Anda di halaman 1dari 56

PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

FRAKTUR FEMUR

PEMBIMBING AKADEMIK: DARYONO, S.PD., M.KES

Disusun Oleh: Kelompok

1. Khairunnisa
2. Lia Nofiyanti
3. Mariska Putri
4. M.Ridho Maesto

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

PRODI DIII JURUSAN KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan limpahan rahmatnya lah kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan tepat waktu. Berikut ini
penulis mempersembahkan sebuah makalah tentang “FRAKTUR FEMUR”, sebagai tugas
Praktik Keperawatan Medikal Bedah II. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Pembimbing dan juga kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan dan motivasi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam
menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya.

Penulis juga mohon maaf apabila ada terdapat kekurangan dan ada kesalahan pengetikan.
Dengan ini saya mempersembahkan makalah ini dengan penuh terima kasih dan semoga Allah
SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Jambi , 7 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................
A. Latar Belakang..............................................................................................................
B. Tujuan Masalah.............................................................................................................
C. Manfaat Dari Pembahasan............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................
A. Definisi..........................................................................................................................
B. Etiologi..........................................................................................................................
C. Klasifikasi…………………………………………………………………………
D. Patofisiologi..................................................................................................................
E. Manifestasi Klinis.........................................................................................................
F. Peemeriksaan Diagnostik..............................................................................................
G. Penatalaksanaan............................................................................................................
H. Komplikasi………………………………………………………………………..
I. Konsep Asuhan Keperawatan…………………………………………………….
BAB III TINJAUAN KASUS............................................................................................
A. Pengkajian.....................................................................................................................
B. Diagnosa .......................................................................................................................
C. Intervensi.......................................................................................................................
D. Implementasi Dan Evaluasi...........................................................................................
BAB IV PENUTUPAN
A.Kesimpulan.....................................................................................................................

B.Saran................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA`

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur adalah retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan
oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung
dan trauma tidak langsung. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka
yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih
sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse.
Fraktur merupakan salah satu cedera yang paling sering terjadi di Indonesia, disebabkan
karena kecelakaan lalulintas atau jatuh dari ketinggian, yang paling banyak menyumbang
terjadinya fraktur adalah  kecelakaan lalulintas. Kecelakaan lalulintas merupakan pembunuh
nomer 3 di Indonesia, hal ini dapat dibuktikan dari data Menurut National Consultant for Injury
dari WHO  Indonesia ( dikutip dari data kepolisian RI)  terdapat kecelakaan selama tahun  2007 
memakan korban sekitar 16.000 jiwa dan di tahun 2010 meningkat menjadi 31.234 jiwa di
Indonesia. Dampak fraktur yang akan ditimbulkan  selain kematian karna kecelakaan dapat juga
menimbulkan dampak  lain yaitu terjadinya trauma kepala, dan kecacatan.  Tingginya angka
kecelakaan menyebabkan angka kejadian atau fraktur tinggi, dan salah satu fraktur yang paling
sering adalah fraktur femur, yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang
disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi( kuat) seperti kecelakaan sepada motor
atau mobil.
Penatalaksanaan fraktur femur ini adalah reduksi fraktur yakni mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi femur terbagi menjadi reduksi tertutup,
traksi dan reduksi terbuka. Tindakan imobilisasi dilakukan setelah reduksi dengan tujuan
mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Rehabilitasi dimaksudkan untuk
mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan imobilisasi.

4
B. TujuanPenulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami konsep dan melaksanakan Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Pasien Fraktur Femur secara rinci tentang teori konseptual mengenai Fraktur
Femur dan bagaimana cara memberikan penatalaksaan yang cepat dan tepat, serta pembaca
diharapkan memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada kasus Fraktur Femur
secara komprehensif.

2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
1. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang definisi dari fraktur femur.
2. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang etiologi dari fraktur femur.
3. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang klasifikasi fraktur femur.
4. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang patofisiologi dari fraktur femur.
5. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang manifestasi klinis dari fraktur femur.
6. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang pemeriksaan diagnostik dari fraktur
femur.
7. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang penatalaksanaan dari fraktur femur.
8. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang komplikasi fraktur femur.
9. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang web of cautation dari fraktur femur.
10. Mahasiswa diharapkan dapat memahami tentang Konsep Asuhan Keperawatan Pasien
Fraktur Femur

C. ManfaatPenulisan
1. Bagi Akademik
Menambah daftar kepustakaan dan sebagai bahan studi bagi mahasiswa dan tenaga
pendidik tentang asuhan keperawatan pasien Fraktur Femur
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan masukan dan pertimbangan bagi tim kesehatan khususnya perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien Fraktur Femur

5
3. Bagi Profesi Keperawatan
Memberi masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan dan
profesi keperawatan yang profesional.
4. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan penulis sebagai perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien khususnya Fraktur Femur

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang normal yang terjadi karena adanya
tekanan yang besar, dimana tulang tidak dapat menahan tekanan tersebut dan disertai dengan
perlukaan jaringan sekitarnya.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya
disebabkan oleh cedera.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bias terjadi akibat
trauma langsung  (kecelakaan dll) dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki laki dewasa.
Patah pada daerah ini menimbulkan perdarahan yang cukup banyak menyebabkan penderitaan.

B. Etiologi
Secara umum penyebab fraktur dapat dibagi manjadi dua macam:
1. Penyebab Ekstrinsik
a. Gangguan langsung: trauma yang merupakan penyebab utama terjadinya fraktur
misalnya tertabrak, jatuh dari ketinggian. Biasanya penderita terjatuh dengan posisi
miring dimana daerah trokhanter mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
b. Gangguan tidak langsung: bending, perputaran, kompresi.
2. Penyebab Intrinsik
a. Kontraksi dari otot yang menyebabkan avulsion fraktur.
b. Fraktur patologis: penyakit iskemik seperti neoplasia, cyste tulang, rickettsia,
osteoporosis, hiperparatiroid, osteomalacia.
c. Tekanan berulang yang dapat menyebabkan fraktur.

1. Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:


a. Cedera langsung yaitu pukulan langsung pada tulang yang menyebabkan tulang patah
secara spontan, biasanya dengan karakteristik fraktur melintang dan terjadi kerusakan
kulit yang melapisinya.

7
b. Cedera tidak langsung yaitu pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya
jatuh dengan tangan menjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras secara mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Kerusakan tulang disebabkan oleh proses penyakit dimana trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur, dapat terjadi pada berbagai keadaan berikut:
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan
progresif.
b. Infeksi seperti osteomielitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul
sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh difisiensi vitamin D yang
mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi
kadang-kadang dapat disebabkan kegagalan absorbsi vitamin D atau oleh karena asupan
kalsium atau fosfat yang rendah.
3. Secara spontan
Fraktur tulang disebabkan oleh stress tulang yang terjadi secara terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

C. Klasifikasi
1. Klasifikasi Fraktur Femur
a. Fraktur Collum Femur
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu
misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter mayor
langsung terbentur dengan benda keras (jalanan) ataupun disebabkan oleh trauma
tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi yang mendadak dari tungkai bawah,
dibagi dalam :
1. Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
2. Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur) 

8
b. Fraktur Subtrochanter Femur
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi
dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah
klasifikasi Fielding & Magliato, yaitu :
1. tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor 
2. tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor 
3. tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor 
c. Fraktur Batang Femur (Dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan
lalulintas dikota kota besar atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam
shock, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka
yang berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
1. Tertutup
2. Terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang
patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat, yaitu ;
a. Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil,
biasanya diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
b. Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan
dariluar.
c. Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. Fraktur Supracondyler Femur 
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior,
hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh trauma langsung
karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus atau varus dan
disertai gaya rotasi.
e. Fraktur Intercondylair 
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular, sehingga
umumnyaterjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.

9
f. Fraktur Condyler Femur 
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi disertai
dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak disekitar tulang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap
terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan
seluruh ketebalan tulang. Fraktur terjadi apabila ada suatu trauma yang mengenai tulang,
dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang ada 2 faktor yang
mempengaruhi terjadinya frakturnya itu ekstrinsik (meliputi kecepatan, sedangkan durasi
trauma yang mengenai tulang, arah, dan kekuatan), sedangkan intrinsik meliputi kapasitas
tulang mengabsorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan adanya densitas tulang-tulang
yang dapat menyebabkan terjadinya patah tulang bermacam-macam, misalnya trauma
langsung dan tidak langsung, akibat keadaan patologi secara spontan.
Apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang,
maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang . Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi
karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini
menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi
plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal dan perubahan warna.

10
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme
otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
ekstremitas, yang bisa diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas yang
normal. Ektremitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pemendekan tulang karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat
fraktur. Bagian paha yang patah lebih pendek dan lebih besar dibanding dengan normal
serta fragmendistal dalam posisi eksorotasi dan aduksi.
4. Krepitasi (derik tulang) yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang
lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau
hari setelah cedera.
6. Nyeri hebat di tempat fraktur.
7. Rotasi luar dari kaki lebih pendek.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan
sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam
keadaan tertentu diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan patologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa
permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan
hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan.
a. Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit
divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana
tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.

11
b. Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang
vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
c. Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
d. Computed Tomografi-Scannin
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu
struktur tulang yang rusak.
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
b. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
c. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat
Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan
tulang.
d. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas: didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan
diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang
berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

G. Penatalaksanaan
1. Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis
a. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke posisinya
dengan manipulasi dan traksi manual.

12
b. Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi
interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam yang dapat
digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2. Imobilisasi fraktur, mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Setelah
fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi
dan kesejajaran yang benar sampai trejadi penyatuan. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator eksterna.
Sedangkan fiksasi interna dapat digunakan implant logam yang dapat berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan
imobilisasi.

H. Komplikasi
Komplikasi awal setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal dalam beberapa
jam setelah cedera, emboli lemak, yang dapat terjadi dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom
kompartemen, yang berakibat kehilangan fungsi ekstremitas permanent jika tidak ditangani
segera.komplikasi lainnya adalah infeksi, tromboemboli yang dapat menyebabkan kematian
beberapa minggu setelah cedera dan koagulopati intravaskuler diseminata (KID).
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat pendarahan (baik kehilangan darah
eksterna maupun tak kelihatan ) dan kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak
dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis,dan vertebra karena tulang merupakan
organ yang sangat vaskuler, maka dapaler terjadi kehilangan darah dalam jumlah yang besar
sebagai akibat trauma,khususnya pada fraktur femur pelvis.
Penanganan meliputi mempertahankan volume darah,mengurangi nyeri yang diderita
pasien, memasang pembebatan yang memadai, dan melindungi pasien dari cedera lebih
lanjut.
Sindrom Emboli Lemak. Setelah terjadi fraktur panjang atau pelvis,fraktur
multiple,atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak, khususnya pada dewasa muda 20-

13
30th pria pada saat terjadi fraktur globula lemat dapat termasuk ke dalam darah karma
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karma katekolamin yang di
lepaskan oleh reaksi setres pasien akan memobilitasi asam lemak dan memudahkan terjadiya
globula lemak dalam aliran darah.

14
WEB OF CAUTION

Etiologi

Trauma (langsung atau tidak langsung), patologi

Fraktur (terbuka atau tertutup)

Kehilangan Peubahan fragmen tulang, Fraktur terbuka ujung


integritas tulang kerusakan pada jaringan, tulang menembus otot
dan pembulu darah dan kulit

Ketidakstabilan posisi
fraktur, apabila organ Perdarahan lokal Luka
fraktur digerakkan

Hematoma pada MK: Gangguan


Fragmen tulang daerah fraktur Integritas Kulit
yang patah menusuk
organ sekitar
MK: Resiko Syok Kuman mudah
Hipovolemik masuk
MK: Nyeri Akut
Aliran darah ke MK: Resiko
distal berkurang atau Infeksi
terhambat

Warna jaringan
pucat, nadi lemah,
sianosis, kesemutan

Kerusakan
neuromuskuler

Gangguan fungsi
organ distal

MK: Gangguan
Mobilitas Fisik 15
I. Konsep Askep
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan,pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,
tanggal MRS, diagnosa medis.
2. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit
mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakahbertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan
kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan
mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang
lain .

16
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi
petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu
seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan raktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang
sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
6. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat .
2. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
1. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti:
a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien.
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
2. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. Sistem Integumen: Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
b. Kepala: Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

17
c. Leher: Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d. Muka: Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e. Mata: Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan)
f. Telinga: Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
g. Hidung: Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan Faring: Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
i. Thoraks: Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j. Paru
1. Inspeksi: Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
2. Palpasi: Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
3. Perkusi: Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan
lainnya.
4. Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
k. Jantung
1. Inspeksi: Tidak tampak iktus jantung.
2. Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
3. Auskultasi: Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l. Abdomen
1. Inspeksi: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
2. Palpasi: Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
3. Perkusi: Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
4. Auskultasi: Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

18
m. Inguinal-Genetalia-Anus: Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe,
tak ada kesulitan BAB.
b. Keadaan Lokal
Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama
mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler _ 5 P yaitu Pain,
Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal
adalah:
1. Look (inspeksi); Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
a. Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas
operasi).
b. Cape au lait spot (birth mark).
c. Fistulae.
d. Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
e. Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal).
f. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
g. Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2. Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun
klien.Yang perlu dicatat adalah:
a. Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
Capillary refill time Normal 3– 5 “
b. Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema
terutama disekitar persendian.
c. Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal,
tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi,
benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain
itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka
sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya,

19
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
d. Move (pergerakan terutama lingkup gerak. Setelah melakukan
pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan
ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan.
Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan
sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat,
dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam
ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif.

3. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai
berikut.
1. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,
pemasangan traksi, stress/ansietas.
2. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran
alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti)
3. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi
restriktif (imobilisasi)
4. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat,
sekrup)
5. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma
jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang).
6. Risiko Syok b.d hipovolemik

20
4. Intervensi Keperawatan
N DIAGNOSA TUJUAN dan INTERVENSI
O KEPERAWATAN KRITERIA HASIL

1. Nyeri akut b/d NOC: NIC


spasme otot,
gerakan fragmen Pain Level Pain Management
tulang, Tujuan: 1. Kaji rasa nyeri
edema,cedera secara
jaringan lunak, Setelah dilakukan komprehensif
pemasangan traksi, tindakan keperawatan untuk menentukan
stress/ansietas. selama 3x24 jam nyeri lokasi,
teratasi, dengan kriteria karakteristik,
hasil: onset/durasi,
1. Pain Level frekuensi,
kualitas, intensitas
a. Melaporkan
atau beratnya
nyeri nyeri, dan faktor
b. Panjang episode pencetus.
2. Observasi tanda-
nyeri
tanda non verbal
c. Ekspresi wajah dari
nyeri ketidaknyamanan,
terutama pada
d. Kegelisahan
klien yang
e. Agitasi mengalami
f. Meringis kesulitan
berkomunikasi.
3. Tentukan dampak
nyeri terhadap
kualitas hidup
klien (misalnya
tidur, nafsu
makan, aktivitas,
kognitif, suasana
hati, hubungan,
kinerja kerja, dan
tanggung jawab
peran).
4. Kontrol faktor

21
lingkungan yang
mungkin
menyebabkan
respon
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature
ruangan,
pencahayaan,
suara).
5. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal)
untuk
meringankan
nyeri.
2. Gangguan NOC: NIC:
pertukaran gas b/d
perubahan aliran Respiratory status : gas Respiratory
darah, emboli, exchange (0402) Monitoring (3350)
perubahan 326
Setelah dilakukan
membran perawatan selama 2 X 1. Monitor RR,
alveolar/kapiler 24 jam gangguan irama, kedalaman,
(interstisial, edema pertukaran gas dapat
paru, kongesti) dari pernapasan
diatasi dengan kriteria
hasil : 2. Pantau apakah ada
retraksi dada
1. Kadar PaO2
2. Kadar PaCO2 3. Pantau pola naps
3. Saturasi oksigen 4. Monitor saturasi
4. Sianosis teratasi
oksigen
5. Pantau adanya
kelelahan pada
diafragma ditandai
dengan pergerakan

22
paradox
6. Memantau nilai
PFT, khususnya
kapasitas vital,
kekuatan
pernapasan
maksimal, volume
ekspirasi paksa
dalam satu detik
7. Monitoring adanya
dyspnea dan
kejadian yang
meningkatkan dan
memperburuk
keadaan klien
3. Hambatan NOC: NIC:
mobilitas fisik b/d Terapi latihan:
kerusakan rangka Mobilitas Mobilitas sendi
neuromuskuler, Tujuan:
nyeri, terapi 1. Menentukan
restriktif Setelah dilakukan keterbatasan
(imobilisasi) tindakan keperawatan gerakan sendi
selama 3x24 jam dan berpengaruh
hambatan mobilitas pada fungsinya.
fisik teratasi, dengan 2. Berkolaborasi
kriteria hasil: dengan terapi
fisik dalam
1. Koordinasi
mengembangkan
2. Gaya berjalan
dan
3. Gerakan otot
melaksanakan
4. Pergerakan
dan program
sendi
latihan
5. Bergerak
3. Menentukan
dengan mudah
tingkat motivasi
pasien untuk
menjaga atau

23
mengembalikan
gerakan sendi.
4. Menjelaskan
kepada pasien /
keluarga tujuan
dan rencana
latihan bersama.
5. Memantau lokasi
dan sifat
ketidaknyamana
n atau nyeri
selama gerakan /
aktivitas

4. Gangguan NOC: NIC:


integritas kulit b/d
fraktur terbuka, Tissue Integrity : skin Skin and wound
pemasangan traksi and muccouse management
(pen, kawat, membrane (1101)
sekrup) Tujuan:
Wound care (3660)
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan 1. Memantau
selama 2x24 jam karakteristik luka,
integritas kulit teratasi, termasuk drainase,
dengan kriteria hasil:
warna, ukuran dan
1. elastisitas bau
2. integritas kulit 2. Mengukur tempat
3. lesi kulit luka, yang sesuai
3. Membersihkan
dengan normal
saline atau
pembersih tidak
beracun, yang
sesuai
4. Menempatkan
daerah yang

24
terkena dalam
pusaran air mandi,
yang sesuai
5. Memberikan insisi
perawatan situs,
sesuai kebutuhan
6. Mengelola
perawatan ulkus
kulit, sesuai
kebutuhan
7. Menerapkan salep
yang sesuai
dengan kulit / lesi,
yang sesuai
8. Memeriksa luka
dengan setiap
perubahan balutan
9. Teratur
membandingkan
dan mencatat
setiap perubahan
luka
10. Anjurkan pasien
atau anggota
keluarga tentang
prosedur
perawatan luka.
5. Risiko infeksi b/d NOC: NIC
ketidakadekuatan
pertahanan primer Risk control : infectious Infection protection
(kerusakan kulit, process (1924) (6550)
taruma jaringan Selama dilakukan 1. Pantau tanda-
lunak, prosedur

25
invasif/traksi perawatan klien tanda dan gejala
tulang) terhindar dari infeksi infeksi sistemik
dengan kriteria hasil dan lokal
2. Monitor
- Menyatakan resiko kerentanan
infeksi personal terhadap infeksi
- Identifikasi resiko 3. Lakukan tindakan
pencegahan
infeksi setiap hari
neutropenia
- Identifikasi tanda 4. Isolasi semua
dan gejala pada pengunjung untuk
penyakit menular
indikasi resiko
5. Pertahankan
potensial asepsis untuk
- Monitor tingkah pasien berisiko
6. Periksa kondisi
laku personal
setiap sayatan
- Monitor lingkungan bedah atau luka
7. Pantau perubahan
tingkat energi atau
malaise

6. Risiko Syok b.d NOC: NIC


hipovolemik Tingkat keparahan Resusitasi
syok: hipovolemik 1. Mengevaluasi
Tujuan: tidak responsif
Setelah dilakukan
untuk
tindakan keperawatan
selama 2x24 jam risiko menentukan
syok teratasi, dengan tindakan telah
kriteria hasil:
sesuai
1. Tekanan nadi
menurun 2. Meminta
2. Tekanan arteri bantuan jika
menurun
tidak ada
3. Penurunan
tekanan darah pernapasan atau
sistolik tidak ada
4. Penurunan pernapasan

26
tekanan darah normal dan
diastolic tidak ada respon
5. Pengisian kapiler
3. Memanggil
tertunda
6. Peningkatan kode sesuai
denyut jantung dengan standar
7. Oksigen arteri
lembaga
menurun
8. Peningkatan 4. Yakinkan
karbon dioksida defibrilasi
arteri
cepat, yang
9. Dingin, kulit
lembab dan sesuai
dingin 5. Napas yakinkan
pasien terbuka
6. Menyediakan
peralatan siaga
7. Menyediakan
obat-obatan
yang tepat
8. Menerapkan
memantau
jantung atau
apnea.

BAB III
TINJAUAN KASUS

27
PENGKAJIAN
Tanggal pengkajian : 20 September 2017
Jam pengkajian : 16:50 WIB
Diagnosa medis : Fraktur Femur Dextra

A. Biodata
1. Identitas pasien
Nama : Tn. D
Umur : 20 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SMA
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Patebon, Kendal
Pekerjaan :-

2. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. J
Umur : 50 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Patebon, Kendal
Hubungan dengan pasien : Ayah kandung pasien

B. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama: Sulit bergerak karena fraktur

28
2. Riwayat penyakit sekarang
Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan dirinya jatuh pada tanggal 18
Agustus 2017 karena dirinya terserempet mobil dan kaki pasien tertimpa motor. Setelah
itu pasien dilarikan ke rumah sakit (UGD) dan langsung digips dan setelah dilakukan
rontgen, dokter mengatakan pasien menderita fraktur kominutif pada 1/3 distal os.
Femur dextra. Pasien mengatakan dirinya dilakukan operasi pemasangan pen pada area
frakturnya tanggal 19 Agustus 2017, dan jenis operasinya tertutup (close-surgery). Di
rumah sakit, pasien mendapat perawatan luka post-op. Pasien rawat inap selama tiga
hari dan pulang tanggal 22 Agustus, pasien mengatakan setelah pulang dari rawat inap
di rumah sakit tanggal 30 Agustus 2017, pasien sangat sulit bergerak, pasien hanya bisa
tiduran dan duduk karena balutan luka jahitan bekas operasi pada femur kanannya
belum dibuka. Pada tanggal 6 September 2017 setelah balutan luka jahitannya dibuka,
pasien lebih bisa bergerak namun tetap sulit, karena kakinya belum bisa menapak dan
harus menggunakan alat bantu krug. Pasien mengatakan dia hanya bergerak
menggunakan krug di saat mendesak saja, seperti BAB dan mandi. Pasien juga
mengeluh nyeri saat kakinya ditekuk atau diregangkan.

3. Riwayat penyakit dahulu


Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat maupun makanan, pasien juga tidak pernah
menderita penyakit hepatitis, TBC, dan lain-lain. Pasien tidak pernah dirawat di rumah
sakit sebelumnya.

4. Riwayat kesehatan keluarga


Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit genetic, menular atau alergi.

Genogram

29
Keterangan :

: Laki-laki : Laki-laki meninggal


: Perempuan : Keturunan
: Pasien
: Suami-Istri
: Tinggal serumah

5. Keadaan lingkungan yang mempengaruhi timbulnya penyakit: Lantai rumah licin,


terkhusus lantai kamar mandi, pencahayaan terang, ventilasi rumahnya sudah bagus.
Kamar mandi rumah pasien tidak terdapat pegangan.

C. Pola Kesehatan Fungsional Gordon


1. Pola Persepsi dan Management Kesehatan
a. Pasien peduli dan sadar akan kesehatan dirinya sendiri dan segera pergi
memeriksakan dirinya ke dokter jika merasakan gejala-gejala sakit.
b. Pasien sadar akan sakit yang dideritanya saat ini, pasien cukup mengetahui tentang
penyakitnya, bahwa dia menjelaskan apa itu fraktur, dan etiologinya.
c. Pasien melakukan pemeriksaan terhadap kondisi frakturnya secara berkala dan
melakukan perawatan luka post operasi dengan perawat home-care di rumahnya
secara berkala. Asupan makanan pasien juga adekuat untuk kesembuhan lukanya.
d. Bila pasien merasakan nyeri pada daerah post operasi frakturnya, pasien meluruskan
kakinya dan tidak banyak bergerak, pasien ke puskesmas terdekat apabila mendapati
dirinya sakit.

30
e. Pasien tidak meminum obat-obatan/jamu, tidak meminum alkohol dan tidak
merokok. Pasien sebelum sakit rutin berolahraga namun saat sakit pasien tidak
pernah berolahraga karena kondisinya.
f. Pasien tidak memiliki asuransi kesehatan.

2. Pola Nutrisi dan Metabolik


a. Pengkajian nutrisi ABCD
A (Antropometri) : TB: 170 cm BB: 60 kg, BB Ideal: 70kg, IMT: 20,7
B (Biokimia) :-
C (Clinical) : Turgor kulit elastis, konjungtiva tidak anemis, rambut sehat
dan kuat, mukosa lembab.
D (Diit) : Diet TKTP, frekuensi tiga kali sehari, tiap makan habis satu
porsi, tidak ada sensasi mual dan muntah, nafsu makan baik.

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SESUDAH SAKIT

Frekuensi 3 kali sehari 3 kali sehari

Jenis Nasi, lauk, sayur, Nasi, lauk, sayur,


buah, teh manis, dan buah, teh manis,
air putih dan air putih

Porsi 1 porsi habis 1 porsi habis

Pola minum 10 gelas/hari, the, air 10 gelas/hari, the,


putih, susu air putih, susu

Berat badan 60kg 60kg

Keluhan Tidak ada Tidak ada

b. Keadaan sakit saat ini tidak mempengaruhi pola makan dan minum pasien
c. Pasien menyukai makanan yang agak asin dan pedas, tidak ada pantangan makanan
dan tidak memiliki alergi.

31
d. Pasien tidak mengkonsumsi vitamin atau obat penambah nafsu makan, tidak
merasakan mual dan muntah maupun anoreksia, dan tidak ada penurunan berat badan
yang berarti.
e. Pola minum pasien seperti biasa, pasien minum ±10 gelas per hari (air, susu, teh)
f. Pasien tidak terpasang infus

3. Pola Eliminasi
a. Eliminasi Alvi

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 1x/hari pagi 1x/hari pagi

Konsistensi Lunak berbentuk Lunak berbentuk

Bau Khas Khas

Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

Pasien BAB sekali dalam sehari biasanya pada saat pagi, konsistensi lunak berbentuk
dengan bau khas dan warna kuning kecoklatan, pasien agak susah dalam BAB
karena kesulitan menekuk kakinya saat BAB.
b. Eliminasi Urin

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 6-8x/hari 6-8x/hari

Pancaran Kuat Kuat

Jumlah ± 250 cc sekali ± 250 cc sekali


(BAK) (BAK)

Bau Amoniak Amoniak

Warna Kuning Pucat Kuning Pucat

Perasaan setelah Puas Puas


BAK

Total produksi urine ± 1.500-2.000 cc/hari ± 1.500-2.000

32
cc/hari

Dalam memenuhi kebutuhan BAK nya, pasien akan BAK jika sudah terasa sangat
mendesak dikarenakan pergerakannya yang terbatas dan susah, namun warna, bau
dan jumlahnya normal (warna kuning pucat, bau khas amoniak, jumlah ±1000-2000
cc/hari). Pasien tidak mengalami nyeri saat BAK maupun kesulitan posisi saat BAK.

4. Pola Aktivitas dan Kemandirian

Mandir
Aktivitas Dibantu Keterangan
i

Selama seminggu setelah


rawat inap dari RS, mandi
masih disibin oleh keluarga.
Mandi √ - Saat pengkajian, pasien
sudah dapat mandi sendiri di
kamar mandi dengan alat
bantu krug.

Pasien dapat berpakaian


Berpakaian - √
sendiri

Pasien pergi ke toilet dengan


Pergi ke toilet √ - dibantu alat krug atau
dipapah oleh keluarga

Pasien berjalan
Berpindah/berjala
√ - menggunakan alat bantu
n
jalan krug

Pasien BAB dan BAK


Mengontrol BAB
√ - mandiri dengan alat bantu
dan BAK
jalan krug

Makan minum - √ Pasien dapat mandiri dalam

33
makan minum

Tingkat
E
ketergantungan

Keterangan Penilaian :
A : Mandiri untuk 6 fungsi E : Mandiri untuk 2 fungsi
B : Mandiri untuk 5 fungsi F : Mandiri untuk 1 fungsi
C : Mandiri untuk 4 fungsi G : Tergantung untuk 6 fungsi
D : Mandiri untuk 3 fungsi

a. Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang fraktur


b. Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya karena fraktur
tersebut
c. Klien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke duduk
d. Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah
e. Klien tampak lambat saat bergerak
f. Klien tampak kesulitan membolak-balik posisi

5. Pola Istirahat Tidur

KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Jumlah jam tidur siang - -

Jumlah jam tidur 6-7jam 6-7jam


malam

Pengantar tidur Tidak ada Tidak ada

Gangguan tidur Tidak ada Tidak ada

Perasaan waktu Lega Lega


bangun

34
Saat dikaji, klien mengatakan setelah pulang dari rumah sakit, klien tidak memiliki
masalah berarti saat tidur. Klien tidak mengalami perubahan pola tidur. Namun saat
dirawat di rumah sakit, klien mengatakan sering terganggu tidurnya karena nyeri post-op
yang dirasakan. Saat dikaji, klien tiap harinya tidur selama 6-7 jam, klien tidak terbiasa
tidur siang. Klien tidak mengalami gangguan tidur dan klien merasa nyaman saat
bangun.

6. Pola Persepsi Sensori dan Kognitif


a. Klien tidak mengalami keluhan yang berarti yang berkenaan dengan kemampuan
sensasi, baik penglihatan, pendengaran, penghidu, pengecap, dan sensasi perabaan.
b. Klien tidak memakai alat bantu seperti kacamata atau alat bantu dengar.
c. Klien dapat mengingat, berbicara, dan memahami pesan yang diterima dengan baik,
dan dapat mengambil keputusan yang bersifat sederhana.
d. Klien mengeluh nyeri dengan persepsi sebagai berikut :
P (Paliatif) : Ketika digerakkan (ditekuk/diregangkan)
Q (Quality) : Ditusuk-tusuk
R (Regio) : Femur kanan
S (Skala/Severity): 3 (ringan)
T (Time) : Hilang-timbul

7. Persepsi Diri dan Konsep Diri


a. Klien merasa sakit yang dideritanya sebagai sebuah ujian dalam hidupnya dan klien
berharap setelah menjalani perawatan klien dapat segera pulih dan menjalani aktivitas
seperti biasanya.
b. Perasaan klien saat dikaji yaitu pasien merasa kurang nyaman dengan kondisinya,
karena klien tidak dapat bergerak secara bebas dan nyeri yang dirasakannya.
c. Konsep diri klien :
1) Klien merasa kondisi sakitnya saat ini membuat dirinya kurang percaya diri, dan
malu untuk menampakkan diri didepan umum.
2) Klien tidak memiliki masalah dengan identitas dirinya sebelum dan sesudah
kondisi sakitnya.

35
3) Selama kondisi sakitnya, klien tidak mengalami perubahan peran.
4) Harapan klien saat dikaji yaitu klien ingin segera kakinya bisa normal kembali
dan dapat berjalan seperti sedia kala.
5) Saat dikaji, klien mengaku merasa tidak nyaman dan malu dengan kondisinya
karena menggunakan alat bantu jalan. Klien tidak percaya diri untuk
menunjukkan dirinya keluar rumahnya.

8. Pola Hubungan dengan Orang Lain


a. Klien mampu berkomunikasi dengan relevan, jelas, mampu mengekspresikan dan
mampu mengerti orang lain
b. Klien paling dekat dengan orang tuanya dan orang tuanya adalah orang yang paling
berpengaruh bagi klien.
c. Bila memiliki masalah, klien selalu meminta bantuan kepada ibu atau ayahnya.
d. Klien tidak memiliki kesulitan hubungan dalam keluarga.

9. Pola Reproduksi dan Seksual


Klien belum menikah, klien sudah disunat, klien mengerti tentang kondisi dan fungsi
seksualnya.

10. Pola Mekanisme Koping


a. Dalam mengambil keputusan, klien selalu meminta pendapat kepada orang tuanya
atau dengan cara musyawarah dalam keluarga.
b. Bila menghadapi suatu masalah, klien selalu bercerita dengan orang tuanya atau
dengan teman terdekatnya.
c. Upaya klien dalam mengatasi masalahnya yaitu klien berusaha untuk mencapai
kesembuhannya dengan melakukan checking secara rutin dan tidak menentang apa
yang diinstruksikan dokter atau perawat.

11. Pola Nilai Kepercayaan / Keyakinan


a. Menurut klien, sumber kekuatan baginya adalah Allah Swt. Dan keluarganya.

36
b. Selama kondisi sakitnya, klien melaksanakan ibadah dengan cara duduk karena
keterbatasan geraknya.
c. Tidak ada keyakinan / kebudayaan yang dianut pasien yang berhubungan dengan
kesehatan.
d. Klien yakin dengan pengobatan yang dijalaninya dan tidak ada pertentangan dengan
nilai/kebudayaan yang dianut

D. Pemeriksaan Fisik
1. Penampilan/keadaan umum : Tampak lemah / compos mentis

2. Tanda-Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 130/100 mmHg
b. Nadi : 90 x/menit (teratur dan kuat)
c. Pernapasan : 18 x/menit (teratur dan kuat)
d. Suhu : 38 ⁰C

3. Pengukuran antropometri : TB : 170 cm BB : 60 kg BB ideal : 70kg


IMT : 20,7
4. Kepala : Bentuk bulat simetris, tidak ada luka
a. Rambut : Hitam, agak ikal, tebal, agak kotor
b. Mata : Mampu melihat jelas pada jarak normal (6m), ukuran
pupil kecil dan keduanya bereaksi terhadap cahaya (kanan dan kiri), konjungtiva tidak
anemis, sklera tidak ikterik, tidak memakai alat bantu penglihatan dan tidak ada
sekret pada mata.
c. Hidung : Bersih, tidak ada sputum deviasi, tidak ada sekret, tidak
ada epistaksis, tidak ada polip, tidak ada nafas cuping hidung, dan tidak
menggunakan oksigen
d. Telinga : Mampu mendengar dengan jelas pada jarak yang normal,
tidak ada nyeri, tidak ada sekret telinga, tidak ada pembengkakan, tidak menggunakan
alat bantu

37
e. Mulut : Selaput mukosa lembab dan berwarna merah muda,
bersih, gigi utuh, agak kuning, dan bersih, gusi tidak bengkak, tidak ada bau mulut,
bibir lembab dan berwarna merah kehitaman
f. Leher dan Tenggorokan : Posisi trakea simetris, tidak ada benjolan pada leher, tidak
ada alat yang terpasang, tidak ada nyeri waktu menelan, tidak ada pembesaran tonsil,
vena jugularis tidak menonjol, tidak ada obstruksi jalan nafas
g. Ekspresi wajah: Tidak menunjukkan ekspresi wajah nyeri, tetapi saat kakinya
ditekuk/diregangkan, ekspresi wajah pasien tampak meringis/mengernyit menahan
nyeri.

5. Dada dan Thorak : Bentuk simetris, pergerakan simetris dan sama kanan-kiri,
tidak ada luka, dan tidak menggunakan otot bantu pernapasan
a. Paru-Paru
1) Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris, tidak ada luka, tidak ada
jejas, nafas teratur
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, taktil fremitus
kanan dan kiri simetris
3) Perkusi : Bunyi sonor
4) Auskultasi : Tidak ada suara nafas tambahan, suara vesikuler
b. Jantung
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada luka, tidak ada memar
2) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, ictus
cordis teraba di SIC ke-5, midclavicula sinistra
3) Perkusi : Bunyi redup, tidak ada pelebaran dinding jantung
4) Auskultasi : Suara irama jantung teratur, terdengar S1 & S2 normal,
tidak ada bunyi jantung tambahan.
c. Abdomen
1) Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada asites
2) Auskultasi : Terdengar bunyi peristaltik usus 10x/menit
3) Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, tidak teraba
massa

38
4) Perkusi : Terdengar bunyi timpani

6. Genital : Bersih, tidak ada luka, tidak ada tanda infeksi, tidak
terpasang kateter dan tidak ada hemoroid

7. Ekstremitas
a. Inspeksi Kuku : Warna merah muda pucat, bersih, utuh
b. Capillary Refill : Cepat (< 2 detik)
c. Kemampuan berfungsi : (mobilitas dan keamanan) untuk semua ekstremitas

Kanan (Tangan) Kiri (Tangan)


5 5

Kanan (Kaki) Kiri (Kaki)


2 5

1) Pada tangan kanan dan kiri, kekuatan otot klien berada pada skala 5, gerakan
normal penuh, menentang gravitasi, dengan penahanan penuh, dibuktikan dengan
klien mampu menggenggam dengan erat dan mengangkat kedua tangannya
keatas.
2) Kekuatan otot pada kaki kanan pasien berada pada skala 2, gerakan otot penuh
menentang gravitasi dengan sokongan, terbukti dengan klien tidak mampu
menggerakkan kaki kanannya secara mandiri dan harus disokong dengan alat
bantu jalan (krug). Klien mengatakan belum bisa menapakkan telapak kaki
kanannya

8. Kulit : Kulit bersih, warna sawo matang, lembab, turgor elastis, tidak ada edema.Terdapat
luka bekas jahitan sepanjang ±20 cm di femur kanan superior, luka sudah mulai kering,
tidak ada tanda infeksi, balutan luka sudah dibuka.
E. Data Penunjang
1. Hasil Pemeriksaan Penunjang (Hasil rontgen)
Hasil rontgen di daerah femur dextra ap-lat menunjukkan tampak fraktur kominutif pada
1/3 distal os. Femur dextra dengan aposisi dan aligment kurang baik, tak tampak lusensi
soft tisue, tampak soft tisue swelling
2. Diit yang diperoleh : TKTP, tiga kali sehari satu porsi

39
ANALISA DATA
A. Pengelompokan Data
1. Data Subyektif
a. Pasien mengatakan dirinya dilakukan operasi pemasangan pen pada area frakturnya
b. Klien mengatakan sulit bergerak karena keadaan kakinya yang fraktur
c. Klien mengatakan tidak bisa beraktivitas normal seperti biasanya karena fraktur
tersebut
d. Klien mengatakan belum bisa menapakkan telapak kaki kanannya
e. Klien mengatakan kesulitan berpindah dari berdiri ke duduk
f. Klien mengatakan takut jatuh karena jalannya yang tidak seimbang
2. Data Obyektif
a. pasien menderita fraktur kominutif pada 1/3 distal os. Femur dextra
b. Klien tampak kesulitan saat bergerak atau berpindah
c. Klien tampak lambat saat bergerak
d. Klien tampak kesulitan membolak-balik posisi
e. Klien tampak tidak nyaman dengan keadaannya
f. Klien tidak seimbang saat berjalan dan tampak kesulitan

TGL/JAM Data Fokus Masalah Etiologi

20-09-2017 DS: Hambatan Gangguan


16.50 WIB a. Klien mengatakan Mobilitas Fisik muskuloskeletal
sulit bergerak
karena fraktur pada
femur kanannya
b. Klien mengatakan
tidak bisa
beraktivitas normal
seperti biasanya
karena fraktur
tersebut

40
c. Klien mengatakan
belum bisa
menapakkan telapak
kaki kanannya
d. Klien mengatakan
kesulitan berpindah
dari berdiri ke
duduk
DO:
a. pasien menderita
fraktur kominutif
pada 1/3 distal os.
Femur dextra
b. Klien tampak
kesulitan saat
bergerak atau
berpindah
c. Klien tampak
lambat saat
bergerak
d. Klien tampak
kesulitan
membolak-balik
posisi
20-09-2017 DS: Klien mengatakan Resiko Jatuh Penggunaan alat
16.50 WIB takut jatuh karena bantu (krug)
jalannya yang tidak
seimbang
DO: Klien tidak
seimbang saat berjalan
dan tampak kesulitan

41
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal
dibuktikan dengan klien kesulitan bergerak (00085)
Diagnosa 2 : Resiko jatuh berhubungan dengan penggunaan alat bantu (krug) (00155)

PERENCANAAN KEPERAWATAN
A. Prioritas Diagnosa

Diagnosa Keperawatan Prioritas Rasional

Masalah tersebut yang


paling mengganggu
klien dan menghambat
Hambatan mobilitas penyembuhan klien, jika
fisik berhubungan tidak teratasi maka klien
dengan gangguan akan terganggu
Prioritas Sedang
muskuloskeletal ditandai pergerakan dan
dengan klien kesulitan aktivitasnya, masalah
bergerak tersebut jika tidak
teratasi maka masalah
lain juga tidak bisa
teratasi

Resiko jatuh akan


Resiko jatuh teratasi dengan
berhubungan dengan sendirinya jika masalah
Prioritas Rendah
penggunaan alat bantu dengan prioritas sedang
(krug) (hambatan mobilitas
fisik) teratasi

B. Rencana Tindakan Keperawatan

Dx. Kep. Tujuan & Intervensi Rasional Paraf

42
Kriteria Hasil

Hambatan Setelah Kaji kemampuan Sebagai data dasar


mobilitas dilakukan pasien dalam untuk melakukan
fisik tindakan mobilisasi intervensi
berhubunga keperawatan selanjutnya
n dengan selama 3 x 1
gangguan pertemuan, Bantu klien untuk Memudahkan
muskuloske diharapkan menggunakan pasien dalam
letal hambatan tongkat saat mobilisasi
ditandai mobilitas fisik berjalan dan
dengan klien dapat cegah terhadap
klien teratasi, cedera
kesulitan dengan kriteria
bergerak hasil : Ajarkan pasien Menambah
a. Klien tentang teknik pengetahuan pasien
mampu ambulasi dan pasien dapat
meningkat kooperatif
dalam
aktivitas Ajarkan pasien Agar menambah
fisik bagaimana pengetahuan pasien
b. Klien merubah posisi dan pasien dapat
mampu dan berikan kooperatif
berjalan bantuan jika
dengan diperlukan
langkah
yang
efektif
dengan alat
bantu
c. Klien
mampu

43
bergerak
dengan
mudah
Resiko Setelah Identifikasi Mengetahui
jatuh dilakukan perilaku dan seberapa besar
berhubunga tindakan faktor yang resiko pasien akan
n dengan keperawatan mempengaruhi mengalami jatuh
penggunaan selama 3 x 1 risiko jatuh
alat bantu pertemuan, Menghindari atau
(krug) diharapkan Identifikasi meminimalisir
klien tidak karakteristik faktor lingkungan
beresiko jatuh, lingkungan yang yang dapat
dengan kriteria dapat meningkatkan
hasil : meningkatkan potensi pasien jatuh
a. Perilaku potensi untuk
penecgaha jatuh Menurunkan resiko
n jatuh: jatuh klien
tindakan Sarankan
individu perubahan dalam
atau gaya berjalan Menambah
pemberi pasien pengetahuan
asuhan anggota keluarga
untuk Didik anggota pasien dan anggota
meminimal keluarga tentang keluarga pasien
kan faktor faktor risiko yang dapat kooperatif
resiko yang berkontribusi
dapat terhadap jatuh
memicu dan bagaimana
jatuh di mereka dapat
lingkungan menurunkan
individu resiko tersebut

44
b. Tidak ada
kejadian
jatuh

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No.
Dx. Tgl./Jam Tindakan Respon Pasien Paraf
Kep.

S: Pasien mengatakan
otot kaki kanannya
belum kuat untuk
menopang berat
badan, berjalan masih
kesulitan, masih
kesulitan berpindah
27-09-17
Mengkaji kemampuan dari duduk ke berdiri
1 16.00
pasien dalam mobilisasi maupun sebaliknya
WIB
O: Pasien tampak
masih kesulitan dalam
bergerak dan berjalan,
pasien membutuhkan
tenaga lebih untuk
menggerakkan kaki
kanannya

2 27-09-17 Mengidentifikasi S: Pasien mengatakan


16.10 perilaku dan faktor sering hampir jatuh
WIB yang mempengaruhi saat dirinya latihan
risiko jatuh berjalan, dan pasien
menggunakan dinding
sebagai pegangannya
45
selain dari alat bantu
jalannya
O: Saat latihan, pasien
tampak tidak
seimbang saat berdiri
dan berpotensi untuk
jatuh

S: Pasien mengatakan
sering hampir jatuh
saat dirinya berjalan
menggunakan alat

Mengidentifikasi bantu karena lantai


27-09-17 karakteristik rumah yang agak
2 16.20 lingkungan yang dapat licin, terkhusus di
WIB meningkatkan potensi kamar mandi
untuk jatuh O: Lantai rumah
pasien tampak licin
dan berpotensi untuk
meningkatkan resiko
jatuh pasien

S: Pasien mengatakan
paham dan
mengetahui setelah
28-09-17 diajarkan materi
1 16.30 Mengajarkan pasien tersebut

WIB tentang teknik ambulasi O: Pasien dapat


mendemonstrasikan
apa yang telah
diajarkan

1 28-09-17 Mengajarkan pasien S: Pasien mangatakan


bagaimana merubah paham dan tahu

46
terhadap apa yang
disampaikan
16.45 posisi dan berikan O: Pasien dapat
WIB bantuan jika diperlukan mengikuti apa yang

diajarkan

S: Pasien mengatakan
dirinya dirumah sudah
mencoba
menggunakan tongkat

28-09-17 Membantu klien untuk pembantu (krug)

1 17.00 menggunakan tongkat untuk berjalan

WIB saat berjalan dan cegah O: Pasien dapat

terhadap cedera menggunakan alat


bantu jalan, tetapi
belum mengetahui
cara menggunakannya
dengan benar

S: Pasien mengatakan
akan mengikuti apa
yang telah disarankan
29-09-17 Menyarankan O: Gaya berjalan
2 16.30 perubahan dalam gaya pasien masih tampak
WIB berjalan pasien sama seperti
sebelumnya, belum
ada perubahan

1 29-09-17 Membantu klien untuk S: Pasien mengatakan


16.35 menggunakan tongkat sudah bisa berjalan
saat berjalan dan cegah menggunakan alat
terhadap cedera bantu dengan mudah
dan tidak sesulit

47
kemarin
O: Pasien tampak
berjalan menggunakan
alat bantu dengan
langkah yang sudah
tidak tertatih-tatih,
namun belum efektif

S: Anggota keluarga

Mendidik anggota mengetahui dan

keluarga tentang faktor paham terhadap apa

29-09-17 risiko yang yang disampaikan

2 16.45 berkontribusi terhadap O: Ekspresi muka

WIB jatuh dan bagaimana anggota keluarga

mereka dapat pasien tampak paham


menurunkan resiko dan tidak

tersebut menunjukkan
kebingungan

EVALUASI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan & Catatan


Tgl./Jam Paraf
Keperawatan Kriteria Hasil Perkembangan

Hambatan Setelah 27-09-17 S: Pasien mengatakan


mobilitas fisik dilakukan 16.30 masih kesulitan untuk
berhubungan tindakan WIB bergerak dan berjalan,
dengan keperawatan masih sulit berpindah
gangguan selama 3 x 1 posisi
muskuloskelet pertemuan O: Pasien tampak masih
al ditandai jam, kesulitan untuk
dengan klien diharapkan bergerak, menggunakan
kesulitan hambatan tenaga lebih untuk

48
bergerak mobilitas fisik menggerakkan kaki
klien dapat kanannya
teratasi, A: Masalah hambatan
dengan kriteria mobilitas fisik belum
hasil : teratasi
a. Klien P: Lanjutkan intervensi:
mampu a. Ajarkan pasien
meningkat tentang teknik
dalam ambulasi
aktivitas b. Ajarkan pasien
fisik bagaimana
b. Klien merubah posisi
mampu dan berikan
berjalan bantuan jika
dengan diperlukan
langkah c. Bantu klien
yang untuk
efektif menggunakan
dengan alat tongkat saat
bantu berjalan dan
c. Klien cegah terhadap
mampu cedera
28-09-17 S: Pasien mengatakan
bergerak
17.15 sudah mulai paham
dengan
WIB teknik ambulasi yang
mudah
diajarkan dan mulai
bisa berpindah posisi
dengan mudah, namun
masih kesulitan untuk
berjalan
O: Pasien tampak lebih

49
kooperatif dengan apa
yang diajarkan, yaitu
teknik ambulasi dan
merubah posisi. Pasien
juga sudah mulai bisa
berjalan menggunakan
alat bantu dengan
benar, namun jalannya
masih tertatih-tatih.
A: Masalah hambatan
mobilitas fisik belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera

29-09-17 S: Pasien mengatakan


17.00 sudah latihan berjalan
WIB keliling ruangan
didalam rumah dan
berjalannya sudah tidak
sesulit kemarin
O: Pasien tampak
berjalan dan bergerak
dengan lebih mudah,
sudah tidak terlalu
menggunakan
tenaganya untuk
menggerakkan kaki
kanannya, namun

50
belum bisa berjalan
dengan langkah yang
efektif
A: Masalah hambatan
mobilitas fisik sebagian
teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan cegah
terhadap cedera

Resiko jatuh Setelah 27-09-17 S: Pasien mengatakan


berhubungan dilakukan 16.30 sering hampir jatuh saat
dengan tindakan WIB latihan karena lantai
penggunaan keperawatan rumahnya yang licin,
alat bantu selama 3 x 1 terkhusus lantai kamar
(krug) pertemuan, mandi
diharapkan O: Pasien tampak tidak
klien tidak seimbang saat berjalan
beresiko jatuh, dan berpotensi untuk
dengan kriteria jatuh jika tidak
hasil : menggunakan alat
c. Perilaku bantu saat berjalan
penecgaha A: Masalah resiko jatuh
n jatuh: belum teratasi
tindakan P: Lanjutkan intervensi:
individu a. Sarankan
atau perubahan
pemberi dalam gaya
asuhan berjalan pasien

51
untuk b. Didik anggota
meminimal keluarga tentang
kan faktor faktor risiko
resiko yang yang
dapat berkontribusi
memicu terhadap jatuh
jatuh di dan bagaimana
lingkungan mereka dapat
individu menurunkan
d. Tidak ada resiko tersebut
kejadian 28-09-17 S: Pasien mengatakan
jatuh 17.15 selama sakit ini belum
WIB pernah terjatuh tapi
sering mengalami
resiko jatuh (hampir
jatuh), pasien sudah
lebih berhati-hati dalam
latihan berjalan dan saat
di kamar mandi
O: Pasien masih belum
seimbang gaya
berjalannya, dan
tampak akan jatuh,
namun pasien sudah
lebih berhati-hati dalam
latihan berjalan
A: Masalah resiko jatuh
sebagian teratasi
P: Lanjutkan intervensi:
a. Sarankan
perubahan

52
dalam gaya
berjalan pasien
b. Didik anggota
keluarga tentang
faktor risiko
yang
berkontribusi
terhadap jatuh
dan bagaimana
mereka dapat
menurunkan
resiko tersebut

29-09-17 S: Pasien mengatakan


17.00 sudah mengetahui dan
WIB paham perilaku/faktor
dan kondisi lingkungan
yang dapat
meningkatkan potensi
untuk jatuh, sudah tidak
pernah merasa hampir
jatuh, dan keluarga
pasien sudah kooperatif
untuk meminimalisir
faktor resiko jatuh
pasien
O: Pasien dan keluarga
pasien sudah tampak
kooperatif, dan gaya
berjalan pasien sudah
seimbang, pasien sudah
sepenuhnya berhati-hati

53
dalam berjalan demi
keselamatannya
A: Masalah resiko jatuh
teratasi
P: Hentikan intervensi

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

54
Fraktur adalah retak atau patah pada tulang yang utuh. Kebanyakan fraktur disebabkan
oleh trauma dimana terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung
dan trauma tidak langsung. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki daripada perempuan
dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka
yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan pada orang tua, wanita lebih
sering mengalami fraktur daripada laki-laki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon pada monopouse.
Penatalaksanaan fraktur femur ini adalah reduksi fraktur yakni mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi femur terbagi menjadi reduksi tertutup,
traksi dan reduksi terbuka. Tindakan imobilisasi dilakukan setelah reduksi dengan tujuan
mempertahankan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Rehabilitasi dimaksudkan untuk
mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan reduksi dan imobilisasi.

B. Saran
Dengan di susunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak bisa
menambah pengetahuan pembaca. Di samping itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari
para pembaca sehingga kami  bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Haryono, Rudi Ns., M.Kep, dkk. 2019. Keperawatan Medikal Bedah 2. Yogyakarta : Pustaka
Baru Press

55
Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 3. Jakarta: EGC

Arif, Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta :
Penerbit Buku kedokteran EGC

Doenges, dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

Smeltzer, S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth. Volume 2
Edisi 8. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran EGC

56

Anda mungkin juga menyukai