Anda di halaman 1dari 16

NAMA : NUR LAILIA ANTASYIA

NIM : P27820119031
KELAS: TINGKAT 2 REGULER A
TUGAS KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 1
RESUME ULKUS PEPTIKUM
1. Pengertian Ulkus Peptikum
Ulkus Peptikum adalah kerusakan pada mukosa yang melapisi saluran pencernaan
akibat serangan asam dan pepsin, ulkus dapat berlangsung akut dan kronis. Ulkus
Peptikum adalah kerusakan pada jaringan mukosa dan lapisan otot saluran pencernaan
bagian atas yang dapat terjadi di esophagus, gaster, duodenum dan jejunum. Ulkus
Peptikum adalah ulkus yang terjadi pada mukosa dan submukosa dan kadang-kadang
sampai lapisan muscularis, dan traktus gastrointestinalis yang selalu berhubungan dngan
asam lambung yang cukup mengandung HCL. Ulkus Peptikum adalah keadaan dimana
kontinuitas mukosa lambung terputus dan meluas sampai dibawah epitel.
2. Etiologi
Penyebab yang pasti belum diketahui, namun beberapa kasus dihubungkan dengan
peningkatan sekresi asam lambung dan lemahnya barier mukosa lambung. Dapat juga
disebabkan oleh aspiin, alcohol, prostaglandin, indometasin, phenilbutazon, dan
kortikosteroid, Penyebab lain adalah asam getah lambung terhadap resistensi mukosa
lambung, golongan darah O, SSP, imflamasi bacterial dan non bacterial, infark, factor
hormonal, factor obat-obatan, herediter, factor penyebab lain (hernia, sirosis, hepatic,
penyakit paru, penyakit kardiovascular).
3. Anatomi patologi
Ulkus Peptikum sering disebut sebagai nulukus lambung, duodenal atau
esophagus tergantung lokasinya. Ulkus ini disebabkan oleh erosi area terbatas dari
membrane mukosa. Erosi ini dapat meluas sedalam lapisan otot/seluruh otot di
peritoneum. Ulkus Peptikum lebih mungkin terjadi pada duodenum daripada lambung,
biasanya ini terjadi secara tunggal ataupun dalam bentuk multiple. Ulkus Peptikum kronis
cenderung terjadi pada kurfatura minor dari lambung dekat pylorus. Ulkus stress, yang
secara klinis berbeda dari Ulkus Peptikum adalah ulserasi pada mukosa yang dapat terjadi
pada area gastrointestinal. Kedua kondisi ini peptic dapat terjadi pada esophagus
(esopagitis), lambung (gastritis), duodenum (duodenitis). Ulkus duodenum biasanya
terjadi pada bagian proksimal duodenum dekat pylorus, biasanya memiliki batas yang
tajam dengan diameter kurang dari 1 cm.
Ulkus gastric biasanya ditemukan pada lesser curvature (lengkung kecil) dan
areanya mendekati bagian proksimal pylorus, meningkatkan insiden Ca. Lambung.
Perhatikan sisi Ulkus Peptikum dan sisi imflamasi umum. Asam hidodorida dibentuk oleh
sel B dalam antrum. Kelenjar duodenal mensekresi larutan mucus alkalin. Ulcus pada
“body of stomach” bisa terjadi tanpa adanya sekresi asam yang berlebihan.
a. Duodenal ulcer : 30 – 55 tahun lebih banyak pria dari pada pada wanita,
b. Gastric ulcer : 55 – 70 tahun (LeMone & Burke, 2008)
c. Umumnya sering terjadi pada usia 40-60 th.
d. Tidak biasa terjadi pada wanita usia subur , tapi bisa terjadi pada anak-nak
4. Patologi
Ulkus Peptikum terjadi terutama pada mukosa gatroduodenal karena jaringan ini
tidak dapat menahan kerja asam lambung pencernaan (asam HCL) dan pepsin. Erosi yang
terjadi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi dan kerja asam pepsin atau berkenaan
dengan penurunan pertahanan normal dari mukosa. Mukosa yang rusak tidak dapat
mensekresi mucus yang cukup untuk bertindak sebagai barier terhadap asam klorida.
NSAIDs dapat menghambat sekresi mucus.
a. Kx dengan ulkus duodenal : mensekresi HCl lebih dari normal
b. Kx dengan ulkus gastrik : sekresi HCl cenderung normal dan menurun
Sekresi lambung terjadi pada tiga fase :
A. Serolitik
B. Lambung
C. Usus
Karena fase ini terkait dan tidak saling tergantung satu sama lain, gangguan pada
salah satu fase dapat terjadi ulcerogenik. Fase sefalik (psikis) Fase pertama ini dimulai
dengan rangsangan seperti pandangan, bahu atau rasa makanan yang bekerja pada
reseptor kortikalcerebral yang pada gilirannya, merangsang saraf vagal. Intinya makanan
yang tidak menimbulkan nafsu makan mepunyai sedikit efek pada sekresi lambung. Fase
lambung Pada fase lambung, asam dilepaskan sebagai akibat dari rangsangan kimiawi dan
mekanis terhadap reseptor di dinding lambung. Reflek vagal menimbulkan sekresi asam
sebagai respon terhadap distensi lambung oleh makanan. Fase usus Makanan dalam usus
halus menyebabkan pelepasan hormone diaggap menjadi gastrin yang pada waktunya
akan merangsang sekresi asam lambung.
Barier mukosa lambung : asam hidroklorida disekresi secara continue, tetapi
sekresi meningkat karena mekanisme neurogenik dan hormonal yang dimulai oleh
rangsangan lambung dan usus. Bila asam hidroklorida bersamaan dengan pepsin, akan
merusak lambung. Asam hidroklorida kontak hanya dengan sebagian kecil permukaan
mukosa lambung, kemudian menyebar kedalamnya dengan lambat. Mukosa yang tidak
dapat dimasuki disebut barier mukosa lambung. Barier ini adalah pertahanan terhadap
pencernaan yang dilakukan oleh sekresi lambung itu sendiri. Faktor ini yang
mempengaruhi pertahanan mukosa adalah suplai darah, keseimbangan asam basa,
integritas sel mucosal dan regenerasi epitel. Oleh karena itu seseorang mungkin
mengalami Ulkus Peptikum karena satu dari dua faktor yaitu :
a. Hipersekresi asam pepsin
b. Kelemahan barier mukosa lambung
Faktor risiko mayor terjadinya Peptic Ulcer Disease (PUD) adalah:
a. Infeksi kronik H. Pylori
b. Penggunaan Aspirin dan NSAIDs
c. Estimasi : 1 dari 6 klien yang terinfeksi H. Pylori akan berkembang menjadi PUD
d. Aspirin paling ulcerogenik
e. Merokok Cigaret risiko 2 kali, cigaret dapat menghambat sekresi bicarbonat oleh
pankreas dan kemungkinan mempercepat transit HCL ke doudenum, menyediakan
“more favorable milieu” for H. pylori infection
H. Pylori (70% PUD) unik dan membentuk kolonisasi dilambung, menyebar dari orang ke
orang (oral-oral atau oral-fecal), menyebabkan ulkus dengan beberapa cara.
a. Bakteri memproduksi enzim dapat menurunkan efikasi mukosa gel dalam
melindungi mukosa gastrik, selain itu respon inflamasi host terhadap infeksi H.
Pylori menyebabkan kerusakan pada sel epitel gastrik (tanpa memproduksi
kekebalan terhadap infeksi ini).
b. Meskipun Mukosa gastrik merupakan tempat dimana umumnya H. Pylori
menginfeksi, tapi H. Pylori juga berkontribusi terhadap terjadinya ulkus duodenal
dan infeksi bakteri ini meningkatkan produksi HCl.
NSAIDs menyebabkan PUD baik melalui mekanisme sistemik dan lokal. Prostaglandin
penting untuk menjaga barrier mukosal gastrik. NSAIDs menganggu synthesis
prostaglandin dengan cara menganggu aksi dari enzim cyclooxygenase (COX) : COX-1
dan COX-2. Mekanisme systemik : aspirin dan NSAIDs yang lain melintasi membran
lipid sel epitel gastrik sehingga merusak sel tersebut.

5. Manifestasi klinis
Ulkus Peptikum yaitu nyeri abdomen seperti terbakar terutama terasa apabila
lambung atau duodenum tidak berisi makanan, karena makanan dalam keadaan normal
menyangga kadar HCL bebas, nyeri sering timbul pada malam hari. Biasanya pasien
dengan ulkus sering mengeluh nyeri tumpul, seperti tertusuk atau sensasi terbakar di
epigastrum tengah atau di punggung. Nyeri terjadi jika peningkatan HCl mengkikis lesi
dan menstimuli ujung syaraf . Teori lain : kontak lesi dan HCl menstimuli mekanisme
reflek lokal memulai kontraksi otot polos yang berdekatan. Nyeri terjadi apabila lambung
dalam keadaan kosong (2-3 jam setelah makan dan tengah malam). Hal ini diyakini
bahwa nyeri terjadi bila kandungan asam lambung dan duodenum meningkat
menimbulkan erosi dan merangsang ujung saraf yang terpajan. Nyeri hilang dengan
makan, karena makanan menetralisasi asam atau dengan menggunakan alkali.
Kemungkinan klien juga mengeluh mual, pyrosis (heartburn) disertai sendawa,
regurgitasi, konstipasi atau diare. Pirosis (nyeri ulu hati) beberapa pasien mengalami
sensasi luka bakar pada esofagus dan lambung, yang naik ke mulut dan kadang-kadang
disertai eruptasi asam, eruptasi atau sendawa umumnya terjadi pada lambung pasien
kosong. Mual, jarang pada ulkus duodenal uncomplicated, kemungkinan merupakan tanda
adanya komplikasi pada PUD, mual dan obstruksi pada lubang pylorus baik karena
spasme muskuler ataupun obstruksi mekanik akibat scar atau oedama akut membran
mukosa disekitar ulkus yang mengalami inflamasi. Muntah meskipun jarang pada ulkus
duodenal tak terkomplikasi, muntah dapat menjadi gejala ulkus peptikum. Emesis terdiri
dari undigested food yang dimakan klien beberapa jam sebelumnya. Hal ini dihubungkan
dengan obstruksi jalan keluar lambung oleh spasme mukosa pylorus serta oleh obstruksi
mekanis. Konstipasi dan pendarahan dapat terjadi pada pasien ulkus, kemungkinan
sebagai akibat dari diet dan obat-obatan. Pada lansia tanda dari PUD kurang jelas,
perasaan tidak nyaman yang samar, chestpain, dysphagia, penurunan BB, anemia. Yang
sering muncul adalah tanda komplikasi (perdarahan upper GI dan perforasi lambung).
6. Tanda dan penatalaksanaan
Tanda : Penurunan berat badan sebagai konsekuensi ari gejala mual, muntah dan
anoreksia ; Ditemukannya komplikasi seperti pendarahan, perforasi, penetrasi dan
obstruksi ; Dalam penentuan diagnose ulkus peptikum, maka perlu dilakukan sejumlah
pemeriksaan, diantaranya :
a. Data pengujian asam lambung ; Uji Helicobacter Pylori ; Serat optic diatas
endoskopi (eshophagogastroduodenoscopy)
b. Terapi :
Terapi non farmakologi : Menghilangkan kebiasaan merokok dan penggunaan
AINS ; Menghindari makanan atau minuman tertentu yang dapat merangsang
ulkus seperti makanan pedas, kafein dan alcohol ; Mengganti penggunaan AINS
nonselektif dengan asetaminofen, salisilat takterasetilasi (isal salsalat) atau AINS
selektif COX-2 untuk mengatasi timbulnya rasa nyeri ; Dalam kondisi trsebut
ulkus peptikum memerlukan tindakan pembedahan.
Terapi farmakologi : Terapi untuk menyembuhkan /menjaga penyembuhan ulkus
peptikum dapat dipilih diantara alternative berikut : Omeprazole 20-40 mg/hari,
Lanzoprazole 15-30 mg/hari, Pantoprazole 40 mg/hari, Esomeprazole 20-40
mg/hari. Antagonis reseptor H2 (H2RAs) dapat berupa simetidin 4x300 mg/hari
atau 2x400 mg/hari atau 800 mg sebelum tidur, dosis maintenance 800 mg
sebelum tidur. Ranitidine 2x150 mg atau 1x300 mg sebelum tidur dengan dosis
maintenance 150-300 mg sebelum tidur, atau famotidin 2x20 mg atau 1x40 mg
sebelum tidur, dengan dosis maintenance 20-40 mg sebelum tidur. Sukralfat 4x1
mg atau 2x2 mg dengan dosis maintenance 2x1-2 mg/hari.
7. Tanda syok hipovolemik
1) Takikardi
2) Hipotensi
3) Pallor
4) Urine output rendah
5) Ansietas
8. Pemeriksaan diagnostik
Termasuk kedalam penatalaksanaan kolaboratif
A. Upper Gi Series (menggunakan barium sebagai kontras), mendeteksi 80%-90%
ulkus peptikum, pilihan pertama karena murah dan less invasive. Ulkus yang kecil
dan superfisial kemungkinan tidak terdeteksi.
B. Gastroscopy, visualisasi mukosa esofagus, lambung dan duodenum dan
inspeksilangsung terhadap ulkus. Pengambilan jaringan untuk biopsy.
C. Spesimen Biopsi yang dikumpulkan pada saat gastroscopy diperiksa untuk
mendeteksi H. Pylori.
a. Tes biopsi urease : spesimen diletakkan pada gel yg mengandung urea, jika
terdapat H. Pylori maka dalam waktu beberapa menit warna gel akan
berubah karena urease yang dihasilkan bakteri.
b. Spesimen biopsi diperiksa secara mikroskopis atau dikultur untuk
mendeteksi keberadaan bakteri.
c. Tes Serologi (mendeteksi antibodi IgG melalui ELISA) dan urea breath
test (radiolabeled urea diberikan peroral. Urease yang dihasilkan olah
bakteri mengkonversi urea menjadi amonia dan radiolabeled CO2, yang
bisa diukur saat klien ekspirasi dengan metode non invasive untuk
mendeteksi H. Pylori. Test ini juga digunakan untuk mengetahui efektifitas
eradikasi H. pylori.
d. Zollinger Ellison Syndrom, gastric analisis, untuk mengevaluasi sekresi
HCl. Isi lambung diaspirasi melalui NG tube dan di analisis. Pada ZES
kadar HCl sangat tinggi. Achloryhidria = kadar HCl dalam lambung
rendah.
e. Feses diperiksa secara periodik sampai hasilnya negatif dari bekuan darah.
9. Perawatan umum
A. Managemet Stress dan Istirahat
Menurunkan lingkungan yang penuh stressor memerlukan modifikasi fisik dan
psikologi baik dari klien, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Klien kemungkinan
membutuhkan bantuan untuk mengenali situasi apa yang membuat stress dan
melelahkan. Biofeedback, hipnosis atau modifikasi perilaku bisa membantu.
B. Mengurangi-menghentikan kebiasaan merokok. Merokok menurunkan sekresi
bikarbonat dari pancreas ke duodenum, mengakibatkan peningkatan keasaman
duodenum. Berdasarkan hasil penelitian merokok sigaret secara signifikan
menghambat penyembuhan ulkus, sehingga klien sangat direkomendasikan untuk
menghentikan rokok. Support group bisa membantu.
C. Modifikasi Diet
Selain mengunakan terapi farmakologis klien dengan ulkus peptikum didorong
untuk menjaga dan mengatur asupan nutrisi yang baik, makan seimbang dengan
jadwal teratur ( 3 kali sehari, selama antacid dan H2 bloker diminum tidak perlu
makan sedikit tapi sering) . Modifikasi diet berguna untuk mencegah oversekresi
asam lambung dan hipermortalitas dalam saluran pencernaan. Hindari makanan
dengan ekstrem temperatur, kurangi daging, alkohol, kopi (termasuk decaffeinated
coffee), makanan mengandung susu dan cream. Tidak perlu lagi diet lunak.
10. Diagnosa keperawatan atau nursing diagnosis
Berdasarkan data pengkajian diagnosis keperawatan pasien meliputi hal-hal berikut ini :
a. Nyeri akut akibat efek sekresi asam lambung pada jaringan yang rusak
b. Kecemasan yang berhubungan dengan mengatasi penyakit akut
c. Nutrisi yang tidak seimbang yang berhubungan dengan perubahan pola makan
d. Pengetahuan yang kurang tentang pencegahan gejala dan manajemen kondisi
e. Gangguan keseimbangan cairan
f. Gangguan pola tidur
11. Perencanaan dan tujuan
Tujuan untuk pasien mungkin termasuk menghilangkan rasa sakit, mengurangi
kecemasan, pemeliharaan kebutuhan nutrisi, pengetahuan tentang manajemen dan
pencegahan kekambuhan ulkus, dan tidak adanya komplikasi.
12. Intervensi keperawatan
Menghilangkan rasa sakit
Menghilangkan rasa sakit dapat dicapai dengan obat yang diresepkan. Pasien
harus menghindari aspirin, makanan harus dimakan dengan interval waktu yang teratur
dalam suasana santai. Beberapa pasien mendapat manfaat dari mempelajari teknik
relaksasi untuk membantu mengelola stress, dan rasa sakit, dan untuk meningkankan
upaya berhenti merokok.
13. Medikasi
Medikasi untuk PUD :
1. Agen untuk eradikasi H. Pylori
2. Obat untuk menurunkan HCl
3. Agen untuk proteksi mukosa
Eradikasi H. Pylori sering sekali sulit. Kombinasi terapi menggunakan dua antibiotic
disertai bismuth atau proton-pump inhibitor penting ( misal : kombinasi OMZ,
metronidasol dan clarithromycine atau bismuth subsalicylate, tetrasiklin dan
metronidazole). Dengan eradikasi yang lengkap rata-rata reinfeksi kurang dari 0,5%
pertahun. Klien yang mengalami ulkus karena penggunaan NSAIDs maka jika
memungkinkan penggunaan obat tersebut harus dihentikan, jika tidak mungkin
penggunaan PPIs 2 kali sehari dapat menyembuhkan ulkus. Obat yang digunakan untuk
menurunkan asam lambung:
a. Proton-pump Inhibitors (PPI) dan H2 reseptor antagonis.
b. PPI : mengikat acid-secreting enzyme (H+, K+ ATP ase/hydrogen-potassium
adenosine triphospatase) yang berfungsi sebagai pompa proton, menghilangkan
kemampuannya selama 24 jam. Obat ini efektif , menyembuhkan 90% ulkus
setelah penggunaan 4 minggu. Dibadingkan H2-reseptor bloker obat jenis ini lebih
cepat menurunkan nyeri dan lebih cepat menyembuhkan ulkus. H2 reseptor
bloker, menghambat ikatan histamin dengan reseptor di dalam sel parietal untuk
menurunkan sekresi asam lambung. Obat ini mudah ditoleransi dan efek samping
yang serius hanya sedikit, akan tetapi bisa terjadi interaksi obat. Obat ini harus
digunakan selama 8 minggu atau lebih untuk penyembuhan ulkus.
Obat yang digunakan untuk melindungi mukosa:
a. Sucralfat
b. Bismuth
c. Antacids
d. Analog prostaglandin
Sucralfat, mengikat protein pada dasar ulkus, membentuk barrier protektif
melawan asam, empedu, dan pepsin, juga menstimuli sekresi mukus, bikarbonat dan
prostaglandin. Senyawa bismuth (Pepto Bismol) menstimuli bikarbonat mukosal dan
produksi prostaglandin untuk mendorong penyembuhan ulkus. Selain itu bismuth juga
memiliki aksi antibakterial melawan H. Pylori. Memiliki efek samping sangat
minimal, selain membuat warna feses lebih gelap. Analog prostaglandin (misoprostol)
mendorong penyembuhan ulkus dengan cara menstimuli sekresi mukus dan bikarbonat
dan menghambat sekresi asam lambung. Kurang efektif, tapi digunakan untuk mencegah
ulkus karena penggunaan NSAIDs. Antasid mensimulus pertahanan mukosa gastrik,
sangat membantu untuk penyembuhan ulkus. Meringankan keluhan ulkus dan dibutuhkan
untuk mendukung obat antiulkus lain. Murah, tapi terkadang klien mengalami kesulitan
karena obat harus sering diminum dan menyebabkan konstipasi (aluminium) atau diare
(magnesium). Antasid juga menganggu penyerapan besi, digoksin, beberapa jenis
antibiotik dan beberapa obat lain.
14. Komplikasi
Komplikasi
A. Perdarahan (10% - 20%)  ulserasi da erosi sampai pada pembuluh darah mukosa
gaster. Sering terjadi pada lansia.
a. Erosi terjadi pada pembuluh darah yang kecil maka perdarahan yang
terjadi lambat dan tersembunyi, darah pada feses sebagai tanda. Jika
perdarahan berlanjut maka klien menjadi anemi, merasa lemah dan lelah,
pusing, dan hypotensi orthostatik.
b. Erosi pada pembuluh darah besar menyebabkan perdarahaan berat dan
tiba-tiba menyebabkan hematemesis, melena, atau hematochezia (darah di
feses) dan tanda hypovolemic syok.
B. Obstruksi pada gaster, karena edema diarea sekitar ulkus, spasme otot halus, atau
jaringan scar. Biasanya obstruksi terjadi dalam waktu lama (bukan proses akut).
Tanda: perasaan penuh pada epigastrik, nausea. Jika terjadi obstruksi total 
vomiting, HCl-sodiumpotassium hilang saat vomitus, menyebabkan gangguan
keseimbangan elektrolit dan alkalosis metabolik.
C. Komplikasi paling mematikan : perforasi ulkus melalui dinding mukosa. Isi
lambung dan duodenum masuk ke peritoneum, inflamasi dan peritonitis.
Peritonitis kimiawi dari HCl, pepsin, bile, cairan pankreatik segera terjadi.
Peritonitis bakterial 6-12 jam berikutnya karena kontaminasi gaster ke kavum
peritonium yang dalam keadaan normal steril. Ulkus perforasi dengan nyeri hebat
abdomen bagian atas menjalar ke seluruh abdomen dan kemungkinan bahu,
abdomen rigig dan kaku seperti papan, tidak terdengar bising usus, kemungkinan
ada tanda tanda syok (diaphoresis, takikardi, pernafasan cepatdangkal). Pada
lansia tanda klasik perforasi kemungkinan tidak muncul, biasanya ditandai
perubahan kesadaran dan tanda nonspesifik lain. Tanda atypical dengan diagnosis
dan pengobatan tertunda menyebabkan mortalitas meningkat Akut
Zollinger Ellison Syndrome (ZES)
PUD yang disebakan karena gastrinoma (gastrin-secreting tumor dari pankreas,
lambung atau usus) , gastrinoma 50% - 70 % maligna. Gastrin adalah hormon yang
menstimuli sekresi pepsin dan HCl, peningkatan kadar gastrin terkait dengan adanya
tumor menyebabkan hipersekresi HCL menyebabkan ulkus pd mukosa.
Ulkus karena ZES bisa mengenai semua bagian lambung atau duodenum, maupun
esofagus dan jejenum. Karakteristik : nyeri, HCl kadar tinggi yang masuk duodenum
menyebabkan diare & steatorrhea Komplikasi ZES yang paling sering perdarahan dan
perforasi. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit terjadi karena presisten diare
(menyebabkan kehilangan potassium dan sodium) Penangan Komplikasi Klien ulkus
peptikum yang dirawat dengan komplikasi : perdarahan, obstruksi GI, perforasi, atau
peritonitis memerlukan penangan tambahan untuk mengembalikan homeostasis.
A. Terapi Endoskopi
Peran utama terapi endoskopi pada klien dengan ulkus peptikum adalah
memenegement komplikasi yang kemungkinan terjadi. Setelah resusitasi dan
stabilisasi klien, gastric lavage dilakukan untuk membersihkan darah dari lambung
sebelum endoskopi. Tujuan dari terapi endoskopi adalah untuk “menambal”
pembuluh darah, prosedur ini dilakukan dalam beberapa cara.
a. Endoscopic laser coagulation of a bleeding ulcer. Panas menyebabkan
edema, koagulasi protein jaringan dan kontraksi arteri. Panas dihasilkan
karena absorbsi energy laser oleh jaringan.
b. Endoscopic cauterization of a bleeding ulcer using BICAP
electrocoagulation. Panas yang dihasilkan dari high-frequency electrical
bisa memotong dan mengkoagulasi jaringan. Saat ini tersedia endoskopi
dengan elektroda monopolar dan multipolar, dan keduanya harus kontak
dengan permukaan mukosa agar efektif.
Thermal electrocoagulation merupakan treatment klasik untuk
menghentikan perdarahan selama proses pembedahan.
c. Endoscopic cauterization of a bleeding ulcer using Heater Probe. Heater
probe terbuat dari silinder alumunium berlubang dengan inner coil.
Silinder mentransfer panas dari ujung alat ke jaringan jika diposisikan
tegak lurus atau sesuai dengan garis singgung. Alat ini diletakkan pada
jaringan yang mengalami perdarahan untuk memproduksi tamponade dan
panas. Berdasarkan penelitian alat ini efektif untuk treatmen baik untuk
ulkus yang mengalami perdarahan maupun non-bleeding visible vessels
menciptakan homostasis dan secara signifikan meningkatkan perbaikan
klinis.
Pada studi komparatif terhadap heater probe, BICAP dan terapi
medis, heater probe 95% lebih efektif dalam mencapai hemostasis. Heater
probe dan BICAP lebih bermanfaat untuk hemostasis daripada terapi laser.
Heater probe dan BICAP lebih murah, portable, mudah digunakan,
mempunyai “target irrigation” dan memungkinkan tamponade dan
koagulasi tangensial. Terapi injeksi untuk perdarahan GI tract bagian atas
sangat murah, simple dan banyak digunakan. Non-bleeding visible vessels
diobati dengan cara menginjeksikan solution pada 3 atau 4 tempat dengan
jarak 1-3 mm disekitar pembuluh darah, kemudian visible vessels diinjeksi.
Pada pembuluh darah yang mengalami perdarahan, injeksi dilakukan
sekitar area perdarahan sampai hemostasis tercapai, kemudian diikuti
dengan injeksi pada pembuluh darah. Beberapa jenis agen sklerotik
digunakan baik tunggal maupun dikombinasi untuk mencapai hemostasis.
Adrenalin; kombinasi hipertoniksalin dan adrenalin; adrenalin dan
polidocanol; etanol murni; atrau kombinasi dextrose, trombin dan sodium
morrhuate menunjukkan hasil yang baik dalam mengatasi perdarahan,
mengurangi kebutuhan akan pembedahan dan menurunkan mortalitas.
B. Terapi Mekanik
Saat ini Hemoklip endoskopi dikembangkan untuk mengobati ulkus
peptikum. Alat ini kecil 3-4 mm berupa klip titanium, yang bisa di buka
tutup dengan endoskopi selama operasi. Alat ini digunakan untuk menjepit
pembuluh darah yang bocor. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
metode ini efektif dan aman untuk mengobati beberap bentuk tertentu dari
ulkus peptikum dan harus digunakan pada keadaan yang tepat.
C. Terapi Radiologi
Angiography merupakan modalitas diagnostic dan terpeutik yang
bermanfaat untuk ulkus peptikum. Angiography dapat mengidentifikasi
letak perdarahan lambung dan duodenum yang gagal didiagnosis oleh
endoskopi. Terapi ini bisa dipertimbangkan sebagai terapi untuk pasien
yang jika dilakukan pembedahan memiliki risiko tinggi. Terapi
Angiography untuk treatmen perdarahan GI terdiri dari 2 teknik
embolisasi. Efektif pada 50% kasus, vasopresin intraarterial infution
menyebabkan vasokonstriksi sehingga terjadi penghentian perdarahan
ulkus. Material embolik seperti absorbable gelatin sponge, tissue
adhesives, atau bahan oklusif lain (seperti mikrocoil) bisa di insersikan
melalui kateter ke area perdarahan. Potensial komplikasi yang terjadi
akibat terapi embolisasi : iskemia dan perforasi.
D. Terapi Pembedahan
Penggunaan obat-obatan seperti antibiotik untuk eradikasi H. Pylori dan
PPIs, H2 reseptor bloker dsb secara signifikan menurunkan atau
menyembuhkan ulkus. Pembedahan klien dengan ulkus intractable (gagal
sembuh setelah 12-16 minggu pengobatan), komplikasi perdarahan yang
mengancam jiwa, perforasi, obstruksi, ZES yang tidak respon terhadap
pengobatan (Yamada, 1999). Pembedahan jika endoscopic hemostasis
techniques tidak tersedia atau gagal menghentikan perdarahan atau
perdarahan ulang.Klien dengan pembedahan perawatan jangka panjang,
putus asa dan mengalami gangguan dalam pekerjaan, perubahan peran,
kehidupan berumah tangga, aktivitas dan sebagainya. Lansia, kemungkinan
menjalani operasi ini, perlu diingat pembedahan bisa menyebabkan
komplikasi jangka panjang (dumping syndrom). Tindakan Pembedahan
tergantung : pengalaman dokter, lokasi ulkus, kondisi klien secara
keseluruhan. Dua hal utama yang harus dipertimbangkan dalam
pembedahan adalah : morbiditas dan keingkinan terjadinya
kekambuhan/perdarahan ulang.
Follow up :
Kekambuhan dalam 1 tahun bisa dicegah dengan profilaksis menggunakan H2
reseptor antagonis yang diberikan dengan pengurangan dosis secara bertahap. Tidak
semua pasien memerlukan terapi maintenance, obat hanya diresepkan pada mereka yang
mengalami kekambuhan 2 – 3 kali pertahun, mengalami komplikasi : perdarahan,
obstruksi atau klien yang seharusnya menjalani operasi tapi tidak dilakukan karena
berisiko tinggi. Angka kekambuhan menurun jika klien tidak merokok, menghindari kopi
dan bahan yang mengandung kafein, alkohol, dan obat ulcerogenik (misal: NSAIDs).

5 pertanyaan yang tidak saya pahami dalam materi ulkus peptikum adalah :
1. Apakah ulkus peptikum bisa merusak mukosa mulut juga karena mulut juga
merupakan saluran atau sistem pencernaan?
2. Salah satu faktor penyebab seseorang mengalami ulkus peptikum adalah
hipersekresi asam peptin. Lalu apakah penyebab dari hipersekresi asam peptin
tersebut?
3. Mengapa pasien dengan diagnosa Ulkus Peptikum mengalami nyeri abdomen
apabila lambung terasa kosong atau pasien belum makan?
4. Saat pasien mengeluh nyeri abdomen, apa tindakan pertama yang harus dilakukan?
Apakah pasien diberikan obat untuk mengurangi nyeri atau sebagainya?
5. Makanan apa saja yang dianjurkan untuk dikonsumsi pasien dengan Ulkus
Peptikum?
TUGAS RESUME KEPERAWATANMEDIKAL BEDAH 1
RESUME GASTROENTERITIS
1. Pengertian
Gastroenteritis adalah infeksi saluran pencernaan yang disebabkan oleh berbagai
enterogen termasuk, bakteri, virus dan parasit, tidak toleran terhadap makanan tertentu atau
mencerna toksin yang ditandai dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat kehilangan
cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit. Diare
pada gastroenteritis dapat meningkatkan frekwensi bab, konsistensi feses cair, feses bisa disertai
lendir atau darah. Diare akut menyebabkan morbiditas yang signifikan pada anak dan orang
dewasa terutama di negara-negara tertinggal. Gastroenteritis umumnya bersifat akut dan bisa
sembuh sendiri (self-limiting), jika kronis (lebih dari 2 minggu) biasanya berasal dari gangguan
pencernaan lain, misal ulseratif colitis. Gastroenteritis akut merupakan penyakit kedua yang
banyak terjadi , merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas tersering pada anak dan lansia di
Asia, Afrika dan Amerika Latin. Gastroenteritis bisa menjadi wabah epidemik. Campylobacter
enteritis dan E. coli paling sering menyebabkan wabah epidemik . E coli paling sering terjadi
pada daerah dengan sanitasi buruk selama musim panas. Shigelosis bisa menyerang semua umur
tapi paling sering pada anak dibawah 10 tahun. Paling sering terjadi didaerah yang padat
penduduk.
2. Etiologi
Faktor penyebab Gastroenteritis adalah :

A. Faktor infeksi
a. Infeksi internal : infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab
utama diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai berikut :
1) Infeksi bakteri : Vibrio, Ecoly, Salmonella, Shigella, Campylabacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
2) Infeksi virus: Entero virus (virus echo, coxsakria, poliomyelitis). Infeksi
parasit: cacing (ascaris, tricuris, yuris, stongyloides) protozoa, jamur.
b. Infeksi parental ialah infeksi diluar alat pencernaan seperti OMA, tongsilitis,
bronkopneumoni, ensefalitis, dan lain-lain.
B. Faktor mal absorbsi

a. Malabsorbsi karbohidrat

b. Malabsorbsi lemak

c. Malabsorbsi protein
C. Faktor makanan, makanan basi, makanan beracun.
D. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas.

3. Patofisiologi
Gastroenteritis bisa disebabkan oleh 4 hal, yaitu faktor infeksi (bakteri, virus, parasit),
faktor malabsorbsi dan faktor makanan dan faktor fisiologis. Diare karena infeksi seperti
bakteri, berawal dari makanan/minuman yang masuk kedalam tubuh manusia. Bakteri tertelan
masuk sampai lambung. Yang kemudian bakteri dibunuh oleh asam lambung. Namun jumlah
bakteri terlalu banyak maka ada beberapa yang lolos sampai ke duodenum dan berkembang
biak. Pada kebanyakan kasus gastroenteritis, organ tubuh yang sering diserang adalah usus.
Didalam usus tersebut bakteri akan memproduksi enzim yang akan mencairkan lapisan lendir
yang menutupi permukaan usus, sehingga bakteri mengeluarkan toksin yang merangsang
sekresi cairan-cairan usus dibagian kripta vili dan menghambat absorbsi cairan. Sebagai akibat
dari keadaan ini volume cairan didalam lumen usus meningkat yang mengakibatkan dinding
usus menggembung dan tenaga dan sebagian dinding usus akan mengadakan kontraksi
sehingga terjadi hipermotilitas untuk mengalirkan cairan diusus besar. Apabila jumlah cairan
tersebut melebihi kapasitas absorbsi usus maka akan terjadi diare.
Diare yang disebabkan karena mal absorbs makanan akan menyebabkan makanan atau
zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi
sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit keadaan rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkan sehingga timbul diare. Tertelannya
makanan yang beracun juga dapat menyebabkan diare karena akan mengganggu motilitas
usus. Iritasi mukosa usus menyebabkan hiperperistaltik sehingga mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya
jika peristaltic menurun akan mengakibatkan bakteri akan tumbuh berlebihan, selanjutnya
timbul diare pula.
Adanya iritasi mukosa usus dan peningkatan volume cairan dirongga usus menyebabkan
klien mengeluh perut terasa sakit. Selain karena 2 hal itu, nyeri perut / kram timbul karena
metabolisme KH oleh bakteri diusus yang nmenghasilkan gas H2 dan CO2 yang menimbulkan
kembung dan flatis berlebihan. Biasanya pada keadaan ini klien akan merasa mual bahkan
muntah dan nafsu makan menurun. Karena terjadi ketidak seimbangan asam basa dan
elektrolit. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan akan menyebabkan klien jatuh
pada keadaan dehidrasi. Yang ditandai dengan berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata
dan ubun-ubun bisa menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit
tampak kering. Bila keadaan ini terus berlanjut dan klien tidak mau makan maka akan
menimbulkan gangguan nutrisi sehingga klien lemas.
Dehidrasi dan reaksi inflamasi pada mukosa usus menyebabkan peningkatan suhu tubuh
klien. Tubuh yang kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebihan membuat cairan
ektraseluler dan intraseluler menurun. Dimana selain itu air tubuh juga kehilangan Na, K dan
ion karbohidrat. Bila keadaan ini berlanjut terus maka volume darah juga berkurang. Tubuh
mengalami gangguan sirkulasi, perfusi jaringan terganggu dan akhirnya dapat menyebabkan
syok hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun, klien sangat lemah kesadaran menurun. Selain itu, akibat akibat lain dari
kehilangan cairan ektrasel yang berlebihan, tubuh akan mengalami asidosis metabolik dimana
klien akan tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam (pernafasan kussmaul).
Faktor psikologis juga dapat menyebabkan diare. Karena faktor psikologis (stress, marah,
takut) dapat merangsang kelenjar adrenalan dibawah pengendalian sistem pernafasan simpatis
untuk merangsang pengeluaran hormon yang kerjanya mengatur metabolisme tubuh. Sehingga
bila terjadi stress maka metabolisme akan terjadi peningkatan, dalam bentuk peningkatan
mortalitas usus. Infeksi bakteri atau virus pada saluran pencernaan menyebabkan inflamasi,
kerusakan jaringan melalui dua mekanisme utama :
1) Produksi exotoxins, sejumlah bakteri memproduksi dan mengeluarkan exotoxsin yang
masuk/menyebar ke dalam lingkungan disekitarnya (lumen intestinal)  kerusakan dan
inflamasi. Exotoxin di saluran pencernaan = enterotoxins. Substansi ini merusak absobsi
intestinal dan menyebabkan sekresi sejumlah air dan elektrolit ke dalam usus besar dalam
jumlah yang signifikan, mengakibatkan diare dan kehilngan cairan. Endotoxin bakteri ini
dihasilkan oleh Staphylococcus, Clostridium perfringens, Clostridium botulinum,
beberapa strain Escherchia coli, dan vibrio cholera.
2) Invasi dan ulserasi mukosa. Bakteri lain, termasuk Shigella, Salmonella, dan Eschericia
Coli, merusak jaringan secara langsung. Mereka menginvasi mukosa intestinal usus halus
atau kolon, menyebabkan terjadinya ulserasi mikroskopik, perdarahan, exudate, ekskresi
air dan elektrolit. Pada beberapa keadaan mekanisme injury belum jelas. Kemungkinan
kombinasi dari toksin dan kerusakan secara langsung. Virus Norwalk merusak mukosa
jejunum dengan sekresi cairan dan elektrolit.

4. Mekanisme dasar (Diskin 2008) :


A. Gangguan osmotik, absorbsi mukosa intestinal terganggu hingga tekanan osmotik
intertinal meningkat menyebabkan pergeseran air dan elektrolit ke rongga intestinal
hingga isi meningkat dengan rangsangan untuk mengeluarkan diare.
B. Respon Inflamasi mukosa, enterotoxin dengan peningkatan aktifitas sekresi air dan
elektrolit oleh dinding ke dalam rongga intestinal sehingga isi meningkat dan rangsangan
untuk mengeluarkan diare.
C. Gangguan motilitas usus, hiperperistaltik kesempatan absorbsi berkurang diare; peristaltik
menurun bakteri berlebihan dapat menyebabkan diare.
5. Manifestasi Klinik
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat. Nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair dan mungkin disertai lendir dan
atau darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan terjadi makin
lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang
tidak diabsorbsi oleh usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum/sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung
turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit, gejala dehidrasi
mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubun-ubun besar
manjadi cekung (pada bayi). Selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi :
1) Dehidrasi ringan : kehilangan cairan kurang dari 5% berat badan.
A. Haus, sadar, gelisah, ubun-ubun normal.
B. TD normal, RR normal dan nadi normal, status mental normal.
C. Turgor normal.
D. Mukosa sedikit kering.
E. Urin sedikit mengurang.
2) Dehidrasi sedang : kehilangan cairan antara 5-9 % berat badan
A. Haus meningkat.
B. Nadi cepat dan lemah, TD normal, RR cepat.
C. Turgor menurun.
D. Membran mukosa kering.
E. Ubun-ubun normal.
F. Setatus mental normal sampai lesu.
G. Keluaran urin mengurang.
3) Dehidrasi berat : kehilangan cairan lebih dari 10 % berat badan
A. Kesadaran menurun, lemas, takikardi, ektremitas dingin.
B. Nadi capat dan halus kadang takteraba, TD menurun.
C. Haus meningkat.
D. Keluaran urin tidak ada.
E. Ubun-ubun cekung.

6. Penatalaksanaan Medis
Dasar pengobatan medis adalah :
1. Pemberian cairan
Cara pemberian cairan dalam terapi dehidrasi:
a) Belum ada dehidrasi
Peroral selanjutnya anak mau minum atau satu gelas tiap defikasi
b) Dehidrasi sedang
1 jam pertama: 50-100 ml/kg BB peroral/intra gstric (sonde) selanjutnya:
125 ml / kg BB /hari ada albumin.
c) Dehidrasi berat
Satu jam pertama: 40 sampai 10 tetes/kg BB /menit (set infus
berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kg BB /menit (set infus =20 tetes)
16 jam berikutnya:125 ml/kg BB oralit atau intragastrik bila anak tidak
mau minum, teruskan DG aa intra vena 2 tetes/kg BB/menit (set infus 1
ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
Untuk anak lebih dari 2-5 tahun BB 10-15 kg 1 jam pertama: 30
ml/kg BB atau 8 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 10 tetes/kg
BB/menit (1 ml = 20 tetes) 7 jam berikutnya; 125 ml/kg BB/jam atau 3
tetes/kg BB/menit (1 ml = tetes atau 4 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20
tetes) jam berikutnya;125 ml/kg BB oralit peroral atau intragastik. Bila
anak tidak mau minum DG aa intra vena 2 tets /kg BB/menit (set infus 1
ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes).
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan BB 15-25 tahun 1 jam
pertama : 20 ml/kg BB/jam atau 5 tetes kg BB/menit ( 1 ml = 15 tetes)
atau 7 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes) 7 jam berikutnya : 10 ml/kg
BB/jam atau 2,5 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kg
BB/menit ( 1ml = 20 tetes) 16 jam berikutnya : 105 ml/kg BB oralit
peroral tu intra gastitik.Bila anak tidak mau minum teruskan DG aa intra
vena 1 tetes/kg BB/menit 9set infus 1 ml = 15 tetes) atau 1,5 tetes/kg
BB/menit (set infus 1 ml = 20 tetes)
Untuk bayi baru lahir dengan BB 2-3 kg. Kebutuhan cairan : 125
ml+100 ml = 250 ml/kg BB/24 jam. Jenis cairan : cairan 4:1 (4 bagian
glukosa 5% +1 bagian NaHCO 1,5% Kecepatan ; 4 jam pertama: 25
ml/kg BB/jam atau 5 tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes ) 8 tetes/kg
BB/menit (1 ml = 20 tetes). 20 jam berikutnya: 150 ml/kg BB/jam atau 2
tetes/kg BB/menit (1 ml=\ = 15 tetes) atau 1,5 tetes/kg BB/menit (1 ml =
20 tetes) Untuk bayi lahir rendah,dengan BB<2 kg. Kebutuhan cairan:
150 ml/kg BB/24 jam. Jenis cairan: cairan 4:1 (4 bagian glokosa 5%+ 1
bagian NaHCO 1,5% Kecepatan: sama dengan pada bayi baru lahir.
Cairan untuk pasien MEP sedang dan berat dengan diare dehidrasi berat
misalnya: untuk anak umur 1 bulan sampai 2 tahun dengan BB 3n- 10 kg
jenis cairan: D6 aa Jumlah cairan: 250 ml/kg BB/24 jam. Kecepatan: 4
jam pertama 60 ml/kg BB/jam atau 15 ml/kg BB/jam atau 4 tetes/kg
BB/menit (1 ml = 15 tetes) tau 15 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20 tetes) 20
jm berikutnya: 190 ml/kg BB/20 jam atau 10 ml/kg BB/jam atau 2,5
tetes/kg BB/menit (1 ml = 15 tetes) atau b3 tetes/kg BB/menit (1 ml = 20
tetes)
2. Pengobatan diatetic
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan BB kurang dari
7 kg jenis makanan:
a. Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak
tidak jenuh, misalnya LLM, Alimiron atau sejenisnya).
b. Makanan stengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim) bila anak
tidak mau minum susu. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan
yang ditemukan misalnya susu tanpa laktosa susu asam lemak yang
berantai sedang atau jenuh.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah menggantikan cairan yang hilang melalui
tinja dengan atau tanpa muntah, dengan cairan yang mengandung
elektrolit dan gligosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras
dan sebagainya) medikel obat diare: Obat anti sekresi : asetosal dosis 25
mg/tahun denfan dosis minimum 30 mg Koproimazin dosis 0,25 – 1
mg/kg BB/hari.
Obat spasmolitik dan lain-lain umumnya obat spasmolitik seperti paverin,
ekstra bela dona, opium, loperamid tidak digunakan untuk mengatasi
diare akut lagi. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pactin, chercoral,
tabonal, tidak ada manfaatnya untk mengatasi diare, sehingga tidak
diberikan lagi. Antibiotik umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak
ada penyebab yang jelas, bila penyebabnya kolera diberikan tetrasiklin
25- 50 mg/kg BB/hari.
7. Nursing care
Klien GE akut yang MRS sedikit, umumnya outpatient and community setting.
Tanggung jawab Perawat : Pengkajian, HE, suport self care.
HE : Perawat memegang peranan penting dalam pencegahan Gebaik sebagai educator,
community health provider dan advocat untuk environmental safety.
1) Ajarkan pentingnya cara memasak makanan yang benar (pada suhu yang
benar). Memakan daging dan produk olahnnya dengan benar, membantu
mencagah pencemaran makanan oleh staphylococus, E. coli, dan salmonella.
2) Diskusikan bahanya meminum susu (hewani) yang tidak dipasteurisasi dan
motivasi klien untuk tidak melakukan hal ini.
3) Produk dari susu, telur dan produk dari telur serta daging dan produk
turunannya, letakkan di ruangan pendingin, jika ditetakkan di suhu ruangan
maka bakteri patogen akan tumbuh dengan baik.
4) Banyak infeksi gastrointestinal yang menyebar melalui air, maka motivasi
untuk selalu menggunakan air minum yang sehat (terutama bagi para traveler
 air mineral kecuali sumber air dimana ia tinggal benar-benar aman),
sediakan tablet pembersih air jika mendaki gunung, kamping atau bepergian
kedaerah endemi.
8. Assessment
a) Riwayat Kesehatan : onset, durasi dan keparahan dari symtom (Keluhan utama :
diare), kegiatan terakhir piknik, internasional travel (asia, afrika, Amerika tengah atau
amerika selatan) traveler’s diarrhea dimulai 3 hari – 2 minggu setelah kedatangan
klien, kemping, adakah keluarga yang juga sakit sama, tanyakan obat yang diminum
untuk meredakan gejala dan berapa banyak cairan yang sudah diminum untuk
rehidrasi, mual dan muntahbiasanya muncul hanya pada hari 1 sd 2 sakit.
b) Pengkajian fisik : TTV suhu dan orthostatik vitals, warna kulit, kelembaban,
turgor, CRT dan nadi perifer, bentuk abdomen, kontur, bising usus, tenderness.,
harusnya tanda rebound tenderness tidak ada karena ini tanda adanya peritonitis,
Klien dengan viral GE myalgia, sakit kepala, malaise. Tergantung pada derajat
dehidrasi akibat diare dan vomiting, manifestasi klinis yang mungkin muncul:
a. penurunan turgor kulit
b. Mukosa membran kering
c. Perubahan TD orthostatik
d. Hypotensi
e. Oliguri
d. Dehidrasi terjadi sangat cepat pada lansia

c) Karakteristik BAB, rotavirus GE, watery diarrhea , kemungkinan ada mukus pada
feses; Campilobacter enteritis feses berbau, ada darah pada feses; diare 20-30 kali
perhari; E.Coli mukus dan darah pada feses bisa ada / bisa tidak , diare ± 10 hari;
Shigella terdapat darah dan mukus pada feses,berlangsung.

9. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya dibedakan menjadi 2 yaitu :
1) Viral Gastroenteritis
Beberapa tipe rotavirus, rotavirus gastroenteritis. Reservoir virus ini adalah
manusia, transmisinya fecal-oral dan bisa melalui saluran pernafasan. Masa
inkubasi 48 jam. Biasanya terbatas menyerang bayi dan anak-anak dibawah 2
tahun, pada saat usia 2 tahun kebanyakan anak telah mendapat acquired antibodi
melawan kebanyakan virus ini. Infeksi Norwalk virus bisa terjadi sepanjang tahun
dan menyerang baik orang dewasa dan anak-anak. Menyebar dengan rute oral-
fecal dan bertanggung jawab untuk 1/3 kasus GE pada negara berkembang. Virus
ini, umumnya juga menyebabkan epidemik gastroenteritis yang menyebar melalui
air (waterborne)
2) Bakterial Gastroenteritis
Ada 3 jenis bakteri yang umum menyebabkan gastroenteritis bakterial yaitu :
a. coli (“traveler’s diarrhea”)
b. Campylobacter enteritis (“traveler’s diarrhea”)
c. Shigellosis (Bacillary dysentery)

Respon patoligis penting dari GE dengan diare adalah dehidrasi. Dehidrasi : gangguan
keseimbangan air karena output melebihi intake air dalam tubuh kurang. Dehidrasi sering
disertai gangguan elektrolit. Penyebab dehidrasi (Prescilla, 2009):
a. Kekurangan air (water defletion)
b. Kekurangan natrium (sodium defletion)
c. Kekurangan air dan natrium bersamaan

Dehidarasi primer (water defletion) pada GE : fungsi absorbsi usus besar terganggu
karena masuknya air sangat terbatas. Gejala khas :
1) Haus : awal dehidrasi ion Na dan Cl ikut hilang (akhirnya) readsorbsi ion melalui tubulus
ginjal berlebih Na dan CL di cairan ekstrasel berlebih & hypertonia, air keluar dari sel,
dehidarsi inta sel, haus.
2) Saliva sedikit sehingga mulut kering.
3) Oliguria sampai anuria: kekurangan cairan, perangsangan hipofisis, pelepasan ADH,
oliguri
4) KU lemah
5) Gangguan mental : halusinasi & delerium

Dehidarasi sekunder (Natrium defletion) pada GE : dehidrasi akibat tubu kehilnagan


cairan yang mengandung elektrolit. Hipotoni ekstrasel : Muntah & diare hebat, Kekurangan Na,
hipotoni ekstrasel, tekanan osmotik turun, hormon ADH terhambat, ginjal mengeluarkan cairan
hingga konsentasi cairan ekstrasel normal, volume plasma dan cairan interstisiil menurun, vol
darah turun, Curah jantung turun, TD & filtrasi glomerulus menurun, penimbunan Nitrogen,
risiko gangguan asam basa & hemokonsentrasi, air masuk dalam sel

Gejala dehidarasi sekunder (Natrium defletion) :


1) Nausea
2) Vomitus
3) Sakit kepala
4) Lesu dan lelah

A. GE disertai muntah berlebihan, Hcl dari lambung banyak keluar, alkalosis metabolic
B. GE dengan diare lebih utama, Na-bikarbonat banyak keluar bersama feses, asidosis
metabolik
C. GE (muntah & diare, atau salah satunya), kehilangan Potasium, hypokalemi. Jika cairan
hanya diganti dengan cairan biasa, hiponatremi

10. Pemeriksaan diagnostic


Jika gelajanya parah atau tidak hilang dalam waktu 48 jam, pengujian
laboratorium digunakan untuk mengidentifikasi organisme penyebab dan untuk menilai
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Specimen feses untuk biakan, ovum dan
parasite, dan leukosit tinja. Biakan feses biasanya mengungkapkan organisme infektif,
tetapi banyak yang memerlukan waktu hingga 6 minggu untuk beberapa bakteri, sehingga
tidak praktis. Pada infeksi seperti botulisme, toksin itu sendiri dapat diisolasi dalam tinja
oleh urine atau pengobatan dengan antibiotic, bismuth subsalicylate (pepto-bismol), atau
minyak mineral dapat mengganggu pertumbuhan pathogen, mengubah hasil kultur tinja.
Gunakan pispot yang bersih atau alat pengumpul untuk mendapatkan specimen feses, dan
instruksikan klien untuk menghindari percampuran tinja dengan urin atau tisu toilet.
Pewarnaan gram vomintus dapat menyebabkan stafilokokus dalam keracunan makanan
stafilokokus. Tingkat toksin serumdapat dipesan terutama jika dicurigai adanya botulisme.
Osmolalitas serum dan elektrolit, dan asam basa. Ketidakseimbangan umum yang terkait
dengan enteritis dan diare diuraikan.

11. Nursing diagnosis


a) Diare b.d. Produksi exotoxins, invasi dan ulserasi mukosa oleh mikroorganisme
patogen.
b) Aktual/Risiko gangguan keseimbangan cairan b.d diare, kehilangan cairan pada
gastrointestinal, gangguan absorbsi usus besar, muntah, hipertermi
c) Aktual/Risiko gangguan keseimbangan cairan b.d diare, pengeluran elektrolit melalui
muntah
d) Risiko gangguan integritas kulit b.d. pasase feses yang encer dengan asam tinggi dan
mengiritasi mukosa anus.
e) Aktual/risiko gangguan pola napas b.d. penurunan pH pada cairan serebrospinal
penekanan pacu pernapasan, pernapasan kussmaul.
f) Aktual/risiko penurunan perfusi serebral b.d. penurunan Ph pada cairan serebrospinal
sekunder dari asidosis metabolic.
g) Aktual/risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d.
kurangnya asupan makanan yang adekuat.
h) Nyeri b.d. iritasi saluran gastrointestinal
i) Hipertermi b.d. respons sistemik dari inflamasi gastrointestinal.
j) Pemenuhan informasi b.d. ketidakadekuatan informasi penatalaksanaan perawatan dan
pengobatan, rencana perawatan rumah.
k) Kecemasan b.d. prognosis penyakit, misinterpretasi informasi.
l) Mual b.d. efek infeksi atau toksin pada saluran cerna dan pusat muntah di otak.
m)Gangguan pemeliharaan rumah b.d. kurangnya pengetahuan tentang penyiapan dan
penyimpanan makanan yang aman.

12. Intervensi
Berfokus pada “Fluid Replacement” Jumlah dan route pengantian cairan tergantung pada
status hidrasi klien.

13. Medikasi
GE akut biasanya sembuh dengan spontan, tidak memerlukan pengobatan khusus. Jika
sakit berkepanjangan dan semakin memberat maka diperlukan pengobatan.
a) Antibiotik untuk cholera, salmonellosis dan shigellosis, kultur feses dilakukan
untuk menentukan antibiotik yang sesuai akan tetapi karena kultur memerlukan
waktu yang lama maka pengobatan dengan antibiotik dilakukan terlebih dahulu,
presumtif jenis antibiotik didasarkan pada tanda dan gejala yang timbul
Trimethoprim-sulfamethoxazole (Sepra, Bactrim), ciprofloxacin (cipro),
ampicillin (ampicin, omnipen, polycillin-N, others), or another antibiotic msy be
prescribed.
b) Obat anti diare, digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan dan kehilangan
cairan. Peran perawat bertanggung jawab terhhadap observasi efek samping dan
HE pada klien dan keluarga. Obat anti diare, tidak untuk botulism (ada
antitoksinnya, tidak efektif jika sudah lebih dari 72 jam, antitoksinnya bisa
menyebabkan syok anafilaktik shg harus di test dulu)
Penggunaan obat yang bisa menekan motilitas intestinal seperti antikolinergik dan
antiemetik tidak rutin diberikan baik pada GE bakterial maupun viral karena penggunaan obat
ini dapat menghambat eleminasi organisme patogen dari tubuh.
Antiperistaltik yang biasa digunakan adalah loperamide 4 mg (oral), diikuti 2 mg tiap habis
BAB, maksimal 16 mg/hari. Bismuth subsalisilate (PeptoBismol) 30 ml atau 2 tablet tiap 30
menit maksimal 8 dosis untuk mengurangi cairan dalam feses.
Pengobatan dengan antibiotik dilakukan jika GE disebabkan oleh bakteri dan disertai
demam & diare berat. Antibiotik yang biasa digunakan Norfloxacin 400 mg 2X/hari (oral)
atau Ciprofloxacin 500 mg 2X/hari (oral) selama 3 hari. Jika GE karena Shigellosis, agen
antiinfeksi seperti trimethoprim/sulfamethoxazole (Bactrim) diberikan.

14. Perawatan kolaborasi


Tujuan perawatan : memenejement gejala, mencegah komplikasi, identifikasi penyebab,
mencegah penyebaran.
Riwayat kesehatan & gejala : petunjuk penyebab.
Tes diagnostik untuk identifikasi patogen dan evaluasi efek.
Pada kebanyakan kasus pengobatan bersifat suportif : menurunkan tanda dan gejala,
mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit, menjaga fungsi.
a. Oral rehidrasi dengan cairan oral glukosa-elektrolit (komersial atau membuat
sendiri) Oralit : 5 ml (1 sdt) garam, 20 ml (4 sdt) gula dan perisa dilarutkan dalam
1 liter air.
b. IV : cairan ringer’s, glukosa dalam NS (RL digunakan untuk asidosis metabolik)
c. Plasmapheresis botulism & perdarahan colitis karena E. Coli, tx seri bukan
tunggal. Harus ada Informed concent, ada komplikasi.
d. Kumbah lambung atau katarsis, keracunan makanan
e. HD dan peritoneal HD untuk lifesaving pada akut tubular necrosis dan gagal ginjal
akibat perdarahan colitis. Walapun gga bisa membaik secara spontan.

15. Health education


Pada fase akut, Pentingnya “Fluid Replacement”, klien harus mengikuti program diet dari
rumah sakit, mengikuti terapi (termasuk obat), pentingnya mencegah penularan.
Cara mencegah penularan (precaution) :
1) Cuci tangan dengan sabun antibakteri, terutama setelah BAB dan menjaga
personal higiene.
2) Tidak berbagi alat makan, & alat gosok gigi dengan orang lain.
3) Menjaga kebersihan kamar mandi agar tidak tercemar dengan feses.
4) Jika tidak sembuh dalam waktu 3 hari, periksa ke fasilitas kesehatan.
Jika organisme penyebab Shigella, precaution diatas harus dilakukan minim 7 hari sampai
beberapa bulan setelah sakit. Chef /terkait makanan harus konsultasi dan harus ada rekomendasi.

16. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut :
A. Melaporkan pola defekasi normal
B. Mempertahankan keseimbangan cairan.
a. Mengonsumsi cairan peroral dengan adekuat
b. Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan otot.
c. Menunjukkan membrane mukosa lembab dan turgor jaringan normal
d. Mengalami keseimbangan intake dan output
e. Mengalami berat jenis urine normal
C. Mengalami penurunan tingkat ansietas
D. Mempertahankan integritas kulit.
a. Mempertahankan kulit tetap bersih setelah defekasi
b. Mengunakan pelembab atau salep sebagai barrier kulit
E. Tidak mengalami komplikasi
a. Elektolit tetap dalam rentang normal
b. Tanda vital stabil

5 Pertanyaan yang belum saya pahami tentang meteri tersebut adalah :


1. Apa saja makanan yang dianjurkan dan dilarang untuk pasien Gastroenteritis?
2. Apakah saat pasien tidak makan maka nyeri nya terasa kembali?
3. Jika pasien diare, maka gangguan apa saja yang terjadi akibat terlalu seringnya BAB?
4. Jika pasien tidak perlu rawat inap dirumah sakit, maka apa saja yang harus dilakukan
pasien agar bisa sembuh walaupun perawatan mandiri dirumah?
5. Mengapa susu (hewani) yang tidak di pasteurisasikan itu berbahaya jika dikonsumsi?

Anda mungkin juga menyukai