Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN

“PIELONEFRITIS

DOSEN PENGAMPU
Ns. Wilda Fauzia, M. Kep

Disusun Oleh :
1. Adhi Gusti Nugroho (1901002)
2. Bella Zahra F (1901003)
3. Dian Novita Sari (1901006)
4. Evlin Nurul Aeni (1901009)
5. Ismi Husnussaniyah (1901013)
6. M. Ega Mahendra (1901016)
7. Rika Nirmalasari (1901020)

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG


PRODI DIII KEPERAWATAN
SEMESTER III
Jln. R. Soekarno No. 46, Sambiroto, Kec.Tembalang, kota
Semarang, Jawa Tengah

KATA PENGANTAR
Salam sejahtera untuk kita semua, marilah kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan
Yang Maha Esa sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya. Tidak
lupa kami ucapkan terima kasih atas uluran tangan dan bantuan dari pihak yang telah
bersedia berkontribusi bersama dengan memberikan anggapan maupun materi. Makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pielonefritis” disusun untuk memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah yang dibimbing oleh Ibu Ns. Wilda
Fauzia, M.Kep.

Dan kita semua berharap semoga makalah ini mampu menambah pengalaman serta
ilmu bagi para pembaca. Sehingga kedepannya sanggup memperbaiki bentuk maupun
tingkatan makalah sehingga menjadi makalah yang memiliki wawasan yang luas dan lebih
baik lagi. Meski telah disusun secara maksimal oleh kami, akan tetapi kami sebagai
manusia biasa sangat menyadari bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya dan
masih jauh dari kata sempurna. Karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari para pembaca.

Semarang, Oktober 2020

Kelompok I
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.................................................................................................. i

KATA PENGANTAR............................................................................................... ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................... 1

A. Latar Belakang............................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.......................................................................................... 2

C. Tujuan............................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3

A. Pengertian Talasemia....................................................................................... 3
B. Jenis-jenis Talasemia....................................................................................... 3
C. Penyebab Talasemia........................................................................................ 5
D. Gejala Talasemia............................................................................................. 5
E. Pengertian Hemofilia....................................................................................... 6
F. Penyebab Hemofilia........................................................................................ 7
G. Gejala Hemofilia............................................................................................. 7

BAB III PENUTUP.................................................................................................... 9

A. Kesimpulan...................................................................................................... 9
B. Saran................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah individu yang mempunyai sub-sub sistem. Sub-sub sistem tersebut
adalah sistem pernapasan, sistem kardiovaskular, sistem pencernaan, sistem
muskuloskeletal, sistem persyarafan, sistem perkemihan, dan sistem-sistem yang lainnya.
Keseimbangan antara semua sistem diatas itulah yang menyebabkan manusia dikatakan
sehat secara jasmani.Semua sistem tersebut melibatkan organ-organ dalam menjalankan
tugasnya, seperti sistem perkemihan yang melibatkan organ ginjal, ureter, kandung kemih,
dan uretra. Ginjal merupakan bagian utama dari saluran kemih yang terdiri dari organ-
organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih (urin) ke luar
tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponen-komponen ginjal, antara lain yaitu
infeksi ginjal. Infeksi ginjal atau pielonefritis merupakan peradangan pada jaringan ginjal.
Untuk lebih jelasnya, penulis akan membahas tentang bagaimana cara memberikan asuhan
keperawatan yang baik kepada pasien yang mengalami pielonefritis agar tidak berlanjut
menjadi pielonefritis kronik.

B. Masalah
Masalah yang kami angkat pada makalah ini mengenai asuhan keperawatan pada
pasien dengan pielonefritis.

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah menyelesaikan proses pembelajaran mata kuliah ini peserta didik
diharapkan mampu mempraktekkan pengelolaan pelayanan keperawatan profesional
dan mahasiswa dapat menerapkan konsep dasar dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien khususnya pada kasus pielonefritis.

2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan tinjauan pustaka tentang pielonefritis.

b. Melakukan pengkajian pada klien pielonefritis.

c. Menganalisa data-data yang ditemukan pada klien pielonefritis.

d. Membuat nursing care planning pada klien pielonefritis.


BAB II
PEMBAHASAN
A. ANATOMI FISIOLOGI

1. Ginjal
Fungsi vital ginjal ialah sekresi air kemih dan pengeluarannya dari tubuh manusia.
Di samping itu, ginjal juga merupakan salah satu dari mekanisme terpenting homeostasis.
Ginjal berperan penting dalam pengeluaran zat-zat toksin/racun, memperlakukan suasana
keseimbangan air. mempertahankan keseimbangan asam-basa cairan tubuh, dan
mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain dalam darah.

2. Ureter
Air kemih disekresi oleh ginjal, dialirkan ke vesika urinairia (kandung kemih)
melalui ureter. Ureter berada pada kiri dan kanan kolumna vertebralis (tulang punggung)
yang menghubungkan pelvis renalis dengan kandung kemih.

3. Vesika urinaria
Aliran urine dari ginjal akan bermuara ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Kandung kemih merupakan kantong yang dapat menggelembung seperti balon karet,
terletak di belakang simfisis pubis, di dalam rongga panggul.Bila terisi penuh, kandung
kemih dapat terlihat sebagian ke luar dari rongga panggul.
4. Uretra
Uretra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung kemih yang
berfungsi menyalurkan air kemih ke luar dan juga untuk menyalurkan semen. Pada laki-
laki, uretra berjalan berkelok-kelok, menembus prostat, kemudian melewati tulang pubis,
selanjutnya menuju ke penis. Oleh karera itu, pada laki-laki, uretra terbagi menjadi 3
bagian, yaitu pars proetalika, pars membranosa, dan pars kavernosa. Muara uretra ke arah
dunia luar disebut meatus. Pada perempuan, uretra terletak di belakang simfisis pubis,
berjalan miring, sedikit ke atas, panjangnya kurang lebih 3-4 cm. Muara uretra pada
perempuan terletak di sebelah atas vagina, antara klitoris dan vagina. Uretra perempuan
berfungsi sebagai saluran ekskretori.
B. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Pengertian Pielonefritis
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri yang menyerang ginjal, yang sifatnya akut
maupun kronis. Pielonefritis akut biasanya akan berlangsung selama 1 sampai 2 minggu.
Bila pengobatan pada pielonefritis akut tidak sukses madka dapat menimbulkan gejala
lanjut yang disebut dengan pielonefritis kronis.
Pielonefritis merupakan infeksi bakteri pada piala ginjal (pelvis renalis), tubulus, dan
jaringan interstinal dari salah satu atau kedua gunjal (Brunner & Suddarth, 2002: 1436).
Pielonefritis merupakan suatu infeksi dalam ginjal yang dapat timbul secara hematogen
atau retrograd aliran ureterik (J. C. E. Underwood, 2002: 668)

Ginjal merupakan bagian utama dari sistem saluran kemih yang terdiri atas organ-
organ tubuh yang berfungsi memproduksi maupun menyalurkan air kemih (urine) ke luar
tubuh. Berbagai penyakit dapat menyerang komponen-komponen ginjal, antara lain yaitu
infeksi ginjal.
Pielonefritis dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Pyelonefritis akut
Pyelonefritis akut biasanya singkat dan sering terjadi infeksi berulang karena terapi
tidak sempurna atau infeksi baru. 20% dari infeksi yang
berulang terjadi setelah dua minggu setelah terapi selesai.Infeksi bakteri dari saluran
kemih bagian bawah ke arah ginjal, hal ini akan mempengaruhi fungsi ginjal. Infeksi
saluran urinarius atas dikaitkan dengan selimut antibodi bakteri dalam urin.Ginjal biasanya
membesar disertai infiltrasi interstisial sel-sel inflamasi.Abses dapat dijumpai pada kapsul
ginjal dan pada taut kortikomedularis.Pada akhirnya, atrofi dan kerusakan tubulus serta
glomerulus terjadi.Pyelonefritis akut merupakan salah satu penyakit ginjal yang sering
ditemui.Gangguan ini tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih.Infeksi ginjal lebih
sering terjadi pada wanita, hal ini karena saluran kemih bagian bawahnya (uretra) lebih
pendek dibandingkan laki-laki, dan saluran kemihnya terletak berdekatan dengan vagina
dan anus, sehingga lebih cepat mencapai kandung kemih dan menyebar ke ginjal. Insiden
penyakit ini juga akan bertambah pada wanita hamil dan pada usia di atas 40 tahun.
Demikian pula, penderita kencing manis/diabetes mellitus dan penyakit ginjal lainnya
lebih mudah terkena infeksi ginjal dan saluran kemih.

b. Pielonefritis kronis
Pyelonefritis kronis juga berasal dari adanya bakteri, tetapi dapat juga karena faktor
lain seperti obstruksi saluran kemih dan refluk urin.Pyelonefritis kronis dapat merusak
jaringan ginjal secara permanen akibat inflamasi yang berulangkali dan timbulnya parut
dan dapat menyebabkan terjadinya renal failure (gagal ginjal) yang kronis. Ginjal pun
membentuk jaringan parut progresif, berkontraksi dan tidak berfungsi. Proses
perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung
beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Pembagian Pielonefritis Pielonefritis akut
Sering ditemukan pada wanita hamil, biasanya diawali dengan hidro ureter dan
hidronefrosis akibat obstruksi ureter karena uterus yang membesar.

2. Etiologi

a. Bakteri

1) Escherichis colli, Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan
di usus besar) merupakan penyebab infeksi yang sering ditemukan pada
pielonefritis akut tanpa komplikasi.
2) Basilus proteus dan Pseudomonas auroginosa, pseudomonas juga merupakan
patogen pada manusia dan merupakan penyebab infeksi pada saluran kemih.
3) Klebsiella enterobacter, merupakan salah satu patogen menular yang umumnya
menyebabkan infeksi pernapasan, tetapi juga dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih.
4) Species proteus, proteus yang pada kondisi normal ditemukan di saluran cerna,
menjadi patogenik ketika berada di dalam saluran kemih.
5) Enterococus, mengacu pada suatu spesies streptococus yang mendiami saluran
cerna dan bersifat patogen di dalam saluran kemih.
6) Lactobacillus, adalah flora normal di rongga mulut, saluran cerna, dan vagina,
dipertimbangkan sebagai kontaminan saluran kemih. Apabila ditemukan lebih dari
satu jenis bakteri, maka spesimen tersebut harus dipertimbangkan terkontaminasi.
Hampir semua gambaran klinis disebaban oleh endotoksemia. Tidak semua bakteri
bersifat patogen di saluran perkemihan, tetapi semua bakteri tersebut ditemukan
dalam sampel biakan urine. Namun, bakteri-bakteri tersebut tetap merupakan
kontaminan.
b. Obstruksi urinari track. Misal batu ginjal atau pembesaran prostat.

c. Refluks, yang mana merupakan arus balik air kemih dari kandung kemih kembali ke
dalam ureter.
d. Kehamilan
Kehamilan dapat mempengaruhi aliran darah dan aliran plasma efektif ke ginjal
dan saluran kencing. Kecepatan filtrasi glomerulus dan fungsi tubuler meningkat 30-50%.
Dibawah keadaan yang normal peningkatan kegiatan penyaringan darah bagi ibu dan janin
yang tumbuh tidak membuat ginjal dan uretra bekerja ekstra. Keduanya menjadi dilatasi
karena peristaltik uretra menurun. Sebagai akibat, gerakan urin ke kandung kemih lebih
lambat. Stasis urin ini meningkatkan kemungkinan pielonefritis.
Estrogen dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi yang terjadi pada kadung
kemih yang akan naik ke ginjal. Bendungan dan atoni ureter dalam kehamilan mungkin
disebabkan oleh progesteron, obstipasi atau tekanan uterus yang membesar pada ureter.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air
kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya
ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu
ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam
ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal.

3. Patofisiologi
Umumnya bakteri seperti Eschericia coli, Streptococus fecalis, Pseudomonas
aeruginosa, dan Staphilococus aureus yang menginfeksi ginjal berasal dari luar tubuh yang
masuk melalui saluran kemih bagian bawah (uretra), merambat ke kandung kemih, lalu ke
ureter (saluran kemih bagian atas yang menghubungkan kandung kemih dan ginjal) dan
tibalah ke ginjal, yang kemudian menyebar dan dapat membentuk koloni infeksi dalam
waktu 24-48 jam. Infeksi bakteri pada ginjal juga dapat disebarkan melalui alat-alat seperti
kateter dan bedah urologis. Bakteri lebih mudah menyerang ginjal bila terdapat hambatan
atau obstruksi saluran kemih yang mempersulit pengeluaran urin, seperti adanya batu atau
tumor.
Pada pielonefritis akut, inflamasi menyebabkan pembesaran ginjal yang tidak
lazim. Korteks dan medula mengembang dan multipel abses. Kalik dan pelvis ginjal juga
akan berinvolusi. Resolusi dari inflamasi menghsilkan fibrosis dan scarring. Pielonefritis
kronis muncul stelah periode berulang dari pielonefritis akut. Ginjal mengalami perubahan
degeneratif dan menjadi kecil serta atrophic. Jika destruksi nefron meluas, dapat
berkembang menjadi gagal ginjal.

4. Tanda dan Gejala


Gejala yang paling umum dapat berupa demam tiba-tiba. Kemudian dapat disertai
menggigil, nyeri punggung bagian bawah, mual, dan muntah. Pada beberapa kasus juga
menunjukkan gejala ISK bagian bawah yang dapat berupa nyeri berkemih dan frekuensi
berkemih yang meningkat.
Dapat terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang
desebabkan oleh kejang ureter. Kejang dapat terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi
atau karena lewatnya batu ginjal. Bisa terjadi pembesaran pada salah satu atau kedua
ginjal. Kadang juga disertai otot perut berkontraksi kuat.
Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk
dikenali.
a. Pyelonefritis akut ditandai dengan :
1) Pembengkakan ginjal atau pelebaran penampang ginjal
2) Pada pengkajian didapatkan adanya demam yang tinggi, menggigil, nausea,
3) Nyeri pada pinggang, sakit kepala, nyeri otot dan adanya kelemahan fisik.
4) Pada perkusi di daerah CVA ditandai adanya tenderness.
5) Klien biasanya disertai disuria, frequency, urgency dalam beberapa hari.
6) Pada pemeriksaan urin didapat urin berwarna keruh atau hematuria dengan bau
yang tajam, selain itu juga adanya peningkatan sel darah putih.

b. Pielonefritis kronis
Pielonefritis kronis Terjadi akibat infeksi yang berulang-ulang, sehingga kedua
ginjal perlahan-lahan menjadi rusak. Tanda dan gejala:
1) Adanya serangan pielonefritis akut yang berulang-ulang biasanya tidak mempunyai
gejala yang spesifik.
2) Adanya keletihan.
3) Sakit kepala, nafsu makan rendah dan BB menurun.
4) Adanya poliuria, haus yang berlebihan, azotemia, anemia, asidosis, proteinuria,
pyuria dan kepekatan urin menurun.
5) Kesehatan pasien semakin menurun, pada akhirnya pasien mengalami gagal ginjal.
6) Ketidaknormalan kalik dan adanya luka pada daerah korteks.
7) Ginjal mengecil dan kemampuan nefron menurun dikarenakan luka pada jaringan.
8) Tiba-tiba ketika ditemukan adanya hipertensi.

5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan untuk memperkuat diagnosis pielonefritis adalah:
a. Whole blood
b. Urinalisis
c. USG dan Radiologi : USG dan rontgen bisa membantu menemukan adanya batu ginjal,
kelainan struktural atau penyebab penyumbatan air kemih lainnya
d. BUN
e. Creatinin
f. Serum Electrolytes
g. Biopsi ginjal
h. Pemeriksaan IVP : Pielogram intravena (IVP) mengidentifikasi perubahan atau
abnormalitas struktur

6. Komplikasi
Ada tiga komplikasi penting dapat ditemukan pada pielonefritis akut (Patologi
Umum & Sistematik J. C. E. Underwood, 2002: 669)
a. Nekrosis papila ginjal. Sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah pada area
medula akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papila ginjal, terutama pada penderita
diabetes melitus atau pada tempat terjadinya obstruksi.

b. Fionefrosis. Terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yang dekat sekali
dengan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi,
sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.

c. Abses perinefrik. Pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal, dan meluas ke dalam
jaringan perirenal, terjadi abses perinefrik.
Komplikasi pielonefritis kronis mencakup penyakit ginjal stadium akhir (mulai dari
hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut), hipertensi, dan
pembentukan batu ginjal (akibat infeksi kronik disertai organisme pengurai urea, yang
mangakibatkan terbentuknya batu) (Brunner & Suddarth, 2002: 1437).
7. Penatalaksanaan Medik
Infeksi ginjal akut setelah diobati beberapa minggu biasanya akan sembuh tuntas.
Namun residu infeksi bakteri dapat menyebabkan penyakit kambuh kembali terutama pada
penderita yang kekebalan tubuhnya lemah seperti penderita diabetes atau adanya
sumbatan/hambatan aliran urin misalnya oleh batu, tumor dan sebagainya.
Penatalaksanaan keperawatan menurut Barbara K. Timby dan Nancy E. Smith tahun 2007:
a. Mengkaji riwayat medis, obat-obatan, dan alergi.

b. Monitor Vital Sign

c. Melakukan pemeriksaan fisik

d. Mengobservasi dan mendokumentasi karakteristik urine klien.

e. Mengumpulkan spesimen urin segar untuk urinalisis.

f. Memantau input dan output cairan.

g. Mengevaluasi hasil tes laboratorium (BUN, creatinin, serum electrolytes)

h. Memberikan dorongan semangat pada klien untuk mengikuti prosedur pengobatan.


Karena pada kasus kronis, pengobatan bertambah lama dan memakan banyak biaya yang
dapat membuat pasien berkecil hati.

8. Pencegahan

Untuk membantu perawatan infeksi ginjal, berikut beberapa hal yang harus dilakukan:

a. minumlah banyak air (sekitar 2,5 liter ) untuk membantu pengosongan kandung kemih
serta kontaminasi urin.

b. Perhatikan makanan (diet) supaya tidak terbentuk batu ginjal

c. Banyak istirahat di tempat tidur

d. Terapi antibiotika
Untuk mencegah terkena infeksi ginjal adalah dengan memastikan tidak pernah
mengalami infeksi saluran kemih, antara lain dengan memperhatikan cara membersihkan
setelah buang air besar, terutama pada wanita. Senantiasa membersihkan dari depan ke
belakang, jangan dari belakang ke depan. Hal tersebut untuk mencegah kontaminasi
bakteri dari feses sewaktu buang air besar agar tidak masuk melalui vagina dan menyerang
uretra.Pada waktu pemasangan kateter harus diperhatikan kebersihan dan kesterilan alat
agar tidak terjadi infeksi. Tumbuhan obat atau herbal yang dapat digunakan untuk
pengobatan infeksi ginjal mempunyai khasiat sebagai antiradang, antiinfeksi, menurunkan
panas, dan diuretik (peluruh kemih). Tumbuhan obat yang dapat digunakan, antara lain :
Kumis kucing, Meniran, Sambiloto, Krokot.

C. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Dalam melakukan pengkajian pada klien pielonefritis menggunakan pendekatan bersifat
menyeluruh yaitu :
a. Data biologis meliputi :

1) Identitas Klien

2) Identitas penanggung

b. Riwayat kesehatan :

1) Riwayat infeksi saluran kemih

2) Riwayat pernah menderita batu ginjal

3) Riwayat penyakit DM, Jantung

c. Pengkajian fisik :

1) Palpasi kandung kemih

2) Infeksi darah meatus

3) Pengkajian warna, jumlah, bau dan kejernian urine

4) Pengkajian pada costovertebralis

d. Riwayat psikososial

Usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan persepsi terhadap kondisi penyakit


mekanisme kopin dan system pendukung

e. Pengkajian pengtahuan klien dan keluarga

1) Pemahaman tentang penyebab / perjalanan penyakit

2) Pemahaman tentang pencegahan, perawatan dan terapi medis

2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan membran
mukosa, kurang nafsu makan
b. Nyeri akut b.d proses peradangan / infeksi

c. Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi

d. Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan tujuan pengobatan

e. Gangguan pola tidur b.d hipertermi, nyeri

f. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum

g. Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

3. Intervensi
Dx. 1 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d hipertermi, perubahan
membran mukosa, kurang nafsu makan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa nafsu
makan bertambah.
Kriteria Hasil : menunjukkan status gizi : asupan makanan, cairan dan zat gizi.
Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri
Pantau / catat permasukan diet Membantu dan mengidentifikasi
1 defisiensi dan kebutuhan diet.
Kondisi fisik umum, gajala uremik
(contoh : mual, anoreksia,
gangguan rasa) dan pembatasan
diet multiple mempengaruhi
pemasukan makanan
2 Tawarkan perawatan mulut Membran mukosa menjadi kering dan
sering/cuci dengan larutan (25%) pecah. Perawatan mulut menyejukkan,
cairan asam asetat. Berikan permen meminyaki dan membantu menyegarkan
karet, permen keras, penyegar mulut rasa mulut yang sering tidak nyaman
diantara makan pada uremia dan membatasi pemasukan
oral. Pencucian dengan asam asetat
membantu menetralkan amonea yang
dibentuk oleh perubahan urea.
3 Berikan makanan sedikit tapi sering Meminimalkan anoreksia dan mual
sehubungan dengan status
uremik/menurunnya paristaltik
4
Kolaborasi :
Menentukan kalori individu dan
Konsul dengan ahli gizi/tim kebutuhan nutrisi dalam pembatasan,dan
pendukung nutrisi mengidentifikasi rute paling efektif dan
produknya, contoh tambahan oral,
makanan selang hiperalimentasi
5 Pembatasan elektrolit ini
Batasi kalium, natrium dan dibutuhkan untuk mencegah
pemasukan fosat sesuai indikasi kerusakan ginjal lebih lanjut,
khususnya bila dialisis tidak
menjadi bagian pengobatan, dan atau
selama fase penyembuhan.
6 Indikator kebutuhan nutrisi,
Awasi pemeriksaan labiratorium, pembatasan, dan kebutuhan /
contoh; BUN, albumin serum, efektivitas terapi.
transferin, natrium dan kalium.
Dx. 2 : Nyeri akut b.d proses peradangan, infeksi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa


nyaman dan nyerinya berkurang.

Kriteria Hasil : Tidak ada keluhan nyeri pada saat berkemih, kandung kemih
tidak tegang, tenang, tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah,
tidak ada posisi tubuh, tidak ada kegelisahan, tidak ada kehilangan nafsu makan.

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Pantau intensitas, lokasi, dan factor Rasa sakit yang hebat menandakan
yang memperberat atau meringankan adanya infeksi

2 Berikan waktu istirahat yang cukup Klien dapat istirahat dengan tenang
dan tingkat aktivitas yang dapat di dan dapat merilekskan otot – otot

3 Anjurkan minum banyak 2-3 liter Untuk membantu klien dalam


jika tidak ada kontra indikasi berkemih

4 Pantau haluaran urine terhadap Untuk mengidentifikasi indikasi


perubahan warna, bau dan pola kemajuan atau penyimpangan dari
berkemih, masukan dan haluaran hasil yang di harapkan
setiap 8 jam dan pantau hasil
urinalisis ulang
5 Berikan tindakan nyaman, seperti Meningkatkan relaksasi,
pijatan punggung, lingkungan menurunkan tegangan otot
istirahat
6 Berikan perawatan parineal Untuk mencegah kontaminasi
dan evaluasi keberhasilannya sehingga mengurangi nyeri
uretra
8 Akibat dari haluran urin
Kolaborasi :
memudahkan berkemih sering
7 Berikan analgesic sesuia kebutuhan Analgesic memblok lintasan nyeri
Berikan antibiotic. Buat berbagi dan membantu membilas
variasi sediaan minum, termasuk air saluran berkemih
segar. Pemberian air sampai 2400
ml/hari
Dx. 3 : Hipertermia b.d demam, peradangan / infeksi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam demam pasien


berkurang

Kriteria Hasil : hilangnya rasa mual, suhu tubuh kembali normal, nafas normal dan
suhu kulit lembab

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Pantau suhu pasien (drajat dan pola) Suhu 38,90 – 41,10 C

menunjukkan proses penyakit


; perhatikan menggigil/diaforesis infeksius akut

2 Pantau suhu lingkungan, batasi / Suhu ruangan/jumlah selimut


tambahkan linen tempat tidur, sesuai harus diubah untuk
Indikasi mempertahankan suhu mendekati

3 Berikan kompres mandi hangat; Dapat membantu mengurangi


hindari penggunaan alcohol demam. Catatan : penggunaan air

kedinginan, peningkatan suhu


secara aktual. Selain itu alkohol
dapat mengeringkan kulit.
4 Berikan selimut pendingin Digunakan untuk mengurangi
demam umumnya lebih besar dari

0 0
39,5 -40 C pada waktu
terjadi kerusakan/ gangguan otak.

5 Kolaborasi : Digunakan untuk mengurangi


demam dengan aksi sentralnya
pada hipotelamus. Meskipun demam
mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme.
Berikan antipiretik, misalnya
Dan meningkatkan autodestruksi dari
ASA (aspirin), asetaminofen
sel-sel yang
(tylenol)
terinfeksi

Dx. 4 : Ansietas b.d hematuria, kurang pengetahuan tentang penyakit dan


tujuan pengobatan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam cemasn pasien


Hilang dan tidak memperlihatkan tanda-tanda gelisah

Kriteria Hasil : tenang, gelisa berkurang, ketakutan berkurang, dapat


beristirahat, frekuensi nafas 12-24/menit

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi
1 Beri kesempatan klien untuk Agar klien mempunyai semangat
mengungkapkan perasaannya dan mau empati terhadap
perawatan dan pengobatan

2 Pantau tingkat kecemasan Untuk mengetahui berat ringannya


kecemasan klien

3 Beri dorongan spiritual Agar klien kembali menyerahkan


sepenuhnya kepada tuhan YME

4 Beri penjelasan tentang penyakitnya Agar klien mengerti sepenuhnya


dengan penyakit yang di alaminya.
Dx. 5 : Gangguan pola tidur b.d hipertermi

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien merasa


tidur dengan nyenyak.

Kriteria Hasil : jumlah jam tidur tidak terganggu, perasaan segar setelah tidur atau
istirahat, terjaga denganwaktu yang sesuai

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Instruksikan tindakan relaksasi Membantu menginduksi tidur

2 Hindari mengganggu bila mungkin, Tidur tanpa gangguan pasien


mis : membangun untuk obat atau mungkin tidak mampu kembali
Terapi tidur bila terbangun

3 Tentukan kebiasaan tidur biasanya Mengkaji perlunya


dan perubahan yang terjadi mengidentifikasi intervensi yang

4 Dorong posisi nyaman, bantu dalam Perubahan posisi mengubah area


megubah posisi tekanan dan meningkatkan istirahat
5 Kolaborasi : Mungkin di berikan untuk
Berikan sedatif, hipnotik, sesuai membantu pasien tidur/istirahat
Indikasi selama periode dari rumah ke
lingkungan baru. Catatan : hindari
penggunaan kebiasaan, karena ini
menurunkan waktu tidur.

Dx. 6 : Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 24 jam pasien toleran


aktifitas.

Kriteria Hasil : mengidentifikasi aktifitas dan atau situasi yang menimbulkan


kecemasan yang berkontribusi pada intoleransi aktivitas.

Intervensi :
No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Bantu aktivitas perawatan diri yang Meminimalkan kelelahan dan
di perlukan. Berikan kemajuan membantu keseimbangan suplai
peningkatan aktifitas selama fase dan kebutuhan oksigen

2 Evaluasi respon pasien terhadap Menetapkan kemampuan/


aktifitas. Catat laporan dispnea, Kebutuhan pasien dan
peningkatan kelemahan / kelelahan memudahkan pemilihan intervensi.
dan perubahan tanda vital selama
dan setelah aktivitas

Dx. 7 : Resiko kekurangan volume cairan b.d intake tidak adekuat

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam klien dapat


mempertahankan pola eliminasi secara adekuat

Kriteria hasil : tidak memiliki konsentrasi urine yang berlebih, memiliki


keseimbangan asupan dan haluaran yang seimbang dalam 24 jam

Intervensi :

No Intervensi Rasionalisasi
Mandiri :
1 Ukur dan catat urine setiap kali Untuk mengetahui adanya
berkemih perubahan warna dan untuk

2 Pastikan kontinuitas kateter pirau / Terputusnya pirau / akses terbuka


akan memungkinkan eksanguinasi

3 Tempatkan pasien pada posisi Memaksimalkan aliran balik vena


telentang / tredelenburg sesui bila terjadi hipotensi

4 Pantau mambran mukosa kering, Hipovolemia/cairian ruang ketiga


torgor kulit yang kurang baik, dan akan memperkuat tanda-tanda
rasa haus dehidrasi
5 Kolaborasi : Menurun karena anemia,
hemodilusi atau kehilangan
darah aktual.
Awasi pemeriksaan laboratorium
sesuai indikasi
Cairan garam faal/dekstrosa,
elektrolit, dan NaHCO3 mungkin
Berikan cariran IV (contoh, garam diinfuskan dalam sisi vena
faal)/ volume ekspender (contoh hemofelter Cav bila kecepatan
albumin)selama dialisa sesuai idikasi ultrafiltrasi tinggi digunakan
6
untuk membuang cairan
ekstraseluler dan cairan toksik.
Volume ekspender mungkin
dibutuhkan selama / setelah
hemodialisa bila terjadi

hipotensi tiba-tiba.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pielonefritis merupakan infeksi bakteri piala ginjal, tubulus, dan jaringan


interstisial dari salah satu atau kedua ginjal. Bakteri mencapai kandung kemih melalui
uretra dan naik ke ginjal. Meskipun ginjal menerima 20% - 25% curah jantung, bakteri
jarang mencapai ginjal melalui darah; kasus penyebaran secara hematogen kurang dari
3%.

Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar)
merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50%
infeksi ginjal di rumah sakit. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke
kandung kemih.

Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh
aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di
tempat masuknya ke kandung kemih.

B. Saran

Saran kami dalam makalah ini semoga para pembaca bisa lebih memahami isi
dari makalah ini dan dapat menerapkannya dalam melakukan asuhan keperawatan dan
membandingkan dengan referensi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Tambayong, jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keprawatan. Edisi 7. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai