Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

“PERAWATAN LUKA POST OPERATIF”

Disusun oleh :
Khairunnisa
Lia nofiyanti
Mariska putri
M ridho maesto

TINGKAT 3A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI


JURUSAN PRODI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Penulisan makalah ini merupakan salah satu tugas
yang diberikan dalam mata kuliah Praktik Klinik KMB 2.

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Jambi, 08 Oktober 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. pengertian dari perawatan post operasi
B. tujuan dari perawatan post operasi
C. pedoman perawatan pasca operatif
D. perawatan pasca operasi
E. Macam macam perawatan luka pasca operasi
F. perubahan pasca operasi
G. penanganan pasca operasi
H. penyembuhan luka
I. SOP (Standar oprasional prosedur )
J. Konsep asuhan keperawatan

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.
B. Saran.

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Minggu pertama pascaoperasi bisa menjadi masa yang paling sulit, sebab rasa nyeri
dan tidak nyaman, padahal pasien ingin melakukan pekerjaan sehari-harinya. Hormone-
hormon yang ada juga dapat mengacaukan emosi, membuat pasien pasca operasi mudah
menangis dan lelah. Penting untuk pasien untuk melanjutkan latihan-latiham karena hal itu
dapat meningkatkan movbilitas yang akan mmpermudah saat pulang ke rumah nantinya.
Sebelum meninggalkan rumah sakit, perlu untuk memastikan bahwa semua hal sudah siap
bagi pasien dan akan ada cukup bantuan saat pasienpulangkerumah. Setelah operasi, rasanlya
nyaris mustahil untuk melakukan hal-hal yang paling sederhana sekalipun. Ada gerakan-
gerakan tertentu yang mungkin sulit untuk dilakukan sendiri.

B. Rumusan Masalah
K. Apa pengertian dari perawatan post operasi ?
L. Apa tujuan dari perawatan post operasi ?
M.Bagaimana pedoman perawatan pasca operatif ?
N. Bagaimana perawatan pasca operasi ?
O. Apa saja hal-hal dalam perawatan luka pasca operasi ?
P. Apa saja perubahan pasca operasi ?
Q. Bagaimana penanganan pasca operasi ?
R. Bagaimana penyembuhan luka ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mahasiswa mampu memahami pengertian dari perawatan post operasi ?
2. Mahasiswa mampu memahami tujuan dari perawatan post operasi ?
3. Mahasiswa mampu memahami pedoman perawatan pasca operatif ?
4. Mahasiswa mampu memahami perawatan pasca operasi ?
5. Mahasiswa mampu memahami hal-hal dalam perawatan luka pasca operasi ?
6. Mahasiswa mampu memahami perubahan pasca operasi ?
7. Mahasiswa mampu memahami penanganan pasca operasi ?

4
8. Mahasiswa mampu memahami penyembuhan luka ?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perawatan Post Operasi


Perawatan Post Operasi adalah perawatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
setelah tindakan operasi sebagai tindak lanjut. Sedangkan Luka Operasi adalah luka yang
disebabkan karena tindakan operasi. Misalnya : Operasi Saecar, operasi usus buntu.
Biasanya luka tipe ini lebih kecil hanya berupa sayatan dan sudah dilakukan penjahitan
jaringan, sehingga biasanya luka tidak dalam kondisi terbuka .
Untuk kondisi ini luka berada pada kondisi luka bersih sehingga yang harus
ditekankan adalah perawatan luka selanjutnya juga harus mempertahankan kebersihannya /
sterilitasnya, karena itu adalah hal yang penting yang harus diperhatikan luka segara
sembuh. Selain perawatan yang baik , nutrisi juga merupakan faktor penting yang dapat
mempercepat proses penyembuhan luka, disarankan agar makan makanan yang mengandung
protein yang tinggi : telur, ikan, daging karena protein sangat diperlukan untuk proses
penyembuhan luka. Luka operasi secara normal akan mengalami penyembuhan luka
setidaknya dalam waktu 3 minggu, jika dalam kurung waktu tersebut luka tidak mengalamu
penyembuhan, maka luka sedang mengalami masalah.

B. Tujuan Perawatan Post Operasi


Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi
wanita kembali normal. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang
operasi sampai pasien melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya. Secara klasik,
kelanjutan ini dibagi dalam tiga fase yang tumpang tindih pada status fungsional pasien.
Aturan dan perhatian para ginekolog secara gradual berkembang sejalan dengan pergerakan
pasien dari satu fase ke fase lainnya.
Fase pertama, stabilisasi perioperatif, menggambarkan perhatian para ahli bedah
terhadap permulaan fungsi fisiologi normal, utamanya sistem respirasi, kardiovaskuler, dan
saraf. Pada pasien yang berumur lanjut, akan memiliki komplikasi yang lebih banyak, dan
prosedur pembedahan yang lebih kompleks, serta periode waktu pemulihan yang lebih

6
panjang. Periode ini meliputi pemulihan dari anesthesia dan stabilisasi homeostasis, dengan
permulaan intake oral. Biasanya periode pemulihan 24-28 jam.
Fase kedua, pemulihan postoperatif, biasanya berakhir 1-4 hari. Fase ini dapat terjadi
di rumah sakit dan di rumah. Selama masa ini, pasien akan mendapatkan diet teratur,
ambulasi, dan perpindahan pengobatan nyeri dari parenteral ke oral. Sebagian besar
komplikasi tradisional postoperasi bersifat sementara pada masa ini.
Fase terakhir dikenal dengan istilah kembali ke normal, yang berlangsung pada 1-6
minggu terakhir. Perawatan selama masa ini muncul secara primer dalam keadaan rawat
jalan. Selama fase ini, pasien secara gradual meningkatkan kekuatan dan beralih dari masa
sakit ke aktivitas normal.

C. Pedoman Perawatan Pasca Operatif


Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai ia sadar. Harus
dijaga supaya jalan napas tetap bebas. Penderita yang menjalani operasi kecuali operasi
kecil, keluar dari kamar operasi dengan infus intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9%
atau glukosa 5% yang diberikan berganti-ganti menurut rencana tertentu. Di kamar operasi
(atau sesudah keluar dari situ), jika perlu, diberi pula transfusi darah.
Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan, sehingga ia meninggalkan
kamar operasi dengan defisit cairan. Oleh karena itu, biasanya pascaoperasi minum air
dibatasi, sehingga perlu pengawasan keseimbangan antara cairan yang masuk dengan infus
dan cairan yang keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi dehidrasi, tetapi sebaliknya juga
jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema paru-paru. Untuk diketahui, air yang
dikeluarkan dari badan dihitung dalam 24 jam, berupa air kencing dan cairan yang keluar
dengan muntah harus ditambah dengan evaporasi dari kulit dan pernapasan. Dapat
diperkirakan bahwa dalam 24 jam sedikitnya 3 liter cairan harus dimasukkan untuk
mengganti cairan yang keluar.
Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek, kadang sampai muntah.
Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang sama sekali. Kemudian, ia boleh minum
sedikit-sedikit, untuk lambat laun ditingkatkan. Dalam 24 sampai 48 jam pascaoperasi,
hendaknya diberi makanan cair. Sesudah itu, apalagi jika sudah keluar flatus, dapat diberi
makanan lunak bergizi untuk lambat-laun menjadi makanan biasa.

7
Pada pascaoperasi peristalik usus mengurang dan baru lambat laun pulih kembali.
Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak lagi dengan gejala mules, kadang-
kadang disertai dengan perut kembung sedikit. Pengeluaran flatus dapat dibantu dengan
pemberian dosis kecil prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan ke dalam rektum, dan
kadang-kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150 cc. campuran minyak dan
gliserin.
Pemberian antibiotik pada pascaoperasi tergantung dari jenis operasi yang dilakukan.
Misalnya, setelah kista ovarium kecil diangkat, tidak perlu diberi antibiotic, akan tetapi
sesudah histerektomi total dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan.
Pasien dengan masalah kesehatan membutuhkan perawatan postoperatif dalam ICU
untuk mendapatkan ventilasi jangka panjang dan monitoring sentral. Ketika pasien diserah
terimakan kepada perawat harus disertai dengan laporan verbal mengenai kondisi pasien
tersebut berupa kesimpulan operasi dan intruksi pasca operatif. Intruksi pasca operatif harus
sesuai dengan elemen berikut:
1. Tanda Tanda Vital
Evaluasi tekanan darah, nadi, dan laju pernapasan dilakukan setiap 15-30 menit
sampai pasien stabil kemudian setiap jam setelah itu paling tidak untuk 4-6 jam. Beberapa
perubahan signifikan harus dilaporkan sesegera mungkin. Pengukuran ini, termasuk
temperatur oral, yang harus direkam 4 kali sehari untuk rangkaian sisa pasca operatif.
Anjurkan pernapasan dalam setiap jam pada 12 jam pertama dan setiap 2-3 jam pada 12
jam berikutnya. Pemeriksaan spirometri dan pemeriksaan respirasi oleh terapis menjadi
pilihan terbaik, utamanya pada pasien yang berumur tua, obesitas, atau sebaliknya pada
pasien lainnya yang bersedia atau yang tidak bisa berjalan.
2. Perawatan Luka
Fokus penanganan luka adalah mempercepat penyembuhan luka dan
meminimalkan komplikasi dan biaya perawatan. Fokus utama dalam penanganan luka
adalah dengan evakuasi semua hematoma dan seroma dan mengobati infeksi yang
menjadi penyebabnya. Perhatikan perdarahan yang terlalu banyak (inspeksi lapisan
dinding abdomen atau perineal). Lakukan pemeriksaan hematokrit sehari setelah
pembedahan mayor dan, jika perdarahan berlanjut, diindikasikan untuk pemeriksaan
ulang. Luka abdomen harus diinspeksi setiap hari. Umumnya luka jahitan pada kulit

8
dilepaskan 3-5 hari postoperasi dan digantikan dengan Steri-Strips.Idealnya, balutan luka
diganti setiap hari dan diganti menggunakan bahan hidrasi yang baik. Pada luka yang
nekrosis, digunakan balutan tipis untuk mengeringkan dan mengikat jaringan sekitarnya
ke balutan dalam setiap penggantian balutan. Pembersihan yang sering harus dihindari
karena hal tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu dan memperlambat
penyembuhan luka.
3. Penanganan Nyeri
Pengontrolan nyeri dilakukan dengan menggunakan analgetik secara intravena atau
intratrakea untuk pembedahan abdomen terbuka. Kombinasi anestesi spinal-epidural
dapat memanfaatkan anestesi spinal. Dengan anestesi spinal continue, pasien yang
menjalani pembedahan mayor dibawah level umbilikus akan mendapatkan analgetik
postoperatif jangka panjang dan efektif. Kelanjutan dari pembedahan mayor, pemberian
analgetik narkotik (contohnya: meperidin, 75-100 mg secara intramuscular setiap 4 jam,
atau morfin, 10 mg intramuskuler setiap 4 jam) untuk mengontrol nyeri juga dibutuhkan.
Ketika pasien mentoleransikan intake oral dengan baik, regimen obatnya harus
diganti menjadi analgetik oral dan harus didukung oleh ambulasi. Dua kelas besar untuk
terapi non-opioid adalah acetaminophen dan obat-obat anti inflamasi (NSAIDs). Secara
umum, obat-obat ini ditoleransi secara baik dan mempunyai resiko rendah terhadap efek
samping yang serius. Meskipun demikian, acetaminophen bersifat toksik untuk hati jika
digunakan dalam dosis yang besar. Dosis acetaminophen yang lebih dari 4.000 mg/hari
harus dihindari, khususnya jika kombinasi terapi obat opioid dan non-opioid oral
digunakan. Jika diberikan secara preoperatif, NSAIDs menurunkan nyeri pasca operasi
dan mengurangi jumlah kebutuhan opiate (Adachi, 2007; Akarsu, 2004; Chan, 1996;
Mixter, 1998).
Meskipun efek samping dari opiat berupa depresi saluran pernapasan, mual serta
muntah. Akan tetapi terapi opiat merupakan pilihan utama untuk mengelola nyeri sedang
sampai berat. Ketiga obat opiat yang biasanya diresepkan setelah pembedahan adalah
morfin, fentanil, dan hydromorphin.
4. Posisi Tempat Tidur

9
Pasien biasanya ditempatkan pada posisi miring untuk mengurangi inhalasi muntah
atau mukus. Posisi lainnya yang diinginkan oleh ahli bedah harus dinyatakan dengan
jelas, contohnya, posisi datar dengan kaki tempat tidur yang elevasi.

5. Selang Drainase
Hubungkan bladder dengan kateter untuk sistem drainase berdasarkan gravitasi.
Penulisan intruksi untuk drainase postoperatif lainnya, penggunaan kateter suksion,
pemintaan tekanan negatif dan interval pengukuran volume drainase harus spesifik dan
jelas.
6. Penggantian Cairan
Pemberian cairan secara oral atau intravena dibutuhkan. Untuk penentuan cara
pemberian cairan pasien dibutuhkan, selalu ambil berdasarkan faktor-faktor jumlah
seperti kehilangan cairan intraoperatif dan output urin, waktu pembedahan, penggantian
cairan intraoperatif, dan jumlah cairan yang diterima pada waktu pemulihan. Meskipun
setiap pasien dan jenis operasi berbeda, rata-rata pada pasien muda yang sehat
mendapatkan penggantian cairan intraoperatif sebanyak 2400 mL sampai 3 liter cairan
kristaloid dan glukosa, seperti Dekstrose 5% dalam setengah larutan garam normal
selama 24 jam pertama. Laju hidrasi intravena harus dilakukan secara individu, seperti
banyak pasien lainnya yang memerlukan volume yang kurang dan menyebabkan cairan
overload pada laju cairan yang lebih cepat. Pada pasien dengan fungsi ginjal normal,
penggantian cairan adekuat dapat dinilai pada output urin paling tidak sebesar 30
mL/jam.
7. Diet
Tujuan utama pemberian makan setelah operasi adalah untuk meningkatkan fungsi
imun dan mempercepat penyembuhan luka yang meminimalisir ketidakseimbangan
metabolik. Dari penelitian random didapatkan bahwa pemberian makan harus sesuai dan
bermanfaat. Untuk pembedahan minor, pemberian makanan dibutuhkan dan ditoleransi,
ketika pasien sadar secara penuh.
Ketidaksetujuan muncul berupa seberapa cepat kemajuan diet pasien setelah
pembedahan major. Hal ini bersifat individual bergantung pada setiap pasien dan pada
beberapa faktor. Satu cara kemungkinan yang dapat dilakukan pada pasien berupa isapan

10
air pada hari pembedahan. Jangan berikan air es, karena dapat menurunkan motilitas usus
secara signifikan. Berikan cairan encer pada hari pertama pasca operasi jika telah
terdengar bunyi usus sampai udara usus keluar. Kemudian ganti makanan secara teratur.
Waktu yang dibutuhkan untuk pengembangan diet secara lengkap bergantung pada
prosedur pembedahannya, durasi anestesi, dan variasi individu pasien. Pada dua
penelitian random didapatkan bahwa pasien tertentu dapat diberikan makan sesegera
mungkin 1 hari setelah operasi pembedahan ginekologi intra-abdomen.
Kurangnya asupan protein-kalori yang besar pada pasien yang mengalami
pembedahan dapat menyebabkan gangguan pada penyembuhan luka, penurunan fungsi
jantung dan paru, perkembangan bakteri yang berlebih dalam traktus gastrointestinal, dan
komplikasi lainnya yang menambah jumlah hari rawat inap dan morbiditas pasien
(Elwyn, 1975; Kinney, 1986; Seidner, 2006). Jika substansial intake kalori terlambat
diberikan dalam 7-10 hari, maka perlu pemberian makanan tambahan. Berikut ini adalah
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan setelah operasi.

D. Perawatan Pasca Operasi


Beberapa hal yang perlu dikaji setelah tindakan pembedahan (pasca pembedahan)
diantaranya status kesadaran, kualitas jalan napas, sirkulasi dan perubahan tanda vital yang
lain, keseimbangan elektrolit, kardiovaaskular, okasi daerah pembedahan dan sekitarnya,
serta alat yang digunakan dalam pembedahan. Rencana tindakan :
1. Meningkatkan proses penyembuhan luka serta mengurangi rasa nyeri dapat dilakukan
dengan cara merawat luka, dan memperbaiki asupan makanan tinggi protein dan vitamin
C. Protein dan vitamin C dapat membantu pembentukan kolagendan mempertahankan
integritas dinding kapiler.
2. Mempertahan respirasi yang sempurna dengan cara latihan nafas, tarik nafas yang dalam
dengan mulut terbuka, tahan nafas selama 3 detik, kemudian hembuskan, atau dapat pula
dilakukan dengan cara menarik hidung dengan menggunakan diafragma, kemudian
keluarkan napsa perlahan-lahan melalui mulut yang dikuncupkan.
3. Mempertahankan sirkulasi, dengan cara gunakan stoking pada pasien yang berisiko
tromboplebitis atau pasien dilatih agar tidak duduk terlalu lama dan harus meninggikan
kaki pada tempat duduk guna memperlancar vena balik.

11
4. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, dengan cara memberikan cairan
sesuai dengan kebutuhan pasien dan monitor input dan output serta mempertahankan
nutrisi yang cukup.
5. Mempertahan eliminasi, dengan cara mempertahankan asupan dan output serta mencegah
terjadinya retensi urine.
6. Mempertahankan aktifitas dengan cara latihan memperkuat otot sebelum ambulatori.
7. Mengurabgi kecemasan dengan cara melakukan komunikasi secara terapetik.

E. Hal-Hal Dalam Perawatan Luka Pasca Operasi


1. Membersihkan dan Membalut luka
Luka yang memiliki tepian kulit yang berada dalam aposisi baik akan sembuh
dengan sepat, dengan cara mengurangi resiko infeksi (Briggs, 1997). Pengkajian luka
harus memperhatikan kondisi klinis ibu, waktu dan sifat operasi serta tampilan luka.
Keputusan untuk membalut luka kembali juga harus mencakup keputusan apakah
pembersihan luka adalah sebagai berikut :
1. Membersihkan debris luka
2. Membuang jaringan yang mengelupas atau jaringan nekrosis (Fletcher, 1997)
Morison (1992) berpendapat bahwa memberishkan luka tanpa menerapkan kedua
kriteria dapat merusak jaringan baru. Noe & keller (1998) mengindikasikan bahwa
membersihkan luka operasi yang dijahit dengan benang nilon pada hari pertama pasca
operasi dengan sabun dan air merupakan tindakan yang aman untuk dilakukan. Meers et
al (1992) menganjurkan untuk menggunakan teknik pembalutan bersih dengan air dan
sarung tangan nonsteril, selain teknik aspektik, untuk luka jahitan yang memerlukan
penggantian baluan. Ibu dianjurkan untuk mandi shower bukan mandi berendam.
Berendam di dalam bak dapat menyebabkan eksudat luka lebih banyak beberapa hari
kemudian karena jaringan menyerap air.
Bila luka memerlukan pembersihan lebih lanjut, Flanagan (1997)menyarankan
penggunaan larutan salin isotonik (0,9 %) Pada suhu tubuh. Pertanyaan tentang kapan
balutan luka harus diganti msih menjadi pertanyaaan yang belum terjawab. Tampaknya
perlu dilakukan pengkajian setiap hari tanpa mengganggu luka dengan membersihkan
atau mengganti balutannya kecuali bila perlu.

12
Untuk ibu dengan LSCS, berikut ini adalah beberapa prinsip yang dapat
diimplementasikan:
1. Balutan dari kamara operasi dapat dibuka pada hari pertama pascaoperasi
2. Ibu harus mandi shower bila memungkinkan
3. Luka harus dikaji setelah operasi, dan kemudian setiap hari selama masa pascaoperasi
sampai ibu diperbolehkan pulang atau dirujuk
4. Lukamengeluarkan eksudat cair atau tembus ke pakaian, pembalutan luka harus
diulang, sebab bila tiodak luka mungkin terbuka
5. Bila luka perlu dibalut ulang, balutan yang digunakan harus yang sesuai dan tidk
lengket.
6. Bula luka perlu dibersihkan dan dibalut ulang, prosedur tersebut harus dilakukan
dengan teknik bersih, dengan larutan salin nirmal yang hangat atau dengan air keran
dan balutan yang sesuai
7. Bila luka tampak terinfeksi, perlu dilakukan apusan dan rujukan, teknik pembalutan
aseptif harus digunakan dengan air atau salin normal dan balutan yang sesuai.
Pengkajian dilakukan sesuai saran dari dokter obstrektik.
2. Set balutan
Briggs et al (1996) mengemukakan bahwa membalut luka merupakan praktik
ritual,yang hasil penelitiannya masih sedikit. Set balutan tradisionalberisi pinset, kain
kasa dan kapas wool serta mangkok kecil. Mallett(1998) berpendapat pinset dapat
mencedarai jaringan yang lunak karena sifatnya yang kaku. Sebagai alternatif dapat
digunakan sarung tangan. Tomlinson (1987) mengatakan bahwa hasil penelitiannya
menunjukkan tidak adanya perbedaan angka infeksi luka bila luka dibersihkan dengan
sarung tangan, pinset atau tanpa sarung tangan.
Sarung tangan berguna untuk melindungi bidan, sarung tangan steril diperlukan
untuk luka yang diketahui terinfeksi atau diduga terinfeksi. Kapas wool dan kassa dapat
meninggalkan serat halus pada luka, yang meningkatkan terjadinya respons infarmasi
(Briggs et al, 1996). Irigasi luka dapat mengurangi kemungkinan tertinggalnya serat-serat
tersebut, tetapi sulit untuk menentukan kekuatan yang tepat agar irigasi tersebut efektif
(Briggs et al, 1996).

13
Penggunaan busa sduah pernah diujicobakan sebagai materi alternatif (Mallett,
1988), dan dapat digunakan untuk beberapa kondisi. Bukti penelitian yang berhubungan
dengan aspek-aspek lain, seperti plester, gunting, tangan yang “kotor” dan “bersih”, troli,
bunga, tirai, dll, semuanya belum pernah disimpulkan. Hal yang paling jelas adalah
bahwa mencuci tangan harus dilakukan secara benar dan kebersihan seluruh lingkungan
terbukti berpengaruh terhadap angka infeksi (Briggs et al,1996) Prosedur teknik
pembalutan aseptic (penyesuian dapat dilakukan untuk teknik aseptik)
1. Dapatkan persetujuan tindakan dari ibu dan jelaskan perlunya pembalutan ulang
terhadap luka
2. Siapkan alat diatas troli balutan bersih/permukaan/meja bersih di rumah:
a) Sarung tangan steril
b) Apron
c) Larutan NaCL 0,9% dengan suhu kamar
d) Set balutan steril dengan kantong sekali pakai dan balutan yang sesuai
e) Plester dan gunting bila perlu
3. Posisikan ibu dengan tepat, perhatrikan privasi dan martabatnya
4. Pakai apron dan cuci tangan, sementara asisten membuka lapisan luar set balutan
5. Buka pembungkus bagian dalam dengan hanya menyentuh tepi kertas, asisten
menyorongkan sarung tangan steril di atas bidang steril
6. Longgarkan balutan lama yang suddah ada, letakkan kantong sekali pakai di atas
tangan dan lepas balutannya
7. Balikkan kantong sehingga balutan bekas berada di dlamnya, kemudian gantungkan
kantong tersebut di bagian samping troli sebagai tempat sampah
8. Lakukan penggosokan tangan dan pakai sarung tangan
9. Kaji luka : bila diperlukan pembersihan, asisten menuankan larutan NaCL 0,9% ke
dalam mangkok
10. Bersihkan luka dengan busa atau kain kasa dengan tangan yang bersarung tangan,
pindahkan apusan dari tangan “bersih” ke tangan”kotor”
11. Lakukan apusan dengan tangan “kotor”, satu kapas untuk satu kali asupan, dari
dalam ke luar
12. Buang kapas bekas asupan

14
13. Ulangi sesuai kebutuhan
14. Keringkan kulit di sekelilingnya
15. Pasang dan kencangkan balutan
16. Buang peralatan bekas dengan benar
17. Buat ibu senyaman mungkin, diskusikan hasil dan paerawatan selanjutnya
18. Kembalikan troli ke area yang bersih, cuci jika perlu
19. Cuci tangan
20. Dokumentasikan hasilnya dan lakukan tindakan yuang sesuai
3. Membuka jahitan, klip, atau staples
Keputusan untuk membuka jahitan, klip, atau staples dibuat sesuai dengan hasil
pengkajian. Jahitan dibuka jika luka sudah sembuh, sering kali 5-10 hari pasca operasi.
Jahitan yang dibiarkan terlalu lama dapat memperlambat penyembuhan luka. Meskipun
set pembuka/gunting dalam keadaan steril, tetapi prosedur terkadang hanya bersifat
bersih, dengan menggunakan sarung tangan nonsteril. Sebuah troli juga dapat digunakan,
tetepi sering kali cukup dengan permukaan bersih yang berada di dekat ibu. Diperlukan
sebuah wadah untuk menempatkan klip atau staples sehingga dapat dibuang dengan benar
ke wadah khusus benda tajam. Bila beberapa jahitan sudah dibuka ternyata luka masih
menganga, bidan harus merujuk ibu terlebih dahulu sebelum mengangkat seluruh jahitan.
Prosedur melepas jahitan, klip, dan staples
1. Dapatkan persetujuan tindakan dari ibu
2. Siapkan alat :
• Sarung tangan non steril
• Set pelepas jahitan/set balutan yang berisi gunting, pemotong jahitan,staples, atau
klip
• Kantong sekali pakai
3. Posisikan ibu sedemikian rupa agar luka dapat terlihat, dengan tetap memperhatikan
privasi dan martabat ibu
4. Cuci tangan
5. Buku set alat
6. Pakai sarung tangan

15
7. Kaji luka : bila luka terbukti sudah sembuh angkat jahita, klip atau staples seperti yang
telah dijelaskan di atas
8. Bantu ibu untuk memperoleh rasa
9. Bereskan dan buang alat dengan benar
10. Cuci tangan
11. Dokumentasikan hasil dan lakukan intervensi yang sesuai

4. Mengangkat jahitan
Tujuan mengangkat jahitan dengan benar adalah untuk memastikan bahwa tidak ada
bagian luar jahitan yang tertarik ke dalam :
1. Angkat dan tahan bagian luar jahitan (dapat digunakan pinset untuk membantu dengan
tangan non dominan
2. Dengan tangan dominan,potong benang di bawah simpul sedekat mungkin dengan
kulit menggunakan gunting atau pemotong jahitan
3. Cabut benang dari kulit
Prinsip ini dapat digunakan baik pada jahitan interuptus, kontinue atau sub-
kutikular. Untuk melepas jahitan sub-kutikular yang dipertahankan di tempatnya dengan
bead, terlebih dahulu bead tersebut yang berada di ujung distal harus dilepas sehingga
jahitan dapat dicabut dari ujung yang terdekat dengan bidan. Pencabutan harus dilakukan
secara perlahan sehingga ibu hanya akan merasakan tarikan bukan rasa tidak nyaman.
5. Melepas staples
1. Pegang pembuka staples seperti sebuah gunting
2. Masukkan bagian bawah bilah ke bawah staplest
3. Tekan ganggang pembuka klip secara bersamaan, staples akan terangkat dari kulit
4. Angkat dengan hati-hati
6. Melepas klip Michel
1. Pegang pembuka klip seperti sebuah gunting
2. Masukkan bilah yang kecil ke bawah klip

16
3. Tekan ganggan pembuka klip secara bersamaan, klip akan terangkat dari kulit pada
saat ditarik
7. Melepas klip kifa
1. Pasang pinset di atas sayap klip
2. Tekan kedua sayap secara bersamaan
3. Klip akan terangkat dari kulit ketika pinset ditekan
8. Melepas drain luka
Dalam pelepasan drain luka, kan terdapat luka kecil terbuka setelah drain dilepas
diperlukan tindakan asepsis dalam melepas drain luka. Sebelum drain dilepas, sifat
vakumnya harus dilepas terlebih dahulu, dan ibu harusmenyadari bahwa pencabutan pipa
drainase ini akan menimbulkan rasa tidak nyaman. Setelah membuka jahitan, satu tangan
menahan kulit dengan lembut,sementara tangan lainnya mencabut pipa drain. Daerah
bekas drainase dibersihkandan dibalut dengan balutan yang tepat. Jumlah cairan yang
keluar dicatat dalam catatan keseimbangan cairan. Bila diperlukan, ujubg drainase dapat
dikirim ke laboratorium untuk diperiksa. Pada hari berikutnya perlu dilakukan pengkajian
terhadapa daerah bekas drainase.

F. Perubahan Pasca Operasi


Sesudah operasi, timbul beberapa perubahan pada badan. Ini perlu diketahui. Perubahan –
perubahan itu ialah:
1. Kehilangan darah dan air ynag menyebabkan berkurangnya volume cairan dalam sirkulasi.
Karena hemokonsentrasi dan vasokonstriksi tekanan darh dipertahankan, dan dengan
mengalirnya cairan daari ruang ekstraselular, volume kemudian pulih kembali. Akan tetapi
jika misalnya terjadi perdarahan terlalu banyak, tensi menurun dan nadi menjadi cepat, dan
bahaya syok mengancam.
2. Dieuresis pascaoperasi agak berkurang, tetapi beberapa hari kemudian menjadi normal
kembali. Pengukuran air kencing yang dikeluarkan sangat perlu oleh karena oliguri
merupakan tanda syok mengancam.
3. Perlu diketahui bahwa sebagai akibat operasi terjadi penghancuran protein jaringan; bahwa
ekskresi kalsium meningkat, sedang pengeluaran natrium dan klorida berkurang.

G. Penanganan Pasca Operasi

17
Setelah operasi selesai, penderita tidak boleh ditinggalkan sampai ia sadar harus dijaga
supaya jalan pernapasan tetap bebas. Pada umunya, setelah dioperasi, penderita ditempatkan
dalam ruang pulih(recovery room) dengan penjagaan terus-menerus sampai ia sadar. Selama
beberapa hari sampai dianggap tiidak perlu lagi, suhu, nadi, tensi, dan dieresis harus diawasi
terus-menerus. Sesudah penderita sadar, biasanya ia mengeluh kesakitan. Rasa sakit ini dalam
beberapa hari berangsur kurang. Pada hari opersai dan esok harinya ia biasnya memerlukan
obat tahan nyeri, seperti petidin; kemudian, biasanya dapat diberikan analgetikum yang lebih
ringan.
Penderita yang mengalami operasi – kecuali operasi kecil- keluar dari kamar operasi
dengan infuse intravena yang terdiri atas larutan NaCl 0,9%, atau glukosa 5%, yang diberikan
berganti – ganti menurut rencana tertentu. Di kamar operasi(atausesudah keluar dari situ)ia,
jika perlu, diberi transfuse darah. Pada waktu operasi penderita kehilangan sejumlah cairan,
sehingga ia meninggalkan kamar operasi dengan defisit cairan. Maka, khususnya apabila pada
pascaoperasi minum air perlu dibatasi, perlulah diawasi benar keseimbangan antara cairan
yang masuk dengan infus, dan cairan yang keluar. Perlu dijaga jangan sampai terjadi
dehidrasi, tetapi sebaliknya juga jangan juga jangan terjadi kelebihan dengan akibat edema
paru – paru. Untuk diketahui, air yang dikeluarkan dari badan dalam 24 jam, air kencing dan
cairan yang keluar dengan muntah harus ditambah dengan evaporasi dari kulit dan
pernapasan. Dapat diperkirakan bahwa dalam 24 jam sedikit-dikitnya 3 liter cairan harus
dimasukkan untuk mengganti yang keluar.
Sebagai akibat anestesi, penderita pascaoperasi biasanya enek, kadang sampai muntah.
Ia tidak boleh minum, sampai rasa enek hilang sama sekali, kemudian ia boleh minum sedikit-
sedikit, untuk lambat laun ditingkatkan. Dalam 24 jam sampai 48 jam pascaoperasi,
henfaknya diberi makanan cairan, sesudah itu apabila jika sudah keluar flaktus, dapat diberi
makanan lunak yang bergizi ubtuk lambat-laun menjadi makanan biasa.
Pada pascaoperasi peristaltik usus mengurang dan baru lambat laun pulih kembali.
Pada hari kedua pascaoperasi biasanya usus bergerak lagi. Dengan gejala mules, kadang –
kadang disertai dengan perut kemubung sedikit. Pengeluaran flatus dapat dibantu dengan
pemberian dosis kecil prostigmin, dengan teropong angin dimasukkan kedalam rectum, dan
kadang – kadang perlu diberikan klisma kecil terdiri atas 150cc. campuran minyak dan
gliserin.

18
Pemberian antibiotika pada pascaoperasi tergantung dari jenis operasi yang dilakukan.
Misalnya, setelah kista ovarium diangkat, tidak perlu diberi antibiotika, akan tetapi, sesudah
histeroktomi total dengan pembukaan vagina, sebaiknya obat tersebut diberikan.
Setelah penderita sadar, pada pascaoperasi ia dapat menggerakkan lengan dan kakinya,
tidur miring apabila hal itu tidak dihalangi oleh infus yang diberikan kepadanya. Tidak ada
ketentuan yang pasti kapan ia bisa duduk, keluar dari tempat tidur, dan berjalan. Hal itu
tergantung dari jenis operasi, kondisi badannya dan komplikasi- komplikasi yang mungkin
timbul. Di Indonesia keperluan early ambulation tidak seberapa mendesak karena disini
bahaya tromboflebitis pascaoperasi tidak besar. Pada umumnya pengangkatan jahitan pada
laparotomi dilakukan pada hari ke – 7 pascaoperasi untuk sebagian dan diselesaikan pada hari
ke – 10.

H. Penyembuhan Luka
Kebutuhan Nutrisi Setelah Operasi Karena tidak adanya kontraindikasi, pemberian
nutrisi secara enteral lebih dipilih dibanding rute parenteral, khususnya jika terdapat
komplikasi infeksi (Kudsk, 1992; Moore, 1992). Keuntungan lain dari nutrisi enteral adalah
penurunan biaya penyembuhan (Nehra, 2002). Setelah operasi telah ditemukan efektif,
dimulai sesegera mungkin setelah operasi.
Makan segera setelah operasi telah menunjukkan peningkatan penyembuhan luka,
merangsang motilitas usus, menurunkan stasis usus, meningkatkan aliran darah usus, dan
merangsang refleks sekresi hormon gastrointestinal yang dapat mempermudah kerja usus
setelah operasi (Anderson, 2003; Braga, 2002; Correia, 2004; Lewis, 2001). Keputusan
inisiasi “makan sesegera mungkin” dengan cairan atau makanan lunak telah diteliti secara
prospektif (Jeffery, 1996). Pada pasien yang diberikan makanan lunak sebagai makanan
pertama setelah operasi. Sesudah penderita sadar, pada pascaoperasi ia dapat menggerakkan
lengan dan kakinya, dan tidur miring apabila hal itu tidak dihalangi oleh infus yang diberikan
kepadanya. Tidak ada ketentuan yang pasti kapan ia bisa duduk, keluar dari tempat tidur, dan
berjalan.
Hal itu, tergantung dari jenis operasi, kondisi badannya, dan komplikasi-komplikasi
yang mungkin timbul. Di Indonesia keperluan early ambulation tidak seberapa mendesak
karena disini bahaya tromboflebitis pascaoperasi tidak besar. Pada umumnya pengangkatan

19
jahitan pada laparatomi dilakukan pada hari ke-7 pascaoperasi untuk sebagian dan
diselesaikan pada hari ke-10. Secara umum, untuk mempercepat proses penyembuhan dan
pemulihan kondisi pasien pasca operasi, perlu kita perhatikan tips di bawah ini:
a. Makan makanan bergizi, misalnya: nasi, lauk pauk, sayur, susu, buah.
b. Konsumsi makanan (lauk-pauk) berprotein tinggi, seperti: daging, ayam, ikan, telor dan
sejenisnya.
c. Minum sedikitnya 8-10 gelas per hari.
d. Usahakan cukup istirahat.
e. Mobilisasi bertahap hingga dapat beraktivitas seperti biasa. Makin cepat makin bagus.
f. Mandi seperti biasa, yakni 2 kali dalam sehari.
g. Kontrol secara teratur untuk evaluasi luka operasi dan pemeriksaan kondisi tubuh.
h. Minum obat sesuai anjuran dokter.

Proses penyembuhan luka Proses penyembuhan luka melalui empat tahap, yaitu :
1. Tahapan respons inflamasi akut terhadap cedera. Tahapan ini dimulai saat terjadinya luka.
Pada tahap ini, terjadi proses hemositosis yang ditandai dengan pelepasan histamin dan
mediator lain lebih dari sel-sel yang rusak, disertai proses peradangan dan migrasi sel
darah putih ke daerah yang rusak.
2. Tahap dekstruktif. Pada tahap ini, terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit
polimorfonuklear dan makrofag.
3. Tahap poliferatif. Pada tahap ini, pembuluh daah baru diperkuat oleh jaringan ikat dan
menginfiltrasi luka.
4. Tahap poliferatif. Pada tahap ini, terjadi reepitelisasi, konstraksi luka, dan organisasi
jaringan ikat.
Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka Operasi Proses penyembuhan luka
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Vaskularisasi,memengaruhi luka karena luka membutuhkan keadaan peredaran darah yang
baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
2. Anemia, memperlambat proses penyembuhan luka mengingat perbaikan sel membutuhkan
kadar protein yang cukup. Oleh sebab itu, orang yang mengalami kekurangan kadar
hemoglobin dalam darah akan mengalami proses penyembuhan lama.

20
3. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau kematangan
usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan dapat menururnkan sistem perbaikan
sel sehingga dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
4. Penyakit lain, memengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit, seperti diabetes
melitus dan ginjal, dapat memperlambat proses penyembuhan luka.
5. Nutrisi, merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama karena
kandungan xat gizi yang terdapat didalamnya. Sebagai contoh, vitamin A diperlukan untuk
membantu proses epitelisasi atau penutupan luka dan sintesis kolagen; vitamin B kompleks
sebagai kofaktor pada sistem enzim yang mengukur metabolisme protein, karbohidrat, dan
lemak; vitamin C dapat berfungsi sebagai fibroblas, dan mencegah adanya infeksi, serta
membentuk kapiler-kapiler darah; dan vitamin K yang membantu sintesis protombin dan
berfungsi sebagaizat pembekuan darah.
6. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stress, memengaruhi proses penyembuhan luka.
Orang yang terlalu gemuk, banyak mengonsumsi obat-obatan, merokok, atau stress akan
mengalami proses penyembuhan luka yang lebih lama.

I. SOP ( standar oprasional prosedur)


PROSEDUR TINDAKAN
1. PERSIAPAN ALAT :
1. Sarung tangan steril disposible

2. Bak instrumen steril

3. Gunting steril (bila ada jaringan mati/nekrotik)

4. Korentangndalam tempatnya

5. Kain kasa steril sesuai kebutuhan

6. Larutan Nacl 0,9 % steril

7. Pinset anatomi 2 steril

21
8. Pinset chirurgi 2 steril

9. larutan antiseptil yodium 10% (betadine, dll) sesuai kebutuhan

10. 3 kom steril (1 tempat betadine dan 1 tempat kain khas betadine yang telah
dikeringkan/diperas, 1 tempat khas larutan Nacl)

11. Bengkok

12. Kantong plastik sesuai ukuran bagian tubuh yang diberikan perawatan luka

13. Kapas alkohol pada tempatnya

14. Gunting verban

PERSIAPAN PASIEN

1. Mengucapkan salam terapeutik

2. Mengkaji kondisi pasien

3. Pasien diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan, kemudian alat-alat
didekatkan ke pasien

4. Melakukan kontrak (waktu, tempat) dilakukannya tindakan

5. Pasang sampiran

6. Cuci tangan

7. Letakkan alat-alat pada tempat yang bersih dan datar didekat pasien

8. Untuk melindungi kain suprei dan slimut tidak kotor, letakkan perlak dan alasnya

9. Potong beberapa bagian plester yang ukuran dan jumlahnya sesuai panjang luka dan
besar luka serta sesuai kebutuhan

22
10. Tempatkan kantong plastik disposible pada sisi terdekat perawat untuk tempat balutan
basah/kotor

11. Tentukan beberapa banyak dan bagaimana tipe balutan yang dibutuhkan. Buka
bungkus kain kassa steril (bila dalam kotak kemasan steril buka pada bagian tepi guna
menjaga kesterilan khas dan biarkan masing masing kotak khas pembalut terbuka)

12. Bila kain kassa dalam bak instrumen, buka bak instrumen dan biarkan terbuka bak
instrumen selama mengganti balutan.

PELAKSANAAN

1. Perawat memakai gaun pelindung (jika luka kotor, bernanah, terinfeksi)

2. perawat memakai sarung tangan steril disposible dengan teknik aseptik

3. buka plaster secara perlahan diawali dengan memberi usapan kapas alkohol pada
pangkal plaster, lalu tarik perlahan kearah luka (satu tangan menarik ujung plaster kiri
dan tangan menarik ujung plaster kanan secara bersamaan )

4. letakkan balutan lama/kotor pada kantong plastik disposible

5. bersihkan balutan yang lengket pada luka dengan dilembabkan dengan larutan Nacl
0.9%

6. peras kain khasa dengan larutan antiseptik (betadine) sesuai kebutuhan letakkan pada
mangkuk steril.

7. bersihkan tepi luka dengan menggunakan suatu gerakkan searah dari satu ujung luka
bedah insisi ke sisi ujung lainnya yang searah dan buang untuk sekali usap ke kantung
plastik sampah

8. bersihkan sisi atas, lalu buangkan kekantung plastik disposible

23
9. bersihkan sisi bawah luka disekitar luka dengan kain kasa betadine sekali usap lalu
buang kekantung plastik disposible

10. ulangi lagi beberapa kali minimal 3 kali atau luka bersih (jngan menggosok mundur
dan menekan kuat kearah menyilang garis luka insisi)

11. setelah membersihkan luka, tempatkan pinset anatomi dan chirurgi kedalam bengkok,
ganti pinset anatomi dan chrurgi yang baru untuk menutup luka.

12. lakukan hal yang sama pada tempat drain. selalu membersihkan area sekitar drain dari
pada tempat insisi luka

13. buang semua bekas pembersih pada kantung plastik disposible

14. pertahankan teknik aseptik dengan tetap menggunakan sarung tangan steril. setelah
luka bersih, pasang balutan yang sesuai (kasa betadine atau hanya kasa kering steril
sesuai pertimbangn)

15. tutup luka dengan plaster. pasang plaster secara mantap rapat, tidak terlalu longgar
kan terlalu ketat agar memudahkan fixasi dan mengurangi iritasi

16. Bereskan semua alat (buang yang disposible, bersihkan yang non disposible)

17. Kembalikan pasien pada posisi awal dan nyaman

18. Cuci tangan

EVALUASI DAN DOKUMENTASI

1. Mencatat prosedur dan hasil yang didapatkan pada catatan perawatan dan
menandatanganinya

2. Membuat rekomendasi tindak lanjut

24
SIKAP

1. Memperhatikan keadaan pasien selama tindakan

2. Melakukan tindakan dengan telita dan hati-hati

3. Berkomunikasi selama melakukan tindakan.

4. Menjaga privasi klien selama melakukan tindakan


5. Menunjukan sikap percaya diri

J. PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN

1.    Identitas Klien


Umur: Biasanya apendisitis lebih sering terjadi pada usia 10-30 tahun.
Jenis kelamin: Laki-laki leih sering terkena apendisitis dari pada wanita.
2.    Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan lebih baik
dari pada tinggal di lingkungan yang kotor. Hal itu akan mencegah masuknya cacing
askariasis ke dalam lumen apendiks.
3.    Riwayat keperawatan
      Riwayat kesehatan saat ini: keluhan nyeri pada luka post operasi apendektomi, mual
muntah, peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
      Riwayat kesehatan masa lalu
4.    Pemeriksaan Fisik
      Inspeksi  Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
      Palpasi  Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah merupakan kunci
diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada
perut kanan bawah, ini disebut tanda Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekana pada

25
perut kiri dilepas maka juga akan terasa sakit diperut kanan bawah, ini disebut tanda
Blumberg (Blumberg sign).
      Pemeriksaan colok dubur  Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk
menentukan letak apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan
pemeriksaan ini terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang didaerah
pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
      Uji psoas dan uji obturator  Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak
apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila apendiks yang
meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan
nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi
panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan
nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
5.    Pemeriksaan Penunjang
      Laboratorium: terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000 – 20.000/ml
(leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP ditemukan jumlah serum
yang meningkat.
      Radiologi: terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada
apendiks. Sedangakan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian menyilang dengan
apendikalit serta perluasan dari apendiks yang mengalami inflamasi serta pelebaran
sekum.
6.    Perubahan Pola Fungsi
      Aktivitas / istirahat
Gejala: Malaise.
      Sirkulasi
Tanda: Takikardi
      Eliminasi
Gejala: Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang).

26
Tanda: Distensi abdomen, nyeri tekan / nyeri lepas, kekakuan. Penurunan atau tidak ada
bising usus.
      Makanan / cairan
Gejala: Anoreksia, Mual / muntah
      Nyeri / kenyamanan
Gejala: Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang meningkat berat dan
terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah jarak antara umbilikus dan tulang ileum
kanan), meningkat karena berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-
tiba diduga perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala tak
jelas (sehubungan dengan lokasi apendiks, contoh: retrosekal atau sebelah ureter).
Tanda: Perilaku berhati-hati; berbaring kesamping atau telentang dengan lutut ditekuk.
Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi ekstensi kaki kanan/ posisi
duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri diduga inflamasi peritoneal.
      Pernafasan
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal.
      Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah).

DIAGNOSA KEPERAWATAN
PRE OP
1.    Nyeri Akut b.d proses infeksi
2.    Resiko kekurangan volume cairan b.d kehilangan volume aktif
3.    Ansietas b.d. krisis situasional

POST OP
1.       Nyeri Akut b.d. luka post appendictomy
2.       Kerusakan Integritas Jaringan b.d. prosedur operasi
3.       Resiko Infeksi
4.       Kurang Pengetahuan b.d. kurang informasi

27
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nyeri b/d : NOC : NIC :
□   Agen cederah fisik Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri :
□   Agen cedar biologis keperawatan selama ……… x 24 jam1.       Kaji secara komperhensif
nyeri terkontrol. tentang nyeri, meliputi : skala
□   Agen cedera Kriteria hasil : nyeri, lokasi, karakteristik dan
psikologis No. Kriteria Score onset, durasi, frekuensi, kualitas,
□   Agen cederah zat 1. Mengenal factor intensitas / beratnya nyeri, dan
penyebab nyeri factor-faktor presipitasi.
kimia.
2. Mengenali tanda dan 2.       Observasi isyarat-isyarat non
gejala nyeri verbal dari ketidaknyamanan.
3. Mengetahui onset 3.        Kolaborasi pemberian analgetik
nyeri sesuai dengan anjuran sebelum
4. Menggunakan memulai aktivitas.
langkah-langkah 4.        Gunakan komunikasi terapeutik
pencegahan nyeri. agar klien dapat
5. Menggunakan teknik mengekspresikan nyeri.
relaksasi 5.        Kaji latar belakang budaya
6. Menggunakan klien.
analgesic yang tepat 6.       Evaluasi tentang keefektifan
7. Melaporkan nyeri dari tindakan mengontril nyeri
terkontrol yang telah digunakan.
7.       Berikan dukungan terhadap
Keterangan : klien dan keluarga.
8.       Berikan informasi tentang nyeri,
seperti : penyebab, berapa lama
1. Tidak pernah menunjukan
terjadi, dan tindakan
2. Jarang menunjukan
pencegahan.
3. Kadang-kadang menunjukan 9.       Motivasi klien untuk memonitor
4. Sering menunjukan sendiri nyerinya.
5. Selalu menunjukan. 10.   Ajarkan penggunaan teknik
relaksasi napas dalam.
11.   Evaluasi keefektifan dari
tindakan mengontrol nyeri.
12.   Tingkatkan tidur / istirahat yang
cukup.
13.   Beritahu dokter jika tindakan
tidak berhasil atau terjadi
keluhan.

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
Resiko / NOC: NIC :
kekurangan Setelah dilakukan tindakan Monitoring :
volume cairan keperawatan …x24 jam, 1.       Observasi status mental
B/d: kelebihan volume cairan dapat 2.       Monitor output urine dan catat

28
□   kehilangan cairan berkurang atau teratasi. adanya perubahan jumlah, warna
aktif (muntah, Kriteria hasil : dan konsentrasi urine.
diare) No. Kriteria Score 3.        Monitor turgor kulit, membrane

1. Temperature : mukosa dan perasaan haus klien.


□   kegagalan 4.       Monitor adanya tanda dehidrasi.
(36,5 – 37,5 °c)
mekanisme regulasi 5.       Ukur tanda-tanda vital dan CVP.
2. Perubahan status
mental (-) 6.       Ukur CRT, kondisi dan suhu
  kulit.
3. Nadi dalam batas
normal : 60 – 7.        Timbang berat badan sesuai
100 x/menit indikasi.
4. RR : 12-20 x/ 8.       Kaji status mental
menit
5. Tekanan darah : Mandiri :
(100 – 140/ 60- 1.        Memasang dan mempertahankan
90 mmHg) akses vena perifer (infus)
6. Turgor kulit 2.        Berikan perawatan kulit pada
7. Produksi urine bbagian penonjolan tulang.
0,5 – 1 ml/Kg Pendidikan kesehatan
BB/jam 1.       Ajurkan klien untuk
8. Konsistensi meningkatkan intake cairan.
urine normal 2.       Anjurkaan klien untuk
(kuning jerni, meningkatkan intake nutrisi untuk
tidak ada meningkatkan kadar albumin
endapan) dalam darah.
9. CRT < 2 s
10. Mukosa Kolaborasi :
membrane dan 1.        Beri terapi cairan sesuai instruksi

kulit kering dokter.


(-) 2.        Beri transfuse darah sesuai hasil
kolaborasi dengan medis.
11. Hematokrit 35%
3.       Berikan terapi farmakologi untuk
- 50%
meningkatkan jumlah urine
12. Penurunaan
output.
berat badan
4.       Kolaborasi pemeriksaan kadar
secara signifikan
elektrolit, BUN, creatinin dan
(-)
kadar albumin.
13. Rasa haus
berlebihan (-)
14. Kelemahan (-)

Keterangan :
     1.       Tidak pernah menunjukan
     2.       Jarang menunjukan
     3.       Kadang – kadang
menunjukan
     4.       Sering menunjukan
     5.       Selalu menunjukan.

29
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI
KEPERAWATAN HASIL
Ansietas NOC: NIC :
B/d: Setelah dilakukan intervensi Monitoring :
  □   Faktor keturunan keperawatan selama .... x 24 Jam,1.         Gunakan pendekatan yang
kecemasan teratasi. menenangkan
  □   Krisis situasional Kriteria hasil : 2.         Nyatakan dengan jelas
  □   Stress No. Kriteria Score harapan terhadap pelaku
  □   Perubahan status 1 Klien mampu pasien
kesehatan mengidentifikasi 3.          Jelaskan semua prosedur
  □   Ancaman kematian dan dan apa yang dirasakan
mengungkapkan selama prosedur
  □   Perubahan konsep gejala cemas 4.         Temani pasien untuk
diri 2 Mengidentifikasi, memberikan keamanan dan
  □   Kurang mengungkapkan mengurangi takut
pengetahuan dan menunjukkan 5.          Berikan informasi faktual
  □   Hospitalisasi tehnik untuk mengenai diagnosis,
mengontol cemas tindakan prognosis
3 Vital sign dalam 6.         Libatkan keluarga untuk
batas normal mendampingi klien
4 Postur tubuh, 7.          Instruksikan pada pasien
ekspresi wajah, untuk menggunakan tehnik
bahasa tubuh dan relaksasi
tingkat aktivitas 8.         Dengarkan dengan penuh
menunjukkan perhatian
berkurangnya 9.         Identifikasi tingkat
kecemasan kecemasan
10.     Bantu pasien mengenal
Keterangan : situasi yang menimbulkan
     1.       Tidak pernah menunjukan kecemasan
     2.       Jarang menunjukan 11.     Dorong pasien untuk
     3.       Kadang – kadang menunjukan mengungkapkan perasaan,
     4.       Sering menunjukan ketakutan persepsi
     5.       Selalu menunjukan.

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
Resiko tinggi NOC: NIC :
Infeksi Setelah dilakukan tindakan Monitoring :
B/d: keperawatan selama .. x 24 jam,1.    Batasi pengunjung bila perlu

30
□ Prosedur Invasif pasien tidak mengalami 2.    Tingkatkan intake nutrisi
infeksi. 3.    Monitor tanda dan gejala infeksi
□ Kerusakan jaringan Kriteria hasil : sistemik dan local
dan No. Kriteria Score 4.    Pertahankan teknik isolasi k/p
□ peningkatan 1. Klien bebas dari 5.    Inspeksi kulit dan membran
paparan lingkungan tanda dan gejala mukosa terhadap kemerahan,
□ Malnutrisi infeksi panas, drainase
2. Menunjukkan 6.    Monitor adanya luka
□ Peningkatan
kemampuan 7.    Kaji suhu badan pada pasien
paparan lingkungan neutropenia setiap 4 jam
untuk mencegah
pathogen Mandiri :
timbulnya infeksi
□ Imunosupresi 3. Jumlah leukosit 8.     Pertahankan teknik aseptif
□ Tidak adekuat dalam batas 9.    Cuci tangan setiap sebelum dan
pertahanan normal sesudah tindakan keperawatan
sekunder 4. Menunjukkan 10. Gunakan baju, sarung tangan
(penurunan Hb, perilaku hidup sebagai alat pelindung
11. Ganti letak IV perifer dan
□ Leukopenia, sehat
dressing sesuai dengan petunjuk
penekanan respon
Keterangan : umum
inflamasi)
12. Gunakan kateter intermiten
□ Penyakit kronik      1.      Tidak pernah menunjukan
     2.      Jarang menunjukan untuk menurunkan infeksi
□ Pertahan primer      3.      Kadang – kadang menunjukan kandung kencing
tidak adekuat      4.      Sering menunjukan 13. Dorong masukan cairan
(kerusakan kulit,      5.      Selalu menunjukan. 14. Dorong istirahat
trauma jaringan,
gangguan Pendidikan Kesehatan
peristaltik) 1.     Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi

Kolaborasi :
1.     Berikan terapi antibiotik

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


KEPERAWATAN
Kurang NOC: NIC :
pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Pendidikan Kesehatan
B/d: keperawatan selama .. x 24 jam, 1.       Kaji status mental abnormal
□ Keterbatasan pasien tidak mengalami 2.       Berikan penilaian tentang
kognitif infeksi. tngkat pengetahuan pasien
Kriteria hasil : dan keluarga tentang proses
□ Interpretasi No Kriteria Score penyakit yang spesifik
informasi yang . 3.       Jelaskan patofisiologi dari
salah penyakit dan bagaimana hal
1. Pasien dan keluarga

31
□ Kurang keinginan memahami ini berhubungan dengan
untuk mencari mengenai penyakit, anatomi dan fisiologi, dengan
informasi kondisi, prognosis, cara yang tepat
dan program 4.       Gambarkan tanda dan gejala
□ Tidak mengetahui pengobatan yang biasa muncul pada
sumber-sumber penyakit, dengan cara yang
2. Pasien dan keluarga
informasi tepat
mampu
melaksanakan 5.       Sediakan informasi pada
prosedur yang pasien dan keluarga tentang
dijelaskan secara kondisi, proses perawatan,
benar cara merawat, prosedur
3. Pasien dan keluarga tindakan
dapat menjelaskan 6.       Sediakan informasi untuk
kembali apa yang klien dan keluarga mengenai
telah dijelaskan oleh kemajuan kondisi
perawat/paramedis
lainnya

Keterangan :
     6.      Tidak pernah menunjukan
     7.      Jarang menunjukan
     8.      Kadang – kadang menunjukan
     9.      Sering menunjukan
     10.  Selalu menunjukan.

DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA INTERVENSI


KEPERAWATAN HASIL
Kerusakan NOC: NIC :
Integritas Jaringan Setelah dilakukan tindakan Monitoring
B/d: keperawatan selama .. x 24 jam,         Monitor proses penyembuhan
□ Rusaknya Jaringan pasien tidak mengalami pada luka post op
infeksi.         Kaji luka post op akan adanya
Kriteria hasil : kemerahan, edema, atau tanda-
No Kriteria Score tanda dehidence dan evisceration
.         Monitor adanya tanda-tanda
1. Integritas kulit infeksi
2. Erithema
3. Indurasi Mandiri
4. Jaringan scar         Catat karakteristik drainage
5. Drainage         Lakukan rawat luka sesuai
jadwal dan dengan menggunakan
Keterangan : teknik steril
     1.      Tidak pernah menunjukan         Gunakan balutan primer dan

32
     2.      Jarang menunjukan sekunder yang sesuai
     3.      Kadang – kadang         Ganti dressing sesuai jadwal
menunjukan         Bersihkan luka dari are bersih ke
     4.      Sering menunjukan kotor
     5.      Selalu menunjukan.         Angkat jahitan, closure strip, dan
staples sesuai indikasi

Pendidikan Kesehatan
        Edukasi klien dan keluarga untuk
memperhatikan kebersihan,
mobilisasi dan nutrisi
        Anjurkan klien untuk
mengkonsumsi makanan tinggi
protein

Kolaborasi
        Kolaborasi pemberian antibiotik

BAB III

PENUTUP

33
A. Kesimpulan
Dari materi makalah ini disimpulkan bahwa :
1. Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan psikologi wanita
kembali normal
2. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai pasien
melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya
3. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi sampai pasien
melanjutkan rutinitas normal dan gaya hidupnya
4. Pedoman perawatan pasca operatif harus sesuai dengan elemen elemen seperti, tanda tanda
vital,perawatan lukan, penanganan nyeri, posisi tempat tidur, selang drainase, penggantian
cairan, diet
5. Hal-hal dalam Perawatan Post operasi :
a. Membersihkan dan Membalut luka
b. Mengangkat jahitan
c. Melepas staples
d. Melepas klip michel
e. Melepas klip kifa
f. Melepas drain luka
6. Kebutuhan Nutrisi Setelah diperlukan setelah tindakan Operasi.
7. Proses penyembuhan luka melalui empat tahap, yaitu :
a. Tahapan respons inflamasi akut terhadap cedera.
b. Tahap dekstruktif.
c. Tahap poliferatif.
d. Tahap poliferatif.
8. Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
a. Vaskularisasi
b. Anemia
c. Usia, kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan atau
kematangan usia seseorang.
d. Penyakit lain,
e. Nutrisi,

34
f. Kegemukan, obat-obatan, merokok, dan stress, memengaruhi proses penyembuhan luka.

B. Saran
Pada pasien post operasi sebaiknya pemberian nutrisi sesegera setelah operasi lebih
diutamakan karena telah dibuktikan memiliki banyak keuntungan untuk mempercepat proses
penyembuhan.
BAGI MAHASISWA
Untuk pembelajaran perawatan Post operasi diperlukan beberapa indikasi dalam perawatan
Post Operasi demi keselamatan opasien

DAFTAR PUSTAKA

35
https://bidannilna.wordpress.com/2014/10/24/perawatan-post-operasi-dan-faktor-yang-
mempengaruhi-penyembuhan-luka-operasi/

https://asuhankebidanan29.blogspot.com/2017/10/makalah-perawatan-pasca-operasi.html

https://poltek-kesjambi.blogspot.com/2017/06/sop-standar-prosedur-operasional.html

https://askep77.blogspot.com/2018/08/makalah-askep-apendisitis-pre-operasi.html

36

Anda mungkin juga menyukai