Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Blok Respirasi adalah Blok XIII pada Semester IV dari sistem Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang. Salah satu strategi pembelajaran sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
ini adalah Problem Based Learning (PBL). Tutorial merupakan pengimplementasian dari
metode Problem Based Learning (PBL). Dalam tutorial mahasiswa dibagi dalam kelompok-
kelompok kecil dan setiap kelompok dibimbing oleh seorang tutor/dosen sebagai fasilitator
untuk memecahkan kasus yang ada.
Pada kesempatan ini dilaksanakan tutorial studi kasus skenario C Ali, Laki - laki, umur
3 tahun, datang ke instalasi Gawat Darurat RSMP karena mulai mengalami sesak nafas yang
semakin menghebat sejaktadi pagi.Dua hari sebelumnya, Ali sudah mengalami sesak napas.
Sesak nafas tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktivitas dan posisi. Enam
hari yang lalu, Ali juga mengalami batuk berdahak dan pilek serta panas tinggi. Riwayat
penyakit dahulu : tidak mengalami penyakit yang sama sebelumnya, tidak ada riwayat alergi.
Riwayat penyakit keluarga : bapak penderita saat ini mengalami batuk pilek.

1.2 Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan dari laporan studi kasus ini, yaitu :
1. Sebagai laporan tugas kelompok tutorial yang merupakan bagian dari sistem
pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi.
2. Dapat menyelesaikan kasus yang diberikan pada skenario dengan metode analisis
dan pembelajaran studi kelompok.
3. Tercapainya tujuan dari pembelajaran tutorial berdasarkan langkah-langkah seven
jump steps.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial
Tutor : Dr.dr. Legiran, M.Kes
Moderator : Nabilah Ananda Heparrians
Notulen : Hafiz Rachmad Kartono
Sekretaris : Ahmad Reyhan
Hari/Tanggal : Senin, 27 Juni 2016
Pukul 08.00 – 10.30 WIB.
Rabu , 29 Juni 2016
Pukul 08.00 – 10.30 WIB.

Peraturan Tutorial :
1. Semua anggota tutorial harus mengeluarkan pendapat.
2. Mengacungkan tangan jika ingin memberi pendapat.
3. Berbicara dengan sopan dan penuh tata krama.
4. Izin bila ingin keluar ruangan.

2.2 Skenario

Ali, laki-laki, umur 3 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena sesak
nafas yang semakin hebat sejak pagi tadi. Dua hari sebelumnya, Ali sudah mengalami sesak
nafas. Sesak nafas tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktivitas, dan posisi.
Enam hari yang lalu, Ali juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas tinggi.

Riwayat penyakit dahulu: tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelunya, tidak ada
riwayat alergi

Riwayat penyakit dalam keluarga: bapak penderita saat ini mengalami batuk pilek

Riwayat imunisasi: BCG, skar (+); DPT 1, 2, 3; Polio 0, 1, 2, 3

Riwayat makanan: tidak pernah diberi ASI sejak lahir. Saat ini anak makan nasi biasa 3x
setengah mangkuk kecil, dan minum susu formula 1x sehari

2
Riwayat lingkungan: tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang kakak di rumah semi
permanen berukuran 4x4 meter tanpa kamar, hanya ada 2 jendela

Pemeriksaan Fisik

BB saat ini = 13 Kg, TB= 90 cm

Keadaan umum: Tampak sakit berat

Tanda vital: TD 90/60 mmHg, HR: 140x/menit, regular, RR: 58x/menit, T: 39,60C

Pemeriksaan Spesifik

Kepala: Sianosis sirkum oral (+), napas cuping hidung(+),

Leher: Dalam batas normal

Thorax:

Inspeksi terdapat retraksi intercostals, subcostal, dan suprasternal

Palpasi: Stem fremitus meningkat di kedua lapangan paru

Perkusi: Redup pada seluruh lapangan paru

Auskultasi: Vesikular menurun, ronkhi basah halus nyaring pada kedua lapangan paru,
wheezing tidak terdengar

Abdomen: datar, lemas, lien tidak teraba, bising usus normal

Ekstremitas: tidak ditemukan clubbing finger

Pemeriksaan Laboratorium

Laboratorium: Hb: 11,8 gr/dl, Jumlah Leukosit: 23.000/mm3, hitung jenis: 1/1/8/68/20/2

3
2.3 Klarifikasi Istilah

Sesak Nafas Pernafasan yang sukar atau sesak


Vesikuler Frekuensi bunyi yang rendah seperti bunyi nafas yang
normal pada paru selama ventilasi
Batuk Respon alami yang dilakukan tubuh untuk
membersihkan lendir atau penyakit iritasi agar keluar
dari saluran pernafasan
Pilek Infeksi virus akut pada saluran pernafasan yang
disebabkan influenza virus A, B dan C biasanya
diserta dengan peradangan mukosa nasal, faring, dan
konjungtiva serta demam
Alergi Keadaan hipersensitif yang didapat melalui paparan
terhadap allergen tertentu dan paparan ulang yang
menimbulkan manifestasi akibat kemampuan bereaksi
yang berlebihan
Skar Tanda yang membekas pasca penyembuhan luka atau
tanda patologis lainnya
Sianosis Sirkum Oral Perubahan warna kulit dan membrane mukosa
menjadi kebiruan disekitar mulut akibat konsentrasi
Hemoglobin tereduksi yang berlebihan dalam darah
Napas Cuping Hidung Kembang kempis nya hidung pada saat kesulitan
bernafas berat
Retraksi Tindakan menarik kembali atau tertarik kembali
Stem fremitus Getaran suara saat berbicara yang dihantarkan melalui
dinding dada
Ronkhi basah halus Bunyi pernafasan saat pemeriksaan auskultasi seperti
gesekan rambut yang halus
Clubbing finger Ploriferasi jaringan lunak di sekitar ujung jari tangan
tanpa perubahan pada tulang
Wheezing (mengi) Jenis bunyi kontinyu seperti bersiul

2.4. Identifikasi Masalah


1. Ali, laki-laki, umur 3 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena sesak
nafas yang semakin hebat sejak pagi tadi.

4
2. Dua hari sebelumnya, Ali sudah mengalami sesak nafas. Sesak nafas tidak
berbunyi mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktivitas, dan posisi.
3. Enam hari yang lalu, Ali juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas
tinggi.
4. Riwayat penyakit dahulu: tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelunya,
tidak ada riwayat alergi
5. Riwayat imunisasi: BCG, skar (+); DPT 1, 2, 3; Polio 0, 1, 2, 3
6. Riwayat makanan: tidak pernah diberi ASI sejak lahir. Saat ini anak makan nasi
biasa 3x setengah mangkuk kecil, dan minum susu formula 1x sehari
7. Riwayat lingkungan: tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang kakak di rumah
semi permanen berukuran 4x4 meter tanpa kamar, hanya ada 2 jendela
8. Pemeriksaan Fisik
BB saat ini = 13 Kg, TB= 90 cm
Keadaan umum: Tampak sakit berat
Tanda vital: TD 90/60 mmHg, HR: 140x/menit, regular, RR: 58x/menit, T: 39,60C
9. Pemeriksaan Spesifik
Kepala: Sianosis sirkum oral (+), napas cuping hidung(+),
Leher: Dalam batas normal
Thorax:
Inspeksi terdapat retraksi intercostals, subcostal, dan suprasternal
Palpasi: Stem fremitus meningkat di kedua lapangan paru
Perkusi: Redup pada seluruh lapangan paru
Auskultasi: Vesikular menurun, ronkhi basah halus nyaring pada kedua
lapangan paru, wheezing tidak terdengar
Abdomen: datar, lemas, lien tidak teraba, bising usus normal

Ekstremitas: tidak ditemukan clubbing finger

10. Pemeriksaan Laboratorium

5
Laboratorium: Hb: 11,8 gr/dl, Jumlah Leukosit: 23.000/mm3, hitung jenis:
1/1/8/68/20/2

2.5 Analisis Masalah

1. Ali, laki-laki, umur 3 tahun, datang ke Instalasi Gawat Darurat RSMP karena sesak
nafas yang semakin hebat sejak pagi tadi.
a. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi pada kasus?
Jawab:
1. Anatomi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung,
farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus.
a. Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam rongga hidung.
Saluran saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai
vestibulum (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput
lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan
lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang
masuk ke dalam rongga hidung.
b. Faring (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak
sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid. Maka letaknya di belakang laring (laring-faringeal).
c. Laring (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang
mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx sampai
ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di
bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat
bersama oleh ligarnen dan membran.
d. Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea
berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis
kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi).
Trachea tersusun atas 16 - 20 lingkaran tak- lengkap yang berupa cincin
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang

6
melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga
membuat beberapa jaringan otot.
e. Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-
kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan
trachea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu
berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronchus kanan
lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl
arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di
bawah arteri, disebut bronchus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang
dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan
kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi
bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan
ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil,
sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara
terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus
terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah
sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara
karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru.
f. Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus
dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau
alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh
alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru,
asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5
s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea
sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.

7
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan
kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di
dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk
lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius
dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior
dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang
mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula,
ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap
paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai
permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.
(Snell, Richard. S. 2006)

2. Fisiologi
1. Respirasi internal mencakup reaksi-reaksi metabolik intrasel yang
menggunakan Oksigen, dan menghasilkan CO2 sewaktu oksidasi molekul
nutrien untuk menghasilkan energi.
2. Respirasi eksternal mencakup berbagai tahap dalam pemindahan O2 dan
CO2 antara lingkungan eksternal dan sel jaringan. Sistem respirasi dan
sirkulasi bekerja samauntuk melakukan respirasi eksternal.
3. Sistem respirasi mempertukarkan udara antara atmosfer dan paru
melalui proses ventilasi.
4. Saluran napas menghantarkan udara dari atmosfer ke kantung udara
atau alveolus, bagian paru yang melakukan pertukaran gas.
5. Pertukaran O2 dan CO 2 antara udara di paru dan darah di kapiler
paru berlangsung di dinding alveolus yang sangat tipis. Dinding
alveolus dibentuk oleh sel alveolus tipe I. Sel alveolus tipe II
mengeluarkan surfaktan paru.
Kontrol Pernapasan
 Ventilasi melibatkan dua aspek berbeda, keduanya berada di bawah
kontrol saraf. (1) pergantian siklis antara inspirasi dan ekspirasi dan (2)

8
regulasi besar ventilasi, yang sebaliknya bergantung pada kontrol laju
pernapasan dan kedalaman volume alun napas.
 Tiga faktor kimiawi berperan dalam menentukan tingkat ventilasi: P
CO2, dan konsentrasi H' darah arteri.
(Guyton dan Hall, 2007)

3. Histologi
Sel di Alveoli Paru
Sel alveolus tipe I (pneumosit tipe I) sangat tipis dan melapisi alveolus
paru, bersama endotel kapiler membentuk sawar darah-udara yang tipis. Sel
alveolus tipe II (pneumosit tipe II) terletak berdekatan dengan sel tipe I, adalah
sel sekretorik, yang apeksnya menonjol di atas sel tipe I, mengandung banyak
corpusculum lamellare sekretorik, surfaktan menurunkan tegangan permukaan
alveolus sehingga alveolus dapat mengembang dan mencegah kolaps.
Makrofag Alveolaris, adalah monosit yang masuk ke jaringan ikat paru
dan alveolus, membersihkan alveoli dari organisms yang masuk dan
memfagosit partikel asing.
Epitel Olfaktorius, terletak di atap, rongga hidung dan di kedua sisi
konka superior, mengandung sel penyokong, basal, dan olfaktorius, neuron
bipolar sensorik, tanpa sel goblet. Sel olfaktorius terentang di seluruh ketebalan
epitel dan. tersebar di bagian tengah epitel. Di bawah epitel terdapat kelenjar
olfaktorius serosa yang membasahi silia olfaktorius dan merupakan pelarut
molekul bau.
Epiglotis
Bagian tengah epiglotis dibentuk oleh tulang rawan elastic. Epitel
berlapis gepeng melapisi permukaan lingualis (anterior) dan sebagian
permukaan laringeal (posterior). Basis epiglotis dilapisi oleh epitel bertingkat
semu silindris bersilia.
Laring
Di lamina propria terdapat kelenjar campuran seromukosa, pembuluh
darah, nodulus limfoid, dan sel adipose. Ventrikulus, suatu lekukan dalam,

9
memisahkan plika vokalis palsu dari plika vokalis sejati. Plika vokalis sejati
dilapisi oleh epitel berlapis gepeng tanpa lapisan tanduk. Epitel di laring bagian
bawah berubah kembali menjadi bertingkat semu silindris bersilia.
Trakea
Dinding terdiri dari mukosa, submukosa, tulang rawan hialin, dan
adventisia. Cincin tulang rawan C menjaga trakea tetap, terbuka dengan celah
di antara cincin terdapat otot trakealis. Trakea dilapisi oleh epitel bertingkat
semu silindris bersilia dengan sel goblet. Submukosa mengandung kelenjar
trakealis seromukosa dengan duktus bermuara ke dalam lumen trakea.
(Eroschenko, 2010)

b. Apa hubungan Usia dan jenis kelamin pada kasus?


Jawab:
Hubungan usia dan jenis kelamin dengan keluhan pada kasus yaitu pada
usia balita, imunitas belum berkembang dengan baik dan maturasi pernapasan
belum baik. Dan prevalensi pneumonia menurut jenis kelamin lebih tinggi terjadi
pada anak laki-laki 9,4%, sedangkan pada anak perempuan 8,5% (Suardi, dkk.,
2008).
c. Apa etiologi dari sesak napas?
Jawab:
Sesak nafas dapat dicetuskan oleh beberapa hal dan dapat dibagi menjadi 4
kelompok:
1) Peningkatan kebutuhan pernapasan seperti saat latihan, demam, keadaan
hipoksia, anemia berat, asidosis metabolik.
2) Penurunan kapasitas ventilasi (pertukaran antara udara dari atmosfer
(lingkungan eksternal) dan kantung udara (alveolus paru), seperti pada
efusi pleura, pneumothoraks, massa intrathoraks, trama tulang iga, atau
kelemahan otot.
3) Peningkatan resistensi (tahanan) saluran nafas, seperti pada asma atau
pada PPOK

10
4) Penurunan compliance paru (usaha yang dibutuhkan untuk
meregangkan atau mengembangkan paru-paru/seberapa banyak
perubahan dalam volume paru yang terjadi akibat perubahan tertentu
gradien tekanan transmural, gaya yangmeregangkan paru), seperti pada
fibrosis interstisial dan edema paru. (The Society Of Respiratory Care
Indonesia, 2012).

Tabel Etiologi Sesak Nafas Akut dan Kronik

Akut Kronik
Edema Paru Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK)
Asma Gagal jantung kiri
Trauma dinding dada dan Fibrosis interstisial difus
struktur intrathoraks
Pneumothoraks spontan Asma
Emboli paru Efusi pleura
Pneumonia Penyakit tromboembolik paru
Adult Respiratory Penyakit vaskular paru
Distress Syndrome
(ARDS)
Efusi pleura Sesak nafas psikogenik
Perdarahan paru Anemia berat
Stenosis trakea post intubasi
Gangguan hipersensitivitas
(The Society Of Respiratory Care Indonesia. 2012)

d. Bagaimana patofisiologi sesak nafas pada kasus?


Jawab:

Inhalasi droplet yang mengandung mikroorgansme menginfeksi mukosa


hidung infeksi berlanjut ke trakea dan bronkus  infeksi berlanjut lagi ke
alveoli barrier imun saluran respirasi (non spesifik) mikroorganisme yang
berukuran kecil lolos dan mencapai level alveolus  aktivasi PMN  sekresi
sitokin-sitokin dan mediator inflamasi  permeabilitan membran meningkat 
cairan berdifusi ke interstisial alveolus  penumpukan sel radang dan cairan di

11
alveoluspertukaran O2 dan CO2 terganggu kebutuhan O2 tidak adekuat
hipoksiasesak napas. (Suardi, dkk., 2008).

e. Bagaimana klasifikasi sesak nafas pada kasus?


Jawab:
Berdasarkan berat ringannya keluhan, sesak napas dapat dibagi menjadi lima
tingkatan, yaitu:
1. Sesak napas tingkat I
Tidak ada pembatasan atau hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-
hari. Sesak napas akan terjadi bila penderita melakukan aktivitas
jasmani lebih berat dari pada biasanya. Pada tahap ini, penderita dapat
melakukan pekerjaan sehari-hari dengan baik.
2. Sesak napas tingkat II
Sesak napas tidak terjadi bila melakukan aktivitas penting atau aktivitas
yang biasa dilakukan pada kehidupan sehari-hari. Sesak baru timbul bila
melakukan aktivitas yang lebih berat. Pada waktu naik tangga atau
mendaki, sesak napas mulai terasa, tetapi bila berjalan di jalan yang
datar tidak sesak. Sebaiknya penderita bekerja pada kantor/tempat yang
tidak memerlukan tenaga lebih banyak atau pada pekerjaan yang tidak
berpindah-pindah.
3. Sesak napas tingkat III
Sesak napas sudah terjadi bila penderita melakukan aktivitas sehari-hari,
seperti mandi atau berpakaian, tetapi penderita masih dapat melakukan
tanpa bantuan orang lain. Sesak napas tidak timbul di saat penderita
sedang istirahat. Penderita juga masih mampu berjalan-jalan di daerah
sekitar, walaupun kemampuannya tidak sebaik orang-orang sehat
seumurnya. Lebih baik penderita tidak dipekerjakan lagi, mengingat
penyakit cukup berat.
4. Sesak napas tingkat IV

12
Penderita sudah sesak pada waktu melakukan kegiatan/aktivitas sehari-
hari seperti mandi, berpakaian dan lain-lain sehingga tergantung pada
orang lain pada waktu melakukan kegiatan sehari-hari. Sesak napas
belum tampak waktu penderita istirahat, tetapi sesak napas sudah mulai
timbul bila penderita melakukan pekerjaan ringan sehingga pada waktu
mendaki atau berjalan-jalan sedikit, penderita terpaksa berhenti untuk
istirahat sebentar. Pekerjaan sehari-hari tidak dapat dilakukan dengan
leluasa.
5. Sesak napas tingkat V
Penderita harus membatasi diri dalam segala tindakan atau aktivitas
sehari-hari yang pernah dilakukan secara rutin. Keterbatasan ini
menyebabkan penderita lebih banyak berada di tempat tidur atau hanya
duduk di kursi. Untuk memenuhi segala kebutuhannya, penderita sangat
tergantung pada bantuan orang lain.

Berdasarkan waktu:
1. Dispnea akut
Dispnea akut dengan awal yang tiba-tiba merupakan penyebab umum
kunjungan ke ruang gawat darurat. Penyebab dispnea akut diantaranya
penyakit pernapasan (paru-paru dan pernapasan), penyakit jantung atau
trauma dada.
2. Dispnea kronis
Dispnea kronis (menahun) dapat disebabkan oleh asma, Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK), emfisema, inflamasi paru-paru, tumor,
kelainan pita suara.

Berdasarkan kejadiannya:
1. Dyspnea pada saat istirahat/exercise
Dyspnea yang terjadi disaat istirahat menunjukkan adanya kegagalan
kapasitas respirasi.
2. Dyspnea posisional

13
- Orthopnea (dyspnea yang timbul pada posisi berbaring) pada umumnya
merupakan pertanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang menyebabkan
terjadinya oedem paru kardiogenik. Kebanyakan pasien dengan
penyakit paru obstruktif menahun atau fibrosis interstisial yang telah
meluas tidak memperlihatkan atau sedikit mengalami ortopnea.
- Platypnea, didefenisikan sebagai dyspnea yang timbul pada posisi
berdiri, dyspnea bentuk ini dapat ditemukan pada penyakit paru
obstruktif menahun, cirrhosis dan post pneumektomie. Mekanismenya
belum diketahui dengan jelas, tetapi platypnea boleh jadi disebabkan
oleh adanya ketidakcocokan (mismatching) perfusi-ventilasi atau
adanya pembukaan foramen ovale pada jantung, keadaan ini akan
menimbulkan hipoksemia, karena pada saat berdiri aliran darah ke
jantung berkurang sebagai akibat pengaruh gravitasi, sehingga darah
yang mengalami deoksigenisasi lebih banyak (hipoksemia) di daerah
perifer maka akan terjadilah sesak nafas pada saat berdiri atau platypnea
3. Dyspnea nokturnal paroksismal
Dyspnea yang terjadi saat terjaga/tersentak dari tidur (ingat bukan
bangun dari tempat tidur) dapat diatasi dengan duduk atau berjalan di
sekeliling tempat tidur, pasien yang murni menderita kelainan paru tidak
akan mengalami dyspnea nocturnal paroksismal. Penderita kelainan
paru terkadang mengeluhkan disaat tersentak dari tidurnya di malam
hari justru memperburuk sesak nafasnya, tetapi dengan anamneses yang
cermat pasien terbangun justru disebabkan oleh batuk yang ditimbulkan
oleh penumpukan dahak di saluran nafasnya. Selama episode terjadinya
batuk tersebut pasien mengalami sesak nafas. Perbedaan di antara
episode batuk malam hari lalu diikuti dengan sesak nafas dengan
dyspnea nokturnal parokosismal ini sangat penting bagi dokter untuk
mengambil keputusan apakah dyspnea tersebut problema paru atau
jantung.
(Price, S., Wilson, L., 2005)

14
f. Apa makna sesak napas yang semakin hebat sejak pagi tadi?
Jawab:
Sesak nafas bertambah berat diakibatkan karena progresifitas penyakit.
Akumulasi cairan di paru semakin banyak sehingga kapasitas dan fungsi paru
semakin menurun.

2. Dua hari sebelumnya, Ali sudah mengalami sesak nafas. Sesak nafas tidak berbunyi
mengi, tidak dipengaruhi oleh cuaca, aktivitas, dan posisi.
a. Apa makna sesak napas tidak berbunyi mengi, tidak dipengaruhi cuaca,
aktivitas dan posisi?
Jawab:
Menyingkirkan diagnosis asma, karena pada asma menunjukkan adanya
mengi, sesak napas yang dipengaruhi oleh perubahan cuaca atau kelembapan,
aktivitas, dan posisi (Marcdante, K., dkk. 2011).

3. Enam hari yang lalu, Ali juga mengalami batuk dan pilek yang disertai panas tinggi.
a. Apa makna 6 hari yang lalu, ali mengalami batuk dan pilek disertai panas
tinggi?
Jawab:
Pada kasus ini terjadi infeksi akut, pertahanan tubuh mereflekskan dengan
batuk , pengeluaran mukus yang banyak mikroorganisme penyebab keluhan
tersebut. Selain itu tubuh juga akan mengeluarkan mediator inflamasi yang
dapat meningkatkan suhu tubuh.
Diawali dengan adanya pajanan mikroorganisme mengakibatkan infeksi di
saluran napas atas. Mikroorganisme tersebut masuk melalui cavum nasi dan
kemudian menempel pada mukosa hidung, merangsang pengeluaran mucus
oleh sel goblet sebagai respon pertahanan tubuh kemudian mucus tersebut
dikeluarkan oleh silia melalui hidung sehingga timbulah pilek,
mikroorganisme yang lolos akan masuk ke faring, lalu menyebar dan
berkolonisasi terjadi inflamasi di faring. Sekresi mucus berlebihan oleh sel
goblet mengakibatkan reflek batuk berdahak untuk membuang mucus dan

15
mikroorganisme tersebut. Dengan terjadinya proses inflmasi akan
mengaktivasi makrofag (fagositosis) ( TNF α, IL-1, IL-6) → induksi
prostaglandin → peningkatan termostat di hipothalamus → set point
meningkat →demam. Peradangan juga merangsang sel goblet untuk
memproduksi mukus berlebih  penimbunan mukus  batuk/ pilek 
mukus yang banyak akan menganggu saluran pernafasan penyempitan
saluran pernafasan  suplai O2 berkurang  sesak nafas.

b. Apa etiologi batuk, pilek dan demam?


Jawab:
Penyebab panas tinggi yaitu infeksi mikroorganisme dan non infeksi
(autoimun, neoplasma, obat-obatan dll).
Batuk merupakan respon fisiologis sebagai upaya pertahanan dan
mengeluarkan benda asing. Penyebab batuk yaitu infeksi saluran pernafasan
atas, rangsangan (misal debu di reseptor batuk), iritan (asap rokok, gas
polutan).
Penyebab pilek yaitu alergi (terhadap benda asing), infeksi, dan non infeksi
dan non alergi.
(Harrison, 2012)

c. Apa hubungan sesak napas dengan batuk dan pilek disertai demam tinggi?
Jawab:
Hubunganya yaitu batuk berdahak dan pilek merupakan respon pertahanan
fisik di mana tubuh merespon infeksi yang masuk dengan mengeluarkan
pathogen yang masuk dengan reflex batuk, pilek karena sel goblet yang
memproduksi mucus secara berlebihan dan panas tingi merupakan respon
inflamasi dari peradangan tersebut, Hubungan dengan sesak nafasnya di mana
mekanisme pertahanan lebih lanjut tidak bisa mengatasi pathogen yang masuk
tersebut sehingga mikroorganisme melalui jalan nafas sampailah ke alveoli
dan membentuk kolonisasi di alveoli sehingga terjadi edema antar kapiler dan

16
alveolus yang menyebabkan pertukaran gas O2 dan CO2 terganggu yang
menyebabkan sesak nafas.

d. Bagaimana patofisiologi batuk, pilek disertai demam tinggi?


Jawab:
Inhalasi udara  bakteri masuk ke saluran pernafasan  bakteri menempel
pada mukosa hidung  bakteri menyebar dan berkolonisasi ke faring 
terjadi proses inflamasi pada faring (saluran nafas atas) memacu sekresi
mukosa oleh sel goblet --- batuk berdahak  mucus dikeluarkan oleh silia
melalui hidung (transpor mukosilier) pilek. Karena obat yang inadekuat 
infalamasi menyebar ke alveolus (saluran nafas bawah)  infeksi alveolus 
fagositosis bakteri oleh makrofag  merusak alveolus  cairan, eritrosit, dan
fibrin keluar dari vaskuler menuju alveolus  konsolidasi di alveolus 
terganggunya difusi CO2 dan O2  O2 di sel  tubuh berkompensasi
sesak nafas. Dengan adanya inflamasi  memicu pengeluaran sitokin dan
neutrofil  PGE2  terganggunya set point di hypothalamus   suhu
tubuh  demam tinggi.
(Price, S., Wilson, L., 2005)

4. Riwayat penyakit dahulu: tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelunya,
tidak ada riwayat alergi
a. Apa makna ali tidak pernah mengalami penyakit yang sama sebelumnya?
Jawab:
Riwayat penyakit dahulu : tidak pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya, tidak ada riwayat alergi.
Makna : menyingkirkan diagnosis asma, karena pada asma, sesak napas
merupakan gejala berulang dan biasanya riwayat alergi menjadi factor
pencetus timbulnya sesak napas (Marcdante, K., dkk. 2011).

5. Riwayat penyakit dalam keluarga: bapak penderita saat ini mengalami batuk pilek
a. Apa hubungan riwayat penyakit keluarga dengan keluhan ali?

17
Jawab:

Bapak penderita saat ini mengalami batuk pilek. Kemungkinan hal ini
diakibatkan karena terjadi penularan penyakit secara droplet nuclei.

(Harrison, 2012)

6. Riwayat imunisasi: BCG, skar (+); DPT 1, 2, 3; Polio 0, 1, 2, 3


a. Apa saja imunisasi yang diberikan kepada anak sampai umur 3 tahun?
Jawab:

Keterangan

1) Vaksin Hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir


2) Vaksin Polio diberikan pada kunjungan pertama. Bayi yang lahir di
RB/RS diberikan vaksin OPV saat bayi dipulangkan untuk menghindari
transmisi virus vaksin kepada bayi lain. Selanjutnya, untuk polio-1,
polio-2, polio-3 dapat diberikan vaksin OPV atau IPV.
3) Vaksin BCG optimal diberikan pada umur 2 sampai 3 bulan. Bila vaksin
BCG akan diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji
tuberkulin. Bila uji tuberkulin pra-BCG tidak  dimungkinkan, BCG
dapat diberikan, namun harus diobservasi dalam 7 hari. Bila ada reaksi
lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu
dievaluasi lebih lanjut (diagnostik TB).
18
4) Vaksin DTP diberikan pada umur > 6 minggu. Dapat diberikan vaksin
DTwP atau DTaP atau kombinasi dengan Hepatitis B atau Hib. Ulangan
DTP umur 18 bulan dan 5 tahun.Program BIAS: disesuaikan dengan
jadwal imunisasi Kementerian Kesehatan. Untuk anak umur di atas 7
tahun dianjurkan vaksin Td.
5) Vaksin Campak diberikan pada umur 9 bulan, vaksin penguat diberikan
pada umur 5-7 tahun. Program BIAS: disesuaikan dengan jadwal
imunisasi Kementerian Kesehatan.
6) Vaksin Pneumokokus
dapat diberikan pada umur 2, 4, 6, 12-15 bulan. Pada umur 7-12 bulan,
diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; pada umur > 1 tahun diberikan
1 kali, namun keduanya perlu dosis ulangan 1 kali pada umur > 12
bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak umur di
atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali
7) Vaksin Rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I
diberikan umur 6-14 minggu, dosis ke-2 diberikan dengan
interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin rotavirus monovalen
selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui umur
24 minggu.
8) Vaksin rotavirus pentavalen : dosis ke-1 diberikan umur 6-12 minggu,
interval dosis ke-2, dan ke-3 4-10 minggu, dosis ke-3 diberikan pada
umur < 32 minggu (interval minimal 4 minggu).

9) Vaksin Varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, terbaik pada


umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur > 12
tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4  minggu.
10) Vaksin MMR dapat diberikan pada umur 12 bulan, apabila belum
mendapat vaksin campak umur 9 bulan. Selanjutnya MMR ulangan
diberikan pada umur 5-7 tahun.

19
11) Vaksin Influenza diberikan pada umur > 6 bulan, setiap tahun. Untuk
imunisasi primer anak 6 bln – < 9 tahun diberi 2 x dengan interval
minimal 4 minggu

b. Apa makna riwayat imunisasi Ali?


Jawab:
Riwayat imunisasi : BCG, skar (+); DPT 1,2,3; Hepatitis 1,2,3; Polio
0,1,2,3.
Makna :
Campak, Hib, PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine)
Imunisasi yang tidak lengkap merupakan faktor risiko.

Infeksi Hib menyebabkan meningitis, pneumonia, seluitis, arthritis, dan


epiglotitis.
Penyakit akibat infeksi pneumokokus invasif antara lain adalah pneumonia,
meningitis, bakteremia dan infeksi di tempat lain dikelompokkan sebagai
Invasive Pneumococcal Diseases (IPD). Risiko untuk seorang anak menderita
IPD dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, keadaan lingkungan, dan berbagai
penyakit kronis.
(Ranuh, I., dkk. 2011)

7. Riwayat makanan: tidak pernah diberi ASI sejak lahir. Saat ini anak makan nasi biasa
3x setengah mangkuk kecil, dan minum susu formula 1x sehari
a. Apa manfaat dari ASI?
Jawab:

Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi baru lahir segera sampai berumur
sedikitnya dua tahun akan memberikan banyak manfaat, baik untuk bayi, ibu,
maupun masyarakat pada umumnya.

1.Bagi Bayi :

20
a. Bayi mendapatkan kolostrum yang mengandung zat kekebalan terutama
Immunoglobullin A(IgA) yang melindungi bayi dari berbagai infeksi
terutama diare, membantu pengeluaran meconium (Hegar, Suradi,
Hendarto, & Partiwi, 2008); kandungan gizi paling sempurna untuk
pertumbuhan bayi dan perkembangan kecerdasannya;
b. Pertumbuhan sel otak secara optimal terutama kandungan protein
khusus, yaitu taurin, selain mengandung laktosa dan asam lemak ikatan
panjang lebih banyak susu sapi/kaleng; mudah dicerna, penyerapan
lebih sempurna, terdapat kandungan berbagai enzim untuk penyerapan
makanan, komposisi selalu menyesuaikan diri dengan kebutuhan bayi;
c. Protein ASI adalah spesifik species sehingga jarang menyebabkan alergi
untuk manusia;
d. Membantu pertumbuhan gigi;
e. Mengandung zat antibodi mencegah infeksi, merangsang pertumbuhan
sistem kekebalan tubuh;
f. Mempererat ikatan batin antara ibu dan bayi. Ini akan menjadi dasar si
kecil percaya pada orang lain, lalu diri sendiri, dan akhirnya berpotensi
untuk mengasihi orang lain;
g. Bayi tumbuh optimal dan sehat tidak kegemukan atau terlalu kurus
h. Mengurangi resiko terkena penyakit kencing manis, kanker pada anak
dan mengurangi kemungkinan menderita penyakit jantung;
i. Menunjang perkembangan motorik .

2 .Bagi Ibu
a. Mudah
b. Murah
c. Praktis tidak merepotkan
d. Selalu tersedia kapan saja;
e. Mempercepat involusi/memulihkan dari proses persalinan dan dapat
mengurangi perdarahan karena otot-otot di rahim mengerut, otomatis

21
pembuluh darah yang terbuka itu akan terjepit sehingga perdarahan
akan segera berhenti;
f. Mencegah kehamilan karena kadar prolaktin yang tinggi menekan
hormon FSH dan ovulasi, bisa mencapai 99 %, apabila ASI diberikan
secara terus-menerus tanpa tambahan selain ASI;
g. Meningkatkan rasa kasih sayang dan membuat rasa lebih nyaman;
h. Mengurangi penyakit kanker, mekanisme belum diketahui secara pasti
ibu yang memberikan ASI Eksklusif memiliki resiko kanker ovarium
lebih kecil dibanding yang tidak menyusui secara Eksklusif;
i. Membantu ibu menurunkan berat badan setelah melahirkan,
menurunkan risiko DM Tipe 2
(Hegar, Suradi, Hendarto, & Partiwi, 2008)

b. Bagaimana hubungan riwayat makanan dengan keluhan?


Jawab:

ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi
hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk,
madu, air teh, air putih dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang,
pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan tim. Pemberian ASI secara
eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya selama 6 bulan, dan
setelah 6 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan padat. Sistem
pertahanan tubuh balita akan berusaha mempertahankan atau melawan benda
asing yang masuk kedalam tubuh, sistem pertahanan tubuh yang paling baik
diperoleh dari ASI. Kenyataan tersebut dapat diterima karena Air Susu Ibu
(ASI) yang mengandung imonoglobulin dan zat yang lain memberikan
kekebalan bayi terhadap infeksi bakteri dan virus. Bayi yang diberi ASI
terbukti lebih kebal terhadap berbagai penyakit infeksi, seperti diare,
pneumonia (radang paru), Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), dan
infeksi telinga.

22
8. Riwayat lingkungan: tinggal bersama kedua orang tua dan 2 orang kakak di rumah
semi permanen berukuran 4x4 meter tanpa kamar, hanya ada 2 jendela
a. Apa hubungan riwayat lingkungan dengan keluhan?
Jawab:
Lingkungan tempat tinggal Ali yang tinggal bersama kedua orang tua dan 2
orang kakak di rumah semi permanen berukuran 4x4 m tanpa kamar, hanya
ada 2 jendela dapat menjadi faktor risiko untuk tertular penyakit yang diderita
anggota keluarganya.

9. Pemeriksaan Fisik
BB saat ini = 13 Kg, TB= 90 cm
Keadaan umum: Tampak sakit berat
Tanda vital: TD 90/60 mmHg, HR: 140x/menit, regular, RR: 58x/menit, T: 39,60
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
Jawab:

Hasil pemeriksaan Keadaan normal Interpretasi


BB =13 kg TB = 90 cm Tidak normal
TD 90/60 mmHg Neonatus 80/45 mmHg Hipotensi
6-12 bln 90/60 mmHg
1-5 thn 95/65 mmHg
5-10 thn 100/60 mmHg
10-15 thn 115/60 mmHg
HR 140x/menit Neonatus 100-180 Normal
1 minggu – 3 bln 100-200
3 bln – 2 thn 80-150
2 thn – 10 thn 70-110
> 10 thn 55-90
RR 58 x/menit < 2 bln < 60 Takipnea
2-12 bln < 50
1-5 thn < 40
Temp. 39,6oC Hipotermia < 36oC Febris
Normotermia 36,5-37,2oC
Subfebris 37,3-38oC
Febris > 38oC
Hiperpireksia ≥ 41,2oC

23
b. Bagaimana mekanisme interpretasi pemeriksaan fisik yang bermasalah?
Jawab:
Takipnea
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah
(trakea, bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan
imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu
mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar →
aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan
ke alveolus → konsolidasi paru → difusi oksigen dan karbondioksida
terganggu → takipnea.
Febris
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah
(trakea, bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan
imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu
mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar →
aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN → pengeluaran
sitokin → sitokin dapat bersirkulasi menembus hematoencephalic barrier
→ efek sitokin terhadap SSP (hipotalamus) → pengeluaran asam
arakidonat → pelepasan prostaglandin E2 → pengaruh kerja thermostat di
hipotalamus → febris.
BB turun
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah
(trakea, bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan
imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu
mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar →
aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN → pengeluaran
sitokin → sitokin dapat bersirkulasi menembus hematoencephalic barrier
→ efek sitokin terhadap SSP (hipotalamus) → produksi prostaglandin →

24
impuls ke korteks serebral → leptin meningkat → penekanan nafsu makan
→ nafsu makan menurun → penurunan berat badan.

10. Pemeriksaan Spesifik


Kepala: Sianosis sirkum oral (+), napas cuping hidung(+),
Leher: Dalam batas normal
Thorax:
Inspeksi terdapat retraksi intercostals, subcostal, dan suprasternal
Palpasi: Stem fremitus meningkat di kedua lapangan paru
Perkusi: Redup pada seluruh lapangan paru
Auskultasi: Vesikular menurun, ronkhi basah halus nyaring pada kedua
lapangan paru, wheezing tidak terdengar
Abdomen: datar, lemas, lien tidak teraba, bising usus normal

Ekstremitas: tidak ditemukan clubbing finger

a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan spesifik?


Jawab:

Sianosis sirkum oral (+) Negatif Abnormal


Napas cuping hidung (+) Negatif Abnomal
Retraksi intercostal, subcostal, Negatif Abnormal
dan suprasternal (ada penggunaan otot
bantu napas / tambahan)
Stem fremitus kanan dan kiri Tidak menurun Abnormal
menurun (ada konsolidasi)
Redup pada basal kedua paru Sonor Abnormal
(ada konsolidasi)
Suara napas vesikuler meningkat Suara vesikuler normal Abnormal
dan ronkhi basah halus nyaring dan tidak ada bunyi (ada konsolidasi +
pada kedua lapangan paru tambahan cairan)

b. Bagaimana mekanisme pemeriksaan spesifik yang bermasalah?


Jawab:

Sianosis sirkum oral (+)

25
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah
(trakea, bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan
imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu
mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar →
aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan
ke alveolus → konsolidasi paru → difusi oksigen dan karbondioksida
terganggu → saturisasi oksigen menurun → sianosis central → sirkum
oral (+).
Napas cuping hidung (+)
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah
(trakea, bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan
imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu
mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar →
aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan
ke alveolus → konsolidasi paru → difusi oksigen dan karbondioksida
terganggu → peningkatan usaha bernapas → napas cuping hidung.
Retraksi intercostal, subcostal dan suprasternal
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah
(trakea, bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan
imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu
mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar →
aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan
ke alveolus → konsolidasi paru → difusi oksigen dan karbondioksida
terganggu → peningkatan usaha bernapas → penggunaan otot pernapasan
tambahan → retraksi intercostals, subcostal dan suprasternal.
Stem fremitus kanan dan kiri meningkat
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah

26
(trakea, bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan
imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu
mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar →
aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan
ke alveolus → konsolidasi paru → stem fremitus kanan dan kiri
meningkat.
Redup pada basal kedua paru
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah
(trakea, bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan
imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu
mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar →
aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan
ke alveolus → konsolidasi paru bagian basal → redup pada basal kedua
paru.
Vesoluler menurun
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah
(trakea, bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan
imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu
mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar →
aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan
ke alveolus → konsolidasi paru (bercak-bercak) → suara napas vesikuler
menurun.
Ronkhi basah halus nyaring pada kedua lapangan paru
Pilek, demam, batuk berdahak disertai muntah (ISPA atas) →
mikroorganisme tetap bertahan dan berlanjut ke saluran napas bawah
(trakea, bronkus, bronkiolus) karena pengobatan yang kurang tepat dan
imaturitas imun → aktivasi makrofag → apabila makrofag tidak mampu
mengatasi → mikroorganisme berkembang biak di alveoli sekitar →
aktivasi makrofag alveolar dan infiltrasi sel-sel PMN serta eksudasi cairan

27
ke alveolus → konsolidasi paru + eksudat → ronkhi basah halus nyaring
pada kedua lapangan paru.

11. Pemeriksaan Laboratorium


Laboratorium: Hb: 11,8 gr/dl, Jumlah Leukosit: 23.000/mm3, hitung jenis:
1/1/8/68/20/2
a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboraorium?
Jawab:

No. Pemerik Nilai Kasus Nilai Normal Interpretasi


saan Lab

1. Hb 11,8 gr/dl 11-13 gr/dl Normal.

10-16 gr/dl Tidak mengalami anemia


ataupun Hb tinggi.

2. Leukosit 23.000/mm3 9000-12000 Leukositosis.


mm3 Menunjukkan adanya
infeksi / radang akut.

3. Basofil 1% 0-1 % Meningkat.

Adanya inflamasi

4. Eosinofil 1 % 1-3 % Normal.

Tidak meningkat.

5. Neutrofil 8 % 2-6 % Meningkat.


Batang
Adanya infeksi.

6. Neutrofil 68% 50-70% normal


Segmen

7. Limfosit 20 % 20-40 % Normal.

Tidak meningkat.

8. Monosit 32% 2-18 % Normal.

28
Tidak meningkat.

9. LED 14 mm/jam < 10 mm/jam Meningkat.

Menunjukkan adanya
infeksi.

b. Bagaimana mekanisme pemeriksaan laboratorium yang bermasalah?


Jawab:
1. Leukosit  :
Infeksi mikroorganisme pada saluran pernafasan atas  terjadi inflamasi pada
saluran pernafasan atas  pengeluaran pirogen endogen  stimulasi untuk
mensintesis protein fase akut  Leukosit  . (Aru dkk, 2009)
2. LED  :
Infeksi mikroorganisme pada saluran pernafasan atas  terjadi inflamasi pada
saluran pernafasan atas  pengeluaran pirogen endogen  stimulasi untuk
mensintesis protein fase akut  viskositas   LED . (Aru dkk, 2009)

12. Pemeriksaan Tambahan


Radiologi : terdapat infiltrat pada kedua lapangan paru
a. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan tambahan?
Jawab : terdapat infiltrat menandakan terjadi inflamasi pada parenkim paru

b. Bagaimana mekanisme hasil pemeriksaan tambahan yang bermasalah?


Jawab :
Inhalasi droplet yang mengandung mikroorgansme menginfeksi mukosa hidung
infeksi berlanjut ke trakea dan bronkus  infeksi berlanjut lagi ke alveoli
barrier imun saluran respirasi (non spesifik) mikroorganisme yang berukuran
29
kecil lolos dan mencapai level alveolus  aktivasi PMN  sekresi sitokin-
sitokin dan mediator inflamasi  permeabilitan membran meningkat  cairan
berdifusi ke interstisial alveolus  penumpukan sel radang dan cairan  infiltrat
pada kedua lapangan paru

13. Bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?


Jawab:
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinik yang sesuai dengan gejala dan
tanda yang diuraikan sebelumnya dan pemeriksaan fisik disertai pemeriksaan
penunjang.
Anamnesis:
 Sesak nafas
 Pilek, panas tinggi, batuk berdahak disertai muntah.
 Sukar makan dan minum
Pemeriksaan fisik
 Inspeksi : pernafasan cuping hidung(+), sianosis sekitar hidung dan
mulut, retraksi sela iga.
 Palpasi : Stem fremitus yang meningkat pada sisi yang sakit.
 Perkusi : Sonor memendek sampai beda
 Auskultasi : Suara pernafasan mengeras ( vesikuler mengeras ) disertai
ronki basah gelembung halus sampai sedang
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
 Gambaran darah menunjukkan leukositosis, biasanya 15.000 –
40.000/ mm3 dengan pergeseran ke kiri. Jumlah leukosit yang tidak
meningkat berhubungan dengan infeksi virus atau mycoplasma.
 Nilai Hb biasanya tetap normal atau sedikit menurun.
 Peningkatan LED.
 Kultur dahak dapat positif pada 20 – 50% penderita yang tidak
diobati. Selain kultur dahak , biakan juga dapat diambil dengan cara
hapusan tenggorok (throat swab).

30
 Analisa gas darah (AGDA) menunjukkan hipoksemia dan
hiperkarbia.Pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis metabolic.
2. Pemeriksaan Rontgen Toraks
Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu
atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya
komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks
atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat
dijumpai.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan
mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah
dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu
dapat ditemukan. Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman
diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan
pedoman tersebut pneumonia dibedakan berdasarkan :
 Pneumonia sangat berat:
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka
anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
 Pneumonia berat:
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup
minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi
antibiotika.
 Pneumonia:
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat :
 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan
 50 x/menit pada anak usia 2 bulan – 1 tahun
 40 x/menit pada anak usia 1 – 5 tahun
 Bukan Pneumonia:
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu
dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika.
(Suardi, dkk., 2008)

31
14. Apa saja Differential Diagnosis pada kasus ini?
Jawab:

Gejala Bronkopneumoni Bronkioltis Asma Bronkitis


akut akut
Batuk + + + +
Sesak napas + + + +
Demam + -/subfebris - +/sedikit
meningkat
Retraksi + + + -
Dullness + Hipersonor - -
Rales + Wheezing wheezing Wheezing dan
ronki kasar
Sianosis + + - -

Leukositosis + - menurun -

LED Meningkat - - -

Napas cuping + - - -
hidung

15. Apa pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis kasus ini?


Jawab:
1) Pemeriksaan Bakteriologis
 Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi. Untuk
tujuan mengidentifikasi mikroorganisme jenis apa yang menginfeksi,
sehingga dapat diberikan pengobatan empiris.
2) Pemeriksaan Khusus Titer antibodi terhadap virus, legionela, dan
mikoplasma.
 Nilai diagnostik bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas
darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen.
32
(Suardi, dkk. 2008)

16. Apa Working Diagnosis kasus ini?


Jawab:
Bronkopneumonia et causa infeksi bakteri

17. Bagaimana tatalaksana untuk kasus ini?


Jawab:
 Promotif : memberikan edukasi atau penyuluhan tentang penyakit-penyakit
infeksi pada saluran pernapasan kepada para orang tua.
 Preventif : memberikan gizi yang cukup dan seimbang, lingkungan tempat
tinggal yang bersih serta gaya hidup yang sehat.
 Kuratif : terapi suportif yaitu dengan pemberian oksigen dan pemasangan infus
(cairan fisiologis) untuk mengganti nutrisi dan cairan karena penderita sukar
makan dan minum. Terapi medikamentosa dengan pemberian antibiotik awal
amoksisilin 10-25 mg/kg/dosis atau untuk wilayah yang resistensi terhadap
antibiotik tinggi dosis dapat dinaikkan 80-90 mg/kg/hari). Pemberian antibiotik
ini harus di pantau ketat selama 3 hari, apabila selama 3 hari pemberian
antibiotik ini tidak mengalami perubahan, antibiotik harus diganti dengan
spektrum yang luas. Pemberian mukolitik, ekspektoran dan penurun panas
sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam pertama karena dapat mengaburkan
interpretasi reaksi antibiotik awal.
 Rehabilitatif : setelah penderita sembuh, berikan gizi yang cukup dan seimbang
serta gaya hidup yang sehat agar sistem kekebalan tubuh anak dapat
berkembang dengan baik.
(Suardi, dkk., 2008)

18. Apa komplikasi yang dapat terjadi untuk kasus ini?


Jawab:
 Empiema
 Otitis media akut

33
Komplikasi dari bronchopneumonia antara lain Otitis Media Akut (OMA).
Terjadi bila tidak diobati maka sputum yang berlebihan akan masuk ke dalam
tuba eustaci sehingga menghalangi masuknya udara ke telinga tengah dan
mengakibatkan hampa udara kemudian gendang telinga akan tertarik ke dalam
timus efusi.
 Meningitis
 Perikarditis
 Osteomielitis

19. Bagaimana prognosis kasus ini?


Jawab:
Quo ad Vitam: Bonam
Quo ad Functionam:Bonam

20. Bagaimana Kompetensi Dokter Umum untuk kasus ini?


Jawab:
4A. Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter.
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
(Konsil Kedokteran Indonesia, 2012)

21. Bagaimana nilai-nilai islam yang sesuai dengan kasus ini?


Jawab:

“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas

34
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa
yang kamu kerjakan.” (QS.Al Baqarah:233).
Dalam ayat tersebut dijelaskan, jika masa penyusuannya bisa sempurna sampai
dua tahun, maka itu lebih baik, lebih kuat, dan lebih ideal. Asupan pertama dan
yang terbaik bagi sang buah hati adalah ASI. Allah SWT telah menciptakan dengan
sempurna komposisi yang terkandung di dalam ASI. ASI memenuhi seluruh
kebutuhan biologis bayi, karena itulah penting kiranya bagi para ibu agar menyusui
bayinya hingga berusia 2 tahun sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT.
Bayi-bayi yang disusui jarang sekali mengalami kelebihan berat badan,
kemungkinan menderita dehidrasi serta akibat-akibat lainnya. Jarang di antara
mereka yang menderita alergi atau infeksi karena bakteri. ASI memberikan proteksi
alamiah dengan cara mengalirkan antibodi penting dari ibu ke bayinya. Menyusui
juga memberikan manfaat psikologis pada bayi. Karena dengan menyusu, ia
merasakan kehangatan dan kedekatan fisik ibunya serta menikmati suara dan wajah
ibunya.

2.6 Kesimpulan

Ali, laki-laki, umur 3 tahun, mengalami sesak napas yang semakin berat sejak 2 hari
yang lalu, disertai batuk, pilek dan panas tinggi,karena Bronkopneumonia akibat dari infeksi
bakteri dengan faktor risiko gizi kurang dan faktor lingkungan.

2.7 Kerangka Konsep

Gizi Kurang Infeksi Saluran Napas Lingkungan dan


Akut Sosial Ekonomi

35
Menginfeksi Batuk dan Pilek
Parenkim Paru

Respon Inflamasi Demam

Bronkopneumonia

Gangguan Ventilasi

Sesak Napas

DAFTAR PUSTAKA

Adam. 2007. Diagnostic Pemeriksaan Fisik Adam’s.Jakarta: EGC

Aru, Bambang, Idrus, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing

Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland edisi 29. Jakarta: EGC

Eroschenko. 2008. Atlas Histologi Difiore ed. 11. Jakarta : EGC

Guyton. Arthur.C., Hall. John E. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
36
Harrison. 2012. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Edisi 13 Volume 4. Jakarta:
EGC.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia. Jakarta:


Konsil kedokteran Indonesia

Price, Sylvia Anderson.2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta: EGC

Snell, Richard. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta : EGC

Suardi, Adi Sutomo., Setyati, Amalia, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI

Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing

37

Anda mungkin juga menyukai