Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Respirasi adalah Blok XIII pada semester IV dari Kurikulum Berbasis
Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus Skenario C yang memaparkan
tentang Ali, lki-laki, umur 3 tahu , datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena sesak
nafas yang semakin hebat sejak pagi tadi. Dua hari sebelumnya, Ali sudah mengalami sesak
napas. Sesak napas tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktivitas dan posisi.
Enam hari yang lalu, ali juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas tinggi.
Riwayat penyakit dahalu : tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya, tidak
ada alaergi. Riwayat penyakit dalam keluarga : bapak penderita saat ini mengalami batuk
pilek. Riwayat imunisasi : BCG, skar(+);DPT 1,2,3;Hepatitis 1,2,3;Polio 0,1,2,3. Riwayat
makan : tidak pernah diberi ASI sejak lahir saat ini anak makan nasi biasa 3X setengah
mangkuk kecil dan minum susu formula 1X sehari.. Riwayat lingkungan : tinggal bersama
kedua orang tua dan 2 orang kakak di rumah semi permanen berukuran 4X4 m tanpa kamar,
hanya ada 2 jendela.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan tutorial studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis dan
pembelajaran diskusi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari metode pembelajaran tutorial.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 1


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Data Tutorial


Tutor : dr. Milla Fadliya Bustan
Moderator : Dio Pratama
Notulis : Romzi Khairullah
Notulen : Annisa nurul Jannah
Waktu : Senin, 27 Juni 2016, pukul 08.00-10.00 WIB
Rabu, 29 Juni 2016, pukul 08.00-10.00 WIB.
The Rule of Tutorial : 1. Alat komunikasi di nonaktifkan.
2. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat.
3. Dilarang makan dan minum.

2.2. Skenario Kasus


Ali, lki-laki, umur 3 tahu , datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena sesak
nafas yang semakin hebat sejak pagi tadi. Dua hari sebelumnya, Ali sudah mengalami sesak
napas. Sesak napas tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktivitas dan posisi.
Enam hari yang lalu, ali juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas tinggi.
Riwayat penyakit dahalu : tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya, tidak
ada alaergi.
Riwayat penyakit dalam keluarga : bapak penderita saat ini mengalami batuk pilek.
Riwayat imunisasi : BCG, skar(+);DPT 1,2,3;Hepatitis 1,2,3;Polio 0,1,2,3
Riwayat makan : tidak pernah diberi ASI sejak lahir saat ini anak makan nasi biasa 3X
setengah mangkuk kecil dan minum susu formula 1X sehari.
Riwayat lingkungan : tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang kakak di rumah semi
permanen berukuran 4X4 m tanpa kamar, hanya ada 2 jendela.
Pemeriksaan Fisik :
BB saat ini : 13 kg, TB: 90 cm
Keadaan umum : tampak sakit berat
Tanda Vital : TD 90/60 mmHg, HR : 140x/menit, regular, RR;58x/menit, Temp : 39,6 0
C
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 2
Pemeriksaan Spesifik
Kepala : Sianosis sirkum oral (+), Nafas cupping hidung (+)
Leher : Dalam batas normal
Thorax :
Inspeksi : Terdapat retraksi intercostalis, subcostal dan suprasternal
Palpasi : Stem fremitus meningkat di kedua lapang paru
Perkusi : Redup pada seluruh lapangan paru
Aukultasi : Vesikuler menurun, ronki basah halus nyaring pada kedua
lapngan paru, Wheezing tidak terdengar.
Abdomen : Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, bissing usus normal
Ekstremitas : Tidak ditemukan Clubbing Finger
Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium : HB: 11,8 gr/dl, Jml Leukosit : 23.000/mm3, Hitung jenis : 1/1/8/68/20/2,
LED : 14 mm/jam

2.3. Klarifikasi Istilah


NO Istilah Penegertian
1 Sesak Nafas (Dispnea) kesulitan bernafas
2 Mengi Jenis bunyi karena seperti bersiul
(Cough) ekspulsi udara dari dalam paru tiba-tiba sambil
3 Batuk
mengeluarkan suara berisik
Penyakit saluran nafas atas yang dapat disebabkan oleh
4 Pilek virus, infeksi campuran atau reaksi alergi dan biasanya
disertai perdangan mukosa nasal, faring dan konjungtiva
Keadaan hipersensifitas yang dapat melalui panjanan
5 Riwayat Alergi terhadap alergen tertentu dan pajanan ulang menimbulkan
manifestasi akibat kemampuan bereaksi yang berlibihan
Kebiruan didaerah sekitar mulut dikarenakan kurangnya
6 Sianosis Sirkum Oral
konsentrasi Hb dalam darah
Sesak nafas berat yang ditandai dengan cuping hidung
7 Nafas Cupping Hidung
kembang kempis
8 Retraksi Keadaan tertarik kembali
9 Clubbing Finger Proliferasi jaringan lunak di sekitar ujung jari tanpa
perubahan pada tulang yang mengakibatkan jari tangan

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 3


dan jari kaki tampak membulat
Suara tambahan seperti gesekan rambut saat akhir
10 Ronki Basah Halus Nyaring
inspirasi

2.4. Identifikasi Masalah


1. Ali, lki-laki, umur 3 tahu , datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena sesak nafas
yang semakin hebat sejak pagi tadi. Dua hari sebelumnya, Ali sudah mengalami sesak
napas. Sesak napas tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktivitas dan
posisi.
2. Enam hari yang lalu, ali juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas tinggi.
3. Riwayat penyakit dahalu : tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya, tidak
ada alaergi. Riwayat penyakit dalam keluarga : bapak penderita saat ini mengalami batuk
pilek. Riwayat imunisasi : BCG, skar(+);DPT 1,2,3;Hepatitis 1,2,3;Polio 0,1,2,3. Riwayat
makan : tidak pernah diberi ASI sejak lahir saat ini anak makan nasi biasa 3X setengah
mangkuk kecil dan minum susu formula 1X sehari. Riwayat lingkungan : tinggal bersama
kedua orang tua dan 2 orang kakak di rumah semi permanen berukuran 4X4 m tanpa
kamar, hanya ada 2 jendela.
4. Pemeriksaan Fisik :
BB saat ini : 13 kg, TB: 90 cm
Keadaan umum : tampak sakit berat
Tanda Vital : TD 90/60 mmHg, HR : 140x/menit, regular, RR;58x/menit, Temp :
39,60 C
5. Pemeriksaan Spesifik
Kepala : Sianosis sirkum oral (+), Nafas cupping hidung (+)
Leher : Dalam batas normal
Thorax
Inspeksi : Terdapat retraksi intercostalis, subcostal dan suprasternal
Palpasi : Stem fremitus meningkat di kedua lapang paru
Perkusi : Redup pada seluruh lapangan paru
Aukultasi : Vesikuler menurun, ronki basah halus nyaring pada kedua lapngan
paru, Wheezing tidak terdengar.
Abdomen : Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, bissing usus normal

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 4


Ekstremitas : Tidak ditemukan Clubbing Finger
6. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium : HB: 11,8 gr/dl, Jml Leukosit : 23.000/mm 3, Hitung jenis : 1/1/8/68/20/2,
LED : 14 mm/jam

2.5. Analisis Masalah


1. Ali, lki-laki, umur 3 tahu , datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena sesak nafas
yang semakin hebat sejak pagi tadi. Dua hari sebelumnya, Ali sudah mengalami sesak
napas. Sesak napas tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktivitas dan
posisi.
A. Bagaimana Anatomi, Fisiologi dan Histologi pada kasus?
Jawab :
ANATOMI
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus.

a. Hidung ; Nares anterior adalah


saluran-saluran di dalam rongga
hidung. Saluran saluran itu bermuara
ke dalam bagian yang dikenal
sebagai vestibulum (rongga) hidung.
Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 5


darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang
mempunyai lubang masuk ke dalam rongga hidung.
b. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai
persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka
‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
c. Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan
dari columna vertebrata, berjalan dari farinx sampai ketinggian vertebrata
servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan
tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
d. Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari
larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini
bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 - 20
lingkaran tak- lengkap yang berupa cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh
jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain
itu juga membuat beberapa jaringan otot.
e. Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan
kesamping ke arah tampuk paru. Bronchus kanan lebih pendek dan lebih lebar
daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan
sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronchus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di
bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris
dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm.
Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot
polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 6


tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi
utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
f. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus
alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut
lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali
percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan
oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh
pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat
cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus
yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus
yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang
mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar,
sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150
juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat
permukaan/pertukaran gas.

(Snell, Richard. S. 2006)

FISIOLOGI PARU

Paru merupakan organ respirasi yang berfungsi menyediakan O 2 dan


mengeluarkan CO2. Selain itu paru juga membantu fungsi nonrespirasi, yaitu:

1. Pembuangan air dan eliminasi panas


2. Membantu venus return
3. Keseimbangan asam basa
4. Vokalisasi
5. Penghidu

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 7


Terdapat dua jenis respirasi, yaitu:
1. Respirasi internal (seluler), merupakan proses metabolisme intraseluler,
menggunakan O2 dan memproduksi CO2 dalam rangka membentuk energi
dari nutrien.
2. Respirasi eksternal, merupakan serangkaian proses yang melibatkan
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan luar dan sel tubuh. Tahap respirasi
ekstrenal:
a. Pertukaran udara atmosfir dan alveoli dengan mekanisme ventilasi
b. Pertukaran O2 dan CO2 alveoli dan kapiler pulmonal melalui
mekanisme difusi
c. O2 dan CO2 ditranspor oleh darah dari paru ke jaringan
d. Pertukaran O2 dan CO2 antara jaringan dan darah dengan proses difusi
melintasi kapiler sistemik
Tahap a & b oleh sistem respirasi, sedangkan tahap c & d oleh sistem
sirkulasi.
(Sherwood, 2012)

a. Mekanika Bernapas
 Ventilasi, atau bernapas, adalah proses pemasukan ke dan pengeluaran
udara dari paru secara bergantian sehingga udara alveolus lama yang telah
ikut Berta dalam pertukaran Oksigen dan CO, dengan darah kapiler paru
dapat ditukar dengan udara atmosfer segar.
 Ventilasi dilakukan secara mekanis dengan mengubah secara bergantian
arah gradien tekanan untuk aliran udara antara atmosfer dan alveolus
melalui ekspansi dan recoil siklik paru. Ketika tekanan intra-alveolus
berkurang akibat ekspansi paru selama inspirasi, udara mengalir masuk ke
paru dari tekanan atmosfer yang lebih tinggi. Ketika tekanan intra-
alveolus meningkat akibat recoil paru se-lama ekspirasi, udara mengalir
keluar paru menuju tekanan atmosfer yang lebih rendah.
 Kontraksi dan relaksasi bergantian otot-otot inspirasi (terutama diafragma)
secara tak langsung menimbulkan inflasi dan deflasi periodik paru dengan
secara siklis mengembangkan dan mengempiskan rongga thoraks, dengan
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 8
paru secara pasif mengikuti gerakannya.
 Paru mengikuti gerakan rongga thoraks berkat daya rekat (kohesivitas)
cairan intrapleura dan gradien tekanan transmural menembus dinding paru.
Gradien tekanan transmural terbentuk karena tekanan intrapleura yang
subatmosfer dan karenanya lebih rendah daripada tekanan intra-alveolus.
 Karena energi dibutuhkan untuk kontraksi otot-otot inspirasi, maka inspirasi
adalah proses aktif, tetapi ekspirasi bersifat pasif selama bernapas tenang
karena tercapai melalui recoil elastik paru setelah otot-otot inspirasi
melemas, tanpa mengeluarkan energi.
 Untuk ekspirasi aktif yang lebih kuat, kontraksi otot-otot ekspirasi (yaitu
otot abdomen) semakin mengurangi ukuran rongga thoraks dan paru,
yang meningkatkan gradien tekanan intra-alveolus terhadap atmosfer.
 Semakin besar gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer di kedua arah,
semakin besar laju aliran udara, karena udara terns mengalir sampai
tekanan intra-alveolus seimbang dengan tekanan atmosfer.
 Selain berbanding lurus dengan gradien tekanan, laju aliran udara juga
berbanding terbalik dengan resistensi saluran napas. Karena resistensi sa-
luran napas, yang bergantung pada kaliber saluran napas penghantar dan
normalnya sangat rendah, maka laju aliran udara biasanya terutama
bergantung pada gradien tekanan antara alveolus dan atmosfer.
 Jika resistensi saluran napas meningkat secara patologis akibat penyakit
paru obstruktif kronik, maka gradien tekanan juga barns ditingkatkan oleh
kerja otot-otot pernapasan yang lebih kuat untuk mempertahankan laju
aliran udara normal.
 Paru dapat diregangkan dengan derajat bervariasi selama inspirasi dan
kemudian mengempis kembali ke ukuran prainspirasinya sewaktu ekspirasi
karena sifat elastiknya.

 Istilah pulmonary compliance merujuk kepada distensibilitas paru —


seberapa besar paru teregang sebagai respons terhadap perubahan tertentu
gradien tekanan transmural, gaya peregang yang bekerja pada dinding paru.
 Istilah elastic recoil merujuk kepada kembalinya paru ke posisi istirahatnya

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 9


sewaktu ekspirasi.
 Sifat elastik paru bergantung pada anyaman jaringan ikat elastik di dalam
paru dan pada interaksi tegangan permukaan alveolus-surfaktan paru.
Tegangan permukaan alveolus, yang disebabkan oleh gaya tarik antara
molekulmolekul air permukaan dalam lapisan cairan yang membatasi
dinding dalam setiap alveolus, cenderung menolak peregangan alveolus
saat inflasi (menurunkan compliance) dan cenderung mengembalikannya ke
luas permukaan yang lebih kecil saat deflasi (meningkatkan rebound paru).
 Jika alveolus dilapis hanya oleh air maka tegangan permukaan akan
sedemikian besar sehingga compliance paru rendah dan paru cenderung
kolaps. Surfaktan paru terselip di antara molekul-molekul air dan
menurunkan tegangan permukaan alveolus sehingga paru lebih compliant
dan dapat melawan kecenderungan alveolus untuk kolaps. Interdependensi
alveolus juga melawan kecenderungan alveolus untuk kolaps, karena
alveolus yang kolaps ditarik terbuka oleh recoil alveolus-alveolus sekitar
yang teregang oleh alveolus yang kolaps tersebut.
 Paru dapat diisi lebih dari 5,5 liter pada upaya inspirasi maksimal atau
dikosongkan hingga sekitar 1 liter pada upaya ekspirasi maksimal. Namun,
dalam keadaan normal paru beroperasi "setengah kapasitas". Volume paru
biasanya bervariasi dari sekitar 2 sampai 2,5 liter sewaktu volume alun
napas rerata 500 ml udara masuk dan keluar setiap kali bernapas.
 Jumlah udara yang masuk dan keluar paru dalam satu menit, ventilasi
paru, sama dengan volume alun napas kali kecepatan napas.
 Tidak semua udara yang masuk dan keluar tersedia untuk pertukaran 0 2

dan CO2 dengan darah, karena sebagian menempati saluran napas


penghantar, yang dikenal sebagai ruang rugi anatomik. Ventilasi
alveolus, volume udara yang dipertukarkan antara atmosfer dan alveolus
dalam satu menit, adalah ukuran udara yang benar-benar tersedia untuk
pertukaran gas dengan darah. Ventilasi alveolus sama dengan (volume
alun napas dikurangi volume ruang rugi) kali kecepatan napas.

b. Pertukaran Gas
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 10
 Oksigen dan CO, berpindah menembus membran melalui difusi pasif
mengikuti penurunan gradien tekanan parsial.
 Tekanan parsial suatu gas dalam udara adalah bagian dari tekanan atmosfer
total yang disumbangkan oleh gas tersebut, yang berbanding lurus dengan
persentase gas ini dalam udara. Tekanan parsial suatu gas dalam darah
 bergantung pada jumlah gas tersebut yang larut dalam darah.
 Difusi netto Oksegen, terjadi pertama antara alveolus dan darah dan
kemudian antara darah dan jaringan akibat gradien tekanan parsial 0, yang
tercipta karena pemakaian terusmenerus 0, di sel dan penggantian terus-
menerus 02 alveolus segar dari ventilasi.
 Difusi netto CO2 terjadi dalam arch berlawanan, pertama antara jaringan
dan darah lalu antara darah dan alveolus, akibat gradien tekanan parsial
CO2, yang terbentuk oleh produksi terus-menerus CO2 di sel dan
pengeluaran terusmenerus CO2 alveolus melalui ventilasi.
 Faktor-faktor selain gradien tekanan parsial yang mempengaruhi laju
pertukaran gas adalah luas permukaan dan ketebalan membran yang harus
dilewati gas sewaktu berdifusi Berta koefisien difusi gas di membran, sesuai
hukum difusi Fick.

c. Transpor Gas
 Karena Oksigen, dan CO2 tidak terlalu larut dalam darah, maka keduanya
harus diangkut termarna melalui mekanisme di luar pelarutan fisik biasa.
 Hanya 1,5% 0yang secara fisik larut dalam darah, dan 98,5% lainnya
berikatan secara kimiawi dengan hemoglobin (Hb).
 Faktor utama yang menentukan seberapa banyak Hb berikatan dengan
Oksigen (% saturasi Hb) adalah Poe darah, digambarkan oleh kurva
berbentuk S yang dikenal sebagai kurva disosiasi 0,-Hb.
 Hubungan antara POksigen darah dan % saturasi Hb adalah sedemikian
sehingga pada kisaran Po 2 kapiler paru (bagian datar pada kurva), Hb tetap
hampir jenuh meskipun Poe darah turun hingga 40%. Hal ini menghasilkan
batas keamanan dengan memastikan penyaluran Oksigen, mendekati
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 11
normal ke jaringan meskipun terjadi penurunan substansial Po 2 arteri.
 Pada kisaran POksigen di kapiler sistemik (bagian curam kurva),
pembebasan Oksigenoleh Hb meningkat pesat sebagai respons terhadap
penurunan lokal kecil POksigen darah yang berkaitan dengan peningkatan
metabolisms sel. Dengan cara ini, lebih banyak Oksigen, yang disalurkan
untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang meningkat.
 Karbon dioksida yang diambil ch kapiler sistemik diangkut dalam darah
melalui tiga cara: (1) 10% larut secara fisik, (2) 30% berikatan dengan Hb,
dan (3) 60% mengambil bentuk bikarbonat (HCO3-)
 1 Enzim eritrosit karbonat anhidrase mengatalisis konversi CO 2 menjadi
HCO 3 - sesuai reaksi CO 2 + H 20 H2 CO3 H, + HCO3 -, Karbon dan
oksigen yang se- mula ada di CO 2 kini menjadi bagian dari ion bikarbonat.
H+ yang dihasilkan berikatan dengan Hb. Reaksi-reaksi ini semua
berbalik di paru sewaktu CO2 dieliminasi ke alveolus.

d. Kontrol Pernapasan
 Ventilasi melibatkan dua aspek berbeda, keduanya berada di bawah kontrol
saraf. (1) pergantian siklis antara inspirasi dan ekspirasi dan (2) regulasi
besar ventilasi, yang sebaliknya bergantung pada kontrol laju pernapasan
dan kedalaman volume alun napas.
 Irama bernapas dihasilkan oleh anyaman saraf kompleks, yaitu
kompleks pra-Betzinger, yang memperlihatkan aktivitas pemacu
dan mengaktifkan neuron-neuron inspirasi yang terletak di kelompok
respirasi dorsal (KRD) pusat kontrol pernapasan di medula batang otak.
Ketika neuron-neuron inspirasi ini melepaskan muatan, impuls akhirnya
mencapai otot-otot inspirasi untuk menimbul-an inspirasi.
 Ketika neuron-neuron inspirasi berhenti melepaskan muatan, otot-
otot inspirasi melemas dan terjadi ekspirasi. lika akan terjadi ekspirasi
aktif maka otot-otot ekspirasi diaktifkan oleh impuls dari neuron
ekspirasi medula di kelompok respirasi ventral (KRV) pusat kontrol
pernapasan di medulla.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 12


 Irama dasar ini diperhalus oleh keseimbangan aktivitas di pusat
apnustik dan pneumotaksik yang terletak lebih tinggi di batang otak,
di pops. Pusat apnustik memperlama inspirasi sedangkan pusat
pneumotaksik yang lebih kuat membatasi inspirasi
 Tiga faktor kimiawi berperan dalam menentukan tingkat ventilasi: PCO2,
dan konsentrasi H' darah arteri.
 Faktor dominan dalam regulasi ventilasi dari menit ke menit adalah
Pco2 arteri. Peningkatan Pco2 arteri adalah rangsangan kimiawi paling
kuat untuk meningkatkan ventilasi. Perubahan Pco, arteri mengubah
ventilasi rerutama dengan menimbulkan perubahan setara pada kon-
sentrasi H' CES otak, yang kemoreseptor ventral sangat peka
terhadapnya.
 Kemoreseptor perifer responsif terhadap peningkatan konsentrasi H'
arteri, yang juga, secara refleks menyebabkan peningkatan ventilasi.
Penyesuaian CO, penghasil asam di darah arteri penting untuk
mempertahankan keseimbangan asam-basa di tubuh.
 Kemoreseptor perifer juga secara refleks merangsang pusat respirasi
sebagai respons terhadap penurunan mencolok Po, arteri (<60 mm Hg).
Respons ini berfungsi sebagai mekanisme darurat untuk meningkatkan
respirasi ketika kadar Po, arteri turun di bawah kisaran aman yang
dihasilkan oleh bagian datar kurva 0 2-Hb.
(Guyton dan Hall, 2007)

HISTOLOGI

Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi


oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk
mempertahankan homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem
pernapasan dimulai dari rongga hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada
alveolus terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 13


1. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan bronkiolus terminalis
2. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
Saluran pernapasan, secara umum dibagi menjadi pars konduksi dan pars respirasi

Sebagian besar bagian konduksi dilapisi epitel respirasi, yaitu epitel


bertingkat silindris bersilia dengan sel goblet. Dengan menggunakan
mikroskop elektron dapat dilihat ada 5 macam sel epitel respirasi yaitu sel silindris
bersilia, sel goblet mukosa, sel sikat (brush cells), sel basal, dan sel granul kecil.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 14


a. Saluran pernapasan konduksi (ekstrapulmonal): trakea, bronkus, bronkiolus
dilapisi oleh epitel bertingkat semu silia (epithelium pseudostratificatum
ciliatum) mengandung banyak sel goblet.
b. Saluran pernapasan respirasi (intrapulmonal): bronkioulus respiratorius, ductus
alveolaris, dan saccus alveolaris oleh sel epitel selapis gepeng. Tidak ditemukan
sel goblet dalam alveoli
c. Trakea dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia dengan sel goblet.
Dinding terdiri dari mukosa, submukosa, cartilago, dan adventisia. Laring
dilapisi oleh epitel bertingkat semu silindris bersilia.
(Eroschenko, Vicror P.2010)

B. Hubungan usia dan jenis kelamin dengan kasus ?


Jawab :
Hasil SKDI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia) menyebutkan bahwa
prevalensi bronkopneumonia menurut jenis kelamin lebih tinggi pada laki – laki
9,4% sedangkan anak perempuan 8,5 %. Sedangkan berdasarkan usia, prevalensi
bronkopneumonia paling tinggi terjadi pada anak usia 1-4 tahun (33,76%) dan anak
dibawah 1 tahun (31%). Bronkoneumonia banyak terjadi pada anak-anak karena
sistem imun anak belum terbentuk secara sempurna.
(Balitbang Kemenkes RI, 2008)

Usia
Anak usia 3 tahun, kerentanan terhadap infeksi lebih besar, karena sistem
imun dari anak usia dibaawah 5 tahun masih belum telalu responsif dan masih
belum terbentuk sempurna sehingga ketika ada virus atau bakteri maka tubuh
dengan mudah untuk terinfeksi dalam hal ini terjadi Sesak yang makin bertambah.

Jenis kelamin
Anak laki-laki sampai usia 10 th adalah 1,5 sampai 2 kali lipat anak
perempuan. Pada dewasa rasio ini berubah menjadi sebanding antara laki-laki dan
perempuan pada usia 30th

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 15


(Price, 2005).

C. Mengapa sesak nafas semakin hebat ?


Jawab :
Sesuai dengan tahapan pada perjalanan penyakit dari pneumonia, yang
terbagi menjadi stadium congesti, hepatisasi merah, hepatisasi kelabu, dan resolusi.
Adanya eksudat pada alveoli (stadium hepatisasi kelabu) menyebabkan
terganggunya perfusi O2, sehingga sesak bertambah berat. Sesak 2 hari yang lalu
menunjukan infeksi bersifat akut (< 2 minggu) dan hari ini sesak bertambah hebat
menandakan lapang paru sudah banyak alveoli yang rusak (tidak berfungsi) akibat
dari proses inflamasi dan terjadi infiltrasi makrofag, neutrofil, leukosit
mengakibatkan alveoli dipenuhi cairan eksudat sehingga proses difusi O2 dan CO2
terganggu dan mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan pernafasan yang cepat
dan dangkal (sesak nafas).
(Robbins, 2007)

D. Apa makna sesak nafas tidak berbunyi mengi dipengaruhi oleh cuaca dan aktivitas
dan posis ?
Jawab :
Sesak napas nya disebabkan karena gangguan pulmonal, pada penderita
pneumotoraks dan pneumonia, penderita menjadi sesak tiba-tiba, sesak nafas tidak
akan berkurang dengan perubahan posisi. sesak tidak dipengaruhi aktivitas, dan
posisi ini menyingkirkan diagnosis banding sesak yang diakibatkan kardiak dispnea,
karena pada kardiak dispnea sesaknya dapat berkurang ketika berubah posisi dan
akan bertambah saat aktifitas. Sesak yang tidak dipengaruhi cuaca menyingkirkan
diagnosis asma karena asma dapat timbul karena perubahan cuaca
(Price, 2005)

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 16


E. Apa saja etiologi dari sesak nafas ?
Jawab :
1. Penyakit saluran napas: Asthma, Bronkitis kronis, Emfisema, Sumbatan Laring,
Aspirasi Benda Asing
2. Penyakit parenkim paru: Pneumonia, Gagal Jantung Kongesti
3. Penyakit Vaskular Paru: emboli paru, Kor Pulmonale, Hipertensi Paru,
Penyakit Veno-oklusi paru
4. Penyakit Pleura:Pnemotorax, Efusi Pleura, Hemotorax, Fibrosis
5. Penyakit Dinding Paru: Trauma, Neuromuskular, Kelainan tulang
(Aru dkk, 2009)

F. Apa saja klasifikasi sesak nafas ?


Jawab :
Sesuai dengan berat ringannya keluhan, sesak napas dapat dibagi menjadi lima
tingkat:
1. Sesak Napas Tingkat I  Tidak ada pembatasan atau hambatan dalam
melakukan kegiatan sehari-hari. Sesak napas akan terjadi bila penderita
melakukan aktivitas jasmani lebih berat dari pada biasanya. Pada tahap ini,
penderita dapat melakukan pekerjaan sehari-hari dengan baik.
2. Sesak Napas Tingkat II  Sesak napas tidak terjadi bila melakukan aktivitas
penting atau aktivitas yang biasa dilakukan pada kehidupan sehari-hari. Sesak
baru timbul bila melakukan aktivitas yang lebih berat. Pada waktu naik tangga
atau mendaki, sesak napas mulai terasa, tetapi bila berjalan di jalan yang datar
tidak sesak. Sebaiknya penderita bekerja pada kantor/tempat yang tidak
memerlukan tenaga lebih banyak atau pada pekerjaan yang tidak berpindah-
pindah.
3. Sesak Napas Tingkat III  Sesak napas sudah terjadi bila penderita melakukan
aktivitas sehari-hari, seperti mandi atau berpakaian, tetapi penderita masih
dapat melakukan tanpa bantuan orang lain. Sesak napas tidak timbul di saat
penderita sedang istirahat. Penderita juga masih mampu berjalan-jalan di daerah

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 17


sekitar, walaupun kemampuannya tidak sebaik orang-orang sehat seumurnya.
Lebih baik penderita tidak dipekerjakan lagi, mengingat penyakit cukup berat.
4. Sesak Napas Tingkat IV  Penderita sudah sesak pada waktu melakukan
kegiatan/aktivitas sehari-hari seperti mandi, berpakaian dan lain-lain sehingga
tergantung pada orang lain pada waktu melakukan kegiatan sehari-hari. Sesak
napas belum tampak waktu penderita istirahat, tetapi sesak napas sudah mulai
timbul bila penderita melakukan pekerjaan ringan sehingga pada waktu
mendaki atau berjalan-jalan sedikit, penderita terpaksa berhenti untuk istirahat
sebentar. Pekerjaan sehari-hari tidak dapat dilakukan dengan leluasa.
5. Sesak Napas Tingkat V  Penderita harus membatasi diri dalam segala
tindakan atau aktivitas sehari-hari yang pernah dilakukan secara rutin.
Keterbatasan ini menyebabkan penderita lebih banyak berada di tempat tidur
atau hanya duduk di kursi. Untuk memenuhi segala kebutuhannya, penderita
sangat tergantung pada bantuan orang lain.

Berdasarkan waktu
1. Dispnea akutDispnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab
umum kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dispnea akut diantaranya
penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau trauma
dada.
2. Dispnea kronis  Dispnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma,
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru,
tumor, kelainan pita suara.(Price, 2005)

Berdasarkan kejadiannya
1. Dyspnea pada saat istirahat/exercise  Perlu ditentukan tentang dyspnea yang
diderita pasien, apakah terjadinya secara dadakan (infeksi paru yang disebabkan
oleh bakteri, virus atau emboli paru) atau timbul secara gradual/perlahan-lahan
(emphycema, bronkhitis kronis). Seseorang dapat mengalami suatu bentuk
dyspnea setelah exercise yang berlebihan, tetapi bila telah terjadi proses yang
mengganggu kapasitas paru, exercise yang ringan sekalipun dapat
menimbulkan dyspnea. Dyspnea yang terjadi disaat istirahat menunjukkan
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 18
adanya kegagalan kapasitas respirasi. Untuk menentukan luas dan tingkat
dyspnea, dokter akan berusaha untuk mendapatkan tanda dan simtom yang lain
yang ada kaitannya dengan dyspnea yang dikeluhkan pasien.
2. Dyspnea posisional
a. Orthopnea (dyspnea yang timbul pada posisi berbaring) pada umumnya
merupakan pertanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya oedem paru kardiogenik. Kebanyakan pasien dengan penyakit paru
obstruktif menahun atau fibrosis interstisial yang telah meluas tidak
memperlihatkan atau sedikit mengalami ortopnea.
b. Platypnea, didefenisikan sebagai dyspnea yang timbul pada posisi berdiri,
dyspnea bentuk ini dapat ditemukan pada penyakit paru obstruktif menahun,
cirrhosis dan post pneumektomie. Mekanismenya belum diketahui dengan jelas,
tetapi platypnea boleh jadi disebabkan oleh adanya ketidakcocokan
(mismatching) perfusi-ventilasi atau adanya pembukaan foramen ovale pada
jantung, keadaan ini akan menimbulkan hipoksemia, karena pada saat berdiri
aliran darah ke jantung berkurang sebagai akibat pengaruh gravitasi, sehingga
darah yang mengalami deoksigenisasi lebih banyak (hipoksemia) di daerah
perifer maka akan terjadilah sesak nafas pada saat berdiri atau platypnea
3. Dyspnea nokturnal paroksismal  Dyspnea yang terjadi saat terjaga/tersentak dari
tidur (ingat bukan bangun dari tempat tidur) dapat diatasi dengan duduk atau
berjalan di sekeliling tempat tidur, pasien yang murni menderita kelainan paru tidak
akan mengalami dyspnea nocturnal paroksismal. Penderita kelainan paru terkadang
mengeluhkan disaat tersentak dari tidurnya di malam hari justru memperburuk sesak
nafasnya, tetapi dengan anamneses yang cermat pasien terbangun justru disebabkan
oleh batuk yang ditimbulkan oleh penumpukan dahak di saluran nafasnya. Selama
episode terjadinya batuk tersebut pasien mengalami sesak nafas. Perbedaan di antara
episode batuk malam hari lalu diikuti dengan sesak nafas dengan dyspnea nokturnal
parokosismal ini sangat penting bagi dokter untuk mengambil keputusan apakah
dyspnea tersebut problema paru atau jantung
(Price, 2005).

G. Bagaimana patofisiologi dari sesak nafas ?


Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 19
Jawab :
Mikroorganisme masuk melalui inhalasi → MO berada di saluran pernapasan
atas → MO yang berada di saluran pernapasan atas akan menyebar dan
berkolonisasi → terjadi peradangan pada saluran pernapasan atas + tidak ada
pengobatan → Mikroorganisme menyebar ke parenkim paru (alveoli dan
sekitarnya) → terjadi peradangan→ masuk sel radang (Fagositosis makrofag dan
pengeluaran sitokin) → Alveolus rusak → datang cairan eksudat, PMN Leukosit,
fibrin (cairan mukopuluren) →ujung akhir bronkiolus tersumbat eksudat
mukopurulen → bercak konsolidasi di lobus di dekatnya → terganggunya difusi O2
dan CO2 → sesak napas.

2. Enam hari yang lalu, ali juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas tinggi.
A. Bagaimana fisiologi batuk , pilek dan pnas tinggi ?
Jawab :
Mekanisme batuk secara umum:
1. Inspirasi : udara masuk ke paru-paru lalu terjadi perubahan volume udara paru-
paru lalu melebarnya ukuran diameter bronkus
2. Kompresi : penutupan glotis lalu terjadi tekanan intra thoraks bertambah yang
dibantu oleh otot-otot ekspirasi
3. Ekspirasi : terjadinya pada pembukaan glotis yang diikuti oleh pengeluaran
udara yang terperangkap tadi dalam jumlah yang besar dan dengan kecepatan
yang tinggi. Bunyi batuk yg timbul akibat dari getaran pita suara.

Mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh melalui saluran pernapasan


akan dilawan oleh sistem imun non spesifik fisik yaitu silia, mukosa, batuk, dan
bersin pada keadaan imunitas kita baik.

 Mekanisme Pilek
Mikroorganisme (bakteri) masuk melalui inhalasi → MO berada di saluran
pernapasan atas → MO menempel pada mukosa hidung → merangsang sel

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 20


goblet untuk mengeluarkan mukus → mukus dikeluarkan melalui hidung →
pilek
(Ganong,W.F, 2012)
 Mekanisme Demam
MO yang berada di saluran pernapasan atas akan menyebar dan
berkolonisasi → terjadi peradangan pada saluran pernapasan atas → aktivasi
makrofag (fagositosis) → mengeluarkan TNFα , IL-1, IL-6 → menginduksi
prostalglandin → meningkatkan termostat di hipotalamus → meningkatkan set
point → suhu tubuh meningkat → demam
(Price, 2005)

B. Bagaimana patofisiolgi batuk, pilek dan panas tinggi pada kasus ?


Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 21


C. Apa penyebab keluhan dari batuk, pilek dan pans tinggi ?
Jawab :
Pada anak usia 4 bulan - 5 tahun mikroorganisme penyebab yang paling
sering yaitu

Bakteri :
 Streptococcus pneumoniae,
 Mycoplasma pneumoniae,
 Clamydia pneumoniae,
 Haemophillus influenzatype B,
 Moxarella catarrhalis,
 Neiseria meningitis,
 Staphylococcus aureus.

Virus

 Respiratory syncytial virus (RSV),


 Influenza virus,
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 22
 Parainfluenza virus,
 Adenovirus,
 Rhinovirus,
 Measles virus
 Virus Varisela-Zoster.
(Setyoningrum, 2006)
Panas tinggi
penyebab :
- infeksi mikroorganisme
- non infeksi (autoimun, neoplasma, obat-obatan dll)

Batuk
batuk merupakan respon fisiologis sebagai upaya pertahanan dan mengeluarkan
benda asing
penyebab :
- infeksi saluran pernafasan atas
- rangsangan; misal debu di reseptor batuk (hidung, sal pernafasan dan telinga)
- iritan (asap rokok, gas polutan).

Pilek
penyebab :
- Alergi (terhadap benda asing)
- Infeksi
- Non infeksi dan non alergi.
(Horrison, 2012)

D. Apa hubungan keluhan tambahan dengan keluhan utama ?


Jawab :
Keluhan utama yakni sesak napas merupakan kelanjutan dari keluhan penyerta
(batuk berdahak, pilek dan demam) yang dirasakan 5 hari yang lalu akibat tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat dan kondisi imunitas pada anak yang masih
belum sempurna

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 23


(Price, 2005).

E. Apa makna batuk , pilek dan panas tinggi sejak 6 hari yang lalu ?
Jawab :
Batuk dan pilek menunjukkan terdapat gangguan pada sistem respirasi
berupa infeksi saluran pernafasan akut (ISPA). Sedangkan demam merupakan salah
satu tanda terjadinya reaksi inflamasi
(Price, 2005).

3. Riwayat penyakit dahalu : tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya,
tidak ada alaergi. Riwayat penyakit dalam keluarga : bapak penderita saat ini mengalami
batuk pilek. Riwayat imunisasi : BCG, skar(+);DPT 1,2,3;Hepatitis 1,2,3;Polio 0,1,2,3.
Riwayat makan : tidak pernah diberi ASI sejak lahir saat ini anak makan nasi biasa 3X
setengah mangkuk kecil dan minum susu formula 1X sehari. Riwayat lingkungan :
tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang kakak di rumah semi permanen berukuran
4X4 m tanpa kamar, hanya ada 2 jendela.
A. Apa makna riwayat penyakit dahulu ?
Jawab :
Berdasarkan riwayat penyakit terdahulu, dapat disingkirkan diagnosis asma
bronkial karena pada penyakit asma bronkial keluhan biasanya berulang dan
dicetuskan oleh alergen tertentu
(Sudoyo, 2009).

B. Apa makna riwayat penyakit keluarga ?


Jawab :
Dengan bapak penderita yang mengalami batuk pilek kemungkinan terjadi
penularan penyakit secara droplet nuclei, ditambah lagi dengan umur Ali yang
masih 3 tahun yang memiliki sistem imun yang belum begitu responsif dan
terbentuk sempurna. Sehingga menyebabkan resiko tertular penyakit semakin
tinggi. (Horrison, 2012).

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 24


C. Apa makna dan hubungan riwayat imunisasi ?
Jawab :
Jadwal imunisasi

Keterangan:
Rekomendasi imunisasi berlaku mulai 1 Januari 2014.
1. Vaksin Hepatitis B
Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului
pemberian injeksi vitamin K1. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan
vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIg) pada ekstremitas

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 25


yang berbeda. Vaksinasi hepatitis B selanjutnya dapat menggunakan vaksin
hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin Polio
Pada saat bayi dipulangkan harus diberikan vaksin polio oral (OPV-0).
Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster   dapat
diberikan vaksin OPV atau IPV, namun sebaiknya paling sedikit mendapat
satu dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG
Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal umur 2 bulan.
Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberkulin.
4. Vaksin DTP
Vaksin DTP pertamadiberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan vaksin lain.
Untuk anak umur lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di-
booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin Campak
Campak diberikan pada umur 9 bulan, 2 tahun dan pada SD kelas 1 (program
BIAS).
6. Vaksin Pneumokokus (PCV)
Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan
interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya
perlu dosis ulangan 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2
bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan
cukup satu kali.
7. Vaksin Rotavirus
Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus pentavalen
diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14
minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya
vaksin rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan
tidak melampaui umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1
diberikan umur 6-14 minggu, interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu,

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 26


dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval minimal 4
minggu).
8. Vaksin Varisela
Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik pada
umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksin Influenza
Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang setiap tahun.
Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur
kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk
anak 6 – <36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin Hib
Membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme
ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat.
Vaksin ini adalah bentuk polisakarida murbi (PRP: purified capsular
polysaccharide) kuman H. Influenzae tipe b, antigen dalam vaksin tersebut
dapat dikonjugasi dengan protein-protein lain seperti toksoid tetanus (PRP-
T), toksoid dipteri (PRP-D atau PRPCR50) atau dengan kuman
menongokokus (PRP-OMPC). Cara Pemberian dapat dilakukan dengan 2
suntikan dengan interval 2 bulan kemudian bosternya dapat diberikan pada
usia 18 bulan.
11. Vaksin Human papiloma virus (HPV)
Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10 tahun. Vaksin HPV bivalen
diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen
dengan interval 0, 2, 6 bulan.
(Ranuh, 2011)

Berdasarkan rekomendasi imunisasi tersebut dapat diketahui bahwa Resti


tidak mendapatkan imunisasi yang lengkap, yakni belum mendapatkan imunisasi
campak, PCV, rotavirus, varisela, influenza dan Hib.
Salah satu imunisasi yang dianjurkan adalah imunisasi Hib yang mampu
mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b penyebab meningitis,
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 27
pneumonia dan infeksi tenggorokan berat. Pada kasus, Resti belum melakukan
imunisasi Hib yang bisa dicurigai merupakan salah satu faktor resiko terkena
penyakit bronkopneumonia karena tubuh belum mempunyai kekebalan terhadap
haemophilus influenza tipe b. Tetapi untuk memastikannya masih diperlukan
pemeriksaan mikrobiologi untuk mengetahui mikroorganisme penyebab
bronkopneumonia pada kasus ini.

D. Apa makna dan hubungan riwayat makanan ?


Jawab :
a. Apa makna riwayat makanan pada kasus dan hubungannya dengan keluhan yang
dialami?
Jawab:
Pada kasus ini, Ali tidak mendapatkan ASI sehingga kemungkinan untuk
terkena penyakit saluran nafas lebih tinggi dibandingkan anak yang mendapatkan
ASI. Hal ini berkaitan dengan kandungan-kandungan ASI yang berperan dalam
perkembangan imunitas tubuh.
Adapun beberapa manfaat pemberian ASI adalah sebagai berikut:
 Bagi bayi
Menurunkan insidens keparahan diare, penyakit saluran nafas, otitis media
bakteremia, meningitis bakterialis dan enterokolitis nekrotikans.
 Bagi ibu
Menurunkan resiko pendarahan pasca melahirkan, amenore yang lebih
lama, insidens terjadinya kanker ovarium dan resiko osteoporosis.
 Bagi masyarakat
Menurunkan biaya pemeliharaan kesehatan karena bayi yang mendapat ASI
lebih jarang mengalami sakit.

Di negara yang sedang berkembang, penyakit infeksi pada anak masih


merupakan masalah akibat pajanan mikroorganisme patogen yang masih tinggi.
Pada masa bayi (0-1 tahun) terdapat kepekaan yang tinggi terhadap infeksi sebagai
akibat dari fungsi imunologis yang masih imatur dan klirens patogen intraseluler

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 28


yang kurang. Pada masa intra uterin, terdapat imunoglobulin G (IgG)
transplacental yang memiliki peran penting untuk melindungi bayi hingga usia 6-
12 bulan. Imunoglobulin M (IgM) dapat memberi proteksi bayi di usia awal,
terhadap invasi mikroba patogen di daerah mukosa sebagai respon nonspesifik.
Pada bayi yang menyusu, ASI merupakan perlindungan yang ketiga,
identik dengan ”transplacental blood” yaitu sebagai alat transport nutrien,
pengaruhnya pada sistim biokemikal, meningkatkan imunitas dan merusak
patogen (Riordan dan Auerbach, 1993).
Antibodi sIgA yang merupakan salah satu komponen utama ASI, beserta
elemen imun lainnya dapat berfungsi sebagai pembawa kekebalan pasif baik yang
bersifat inat maupun adaptif.
Air susu ibu merupakan sumber nutrisi utama yang dapat memenuhi
seluruh kebutuhan bayi untuk tumbuh dan berkembang hingga usia 6 bulan. Di
negara berkembang ASI sangat berperan dalam mencegah terjadinya infeksi
maupun penyakit diare. Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2001, tingkat
mortalitas akibat penyakit infeksi menurun secara mencolok pada bayi yang
mendapat ASI dibandingkan dengan yang mendapat susu formula. Khususnya
bayi yang mendapat ASI-eksklusif sampai dengan usia 6 bulan, memperlihatkan
adanya penurunan insiden dan incidence density penyakit infeksi
(Purwati, 2004).

E. Apa makna dan hubungan riwayat lingkungan ?


Jawab :
Salah satu faktor resiko adalah lingkungan rumah yang buruk (kurangnya
ventilasi dan dapur terletak di dalam rumah bersatu dengan kamar tidur dan ruang
tempat bayi dan balita bermain.) dapat menjadi faktor resiko terjadinya penularan
dan gangguan penyakit infeksi saluran pernapasan. untuk terinfeksinya
mikroorganisme misalnya, S.Pneumonia akibat faktor lingkungan yang buruk.

4. Pemeriksaan Fisik :
BB saat ini : 13 kg, TB: 90 cm

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 29


Keadaan umum : tampak sakit berat
Tanda Vital : TD 90/60 mmHg, HR : 140x/menit, regular, RR;58x/menit, Temp :
39,60 C
A. Apa interpretasi dari pemeriksaan fisik ?
Jawab :
Hasil
Keadaan normal Interpretasi
pemeriksaan
BB =13 kg TB =
Tidak normal
90 cm
Neonatus 80/45 mmHg
6-12 bln 90/60 mmHg
TD 90/60 mmHg 1-5 thn 95/65 mmHg
Hipotensi
5-10 thn 100/60 mmHg
10-15 thn 115/60 mmHg
Neonatus 100-180
1 minggu – 3 bln 100-200
HR 140x/menit 3 bln – 2 thn 80-150
Normal
2 thn – 10 thn 70-110
> 10 thn 55-90
< 2 bln < 60
RR 58 x/menit 2-12 bln < 50
Takipnea
1-5 thn < 40
Hipotermia < 36oC
Normotermia 36,5-37,2oC
Temp. 39,6oC Subfebris 37,3-38oC
Febris
Febris > 38oC
Hiperpireksia ≥ 41,2oC

B. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan fisik ?


Jawab :
 Takipnea
Inhalasi MikroorganismeMenginfeksi saluran nafas atasrespon imun
rendah predisposisi berbagai infeksi  peradangan parenkim paru reaksi
inflamasi dan pelepasan mediator inflamasi infiltrasi makrofag, neutrofil,

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 30


leukosit  alveoli dipenuhi cairan eksudat  konsolidasi di alveoli gangguan
proses difusi O2 dan CO2 ke perifer berkurang  sesak nafas tubuh
berkompensasi dengan meningkatkan frekuensi napas
(Price, 2005)
 Hiperpireksia
Infeksi Mikroorganisme masuk ke saluran pernafasan → infeksi saluran
pernafasan → respon imun menurun → peradangan → aktivasi makrofag
(fagositosis) ( TNF α, IL-1, IL-6) → induksi prostaglandin → peningkatan
termostat di hipothalamus → set point meningkat →demam.
(Price, 2005)
 Takikardi
Jaringan tubuh tidak mendapatkan oksigen yang cukup (karena sesak) →
kompensasi tubuh dengan perangsangan saraf simpatis → takikardi
karena tekanan darah menurun sebagai kompensasi → HR meningkat
(takikardia)
Konsolidasi  penurunan luas permukaan membrane respirasi 
menurunkan kapasitas difusi  hipoksemia  mengalami peningkatan
denyut jantung.
(Price, 2005)

5. Pemeriksaan Spesifik
Kepala : Sianosis sirkum oral (+), Nafas cupping hidung (+)
Leher : Dalam batas normal
Thorax
Inspeksi : Terdapat retraksi intercostalis, subcostal dan suprasternal
Palpasi : Stem fremitus meningkat di kedua lapang paru
Perkusi : Redup pada seluruh lapangan paru
Aukultasi : Vesikuler menurun, ronki basah halus nyaring pada kedua lapngan
paru, Wheezing tidak terdengar.
Abdomen : Datar, lemas, hepar lien tidak teraba, bissing usus normal
Ekstremitas : Tidak ditemukan Clubbing Finger
A. Apa interpretasi dari pemeriksaan spesifik ?
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 31
Jawab :
Hasil pemeriksaan Keadaan normal Interpretasi
Sianosis sirkum oral (+) Negatif Abnormal
Napas cuping hidung (+) Negatif Abnomal
Retraksi intercostal, subcostal, Negatif Abnormal
dan suprasternal (ada penggunaan otot
bantu napas / tambahan)
Stem fremitus kanan dan kiri Tidak menurun Abnormal
menurun (ada konsolidasi)
Redup pada basal kedua paru Sonor Abnormal
(ada konsolidasi)
Suara napas vesikuler meningkat Suara vesikuler normal Abnormal
dan ronkhi basah halus nyaring dan tidak ada bunyi (ada konsolidasi +
pada kedua lapangan paru tambahan cairan)

B. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan spesifik ?


Jawab :
BB turun
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea,
bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun →
aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme
berkembang biak di alveoli sekitar → aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-
sel PMN → pengeluaran sitokin → sitokin dapat bersirkulasi menembus
hematoencephalic barrier → efek sitokin terhadap SSP (hipotalamus) → produksi
prostaglandin → impuls ke korteks serebral → leptin meningkat → penekanan
nafsu makan → nafsu makan menurun → penurunan berat badan.

Sianosis sirkum oral (+)


Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea,
bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun →
aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme
berkembang biak di alveoli sekitar → aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-
sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus → konsolidasi paru → difusi oksigen dan

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 32


karbondioksida terganggu → saturisasi oksigen menurun → sianosis central →
sirkum oral (+).

Napas cuping hidung (+)


Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea,
bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun →
aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme
berkembang biak di alveoli sekitar → aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-
sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus → konsolidasi paru → difusi oksigen dan
karbondioksida terganggu → peningkatan usaha bernapas → napas cuping hidung.

Retraksi intercostal, subcostal dan suprasternal


Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea,
bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun →
aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme
berkembang biak di alveoli sekitar → aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-
sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus → konsolidasi paru → difusi oksigen dan
karbondioksida terganggu → peningkatan usaha bernapas → penggunaan otot
pernapasan tambahan → retraksi intercostals, subcostal dan suprasternal.

Stem fremitus kanan dan kiri meningkat


Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea,
bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun →
aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme
berkembang biak di alveoli sekitar → aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-
sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus → konsolidasi paru → stem fremitus
kanan dan kiri meningkat.

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 33


Redup pada basal kedua paru
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea,
bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun →
aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme
berkembang biak di alveoli sekitar → aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-
sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus → konsolidasi paru bagian basal →
redup pada basal kedua paru.

Suara napas vesikuler menurun


Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea,
bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun →
aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme
berkembang biak di alveoli sekitar → aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-
sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus → konsolidasi paru (bercak-bercak) →
suara napas vesikuler menurun.

Ronkhi basah halus nyaring pada kedua lapangan paru


Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah (trakea,
bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan imaturitas imun →
aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu mengatasi → mikroorganisme
berkembang biak di alveoli sekitar → aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-
sel PMN serta eksudasi cairan ke alveolus → konsolidasi paru + eksudat → ronkhi
basah halus nyaring pada kedua lapangan paru.

6. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium : HB: 11,8 gr/dl, Jml Leukosit : 23.000/mm 3, Hitung jenis : 1/1/8/68/20/2,
LED : 14 mm/jam
A. Apa interpretasi dan pemeriksaan laboratorium ?
Jawab :

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 34


Pemerik
No. Nilai Kasus Nilai Normal Interpretasi
saan Lab

Normal.
11-13 gr/dl
1. Hb 11,8 gr/dl Tidak mengalami anemia
10-16 gr/dl
ataupun Hb tinggi.

Leukositosis.
9000-12000
2. Leukosit 23.000/mm3 Menunjukkan adanya
mm3
infeksi / radang akut.

Meningkat.
3. Basofil 1% 0-1 %
Adanya inflamasi

Normal.
4. Eosinofil 1% 1-3 %
Tidak meningkat.

Neutrofil Meningkat.
5. 8% 2-6 %
Batang Adanya infeksi.

Neutrofil
6. 68% 50-70% Normal
Segmen

Normal.
7. Limfosit 20 % 20-40 %
Tidak meningkat.

Normal.
8. Monosit 32% 2-18 %
Tidak meningkat.

Meningkat.

9. LED 14 mm/jam < 10 mm/jam Menunjukkan adanya


infeksi.

B. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan laboratorium ?


Jawab :
Leukosit  :
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 35
Infeksi mikroorganisme pada saluran pernafasan atas  terjadi inflamasi pada
saluran pernafasan atas  pengeluaran pirogen endogen  stimulasi untuk
mensintesis protein fase akut Leukosit  .
(Aru dkk, 2009)
LED  :
Infeksi mikroorganisme pada saluran pernafasan atas  terjadi inflamasi pada
saluran pernafasan atas  pengeluaran pirogen endogen  stimulasi untuk
mensintesis protein fase akut  viskositas  LED .
(Aru dkk, 2009)

C. Apa saja bunyi suara tambahan ?


Jawab :
1) Stridor: yaitu suara yang terdengar kontinu (tidak terputus-putus), bernada
tinggi yang terjadi baik pada saat inspirasi maupun pada saat ekspirasi, dapat
terdengar tanpa menggunakan stetoskop, bunyinya ditemukan pada lokasi
saluran napas atas (laring) atau trakea, disebabkan karena adanya penyempitan
pada saluran napas tersebut. Pada orang dewasa, keadaan ini mengarahkan
kepada dugaan adanya edema laring, kelumpuhan pita suara, tumor laring,
stenosis laring yang biasanya disebabkan oleh tindakan trakeostomi atau dapat
juga akibat pipa endotrakeal. 
2) Crackles: adalah bunyi yang berlainan, non kontinu akibat penundaan
pembukaan  kembali jalan napas yang menutup, terdengar selama inspirasi.
 Fine crackles/ krekels halus
Terdengar selama akhir inspirasi. Karakter suara meletup, terpatah-
patah. Penyebabnya adalah karena terdapat udara yang melewati daerah
yang lembab di alveoli atau bronchioles/ penutupan jalan napas kecil.
Suara seperti rambut yang digesekkan.
 Krekels kasar 
Terdengar selama ekspirasi. Karakter suara parau, basah, lemah, kasar,
suara gesekan terpotong.  Penyebab adalah karena terdapat cairan atau

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 36


sekresi pada jalan nafas yang besar. Mungkin akan berubah ketika klien
batuk.
3) Wheezing (mengi): adalah bunyi seperti bersiul, kontinu, yang durasinya lebih
lama dari krekels. Terdengar selama inspirasi dan ekspirasi, secara klinis lebih
jelas pada saat ekspirasi. Penyebabnya adalah akibat udara melewati jalan napas
yang menyempit/tersumbat sebagian. Dapat dihilangkan dengan batuk.Dengan
karakter suara nyaring, suara terus menerus yang berhubungan dengan aliran
udara melalui jalan nafas yang menyempit (seperti pada asma dan bronchitis
kronik). Wheezing dapat terjadi oleh karena perubahan temperatur, allergen,
latihan jasmani, dan bahan iritan terhadap bronkus. 
4) Ronchi : adalah bunyi gaduh yang dalam. Terdengar selama ekspirasi.
Disebabkan karena gerakan udara melewati jalan napas yang menyempit akibat
obstruksi napas.
 Ronchi kering : suatu bunyi tambahan yang terdengar kontinyu terutama
waktu ekspirasi disertai adanya mucus/secret pada bronkus. Ada yang high
pitch (menciut) misalnya pada asma dan low pitch  oleh karena secret yang
meningkat pada bronkus yang besar yang dapat juga terdengar waktu
inspirasi.
 Ronchi basah (krepitasi) : bunyi tambahan yang terdengar tidak kontinyu
pada waktu inspirasi seperti bunyi ranting kering yang terbakar, disebabkan
oleh secret di dalam alveoli atau bronkiolus. Ronki basah dapat halus,
sedang, dan kasar. Ronki halus dan sedang dapat disebabkan cairan di
alveoli misalnya pada pneumonia dan edema paru, sedangkan ronki kasar
misalnya pada bronkiekstatis. Perbedaan ronchi dan mengi. Mengi berasal
dari bronki dan bronkiolus yang lebih kecil salurannya, terdengar bersuara
tinggi dan bersiul. Biasanya terdengar jelas pada pasien asma. Ronchi
berasal dari bronki dan bronkiolus yang lebih besar salurannya, mempunyai
suara yang rendah, sonor. Biasanya terdengar jelas pada orang ngorok. 
5) Pleural friction rub: adalah suara tambahan yang timbul akibat terjadinya
peradangan pada pleura sehingga permukaan pleura menjadi kasar. Karakter
suara : kasar, berciut, disertai keluhan nyeri pleura. Terdengar selama : akhir
inspirasi dan permulaan ekspirasi. Tidak dapat dihilangkan dengan dibatukkan.
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 37
Terdengar sangat baik pada permukaan anterior lateral bawah toraks. Terdengar
seperti bunyi gesekan jari tangan dengan kuat di dekat telinga, jelas terdengar
pada akhir inspirasi dan permulaan ekspirasi, dan biasanya disertai juga dengan
keluhan nyeri pleura. Bunyi ini dapat menghilang ketika nafas ditahan. Sering
didapatkan pada pneumonia, infark paru, dan tuberculosis.
6) Gargling : suara seperti berkumur, kondisi ini terjadi karena ada kebuntuan
yang disebabkan oleh cairan seperti darah.
(Bickley, 2008)

7. Pemeriksaan Radiologi
Thoraks :AP dan lateral : terdapat infiltrat pada kedua lapangan paru
A. Bagaimana Interpretasi dari pemeriksaan radiologi ?
Jawab :
Abnormal, terdapat konsolidasi.

B. Bagaimana mekanisme dari pemeriksaan radiologi ?


Jawab :
Konsolidasi penurunan luas permukaan membrane respirasi  menurunkan
kapasitas difusi  hipoksemia  mengalami peningkatan denyut jantung.
(Price, 2005)

8. Bagaimana cara mendiagnosis ?


Jawab :
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang sesuai dengan gejala dan tanda
yang diuraikan sebelumnya dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan penunjang.
Anamnesis:
 Sesak nafas
 Pilek, panas tinggi, batuk berdahak disertai muntah.
 Sukar makan dan minum
Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
 Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan mulut, retraksi
sela iga.
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 38
 Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
 Perkusi : Sonor memendek sampai beda
 Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras )disertai ronki basah
gelembung halus sampai sedang.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 – 40.000/ mm3
dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak meningkat berhubungan
dengan infeksi virus atau mycoplasma.
 Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
 Peningkatan LED.
 Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak diobati. Selain
kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara hapusan tenggorok (throat
swab).
 Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia.Pada
stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolic.
2. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa
lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis,
atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel
polimorfonuklear juga dapat dijumpai.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi,
karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan
kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan
pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman
tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :
 Pneumonia sangat berat:
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus
dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
 Pneumonia berat:

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 39


Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
 Pneumonia:
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun
 Bukan Pneumonia:
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perludirawat dan
tidak perlu diberi antibiotika.

(Suardi, 2008)

9. Bagaimana Diffiriensial Diagnosis ?


Jawab:

Gejala Bronkopneumonia Pneumonia Bronkitis Akut

Sesak nafas + + +, cuaca dingin

Batuk + + +, berdahak kronik

Demam + + +

Pilek + +/- -

Sianosis + + -

Nafas Cuping
+ + -
hidung

Retraksi + + +

Suara pekak +, pneumonia


+ -
pada perkusi lobaris

Ronkhi basah + -, suara nafas -, wheezing


Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 40
halus nyaring bronkhial

Leukositosis ↑ ↑ ↓/normal

10. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ?


Jawab :
 Kultur mikroorganisme → untuk menentukan jenis mikroorganisme antibiotic yang
cocok untuk pengobatan pasien
 Analisis Gas Darah → untuk mengetahui tingkat hypoxia dan kebutuhan O2 pasien
 C-Reactive Protein → untuk memantau respon terapi antibiotic

(Rahajoe.,dkk, 2008)

1. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran
airbronchogram (airspace disease) misalnya oleh Streptococcus
pneumoniae;bronkopneumonia (segmental disease) oleh antara lain staphylococcus,
virusatau mikoplasma; dan pneumonia interstisial (interstitial disease) oleh virusdan
mikoplasma. Distribusi infiltrat pada segmen apikal lobus bawah atauinferior lobus
atas sugestif untuk kuman aspirasi. Tetapi pada pasien yangtidak sadar, lokasi ini bisa
dimana saja. Infiltrat di lobus atas seringditimbulkan Klebsiella, tuberkulosis atau
amiloidosis. Pada lobus bawahdapat terjadi infiltrat akibat Staphylococcus atau
bakteriemia.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukositnormal/rendah
dapat disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau padainfeksi yang berat sehingga
tidak terjadi respons leukosit, orang tua ataulemah. Leukopenia menunjukkan depresi
imunitas, misalnya neutropeniapada infeksi kuman Gram negatif atau S. aureus pada
pasien dengankeganasan dan gangguan kekebalan.
3. Pemeriksaan Bakteriologis

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 41


Pemeriksaan Bakteriologis Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi
nasotrakeal/transtrakeal,aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau 
biopsi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram.
4. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan Khusus Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan mikoplasma.
Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah
dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.

(Suardi, dkk. 2008)

11. Apa working diagnosis pada kasus ?


Jawab :
Bronkopneumonia

12. Apa tatalaksana pada kasus ?


Jawab :
1. Promotif
Memberikan edukasi atau penyuluhan tentang penyakit-penyakit infeksi pada
saluran pernapasan kepada para orang tua
2. Preventif
Memberikan gizi yang cukup dan seimbang, lingkungan tempat tinggal yang
bersih serta gaya hidup yang sehat
3. Kuratif
Terapi suportif yaitu dengan pemberian oksigen dan pemasangan infus (cairan
fisiologis) untuk mengganti nutrisi dan cairan karena penderita sukar makan dan
minum. Terapi medikamentosa dengan pemberian antibiotik awal amoksisilin 10-25
mg/kg/dosis atau untuk wilayah yang resistensi terhadap antibiotik tinggi dosis
dapat dinaikkan 80-90 mg/kg/hari). Pemberian antibiotik ini harus di pantau ketat
selama 3 hari, apabila selama 3 hari pemberian antibiotik ini tidak mengalami
perubahan, antibiotik harus diganti dengan spektrum yang luas. Pemberian

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 42


mukolitik, ekspektoran dan penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam
pertama karena dapat mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
Dasar tatalaksana pneumonia rawat inap adalah pengobatan kausal dengan
antibiotik yang sesuai serta tindakan supotif. Pengobatan suportif meliputi
pemberian cairan intravena, terapi oksigen, koreksi gangguan asam-basa, elektorili
serta gula darah. Untuk nyeri dan demam bisa diberi antipiretik dan analgesik.
Penggunaan antibotik yang tepat merupakan kunci utama keberhasilan
pengobatan. Terapi antibiotika harus segera diberikan pada anak yang diduga
disebabkan oleh bakteri. Bila penyebab pasti penyakit tidak bisa diketahui secara
cepat maka bisa dilakukan pemberian antibiotik secara empiris dengan
mempertimbangkan usia, klinis pasien serta faktor epidemiolgi

4. Rehabilitatif
Setelah penderita sembuh, berikan gizi yang cukup dan seimbang serta gaya
hidup yang sehat agar sistem kekebalan tubuh anak dapat berkembang dengan baik.
(Suardi, 2008)

13. Apa komplikasi pada kasus ?


Jawab :
Komplikasi pneumonia pada anak meliputi empiema torasis, perikarditispurulenta,
pneumothoraks, atau infeksi ekstrapulmoner seperti meningitis purulenta. Empiema
torasis merupakan komplikasi tersering yang terjadi pada pneumonia bakteri.
(Said, 2013)

14. Apa prognosis pada kasus ?


Jawab :
Pada era sebelum antibiotik , angka mortalitas pada bayi dan anak kecil yang
menderita pnemumonia mencapai 20-50% ,namun semenjak setelah dimulainya era

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 43


antibiotika angka tersebut sudah turun menjadi kurang dari 1% , selain itu kondisi gizi
dan tatalaksana yang cepat sangat menentukan prognosis kasus.
Dapat disimpulkan untuk
• Quo et vitam : Dubia et Bonam
• Quo et fungsionam : Dubia et Bonam

15. Bagaimana Kompetensi dokter Umum pada kasus ?


Jawab :
Tingkat Kompetensi 3b.
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaanpemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan
laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi
pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus gawat darurat).
(Konsil Kedokteran Indonesia, 2012)

16. Bagiaman nilai-nilai islam ?


Jawab :
Q.S; Albaqarah ayat 233 yang artinya “Para ibu hendaklah menyusukan anak-
anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.
dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.
seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan
warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua
tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas
keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa
bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu
kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” 
(QS.Al Baqarah:233).

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 44


2.5. Kesimpulan
Ali laki-laki 3 tahun mengeluh sesak napas karena menderita bronkopneumonia

2.6. Kerangka Konsep

FR: Lingkungan, Status


Nutrisi, Usia dan Imunisasi
Tidak Lengkap

Mudah terinfeksi
mikroorganisme

Batuk Pilek
Infeksi saluran pernapasan

Demam

Meluas ke Alveolus

Peradangan Alveolus

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 45


Infiktrat Mediator
Inflamasi dan Eksudat

Brokopneumonia

Sesak Nafas

DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran, QS.Al-baqarah: 233.


Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Balitbang
Kemenkes RI
Bickley. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan Bates (Edisi 5). Jakarta:
EGC
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC.
Eroschenko, 2010. Atlas Histologi diFiore Edisi 11. Jakarta : EGC.
Ganong. W. F. 2012. Fisiologi Manusia. Jakarta: EGC.
Horrison, 2012. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
Katzung, B., 2010. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta : EGC.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta : KKI.
Kumar, Robbins V., et al., 2007. Paru dan Saluran Napas Atas. In: Hartanto, H., ed. Buku Ajar
Patologi. Jakarta: EGC.
Price, S., Wilson, L., 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Purwati, S., Hubertin, 2004. Konsep Penerapan ASI eksklusif. Jakarta : Penerbit Buku kedokteran
EGC.
Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 46
Rab,Thabrani.2013.Ilmu Penyakit Paru.Jakarta: Widya Medika.
Ranuh, I., dkk. 2011. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Jakarta : IDAI.
Riordan J. 1993. The biologic specificity of breastmilk. In K.G.Auerbach: Breastfeeding and
human lactation. 1st ed. Boston: Jones And Bartlett Publishers.
Robbins, dkk., 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Penerbit buku Kedokteran. Jakarta :
EGC.

Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem.Jakarta : EGC.

Snell, R., 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC.

Staf pengajar Ilmu kesehatan anak FKUI. 2007. Ilmu Kesehatan Anak Jilid III. Jakarta: Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Suardi, Adi Sutomo., Setyati, Amalia, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI.

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta: Interna
Publishing

Laporan Tutorial Skenario C BLOK XIII “ Sistem Respirasi “ Page 47

Anda mungkin juga menyukai