Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting,
karena faktor tenaga kerja sangat mempengaruhi tingkat produktivitas suatu
institusi. Setiap tempat kerja mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat
mempengaruhi kesehatan, merugikan, dan menimbulkan penyakit bagi tenaga
kerja. Jika faktor terpenting dalam suatu institusi bermasalah maka dapat
mempengaruhi produktivitas institusi tersebut.
Menurut ILO, setiap tahun ada lebih dari 250 juta kecelakaan di tempat kerja
dan lebih dari 160 juta pekerja menjadi sakit karena bahaya di tempat kerja.
Terlebih lagi 1,2 juta pekerja meninggal akibat kecelakaan dan sakit di tempat
kerja. Angka menunjukkan, biaya manusia dan sosial dari produksi terlalu tinggi.
Resiko terjadinya kecelakaan yang cukup tinggi biasanya terjadi di industri.
Demikian pula penanganan faktor potensi berbahaya yang ada di rumah sakit
serta metode pengembangan program keselamatan dan kesehatan kerja disana
perlu dilaksanakan, seperti misalnya perlindungan baik terhadap penyakit infeksi
maupun non-infeksi, penanganan limbah medis, penggunaan alat pelindung diri
dan lain sebagainya.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menguraikan tentang bagaimana
bekerja dengan cara yang aman dan tidak menimbulkan kecelakaan atau zero
accident bagi karyawan dan masyarakat. Banyak teknik serta metode yang
digunakan untuk melindungi pegawai, lingkungan dan masyarakat sekitar dari
berbagai potensi bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja. Potensi bahaya
atau hazard itu sendiri merupakan segala hal atau sesuatu yang mempunyai
kemungkinan mengakibatkan kerugian baik pada harta benda, lingkungan,
maupun manusia (Budiono, 2003). Untuk itu perlu diperhatikan konsep potensi
budaya pada berbagai lingkungan kerja pelayanan kesehatan maupun di
lingkingan kerja industri.
Terutama sebagai calon tenaga kesehatan yang berurusan langsung dengan
manusia. Kecelakaan kerja bisa saja terjadi di rumah sakit dan dapat
menyebabkan kerugian bagi pasien, keluarga pasien, tenaga kesehatan, atau
bahkan rumah sakit itu sendiri. Oleh karena itu, sebagai tenaga kesehatan
profesional kita perlu memperhatikan cara kerja kita agar tidak menimbulkan
kerugian bagi orang lain maupun bagi diri kita sendiri.

1
Banyak yang dapat menjadi penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Dalam
kasus tenaga kesehatan, penyebabnya bisa saja kelelahan akibat bekerja secara
terus menerus karena pekerjaan tenaga kesehatan di rumah sakit yang menuntut
orang tersebut untuk tetap bekerja melayani pasien sepanjang malam. Selain itu,
bisa juga berasal dari pengetahuan tenaga kesehatan yang kurang dalam
memahami pekerjaannya dan apa yang harus dilakukannya sehingga
menyebabkan kecelakaan kerja.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1) Apa definisi dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)?
2) Apa elemen-elemen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan program
K3?
3) Potensi bahaya apa saja yang bisa mengancam di tempat kerja industri?
4) Potensi bahaya apa saja yang bisa mengancam di tempat kerja institusi
pelayanan kesehatan?

1.3 TUJUAN UMUM


Menjelaskan dan memberi informasi tentang keselamatan dan kesehatan
kerja serta potensi bahaya yang dapat terjadi di lingkungan kerja baik di institusi
pelayanan kesehatan maupun di industri sehingga dapat mengurangi terjadinya
kecelakaan kerja melalui definisi yang dijabarkan, konsep-konsep yang ada serta
hal yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan kerja.

1.4 TUJUAN KHUSUS


1) Untuk mengetahui apa definisi dari Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
2) Mengetahui elemen-elemen yang perlu diperhatikan dalam pengembangan
program K3.
3) Untuk mengetahui potensi bahaya apa saja yang bisa mengancam di tempat
kerja industri.
4) Untuk mengetahui potensi bahaya apa saja yang bisa mengancam di tempat
kerja pelayanan kesehatan.

2
BAB 2

TEORI DAN KONSEP

2.1 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


2.1.1 DEFINISI DAN TUJUAN PENERAPAN KESEHATAN DAN
KESELAMATAN KERJA
Filosofi kesehatan keselamatan kerja merupakan pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan. Filosofi tersebut adalah
sebagai berikut:
1) Tenaga kerja dan manusia pada umumnya, baik jasmani maupun
rohani.
2) Hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil, makmur, dan
sejahtera.
Secara hakiki kesehatan dan keselamatan kerja merupakan upaya
atau pemikiran serta penerapannya yang ditujukan untuk menjamin keutuhan
dan keselamatan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja khususnya dan
manusia pada umumnya, hasil karya dan budaya, untuk meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja.Tujuan utamananya adalah:
1. Mengamankan suatu sistem kegiatan/pekerjaan mulai dari input, proses
sampai output. Kegiatan yang dimaksud bisa berupa kegiatan produksi di
dalam industri maupun di luar industri seperti di sektor publik dan yang
lainnya.
2. Penerapan program keselamatan kesehatan kerja juga diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan (well-being).
Keselamatan kerja diartikan sebagai keselamatan kerja yang
berkaitan dengan alat kerja,mesin, proses pengelolahan tempat kerja,
lingkungannya serta system melakukan pekerjaan (Sama’mur, 1986:1).
Megginson dalam Mangkunegara (2004:61) keselamatan kerja
dijelaskan sebagai berikut “Keselamatan kerja diilustrasikan sebagai suatu
kondisi yang aaman dari kesengsaraan, kerusakan di tempat kerja dan
kerugian”.
Menurut Moenir (1983:207) yang dimaksud dengan kesehatan kerja
merupakan “Sebuah usaha dan keadaan yang seorang individu
mempertahankan kondisi kesehatannya saat dalam aktivitas bekerja”.
Menurut Soepomo (1985:75) “Kesehatan kerja digambarkan sebagai
bentuk usaha-usaha danaturan-aturan untuk menjaga tenaga kerja/karyawan

3
dari kejadiaan atau keadaan yangbersifat merugikan kesehatan saat
buruh/karyawan tersebut melakukan pekerjaan dalam suatu hubungan kerja”.
Berdasarkan pengertian umum, kesehatan dan keselamatan kerja
(K3) telah banyak diketahui sebagai salah satu persyaratan dalam
melaksanakan tugas, dan suatu bentuk faktor hak asasi setiap pekerja.
Perhatian inti terhadap K3 mencakup hal-hal berikut ini:
1. Penerapan prinsip-prinsip sains ( application of scientific principle )
2. Pemahaman pola risiko ( understanding the nature of risk )
3. Ruang lingkup ilmu K3 cukup luas baik di dalam maupun di luar industri.
4. K3 merupakan multidisiplin profesi.
5. Ilmu-ilmu dasar yang terlibat dalam keilmuan K3 adalah fisik, kimia, biologi,
dan ilmu-ilmu perilaku.
6. Area garapan : industri, transportasi, penyimpanan dan pengelolaan material,
domestik, dan kegiatan lainnya seperti rekreasi.

2.1.2 ELEMEN-ELEMEN YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM


PENGEMBANGAN PROGRAM KESEHATAN DAN KESELAMATAN
KERJA
Dalam undang-undang nomor 23 tahun 1992, pasal 23 tentang
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) disebutkan bahwa Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas
kerja secara optimal yang meliputi pelayanan kesehatan dan pencegahan
penyakit akibat kerja. Ervianto (2005) mengatakan bahwa elemen-elemen
yang patut dipertimbangkan dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan program K3 adalah sebagai berikut:
1. Komitmen perusahaan untuk mengembangkan program yang
mudah dilaksanakan.
2. Kebijakan pimpinan tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3).
3. Ketentuan penciptaan lingkungan kerja yang menjamin terciptanya
K3 dalam bekerja.
4. Ketentuan pengawasan selama proyek berlangsung.
5. Pendelegasian wewenang yang cukup selama proyek berlangsung.
6. Ketentuan penyelenggaraan pelatihan dan pendidikan.
7. Pemeriksaan pencegahan terjadinya kecelakaan kerja.
8. Melakukan penelusuran penyebab utama terjadinya kecelakaan
kerja.
4
9. Mengukur kinerja program keselamatan dan kesehatan kerja.
10. Pendokumentasian yang memadai dan pencacatan kecelakaan
kerja secara berkelanjutan.

2.2 PENGERTIAN POTENSI BAHAYA DAN RISIKO TERHADAP KESELAMATAN


DAN KESEHATAN KERJA
Potensi bahaya adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden
yang berakibat pada kerugian. Bahaya (hazard) merupakan suatu keadaan yang
dapat mengakibatkan cidera (injury) atau kerusakan (damage) baik manusia,
properti dan setiap kegiatan yang dilakukan tidak ada satupun yang bebas dari
risiko yang ditimbulkan dari bahaya, demikian pula kegiatan yang dilakukan di
industri yang dalam proses produksinya menggunakan proses kimia. Proses
kimia pada industri memberikan potensi bahaya yang besar, potensi bahaya
yang ditimbulkan disebabkan antara lain penggunaan bahan baku, tingkat
reaktivitas dan toksitas tinggi, reaksi kimia, temperatur tinggi, tekanan tinggi, dan
jumlah dari bahan yang digunakan. Potensi bahaya yang ditimbulkan diperlukan
upaya untuk meminimalkan terhadap risiko yang diterima apabila terjadi
kecelakaan (Baktiyar, 2009).
Sedangkan risiko merupakan kombinasi dari kemungkinan terjadinya
kejadian berbahaya atau paparan dengan keparahan dari cidera atau gangguan
kesehatan yang disebabkan oleh kejadian atau paparan tersebut (Ramli, 2010).
Menurut Kalloru (1996) risiko dikategorikan menjadi lima, yaitu :
1) Risiko Keselamatan (Safety Risk)
Fokus dari risiko keselamatan adalah keselamatan manusia dan pencegahan
kerugian.
2) Risiko Kesehatan (Health Risk)
Fokus dari risiko kesehatan adalah kesehatan manusia.
3) Risiko Lingkungan (Environment Risk)
Fokus dari risiko lingkungan adalah dampak yang timbul dari ekosistem yang
jauh dari sumber risiko.
4) Risiko Kesejahteraan Masyarakat
Fokus dari risiko kesejahteraan masyarakat adalah nilai system.
5) Risiko Keuangan
6) Fokus dari risiko keuangan adalah kemudahan pengoperasian dan
kelangsungan keuangan.

2.3 POTENSI BAHAYA DI LINGKUNGAN KERJA INDUSTRI


5
Dengan semakin pesatnya perkembangan industri dewasa ini, menyebabkan
semakin ketatnya persaingan yang ada. Banyak risiko yang harus diperhatikan
para pekerja dikarenakan ambisi para penguasa industri yang memiliki keinginan
untuk berada di atas industri lain. Setiap pekerjaan yang ada di industri memiliki
masing-masing potensi bahaya dan risiko yang dihadapi. Kewaspadaan dan
kehati-hatian perlu diperhaikan para pekerja agar dapat menghindari bahaya
yang akan merugikan diri sendiri atau institusi industri itu sendiri, karena pada
kenyataannya perlindungan terhadap tenaga kerja masih jauh dari yang
diharapkan.
Potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja industri adalah sebagai berikut:
2.3.1 BAHAYA FAKTOR BIOLOGI
Faktor biologi penyakit akibat kerja sangat beragam jenisnya. Seperti
pekerja di pertanian, perkebunan dan kehutanan termasuk di dalam
perkantoran yaitu indoor air quality, banyak menghadapi berbagai
penyakit yang disebabkan virus, bakteri atau hasil dari pertanian,
misalnya tabakosis pada pekerja yang mengerjakan tembakau,
bagasosis pada pekerja-pekerja yang menghirup debu-debu organic
misalnya pada pekerja gandum (aspergillus) dan di pabrik gula,. Penyakit
paru oleh jamur sering terjadi pada pekerja yang menghirup debu
organik, misalnya pernah dilaporkan dalam kepustakaan tentang
aspergilus paru pada pekerja gandum.
Demikian juga “grain asma” sporotrichosis adalah salah satu contoh
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur kuku
sering diderita para pekerja yang tempat kerjanya lembab dan basah
atau bila mereka terlalu banyak merendam tangan atau kaki di air seperti
pencuci.
Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal
dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur,
protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk
serat alam yang terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua,
yaitu :

a. Bahaya infeksi
Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai.
Contoh Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus,
salmonella, chlamydia, psittaci.
b. Bahaya Non-Infeksi
6
Bahaya non-infeksi dibagi lagi menjadi dua, yaitu :
1. Organisme Viable dan Racun Biogenik
Organisme viable termasuk di dalamnya jamur, spora dan
mycotoksin. Racun biogenik termasuk endotoksin, aflatoksin,
dan bakteri. Contoh Byssinosis, “grain fever”, Legionnaire’s
disease.
 Alergi Biogenik
Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived
protein, enzim. Contoh Occupational asthma : wool,
bulu, butir gandum, tepung bawang dan lain
sebagainya.
Faktor biologis dapat menular dari seorang pekerja ke
pekerja lainnya. Usaha yang lain harus pula ditempuh
cara pencegahan penyakit menular, antara lain
imunisasi dengan pemberian vaksinasi atau suntikan,
mutlak dilakukan untuk pekerja-pekerja di Indonesia
sebagai usaha kesehatan biasa. Imunisasi tersebut
berupa imunisasi dengan vaksin cacar terhadap
variola, dan dengan suntikan terhadap kolera, tipus dan
para tipus perut. Bila memungkinkan diadakan pula
imunisasi terhadap TBC dengan BCG yang diberikan
kepada pekerja-pekerja dan keluarganya yang
reaksinya terhadap uji Mantaoux negatif, imunisasi
terhadap difteri, tetanus, batuk rejan dari keluarga-
keluarga pekerja sesuai dengan usaha kesehatan
anak-anak dan keluarganya.

2.3.2 BAHAYA FAKTOR KIMIA


Banyak bahan kimia yang memiliki sifat beracun dapat memasuki
aliran darah dan menyebabkan kerusakan pada sistem tubuh dan organ
lainnya. Bahan kimia berbahaya dapat berbentuk padat, cairan, uap, gas,
debu, asap atau kabut dan dapat masuk ke dalam tubuh melalui tiga cara
utama antara lain:
a. Inhalasi (menghirup): Dengan bernapas melalui mulut atau hidung, zat
beracun dapat masuk ke dalam paru-paru. Seorang dewasa saat istirahat
menghirup sekitar lima liter udara per menit yang mengandung debu, asap,

7
gas atau uap. Beberapa zat, seperti fiber/serat, dapat langsung melukai paru-
paru. Lainnya diserap ke dalam aliran darah dan mengalir ke bagian lain dari
tubuh.
b. Pencernaan (menelan): Bahan kimia dapat memasuki tubuh jika makan
makanan yang terkontaminasi, makan dengan tangan yang terkontaminasi
atau makan di lingkungan yang terkontaminasi. Zat di udara juga dapat
tertelan saat dihirup, karena bercampur dengan lendir dari mulut, hidung atau
tenggorokan. Zat beracun mengikuti rute yang sama sebagai makanan
bergerak melalui usus menuju perut.
c. Penyerapan ke dalam kulit atau kontak invasif: Beberapa di antaranya
adalah zat melewati kulit dan masuk ke pembuluh darah, biasanya melalui
tangan dan wajah. Kadang-kadang, zat-zat juga masuk melalui luka dan lecet
atau suntikan (misalnya kecelakaan medis).
Guna mengantisipasi dampak negatif yang mungkin terjadi di
lingkungan kerja akibat bahaya faktor kimia maka perlu dilakukan
pengendalian lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar bahan-bahan
kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui nilai ambang batas (NAB).
Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-
duanya. Contohnya seperti pada contoh dibawah ini :
1) Korosi : Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada
permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem
pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh :
konsentrat asam dan basa , fosfor.
2) Iritasi : Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat
kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau
dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat
menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema (bengkak).
Contohnya, Kulit : asam, basa,pelarut, minyak. Pernapasan : aldehydes,
alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine, bromine,
ozone.
3) Kanker : Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara
jelas telah terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada
manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti
menyebabkan kanker pada hewan. Contoh:

8
 Terbukti karsinogen pada manusia: benzene (leukaemia), vinylchloride
(liver angiosarcoma), 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung
kemih); asbestos (kanker paru-paru, mesothelioma).
 Kemungkinan karsinogen pada manusia: formaldehyde, carbon
tetrachloride, dichromates, beryllium.
4) Racun Sistemik : Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan
luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh :
 Otak : pelarut, lead,mercury, manganese
 Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide
 Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers
 Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons
 Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara (pneumoconiosis).

2.3.3 BAHAYA FAKTOR FISIK


Faktor fisik adalah bahaya di tempat kerja yang bersifat fisika. Faktor ini
dihasilkan dari dari proses produksi atau produk samping yang tidak
diinginkan. Bahaya faktor fisik di lingkungan kerja industri antara lain :
1. Kebisingan
Kebisingan adalah semua suara mengganggu yang tidak
dikehendaki yang bersumber dari proses produksi, atau alat-alat kerja
yang bisa menyebabkan gangguan pendengaran. Suara keras yang
berlebihsn bisa menyebabkan rusaknya jaringan syaraf yang sensitif
pada telinga, sehingga pekerja bisa kehilangan pendengaran
sementara atau bahkan permanen.
Batasan terhadap kebisingan ditetapkan dalam ambang batas
85 dB dalam 8 jam sehari. Hal ini bisa dicegah dengan cara
menyiapkan ruangan kedap suara untuk mesin-mesin yang memiliki
suara bising.
2. Penerangan
Penerangan atau pencahayaan di tempat kerja harus sesuai
untuk melakukan pekerjaan. Sebagai contoh, pekerjaan perakitan
benda kecil membutuhkan tingkat penerangan lebih tinggi karena
dibutuhkan ketelitian dalam pekerjaannnya.
Studi menunjukkan bahwa perbaikan penerangan, hasilnya
terlihat langsung dalam peningkatan priduktivitas dan pengurangan
kesalahan. Bila penerangan kurang sesuai, para pekerja terpaksa

9
membungkuk dan mencoba memfokuskan untuk memfokuskan
pandangan mereka, sehingga tidak nyaman dan menyebabkan
masalah pada punggung dan mata pada jangka panjang dan dapat
menghambat produktivitas kerja mereka.
3. Getaran
Getaran adalah gerakan bolak balik secara cepat (reciprocating),
memantul keatas dan kebawah atau kebelakang dan kedepan.
Gerakan tersebut terjadi secara teratur dari benda atau media
dengan arah bolak-balik dari kedudukannya. Hal tersebut dapat
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan sirkulasi pada
bagian tubuh tertentu. Sebaliknya pada traktor yang dikemudikan
pada jalan yang bergelombang dengan rancangan kursi yang kurang
sesuai akan menimbulkan getaran di seluruh tubuh. Hal ini bisa
menimbulkan nyeri pada punggung bagian bawah. Batasan getaran
alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung ditetapkan
sebesar 4m/detik 2
4. Iklim Kerja
Ketika suhu berada diatas atau dibawah batas normal, bisa
berdampak pada kinerja tenaga kerja. Hal ini merupakan respon
alami yang menjadi alasan penting perlunya mempertahankan suhu
dan kelembaban di lingkungan kerja. Menurut Kepmenaker No 51
tahun 1999 iklim kerja diatur dengan memperhatikan perbandingan
waktu kerja dan waktu istirahat setiap hari dan berdasarkan beban
kerja yang dimiliki pekerja saat bekerja (ringan, sedang, berat).
5. Radiasi tidak mengion
Radiasi gelombang elektromagnetik yang berasal dari radiasi tidak
mengion antara lain gelombang mikro dan sinar ultra ungu
(ultraviolet). Gelombang mikro digunakan antara lain untuk
gelombang radio, televisi, radar dan telepon. Gelombang mikro
mempunyai frekuensi 30 Hz – 300 GigaHz dan panjang gelombang 1
mm – 300 c. Radiasi gelombang mikro yang pendek < 1 cm yang
terserap oleh permukaan kulit dapat menyebabkan kulit terasa seperti
terbakar sedangkan gelombang mikro yang panjangnya
gelombangnya lebih dari 1 cm dapat menembus jaringan yang lebih
dalam.

10
Radiasi sinar ultraviolet berasal dari matahari, dan juga las
listrik. Panjang gelombang sinar ultraviolet bekisar 1-40 nm. Radiasi
ini dapat berdampak pada kulit dan mata. Pengendalian efek radiasi
sinar tidal mengion bisa dilakukan dengan menutup sumber radiasi,
menghindari sumber radiasi sejauh mungkin, berupaya agar tidak
terus menerus kontak langsung dengan benda yang menghasilkan
efek radiasi, memakai pelindung diri dan secara rutin melakukan
pemantauan.
6. Bahaya listrik
Potensi bahaya ini dapat berupa konsleting listrik dan
tersetrum arus listrik. Oleh karena itu, perlu pemantauan rutin dalam
penggunaan alat-alat elektronik yang berstandar SNI.

2.3.4 BAHAYA FAKTOR ERGONOMI DAN PENGATURAN KERJA


Industri barang dan jasa telah mengembangkan kualitas dan
produktivitas. Restrukturisasi proses produksi barang dan jasa terbukti
meningkatkan produktivitas dan kualitas produk secara langsung
berhubungan dgn disain kondisi kerja Pengaturan cara kerja dapat
memiliki dampak besar pada seberapa baik pekerjaan dilakukan dan
kesehatan mereka yang melakukannya. Semuanya dari posisi mesin
pengolahan sampai penyimpanan alat-alat dapat menciptakan hambatan
dan risiko.
Penyusunan tempat kerja dan tempat duduk yang sesuai harus diatur
sedemikian sehingga tidak ada pengaruh yang berbahaya bagi
kesehatan. Tempat-tempat duduk yang cukup dan sesuai harus
disediakan untuk para pekerja dan pekerja-pekerja tersebut harus diberi
kesempatan yang cukup untuk menggunakannya.
Prinsip ergonomi yaitu mencocokan pekerjaan untuk pekerja yang
berarti mengatur pekerjaan dan area kerja untuk disesuaikan dengan
kebutuhan pekerja, bukan mengharapkan pekerja untuk menyesuaikan
diri. Desain ergonomis yang efektif menyediakan workstation, peralatan
dan perlengkapan yang nyaman dan efisien bagi pekerja untuk
digunakan. Hal ini juga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, karena
mengatur proses kerja untuk mengendalikan atau menghilangkan potensi
bahaya. Tenaga kerja akan memperoleh keserasian antara tenaga kerja,
lingkungan, cara dan proses kerjanya. Cara bekerja harus diatur
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan ketegangan otot, kelelahan
11
yang berlebihan atau gangguan kesehatan yang lain. Risiko potensi
bahaya ergonomic akan meningkat, apabila:
 Dengan tugas monoton, berulang atau kecepatan
tinggi;
 Dengan postur tidak netral atau canggung;
 Bila terdapat pendukung yang kurang sesuai;
 Bila kurang istirahat yang cukup.

2.3.5 BAHAYA FAKTOR PSIKOLOGIS


Potensi bahaya faktor psikologis berasal atau ditimbulkan oleh kondisi
aspek-aspek psikologis ketenagakerjaan yang kurang baik atau kurang
mendapatkan perhatian. Bahaya-bahaya ini secara langsung atau tidak
akan berpengaruh terhadap kondisi fisik dan psikis karyawan sehari-hari.
Jika seorang karyawan tidak dapat mengatasi beban bahaya ini dengan
baik, maka karyawan tersebut akan jatuh dalam kondisi bosan, jenuh,
stres, dan lambat laun akan mengalami gangguan serta keluhan-keluhan
penyakit serta menurunkan produktifitas kerja karyawan.
Contoh terkait dari faktor psikologi adalah susunan kerja, hubungan di
antara pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja dan
sebagainya, penempatan tenaga kerja yang tidak sesuai dengan bakat,
minat, kepribadian, motivasi, temperamen atau pendidikannya, Sistem
seleksi dan klasifikasi tenaga kerja yang tidak sesuai, kurangnya
keterampilan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya sebagai akibat
kurangnya latihan kerja yang diperoleh, Hubungan antara individu yang
tidak harmoni dan tidak serasi dalam organisasi kerja, besarnya beban
tekanan pekerjaan, gaji pekerja yang tidak sebanding dengan besarnya
pekerjaan, atau bahkan jam kerja yang begitu pada sehingga kurang
waktu dalam beristirahat.

2.4 POTENSI BAHAYA DI LINGKUNGAN KERJA PELAYANAN KESEHATAN


Dalam Undang-Undang Nomor 23 Th. 2003 mengenai Kesehatan, Pasal 23
dinyatakan bahwa usaha Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diadakan
di semua tempat kerja, terutama tempat kerja yang memiliki risiko bahaya
kesehatan, mudah terjangkit penyakit atau memiliki karyawan paling sedikit 10
12
orang. Bila memperhatikan isi dari pasal diatas maka jelaslah kalau institusi
pelayanan kesehatan termasuk dalam persyaratan tempat kerja dengan beragam
ancaman bahaya yang bisa menyebabkan efek kesehatan, bukan sekedar pada
beberapa pelaku yang bekerja di institusi pelayanan kesehatan, namun juga
pada pasien ataupun pengunjungnya. Hingga telah semestinya pihak pengelola
institusi pelayanan kesehatan mengaplikasikan beberapa usaha K3.

Potensi bahaya di institusi pelayanan kesehatan, selain penyakit-penyakit


infeksi ada juga potensi bahaya-bahaya lain yang memengaruhi kondisi dan
keadaan di institusi pelayanan kesehatan tersebut, yakni kecelakaan (peledakan,
kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-
sumber cidera yang lain), radiasi, beberapa bahan kimia yang beresiko, gas-gas
anastesi, masalah psikososial dan ergonomi. Semua potensi bahaya itu diatas,
terang meneror jiwa dan kehidupan untuk beberapa karyawan di institusi
pelayanan kesehatan, beberapa pasien ataupun beberapa pengunjung yang ada.
Berikut akan dibahas lebih dalam tentang potensi bahaya yang ada di Institusi
pelayanan kesehatan.

2.4.1 BAHAYA FAKTOR BIOLOGI


Potensi bahaya biologi di institusi kesehatan seperti Rumah Sakit,
Puskesmas dan klinik sangat rawan untuk terjangkit oleh virus dan
bakteri penyebab penyakit yang disebarkan oleh pasien yang dirawat di
institusi tersebut. Penyebarannya pun beragam yaitu bisa melalui darah,
cairan tubuh, kulit/sentuhan dan juga udara. Jenis-jenis faktor bahaya
biologi diantaranya yaitu :
a. Kelompok bakteri : Tuberculosis (TB), Salmonella thyposa,
bacillus anthrax, dan legionilla pnelmophila
b. Kelompok virus : HIV/AIDS, influenza, virus dengue, dan
hepatitis ( A,B,C,D dan E )
c. Kelompok parasit : Malaria, cacing tambang, dan scabies
d. Kelompok jamur : Tinea Corporis, Tinea
Cruris,Histoplasma capsulatum, dan Tinea pedis.

Penjelasan lebih lanjutnya sebagai berikut.


1) Demam Thypoid
Demam thypoid merupakan infeksi akut yang disebabkan oleh
bakteri Salmonella Thypi yang masuk melalui saluran pencernaan

13
dan menyebar ke seluruh tubuh (sistemik). Bakteri ini akan
berkembang biak di kelenjar getah bening usus dan kemudian
masuk ke dalam darah sehingga menyebabkan penyebaran
kuman dalam darah. Penyakit Demam Thypoid bisa juga karena
bakteri yang disebarkan melalui tinja, muntahan, urin, kemudian
terbawa oleh lalat melalui perantara kaki-kakinya dari kakus ke
dapur yang akan mengkontaminasi makanan atau minuman,
sayur-sayuran, atau pun buah-buahan segar.
2) Pneumokoniosis
Pneumokoniosis  disebabkan oleh debu mineral pembentukan
jaringan parut  (Silikosis, antrakosilikosis, asbestosis). Gejala
penyakit ini berupa sakit paru paru, namun berbeda dengan
penyakit TBC paru.
3) Penyakit Hepatitis
Penyakit hepatitis merupakan suatu penyakit  peradangan pada
hati yang dapat disebabkan oleh virus. Pada umumnya penyakit
ini dapat dibagi menjadi 2 jenis yaitu hepatitis akut dan hepatitis
kronis. Pada hepatitis akut prosesnya berlangsung kurang dari 6
bulan. Sedangkan  pada hepatitis kronis prosesnya lebih dari 6
bulan.Penyakit hepatitis dapat terjadi karena adanya virus utama
dari kelima virus penyebab hepatitis, yaitu virus hepatitis A, virus
hepatitis B, virus hepatiti C, virus hepatitis D, dan virus hepatitis E.
4) Penyakit Antrhax
Anthrax adalah penyakit hewan yang dapat menular ke manusia
dan bersifat akut. Penyebabnya adalah bakteri Bacillus anthacis.
Pada manusia penyakit anthrax akan menimbulkan semacam
bisul berwarna hitam kemerahan. Apabila pecah akan
menimbulkan luka dan meninggalkan cacat.

5) Penyakit Histoplasmosis
Histoplasmosis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan gejala
yang menyerupai gejala pilek, seperti demam, menggigil dan
batuk yang disebabkan oleh infeksi jamur Histoplasma capsulatum
pada paru-paru. Histoplasmosis dapat menyebabkan
pembengkakan kelenjar getah bening.
6) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

14
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya
disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana
menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada
sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahan-
perdarahan.
7) Gatal dan Ruam
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh parasit yaitu kutu tungau
yang membuat gatal pada kulit manusia, disebut Sarcoptes
scabiei. Tungau mikroskopis ini umumnya menggali ke dalam kulit
dan menyebabkan gejala gatal dan ruam.
8) Kurap
Penyakit ini disebabkan oleh jamur yaitu Tinea corporis yang bisa
menimbulkan ruam melingkar kemerahan atau keperakan pada
kulit. Penyakit kulit ini bisa muncul di seluruh bagian tubuh, namun
biasanya muncul pada lengan dan tungkai. Umumnya, tinea
corporis lebih mudah menyebar di daerah beriklim hangat dan
lembap.

2.4.2 BAHAYA FAKTOR KIMIA


Pada pekerja yang bekerja di institusi kesehatan sering kali kontak
dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, solvent yang
banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal
sebagai zat yang paling karsinogen, detergen dan obat-obatan. Semua
bahan cepat atau lambat ini dapat member dampak negative terhadap
kesehatan mereka. Bahan kimia ini umumnya ditemukan di laboratorium
histologi, homology dan makrobiologi. Gangguan kesehatan yang paling
sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya
disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan alergi (keton). Bahan
toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau
terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik,
bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan
kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar. Cara
masuk tubuh dapat melalui saluran pernafasan, saluran pencerrnaan kulit
dan mukosa. Masuknya dapat secara akut dan secara kronis. Efek

15
terhadap tubuh: iritasi, alergi, korosif, asphyxia, keracunan sistematik,
kanker, kerusakan kelainan janin.
Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya potensi
bahaya factor kimia seperti menggunakan karet isap (rubber bulb) atau
alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya
aerosol, menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung
tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar, hindari penggunaan
lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa, dan
menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
Faktor resiko bahaya kimia di rumah sakit:
1. Penyimpanan bahan kimia yang berbahaya
2. Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat / bahan kimia
pembuatan obat-obatan yang mudah terbakar atau meledak
3. Bahaya zat / bahan kimia yang bersifat beracun, korosif dan
kaustik.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi bahaya kimia:
- Semua bahan kimia harus dianggap sebagai sumber potensi
bahaya sampai dampak bahan kimia tersebut sepenuhnya
diketahui;
- Mengetahui wujud bahan kimia selama proses kerja. Hal ini
dapat membantu untuk menentukan bagaimana mereka bias
kontak atau masuk ke dalam tubuh dan bagaimana paparan
dapat dikendalikan;
- Bagaimana mengenali, menilai dan mengendalikan risiko kimia
- Jenis alat pelindung diri (APD) yang diperlukan untuk
melindungi pekerja, seperti respirator dan sarung tangan;
- Bagaimana mengikuti sistem komunikasi bahaya bahan kimia
yang sesuai melalui lembar data keselamatan (LDK) dan label
dan bagaimana menginterpretasikan LDK dan label tersebut.
- Selalu cuci tangan sebelum makan atau setelah melakukan
aktivitas yang berkaitan dengan zat kimia.
Bahaya kimia yang ada di institusi kesehatan contohnya seperti :
1. Desinfektan, yakni bahan yang digunakan untuk dekontaminasi
lingkungan di rumah sakit seperti desinfeksi peralatan medis.
2. Antiseptik, yakni bahan untuk mencuci tangan ataupun
permukaan kulit misalnya alcohol dan iodine.

16
3. Detergen, yakni bahan yang digunakan untuk mencuci pakaian,
seprei, linen dan lain-lain.
4. Reagen, yakni zat untuk pemeriksaan laboratorium klinik dan
patologi.
5. Obat-obatan sitoksik
6. Gas medis, misalnya oksigen, karbondioksida, nitrogen dan lain-
lain.
7. Toluenee dan Xylene, digunakan untuk fiksasi specimen jaringan
dan pembersihan noda. Bahan ini bersifat mudah terbakar,
mengiritasi mata dan menyebabkan kulit terbakar.
8. Disinfektan, Cytotoxics, Ethylene Oxide, Formaldehyde, Solvent,
Metyl Methacrylate, atau gas-gas anestesi. (Evryanti, 2012)

2.4.3 BAHAYA FAKTOR FISIK


Faktor fisik adalah faktor yang berada dalam lingkungan kerja yang
bersifat fisika dan dihasilkan pada bagian bagian tertentu dari proses
produksi.Bahaya faktor fisik termasuk kondisi tidak aman yang dapat
menyebabkan cedera, peyakit, dan kematian.
- Bahaya terhadap benda-benda lancip, tajam dan panas
dengan resiko tertusuk, terpotong, tergores dan lain-lain.
- Resiko jatuh, terpeleset dan tersandung. Biasanya terjadi pada
lantai-lantai koridor yang licin, miring ataupun yang memiliki
tanjakan.
- Bahaya benda-benda yang dapat bergerak, seperti tertabrak
kereta dorog pasien dan lain-lain.
- Bahaya radiasi sinar pengion, yaitu radiasi yang mampu
menghasilkan ion langsung atau tidak langsung. Biasanya
terjadi di unit radio diagnostik, radioterapi dan kedokteran
nuklir.
- Bahaya radiasi sinar non pegion, yaitu radiasi dengan energi
yang tidak cukup untuk melakukan ionisasi yang dapat
menyebabkan antara lain penyakit susunan darah dan
kelainan-kelainan kulit, misalnya pada radiasi sinar infra merah
bisa mengakibatkan katarak, sedangkan sinar ultraviolet
menjadi penyebab konjungtivitis photoelectrica.
- Resiko bahaya akibat kebisingan. Resiko ini mungkin berada
di ruang bailer, generator listrik, dan peralatan yang
17
menggunakan alat-alat cukup besar yang tingkat
kebisingannya tidak dipantau dan dikendalkan secara terus
menerus.
- Resiko bahaya listrik meliputi bahaya konsleting listrik maupun
tersetrum arus listrik.

2.4.4 BAHAYA FAKTOR ERGONOMI DAN PENGATURAN KERJA


Ergonomi adalah studi tentang hubungan antara tubuh manusia dan
pekerjaan. Prinsip ergonomi adalah mencocokkan pekerjaan untuk
pekerja. Jika sikap tubuh atau penggunaan otot tidak sesuai saat
melakukan tindakan maka dapat menyebabkan berbagai macam
penyakit, misalnya low back pain. Pada institusi pelayanan kesehatan,
tenaga kesehatan yang sering mengalami penyakit ini adalah perawat.
Biasanya perawat mengalami low back pain setelah melakukan tindakan
mengangkat pasien, merawat luka dan mendorong pasien. Selain itu,
resiko yang ditimbulkan oleh faktor ergonomis ini juga disebabkan oleh
alat penunjang pelayanan kesehatan yang tidak berstandar, kegiatan
yang dilakukan secara manual (kebanyakan di puskesmas), kurangnya
waktu beristirahat dan beban pekerjaan yang melebihi kemampuan
tubuh. Untuk mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh faktor ergonomis
dapat dilakukan tindakan seperti proteksi kerja dengan alat proteksi diri,
melakukan standarisasi alat penunjang pelayanan kesehatan, dan rajin
berolahraga untuk memelihara kelenturan serta kekuatan otot terutama
pinggang.

2.4.5 BAHAYA FAKTOR PSIKOLOGIS


Potensi bahaya dan risiko yang mungkin terjadi di institusi pelayanan
kesehatan antara lain sebagai berikut:
1. Hubungan yang tidak harmonis di rumah sakit, baik sesama staff, staff
dengan pasien, maupun satff dengan atasan.
2. Beban kerja yang berlebih maupun yang kurang, tekanan waktu,
tanggung jawab yang berlebih maupun kurang.
3. Stress yang disebabkan karena banyaknya pasien sedangkan jumlah
tenaga kesehatannya sedikit sehingga beban kerja tidak menentu.
4. Stress yang disebabkan karena berbagai macam permintaan pasien atau
atasan sehingga jika pasien merasa tidak puas akan ada ancaman serta
makian dari pasien atau atasan.
18
5. Jadwal kerja atau pergantian shift yang tidak seimbang.
6. Adanya pasien yang meninggal sehingga menyebabkan terganggunya
mental.
7. Adanya kasus yang berhubungan dengan dilema etik.
8. Adanya kasus perbedaan budaya dari pasien sehingga tenaga kesehatan
dalam memberikan pelayanan kesehatan harus menyesuaikan dengan
berbagai macam budaya paisen.
9. Bagi tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas, akan terdapat
tambahan kerjaan yang harus diselesaian di rumah.

Adapun upaya pengendalian yang dapat dilakukan, yaitu:


1) Mengadakan pertemuan antar satuan kerja, antar staff, dan pimpinan
pada acara-acara bersama yang bertujuan agar terjalin komunikasi
dengan baik.
2) Meningkatkan kualitas tenaga kesehatan berupa skill dengan
diadakannya pelatihan atau training sehingga tenaga kesehatan dapat
bekerja secara cepat tanggap dalam menghadapi pasien meskipun
dalam jumlah yang banyak.
3) Membuat jadwal kerja atau pergantian shift yang adil.
4) Melengkapi dan mengontrol sarana dan prasana di institusi pelayanan
kesehatan.
5) Adanya penghargaan yang diberikan kepada tenaga kesehatan.

BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Bahaya risiko yang ada di industri antara lain bahaya biologi, bahaya kimia,
bahaya fisik, bahaya ergonomi dan pengaturan kerja, dan bahaya psikologis.
Bahaya biologi biasanya terdapat pada bidang industri yang berhubungan
dengan adanya bakteri atau virus yang menular. Bahaya kimia di bidang industri

19
biasanya yang berhubungan dengan bahan kimia atau sejenisnya. Bahaya fisik
yaitu kebisingan, penerangan, getaran, dan radiasi tidak mengion. Bahaya
ergonomi dan pengaturan kerja berhubungan dengan tubuh pekerja ketika
bekerja seperti terpeleset atau kejatuhan barang. Sedangkan bahaya psikologi di
bidang industri berhubungan dengan persaingan antar pekerja atau tekanan dari
atasan yang membuat pakerja menjadi stress atau trauma.
Sama seperti industri, begitu pula dengan institusi kesehatan. Macam-macam
bahaya yang ada di institusi kesehatan antara lain bahaya biologi, bahaya kimia,
bahaya fisik, bahaya ergonomi dan pengaturan kerja, serta bahaya psikologis.
Bahaya biologi di institusi kesehatan kebanyakan berasal dari virus atau bakteri
menular yang berasal dari pasien yang dirawat. Bahaya kimia berhubungan
dengan obat-obatan yang biasanya memiliki kandungan berbahaya jika terkena
langsung. Bahaya fisik seperti terkena benda tajam, radiasi, atau terkena alat-
alat yang ada di rumah sakit. Bahaya ergonomi dan pengaturan kerja seperti saat
pekerja memindahkan pasien sehingga mengakibatkan cidera. Sedangkan dalam
bahaya psikologi, bisa berupa tekanan pekerjaan atau terpaksa melembur
sehingga stress.

3.2 SARAN
Sebagai tenaga kerja, kita harus berhati-hati dan tidak sembrono dalam
melakukan pekerjaan karena setiap pekerjaan memiliki risiko masing-masing.
Sedangkan sebagai pemiliki perusahaan, hendaknya harus memperhatikan K3
dengan cara memfasilitasi asuransi, tempat dan peralatan kerja yang aman, dan
alat pelindung diri bagi pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Adiwardana, A. S. 2013. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Tempat Kerja. Jakarta:


International Labour Organization
Arief, Latar Muhamad. 2012. LINGKUNGAN KERJA FAKTOR KIMIA BIOLOGI. Tersedia
(online)http://ikk354.weblog.esaunggul.ac.id/wpcontent/uploads/sites/310/2012/12/L
INGK-KERJA-FAKTOR-KIMIA-BIOLOGI.pdf
Arifin, Syamsul. 2013. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : International Labour
Organization.
Cherles, Tim, David, Nicholas, Nikolai, Kidest dan Kari. 2013. Kesehatan Keselamatan Kerja
Sarana untuk Produkivitas. Jakarta : International Labour Office
20
Djatmiko, R. D. 2016. Keselamatan dan KesehatanKerja. Yogyakarta: Deepublish.
Everyanti. 2012. Kajian Resiko K3 pada Petugas Kesehatan dan Petugas Kebersihan Klinik
X Tahun 2012 http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20319686-S-PDF-Evryanti.pdf
(Diakses pada tanggal 16 Februari 2018).
Fathoni, H., H. & Swasti, K. G., 2009. Hubungan Sikap dan Posisi Kerja dengan Low Back
Pain pada Perawat di RSUD Purbalingga. Jurnal Keperawatan Soedirman, 4(3), pp.
131-138.
Fitria, Cemy Nur. 2010. Kesehatan dan Keselamatan Kerja di RumahSakit.
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. 2017. Potensi Bahaya di Tempat
Kerja Pelayanan Kesehatan dan Keperawatan.Yogyakarta.
Keberlanjutan melalui perusahaan yang kompetitif dan bertanggung jawab (SCORE). Modul
5, / International Labour Office. Jakarta: ILO, 2013
Keputusan Menteri Kesehatan RI No 1087 tahun 2010 tentang Standar Kesehatan dan
Keselamatan Kerja Rumah Sakit.
Kusnawa, Wowo Sunaryo. 2014. Ergonomi dan K3 ( Kesehatan Keselamatan Kerja ). PT
REMAJA ROSDAKARYA : Bandung.
Lamotte, David, dkk. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat Kerja. ILO :
Jakarta
Redjeki, Sri. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Pusdik SDm Kesehatan : Jakarta
Selatan.
Yusuf, Mochammad, dkk. 1998. Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Kehutanan. ILO :
Indonesia
Prashetya Quality Medical Consulting, HSE, Pelatihan Jasa Keselamatan Kerja
Indonesia. 2018. Peranan K3 (Kesehatan Dan Keselamatan Kerja) Di Rumah Sakit.
didapat dari http://prashetyaquality.com/2018/02/k3-untuk-pencegahan-resiko-dan-
bahaya-di-rumah-sakit/ (diakses pada 21 Februari 2018).
Puspitasari, Nindya. 2010. Hazard Identifikasi dan Risk Assesment dalam Upaya
Mengurangi Tingkat Risiko di Bagian Produksi PT. Bina Guna Kumia Ungaran
Semarang. (Online). (https://eprints.uns.ac.id/10313/1/153822108201004061.pdf,
diakses pada 21 Februari 2018).

21

Anda mungkin juga menyukai