Anda di halaman 1dari 14

Makalah Eras For Ortopedy

” Post-Operasi Bedah Ortopedi”.

Disusun Oleh :
Nama :Romadhona siti nur rofiah
Nim : 2001033
Prodi : DIII KEPERAWATAN TINGKAT II

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
PURWODADI
2022/2023
Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah. SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya serta memberikan perlindungandan kesehatan sehingga
penulis dapat menyusun makalah dengan judul ” Post-Operasi Bedah Ortopedi”.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa selama penyusunan makalah ini penulis
banyak menemui kesulitan dikarenakan keterbatasan referensi dan keterbatasan
penulis sendiri.
Dengan adanya kendala dan keterbatasan yang dimiliki penulis maka penulis
berusaha semaksimal mungkin untuk menyusun makalah dengan sebaik-baiknya.
Sebagai manusia penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang akan
datang. Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya, Amin.

Purwodadi,22-02-2022

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawatan pada pasien perioperatif merupakan suatu tantangan dan bidang khusus
yang memberikan kebahagiaan pada pasien. Sejak pertengahan tahun 1970-an para
peneliti menyumbangkan penelitiannya dan telah membuat kemajuan besar dalam
intervensi bedah dan perawatan post operatif. Prosedur bedah dan prosedur invasif
lainnya merupakan salah satu hal yang harus dipertimbangkan dalam kondisi
sekarang ini. Dulu pasien tidak menghabiska waktu yang lama setelah pembedahan.
Kemajuan dalam bidang anastesi teknik bedah membuat klien sembuh secara cepat
dari pembedahan dan kembali kerumah untuk menjalani hidup yang produktif.
Perubahan besar pada dekade yang lalu telah timbul pusat pembedahan rawt jalan
dan pembedahan ambulatory. Perkembangan yang merubah fokus perawatan bedah
bervariasi, tetapi sesuai sama dalam beberapa hal analisis yaitu, lebih dari 60%
semua peraawatan bedah sekarang tersedia pada pusat ambulatori. Pengetahuan akan
proses perawatan, kemampuan tehik dan tanggung jawab untuk semua fase
perioperatif klien merupakan komponen yang esensial dalam pelayanan keperawatan
pada pasien yang mengalami pembedahan.
Fase perioperatif dimuali ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan
berakhir pada pemindahan klien ketempat operasi. Aktifitas keperawatan mulai dari
pengkajian dasar klien slama wawancara preoperatif diklinik, antar dokter atau
melalui telepon dan berlanjut sampai dengan pengkajian di unit sebelum masuk
ruang bedah, ruang klien, atau di ruang pembedahan.

B. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui definisi dari ortopedi.


2. Mengetahui tahap keperawatan dari bedah post operasi ortopedi.
3. Mengetahui komplikasi dari post operasi ortopedi.
4. Mengetahui asuhan keperawatan pada post operasi ortopedi.

C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan ortopedi?
2. Apa saja tahap keperawatan dari post operasi ortopedi?
3. Apa komplikasi dari post operasi ortopedi?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada post operasi ortopedi?

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Orthopedik adalah cabang ilmu bedah yang berhubungan dengan


pemeliharaan dan pemulihan fungsi sistem rangka, persendiannya, dan
stuktur yang berkaitan. Berhubungan dengan koreksi deformitas sistem
muskuloskeletal; berhubungan dengan orthopedik.

Bedah orthopedi adalah suatu tindakan bedah untuk memullihkan kondisi


disfungsi muskuloskeletal seperti, fraktur yang tidak stabil, deformitas,
dislokasi sendi, jaringan nekrosis dan terinfeksi, sindrom kompartemen,
serta sistem muskuloskeletal.

Tahap pasca-operasi dimulai dari memindahkan pasien dari ruangan bedah


ke unit pasca-operasi dan berakhir saat pasien pulang. Pada tahap ini
perawat berusaha untuk memulihkan fungsi pasien seoptimal dan secepat
mungkin. Pasca-operasi adalah masa setelah dilakukan pembedahan yang
dimulai saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan dan berakhir sampai
evaluasi selanjutnya.

Pada perawatan pasca-operasi diperlukan dukungan untuk pasien,


menghilangkan rasa sakit, antisipasi dan mengatasi segera komplikasi,
memelihara komunikasi yang baik dengan tim, rencana perawatan
disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Sebelum pasien dipindahkan ke
ruangan(bangsal) setelah dilakukan operasi terutama yang menggunakan
general aenesthesia, maka kita perlu melakukan penilaian terlebih dahulu
untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau
masih perlu di observasi di ruang pemulihan (recovery room).

B. Tahapan Keperawatan Pasca operasi

Perawatan pasca-operasi meliputi beberapa tahapan, diantaranya


Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
1) Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari
sumber daya manusia sampai dengan peralatannya.

2) Sumber daya manusia (ketenagaan)


Bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang
boleh melakukan proses transfer pasien adalah orang yang biasa menangani
keadaan kegawat-daruratan yang mungkin terjadi selama transportasi.

3) Equipment (peralatan)
Peralatan yang dipersipkan untuk keadaan darurat, misal: tabung oksigen
sampai selimut tambahan untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan
dengan lengkap dan dalam kondisi siap pakai.

4) Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan
sebagainya. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan posisi pasien harus
benar-benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan pasien.

5) Passage (jalur lintasan)


Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat.
Ekstra waspada terhadap kejadian lift yang macet dan sebagainya.

C. Perawatan di ruang rawat (bangsal)


Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus perawat
lakukan, yaitu :

1. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage,


tube/selang, dan komplikasi.
2. Manajemen luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami
perdarahan abnormal.
3. Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM (range of motion),
nafas dalam dan juga batuk efektif yang penting untuk mengaktifkan
kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.

4. Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien
kembali. Rehabilitasi dapat berupa berbagai macam latihan spesifik yang
diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti sedia kala.
5. Discharge planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien
dan keluarganya tentang hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan
sehubungan dengan kondisi/penyakitnya pasca-operasi.

D. Komplikasi yang muncul pada pasien pasca-operasi

a. Pernapasan

Komplikasi pernapasan yang mungkin timbul termasuk hipoksemia yang


tidak terdeteksi, atelektasis, bronkhitis, bronkhopneumonia, pneumonia
lobaris, kongesti pulmonal hipostatik, plurisi, dan superinfeksi. Gagal
pernapasan merupakan fenomena pasca-operasi, biasanya karena kombinasi
kejadian.
Kelemahan otot setelah pemulihan dari relaksan yang tidak adekuat, depresi
sentral dengan opioid dan zat anestesi, hambatan batuk dan ventilasi
alveolus yang tak adekuat sekunder terhadap nyeri luka bergabung untuk
menimbulkan gagal pernapasan restriktif dengan retensi CO2
sertakemudian narkosis CO2, terutama jika PO2 dipertahankan dengan
pemberian oksigen.

b. Kardiovaskuler

Komplikasi kardiovaskuler yang dapat terjadi antara lain hipotensi,


hipertensi, aritmia jantung, dan payah jantung. Hipotensi didefinisikan
sebagai tekanan darah systole kurang dari 70 mmHg atau turun lebih dari
25% dari nilai sebelumnya. Hipotensi dapat disebabkan oleh hipovolemia
yang diakibatkan 5 oleh perdarahan, overdosis obat anestetika, penyakit
kardiovaskuler seperti infark miokard, aritmia, hipertensi, dan reaksi
hipersensivitas obat induksi, obat pelumpuh otot, dan reaksi transfusi.
Hipertensi dapat meningkat pada periode induksi dan pemulihan anestesia.
Komplikasi hipertensi disebabkan oleh analgesik dan hipnosis yang tidak
adekuat, batuk, penyakit hipertensi yang tidak diterapi, dan ventilasi yang
tidak adekuat.
c. Perdarahan

Penatalaksanaan perdarahan seperti halnya pada pasien syok. Pasien


diberikan posisi terlentang dengan posisi tungkai kaki membentuk sudut 20
derajat dari tempat tidur sementara lutut harus di jaga tetap lurus. Penyebab
perdarahan harus dikaji dan diatasi. Luka bedah harus selalu diinspeksi
terhadap perdarahan.Jika perdarahan terjadi, kassa st eril dan balutan
yang kuat dipasangkan dan tempat perdarahan ditinggikan pada posisi
ketinggian jantung. Pergantian cairan koloid disesuaikan dengan kondisi
pasien. Manifestasi klinis meliputi gelisah, gundah, terus bergerak, merasa
haus, kulit dingin-basah-pucat, nadi meningkat, suhu turun, pernafasan cepat
dan dalam, bibir dan konjungtiva pucat dan pasien melemah.
Penatalaksanaan pasien dibaringkan seperti pada posisi pasien syok, sedatif
atau analgetik diberikan sesuai indikasi, inspeksi luka bedah, balut kuat jika
terjadi perdarahan pada luka operasi dan transfuse darah atau produk darah
lainnya.

d. Hipertermia maligna

Hipertermi malignan sering kali terjadi pada pasien yang dioperasi. Angka
mortalitasnya sangat tinggi lebih dari 50%, sehingga diperlukan
penatalaksanaan yang adekuat. Hipertermi malignan terjadi akibat gangguan
otot yang disebabkan oleh agen anastetik. Selama anastesi, agen anastesi
inhalasi (halotan,6 enfluran) dan relaksan otot (suksinilkolin) dapat memicu
terjadinya hipertermi malignan.

E. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan pasca-operasi
Pengkajian adalah usaha untukmengumpulkan data-data sesuai
dengan respon klien baik dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang,wawacara, observasi dan dokumentasi secara bio-psiko-
sosiospiritual (Doenges, 2000). Pada saat melakukan pengkajian di
ruang pulih, agar lebih sistematis dan lebih mudah dapat dilakukan
monitoring B6 yaitu :
a. Breath (nafas): sistem respirasi Pasien yang belum sadar dilakukan
evaluasi seperti pola nafas, tanda-tanda obstruksi, pernafasan cuping
hidung, frekuensi nafas, pergerakan rongga dada:apakah simetris atau
tidak, suara nafas tambahan: apakah tidak ada obstruksi total, udara
nafas yang keluar dari hidung, sianosis pada ekstremitas, auskultasi:
adanya wheezing atau ronki, saat pasien sadar: tanyakan adakah
keluhan pernafasan, jika tidak ada keluhan: cukup diberikan O2, jika
terdapat tanda-tandaobstruksi: diberikan terapi sesuai kondisi
(aminofilin,kortikosteroid, tindakan triple manuver airway).
b. Blood (darah): sistem kardiovaskuler Pada sistem kardiovaskuler
dinilai tekanan darah, nadi, perfusi perifer, status hidrasi (hipotermi ±
syok) dan kadar Hb.
c. Brain (otak): sistem SSP Pada sistem saraf pusat dinilai kesadaran
pasien dengan GCS (Glasgow Coma Scale) dan perhatikan gejala
kenaikan TIK 4.
d. Bladder (kandung kemih): sistem urogenitalis Pada sistem
urogenitalis diperiksa kualitas, kuantitas, warna, kepekatan urine,
untuk menilai: apakah pasien masih dehidrasi, apakah ada kerusakan
ginjal saat operasi, gagal ginjal akut (GGA).
e. Bowel (usus): sistem gastrointestinalis 8 Pada sistem
gastrointestinal diperiksa: adanya dilatasi lambung, tanda-tanda cairan
bebas, distensi abdomen, perdarahan lambung pascaoperasi, obstruksi
atau hipoperistaltik, gangguan organ lain, misalnya: hepar, lien,
pancreas, dilatasi usus halus. Pada pasien operasi mayor sering
mengalami kembung yang mengganggu pernafasan, karena pasien
bernafas dengan diafragma.
f. Bone (tulang): sistem musculo skeletal Pada sistemmusculoskletal
dinilai adanya tanda-tanda sianosis, warna kuku, perdarahan post-
operasi, gangguan neurologis: gerakan ekstremitas.
Data pengkajian pasien pasca-operasi menurut American Society of
Post Anesthesia Nurses (ASPAN) dalam Baradero et al, (2008):
jalan nafas, pernafasan, sirkulasi, kardiovaskular (kecepatan dan irama
EKG, tekanan darah, suhu, dan keadaan kulit) pernafasan (kecepatan,
irama, bunyi nafas (auskultasi paru), oksimetri nadi, jalan nafas, dan
sistem pemberian oksigen), neurologis (respon terhadap stimulus, bisa
mengikuti perintah dan gerakan ekstermitas), ginjal (asupan dan
haluaran, jalur intravena dan infuse, irigasi dan drain dan kateter).
2. Diagnosis keperawatan Diagnosis
keperawatan yang dapat ditemukan pada klien pascaoperasi ortopedi
adalah sebagai berikut :
a. Nyeri berhubungan dengan prosedur pembedahan, pembengkakan
dan imobilisasi.
b. Resiko perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
pembengkakan, alat yang mengikat dan gangguan peredaran darah.
c. Perubahan pemeliharaan kesehatan berhubungan dengan kehilangan
kemandirian.
d. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri,
pembengkakan, prosedur pembedahan, adanya alat imobilisasi (misal
bidai, traksi, gips).
e. Perubahan konsep diri: citra diri, harga diri dan peran diri
berhubungan dengan dampak masalah muskuloskeletal.
3. Rencana keperawatan Rencana
asuhan keperawatan pada klien postoperatif ortopedi disusun seperti
berikut ini meliputi diagnosis keperawatan, tindakan dan kriteria
evaluasi
a. Diagnosis Keperawatan : Nyeri berhubungan dengan prosedur
pembedahan, pembengkakan dan imobilisasi.

Kriteria Evaluasi :
Klien melaporkan nyeri berkurang/hilang :
a) Menggunakan berbagai pendekatan untuk mengurangi nyeri.
b) Kadang menggunakan obat per oral untuk mengontrol
keidaknyamanan.
c) Meninggikan ekstremitas untuk mengontrol pembengkakan dan
ketidaknyamanan.
d) Bergerak dengan lebih nyaman.

Tindakan :

a) Lakukan pengkajian nyeri (meliputi skala, intensitas dan jenis


nyeri).
b) Kaji adanya edema, hematoma, dan spasme otot.
c) Tinggikan ekstremitas yang sakit.
d) Berikan kompres dingin (es).
e) Ajarkan klien teknik relaksasi (seperti distraksi).
f) Laporkan kepada tim medis, bila nyeri tidak terkontrol.
g) Berikan obat-obatan analgetik sesuai order

b. Diagnosis Keperawatan : Resiko perubahan perfusi jaringan


perifer berhubungan dengan pembengkakan, alat yang mengikat
dan gangguan peredaran darah.

Kriteria Evaluasi :
Klien memperlihatkan perfusi jaringan yang adekuat : 10
a) Warna kulit normal.
b) Kulit hangat.
c) Respon pengisian kapiler normal (< 3 detik).
d) Memperlihatkan pengurangan pembengkakan.

Tindakan :
a) Kaji status neurovaskuler (misal warna kulit, suhu, denyut nadi).
b) Tinggikan ekstremitas yang sakit.
c) Balutan yang ketat harus dilonggarkan.
d) Anjurkan klien untuk melakukan pengesetan otot dan latihan
pergelangan kaki untuk memperbaiki peredaran darah.
e) Laporkan kepada tim medis jika peredaran darah mengalami
gangguan.

4. Evaluasi pasca-operasi
Untuk mengevaluasi berhasilnya intervensi keperawatan, perlu
dibandingkan antara perilaku pasien dan hasil yang diharapkan
(Baraderoet al,2008). Intervensi keperawatan dikatakan berhasil
apabila pasien dapat:
a) Mempertahankan jalan nafas yang paten, dan auskultasi paru
yang tidak menunjukkan rales;
b) Bisa batuk secara efektif;
c) Mempertahankan frekuensi nadi dan tekanan darah pada tahap
pra-operasi;
d) Orientasi yang baik terhadap waktu, orang, tempat dan bisa
menggerakkan semua ekstermitas;
e) Memiliki haluaran urin lebih dari 30 ml/jam dan tidak ada
edema
f) Mengungkapkan bahwa nyeri dapat ditoleransi, ekspansi
wajah relaks, dan tidak ada nyeri;
g) Suhu tubuh dalam batas normal;
h) Memiliki kulit utuh, tanpa lecet, kemerahan;
i) Tidak ada mual-muntah, dapat minum sedikit-sedikit tanpa
muntah;
j) Menunjukkan tanda penyembuhan luka tanpa infeksi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Tujuan perawatan pasca operasi adalah pemulihan kesehatan fisiologi dan
psikologi kembali normal
2. Periode postoperatif meliputi waktu dari akhir prosedur pada ruang operasi
sampai pasien melanjutkanrutinitas normaldan daya hidupnya
3. Pedoman perawat pasca operatif harus sesuai dengan elemenelemen seperti
tanda-tanda vital perawatan luka, penanganan nyeri,posisi tempat tidur, pengantian
cairan, diet
B. Saran
Pada pasien post operasi sebaiknya pemberian nutrisi segera setelah operasi lebih
diutamakan karena telah dibuktikan memiliki banyak keuntungan untuk
mempercepat proses penyembuhan.
DAFTAR PUSTAKA

NANDA. (2010). Panduan Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasi fikasi.


Jakarta: Prima Medika

Doenges, et al. (2000).Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC.


Jakarta.

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.Volume I


(terjemahan). PT EGC. Jakarta.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah.Volume I.


(terjemahan).Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran.
Bandung.

Guyton, Arthur C, Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit, EGC Penerbit buku
kedokteran, Jakarta, 1987.

McCloskey, Joanne C,. Bulecheck, Glor ia M. 1996.Nursing Intervention


Classsification (NIC). Mosby, St. Louise

Anda mungkin juga menyukai