Anda di halaman 1dari 11

JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 10 NO 2 – JULI 2018 – Halaman 105-115

TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP


(STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)

Nova Novita*
Puspita
STIE Indonesia Banking School, Jalan Kemang Raya no 35, Jakarta Selatan
Nova.novita@ibs.ac.id

ARTICLE INFO ABSTRACT


Article history: This study aims to see the level of SAK ETAP implementation in oil palm
Received March 24, 2018 plantation cooperatives in West Sumatra and Jambi. The oil palm plantation
Revised May 10, 2018 cooperative was chosen, because the existence of this cooperative contributed greatly
Accepted June 2, 2018 to the national palm oil exports, more than 20 million Indonesians rely on this
sector, but very few studies have made palm oil cooperatives the object of research.
Key words: The results show that the level of SAK ETAP implementation in oil palm plantation
SAK ETAP, Small and Medium Enter- cooperatives is generally very good, in other words has implemented a large part of
prises, Palm Oil, Smallholder, Coopera- SAK ETAP. The results also show that all respondents agree about the
tion. implementation and benefits received by the cooperative with the application of SAK
ETAP. The average difference test results indicate that there is no difference in th e
application of ETAP SAK to the manager and supervisor of oil palm plantation
cooperatives in West Sumatera and Jambi. The result of difference test of average
perception shows the difference of perception to SAK ETAP on the manager and
supervisor of oil palm plantation cooperative in West Sumatera and Jambi.

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat implementasi SAK ETAP di koperasi
perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat dan Jambi. Koperasi perkebunan kelapa
sawit dipilih, karena keberadaan koperasi ini berkontribusi besar terhadap ekspor
kelapa sawit nasional, lebih dari 20 juta orang Indonesia bergantung pada sektor
ini, tetapi sangat sedikit penelitian yang menjadikan koperasi kelapa sawit sebagai
objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan SAK
ETAP di koperasi perkebunan kelapa sawit umumnya sangat baik, dengan kata lain
telah menerapkan sebagian besar SAK ETAP. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa semua responden setuju tentang implementasi dan manfaat yang diterima
oleh koperasi dengan penerapan SAK ETAP. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan dalam penerapan ETAP SAK kepada manajer dan
pengawas koperasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat dan Jambi. Hasil uji
beda persepsi rata-rata menunjukkan perbedaan persepsi terhadap SAK ETAP pada
manajer dan pengawas koperasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat dan
Jambi.

PENDAHULUAN 10.010.728 ton. Perkebunan besar negara memiliki


Indonesia adalah salah satu negara penghasil luas 727.767 hektar dengan jumlah produksi
minyak sawit mentah terbesar di dunia. Produksi 2.144.651 ton. Perkebunan swasta memiliki luas
minyak sawit mentah ini dilakukan oleh tiga pilar 5.381.166 hektar dengan jumlah produksi sebesar
perkebunan kelapa sawit yakni perkebunan rakyat, 15.626.625 ton. Jika disajikan dalam persentase, luas
perkebunan besar milik negara dan perkebunan perkebunan sawit yang diusahakan oleh rakyat
besar milik swasta. Berdasarkan data Statistik memiliki persentase luas 41,6% dari luas total, se-
Perkebunan Indonesia (2013) data luas total semen- dangkan persentase produksi mencakup 36% dari
tara perkebunan kelapa sawit Indonesia adalah total produksi nasional. Berdasarkan data tersebut,
10.465.020 hektar dengan jumlah produksi total dapat diketahui bahwa perkebunan sawit rakyat
mencapai 27.782.004 ton. Bila dibagi berdasar pen- memiliki potensi peranan yang signifikan dalam
gusahaannya, perkebunan rakyat memiliki luas menjalankan perkebunan kelapa sawit berkelanju-
4.356.087 hektar dengan jumlah produksi tan.

105
TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP (STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)
OLEH : NOVITA dan PUSPITA

Data sebaran areal perkebunan sawit per pro- KK dengan luas arela rebun 413,44 hektar. KUD
pinsi menunjukkan bahwa areal perkebunan sawit Akso Dano memiliki anggota 2000 KK, dengan luas
terluas berada di pulau Sumatera (63,8%) dengan kebun mencapai 6126 hektar. Kegiatan koperasi
persentasi produksi 69,2% disusul Kalimantan perkebunan sawit bervariasi, mulai dari pemesan-
(31,6%) dengan produksi 27,6%. Rincian mengenai an dan pendistribusian pupuk ke areal kebun,
luas areal dan produksi perkebunan Sumatera pengangkutan tandan buah segar ke pabrik, ad-
disajikan dalam Tabel 1. dibawah ini. Berdasarkan ministrasi produksi, penjualan dan distribusi hasil
tabel 1. dapat diketahui bahwa tiga besar rasio penjualan kepada anggotanya hingga usaha sim-
produksi per hektar dimiliki oleh Sumut (3,39), pan pinjam. Melalui koperasi ini, setiap anggota
Riau (3.03) dan Sumbar (2,81). Sumatera Barat menerima laporan dan hasil penjualan buah setiap
menunjukkan data yang menarik, meski dengan bulannya, layaknya karyawan yang menerima gaji
luas areal hanya 5% dari total luas sumatera namun setiap bulan. Beberapa plasma ini saat ini telah
mampu memiliki rasio produksi per hektar memulai periode peremajaan tanaman (replanting).
terbesar ke tiga untuk Sumatera. Undang-undang 17 tahun 2012 tentang
perkoperasian, mendefinisikan koperasi sebagai
Tabel 1. Data Luas Areal dan Produksi Sawit “badan hukum yang didirikan oleh orang
Sumatera Tahun 2013 perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan
pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai
Propinsi Luas (Ha) %Lu Produksi %Pro Rasio
as (ton) duk Produk
modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi
si
(ton)
si per aspirasi dari kebutuhan bersama di bidang
Ha ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai
Aceh 396,644 0.06 817,525 0.04 2.06
dan prinsip akuntansi”. Untuk mengukur
Sumut 1,340,348 0.20 4,549,202 0.24 3.39
Sumbar 364,208 0.05 1,022,332 0.05 2.81 kesuksesan operasional usaha, koperasi harus
Riau 2,193,721 0.33 6,646,997 0.35 3.03 menyampaikannya dalam sebuah laporan keu-
Kep. Riau 19.036 0.00 36,774 0.00 1.93 angan. Laporan keuangan tersebut akan menjadi
Jambi 657,929 0.10 1,749,617 0.09 2.66 dasar pengambilan keputusan bagi pihak-pihak
Sumsel 1,060,573 0.16 2,690,620 0.14 2.54
yang berkepentingan dengan koperasi, baik dari
Kep. 201,091 0.03 508,125 0.03 2.53
Bangka internal (pengurus dan anggota) maupun eksternal
Beli- (pemerintah dan Bank). Bila koperasi tidak mem-
tung buat laporan keuangan sesuai dengan standar
Bengkulu 290,633 0.04 787,050 0.04 2.71 pelaporannya, maka tingkat keyakinan akan
Lampung 158,045 0.02 424,054 0.02 2.68
Total 6,682,228 19,232,296
laporan keuangan yang dibuat koperasi tersebut
akan rendah. Akibatnya bila koperasi ingin
Sumber: Data Diolah dari Statistik Perkebunan menambah modal dari pihak eksternal akan
Indonesia (2013) terkendala persoalan akuntabilitas laporan keu-
angan, yang pada akhirnya dapat menahan laju
Proyek PIR-BUN OPHIR (Inti-Plasma) di kabu- perkembangan usaha koperasi.
paten Pasaman Barat sejak dibangun awal 1980-an Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada 17 Juli
hingga tahun 2016 telah berumur 35 tahun. Proyek 2009 telah meluncurkan Standar Akuntansi Keu-
ini awalnya meliputi 8000 hektar lahan perke- angan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK
bunan, dimana 4.800 hektar dikelola oleh rakyat ETAP), sebagai pedoman pelaporan keuangan bagi
(Plasma) dan 3,200 hektar dikelola oleh PT. Perke- usaha kecil dan menengah dan koperasi. Saat ini
bunan Nusantara VI (Inti). Perusahaan inti men- Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mengesahkan
jalankan fasilitas pengolahan buah sawit, se- Exposure Draft Standar Akuntansi Keuangan Entitas
dangkan petani (Plasma) menjadi supplier bagi pe- Mikro, Kecil dan Menengah. Langkah ini merupa-
rusahaan Inti. Para petani Plasma ini kemudian kan upaya mewujudkan UMKM Indoensia yang
dibagi menjadi 5 plasma (plasma 1, 2, 3, 4, dan 5). maju, mandiri dan modern. Pemerintah bahkan
Setiap plasma rata-rata terdiri dari 400 kepala mendorong penerapan SAK ETAP bagi koperasi
keluarga, setiap kepala keluarga masing-masing melalui Peraturan Menteri Negara Koperasi dan
memiliki 2 hektar kebun. Untuk memudahkan UMKM Republik Indonesia Nomor:
pengelolaan kebun, setiap plasma memiliki 04/Per/M.KUKM/VII/2012 tentang Pedoman
Koperasi Perkebunan Sawit (KPS). Sedangkan di Umum Akuntansi Koperasi SAK ETAP mulai ber-
Jambi, KUD Dano Bangko memiliki anggota 202 laku efektif per 1 Januari 2011. Penerapan SAK

106
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 10 NO 2 – JULI 2018 – Halaman 105-115

ETAP di Usaha Kecil dan Menengah Indonesia statement) bagi pengguna eksternal. SAK ETAP
telah dievaluasi oleh sejumlah peneliti seperti bertujuan untuk menciptakan fleksibilitas dalam
Dewi, Herawati dan Purnamawati (2016), Asma- penerapannya dan diharapkan memberi kemu-
harani, Atmadja dan Sinarwati (201), Warno (2014), dahan akses ETAP kepada pendanaan dari per-
Rudiantoro dan Siregar (2012). Hasil penelitian bankan. SAK ETAP merupakan SAK yang berdiri
menunjukkan bahwa penerapan SAK ETAP, sejak sendiri dan tidak mengacu pada SAK Umum, se-
diformalkan tahun 2011 hingga kini masih belum bagian besar menggunakan konsep biaya historis;
menyeluruh. Dengan demikian dapat dinyatakan mengatur transaksi yang dilakukan oleh ETAP;
bahwa permasalahan penelitian ini adalah tingkat bentuk pengaturan yang lebih sederhana dalam hal
implementasi SAK ETAP yang masih beragam pa- perlakuan akuntansi dan relatif tidak berubah
da laporan keuangan koperasi. selama beberapa tahun.
Riset mengenai implementasi SAK ETAP teru- SAK ETAP terdiri dari 30 bab yang terdiri dari:
tama pada koperasi perkebunan sawit, sepanjang
pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Tabel 2. SAK ETAP
Sebagian besar riset terkait implementasi SAK Bab 1 Ruang Lingkup
Bab 2 Konsep dan Prinsip Pervasif
Bab 16 Aset Tidak Berwujud
Bab 17 Sewa
ETAP, tidak mengkhususkan pada sektor UMKM Bab 3 Penyajian Laporan Keuangan Bab 18 Kewajiban Diestimasi dan
Bab 4 Neraca Kontinjensi
tertentu. Berdasarkan data nasional luas kebun Bab 5 Laporan Laba Rugi Bab 19 Ekuitas
petani sawit swadaya mencapai 41,6% dengan Bab 6 Laporan Perubahan Ekuitas dan
Laporan
Bab 20 Pendapatan
Bab 21 Biaya Pinjaman
produksi mencakup 36% dari produksi sawit na- Laba Rugi dan Saldo Laba Bab 22 Penurunan Nilai Aset
Bab 7 Laporan Arus Kas Bab 23 Imbalan Kerja
sional. Lebih dari 20 juta kepala keluarga menggan- Bab 8 Catatan Bab 24 Pajak Penghasilan
tungkan hidupnya pada hasil sawit. Diperlukan atas Laporan
Keuangan
Bab 25 Mata Uang Pelaporan
Bab 26 Transaksi dalam Mata Uang
dukungan teknis pengelolaan kebun, penguatan Bab 9 Kebijakan Akuntansi, Estimasi, Asing
dan Kesalahan Bab 27 Peristiwa setelah
kelembagaan dan pengembangan usaha koperasi Bab 10 Investasi pada Efek Tertentu Akhir Periode Pelaporan
mereka. Salah satu bentuk dukungan dari bidang Bab 11 Persediaan
Bab 12 Investasi pada Entitas Asosiasi
Bab 28 Pengungkapan Pihak -
pihak yang Mempunyai Hub-
ilmu akuntansi adalah membantu penerapan me- dan Entitas Anak ungan Istimewa
Bab 13 Investasi pada Joint Venture Bab 29 Ketentu-
nyeluruh dari SAK ETAP khususnya pada koperasi Bab 14 Properti Investasi an Transisi
perkebunan sawit. Tujuan penelitian ini adalah Bab 15 Aset Tetap Bab 30 Tanggal Efektif

untuk melihat sejauh mana penerapan dan persepsi


pengurus koperasi terhadap SAK ETAP di koperasi Dalam pembuatan laporan keuangan koperasi
perkebunan sawit di Pasaman Barat Provinsi Su- Dewan Standar Akuntansi Keuangan IAI telah
matera Barat dan Muaro serta Batang Hari Provinsi menerbitkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas
Jambi. Penelitian ini juga diharapkan dapat men- Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP). SAK
jadi bukti implementasi dari SAK ETAP, sehingga ETAP memiliki bentuk pengaturan yang lebih se-
dapat menjadi masukan bagi penyusun standar. derhana dalam hal pengakuan, pengukuran, pen-
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil yajian, dan pengungkapan transaksi dibandingkan
dan Menengah. Implementasi SAK ETAP yang PSAK Umum. Sejumlah penelitian telah mencoba
digunakan dalam penelitian ini merujuk pada prin- menginvestigasi tingkat penerapan SAK ETAP.
sip-prinsip pengakuan dan pencatatan yang ada di Dewi dkk., (2016) mengevaluasi tingkat imple-
SAK ETAP yang telah dirangkum oleh Narsa dan mentasi SAK ETAP pada Koperasi di Kecamatan
Isnalita (2014). Penelitian ini dilakukan pada 5 Buleleng, dan meninjau persepsi pelaku Koperasi
Koperasi Perkebunan Sawit (KPS) di Kabupaten di Kecamatan Buleleng terhadap implementasi
Pasaman Barat, Sumatera Barat dan 4 Koperasi SAK ETAP. Penelitian Dewi dkk., (2016)
Perkebunan Sawit (KPS) di Kabupaten Batang hari menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif
dan Muaro, Jambi. dan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan
data dalam penelitian Dewi dkk., (2016)
KAJIAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN menggunakan metode survei, menggunakan
HIPOTESIS penyebaran kuesioner (angket) tertutup kepada
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas responden yang menjadi sampel penelitian dan
Publik (SAK ETAP) melakukan wawancara terhadap beberapa re-
SAK ETAP dimaksudkan untuk digunakan oleh sponden tersebut. Sebanyak 174 kuesioner telah
Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP), yaitu disebarkan yakni 87 kuesioner tingkat implementa-
entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik si dan 87 kuesioner persepsi untuk pelaku koperasi.
signifikan; dan menerbitkan laporan keuangan Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat im-
untuk tujuan umum (general purpose financial plementasi SAK ETAP pada koperasi di Kecamatan

107
TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP (STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)
OLEH : NOVITA dan PUSPITA

Buleleng memperoleh skor interval „kurang dit- stakeholder yang berkepentingan dengan laporan
erapkan‟, dari masing-masing indikator diketahui keuangan.
bahwa sebagian besar koperasi cukup menerapkan Kumar (2014) meneliti mengenai kesiapan usaha
SAK ETAP namun hanya pada prinsip-prinsip ter- kecil dan menengah di Uni Emirat Arab dalam
tentu saja. Sedangkan mengenai persepsi pelaku mengadopsi IFRS for SMEs. Usaha Kecil dan
koperasi terhadap SAK ETAP masuk pada ketegori Menengah merupakan tulang punggung
„setuju‟ yang berarti pelaku koperasi memiliki per- perekonomian UEA. UAE baru-baru ini diklasifi-
sepsi yang baik terhadap penerapan SAK ETAP kasikan dalam pasar berkembang dengan jumlah
meskipun terdapat perbedaan persepsi dari hasil UKM sekitar 85% - 95%. Dengan kondisi tersebut,
wawancara lebih lanjut. bank dan investor menjadi sangat selektif dalam
Asmaharani, Susilawati dan Halim (2015) mene- memberi pinjaman. Studi dilakukan untuk
liti mengenai kesesuaian perlakuan akuntansi mengeksplorasi kesiapan UKM di UEA untuk
pengakuan pendapatan dan beban pada Koperasi mengadopsi IFRS bagi UKM. Hasil penelitian
Tombo Ati Muamalah Jatim dengan SAK ETAP menunjukkan bahwa 60% dari UKM di UEA
dan mengetahui hasil implikasi penerapan SAK cenderung untuk mengikuti IFRS untuk UKM di
ETAP pada laporan keuangan tahun buku 2012- tiga tahun ke depan.
2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyaj- Narsa dan Isnalita (2014) meneliti tingkat pen-
ian pencatatan pendapatan dan beban pada erapan, persepsi pengurus dan akuntansi pendidik
Koperasi Tombo Ati Muamalah Jatim belum sesuai terhadap SAK ETAP pada koperasi di Jawa Timur.
dengan SAK ETAP. Praktek yang ada menunjuk- Penelitian ini menggunakan metode survei. Data
kan bahwa pendapatan jasa yang diterima oleh hasil survei diolah dengan menggunakan statistik
Koperasi Tombo Ati Muamalah Jatim belum deskriptif dam uji beda. Dari 150 kuesioner yang
dipisahkan antara pendapatan dari anggota dan didistribusikan, diperoleh hasil sebagai berikut:
non anggota yang nantinya akan mempengaruhi tingkat penerapan SAK ETAP pada koperasi sam-
hasil partisipasi bruto terhadap laba atau sisa hasil pel berada dalam kategori 'Less Implemented', per-
usaha yang diberikan kepada anggota. sepsi pengurus koperasi dan akuntan pendidik
Warno (2014) meneliti mengenai kepatuhan terhadap SAK ETAP tergolong kedalam “Agree”.
koperasi di Semarang terhadap SAK ETAP. Hasil Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat
penelitian menunjukkan bahwa koperasi di Kota perbedaan persepsi antara pengurus koperasi
Semarang (50 koperasi) hanya sebagian kecil yang dengan akuntan pendidik.
sudah menerapkan SAK ETAP, sedangkan sebagi- Rudiantoro dan Siregar (2012) menguji
an besar telah mencoba menerapkan SAK ETAP pengaruh dari kualitas laporan keuangan UMKM
tetapi belum keseluruhan ketentuan. Hasil terhadap tingkat kredit yang diterima UMKM ter-
penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada sebut, serta prospek dari implementasi SAK Entitas
koperasi yang belum menerapkan SAK ETAP sama Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) di tahun
sekali. 2011 terhadap peningkatan kualitas laporan keu-
Andriani, dkk., (2014) melakukan analisis ter- angan UMKM. Data penelitian ini diperoleh dari
hadap pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP kuesioner dengan responden pengusaha UMKM
pada salah satu Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan
(UMKM) di Buleleng, yaitu Peggy Salon. Mekipun beberapa wilayah lain di pulau Jawa. Responden
Peggy Salon telah lama didirikan, memiliki organ- yang menjadi sampel dalam penelitian ini ber-
isasi serta aktivitas bisnis yang memadai namun jumlah 50 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan
belum dapat menerapkan SAK ETAP dengen baik. bahwa ternyata kualitas laporan keuangan UMKM
Hasil penelitian menujukkan bahwa: 1) Sistem pen- tidak berpengaruh terhadap jumlah kredit yang
catatan keuangan yang dilakukan secara manual diterima UMKM, hal ini dikarenakan masih ren-
dan masih sangat sederhana, alasan membuat pen- dahnya kualitas laporan keuangan UMKM sehing-
catatan keuangan adalah untuk mempermudah ga perbankan masih meragukan relevansi dan
pemilik dalam memberikan bonus kepada karya- keandalan kualitas laporan keuangannya. Prospek
wannya, 2) Faktor yang menyebabkan gagalnya implementasi SAK ETAP terhadap peningkatan
SAK ETAP pada Peggy Salon karena adanya faktor kualitas laporan keuangan sampai sejauh ini masih
internal berupa kurangnya pemahaman, kedisipli- menghadapi kendala akibat masih rendahnya
nan dan sumber daya manusia, sedangkan faktor pemahaman para pengusaha UMKM atas SAK
eksternalnya karena kurangnya pengawasan dari ETAP tersebut.

108
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 10 NO 2 – JULI 2018 – Halaman 105-115

Tyas dan Fachriyah (2012) melakukan evaluasi tersebut dikarenakan hanya sekitar 17,87% re-
penerapan standar akuntansi keuangan dalam sponden mengetahui tentang ifrs for smes. Namun
pelaporan aset biologis. Penelitian ini adalah demikian 94,41% responden mendukung adanya
penelitian studi kasus tunggal yang diadakan pada pengadopsian standar tersebut dan 88,19% re-
sebuah koperasi perkebunan “M” di kabupaten sponden memiliki keinginan untuk menerapkann-
Kubu Raya, Kalimantan Barat. Proses evaluasi dil- ya. Penelitian bunea, sacarin dan mihaela (2012)
akukan berdasarkan kesesuaian aktivitas menunjukkan hasil bahwa 52,6% responden, dari
pengakuan, pengukuran, dan pelaporan khusus total 190 akuntan romanian, setuju untuk diada-
pada aset biologis yang dimiliki Koperasi “M”. kannya sistem pelaporan keuangan yang lebih dis-
Data penelitian didapatkan melalui wawancara ederhanakan lagi bagi ukm. Namun hanya 4,2%
dengan beberapa narasumber dari Koperasi “M” responden setuju bahwa ifrs for smes cocok
dan observasi ke lokasi penelitian untuk melihat digunakan bagi ukm. Terakhir, hasil penelitian
kegiatan operasional terkait pengolahan aset biolo- milik otchere dan agbeibor (2012) menunjukkan
gis Koperasi “M”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bisnis kecil di ghana tidak terlalu memiliki
bahwa pelaporan aset biologis yang dilakukan oleh kebutuhan atas ifrs for smes. Hal itu disebabkan
Koperasi “M” belum sepenuhnya sesuai dengan karena mereka jarang atau tidak memiliki struktur
SAK ETAP. Unsur yang sesuai dengan SAK ETAP dan aktivitas internasional sehingga tidak diminta
adalah pengakuan akun Tanaman Belum untuk menyiapkan laporan keuangan yang dapat
Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan diperbandingkan secara internasional. Kemudian
(TM) serta penggunaan metode biaya historis se- ditemukan pula bahwa beberapa karakteristik pe-
bagai dasar pengukuran aset tersebut. Unsur yang rusahaan seperti ukuran perusahaan, bentuk
tidak sesuai dengan SAK ETAP adalah tidak adan- hukum, dan jumlah pemilik memiliki hubungan
ya pengakuan penyusutan aset biologis yang ma- positif yang rendah terhadap kebutuhan bisnis
suk ke dalam kelompok aset tetap, tidak adanya kecil atas ifrs for smes.
pengukuran dan pengakuan mengenai beban ke-
rugian atas aset yang rusak atau produk yang METODE PENELITIAN
cacat, dan tidak terdapat akun Persediaan di dalam Riset ini merupakan penelitian deskriptif
Laporan Posisi Keuangannya. Hasil penelitian ini kuantitatif. Data primer dikumpulkan melalui
memberikan makna bahwa Koperasi “M” survei terhadap pengurus koperasi perkebunan
sebaiknya melakukan beberapa poin usulan sawit di provinsi Jambi dan Sumatera Barat.
pelaporan aset biologis seperti yang diajukan oleh Pengambilan sampel menggunakan teknik purpos-
peneliti agar penerapan SAK ETAP bisa dil- ive sampling, berdasarkan kesediaan pengurus
aksanakan dengan baik dan mampu menambah koperasi sebagai responden. Survei dilakukan
kualitas laporan keuangan Koperasi “M”. untuk melihat tingkat penerapan SAK ETAP dan
Rudiantoro dan Siregar (2011) meneliti faktor- persepsi pengurus koperasi terhadap SAK ETAP.
faktor yang mempengaruhi pemahaman UMKM Tingkat penerapan SAK ETAP pada penelitian ini
terhadap SAK ETAP di Jabodetabek. Hasil didefinisikan sebagai ukuran besarnya intensitas
penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden kesesuaian tata cara dan sistematika pelaporan
UMKM hanya 32% (16 responden) yang mengaku keuangan yang mengacu pada SAK ETAP.
pernah mengetahui atau mendengar SAK ETAP. Sedangkan yang dimaksud dengan variabel
Hanya 11 responden yang pernah memperoleh persepsi pada penelitian ini adalah suatu sikap,
pelatihan terkait SAK ETAP. Pada riset ini pandangan, dan penilaian terhadap isu penerapan
ditemukan bahwa jenjang pendidikan terakhir ber- SAK ETAP. Indikator yang akan digunakan untuk
pengaruh positif terhadap pemahaman SAK ETAP melakukan pengukuran terhadap variabel ini
pelaku UMKM. Lama usaha berpengaruh negative adalah berdasarkan treatment prinsip pengakuan,
terhadap pemahaman SAK ETAP. Sedangkan latar pengukuran, pengungkapan, dan penyajian sesuai
belakang pendidikan dan ukuran usaha tidak ber- dengan definisi dan ketentuan yang ada dalam
pengaruh terhadap pemahaman SAK ETAP. SAK ETAP. Sedangkan persepsi terhadap SAK
Atik (2010) meneliti tentang bagaimana persepsi ETAP dalam riset ini didefinisikan sebagai suatu
para pelaku ukm terhadap diadopsinya ifrs for sikap, pandangan, dan penilaian terhadap
smes di negara turki. Hasil penelitian menunjuk- penerapan SAK ETAP.
kan bahwa 74,7% responden menyiapkan Tingkat penerapan SAK ETAP diukur dengan
pelaporan keuangan berdasarkan aturan pajak dan menggunakan 5 skala, dari Sangat Tidak
hanya 1,81% menyiapkan berdasarkan ifrs. Hal Diterapkan (STD), Tidak Diterapkan (TD), Kurang

109
TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP (STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)
OLEH : NOVITA dan PUSPITA

Diterapkan (KD), Diterapkan (D) dan Sangat Perkebunan Sejahtera 4 orang


Sawit Maju 2. Koperasi Unit Desa
Diterapkan (SD). Persepsi pengurus koperasi (KPS Maju) Karya Mandiri 4 orang
terhadap SAK ETAP diukur dengan menggunakan 2. Koperasi 5 orang 3. Koperasi Unit Desa
Perkebunan Harapan Jaya 6 orang
5 skala, dari Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Sawit 4. Koperasi Unit Desa
Setuju (TS), Kurang Setuju (KS), Setuju (S) dan Makmur Akso Dano
(KPS 5 orang
Sangat Setuju (SS). Indikator tingkat penerapan dan
Makmur)
persepsi terhadap SAK ETAP yang digunakan 3. Koperasi
dalam riset ini, merujuk pada instrumen yang Perkebunan
Sawit Perin- 5 orang
disusun oleh Narsa dan Isnalita (2014) (lampiran 1). tis (KPS
Tingkat penerapan SAK ETAP di ukur melalui 31 Perintis)
4. Koperasi 3 orang
indikator, prinsip pengakuan diukur dengan Serba Usaha
menggunakan 4 indikator, prinsip pengukuran Niat Bersa-
ma
diukur dengan menggunakan 2 indikator, prinsip
5. Koperasi
pengungkapan terdiri dari 4 indikator sedangkan Serba Usaha
prinsip penyajian terdiri dari 9 indikator. Bina Tani
Sejahtera
Sedangkan Persepsi terhadap SAK ETAP diukur Total Responden 37 orang
dengan menggunakan 13 pernyataan.
Setelah hasil survei ditabulasi, selanjutnya Tabel 5. Deskripsi Koperasi
dilakukan perhitungan rentang deskriptif skor No. Koperasi Jumlah Luas
Anggota Kebun
persentase tingkat keterterapan dan persentase
1. Koperasi Perkebunan 1.100 KK 2.200 Ha
persepsi, yang dihitung dengan menggunakan Sawit Maju (KPS Maju)
rumus sebagai berikut (Khafid, 2010): 2. Koperasi Perkebunan 115 KK 230 Ha
% = Skor Nyata (jawaban) x 100% Sawit Makmur (KPS
Makmur)
Skor Ideal
3. Koperasi Perkebunan 510 KK 1.020 Ha
Sawit Perintis (KPS
Hasil perhitungan skor selanjutnya akan dikonversi Perintis)
kedalam tabel 3: 4. Koperasi Serba Usaha
Tabel 3. Kriteria Keterterapan dan Kriteria Per- Niat Bersama
5. Koperasi Serba Usaha 486 KK 972 Ha
sepsi
Bina Tani Sejahtera
Kriteria Keterterapan dan Interval Rata- 6. Koperasi Puding Se- 246 KK 1.000 Ha
Kriteria Persepsi Kriteria rata Skor jahtera
Variabel Keterterapan 7. Koperasi Unit Desa 540 KK 1.080 Ha
dan Variabel Persepsi Karya Mandiri
8. Koperasi Unit Desa
Harapan Jaya
Sangat Tidak Diterap- 0% - 20% 9. Koperasi Unit Desa 2.209 KK 4.418 Ha
kan/Sangat Tidak Setuju Akso Dano
Tidak Diterapkan/Tidak Set- >20% - 40%
uju Responden yang terlibat dalam survei ini adalah
Kurang Diterapkan/Kurang >40% - 60% pihak-pihak yang terkait dalam praktek pelaporan
Setuju keuangan koperasi, terdiri dari pengurus,
Diterapkan/Setuju >60% - 80% pengawas, kasir, manajer dan bagian keuangan.
Sangat Diterapkan/Sangat >80% - 100% Survei di Jambi dilaksanakan mulai dari 14
Setuju Agustus hingga 17 Agustus 2017. Sedangkan di
Sumber: Narsa dan Isnalita (2014) Sumatera Barat mulai dari 6-13 September 2017.
Sebaran demografi responden disajikan pada tabel
HASIL DAN PEMBAHASAN 6. dibawah ini:

Responden dan koperasi perkebunan sawit yang


berpartisipasi dalam penelitian ini adalah sebagai Tabel 6. Demografi Responden
berikut: Usia 24-30 tahun 4 orang (11%)
Tabel 4. Data Koperasi dan Jumlah Responden 31-39 tahun 5 orang (14%)
41-50 tahun 27 orang (70%)
Provinsi Sumatera Barat Provinsi Jambi
51-60 tahun 6 orang (16%)
Kab. Pasaman Barat Kabupaten
1. Koperasi 5 orang 1. Koperasi Puding 5 orang 61-70 1 orang (3%)
110
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 10 NO 2 – JULI 2018 – Halaman 105-115

Gender Laki-laki: 31 orang (84%) Berdasarkan persentase tersebut dapat disimpul-


Perempuan: 6 orang (16%) kan bahwa secara umum, koperasi telah berusaha
Tingkat Sarjana: 6 orang (16%) membuat laporan keuangan yang sesuai dengan
Diploma: 3 orang (8%) standar. Hal ini mungkin disebabkan karena seba-
Pendidikan
SMA/SMK: 29 orang (78%)
gian besar koperasi memiliki ketentuan yang tertu-
SMP: 2 orang (5%)
SD: 2 orang (5%)
ang dalam AD ART bahwa, laporan keuangan
yang disampaikan dalam RAT adalah laporan keu-
angan yang telah di audit oleh auditor independen.
Berdasarkan Tabel 6 di atas dapat disimpulkan
Berdasarkan hal tersebut, koperasi mendapat
bahwa mayoritas responden atau pengelola
tekanan untuk membuat sistem akuntansi dan
koperasi dalam penelitian ini berusia senior yaitu
pelaporan yang sesuai standar. Akibatnya tingkat
40-60 tahun dan mayoritas adalah laki-laki. Pengu-
penerapan SAK ETAP pada koperasi perkebunan
rus dan Pengawas pada koperasi sampel mayoritas
sawit ini secara umum tergolong memuaskan
berpendidikan SMA kecuali pada koperasi Perintis,
(70%). Namun demikian terdapat beberapa catatan
seluruh pengurus koperasi berpendidikan strata
yang ditemukan dalam penerapan SAK ETAP ini.
satu. Responden yang berusia muda umumnya
Catatan pertama terkait dengan aspek yang dit-
menempati posisi staf atau tidak duduk dalam
erapkan dengan baik. Indikator yang diungkapkan
struktur pengurus atau pengawas koperasi. Karena
dengan baik (diterapkan dan sangat diterapkan)
mayoritas tingkat pendidikan Pengurus dan
terdiri dari:kas dan setara kas, Piutang
Pengawas adalah tingkat SMA, maka rekrutmen
usaha/Piutang dagang dan piutang lainnya, Perse-
staff menggunakan pertimbangan latar belakang
diaan (persediaan barang dagang), Aset Tetap,
keilmuan bidang akuntansi (SMK) atau sarjana
Kewajiban Imbalan Pascakerja, Modal (simpanan
untuk menjunjang kerja Pengurus.
pokok, wajib dan sukarela), Pendapa-
Tabel 7. Tingkat Penerapan SAK ETAP Pada tan/Penjualan, Beban operasional, Beban non-
Koperasi Perkebunan Sawit operasional, Beban pajak, Laba bersih atau rugi
bersih, Distribusi ke pemilik ekuitas, Penerimaan
Tabel 7 menunjukkan tingkat penerapan SAK kas dari penjualan barang & jasa, Penerimaan kas
ETAP itu sendiri (terdiri dari 31 indikator) dit- dari aktivitas lain-lain, Pembayaran kas kepada
ambah dengan pelaksanaan aspek pengakuan pemasok barang & jasa, Pembayaran kas kepada
(terdiri dari 4 indikator), aspek pengukuran (2 in- anggota koperasi, Pembayaran kas untuk mem-
peroleh aset tetap dan Penerimaan kas dari pin-
jaman kepada pihak selain bank.
STD TD KD D SD Skor Skor In- Kategori
ter-
val
1 2 3 4 5 Nyata Ideal Catatan kedua, terkait aspek yang sangat tidak
Indikator Frek 359 33 19 129 592 1132 5660 0,70 DIterapkan
diterapkan meliputi: Investasi pada Properti, Aset
Ketertera-
pan tidak Berwujud, Utang Bank, Utang Usaha/Utang
Total 359 66 57 516 296 3958
Skor 0 dagang dan Utang Lainnya, Bagian laba atau rugi
Indikator Frek 0 2 2 21 123 148 740 0.95 Sangat
dari investasi yang menggunakan metode ekuitas,
Prinsip
Pengakua
Pengaruh perubahan kebijakan akuntansi & kore-
Total 0 2 4 84 615 705 Diterapkan
n
Skor ksi kesalahan yang diakui dalam periode, Pem-
Indikator Frek 0 7 0 15 52 74 370 0.90 Sangat
bayaran kas untuk memperoleh investasi pada
Prinsip
Penguku-
properti, Penerimaan kas dari pinjaman bank,
ran Total
Skor
0 14 0 60 260 334 Diterapkan
Pembayaran pinjaman bank dan Pembayaran pin-
Indikator Frek 0 0 3 13 132 148 740 0.97 Sangat
jaman kepada pihak lain selain bank. Transaksi-
Prinsip
Pengungk
transaksi tersebut tidak diterapkan karena mayori-
apan Total
Skor
0 0 9 52 660 721 Diterapkan
tas koperasi terikat pada kebijakan utang yang
ketat, bahwa anggota koperasi tidak mengijinkan
Indikator Frek 9 1 5 73 210 298 1490 0.92 Sangat
Prinsip
Penyajian
koperasi melakukan pinjaman pada bank maupun
Total
Skor
9 2 15 292 105
0
1368 Diterapkan
pihak lain. Sehingga rendahnya penerapan bukan
disebabkan karena koperasi mengabaikan transaksi
dikator), aspek pengungkapan (terdiri dari 4 indi- tersebut, namun karena memang transaksi tersebut
kator) dan aspek penyajian (terdiri dari 9 indi- tidak ada di sebagian besar koperasi. Mayoritas
kator). Dari tabel 7 tersebut dapat diketahui bahwa koperasi belum memiliki dana berlebih yang dapat
tingkat penerapan SAK ETAP di koperasi Perke- di investasikan, hanya satu koperasi (Koperasi Per-
bunan Sawit adalah 70% (kategori Diterapkan). intis) yang ditemukan memiliki investasi pada ke-

111
TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP (STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)
OLEH : NOVITA dan PUSPITA

bun. SMA dan tidak berlatar belakang akuntansi. Untuk


Penerapan prinsip pengakuan, pengukuran, mengatasi kelemahan dari pengetahuan pelaporan
pengungkapan dan penyajian menunjukkan kate- keuangan tersebut, pengurus mengangkat staf ad-
gori sangat diterapkan, seluruhnya berada di inter- ministrasi/keuangan yang berlatar belakang
val diatas 90%. Hal ini menunjukkan bahwa, pada akuntansi. Ditinjau dari sisi legalitas penerapan,
dasarnya koperasi sampel telah mencatat aset, responden juga setuju bahwa SAK ETAP merupa-
kewajiban, penghasilan dan beban sesuai dengan kan pedoman pelaporan yang baku dan tepat bagi
prinsip pengakuan dalam SAK ETAP. Demikian koperasi 78%. Terakhir, dari sisi pendapat, re-
juga halnya dengan aspek pengukuran transaksi sponden sepakat bahwa dengan adanya laporan
dan pengungkapannya, rata-rata responden men- keuangan yang mengacu pada SAK ETAP akan
jawab “sangat diterapkan”. Penerapan prinsip memberi manfaat lebih pada koperasi, baik dalam
penyajian juga sangat memuaskan, karena re- hal penilaian capaian kinerja organisasi maupun
sponden hanya memberikan jawaban “diterapkan kemudahan mengakses pinjaman dari bank.
dan “sangat diterapkan”. Hasil ini mungkin di-
pengaruhi oleh adanya tuntutan dari mekanisme Hasil uji beda rata-rata
Rapat Anggota Tahunan (RAT), yang mewajibkan Uji normalitas pada riset ini menggunakan Saphi-
pengurus untuk memaparkan capaian kinerja or- ro-Wilk. Hasil pengujian menunjukkan bahwa var-
ganisasi dalam satu tahun secara rutin. iabel Persepsi tidak terdistribusi normal (sig. 0,000)
Secara umum hasil penerapan SAK ETAP yang sedangkan variabel Penerapan terdistribusi normal
relatif memuaskan ini dipengaruhi oleh peran au- (sig. 0,083). Oleh karena itu, uji beda rata-rata anta-
ditor independen. Selain mengaudit, berdasarkan ra persepsi Provinsi Jambi dan Sumatera Barat
penjelasan para responden, auditor tersebut juga akan menggunakan Levene Test (statistik para-
menjelaskan dan mengarahkan bagaimana setiap metrik) sedangkan ji beda rata-rata antara penera-
elemen dalam laporan keuangan (aset, kewajiban, pan SAK ETAP Provinsi Jambi dan Sumatera Barat
modal, pendapatan dan beban) dicatat dan akan menggunakan Mann Witney Test (statistik
dilaporkan. nonparametrik).

Tabel 8. Persepsi Pengurus dan Pengelola Tabel 9. Hasil Pengujian


Koperasi Perkebunan Sawit Terhadap SAK Variabel Hasil Pengujian
ETAP Persepsi Terdapat perbedaan rata-rata
STS
TS KS S SS Skor
Nyata
Skor
Ideal
In-
ter
Kat
ego
(Mann Witney test)
1 2 3 4 5

Variabel Frek 38 53 20 15 195 458


val ri Penerapan Tidak terdapat perbedaan rata-
2290 0.78 Set-
Persepsi
Total
Skor
38 106 60
2
61
6
975 1795
uju
rata (t-test)
Indikator I: Frek 16 15 8 51 50 140 700 0.75 Set-
Pengetahuan
Total 16 30 24 20 250 524 uju
Skor 4
Indikator
Legalitas
II: Frek

Total
8

8
13

26
5

25
37

14
42

210
105

407
525 0.78 Set-
uju
Probability Levene‟s test > 0,05 (0.548), artinya
Indikator III:
Pendapat
Skor
Frek 14 25 7
8
64 103 213 1065 0.80 Set- tidak terdapat perbedaan varians pada Penerapan
uju
SAK ETAP di provinsi Sumbar dan Jambi, oleh
Total 14 50 21 25 515 856
Skor 6

karena itu uji beda rata-rata pada variabel ini


Tabel 8 menunjukkan persepsi pengurus mengasumsikan varian tidak homogen. Hasil uji
koperasi terhadap SAK ETAP. Indikator terkait beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbe-
persepsi di kelompokkan kedalam 3 indikator: In- daan tingkat penerapan SAK ETAP antara Provinsi
dikator I (menunjukkan pengetahuan), Indikator II Sumbar dan Jambi (sig, t-test 0, 061).
(legalitas) dan Indikator III (menunjukkan pen- Hasil uji Mann Witney menunjukkan bahwa ter-
dapat responden terhadap SAK ETAP). Secara dapat perbedaan persepsi terhadap SAK ETAP
keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa pada da- pada pengurus dan pengelola koperasi perkebunan
sarnya responden mendukung penerapan SAK di Jambi dan Sumbar (sig. Mann Witney U 0.003,
ETAP, hal ini terlihat dari interval indikator per- kecil dari 0,05). Rata-rata persepsi pengelola
sepsi yang menunjukkan nilai 78% (setuju). Jika koperasi di provinsi Sumbar lebih tinggi di band-
ditelisik lebih dalam, dari sisi pengetahuan terlihat ing koperasi di Jambi. Hasil ini mungkin di-
bahwa responden dalam penelitian ini cukup pengaruhi oleh tingkat kematangan dan pengala-
mengetahui tentang SAK ETAP, meski tingkat in- man koperasi perkebunan Sawit OPHIR Sumbar
terval terkait persepsi merupakan yang terendah yang lebih tinggi di banding Jambi, jumlah
(75%). Hal ini mungkin dipengaruhi oleh pendidi- koperasi yang tergabung dalam skema OPHIR ada-
kan mayoritas pengurus yang berlatar belakang
112
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 10 NO 2 – JULI 2018 – Halaman 105-115

lah 3 dari 5 koperasi yang menjadi sampel dari terhadap SAK ETAP pada pengelola dan pengawas
Kab, Pasaman Barat. Koperasi OPHIR adalah koperasi perkebunan sawit di Sumbar dan Jambi.
koperasi yang pada awal didirikan menggunakan Penelitian ini tidak memisahkan penerapan
skema kemitraan Inti-Plasma. Pada skema ini pe- SAK ETAP pada koperasi sawit pada skema
rusahaan perkebunan milik pemerintah berperan kemitraan Inti-Plasma generasi pertama (Koperasi
sebagai pihak Inti. Skema NES PIR ini merupakan yang program Ophir: Koperasi Perintis, Maju dan
skema pertama yang digunakan oleh pemerintah Makmur) dan generasi kedua (Perusahaan mitra
pada tahun 1988 sebagai salah satu upaya untuk adalah perusahaan swasta). Terdapat perbedaan
mengurangi tingkat kemiskinan. Sedangkan sistem kemitraan pada kedua jenis koperasi
koperasi lainnya menggunakan skema kemitraan tersebut, yang tidak hanya berdampak pada sistem
Inti-Plasma generasi kedua dengan perusahaan akuntansi dan pelaporan koperasi, tetapi juga pada
swasta sebagai Mitra Inti. Dalam operasionalnya, mekanisme manajerial koperasi dan partisipasi
koperasi yang berada dalam skema kemitraan gen- anggota. Penelitian berikutnya disarankan
erasi kedua, banyak diintervensi oleh perusahaan membandingkan efektititas dan efisiensi koperasi
Inti, misalnya dalam hal pengelolaan kebun dan sawit sistem kemitraan Inti-Plasma generasi
hasil panen. Hal ini sangat berbeda dengan pertama dan kedua ini terhadap kesejahteraan
koperasi skema kemitraan Inti-Plasma generasi anggota koperasi. Karena tujuan didirikan koperasi
pertama, yang saat ini independen dalam mengel- adalah untuk mensejahterakan anggota.
ola kebun, hasil panen maupun koperasi. Sedikitnya 2 dari koperasi sampel pada
Faktor lain yang menyebabkan mengapa persepsi penelitian ini berada pada fase penanaman kembali
terhadap SAK ETAP di provinsi Sumbar lebih ting- (replanting), sehingga aktivitas koperasi tidak
gi dibanding Jambi, adalah kebijakan internal cenderung tidak banyak, hal ini tentu berdampak
koperasi Pasaman Barat, yang seluruhnya me- pada pencatatan transaksi harian koperasi dan
wajibkan audit independen atas laporan keuangan laporan keuangan yang akan di hasilkan.
koperasi. Koperasi sawit di Jambi tidak me- Konsekuensinya, peneliti meminta responden pada
wajibkan audit independen atas laporan keuangan koperasi tersebut mengisi angket dengan mengacu
koperasi. Bagi koperasi yang bersentuhan dengan pada aktivitas normal. Kondisi ini menjadi temuan
audit independen, dalam prosesnya akan yang menarik, penelitian berikutnya diharapkan
mendapat transfer knowledge dalam hal pelaporan dapat mengkaji keberlanjutan koperasi yang
keuangan dari auditor yang mengaudit. memasuki fase replanting. Koperasi yang
memasuki fase replanting, dapat dikatakan berada
pada kondisi kritis, baik dari sisi kelembagaan
SIMPULAN
koperasi maupun dari sisi keanggotaan koperasi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat
Bagi anggota yang menggantungkan pendapatan
penerapan SAK ETAP di koperasi perkebunan
utama dari hasil penjualan buah sawit, pada saat
sawit di wilayah Sumatera Barat dan Jambi.
memasuki periode penanaman kembali praktis
Koperasi perkebunan sawit dipilih, karena
akan kehilangan pemasukan utama selama 3 tahun
keberadaan koperasi ini berkontribusi besar bagi
(tanaman sawit muda membutuhkan waktu sekitar
ekspor sawit nasional, lebih dari 20 juta rakyat
3 tahun untuk berbuah). Kondisi tersebut dapat
indonesia bergantung hidupnya pada sektor ini,
mendorong anggota untuk menjual kebun mereka
namun demikian sangat sedikit penelitian yang
akibat himpitan ekonomi, yang pada akhirnya
menjadikan koperasi perkebunan sawit sebagai
berdampak pada kelembagaan koperasi. Tidak
objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan
hanya itu, anggota koperasi juga membutuhkan
bahwa tingkat penerapan SAK ETAP di koperasi
modal yang tidak sedikit untuk penanaman
perkebunan sawit secara umum sangat baik,
kembali sawit mereka. Perbedaan aturan main dan
dengan kata lain telah menerapkan sebahagian
manajemen pada setiap kelompok petani yang
besar SAK ETAP. Hasil penelitian juga
bernaung di bawah koperasi menyebabkan tidak
menunjukkan bahwa seluruh responden setuju
semua petani siap dengan pendanaan peremajaan
mengenai penerapan dan manfaat yang diterima
kebun. Meski BPDPS (Badan Pengelola Dana
oleh koperasi dengan penerapan SAK ETAP. Hasil
Perkebunan Sawit) menyatakan akan membantu
uji beda rata-rata menunjukkan bahwa tidak
subsidi dana peremajaan kebun, hingga kini
terdapat perbedaan Penerapan SAK ETAP pada
kebijakan tersebut belum jelas pelaksanaannya
pengelola dan pengawas koperasi perkebunan
maupun pencairan dananya.
sawit di Sumbar dan Jambi. Hasil uji beda rata-rata
Koperasi perkebunan sawit yang diteliti hanya
Persepsi menunjukkan adanya perbedaan persepsi

113
TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP (STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)
OLEH : NOVITA dan PUSPITA

terbatas pada Sumbar dan Jambi, penelitian Kumar, V., (2014). Readiness of SMEs in UAE for
selanjutnya diharapkan mengambil sampel dari an accounting standard transition to
Provinsi Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan IFRS for SMEs: an empirical analysis, In-
dan Kalimantan. Sehingga penelitian ini belum ternational Journal of Strategic Business Al-
dapat dikatakan mewakili seluruh koperasi liances 1, Vol 3 No 4, page 282-296.
perkebunan sawit di Indonesia. Kemudahan Narsa, N. P. D. R. H. dan Isnalita, (2014), Ket-
pelaksanaan survei penelitian dapat bekerjasama erterapan SAK ETAP Pada Koperasi ser-
dengan APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa ta Persepsi Pelaku Koperasi dan
Sawit Indonesia) yang telah memiliki perwakilan Akuntan Pendidik, Artikel disajikan da-
hingga kabupaten dan BPDPS (Badan Pengelola lam Simposium Nasional Akuntansi,
Dana Perkebunan Sawit) demi mendorong Universitas Mataram, Lombok.
kemajuan dan kesejahteraan petani sawit swadaya Otchere, F. A., dan Agbeibor, J., (2012), The In-
ternational Financial Reporting Standard
REFERENCES for Small and Medium-sized Entities
Andriani, L., Atmadja, A. T., dan Sinarwati, N. (IFRS for SMES) Suitability for small
K., (2014), Analisis Penerapan Pencata- businesses in Ghana, Journal of Financial
tan Keuangan Berbasis SAK ETAP Pada Reporting and Accounting, Vol 10 No 2,
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) page 190-214.
(Sebuah Studi Interpretatif Pada Peggy Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UMKM
Salon), Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi Republik Indonesia Nomor:
Undiksha, Vol 2 No 1. 04/Per/M.KUKM/VII/2012 tentang Pe-
Asmaharani, N., Susilawati, R. A. E., dan Halim, doman Umum Akuntansi Koperasi SAK
A., (2015), Analisis SAK ETAP Tentang ETAP
Pengakuan PEndapatan dan Beban Pada Rudiantoro, R., dan Siregar, S. V., (2012), Kuali-
Koperasi Tombo Ati Muamalah Malang tas Laporan Keuangan Umkm Serta
Jawa Timur, Jurnal Riset Mahasiswa Prospek Implementasi SAK ETAP, Jurnal
Akuntansi, Vol 3 No 1. Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol 9
Atik, A., (2010), SME‟s Views on the Adoption No 1.
and Application of “IFRS for SMEs” in Statistik Perkebunan Indonesia (2013).
Turkey, European Research Studies Jour- www.bps.go.id
nal, Vol XIII No 4, page 19-32. Tyas, E. L. A. dan Fachriyah, N., (2012), Evaluasi
Bunea, S., Sacarin, M., dan Mihaela, M. I. N. U., Penerapan Standar Akuntansi Keuangan
(2012), Romanian Professional Account- dalam Pelaporan Aset Biologis (Studi
ants' perception on The Differential Fi- Kasus Pada Koperasi “M”), Jurnal Ilmiah
nancial Reporting for Small and Medi- Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya, Vol
um-Sized Enterprises, Accounting and 1 No 1.
Management Information Systems, Vol 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17
No 1. Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.
Dewi, K. N. T., Herawati, N. T., dan Pur- Warno. (2014), Kepatuhan Koperasi di Kota Se-
namawati, I. G. A., (2016), Implementasi marang Terhadap Standar Akuntansi
SAK ETAP dan Persepsi Pelaku pada Keuanganentitas Tanpa Akuntan Publik
Koperasi (Studi Empiris pada Koperasi (SAK ETAP) Tahun 2013, Jurnal
di Kecamatan Buleleng), Jurnal Ilmiah Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam,
Mahasiswa Akuntansi Undiksha, Vol 4 No Vol 5 No 1.
1.
Ikatan Akuntan Indonesia, (2009), Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK ETAP).
Khafid, M., (2010),Analisis PSAK No. 27 Tentang LAMPIRAN
Akuntansi Perkoperasian dan
Pengaruhnya terhadap Kesehatan Usaha
Pada KPRI, Jurnal Dinamika Akuntansi,
Vol 2 No 1.

114
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 10 NO 2 – JULI 2018 – Halaman 105-115

Tabel 10. Instrumen Penilaian Tingkat Penerapan


SAK ETAP
No. Penerapan Frekuensi Pencatatan pada Koperasi
STD TD KD D SD
1. Kas dan setara kas
2. Piutang usaha/Piutang dagang dan piutang
lainnya
3. Persediaan (persediaan barang dagang)
4. Investasi pada Properti
5. Aset Tetap (tanah;bangunan;peralatan;mesin)
6. Aset tidak Berwujud (goodwill;hak paten)
7. Utang Bank
8. Utang Usaha/Utang dagang dan Utang Lainnya
9. Kewajiban Imbalan Pascakerja
10. Aset dan Kewajiban Pajak
11. Kewajiban Diestimasi (hutang garansi,
penyisihan piutang ragu-ragu)
12. Ekuitas
13. Pendapatan/Penjualan
14. Beban operasional (beban penjualan;beban
administrasi dan umum;dll)
15. Beban non-operasional (beban penyusutan)
16. Bagian laba atau rugi dari investasi yang
menggunakan metode ekuitas
17. Beban pajak
18. Laba bersih atau rugi bersih untuk periode
19. Pengaruh perubahan kebijakan akuntansi &
koreksi kesalahan yang diakui dalam periode
20. Distribusi ke pemilik ekuitas (SHU)
21. Penerimaan kas dari penjualan barang & jasa
22. Penerimaan kas dari aktivitas lain-lain
23. Pembayaran kas kepada pemasok barang & jasa
24. Pembayaran kas kepada anggota koperasi
25. Penerimaan kas dari penjualan aset tetap
26. Pembayaran kas untuk memperoleh aset tetap
27. Pembayaran kas untuk memperoleh investasi
pada properti
28. Penerimaan kas dari pinjaman bank
29. Penerimaan kas dari pinjaman kepada pihak
selain bank (simpanan pokok, simpanan wajib,
hibah, dll)
30. Pembayaran pinjaman bank
31. Pembayaran pinjaman kepada pihak lain selain
bank
No. Prinsip Pengakuan Frekuensi Pencatatan pada Koperasi
STD TD KD D SD
32. Aset diakui jika besar kemungkinan bahwa
manfaat ekonomi yang terkait dengan pos
tersebut akan mengalir ke dalam entitas dan aset
tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat
diukur dengan handal.
33. Kewajiban diakui dalam neraca jika besar
kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya
yang mengandung manfaat ekonomi akan
dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban
sekarang dan jumlah yang harus diselesaikan
dapat diukur dengan andal.
34. Penghasilan diakui jika kenaikan manfaat
ekonomi di masa depan yang berkaitan dengan
peningkatan aset atau penurunan kewajiban
telah terjadi dan dapat diukur secara andal.
35. Beban diakui jika penurunan manfaat ekonomi
masa depan yang berkaitan dengan penurunan
aset atu peningkatan kewajiban telah terjadi dan
dapat diukur secara andal.

No. Prinsip Pengukuran Frekuensi Pencatatan pada Koperasi


STD TD KD D SD
36. Transaksi-transaksi diukur berdasarkan „Biaya
Historis/Harga Perolehan‟.
37. Transaksi-transaksi diukur berdasarkan „Nilai
Wajar‟.
No. Prinsip Pengungkapan Frekuensi Pencatatan pada Koperasi
STD TD KD D SD
38. Entitas memberikan informasi mengenai domisili
dan bentuk hukum Koperasi serta alamat kantor
yang terdaftar.
39. Entitas memberikan informasi mengenai
penjelasan sifat operasi dan aktivitas utama.
40. Entitas memberikan informasi tentang dasar
penyusunan laporan keuangan dan kebijakan
akuntansi tertentu yang digunakan.
41. Entitas memberikan informasi tambahan yang
tidak disajikan dalam laporan keuangan, tetapi
relevan untuk memahami laporan keuangan.
No. Prinsip Penyajian Frekuensi Pencatatan pada Koperasi
STD TD KD D SD
42. Entitas menyajikan Laporan Perubahan Posisi
Keuangan (Neraca).
43. Entitas menyajikan Laporan Laba Rugi (Laporan
Sisa Hasil Usaha)
44. Entitas menyajikan Laporan Perubahan Modal
45. Entitas menyajikan Laporan Arus Kas
46. Entitas menyajikan Catatan Atas Laporan
Keuangan
47. Entitas menyajikan aset lancar dan aset tidak
lancar, kewajiban jangka pendek dan kewajiban
jangka panjang, sebagai suatu klasifikasi yang
terpisah dalam neraca.
48. Entitas menyajikan klasifikasi pos-pos dalam
laporan keuangan secara konsisten antar periode.
49. Entitas menyajikan secara lengkap laporan
keuangan minimal satu tahun sekali.
50 Entitas menyajikan informasi komparatif
(perbandingan) periode pelaporan sebelumnya.

115

Anda mungkin juga menyukai