PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia, dan tidak ada
obat lain yang dipelajari sebanyak alkohol. Dari segi kimiawi, alkohol merupakan suatu
senyawa kimia yang mengandung gugus OH. Alkohol dalam masyarakat umum mengacu
kepada etanol atau grain alkohol. Etanol dapat dibuat dari fermentasi buah atau gandum
dengan ragi.
Istilah alkohol sendiri pada awalnya berasal dari bahasa Arab “Al Kuhl” yang
digunakan untuk menyebut bubuk yang sangat halus yang biasanya dipakai untuk bahan
kosmetik khususnya eyeshadow. Sejak 5000 tahun yang lalu alkohol digunakan sebagai
minuman dengan berbagai tujuan, seperti sarana untuk komunikasi transedental dalam
upacara kepercayaan dan untuk memperoleh kenikmatan.
Alkohol bersifat depresan terhadap sistem saraf pusat dengan menghambat aktivitas
neuronal. Ini berakibat hilangnya kendali diri dan mengarah kepada keadaan
membahayakan diri sendiri maupun orang disekitarnya. Diperkirakan alkohol menjadi
penyebab 25% kunjungan ke Unit Gawat Darurat rumah sakit.Alkohol dapat
menyebabkan komplikasi yang serius dalam menangani dan mengobati pasien trauma.
Interaksi antara alkohol dengan obat lainnya dapat terjadi, sehingga harus diperhitungkan
secara hati-hati penggunaannya dalam obat, operasi, maupun obat anestesi. Akibat
penggunaan alkohol dapat muncul masalah kesehatan lainnya seperti gangguan hati,
cardiomyopati, gangguan pembekuan darah, gangguan keseimbangan cairan, hingga
ketergantungan terhadap alkohol. Ini akan menyebabkan perlunya pertimbangan yang
lebih matang dalam menangani pasien dengan alkohol.
Mengidentifikasi permasalahan yang dapat timbul akibat penggunaan alkohol pada
pasien yang memerlukan pembedahan pada saat perioperatif merupakan suatu tantangan
bagi dokter, terutama ahli bedah dan anestesi. Setelah diiidentifikasi, masalah pada
pasien dapat ditangani dengan lebih efektif untuk meningkatkan outcome dari
pembedahan dan mengurangi efek samping yang dapat terjadi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu defini, Etiologi, Alkoholisme?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
B. Etiologi
2
Menurut teori psikonalisis, orang dengan superego yang keras yang bersifat
menghukum diri sendiri berpaling ke alkohol sebagai cara menghilangkan stress
bawa sadar mereka. Kecemasan pada orang yang terfiksasi pada stadium orang
mungkin di turunkan dengan menggunakan zat seperti alkohol melalui mulunya.
Beberapa dokter psiatrik psiko dinamka menggambarkan kepribadian umum dari
seorang dengan gangguan berhubungan dengan alkohol adalah pemalu, rerisolasi,
tidak sabar, iritabel, penuh kecemasan, hipersensitif, dan terepresi secara seksual.
Aforisme psikoanalisis yang umum adalah bahwa superego dapat larut dalam
alkohol. Pada tingkat yangkurang teoritis, alkohol dapat di salahgunakan oleh
beberapa orang sebagai cara untuk menurunkan keteganan, kecemasan, dan berbagai
jenis penyakit psikis. Konsumsi alkohol pada beberapa orang juga menyebabkan rasa
kekuatan dan meningkatkan harga diri.
3
Alkohol dapat mempengaruhi kerja tubuh dan pikiran. Pengaruh alcohol sangat
berbahaya, tidak hanya dari segi kesehatan, tetapi alcohol juga akan menganggu
pertumbuhan, menambah kondisi stress, melambankan aktivitas dan dapat mengubah
emosi.
Konsumsi alcohol yang berkepanjangan dapat menghambat liver untuk memproduksi
enzim yang diperlukan dalam proses pencernaan, merusak kemampuan tubuh dalam
menyerap protein dan lemak, nutris esensial serta vitamin A,D,E,K.
Toksin yang dihasilkan oleh alcohol mempunyai efek yang sangat berbahaya liver
akan mengalamai perlemakan, kemudian berkembang menjadi hepatitis dan biasanya
akan berakibat fatal yaitu sirosis. Selain itu organ lain seperti pancreas, otak dan system
syaraf pusat perlahan akan dirusak tanpa menimbulkan rasa sakit.
Menurut Atkinson penderita alkoholisme umumnya melewati empat tahap yang
meliputi : Pra Alkoholik, Prodormal, Gawat, Koronis:
1. PraAlkoholik
Pada tahap ini individu minum-minum bersama-sama teman sebayanya dan
terkadang minum agak banyak untuk meredakan ketegangan dan melupakan masalah
yang dialaminya.
2. Prodormal
Pada tahap ini individu minum secara sembunyi-sembunyi. Ia masih tetap sadar dan
relatif koheren tetapi kemudian tidak lagi dapat mengingat kejadian-kejadian yang
pernah dialaminya.
3. Gawat.
Pada tahap ini semua kendali hilang. Penderita akan minum dan melanjutkannya
sampai pingsan atau sakit.
4. Kronis .
Pada tahap ini hidup penderita hanya untuk minum, minum terus-menerus tanpa
berhenti. Kondisi tubuhnya sudah terbiasa dengan alkohol, sehingga ia mengalami
gejala-gejala penarikan diri tanpa alkohol dan gejala-gejala gangguan fisiologis.
Adapun gejala yang ditimbulkan dalam jangka panjang dari alkoholisme yaitu
4
Selain gejala dalam jangka panjang, adapula gejala ringan meliputi gemetar, lemah,
berkeringat dan mual. Beberapa pecandu mengalami kejang (diseburt epilepsi
alkoholisme). Peminum berat yang berhenti minum bisa mengalami halusinasi alkohol.
Mereka mengalami halusinasi dan mendengar suara-suara yang tampaknya menuduh dan
mengancam, menyebabkan ketakutan dan teror. Halusinasi alkohol bisa berlangsung
berhari-hari dan dapat dikendalikan dengan obat-obatan anti-psikosa (seperti
klorpromazin atau tioridazin).
Jika tidak diobati, gejala putus alkohol dapat menyebabkan sekumpulan gejala yang
lebih serius yang disebut Delirium Tremens (DTs). DTs biasanya tidak segera terjadi,
tetapi muncul sekitar 2-10 hari setelah berhenti minum. Pada DTs, pecandu pada awalnya
merasakan cemas, kemudian terjadi kebingungan, sulit tidur, mimpi buruk, keringat
berlebihan dan depresi berat. Denyut nadi cenderung menjadi lebih cepat. Bisa terjadi
demam.
Episode ini bisa meningkat menjadi halusinasi, ilusi yang menimbulkan rasa takut dan
gelisah dan disorientasi terhadap halusinasi lihat yang menimbulkan teror. Benda yang
terlihat dalam cahaya terang menimbulkan rasa takut. Pada akhirnya, penderita menjadi
sangat kebingungan dan mengalami disorientasi berat. Penderita DTs kadang merasa
lantai bergerak, dinding roboh dan ruangan berputar. Tangan menjadi gemetar yang
kadang menjalar ke kepala dan seluruh tubuh, dan sebagian besar penderita menjadi
sangat tidak terkoordinasi. DTs bisa berakibat fatal, apalagi jika tidak diobat.
Masalah lainnya secara langsung berhubungan dengan efek racun dari alkohol
terhadap otak dan hati. Kerusakan hati karena alkohol menyebabkan hati tidak mampu
membuang bahan-bahan racun dari dalam tubuh sehingga menyebabkan koma
hepatikum.
Pecandu yang mengalami koma hepatikum, tampak mengantuk, setengah sadar dan
kebingungan, dan biasanya tangannya gemetar. Koma hepatikum bisa berakibat fatal dan
harus segera diobati Sindroma Korsakoff (Psikosa Amnesik Korsakoff) biasanya terjadi
pada pecandu yang meminum sejumlah besar alkohol secara rutin, terutama yang
mengalami malnutrisi (kurang gizi) dan kekurangan vitamin B (terutama tiamin).
Penderita mengalami kehilangan ingatan jangka pendeknya. Ingatannya sangat buruk
sehingga penderita sering mengarang-ngarang cerita untuk menutupi kemampuan
ingatnnya yang berkurang. Sindroma Korsakoff kadang terjadi setelah serangan DTs.
Penyebab seseorang menjadi pecandu alkohol belum diketahui secara pasti, namun
penggunaan alkohol bukan satu-satunya faktor penyebab. Dari orang-orang yang
meminum alkohol, sekitar 10% menjadi pecandu. Pecandu alkohol memiliki angka
kejadian yang lebih tinggi dibandingkan pecandu zat lainnya. Juga, alkoholisme lebih
sering diderita para anak-anak pecandu dari pada anak-anak yang diadopsi, yang
memperlihatkan bahwa alkoholisme melibatkan kelainan genetik atau biokimia.
Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa orang yang beresiko menjadi alkoholik
tidak mudah mengalami keracunan, karena itu otak mereka kurang sensitif terhadap efek
yang ditimbulkan oleh alkohol. Selain kemungkinan kelainan genetik, latar belakang dan
5
kepribadian tertentu dapat menjadi faktor pendukung seseorang menjadi pecandu.
Pecandu sering berasal dari keluarga yang pecah dan dari mereka yang hubungan dengan
orang tuanya kurang harmonis.
Pecandu alkohol cenderung merasa terisolasi, sendiri, malu, depresi atau bermusuhan.
Mereka biasa memamerkan perilaku perusakan diri, dan mungkin secara seksual tidak
dewasa. Meskipun demikian, penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol sangat umum
sehingga pecandu mudah dikenali diantara orang-orang dengan berbagai kepribadian.
E. Farmakokinetik Alkohol
1. Absorpsi
Setelah diminum, alkohol kebanyakan diabsorpsi di duodenum melalui difusi.
Kecepatan absorpsi bervariasi, tergantung beberapa faktor, antara lain8:
a. Volume, jenis, dan konsentrasi alkohol yang dikonsumsi. Alkohol dengan
konsentrasi rendah diabsorpsi lebih lambat. Namun alkohol dengan konsentrasi
tinggi akan menghambat proses pengosongan lambung. Selain itu, karbonasi
juga dapat mempercepat absorpsi alkohol.
b. Kecepatan minum, semakin cepat seseorang meminumnya, semakin cepat
absorpsi terjadi.
c. Makanan. Makanan memegang peranan besar dalam absorpsi alkohol. Jumlah,
waktu, dan jenis makanan sangat mempengaruhi. Makanan tinggi lemak secara
signifikan dapat memperlambat absorpsi alkohol. Efek utama makanan terhadap
alkohol adalah perlambatan pengosongan lambung.
d. Metabolisme lambung, seperti juga metabolisme hati, dapat secara signifikan
menurunkan bioavailabilitas alkohol sebelum memasuki sistem sirkulasi.
2. Distribusi
Alkohol didistribusikan melalui cairan tubuh. Terdapat perbedaan komposisi tubuh
antara pria dan wanita, dimana wanita memiliki proporsi cairan tubuh yang lebih
rendah dibandingkan pria, meskipun mereka memiliki berat badan yang sama.
Karena itu, meskipun seorang wanita dengan berat badan yang sama,
mengkonsumsi alkohol dalam jumlah yang sama dengan pria, wanita tersebut akan
memiliki kadar alkohol darah yang lebih tinggi.
3. Metabolisme
Metabolisme primer alkohol adalah di hati, dengan melalui 3 tahap. Pada tahap
awal, alkohol dioksidasi menjadi acetaldehyde oleh enzim alkohol dehydrogenase
(ADH). Enzim ini terdapat sedikit pada konsentrasi alkohol yang rendah dalam
darah. Kemudian saat kadar alkohol dalam darah meningkat hingga tarap sedang
(social drinking), terjadi zero-order kinetics, dimana kecepatan metabolisme
menjadi maksimal, yaitu 7-10 gram/jam (setara dengan sekali minum dalam satu
jam). Namun kecepatan metabolisme tersebut sangat berbeda antara masing-masing
individu, dan bahkan berbeda pula pada orang yang sama dari hari ke hari.
Tahap kedua reaksi metabolisme, acetaldehyde diubah menjadi acetate oleh enzim
aldehyde dehydrogenase. Dalam keadaan normal, acetaldehyde dimetabolisme
secara cepat dan biasanya tidak mengganggu fungsi normal. Namum saat sejumlah
6
besar alkohol di konsumsi, sejumlah acetaldehyde akan menimbulkan gejala seperti
sakit kepala, gastritis, mual, pusing, hingga perasaan nyeri saat bangun tidur.6
Tahap ketiga merupakan tahap akhir, terjadi konversi gugus acetate dari koenzim A
menjadi lemak, atau karbondioksida dan air.6 Tahap ini juga dapat terjadi pada
semua jaringan dan biasanya merupakan bagian dari siklus asam trikarbosilat (siklus
Krebs). Jaringan otak dapat mengubah alkohol menjadi asetaldehid, asetil koenzim
A, atau asam asetat.
Pada peminum alkohol kronis dapat terjadi penumpukan produksi lemak (fatty
acid). Fatty acis akan membentuk plug pada pembuluh darah kapiler yang
mengelilingi sel hati dan akhirnya sel hati mati yang akan berakhir dengan cirrosis
hepatis.
F. Farmakodinamik Alkohol
Alkohol lebih banyak bekerja pada sistem saraf, terutama otak. Pada otak, alkohol
mengakibatkan depresi yang menyerupai depresi akibat narkotik, kemungkinan melalui
gangguan pada transmisi sinaptik, dimana impuls saraf akan mengalami inhibisi. Terjadi
pembebasan pusat otak yang lebih rendah dari kontrol pusat yang lebih tinggi dan
inhibisi.
1. Efek pada sistem GABA Alkohol menimbulkan efek seperti kerja GABA-A dengan
berinteraksi dengan GABA-A reseptor, namun melalui tempat yang berbeda dari
tempat berikatannya GABA ataupun benzodiazepine. Interaksi ini akan mengaktifkan
neuron DA di sistem mesolimbik. Akibatnya muncul efek sedatif, anxiolytic, dan
hyperexcitability.
2. Efek pada sistem Dopamin dan Opioid Alkohol tidak bekerja secara langsung pada
reseptor DA, namun secara tidak langsung dengan meningkatkan kadar DA pada
sistem mesocorticolimbic. Peningkatan ini memiliki efek terhadap penguatan efek
alkohol dalam tubuh. Interaksi alkohol dengan sistem opioid juga tidak langsung dan
mengakibatkan pengaktifan sistem opioid. Interaksi ini bersifat menguatkan
(kemungkinan melalui reseptor MU). Sistem opioid juga terlibat dalam munculnya
kecanduan alkohol.
3. Efek pada perilaku, hasil akhir aktivitas molekuler adalah bahwa alkohol memiliki
fungsi depresan yang sangat mirip dengan barbiturat, dan benzodizepin. Pada
kosentrasi 0,05% alkohol di dalam darah, maka pikiran, pertimbangan, dan
pertimbangan akan mengalami kemunduran dan seringkali terputus. Pada kosentrasi
0,1% aksi motorik akan canggung. Pada kosentrasi 0,2% fungsi seluruh darah motori
menjadi terdepresi, bagian otak tyang mengatur kontrol emosional, juga
terpengaruh.pada kosentrasi 0,3% seseorang biasanya mengalami konfusi dan
mendapat menjadi stupo. Pada kosentrasi 0,4-0,5% dapat terjadi koma.pada kosentrasi
yang lebih tinggi, puast primitif diotak yang mengontrol pernapasan dan kecepatan
denyut jantung akan terpengaruh dan terjadi kematian.
4. Efek terhadap sistem lain (NMDA, 5HT, stress hormone)
Alkohol menghambat reseptor NMDA, tidak dengan berikatan langsung pada
glutamate binding site, namun dengan mengubah jalan glutamate menuju tempatnya
7
berikatan pada reseptor (allosteric effect). Interaksi ini juga memfasilitasi munculnya
efek sedatif/hypnotic alkohol, seperti halnya neuroadaptation.
Sistem serotonin juga berperanan dalam farmakologi alkohol. Meskipun mekanisme
kerja belum jelas, namun membantu dalam pelepasan DA. Peningkatan kadar
serotonin pada sinap menurunkan pengambilan alkohol.
Konsumsi alkohol akut juga memiliki efek terhadap hypothalamic-pituitary axis,
kemungkinan dengan melibatkan hormone CRF (corticotrophin releasing factor).
Kerja pada tempat ini kemungkinan mendasari efek penekanan stress pada alkohol.
Dokter Post
G. Patofisiologi Intoksikasi Alkohol
Alkohol dapat larut sempurna dalam air, dan dapat masuk ke dalam hampir semua sel,
kecuali adiposit, & bersifat toksik pada semua jenis sel. Metabolisme alkohol
menghasilkan aldehid, yang juga bersifat larut dalam air dan sangat toksik. Alkohol dan
aldehid menyebabkan gangguan pada hampir semua proses biokimia dalam tubuh.
Penyebab kematian pada intoksikasi alkohol akut adalah depresi napas, aspirasi,
hipotensi dan depresi kardiovaskular. Semua jenis alkohol dapat menyebabkan
intoksikasi bila diminum dalam julah yang cukup banyak, namun yang paling sering
menyebabkan intoksikasi adalah isopropanol ethylene glycol dan metanol.
Intoksikasi alkohol sering bermanifestasi sebagai depresi glutamat yang merupakan
suatu neurotransmiter eksitator susunan saraf pusat, dan alkohol juga meningkatkan
aktivitas inhibisi dari Gama amino butric (GABA) dan glisin. Alkohol juga
mempengaruhi fosforilasi protein yang berperan dalam fungsi signaling sel melalui kanal
yang diatur oleh ligand.
Efek utama keracunan alkohol adalah depresi susunan saraf pusat. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada kadar alkohol dalam darah (BAC = Blood alcohol concentration).
Pada kadar alkohol darah > 300 mg/dl, risiko depresi napas dan henti jantung meningkat.
Kematian dapat terjadi pada kadar alkohol > 500mg/dl.
Setelah ingesti peroral, metanol, etanol dan etilen glikol diserap secara cepat oleh
mukosa saluran cerna dan mecapai kadar puncak dalam plasma setelah 30-60 menit.
Selanjutnya akan mengalami metabolisme di hepar dan kemudian dieksresi terutama
melalui ginjal.
Oksidasi alkohol terjadi di hepar dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase
(ADH), yang merupakan titik kunci dari metabolsime alkohol. Metanol akan
dimetabolisme menjadi formaldehid yang oleh enzim fornmaldehid dehidrogenase
menjadi formic acid, yang akan diubah menjadi CO2 dan H2O yang tergantung oleh
konsentrasi tetrahidrofolat.
Proses metabolisme ini sangat mudah menjadi jenuh dan menyebabkan akumulasi
formic acid di dalam darah. Etilen glikol di ubah menjadi glikoaldehid dan etanol diubah
menjadi asetaldehid. Glikoaldehid kemudian diubah menjadi asam glikolik yang
selanjutnya oleh enzim ALDH diubah menjadi L-lactic acid dan d-lactic acid.
L-lactic acid kemudian diubah menjadi methylglyoxal, yang kemudian masuk ke
dalam jalur glukoneogenesis, sedangkan D-laktat akan dimetabolisme menjadi piruvat
8
dan CO2. Aston biasanya dieksresi lewat ginjal. Asetaldehid akan dimetabolisme oleh
ALDH menjadi asam astat yang kemudian diubah menjadi asetil koenzim A, yang aka
masuk dalam siklus asam sitrat.
Sebagian besar golongan alkohol akan diekresi lewat ginjal, etilen glikol sebesar 20%,
etanol sebesar 2-5% dan metanol sebesar 2%, sedangan 3% metanol dieksresi lewat paru.
H. Tujuan terapi:
9
Penatalaksanaan dasar intoksikasi alkohol secara umum dapat dilihat pada di atas.
Alkohol diabsorbsi secara cepat melalui saluran cerna, karena itu kumbah lambung,
induksi emesis atau karbon aktif sangat bermanfaat dan harus diberikan segera 30-60
menit setelah minum.
Pemberian Etanol atau Fomepizol untuk meningkatkan metabolisme alkohol
merupakan bahan yang tak terpisahkan dari terapi intoksikasi alkohol. Etanol memiliki
affinitas terhadap enzim alkohol dehidrogenase (ADH) 10-20 kali lebih kuat dibanding
golongan alkohol yang lain, pada konsentrasi 100 mg/dl, etanol menginhibisi secara
lengkap enzim ADH.
Femopizole (4-metilprazol) memiliki affinitas terhadap ADH 500-1000 kali lebih
besar dibandingkan etanol, dan dapat menginhibisi ADH secara komplit dengan
konsentrasi yang lebih rendah.
Semua golongan alkohol memiliki berat molekul yang rendah dan memiliki affinitas
yang lemah terhadap protein, dengan volume distribusi yang rendah sehingga dapat
dieliminasi secara efektif dengan dialisa.
Dialisa juga dapat membuang berbagai anion organik seperti format, glikolat &
glikoksalat. Hemodialis intermiten merupakan cara yang paling efektif untuk
menurunkan kadar alkohol darah dan eliminasi onion organik, walaupun hemodialisis
kontinua juga dapat digunakan.
Sedangkan cara peritoneal dialisis jarang sekali digunakan karena rendahnya kliren
alkohol dan onion organik. Efektifitas hemodialisis dalam eliminasi alkohol dapat
dimonitor melalui pengukuran kadar alkohol darah, monitor osmolalitas dapat digunakan.
Kadar serum format dan glikolat juga dapat digunakan untuk monitor respon terapi
intoksikasi alkohol, tetapi bila tidak tersedia, penghitungan anion gap juga dapat
digunakan untuk menilai respon terapi dan estimasi kadar metabolit toksis yang masih
berada dalam darah.
Koreksi asidosis metabolik pada kasus intoksikasi alkohol direkomendasikn oleh
beberapa ahli. Pemberian larutan basa diduga dapat meningkatkan ekskresi format dan
glikolat. Pemberian larutan basa selama dialisa lebih disarankan, karena akan
meminimalisir komplikasi akibat pemberian larutan basa.
Asam folat akan meningkatkan metabolisme format, sedangkan piridoksin atau tiamin
akan meningkatkan konversi glioksilat menjadi glisin.
Pada dasarnya, tugas seorang dokter umum adalah melakukan tatalaksana gawat
darurat dalam 30 menit pertama: kumbah lambung, induksi emesis dan karbon aktif.
Detail teknik melakukan upaya eliminasi dapat sejawat pelajari dalam buku EIMED
Kegawatdaruratan PAPDI.
Setelah upaya eleminasi kadar alkohol toksik dilakukan dan klinis pasien stabil,
sejawat dapat melakukan rujukan ke dokter spesialis penyakit dalam (Sp.PD) atau
fasilitas kesehatan dengan sarana-prasarana yang lebih lengkap. Jangan lupa melakukan
informed consent dan edukasi kepada keluarga pasien tentang prognosis yang kurang
baik dan resiko kematian yang cukup tinggi.
10
DAFTAR PUSTAKA
O'Connor PG. Alcohol abuse and dependence. In: Goldman L, Schafer AI, eds.
Cecil Medicine. 24th ed. Philadelphia, Pa: Saunders Elsevier; 2011:chap 32.
In the clinic. Alcohol use. Ann Intern Med. 2009 Mar 3;150(5).
11
12