Nova Novita*
Puspita
STIE Indonesia Banking School, Jalan Kemang Raya no 35, Jakarta Selatan
Nova.novita@ibs.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat implementasi SAK ETAP di koperasi
perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat dan Jambi. Koperasi perkebunan kelapa
sawit dipilih, karena keberadaan koperasi ini berkontribusi besar terhadap ekspor
kelapa sawit nasional, lebih dari 20 juta orang Indonesia bergantung pada sektor
ini, tetapi sangat sedikit penelitian yang menjadikan koperasi kelapa sawit sebagai
objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan SAK
ETAP di koperasi perkebunan kelapa sawit umumnya sangat baik, dengan kata lain
telah menerapkan sebagian besar SAK ETAP. Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa semua responden setuju tentang implementasi dan manfaat yang diterima
oleh koperasi dengan penerapan SAK ETAP. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan dalam penerapan ETAP SAK kepada manajer dan
pengawas koperasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat dan Jambi. Hasil uji
beda persepsi rata-rata menunjukkan perbedaan persepsi terhadap SAK ETAP pada
manajer dan pengawas koperasi perkebunan kelapa sawit di Sumatera Barat dan
Jambi.
105
TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP (STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)
OLEH : NOVITA dan PUSPITA
Data sebaran areal perkebunan sawit per pro- KK dengan luas arela rebun 413,44 hektar. KUD
pinsi menunjukkan bahwa areal perkebunan sawit Akso Dano memiliki anggota 2000 KK, dengan luas
terluas berada di pulau Sumatera (63,8%) dengan kebun mencapai 6126 hektar. Kegiatan koperasi
persentasi produksi 69,2% disusul Kalimantan perkebunan sawit bervariasi, mulai dari pemesan-
(31,6%) dengan produksi 27,6%. Rincian mengenai an dan pendistribusian pupuk ke areal kebun,
luas areal dan produksi perkebunan Sumatera pengangkutan tandan buah segar ke pabrik, ad-
disajikan dalam Tabel 1. dibawah ini. Berdasarkan ministrasi produksi, penjualan dan distribusi hasil
tabel 1. dapat diketahui bahwa tiga besar rasio penjualan kepada anggotanya hingga usaha sim-
produksi per hektar dimiliki oleh Sumut (3,39), pan pinjam. Melalui koperasi ini, setiap anggota
Riau (3.03) dan Sumbar (2,81). Sumatera Barat menerima laporan dan hasil penjualan buah setiap
menunjukkan data yang menarik, meski dengan bulannya, layaknya karyawan yang menerima gaji
luas areal hanya 5% dari total luas sumatera namun setiap bulan. Beberapa plasma ini saat ini telah
mampu memiliki rasio produksi per hektar memulai periode peremajaan tanaman (replanting).
terbesar ke tiga untuk Sumatera. Undang-undang 17 tahun 2012 tentang
perkoperasian, mendefinisikan koperasi sebagai
Tabel 1. Data Luas Areal dan Produksi Sawit “badan hukum yang didirikan oleh orang
Sumatera Tahun 2013 perseorangan atau badan hukum koperasi, dengan
pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai
Propinsi Luas (Ha) %Lu Produksi %Pro Rasio
as (ton) duk Produk
modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi
si
(ton)
si per aspirasi dari kebutuhan bersama di bidang
Ha ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai
Aceh 396,644 0.06 817,525 0.04 2.06
dan prinsip akuntansi”. Untuk mengukur
Sumut 1,340,348 0.20 4,549,202 0.24 3.39
Sumbar 364,208 0.05 1,022,332 0.05 2.81 kesuksesan operasional usaha, koperasi harus
Riau 2,193,721 0.33 6,646,997 0.35 3.03 menyampaikannya dalam sebuah laporan keu-
Kep. Riau 19.036 0.00 36,774 0.00 1.93 angan. Laporan keuangan tersebut akan menjadi
Jambi 657,929 0.10 1,749,617 0.09 2.66 dasar pengambilan keputusan bagi pihak-pihak
Sumsel 1,060,573 0.16 2,690,620 0.14 2.54
yang berkepentingan dengan koperasi, baik dari
Kep. 201,091 0.03 508,125 0.03 2.53
Bangka internal (pengurus dan anggota) maupun eksternal
Beli- (pemerintah dan Bank). Bila koperasi tidak mem-
tung buat laporan keuangan sesuai dengan standar
Bengkulu 290,633 0.04 787,050 0.04 2.71 pelaporannya, maka tingkat keyakinan akan
Lampung 158,045 0.02 424,054 0.02 2.68
Total 6,682,228 19,232,296
laporan keuangan yang dibuat koperasi tersebut
akan rendah. Akibatnya bila koperasi ingin
Sumber: Data Diolah dari Statistik Perkebunan menambah modal dari pihak eksternal akan
Indonesia (2013) terkendala persoalan akuntabilitas laporan keu-
angan, yang pada akhirnya dapat menahan laju
Proyek PIR-BUN OPHIR (Inti-Plasma) di kabu- perkembangan usaha koperasi.
paten Pasaman Barat sejak dibangun awal 1980-an Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada 17 Juli
hingga tahun 2016 telah berumur 35 tahun. Proyek 2009 telah meluncurkan Standar Akuntansi Keu-
ini awalnya meliputi 8000 hektar lahan perke- angan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK
bunan, dimana 4.800 hektar dikelola oleh rakyat ETAP), sebagai pedoman pelaporan keuangan bagi
(Plasma) dan 3,200 hektar dikelola oleh PT. Perke- usaha kecil dan menengah dan koperasi. Saat ini
bunan Nusantara VI (Inti). Perusahaan inti men- Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah mengesahkan
jalankan fasilitas pengolahan buah sawit, se- Exposure Draft Standar Akuntansi Keuangan Entitas
dangkan petani (Plasma) menjadi supplier bagi pe- Mikro, Kecil dan Menengah. Langkah ini merupa-
rusahaan Inti. Para petani Plasma ini kemudian kan upaya mewujudkan UMKM Indoensia yang
dibagi menjadi 5 plasma (plasma 1, 2, 3, 4, dan 5). maju, mandiri dan modern. Pemerintah bahkan
Setiap plasma rata-rata terdiri dari 400 kepala mendorong penerapan SAK ETAP bagi koperasi
keluarga, setiap kepala keluarga masing-masing melalui Peraturan Menteri Negara Koperasi dan
memiliki 2 hektar kebun. Untuk memudahkan UMKM Republik Indonesia Nomor:
pengelolaan kebun, setiap plasma memiliki 04/Per/M.KUKM/VII/2012 tentang Pedoman
Koperasi Perkebunan Sawit (KPS). Sedangkan di Umum Akuntansi Koperasi SAK ETAP mulai ber-
Jambi, KUD Dano Bangko memiliki anggota 202 laku efektif per 1 Januari 2011. Penerapan SAK
106
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 10 NO 2 – JULI 2018 – Halaman 105-115
ETAP di Usaha Kecil dan Menengah Indonesia statement) bagi pengguna eksternal. SAK ETAP
telah dievaluasi oleh sejumlah peneliti seperti bertujuan untuk menciptakan fleksibilitas dalam
Dewi, Herawati dan Purnamawati (2016), Asma- penerapannya dan diharapkan memberi kemu-
harani, Atmadja dan Sinarwati (201), Warno (2014), dahan akses ETAP kepada pendanaan dari per-
Rudiantoro dan Siregar (2012). Hasil penelitian bankan. SAK ETAP merupakan SAK yang berdiri
menunjukkan bahwa penerapan SAK ETAP, sejak sendiri dan tidak mengacu pada SAK Umum, se-
diformalkan tahun 2011 hingga kini masih belum bagian besar menggunakan konsep biaya historis;
menyeluruh. Dengan demikian dapat dinyatakan mengatur transaksi yang dilakukan oleh ETAP;
bahwa permasalahan penelitian ini adalah tingkat bentuk pengaturan yang lebih sederhana dalam hal
implementasi SAK ETAP yang masih beragam pa- perlakuan akuntansi dan relatif tidak berubah
da laporan keuangan koperasi. selama beberapa tahun.
Riset mengenai implementasi SAK ETAP teru- SAK ETAP terdiri dari 30 bab yang terdiri dari:
tama pada koperasi perkebunan sawit, sepanjang
pengetahuan penulis belum pernah dilakukan. Tabel 2. SAK ETAP
Sebagian besar riset terkait implementasi SAK Bab 1 Ruang Lingkup
Bab 2 Konsep dan Prinsip Pervasif
Bab 16 Aset Tidak Berwujud
Bab 17 Sewa
ETAP, tidak mengkhususkan pada sektor UMKM Bab 3 Penyajian Laporan Keuangan Bab 18 Kewajiban Diestimasi dan
Bab 4 Neraca Kontinjensi
tertentu. Berdasarkan data nasional luas kebun Bab 5 Laporan Laba Rugi Bab 19 Ekuitas
petani sawit swadaya mencapai 41,6% dengan Bab 6 Laporan Perubahan Ekuitas dan
Laporan
Bab 20 Pendapatan
Bab 21 Biaya Pinjaman
produksi mencakup 36% dari produksi sawit na- Laba Rugi dan Saldo Laba Bab 22 Penurunan Nilai Aset
Bab 7 Laporan Arus Kas Bab 23 Imbalan Kerja
sional. Lebih dari 20 juta kepala keluarga menggan- Bab 8 Catatan Bab 24 Pajak Penghasilan
tungkan hidupnya pada hasil sawit. Diperlukan atas Laporan
Keuangan
Bab 25 Mata Uang Pelaporan
Bab 26 Transaksi dalam Mata Uang
dukungan teknis pengelolaan kebun, penguatan Bab 9 Kebijakan Akuntansi, Estimasi, Asing
dan Kesalahan Bab 27 Peristiwa setelah
kelembagaan dan pengembangan usaha koperasi Bab 10 Investasi pada Efek Tertentu Akhir Periode Pelaporan
mereka. Salah satu bentuk dukungan dari bidang Bab 11 Persediaan
Bab 12 Investasi pada Entitas Asosiasi
Bab 28 Pengungkapan Pihak -
pihak yang Mempunyai Hub-
ilmu akuntansi adalah membantu penerapan me- dan Entitas Anak ungan Istimewa
Bab 13 Investasi pada Joint Venture Bab 29 Ketentu-
nyeluruh dari SAK ETAP khususnya pada koperasi Bab 14 Properti Investasi an Transisi
perkebunan sawit. Tujuan penelitian ini adalah Bab 15 Aset Tetap Bab 30 Tanggal Efektif
107
TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP (STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)
OLEH : NOVITA dan PUSPITA
Buleleng memperoleh skor interval „kurang dit- stakeholder yang berkepentingan dengan laporan
erapkan‟, dari masing-masing indikator diketahui keuangan.
bahwa sebagian besar koperasi cukup menerapkan Kumar (2014) meneliti mengenai kesiapan usaha
SAK ETAP namun hanya pada prinsip-prinsip ter- kecil dan menengah di Uni Emirat Arab dalam
tentu saja. Sedangkan mengenai persepsi pelaku mengadopsi IFRS for SMEs. Usaha Kecil dan
koperasi terhadap SAK ETAP masuk pada ketegori Menengah merupakan tulang punggung
„setuju‟ yang berarti pelaku koperasi memiliki per- perekonomian UEA. UAE baru-baru ini diklasifi-
sepsi yang baik terhadap penerapan SAK ETAP kasikan dalam pasar berkembang dengan jumlah
meskipun terdapat perbedaan persepsi dari hasil UKM sekitar 85% - 95%. Dengan kondisi tersebut,
wawancara lebih lanjut. bank dan investor menjadi sangat selektif dalam
Asmaharani, Susilawati dan Halim (2015) mene- memberi pinjaman. Studi dilakukan untuk
liti mengenai kesesuaian perlakuan akuntansi mengeksplorasi kesiapan UKM di UEA untuk
pengakuan pendapatan dan beban pada Koperasi mengadopsi IFRS bagi UKM. Hasil penelitian
Tombo Ati Muamalah Jatim dengan SAK ETAP menunjukkan bahwa 60% dari UKM di UEA
dan mengetahui hasil implikasi penerapan SAK cenderung untuk mengikuti IFRS untuk UKM di
ETAP pada laporan keuangan tahun buku 2012- tiga tahun ke depan.
2013. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyaj- Narsa dan Isnalita (2014) meneliti tingkat pen-
ian pencatatan pendapatan dan beban pada erapan, persepsi pengurus dan akuntansi pendidik
Koperasi Tombo Ati Muamalah Jatim belum sesuai terhadap SAK ETAP pada koperasi di Jawa Timur.
dengan SAK ETAP. Praktek yang ada menunjuk- Penelitian ini menggunakan metode survei. Data
kan bahwa pendapatan jasa yang diterima oleh hasil survei diolah dengan menggunakan statistik
Koperasi Tombo Ati Muamalah Jatim belum deskriptif dam uji beda. Dari 150 kuesioner yang
dipisahkan antara pendapatan dari anggota dan didistribusikan, diperoleh hasil sebagai berikut:
non anggota yang nantinya akan mempengaruhi tingkat penerapan SAK ETAP pada koperasi sam-
hasil partisipasi bruto terhadap laba atau sisa hasil pel berada dalam kategori 'Less Implemented', per-
usaha yang diberikan kepada anggota. sepsi pengurus koperasi dan akuntan pendidik
Warno (2014) meneliti mengenai kepatuhan terhadap SAK ETAP tergolong kedalam “Agree”.
koperasi di Semarang terhadap SAK ETAP. Hasil Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat
penelitian menunjukkan bahwa koperasi di Kota perbedaan persepsi antara pengurus koperasi
Semarang (50 koperasi) hanya sebagian kecil yang dengan akuntan pendidik.
sudah menerapkan SAK ETAP, sedangkan sebagi- Rudiantoro dan Siregar (2012) menguji
an besar telah mencoba menerapkan SAK ETAP pengaruh dari kualitas laporan keuangan UMKM
tetapi belum keseluruhan ketentuan. Hasil terhadap tingkat kredit yang diterima UMKM ter-
penelitian juga menunjukkan bahwa tidak ada sebut, serta prospek dari implementasi SAK Entitas
koperasi yang belum menerapkan SAK ETAP sama Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) di tahun
sekali. 2011 terhadap peningkatan kualitas laporan keu-
Andriani, dkk., (2014) melakukan analisis ter- angan UMKM. Data penelitian ini diperoleh dari
hadap pencatatan keuangan berbasis SAK ETAP kuesioner dengan responden pengusaha UMKM
pada salah satu Usaha Mikro Kecil dan Menengah yang berada di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan
(UMKM) di Buleleng, yaitu Peggy Salon. Mekipun beberapa wilayah lain di pulau Jawa. Responden
Peggy Salon telah lama didirikan, memiliki organ- yang menjadi sampel dalam penelitian ini ber-
isasi serta aktivitas bisnis yang memadai namun jumlah 50 orang. Hasil penelitian ini menunjukkan
belum dapat menerapkan SAK ETAP dengen baik. bahwa ternyata kualitas laporan keuangan UMKM
Hasil penelitian menujukkan bahwa: 1) Sistem pen- tidak berpengaruh terhadap jumlah kredit yang
catatan keuangan yang dilakukan secara manual diterima UMKM, hal ini dikarenakan masih ren-
dan masih sangat sederhana, alasan membuat pen- dahnya kualitas laporan keuangan UMKM sehing-
catatan keuangan adalah untuk mempermudah ga perbankan masih meragukan relevansi dan
pemilik dalam memberikan bonus kepada karya- keandalan kualitas laporan keuangannya. Prospek
wannya, 2) Faktor yang menyebabkan gagalnya implementasi SAK ETAP terhadap peningkatan
SAK ETAP pada Peggy Salon karena adanya faktor kualitas laporan keuangan sampai sejauh ini masih
internal berupa kurangnya pemahaman, kedisipli- menghadapi kendala akibat masih rendahnya
nan dan sumber daya manusia, sedangkan faktor pemahaman para pengusaha UMKM atas SAK
eksternalnya karena kurangnya pengawasan dari ETAP tersebut.
108
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 10 NO 2 – JULI 2018 – Halaman 105-115
Tyas dan Fachriyah (2012) melakukan evaluasi tersebut dikarenakan hanya sekitar 17,87% re-
penerapan standar akuntansi keuangan dalam sponden mengetahui tentang ifrs for smes. Namun
pelaporan aset biologis. Penelitian ini adalah demikian 94,41% responden mendukung adanya
penelitian studi kasus tunggal yang diadakan pada pengadopsian standar tersebut dan 88,19% re-
sebuah koperasi perkebunan “M” di kabupaten sponden memiliki keinginan untuk menerapkann-
Kubu Raya, Kalimantan Barat. Proses evaluasi dil- ya. Penelitian bunea, sacarin dan mihaela (2012)
akukan berdasarkan kesesuaian aktivitas menunjukkan hasil bahwa 52,6% responden, dari
pengakuan, pengukuran, dan pelaporan khusus total 190 akuntan romanian, setuju untuk diada-
pada aset biologis yang dimiliki Koperasi “M”. kannya sistem pelaporan keuangan yang lebih dis-
Data penelitian didapatkan melalui wawancara ederhanakan lagi bagi ukm. Namun hanya 4,2%
dengan beberapa narasumber dari Koperasi “M” responden setuju bahwa ifrs for smes cocok
dan observasi ke lokasi penelitian untuk melihat digunakan bagi ukm. Terakhir, hasil penelitian
kegiatan operasional terkait pengolahan aset biolo- milik otchere dan agbeibor (2012) menunjukkan
gis Koperasi “M”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bisnis kecil di ghana tidak terlalu memiliki
bahwa pelaporan aset biologis yang dilakukan oleh kebutuhan atas ifrs for smes. Hal itu disebabkan
Koperasi “M” belum sepenuhnya sesuai dengan karena mereka jarang atau tidak memiliki struktur
SAK ETAP. Unsur yang sesuai dengan SAK ETAP dan aktivitas internasional sehingga tidak diminta
adalah pengakuan akun Tanaman Belum untuk menyiapkan laporan keuangan yang dapat
Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan diperbandingkan secara internasional. Kemudian
(TM) serta penggunaan metode biaya historis se- ditemukan pula bahwa beberapa karakteristik pe-
bagai dasar pengukuran aset tersebut. Unsur yang rusahaan seperti ukuran perusahaan, bentuk
tidak sesuai dengan SAK ETAP adalah tidak adan- hukum, dan jumlah pemilik memiliki hubungan
ya pengakuan penyusutan aset biologis yang ma- positif yang rendah terhadap kebutuhan bisnis
suk ke dalam kelompok aset tetap, tidak adanya kecil atas ifrs for smes.
pengukuran dan pengakuan mengenai beban ke-
rugian atas aset yang rusak atau produk yang METODE PENELITIAN
cacat, dan tidak terdapat akun Persediaan di dalam Riset ini merupakan penelitian deskriptif
Laporan Posisi Keuangannya. Hasil penelitian ini kuantitatif. Data primer dikumpulkan melalui
memberikan makna bahwa Koperasi “M” survei terhadap pengurus koperasi perkebunan
sebaiknya melakukan beberapa poin usulan sawit di provinsi Jambi dan Sumatera Barat.
pelaporan aset biologis seperti yang diajukan oleh Pengambilan sampel menggunakan teknik purpos-
peneliti agar penerapan SAK ETAP bisa dil- ive sampling, berdasarkan kesediaan pengurus
aksanakan dengan baik dan mampu menambah koperasi sebagai responden. Survei dilakukan
kualitas laporan keuangan Koperasi “M”. untuk melihat tingkat penerapan SAK ETAP dan
Rudiantoro dan Siregar (2011) meneliti faktor- persepsi pengurus koperasi terhadap SAK ETAP.
faktor yang mempengaruhi pemahaman UMKM Tingkat penerapan SAK ETAP pada penelitian ini
terhadap SAK ETAP di Jabodetabek. Hasil didefinisikan sebagai ukuran besarnya intensitas
penelitian menunjukkan bahwa dari 50 responden kesesuaian tata cara dan sistematika pelaporan
UMKM hanya 32% (16 responden) yang mengaku keuangan yang mengacu pada SAK ETAP.
pernah mengetahui atau mendengar SAK ETAP. Sedangkan yang dimaksud dengan variabel
Hanya 11 responden yang pernah memperoleh persepsi pada penelitian ini adalah suatu sikap,
pelatihan terkait SAK ETAP. Pada riset ini pandangan, dan penilaian terhadap isu penerapan
ditemukan bahwa jenjang pendidikan terakhir ber- SAK ETAP. Indikator yang akan digunakan untuk
pengaruh positif terhadap pemahaman SAK ETAP melakukan pengukuran terhadap variabel ini
pelaku UMKM. Lama usaha berpengaruh negative adalah berdasarkan treatment prinsip pengakuan,
terhadap pemahaman SAK ETAP. Sedangkan latar pengukuran, pengungkapan, dan penyajian sesuai
belakang pendidikan dan ukuran usaha tidak ber- dengan definisi dan ketentuan yang ada dalam
pengaruh terhadap pemahaman SAK ETAP. SAK ETAP. Sedangkan persepsi terhadap SAK
Atik (2010) meneliti tentang bagaimana persepsi ETAP dalam riset ini didefinisikan sebagai suatu
para pelaku ukm terhadap diadopsinya ifrs for sikap, pandangan, dan penilaian terhadap
smes di negara turki. Hasil penelitian menunjuk- penerapan SAK ETAP.
kan bahwa 74,7% responden menyiapkan Tingkat penerapan SAK ETAP diukur dengan
pelaporan keuangan berdasarkan aturan pajak dan menggunakan 5 skala, dari Sangat Tidak
hanya 1,81% menyiapkan berdasarkan ifrs. Hal Diterapkan (STD), Tidak Diterapkan (TD), Kurang
109
TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP (STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)
OLEH : NOVITA dan PUSPITA
111
TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP (STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)
OLEH : NOVITA dan PUSPITA
Total
8
8
13
26
5
25
37
14
42
210
105
407
525 0.78 Set-
uju
Probability Levene‟s test > 0,05 (0.548), artinya
Indikator III:
Pendapat
Skor
Frek 14 25 7
8
64 103 213 1065 0.80 Set- tidak terdapat perbedaan varians pada Penerapan
uju
SAK ETAP di provinsi Sumbar dan Jambi, oleh
Total 14 50 21 25 515 856
Skor 6
lah 3 dari 5 koperasi yang menjadi sampel dari terhadap SAK ETAP pada pengelola dan pengawas
Kab, Pasaman Barat. Koperasi OPHIR adalah koperasi perkebunan sawit di Sumbar dan Jambi.
koperasi yang pada awal didirikan menggunakan Penelitian ini tidak memisahkan penerapan
skema kemitraan Inti-Plasma. Pada skema ini pe- SAK ETAP pada koperasi sawit pada skema
rusahaan perkebunan milik pemerintah berperan kemitraan Inti-Plasma generasi pertama (Koperasi
sebagai pihak Inti. Skema NES PIR ini merupakan yang program Ophir: Koperasi Perintis, Maju dan
skema pertama yang digunakan oleh pemerintah Makmur) dan generasi kedua (Perusahaan mitra
pada tahun 1988 sebagai salah satu upaya untuk adalah perusahaan swasta). Terdapat perbedaan
mengurangi tingkat kemiskinan. Sedangkan sistem kemitraan pada kedua jenis koperasi
koperasi lainnya menggunakan skema kemitraan tersebut, yang tidak hanya berdampak pada sistem
Inti-Plasma generasi kedua dengan perusahaan akuntansi dan pelaporan koperasi, tetapi juga pada
swasta sebagai Mitra Inti. Dalam operasionalnya, mekanisme manajerial koperasi dan partisipasi
koperasi yang berada dalam skema kemitraan gen- anggota. Penelitian berikutnya disarankan
erasi kedua, banyak diintervensi oleh perusahaan membandingkan efektititas dan efisiensi koperasi
Inti, misalnya dalam hal pengelolaan kebun dan sawit sistem kemitraan Inti-Plasma generasi
hasil panen. Hal ini sangat berbeda dengan pertama dan kedua ini terhadap kesejahteraan
koperasi skema kemitraan Inti-Plasma generasi anggota koperasi. Karena tujuan didirikan koperasi
pertama, yang saat ini independen dalam mengel- adalah untuk mensejahterakan anggota.
ola kebun, hasil panen maupun koperasi. Sedikitnya 2 dari koperasi sampel pada
Faktor lain yang menyebabkan mengapa persepsi penelitian ini berada pada fase penanaman kembali
terhadap SAK ETAP di provinsi Sumbar lebih ting- (replanting), sehingga aktivitas koperasi tidak
gi dibanding Jambi, adalah kebijakan internal cenderung tidak banyak, hal ini tentu berdampak
koperasi Pasaman Barat, yang seluruhnya me- pada pencatatan transaksi harian koperasi dan
wajibkan audit independen atas laporan keuangan laporan keuangan yang akan di hasilkan.
koperasi. Koperasi sawit di Jambi tidak me- Konsekuensinya, peneliti meminta responden pada
wajibkan audit independen atas laporan keuangan koperasi tersebut mengisi angket dengan mengacu
koperasi. Bagi koperasi yang bersentuhan dengan pada aktivitas normal. Kondisi ini menjadi temuan
audit independen, dalam prosesnya akan yang menarik, penelitian berikutnya diharapkan
mendapat transfer knowledge dalam hal pelaporan dapat mengkaji keberlanjutan koperasi yang
keuangan dari auditor yang mengaudit. memasuki fase replanting. Koperasi yang
memasuki fase replanting, dapat dikatakan berada
pada kondisi kritis, baik dari sisi kelembagaan
SIMPULAN
koperasi maupun dari sisi keanggotaan koperasi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat tingkat
Bagi anggota yang menggantungkan pendapatan
penerapan SAK ETAP di koperasi perkebunan
utama dari hasil penjualan buah sawit, pada saat
sawit di wilayah Sumatera Barat dan Jambi.
memasuki periode penanaman kembali praktis
Koperasi perkebunan sawit dipilih, karena
akan kehilangan pemasukan utama selama 3 tahun
keberadaan koperasi ini berkontribusi besar bagi
(tanaman sawit muda membutuhkan waktu sekitar
ekspor sawit nasional, lebih dari 20 juta rakyat
3 tahun untuk berbuah). Kondisi tersebut dapat
indonesia bergantung hidupnya pada sektor ini,
mendorong anggota untuk menjual kebun mereka
namun demikian sangat sedikit penelitian yang
akibat himpitan ekonomi, yang pada akhirnya
menjadikan koperasi perkebunan sawit sebagai
berdampak pada kelembagaan koperasi. Tidak
objek penelitian. Hasil penelitian menunjukkan
hanya itu, anggota koperasi juga membutuhkan
bahwa tingkat penerapan SAK ETAP di koperasi
modal yang tidak sedikit untuk penanaman
perkebunan sawit secara umum sangat baik,
kembali sawit mereka. Perbedaan aturan main dan
dengan kata lain telah menerapkan sebahagian
manajemen pada setiap kelompok petani yang
besar SAK ETAP. Hasil penelitian juga
bernaung di bawah koperasi menyebabkan tidak
menunjukkan bahwa seluruh responden setuju
semua petani siap dengan pendanaan peremajaan
mengenai penerapan dan manfaat yang diterima
kebun. Meski BPDPS (Badan Pengelola Dana
oleh koperasi dengan penerapan SAK ETAP. Hasil
Perkebunan Sawit) menyatakan akan membantu
uji beda rata-rata menunjukkan bahwa tidak
subsidi dana peremajaan kebun, hingga kini
terdapat perbedaan Penerapan SAK ETAP pada
kebijakan tersebut belum jelas pelaksanaannya
pengelola dan pengawas koperasi perkebunan
maupun pencairan dananya.
sawit di Sumbar dan Jambi. Hasil uji beda rata-rata
Koperasi perkebunan sawit yang diteliti hanya
Persepsi menunjukkan adanya perbedaan persepsi
113
TINGKAT IMPLEMENTASI dan PERSEPSI TERHADAP SAK ETAP (STUDI PADA KOPERASI PERKEBUNAN SAWIT)
OLEH : NOVITA dan PUSPITA
terbatas pada Sumbar dan Jambi, penelitian Kumar, V., (2014). Readiness of SMEs in UAE for
selanjutnya diharapkan mengambil sampel dari an accounting standard transition to
Provinsi Riau, Sumatera Utara, Sumatera Selatan IFRS for SMEs: an empirical analysis, In-
dan Kalimantan. Sehingga penelitian ini belum ternational Journal of Strategic Business Al-
dapat dikatakan mewakili seluruh koperasi liances 1, Vol 3 No 4, page 282-296.
perkebunan sawit di Indonesia. Kemudahan Narsa, N. P. D. R. H. dan Isnalita, (2014), Ket-
pelaksanaan survei penelitian dapat bekerjasama erterapan SAK ETAP Pada Koperasi ser-
dengan APKASINDO (Asosiasi Petani Kelapa ta Persepsi Pelaku Koperasi dan
Sawit Indonesia) yang telah memiliki perwakilan Akuntan Pendidik, Artikel disajikan da-
hingga kabupaten dan BPDPS (Badan Pengelola lam Simposium Nasional Akuntansi,
Dana Perkebunan Sawit) demi mendorong Universitas Mataram, Lombok.
kemajuan dan kesejahteraan petani sawit swadaya Otchere, F. A., dan Agbeibor, J., (2012), The In-
ternational Financial Reporting Standard
REFERENCES for Small and Medium-sized Entities
Andriani, L., Atmadja, A. T., dan Sinarwati, N. (IFRS for SMES) Suitability for small
K., (2014), Analisis Penerapan Pencata- businesses in Ghana, Journal of Financial
tan Keuangan Berbasis SAK ETAP Pada Reporting and Accounting, Vol 10 No 2,
Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) page 190-214.
(Sebuah Studi Interpretatif Pada Peggy Peraturan Menteri Negara Koperasi dan UMKM
Salon), Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi Republik Indonesia Nomor:
Undiksha, Vol 2 No 1. 04/Per/M.KUKM/VII/2012 tentang Pe-
Asmaharani, N., Susilawati, R. A. E., dan Halim, doman Umum Akuntansi Koperasi SAK
A., (2015), Analisis SAK ETAP Tentang ETAP
Pengakuan PEndapatan dan Beban Pada Rudiantoro, R., dan Siregar, S. V., (2012), Kuali-
Koperasi Tombo Ati Muamalah Malang tas Laporan Keuangan Umkm Serta
Jawa Timur, Jurnal Riset Mahasiswa Prospek Implementasi SAK ETAP, Jurnal
Akuntansi, Vol 3 No 1. Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol 9
Atik, A., (2010), SME‟s Views on the Adoption No 1.
and Application of “IFRS for SMEs” in Statistik Perkebunan Indonesia (2013).
Turkey, European Research Studies Jour- www.bps.go.id
nal, Vol XIII No 4, page 19-32. Tyas, E. L. A. dan Fachriyah, N., (2012), Evaluasi
Bunea, S., Sacarin, M., dan Mihaela, M. I. N. U., Penerapan Standar Akuntansi Keuangan
(2012), Romanian Professional Account- dalam Pelaporan Aset Biologis (Studi
ants' perception on The Differential Fi- Kasus Pada Koperasi “M”), Jurnal Ilmiah
nancial Reporting for Small and Medi- Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya, Vol
um-Sized Enterprises, Accounting and 1 No 1.
Management Information Systems, Vol 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17
No 1. Tahun 2012 Tentang Perkoperasian.
Dewi, K. N. T., Herawati, N. T., dan Pur- Warno. (2014), Kepatuhan Koperasi di Kota Se-
namawati, I. G. A., (2016), Implementasi marang Terhadap Standar Akuntansi
SAK ETAP dan Persepsi Pelaku pada Keuanganentitas Tanpa Akuntan Publik
Koperasi (Studi Empiris pada Koperasi (SAK ETAP) Tahun 2013, Jurnal
di Kecamatan Buleleng), Jurnal Ilmiah Pemikiran dan Penelitian Ekonomi Islam,
Mahasiswa Akuntansi Undiksha, Vol 4 No Vol 5 No 1.
1.
Ikatan Akuntan Indonesia, (2009), Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik (SAK ETAP).
Khafid, M., (2010),Analisis PSAK No. 27 Tentang LAMPIRAN
Akuntansi Perkoperasian dan
Pengaruhnya terhadap Kesehatan Usaha
Pada KPRI, Jurnal Dinamika Akuntansi,
Vol 2 No 1.
114
JURNAL AKUNTANSI KONTEMPORER (JAKO) – VOL 10 NO 2 – JULI 2018 – Halaman 105-115
115