupun otak) yang disebabkan karena
benturan mekanik baik secara langsung ataupun tidak langsung, tidak bersesifat
degenerative ataupun congenital yang dapat menyebabkan gangguan fungsi
neurologis, fungsifisik, kognitif dan psikososial yang dapat bersifat sementara
ataupun permanen.

B. EPIDEMIOLOGI/ INSIDEN KASUS


Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian utama dikalangan usia
produktif khususnya di negara berkembang. Hal ini diakibatkan karena mobilitas
yang tinggi di kalangan usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga
keselamatan di jalan masih rendah disamping penanganan pertama yang belum
benar benar rujukan yang terlambat. Di Amerika Serikat, kejadian cedera kepala
setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10%
meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80%
dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala
sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera
kepala terutama terjadi pada kelompok usia produktif antara 15-44 tahun.
Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-53% dari insiden cedera kepala,
20%-28% lainnya karena jatuh dan 3%-9% lainnya disebabkan tindak kekerasan,
kegiatan olahraga dan rekreasi. Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi
data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk
penderita rawat inap, terdapat 60%-70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar
10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-
10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal. Insiden cedera kepala
nyata yang memerlukan perawatan di RS dapat diperkirakan 480 ribu kasus
pertahun (200 kasus, 100 ribu orang) yang meliputi concussion, fraktur tengkorak,
peradarahan intracranial, laserasi otak, hematoma dan cedera serius lainnya. Dari
total ini, 75 – 85 % adalah concussion dan sekuele cedera kepala ringan. Cedera
kepala banyak terjadi pada laki – laki berumur antara 15 – 24 tahun, dan biasanya
karena kecelakaan bermotor. Dari 1200 pasien yang dirawat di RS dengan cedera
kepala tertutup, 55 % dengan cedera kepala ringan (minor) (Roslina, Jumiati. 2017)

C. ETIOLOGI/ PENYEBAB
1. Beberapa Faktor yang dapat menyebabkan cidera kepala adalah :
a) Cidera setempat (benda tajam)
Misalnya pisau, peluru atau berasal dari serpihan atau pecahan dari fraktur
tengkorak.Trauma benda tajam yang masuk kedalam tubuh merupakan
trauma yang dapat menyebabkan cidera setempat atau kerusakan terjadi
terbatas dimana benda tersebut merobek otak.
b) Cidera Difus (benda tumpul)
misalnya terkena pukulan atau benturan.Trauma oleh benda tumpul dapat
menyebabkan/menimbulkan kerusakan menyeluruh (difuse) karena kekuatan
benturan. Terjadipenyerapan kekuatan oleh lapisan pelindung seperti :
rambut, kulit, kepala, tengkorak. Pada trauma berat sisa energi diteruskan
keotak dan menyebabkan kerusakan dan gangguan sepanjang perjalanan
pada jaringan otak sehingga dipandang lebih berat.

2. Berat ringannya masalah yg timbul akibat trauma bergantung pada beberapa


faktor yaitu :
a) Lokasi benturan
b) Adanya penyerta seperti : fraktur, hemoragik
c) Kekuatan benturan
d) Efek dari akselerasi (benda bergerak membentur kepala diam) dan
deseleras (kepala bergerak membentur benda yang diam)
e) Ada tidaknya rotasi saat benturan

3. Dapat pula dibagi menjadi :


a) Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung ataupun tak langsung
(akselerasi/deselerasi otak)
b) Trauma sekunder
Merupakan akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.

4. Secara umum, penyebab cedera kepala diantaranya :


 Kecelakaan lalu lintas
 Perkelahian
 Jatuh
 Cedera olahraga
 Trauma tertembak (peluru) dan pecahan bom
 Trauma benda tumpul
 Kecelakaan kerja
 Kecelakaan rumah tangga (Netiari. 2015)
D. PATOFISIOLOGI
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu
cedera primer dan cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala
sebagai akibat langsung dari suatu ruda paksa, dapat disebabkan oleh benturan
langsung kepala dengan suatu benda keras maupun oleh proses akselerasi-deselerasi
gerakan kepala. Pada trauma kapitis, dapat timbul suatu lesi yang bisa berupa
perdarahan pada permukaan otak yang berbentuk titik-titik besar dan kecil, tanpa
kerusakan pada duramater, dan dinamakan lesi kontusio. Akselerasi-deselerasi
terjadi karena kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi
trauma. Perbedaan densitas antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak
(substansi semi solid) menyebabkan tengkorak bergerak lebih cepat dari muatan
intra kranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa otak membentur
permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(countrecoup). Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena
memar pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya
peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan
cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Kerusakan sekunder terhadap otak disebabkan oleh siklus pembengkakan
dan iskemia otak yang menyebabkan timbulnya efek kaskade, yang efeknya
merusak otak. Cedera sekunder terjadi dari beberapa menit hingga beberapa jam
setelah cedera awal. Setiap kali jaringan saraf mengalami cedera, jaringan ini
berespon dalam pola tertentu yang dapat diperkirakan, menyebabkan berubahnya
kompartemen intrasel dan ekstrasel. Beberapa perubahan ini adalah dilepaskannya
glutamin secara berlebihan, kelainan aliran kalsium, produksi laktat, dan perubahan
pompa natrium pada dinding sel yang berperan dalam terjadinya kerusakan
tambahan dan pembengkakan jaringan otak. Neuron atau sel-sel fungsional dalam
otak, bergantung dari menit ke menit pada suplai nutrien yang konstan dalam bentuk
glukosa dan oksigen, dan sangat rentan terhadap cedera metabolik bila suplai
terhenti. Cedera mengakibatkan hilangnya kemampuan sirkulasi otak untuk
mengatur volume darah sirkulasi yang tersedia, menyebabkan iskemia pada
beberapa daerah tertentu dalam otak.
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa
kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan
cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala,
yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang
otak (Price, SA & Wilson, LM. 2012)
Benda tajam, benda tumpul Kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh, cedera olahraga, tertembak

Langsung/tak langsung

Energy/kekuatan diteruskan ke otak

Akselerasi-Deselerasi

Memaksa otak membentur permukaan dalam tengkorak

Coup Contrecoup
Cedera Kepala

Menyebabkan cedera kepala jaringan setempat (kulit, tulang, otak)


maupun menyeluruh

Intrakranial
Ekstrakranial Skull Injury

Brain Injury
Scalp Injury Luka Terbuka Segmen-segmen tulang
merusak jaringan otak
Rusaknya sawar darah otak
Perdarahan karena kulit Kontak dengan lingkungan luar (Blood, brain, barrier) atau
kepala yang vaskuler atau benda asing pembuluh darah pecah

Aliran darah ke otak Patogen masuk


menurun Vasodilatasi & edema otak

Resiko Infeksi
Hipoksia TIK ↑

Resiko Syok Nyeri Kepala


Aliran darah ↓

Muntah proyektil Nyeri Akut


Iskemia
Refleks neurologis
terganggu Batuk

↑PCO2 Hipoksia Jaringan


PH ↓
Respon pupil melambat (Gangguan menelan)
air liur ↑
Resiko Perfusi Serebral
Disfungsi Tidak Efektif
Penurunan kesadaran neuromuscular
Dipsnea (Ketidakmampua
n system saraf &
Penurunan Kapasitas otot bekerja
Adaptif Intrakranial Bersihan jalan nafas sebagaimana
tidak efektif mestinya)

Gangguan Pertukaran Gas


E. KLASIFIKASI
a. Berdasarkan Mekanisme
 Trauma Tumpul : kecepatan tinggi (tabrakan otomobil), kecepatan rendah
(terjatuh, terpukul)
 Trauma Tembus : luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya.
b. Berdasarkan Tingkat Keparahan
Biasanya Cedera Kepala berdasarkan tingkat keparahannya didasari atas
GCS. Dimana GCS ini terdiri dari tiga komponen yaitu :

 Reaksi membuka mata (E)

Reaksi membuka mata Nilai

Membuka mata spontan 4

Buka mata dengan rangsangan suara 3

Buka mata dengan rangsangan nyeri 2

Tidak membuka mata dengan rangsangan nyeri 1

 Reaksi berbicara
Reaksi Verbal Nilai

Komunikasi verbal baik, jawaban tepat 5

Bingung, disorientasi waktu, tempat dan ruang 4

Dengan rangsangan nyeri keluar kata-kata 3

Keluar suara tetapi tak berbentuk kata-kata 2

Tidak keluar suara dengan rangsangan apapun 1

 Reaksi Gerakan lengan / tungkai


Reaksi Motorik Nilai

Mengikuti perintah 6

Melokalisir rangsangan nyeri 5


Menarik tubuhnya bila ada rangsangan nyeri 4

Reaksi fleksi abnormal dengan rangsangan nyeri 3

Reaksi ekstensi abnormal dengan rangsangan nyeri 2

Tidak ada gerakan dengan rangsangan nyeri 1

Dengan Glasgow Coma Scale (GCS), cedera kepala dapat diklasifikasikan


menjadi:

a. Cedera Kepala Ringan (CKR) : bila GCS 14-15 (kelompok resiko rendah).
Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma
b. Cedera Kepala Sedang (CKS) : bila GCS 9-13 (kelompok resiko sedang).
Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Cedera Kepala Berat (CKB) : bila GCS 3-8 (kelompok resiko berat)
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Juga
meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

c. Cedera kepala bisa dikelompokkan sebagai cedera kepala tertutup atau


terbuka (penetrasi, luka tembus), antara lain :
1. Cidera kepala terbuka , kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak
masuk ke dalam jaringan otak dan melukai :
a) Merobek durameter
b) Saraf otak
c) Jaringan otak
d) Battle sign
e) Rhinorrhoe
f) Orthorrhoe
g) Gejala fraktur basis
h) Brill hematom
2. Cidera kepala tertutup
a. Komosio
1) Cidera kepala ringan
2) Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
3) Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10 – 20 menit.
4) Tanpa kerusakan otak permanen.
5) Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
6) Disorientasi sementara.
7) Tidak ada gejala sisa.
8) MRS kurang 48 jam ® kontrol 24 jam pertama, observasi tanda-
tanda vital.
9) Tidak ada terapi khusus.
10) Istirahat mutlak setelah keluhan hilang coba mobiliasi brtahap,
duduk berdiri pulang.
11) Setelah pulang kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet
cukup.
b. Kontusio
1) Ada memar otak.
2) Perdarahan kecil lokal/difusi gangguan lokal perdarahan.
Gejala :
1) Gangguan kesadaran lebih lama
2) Kelainan neurologik positif, reflek patologik positif, lumpuh,
konvulsi.
3) Gejala TIK meningkat.
c. Hematom epidural
1) Perdarahan antara tulang tengkorak dan durameter.
2) Lokasi terering temporal dan frontal.
3) Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus
4) Gejala : manifestasinya adanya desak ruang
5) Penurunan kesadaran ringan saat kejadian periode Lucid (beberapa
menit – beberapa jam ) penurunan kesadaran hebat koma, serebrasi,
dekortisasi, pupil dan isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik
positif.
d. Hematom subdural
1) Perdarahan antara durameter dan archnoid.
2) Biasanya pecah vena akut, subakut, kronis.
Akut :
 Gejala 24 – 48 jam
 Sering brhubungan dengan cidera otak dan medulla oblongata.
 TIK meningkat
 Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil
lambat.
Sub akut
 Berkembang 7 – 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala TIK
meningkat ® kesadaran menurun.
Kronis :
 Ringan, 2 minggu 3-4 bulan
 Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas
 Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfgia.

Gambar 2: Hematoma Subdural


e. Hematom intrakranial
1) Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih
2) Selalu diikuti oleh kontosio
3) Penyebab: Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi –
deselerasi mendadak (Herdman, T. Heather. 2012)
Gambar 3: CederaKepalaTertutup

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, ataksia, cara berjalan tidak tegap,
kehilangan tonus otot.
2. Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung
(bradikardi, takikardia, yang diselingi dengan bradikardia disritmia).
3. Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis).
4. Inkontinensia kandung kemih atau usus atau mengalami ganggua fungsi.
5. Muntah atau mungkin proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur, disfagia)
6. Perubahan kesadaran bisa sampai koma. Perubahan status mental (orientasi,
kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi atau
tingkah laku dan memori). Perubahan pupil (respon terhadap cahaya simetris)
deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti. Kehilangan penginderaan
seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetris, refleks
tendon tidak ada atau lemah, kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan
gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh.
7. Wajah menyeringai, respon pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak
bisa beristirahat, merintih.
8. Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, terdesak, ronchi, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).
9. Fraktur atau dislokasi, gangguan penglihatan, kulit : laserasi, abrasi, perubahan
warna, adanya aliran cairan (drainase) dari telinga atau hidung (CSS), gangguan
kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum
mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi tubuh.
10. Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, berbicara berulang – ulang.
11. Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
12. Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.
13. Mual, muntah, mengalami perubahan selera.
14. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope,
tinitus,kehilangan pendengaran. Perubahan dalam penglihatan,seperti
ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia,
gangguan pengecapan dan penciuman.
15. Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
16. Trauma baru atau trauma karena kecelakaan
17. Pada kontusio, segera terjadi kehilangan kesadaran, pada hematoma, kesadaran
mungkin hilang, atau bertahap sering dengan membesarnya hematoma atau
edema intestisium.
18. Respon pupil mungkin lenyap atau segera progresif memburuk.
19. Perubahan prilaku, kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik timbul dengan segera atau secara lambat.
20. Hematoma epidural dimanifestasikan dengan awitan yang cepat. Hematoma ini
mengancam hidup dan dikarakteristikkan dengan detoriorasi yang cepat, sakit
kepala, kejang, koma dan hernia otak dengan kompresi pada batang otak.
21. Hematoma subdural terjadi dalam 48 jam cedera dan dikarakteristikkan dengan
sakit kepala, agitasi, konfusi, mengantuk berat, penurunan tingkat kesadaran,
dan peningkatan TIK. Hematoma subdural kronis juga dapat terjadi. (Brunner &
Suddarth. 2014)

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
1) Pemeriksaan laboratorium
a. AGD : untuk mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi
perdarahan sub arakhnoid.
b. Kimia elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berperan
dalam peningkatan TIK atau perubahan mental.
2) Radiology
a. CT Scan (tanpa atau dengan kontras) mengidentifikasi adanya hemoragik,
menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.
b. MRI : sama dengan CT Scan
c. Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral, seperti
pergeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma
d. EEG : untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang
patologis
e. Sinar X : untuk mendeteksi adanya perubahan struktur tulang ( fraktur ),
pergeseran struktur dari garis tengah ( karena perdarahan ) adanya fragmen
tulang
f. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecil
g. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
h. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat
sehingga menyebabkan penurunan kesadan.
i. Myelogram :Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan
dari spinal aracknoid jika dicurigai.
j. Thorax X ray :Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
3) Fungsi lumbal : CSS, dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan sub
arakhnoid.
4) ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi)
jika terjadi peningkatan tekanan intrakranial
5) Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh kanan intrkrani obat sehingga
menyebabkan penurunan kesadan.
6) Pemeriksaan fungsi pernafasan: Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata) (Netiari. 2015)
H. PEMERIKSAAN FISIK
Observasi dan pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum : Lemah, gelisah, cenderung untuk tidur


2. TTV : Suhu, nadi, tensi, RR, GCS

3. Body of system

a. Pernafasan ( B1 : Breathing )
- Hidung : Kebersihan
- Dada : Bentuk simetris kanan kiri, retraksi otot bantu pernafasan, ronchi
- Di seluruh lapangan paru, batuk produktif, irama pernafasan, nafas dangkal.
 Inspeksi : Inspirasi dan ekspirasi pernafasan, frekuensi, irama, gerakan
cuping hidung, terdengar suara nafas tambahan bentuk dada, batuk
 Palpasi : Pergerakan asimetris kanan dan kiri, taktil fremitus raba sama
antara kanan dan kiri dinding dada
 Perkusi : Adanya suara-suara sonor pada kedua paru, suara redup pada
batas paru dan hepar.
 Auskultasi : Terdengar adanya suara vesikuler di kedua lapisan paru,
suara ronchi dan weezing
b. Kardiovaskuler ( B2 : Bleeding )

 Inspeksi : Bentuk dada simetris kanan kiri, denyut jantung pada ictus
cordis 1 cm lateral medial ( 5 ) Pulsasi jantung tampak..
 Palpasi : Frekuensi nadi/HR, tekanan darah, suhu, perfusi dingin,
berkeringat

 Perkusi : Suara pekak

 Auskultasi : Irama reguler, sistole/murmur, bendungan vena jugularis,


oedema

c. Persyarafan ( B3 : Brain ) Kesadaran, GCS


 Kepala : Bentuk ovale, wajah tampak mioring ke sisi kanan
 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak icteric, pupil isokor,
gerakan bola mata mampu mengikuti perintah.

 Mulut : Kesulitan menelan, kebersihan penumpukan ludah dan lendir,


bibir tampak kering, terdapat afasia.

 Leher : Tampak pada daerah leher tidak terdapat pembesaran pada leher,
tidak tampak perbesaran vena jugularis, tidak terdapat kaku kuduk.

d. Perkemihan-eliminasi urine ( B4 : Bledder )


 Inspeksi : Jumlah urine, warna urine, gangguan perkemihan tidak ada,
pemeriksaan genitalia eksternal, jamur, ulkus, lesi dan keganasan.
 Palpasi : Pembesaran kelenjar inguinalis, nyeri tekan.

 Perkusi : Nyeri pada perkusi pada daerah ginjal.

e. Pencernaan-eliminasi alvi ( B5 : Bowel )


 Inspeksi : Mulut dan tenggorokan tampak kering, abdomen normal tidak
ada kelainan, keluhan nyeri, gangguan pencernaan ada, kembung
kadang-kadang, terdapat diare, buang air besar perhari.
 Palpasi : Hepar tidak teraba, ginjal tidak teraba, anoreksia, tidak ada
nyeri tekan.

 Perkusi : Suara timpani pada abdomen, kembung ada suara pekak pada
daerah hepar.

 Auskultasi : Peristaltik lebih cepat.

 Abdomen : Tidak terdapat asites, turgor menurun, peristaltik ususnormal.

 Rektum : Rectal to see

f. Tulang-otot-integumen ( B6 : Bone )
 Kemapuan pergerakan sendi : Kesakitan pada kaki saat gerak pasif,
droop foot, kelemahan otot pada ekstrimitas atas dan bawah.
 Kulit : Warna kulit, tidak terdapat luka dekubitus, turgor baik, akral kulit
(Bickley, Lynn S. 2008)

I. PROGNOSIS
Pemulihan fungsi otak tergantung kepada beratnya cedera yang terjadi, umur
anak, lamanya penurunan kesadaran dan bagian otak yang terkena. 50% dari anak
yang mengalami penurunan kesadaran selama lebih dari 24 jam, akan mengalami
komplikasi jangka panjang berupa kelainan fisik, kecerdasan dan emosi. Kematian
akibat cedera kepala berat lebih sering ditemukan pada bayi. Anak-anak yang
bertahan hidup seringkali harus menjalani rehabilitasi kecerdasan dan emosi.
Masalah yang biasa timbul selama masa pemulihan adalah hilangnya ingatan akan
peristiwa yang terjadi sesaat sebelum terjadinya cedera (amnesia retrograd),
perubahan perilaku, ketidakstabilan emosi, gangguan tidur dan penurunan tingkat
kecerdasan (Netiari. 2015)

J. PENATALAKSANAAN MEDIK
a. Observasi 24 jam
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
g. Pemberian obat-obat analgetik.
h. Pembedahan bila ada indikasi.

Pembedahan yang dilakukan untuk pasien cedera kepala adalah pelaksanaan


operasi trepanasi. Trepanasi/kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang
kepala yang bertujuan untuk mencapai otak untuk tindakan pembedahan definitive
(seperti adanya SDH (subdural hematoma) atau EDH (epidural hematoma) dan
kondisi lain pada kepala yang memerlukan tindakan kraniotomi). Epidural Hematoa
(EDH) adalah suatu pendarahan yang terjadi diantara tulang dang dan lapisan
duramater; Subdural Hematoa (SDH) atau pendarahan yang terjadi pada rongga
diantara lapisan duramater dan dengan araknoidea. Pelaksanaan operasi trepanasi
ini diindikasikan pada pasien :

1. Penurunan kesadaran tiba-tiba terutama riwayat cedera kepala


akibat berbagai faktor
2. Adanya tanda herniasi/lateralisasi
3. Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi,
dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan. Perawatan pasca
bedah yang penting pada pasien post trepanasi adalah memonitor
kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya.
Jahitan dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen
tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu
kemudian.
Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma,
kebocoran CSS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial. Terapi konservatif meliputi bedrest total,
pemberian obat-obatan, observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat
kesadaran).
Prioritas perawatan adalah maksimalkan perfusi / fungsi otak, mencegah
komplikasi, pengaturan fungsi secara optimal / mengembalikan ke fungsi
normal, mendukung proses pemulihan koping klien / keluarga, pemberian
informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan
rehabilitasi (Roslina, Jumiati. 2017)

K. KOMPLIKASI
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut coma. Pada situasi
ini, secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainya memasuki
vegetative state atau mati penderita pada masa vegetative statesering membuka
matanya dan mengerakkannya, menjerit atau menjukan respon reflek. Walaupun
demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari lingkungan
sekitarnya. Penderita pada masa vegetative state lebih dari satu tahun jarang
sembuh

b. Seizure.
Pederita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-kurangnya
sekali seizure pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun demikian,
keadaan ini berkembang menjadi epilepsy
c. Infeksi
Faktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran (meningen)
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena
keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf yang lain
d. Kerusakan saraf.
Cedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus facialis.
Sehingga terjadi paralysis dari otot-otot facialis atau kerusakan dari saraf untuk
pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda
e. Hilangnya kemampuan kognitif
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala berat
mengalami masalah kesadaran (Netiari. 2015)

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CEDERA


KEPALA
A. PENGKAJIAN
a. Data subjektif :
1) Identitas (pasien dan keluarga/penanggung jawab) meliputi: Nama,
umur,jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, dan hubungan pasien dengan keluarga/pengirim).
2) Keluhan utama: Bagaimana pasien bisa datang ke ruang gawat darurat,
apakah pasien sadar atau tidak, datang sendiri atau dikirim oleh orang lain?
3) Riwayat cedera, meliputi waktu mengalami cedera (hari, tanggal, jam),
lokasi/tempat mengalami cedera.
4) Mekanisme cedera: Bagaimana proses terjadinya sampai pasien menjadi
cedera.
5) Allergi (alergi): Apakah pasien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan
(jenisnya), obat, dan lainnya.
6) Medication (pengobatan): Apakah pasien sudah mendapatkan pengobatan
pertama setelah cedera, apakah pasien sedang menjalani proses pengobatan
terhadap penyakit tertentu?
7) Past Medical History (riwayat penyakit sebelumnya): Apakah pasien
menderita penyakit tertentu sebelum menngalami cedera, apakah penyakit
tersebut menjadi penyebab terjadinya cedera?
8) Last Oral Intake (makan terakhir): Kapan waktu makan terakhir sebelum
cedera? Hal ini untuk memonitor muntahan dan untuk mempermudah
mempersiapkan bila harus dilakukan tindakan lebih lanjut/operasi.
9) Event Leading Injury (peristiwa sebelum/awal cedera): Apakah pasien
mengalami sesuatu hal sebelum cedera, bagaimana hal itu bisa terjadi?
b. Pengkajian ABCD FGH
1) AIRWAY
- Cek jalan napas paten atau tidak
- Ada atau tidaknya obstruksi misalnya karena lidah jatuh kebelakang,
terdapat cairan, darah, benda asing, dan lain-lain.
- Dengarkan suara napas, apakah terdapat suara napas tambahan seperti
snoring, gurgling, crowing.
2) BREATHING
- Kaji pernapasan, napas spontan atau tidak
- Gerakan dinding dada simetris atau tidak
- Irama napas cepat, dangkal atau normal
- Pola napas teratur atau tidak
- Suara napas vesikuler, wheezing, ronchi
- Ada sesak napas atau tidak (RR)
- Adanya pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu pernapasan
3) CIRCULATION
- Nadi teraba atau tidak (frekuensi nadi)
- Tekanan darah
- Sianosis, CRT
- Akral hangat atau dingin, Suhu
- Terdapa perdarahan, lokasi, jumlah (cc)
- Turgor kulit
- Diaphoresis
- Riwayat kehilangan cairan berlebihan
4) DISABILITY
- Kesadaran : composmentis, delirium, somnolen, koma
- GCS : EVM
- Pupil : isokor, unisokor, pinpoint, medriasis
- Ada tidaknya refleks cahaya
- Refleks fisiologis dan patologis
- Kekuatan otot
5) EXPOSURE
- Ada tidaknya deformitas, contusio, abrasi, penetrasi, laserasi, edema
- Jika terdapat luka, kaji luas luka, warna dasar luka, kedalaman
6) FIVE INTERVENTION
- Monitoring jantung (sinus bradikardi, sinus takikardi)
- Saturasi oksigen
- Ada tidaknya indikasi pemasangan kateter urine, NGT
- Pemeriksaan laboratorium
7) GIVE COMFORT
- Ada tidaknya nyeri
- Kaji nyeri dengan
P : Problem
Q : Qualitas/Quantitas
R : Regio
S : Skala
T : Time
8) H 1 SAMPLE
- Keluhan utama
- Mekanisme cedera/trauma
- Tanda gejala

c. Head to Toe (pemeriksaan fisik), hal-hal yang mungkin ditemukan,


meliputi:

1) Kulit, Rambut dan Kuku


 Distribusi rambut pasien.
 Warna kulit.
 Akral dingin bila perfusi perifer buruk.
 Terdapat oedema.
 Terdapat lesi
 Eritema (+)
 Terdapat sianosis pada kuku pasien.
2) Kepala dan Leher
 Kepala pasien simetris
 Terjadi edema laring.
 Deformitas di kepala dan leher akibat luka bakar (+)
 Nyeri tekan pada bagian yang mengalami luka di kepala dan leher
3) Mata dan Telinga
 Pupil : Isokor, ukuran: 3mm
 Sklera/ konjungtiva anemis
 Refleks pupil terhadap cahaya +/+
 Lapang pandang dan gerakan bola mata pasien normal.
4) Sistem Pernafasan
 Menihat adanya obstruksi
 Pergerakan dada pasien tidak simetris.
 Terdapat edema laring atau tidak.
 Terdapat edema paru atau tidak.
 RR: > 20 x/menit
 Terdapat sianosis atau tidak.
 Taktil premitus teraba atau tidak teraba
 Terdapat nyeri tekan di area dada pasien yang mengalami luka.
 Suara napas ronchi, stridor atau tidak.

5) Sistem Kardiovaskular
 Adanya palpitasi dan kelemahan
 Nilai CRT (normal <3 dtk)
 Inspeksi : terjadi sianosis.
 Palpasi : kulit teraba dingin, nadi meningkat (>100x/mnt).
 Perkusi : jantung tidak mengalami pembesaran.
 Auskultasi : S1S2 tunggal reguler.
6) Payudara Wanita dan Pria
Letak payudara simetris, mengkaji adanya nyeri tekan pada area yang
mengalami luka .

7) Sistem Gastrointestinal
 Ada tidaknya kerusakan pada mukosa mulut.
 Perkusi abdomen timpani.
 Perkusi hati pekak.
 Mengkaji adanya Ddiatensi abdomen dan keluhan mual.
 Mengkaji BU (< 5-12 x/mnt).
8) Sistem Urinarius
 Kaji adanya Oliguria
 Mengkaji Konsistensi urin : kuning bening, bau khas.
 Mengkaji Nyeri saat BAK
9) Sistem Reproduksi Wanita/Pria
 Mengkaji adanya lesi atau kelainan lainnya seperti nyeri
10) Sistem Saraf
 GCS: mengkaji adanya penurunan kesadaran (< 15)
 Refleks patologis mungkin muncul apabila terjadi cedera pada saraf dan
tulang belakang.
11) Sistem Muskuloskeletal
 Mengkaji kemampuan pergerakan sendi
 Mengkaji deformitas dan edema.
 Mengkaji Kekuatan otot .
 Mengkaji Akral .
12) Sistem Imun
 Mengkaji adanya penurunan pertahanan tubuh terhadap infeksi bakteri
pada luka akibat rusaknya kulit sebagai barier pertahanan tubuh dari
infeksi.
 Terjadi kelemahan.
 Sistem Endokrin: mengkaji adanya hiperglikemia

d. Pola-pola fungsi kesehatan


Ditanyakan keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ? Pola kebiasaan
dan fungsi ini meliputi :
a. Pola persepsi dan tatalaksanaan hidup sehat
Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan, pengetahuan tentang
kesehatan, pencegahan dan kepatuhan pada setiap perawatan dan
tindakan medis ?Bagaimana pandangan terhadap penyakit yang diderita,
pelayanan kesehatan yang diberikan, tindakan apabila ada anggota
keluarga yang sakit, penggunaan obat-obatan pertolongan pertama.
b. Pola nutrisi
Untuk mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana
kualitas dan kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Makanan apa saja yang disukai dan yang tidak ? Bagaimana selera
makan anak ? Berapa kali minum, jenis dan jumlahnya per hari ?
c. Pola Eliminasi
BAK: ditanyakan frekuensinya, jumlahnya, secara makroskopis
ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ? Serta
ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB: ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau tidak ? Bagaimana
konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
d. Pola aktivitas dan latihan
Apakah anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ?
Berkumpul dengan keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang
disukai ?
e. Pola tidur/istirahat
Berapa jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam
berapa ? Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang ?
f. Kognitf/persepsi
Menggambarkan pola pendengaran, penglihatan, pengecap, taktil,
penciuman, persepsi nyeri, bahasa, memori dan pengambilan keputusan
g. Persepsi diri/konsep diri
Menggambarkan sikap terhadap diri dan persepsi terhadap kemampuan,
harga diri, gambaran diri dan perasaan terhadap diri sendiri
h. Peran/hubungan
Menggambarkan keefektifan hubungan dan peran dengan keluarga-
lainnya.
i. Seksualitas/reproduksi
Menggambarkan kepuasan/masalah dalam seksualitas-reproduksi
j. Koping/toleransi stress
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan menggunakan
sistem pendukung.
k. Nilai/kepercayaan
Menggambarkan spiritualitas, nilai, sistem kepercayaan dan tujuan dalam
hidup.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d sekresi yang tertahan d.d batuk tidak
efektif, gangguan menelan, air liur yang tertahan, dispnea
2. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi-perfusi d.d PCO2
meningkat, PH arteri menurun, bunyi nafas tambahan, dispnea
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d cedera kepala
4. Resiko syok d.d hipoksia
5. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik (trauma) d.d nyeri kepala, tampak
meringis, gelisah, frekuensi nadi meningkat
6. Resiko infeksi d.d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016)
C. RENCANA TINDAKAN
No Tujuan dan Intervensi Rasional
. Kriteria hasil
Dx
1. Setelah Latihan batuk efektif - bersihan jalan nafas tidak efektif
dilakukan Observasi: karena ketidakmampuan batuk
asuhan - Identifikasi kemampuan efektif sehingga perlu
keperawatan batuk pemantauan kemampuan batuk
selama pasien
.....x24 jam, Nursing treatment: - posisi fowler/ semi fowler
diharapkan - Atur posisi semi fowler atau meringankan sesak nafas
bersihan jalan fowler sehingga mempermudah batuk
nafas pasien efektif
dapat teratasi Edukasi: - Edukasi sangat penting untuk
dengan - Jelaskan tujuan dan prosedur mengetahui cara/prosedur dari
kriteria hasil : batuk efektif batuk efektif
- Batuk - anjurkan tarik nafas dalam - ketidakefektifan batuk dapat
efektif melalui hidung selama 4 menyebabkan sesak nafas
cukup detik, ditahan selama 2 detik, sehingga perlu edukasi cara
meningka kemudian keluarkan dari merangsang batuk efektif yang
t mulut dengan bibir mencucu baik
- dispnea (dibulatkan) selama 8 detik - mukolitik/ekspektoran
menurun membantu untuk mengencerkan
- wheezing Kolaborasi: mucus (dahak) yang kental
menurun - kolaborasi pemberian sehingga mudah dikeluarkan
mukolitik atau ekspektoran,
jika perlu
2. Setelah Pemantauan respirasi - Dengan mengkaji kualitas
dilakukan Observasi: frekuensi dan kedalaman
asuhan - Monitor frekuensi, irama, pernafasan, kita dapat mengetahui
keperawatan kedalaman, dan upaya napas sejauh mana perubahan kondisi
selama - Monitor pola napas (seperti pasien
.....x24 jam, bradipnea, takipnea, - bradipnea, takipnea,
diharapkan hiperventilasi, ataksik) hiperventilasi, ataksik suatu
gangguan - Auskultasi bunyi napas kondisi yang dapat memperburuk
pertukaran gangguang pertukaran gas maka
gas pasien Nursing Treatment: dari itu perlunya di pantau
dapat teratasi - Atur interval pemantauan - gangguan pertukaran gas
dengan respirasi sesuai kondisi pasien membuat pola nafas tidak stabil
kriteria hasil : sehingga perlu pengaturan
- Dispnea Edukasi: interval respirasi sesuai kondisi
menurun - Jelaskan tujuan dan prosedur pasien
- Bunyi pemantauan - menjelaskan tujuan dan prosedur
napas pemantauan sehingga pihak
tambahan Kolaborasi: pasien, keluarga lebih memahami
menurun - Kolaborasi pemberian obat - Pemberian pengobatan dapat

- PCO2 dengan dokter menurunkan beban pernafasan

membaik dan mencegah terjadinya

- PH arteri gangguan pertukaran gas

normal
(ph 7)
3. Setelah Manajemen Peningkatan Tekanan  TIK merupakan nilai tekanan
dilakukan Intrakranial dalam rongga kepala
asuhan Observasi:  Kejang adalah salah satu tanda
keperawatan - Monitor CPP (Cerebral adanya ketidakefektifan perfusi
selama Perfusion Pressure) cerebral
.....x24 jam,  Cairan IV Hipotonik dapat
diharapkan Nursing treatment: meningkatkan risiko
resiko perfusi - Cegah terjadinya kejang ketidakefektifan perfusi cerebral
serebral - Hindari pemberian cairan IV  Memfasilitasi tubuh pasien
pasien dapat hipotonik sehingga pasien merasa nyaman
teratasi - Minimalkan stimulus dengan dan tenang
dengan menyediakan lingkungan yang  Antikonvulsan berguna untuk
kriteria hasil : tenang mengatasi masalah saraf
- Tingkat
Kolaborasi:
kesadaran
meningka - Kolaborasi pemberian sedasi
t dan anti konvulsan, jika perlu
- TIK
menurun
- Sakit
kepala
menurun
- Gelisah
menurun
4. Setelah Pencegahan syok - syok akan menyebabkan pasen
dilakukan Observasi: mengalami penurunan nadi dan
asuhan - monitor status tingkat kesadaran maka dari itu
keperawatan kardiopulmonal (frekuensi dilakukan memonitor
selama dan kekuatan nadi, frekuensi kardiopulmonal
.....x24 jam, nafas, TD, MAP) - penurunan tingkat kesadaran
diharapkan pada syok menyebabkan
resiko syok Nursing treatment: hipoksemia sehingga perlu
pasien dapat - berikan oksigen untuk diberikan oksigen untuk
teratasi mempertahankan saturasi mempertahankan saturasi
dengan >94 normal
kriteria hasil : - Menjelasakan penyebab
- kekuatan Edukasi: terjadinya resiko syok
nadi - jelaskan penyebab/faktor membantu pasien mencegah
meningka resiko syok terjadinya resiko syok
t - Berkolaborasi dengan tenaga
- tingkat Kolaborasi: medis lainnya dapat mencegah
kesadaran - Kolaborasi pemberian IV, terjadinya syok
meningka jika perlu
t
- akral
dingin
menurun
- pucat
menurun
5. Setelah Menejemen Nyeri - nyeri akut menyebabkan gelisah
dilakukan Observasi: sehingga perlu dilakukan
asuhan - Identifikasi lokasi, identiikasi lokasi, karakteristik,
keperawatan karakteristik, durasi, intensits nyeri
selama frekuensi, kualitas, intensitas - Pasien dengan masalah nyeri
.....x24 jam, nyeri akut perlu dilakukannya
diharapkan - Identifikasi respons nyeri non observasi adnya petunjuk
nyeri akut verbal. nonverbal bagi pasien yang tidak
pasien dapat dapat berkomuniaksi dengan
teratasi Nursing Treatment: efektif
dengan - Berikan teknik - nyeri sangat mengganggu dan
kriteria hasil : nonfarmakologis untuk menghambat aktivitas sehingga
- Keluhan mengurangi rasa nyeri (mis. perlu diimbangi dengan teknik
nyeri TENS, hipnosis, akupresur, nonfarmakologis
menjadi terapi musik, biofeedback, - Dengan mengidentifikasi dan
menurun terapi pijat, aromaterapi, menghindari pemicu dapat
- Meringis teknik imajinasi terbimbing, meminimalisir terjadinya nyeri
dan kompres hangat/dingin, terapi berlebih
kegelisah bermain) - dengan teknik nonfarmakologis
an pasien - Fasilitasi istirahat dan tidur. bisa sedikit lebih membantu
menjadi mengimbangi terapi dari
menurun Edukasi: farmakologis

- Frekuensi - Jelaskan penyebab, periode, - Pasien dengan masalah nyeri

nadi dan pemicu nyeri akut perlu adanya kolaborasi

membaik - Ajarkan teknik dengan dokter

(100- nonfarmakologis untuk

160x/men mengurangi rasa nyeri.

it).
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu.
6. Setelah Pencegahan Infeksi - Dengan monitor tanda dan
dilakukan Observasi: gejala infeksi dapat mencegah
asuhan - Monitor tanda dan gejala terjadinya infeksi
keperawatan infeksi - Mencuci tangan dengan tepat
selama merupakan hal yang sangat
.....x24 jam, Nursing treatment: penting dilakukan
diharapkan - Cuci tangan sebelum dan - Teknik aseptic merupakan
resiko infeksi sesudah kontak dengan teknik yang dianjurkan dalam
pasien dapat likungan pasien mecegah terjadinya infeksi
teratasi
dengan - Pertahankan teknik aseptic - Dengan menjelaskan tanda dan
kriteria hasil : pada pasien gejala infeksi mampu membantu
- kemeraha pasien dalam mencegah
n cukup Edukasi: terjadinya infeksi
menurun - Jelaskan tanda dan gejala - Dengan mengajarkan cara
- nyeri infeksi memeriksa kondisi luka atau
cukup - Ajarkan cara memeriksa luka oprasi mampu mencegah
menurun kondisi luka terjadinya infeksi
(skala 0-3 - Berkolaborasi dengan tenaga
) Kolaborasi: medis lainnya dapat mencegah
- bengkak - Kolaborasi pemberian terjadinya infeksi
cukup imunisasi, jika perlu
menurun

(Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018, Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019)

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang direncanakan.

E. EVALUASI
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang
dilakukan dengan format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. 2010. Fundamental Keperawatan Buku 3 Edisi 7. Jakarta : Salemba
Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Indikator Diagnostik). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Tindakan Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Definisi
dan Kriteria Hasil Keperawatan). Jakarta Selatan: DPP PPNI

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012


2014. Jakarta: EGC

Netiari. 2015. LP Cedera Kepala dengan trepanasi. Tersedia pada


https://www.academia.edu/10612648/LPcedera_kepala_dengan_trepanas
i. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2020 pukul 20.00 wita

Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates.
Edisi 5. Jakarta: EGC

Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi8. volume 2,
Jakarta:EGC

Suriadi & Yuliana, Rita. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Sagung seto

Price, SA & Wilson, LM. 2012. Patofisiologis: Konsep klinis proses-proses penyakit.
Edisi ke 6. Jakarta: EGC

Roslina, Jumiati. 2017. Trauma Kepala. Tersedia pada


https://www.academia.edu/16726400/BAB_1_TRAUM_KEPALA.
Diakses pada tanggal 13 Oktober 2020 pukul 21.00 wita
KASUS :

Ibu H berumur 30 tahun MRS pada tanggal 20 Februari 2020 dengan diagnosa
Craniotomy evaluasi Clot + Decompresi O/K + CKB + Frontalis. Pasien adalah korban
tabrak lari. Saat MRS pasien mengeluh nyeri hebat dan skala nyeri 7, pasien sempat
mengalami mual muntah kurang lebih sebanyak 6 kali. Hasil pemeriksaan menunjukan
adanya EDH. Saat ini pasien sudah dipindahkan dari ruang OK keruang ICU. Saat
pengkajian pasien mengalami penurunan kesadaran dengan GCS 3. Pasien tampak
terpasang NGT, kateter, infus dan ventilator (SIMV TV : 380, R : 6 Deep 3P Supp 8 fl
O2 : 40%). ADL tampak dibantu penuh. TD : 180/85, RR : 14 kali/ menit, N : 87 kali/
menit, S : 36,8OC, SPO2 : 91%, hasil laboratorium leukosit 15.000 ML. Pasien
mendapatkan therapy : IVFD NS 0,9 % 16 tpm, kalbamin 500 ml, asering 500 ml,
mannitol 6 x 100 cc, paracetamol flash 3 x 1 gr, ondancentron 3 x 8 mg, piracentam 3 x
3 gr, phenytoin 3 x 100 mg, asam tranexsamat 3 x 1 gr, anbancim 3 x 1 gr, vakson 0,05
mikro, meropenem 3 x 1 gr, fentanyal 15 inca/ jam.
YAYASAN SAMODRA ILMU CENDEKIA

TERAKREDITASI BAN PT NO: 014/BAN-PT/AK-XIV/S1/VII/2011

Jl. Kecak No. 9A Gatot Subroto Timur, Denpasar – Bali 80239, Telp./Fax. (0361) 427699
Website: www.stikeswiramedika.ac.id e-mail: stikes_wikabali@yahoo.co.id

PENGKAJIAN KEPERAWATAN KRITIS


KELOMPOK : 4 (EMPAT)

Tgl/ Jam : 21 Februari 2020/14.00 wita Tanggal MRS : 20 Februari 2020

Ruangan : ICU Rs. Medika Diagnosis Medis : Craniotomy evaluasiclot+


Decompresi O/K+CKB +
Frontalis
Nama/Inisial : Ibu H No.RM : 210220

Jenis Kelamin : Perempuan Suku/ Bangsa : WNI

Umur : 30 tahun Status Perkawinan : Sudah menikah

Agama : Hindu Penanggung jawab : Bapak P

Pendidikan : Sarjana Hubungan : Suami pasien

Pekerjaan : Pegawai swasta Pekerjaan : Pegawai swasta

Alamat : Mengwi, Badung Alamat : Mengwi, Badung


RIWAYAT SAKIT DAN KESEHATAN

Keluhan utama saat MRS :

Pasien mengeluh nyeri hebat pada bagian kepala. Pengkajian nyeri :

P = Nyeri akibat terbentur karena kecelakaan (korban tabrak lari)

Q = Nyeri terasa seperti di tusuk-tusuk

R = Nyeri pada bagian kepala

S = Skala nyeri 7

T = Nyeri terasa semakin berat setiap melakukan aktivitas

Keluhan utama saat pengkajian :

Pasien tampak menggalami penurunan kesadaran dengan GCS 3 dan terpasang NGT, Kateter,
infus, dan ventilator dengan mode SIMV Tv = 380, R = 6 Deep 3 P Supp 8 flO2 = 40%. ADL
pasien di bantu penuh. Hasil : Tekanan darah (180/85 mmHg), RR (14x/menit), Nadi (87x/menit),
Suhu (36,8oC), SPO2 (91%)
Riwayat penyakit saat ini :

Pasien dirawat di ruang ICU tanggal 21 Februari 2020 rujukan dari ruang operasi dengan post
craniotomy evaluasi clot + Decompresi O/K+CKB+Frontalis. Sebelumnya tanggal 20 Februari
2020, pasien sempat mengalami kecelakaan (korban tabrak lari). Pasien sempat mengeluh nyeri
hebat pada bagian kepala dan mual muntah ±6 kali. Pasien sudah sempat diobservasi dengan hasil
pemeriksaan didapatkan EDH (Pendarahan Epidural). Dari hasil pengkajian saat ini didapatkan
pasien dengan penurunan kesadaran E1M1V1 (Kesadaran koma). Pasien terpasang NGT, Kateter,
Infus (IVFD NS 0,9% 16 tpm). Saat ini juga pasien dalam keadaan koma dan terdapat luka post op
pada kepala bagian kanan, pasien bernafas di bantu ventilator dengan S Imv Tv = 380, R = 6
Deep 3 P Supp 8 fl O2 = 40%. Hasil : Tekanan darah (180/85 mmHg), RR (14x/menit), Nadi
(87x/menit), Suhu (36,8oC), SPO2 (91%), Leukosit =15,0 103/ µL.

Riwayat Allergi : Tidak ada

Riwayat Pengobatan : Pasien MRS 20 Februari 2020 dan sebelum masuk Ruang
ICU pasien sempat di lakukan tindakan operasi dan dirujuk ke Ruang ICU dengan diagnosa medis
post op craniotomy evaluasi clot + decompresi O/K+CKB+Frontalis.

Riwayat penyakit sebelumnya : Riwayat kecelakaan (korban tabrak lari) dan sudah sempat di
observasi dengan hasil EDH (Pendarahan Epidural).

Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada


Jalan Nafas : √ Paten  Tidak Paten

Nafas :  Spontan √ Tidak Spontan

Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing √ Tidak Ada

 Muntahan  Darah  Oedema

Gerakan dinding dada: √ Simetris  Asimetris

Sesak Nafas : √ Ada  Tidak Ada

RR : 14x/mnt

Kedalaman Nafas :  Normal √ Dangkal  Dalam

Pola Nafas :  Teratur √ Tidak Teratur

Jenis : √ Dispnoe  Kusmaul  Cyene Stoke  Lain… …

Pernafasan Cuping hidung  Ada √ Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas : √ Ada  Tidak Ada

Deviasi Trakea :  Ada √ Tidak Ada

Pernafasan : √ Pernafasan Dada  Pernafasan Perut

Batuk :  Ya √ Tidak ada


BREATHING

Sputum:  Ya , Warna: ... ... ... Konsistensi: ... ... ... Volume: ... … Bau: … …

√ Tidak

Emfisema S/C :  Ada √ Tidak Ada

Suara Nafas : Snoring Gurgling Stridor  Tidak ada

 Vesikuler  Wheezing √ Ronchi

Alat bantu nafas:  OTT  ETT  Trakeostomi

√ Ventilator

Keterangan: SIMV Tv 380, R = 6 Deep 3 P Supp 8 fl O2=


40%.

Oksigenasi : ... ... lt/mnt  Nasal kanul  Simpel mask  Non RBT mask  RBT Mask
√ Tidak ada

Penggunaan selang dada :  Ada √ Tidak Ada

Drainase : -

Trakeostomi :  Ada √ Tidak Ada

Kondisi trakeostomi:

keterangan: … …

Masalah Keperawatan : Gangguan Pertukaran Gas


Nadi : √ Teraba  Tidak teraba  N: 87x/mnt

Irama Jantung : Takikardia

Tekanan Darah : 180/85mmHg

Pucat :  Ya √ Tidak

Sianosis :  Ya √ Tidak

CRT : √ < 2 detik  > 2 detik

Akral : √ Hangat  Dingin  S: ... ...C

Pendarahan :  Ya, Lokasi: ... ... Jumlah ... ...cc √ Tidak

Turgor :  Elastis √ Lambat


BLOOD

Diaphoresis :  Ya √ Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare √ Muntah  Luka bakar

JVP : -

CVP : -

Suara jantung : Irreguler

IVFD : √ Ya  Tidak, Jenis cairan: NS 0,9% 16 TPM

keterangan: … …

Masalah Keperawatan : Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif

Kesadaran:  Composmentis  Delirium  Somnolen  Apatis √ Koma


BRAIN

GCS : √ Eye 1 √ Verbal 1 √ Motorik 1

Pupil :  Isokor √ Unisokor  Pinpoint  Midriasis

Refleks Cahaya :  Ada √ Tidak Ada

Refleks Muntah :  Ada √ Tidak Ada

Refleks fisiologis : (-) Patela (+/-)  Lain-lain … …

Refleks patologis :  Babinzky (+/-)  Kernig (+/-)  Lain-lain ... ...

Refleks pada bayi:  Refleks Rooting (+/-)  Refleks Moro (+/-)

(Khusus PICU/NICU)  Refleks Sucking (+/-) 

Bicara :  Lancar  Cepat  Lambat

Tidur malam : … … jam Tidur siang : … … jam

Ansietas :  Ada √ Tidak ada

Nyeri :  Ada √ Tidak ada

keterangan: ……
Masalah Keperawatan : -

Nyeri pinggang:  Ada √ Tidak

BAK : √ Lancar  Inkontinensia  Anuri

Nyeri BAK :  Ada √ Tidak ada


BLADDER

Frekuensi BAK : 1000cc Warna: Jernih Darah :  Ada √ Tidak ada

Kateter : √ Ada  Tidak ada, Urine output: 1000cc

Keterangan :

Masalah Keperawatan: -

Keluhan :  Mual  Muntah √ Sulit menelan

TB : 165cm BB : 63kg

Nafsu makan : √ Baik  Menurun

Makan : Frekuensi....x/hr Jumlah : ... ... porsi

Minum : Frekuensi 3 gls /hr Jumlah : 1500cc/hr

NGT : Ada terpasang

Abdomen :  Distensi  Supel √ Tidak ada

Bising usus : 25x/menit

BAB : √ Teratur  Tidak

Frekuensi BAB : 1x/hr Konsistensi: Cair Warna: Kuning kecoklatan , darah (-) /lendir (-)

Stoma : -
BOWEL

keterangan:

Masalah Keperawatan : -
(Muskuloskletal & Integumen) BONE

Deformitas :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Contusio :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Abrasi :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Penetrasi :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Laserasi :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Edema :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Luka Bakar :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Grade : ... Luas ... %

Jika ada luka/ vulnus, kaji:

Luas Luka : ... ...

Warna dasar luka: ... ...

Kedalaman : ... ...

Aktivitas dan latihan :0 1 √ 2 3 4

Makan/minum :0 1 2 √ 3 4 Keterangan:

Mandi :0 1 √ 2 3 4 0; Mandiri

Toileting :0 1 2 √ 3 4 1; Alat bantu

Berpakaian :0 1 √2 3 4 2; Dibantu orang lain

Mobilisasi di tempat tidur :0 1 √ 2 3 4 3; Dibantu orang lain


dan alat
Berpindah :0 1 √ 2 3 4
4; Tergantung total
Ambulasi :0 1 √ 2 3 4

Keterangan: Aktivitas dan latihan dibantu penuh baik dengan orang lain ataupun alat bantu

Masalah Keperawatan : -

(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)

Kepala dan wajah :

- Kepala :

a. Inspeksi = Bentuk kepala simetris, warna rambut hitam dan kepala botak dari bagian
depan ubun-ubun hingga belakang (akibat prosedur operasi) dan terdapat luka
H operasi pada kepala bagian depan

E b. Palpasi = Adanya hematoma


A
D- Mata

a. Inspeksi = Bentuk mata simetris, konjungtiva ananemis, sklera anikterik, dan tampak
lebam pada mata.
T
b. Palpasi = Pupil anisokor
O
- Hidung

a. Inspeksi = Lubang hidung tampak simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi, dyspnea,
T
tidak terdapat pernafasan cuping hidung dan terpasang NGT
O
E b. Palpasi = Tidak ada benjolan

- Telinga

a. Inspeksi = Bentuk telinga simetris, terdapat serumen

b. Palpasi = Tidak ada benjolan

- Mulut

a. Inspeksi = Bentuk mulut simetris, mukosa bibir kering, tidak ada stomatitis dan
terpasang Ventilator.

b. Palpasi = Tidak ada benjolan

Leher :

a. Inspeksi = Leher antara leher kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, dan tidak tampak
peningkatan JVP

b. Palpasi = Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan tiroid

Dada :

- Paru
a. Inspeksi = Bentuk dada simetris, pergerakkan respirasi simetris, tidak adanya lesi,
adanya retraksi otot bantu nafas, tidak ada pemasangan selang dada

b. Palpasi = Dinding posterior suprascapularis teraba, sternum teraba, batas atas paru
pada ICS 2, batas bawah paru di ICS 8, tidak ada pembesaran paru

c. Perkusi = Getaran suara yang dihasilkan oleh perkusi adalah sonor.

d. Auskultasi = Terdengar suara tambahan (ronkhi)


- Jantung

a. Inspeksi = Ictus cordis terlihat pada ICS 5

b. Palpasi = Ictus cordis teraba dirasakan dalam diameter 2 cm

c. Perkusi = Batas jantung normal, suara pekak

d. Auskultasi = S1 S2 irreguler

Abdomen dan Pinggang :

- Abdomen

a. Inspeksi = Tampak simetris, tidak tampak distensi abdomen, tidak ada lesi, dan tidak
ada ascites

b. Auskultasi = bising usus terdengar 25x/menit, dan tidak terdengar suara tambahan

c. Perkusi = Terdengar suara timpani

d. Palpasi = Tidak ada pembesaran dan benjolan

- Pinggang : Nyeri pinggang tidak ada

Genetalia : Terpasang kateter

Ekstremitas :

- Ekstremitas atas

a. Inspeksi = Bentuk simetris, tidak ada lesi, terpasang infus di tangan kiri.

b. Palpasi = Tidak teraba benjolan, turgor kulit lambat, akral teraba hangat, CRT <2
detik

- Ekstremitas bawah

a. Inspeksi = Bentuk simetris, tidak terdapat edema

b. Palpasi = Tidak teraba benjolan, turgor kulit lambat, akral teraba hangat, CRT <2
detik

Masalah Keperawatan : Resiko Infeksi


PsikoSosialKultural

- Pola Kognitif dan Persepsi : Panca indera pasien tidak berespon dengan baik
- Pola Peran dan Hubungan
a. Sebelum sakit
Keluarga pasien mengatakan pasien menjalin hubungan dengan keluarga maupun
masyarakat sekitar rumahnya dengan baik.
b. Saat sakit
Kondisi pasien koma (tidak mampu berinteraksi)
- Pola Nilai dan kepercayaan
a. Sebelum sakit
Pasien beragama hindu, saat berada dirumah keluarga pasien mengatakan pasien rajin
beribadah.
b. Saat sakit
Pasien beragama hindu, dan kondisi pasien koma (tidak mampu berinteraksi)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hari/tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil Ket. normal

Pemeriksaan Darah
Kamis, Leukosit 15,0 µL H 4,0 – 10,0 103/ µL
20 Februari
2020
Pemeriksaan AGD

PO2 175,6 mmHg H 80 – 100 mmHg

PCO2 13,5 mmHg L 35 – 45 mmHg

SPO2 91 % L 95 – 100 %
pH 7,288 H 7,35 – 7,45

Pemeriksaan Radiologi

Terdapat EDH
(Pendarahan Tidak terdapat cidera atau
CT-Scan
Epidural) pada EDH pada bagian kepala
bagian frontalis

……………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………….................................................................................................................................

……………………………………………………….......................................................................................................

……………………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………….................................................................................................................................

TERAPI

Hari/Tgl/Jam Jenis terapi Dosis Rute Fungsi Efek Samping

Jumat, 20 IVFD NACL 0.9% 16tpm IV Set Sebagai cairan Detak jantung cepat,
Februari 2020 tubuh demam, gatal-gatal

Jam 14:00
Mannitol 6x100 cc IV Set Mengurangi Sakit kepala,mual,
tekanan pada muntah, sakit
kepala akibat tenggorokan, sesak
pembengkakan napas.
otak.

PCT flash 3x1 gr IV Set Analgetik Mual, sakit perut


atas, kehilangan
nafsu makan

Ondancentron 3x8 mg IV Set Antiemetic Diare, sembelit,


sakit kepala,
demam

Piracetam 3x3 gr IV Set Meningkatkan Cemas, berat


fungsi kognitif badan bertambah,
sakit perut
Phenytoin 3x100 mg IV Set Antikejang Mengantuk,
kelelahan,
gangguan bicara,
gelisah

Asam tranexsamat 3x1 gr IV Set Mengurangi Sakit kepala, nyeri


perdarahan otot dan sendi,
Lemas

Anbacim 3x1 gr IV Set Mengobati Perubahan


infeksi dan hematologi dan
bakteri gangguan
gastrointestinal

Meropenem 3x1 gr IV Set Mengatasi Konstipasi, sesak


infeksi nafas, sakit kepala,
mual muntah

Vascon 0,05 mikro Via Meningkatkan Bradikardia,


sryring menyempitkan kesulitan nafas,
pump pembuluh sakit kepala
darah

Fentanyl 15 inca/jam Via Analgetik Mual dan muntah,


sryring gangguan
pump penglihatan

Asering 500ml Iv Set Nutrisi Anuria, edema,


hipokalemia

Kalbamin 500ml IV set Nutrisi Reaksi alergi,


demam, mual,
sakit kepala

ANALISA DATA DAN DIAGNOSA KEPERAWATAN KRITIS


Nama Klien : Ibu H Dx. Medis : Craniotomy evaluasiclot+
Decompresi O/K+CKB +
Frontalis

Data Diagnosa
No Interpretasi
Subyektif & Obyektif Keperawatan

1 Data subyektif : - Pasien Jatuh Resiko Perfusi


↓ Serebral Tidak Efektif
Data objektif : Cedera Kepala

- Pasien mengalami Vasodilatasi
penurunan kesadaran

Peningkatan TIK

- GCS = E1M1V1 (Koma) Aliran darah menurun

- Adanya luka pada kepala Iskemia
bagian depan akibat post ↓
Hipoksia jaringan
op cranium clot evaluasi ↓
+ Decompresi+ Frontalis Resiko Perfusi Serebral Tidak
Efektif
- Pupil Anisokor

- Pola nafas irreguler

- Hasil TTV =

a. Tekanan darah
(180/85 mmHg),

b. RR (14x/menit)

c. Nadi (87x/menit)

d. Suhu (36,8oC)
2 Data subyektif :- Pasien Jatuh Gangguan
↓ Pertukaran Gas
Data objektif : Cedera Kepala

- Pasien tampak terpasang Vasodilatasi
ventilator dengan SIMV ↓
Peningkatan TIK
Tv 380, R = 6 Deep 3 P

Supp 8 fl O2= 40%. Aliran darah menurun

- Terdapat dispneu Iskemia

- SPO2 = 91% Hipoksia jaringan

PCO2 menurun, PO2
- PCO2 = 13,5 mmHg
meningkat , PH menurun

- PO2 = 175,6 mmHg
Disfungsi neuromuscular
(ketidakmampuan sistem saraf
- pH = 7,288
& otot bekerja sebagaimana
mestinya )
- RR = 14x/menit

Gangguan Pertukaran Gas
- Terdapat pola nafas
irreguler

- Penurunan kesadaran
(GCS 3)

- Adanya retraksi otot


bantu nafas

3 Data subjektif : Pasien Jatuh Resiko Infeksi



Data objektif : Cedera Kepala

- Adanya luka pada kepala Vasodilatasi

bagian depan Ekstrakranial

- Adanya hematoma pada Scalp Injury
kepala ↓
Luka post op

- Adanya efek prosedur Kontak dengan lingkungan luar
invasif (Post op cranium atau benda asing

evaluasi clot +
Patogen masuk
Decompresi+ Frontalis) ↓
Resiko Infeksi
- Adanya pemasangan
ventilator, NGT, dan
Kateter

- Hasil lab :

Leukosit = 15,0 103/ µL


µL (High)
RENCANA KEPERAWATAN KRITIS

Nama Klien : Ibu. H Umur/Jk : 30th/Perempuan No. RM : 210220


TGL : ...

No.
Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx

1 Setelah dilakukan Kriteria hasil : Manajemen Peningkatan  TIK merupakan


asuhan keperawatan Tekanan Intrakranial nilai tekanan
- Tingkat kesadaran
selama 3x24 jam, dalam rongga
meningkat Observasi:
diharapkan resiko kepala
- TIK menurun
perfusi serebral - Monitor tanda/gejala  Kejang adalah
pasien dapat teratasi - GCS (7-9)
peningkatan TIK salah satu tanda
- Pupil isokor
(tekanan darah adanya
- Pernafasan reguler meningkat, tekanan nadi ketidakefektifan
- TTV rentang melebar, bradikardia, perfusi cerebral
normal : pola nafas ireguler,  Memfasilitasi
a. TD = 150/80 kesadaran menurun) tubuh pasien
mmHg sehingga pasien
b. Nadi = Nursing treatment: merasa nyaman
80x/menit dan tenang
- Cegah terjadinya kejang
- Antikonvulsan
- Minimalkan stimulus
berguna untuk
dengan menyediakan
mengatasi
lingkungan yang tenang
masalah saraf
Edukasi
- Jelaskan pada keluarga
pasien terkait dengan
kondisi pasien

Kolaborasi:

- Kolaborasi pemberian
sedasi dan anti konvulsan,
jika perlu
2 Setelah dilakukan Kriteria hasil : Pemantauan respirasi - Dengan
asuhan keperawatan Observasi: mengkaji
- Dispnea menurun
selama 3x24 jam, - Monitor frekuensi, irama, kualitas
- Bunyi napas
diharapkan kedalaman, dan upaya frekuensi dan
tambahan
gangguan napas kedalaman
menurun
pertukaran gas - Monitor pola napas pernafasan, kita
pasien dapat teratasi - PO2 membaik (seperti bradipnea, dapat
dengan : (80-100mmHg) takipnea, hiperventilasi, mengetahui
- PCO2 membaik ataksik) sejauh mana
(35-45 mmHg) - Auskultasi bunyi napas perubahan
- pH membaik Nursing Treatment: kondisi pasien
(7,35-7,45) - bradipnea,
- Atur interval pemantauan
- SPO2 (95-100%) takipnea,
respirasi sesuai kondisi
hiperventilasi,
pasien
ataksik suatu
Edukasi:
kondisi yang
- Jelaskan tujuan dan dapat
prosedur pemantauan memperburuk
Kolaborasi: gangguang
pertukaran gas
- Kolaborasi pemberian
maka dari itu
obat dengan dokter
perlunya di
pantau
- gangguan
pertukaran gas
membuat pola
nafas tidak stabil
sehingga perlu
pengaturan
interval respirasi
sesuai kondisi
pasien
- menjelaskan
tujuan dan
prosedur
pemantauan
sehingga pihak
pasien, keluarga
lebih memahami
- Pemberian
pengobatan
dapat
menurunkan
beban
pernafasan dan
mencegah
terjadinya
gangguan
pertukaran gas
3 Setelah dilakukan Kriteria hasil : Pencegahan Infeksi - Dengan
asuhan keperawatan Observasi: monitor tanda
- Kemerahan cukup
selama 3x24 jam, dan gejala
menurun - Monitor tanda dan gejala
diharapkan resiko infeksi dapat
- nyeri cukup infeksi
infeksi pasien dapat mencegah
menurun (skala 0-
teratasi : terjadinya
3) Nursing treatment:
infeksi
- bengkak cukup
- Cuci tangan sebelum dan - Mencuci tangan
menurun
sesudah kontak dengan dengan tepat
- Leukosit normal likungan pasien merupakan hal
3
(4,0-10,0 10 / µL)
- Pertahankan teknik yang sangat
aseptic pada pasien penting
dilakukan
Edukasi: - Teknik aseptic
merupakan
- Jelaskan tanda dan
teknik yang
gejala infeksi
dianjurkan
- Ajarkan cara memeriksa
dalam mecegah
kondisi luka
terjadinya
infeksi
Kolaborasi:
- Dengan
- Kolaborasi pemberian menjelaskan
antibiotic profilaksis, tanda dan
jika gejala infeksi
perlu mampu
membantu
pasien dalam
mencegah
terjadinya
infeksi
- Dengan
mengajarkan
cara memeriksa
kondisi luka
atau luka oprasi
mampu
mencegah
terjadinya
infeksi
- Berkolaborasi
dengan tenaga
medis lainnya
dapat
mencegah
terjadinya
infeksi
1

Anda mungkin juga menyukai