PENDAHULUAN
(Eroschenko, 2008).
3. Fisiologi
a. Fungsi respirasi, untuk mengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang
dalam pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal.
b. Fungsi penghidu, sebagai indra penghidu dan pengecap
dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung,
konka superior, dan sepertiga bagian atas septum.
c. Funsi fonetik, untuk resonansi suara, membantu proses
berbicara dan mencegah hantaran suara sediri melalui
konduksi tulang.
d. Fungsi statistik dan mekanik, untuk meringankan beban
kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas.
e. Refleks nasal, iritasi mukosa hidung akan menyebabkan
refleks bersin dan nafas terhenti. Rangsang bau tertentu akan
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung, dan pankreas
(Soepardi,2012)
10 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
mast/basofil (sel mediator) sehingga menjadi aktif →sel mediator
tersensitisasi(bila mucus sudah tersensitisasi terpapar allergen)
→rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan terjadi
degranulasi (pecahnya dinding sel) sel mast dan basofil akibat
terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk
terutama“histamine” → selain histamine juga dikeluarkan Newly
Formed mediator “Prostaglandin D2, Leukotrien D4,C4,E4,
bradikinin, platelet activating factor, sitokin dll→mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil berikatan
dengan reseptor berada diujung saraf, endotel pembuluh darah dan
kelenjar dimukosa hidung →kelenjar mukosa dan sel goblet
mengelami hipersekresi → rinore (Keluar ingus encer).
(Soepardi, 2012)
11 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
Hubungannya adalah sama-sama manifestasi respon imun spesifik
terhadap allergen dimana allergen tersebut akan terikat pada IgE
dipermukaan sel mast pada konjungtiva sehingga akan mengeluarkan
mediator-mediator yang mengakibatkan mata gatal dan banyak air
mata keluar (Irawati, 2002).
b. Apa etiologi mata gatal, banyak air mata dan susah tidur?
Jawab:
Pajanan alergen pada yang akan mengakibatkan alergen tersebut
ditangkap oleh IgE yang ada di permukaan sel mast. Hal ini akan
mengakibatkan degranulasi sel mast, sehingga sel mast mengeluarkan
mediator-mediator yangakan mengakibatkan gejala seperti gatal, mata
merah berair, dan bengkak, namun tidak sakit.
Intinya adalah akibat dari pelepasan mediator menyebabkan
mempengaruhi kelenjar lakrimasi pada mata sehingga menyebabkan
keluarnya air mata dan mata terasa gatal. (Soepardi,2012)
12 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
terutama“histamine” → selain histamine juga dikeluarkan Newly
Formed mediator “Prostaglandin D2, Leukotrien D4,C4,E4,
bradikinin, platelet activating factor, sitokin dll→mediator
inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan basofil berikatan
dengan reseptor berada diujung saraf, endotel pembuluh darah
dan kelenjar dimukosa hidung → mediator inflamasi yang
dilepaskan oleh sel mast dan basofil berikatan dengan reseptor
berada diujung saraf, endotel pembuluh darah dan kelenjar
dimukosa hidung →kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami
hipersekresi→pembengkakan mukosa →↓permeabilitas
pembuluh darah →vasodilatasi sinusoid →hidung tersumbat→
susah tidur
Mata gatal dan keluar air mata
Antigen masuk melalui permukaan mukosa → ditangkap APC →
membentuk fragmen pendek peptide dengan HLA kelas II
kemudian membentuk kompleks peptide MCH kelas II →
dipersentasikan pada T helper (Th0) → dilepaskan IL 1 → T helper
teraktifasi untuk berpoliferasi menjadi Th1, Th2 → pelepasan IL 3,
IL 4, IL 4 dan IL 13 → diikat oleh limfosit B → aktifiasi limfosit B
→ produksi IgE → IgE dari sirkulasi masuk ke jaringan →
ditangkap oleh basofil → aktifasi basofil → pelepasan histamine,
leukotrin D4, C4, bradikinin, PAF, dan berbagai sitokin lain →
mata gatal dan keluar air mata
Sintesis:
Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative
ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, derajat
rhinitis alergi yaitu:
1. Ringan bila tidak ditemukan ganggguan tidur, gangguan aktivitas
harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain
yang mengganggu
2. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut
diatas.
13 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
Pada kasus diketahui bahwa Ny.Susan mengalami susah tidur yang
berarti sudah menunjukkan rinitis alergi derajat sedang-berat.
14 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
gram. Salah satu kandungan protein dalam udang adalah histamine yang
mempunyai rumus kimia C5H9N3 yang ikut serta dalam banyak reaksi
alergi. Histamine pada udang akan merangsang reseptor H1 pada ujung
saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan
bersin-bersin. Histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan
sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat
sehingga terjadi rhinorea. Selain melalui makanan, allergen inhalan
(debu) juga dapat menyebabkan munculnya keluhan-keluhan seperti di
atas yang kesemuanya berkaitan dengan peran histamine (Hendra, R.
2014).
15 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
Waktu yang dibutuhkan antara pajanan ulang dengan antigen
yang spesifik dan sel mast/basofil melepas isinya yang berisi
granul.
c. Fase efektor
Waktu yang dibutuhkan respon yang kompleks (anafilaksis)
sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast/basofil
dengan aktivitas farmakologik.
16 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
3. Reaksi hipersensitivitas tipe III (Kompleks imun)
Antigen masuk merangsang pembentukan IgG dan IgM yang
spesifik, saat paparan berikutnya dengan antigen yang sama IgG
dan IgM akan berikatan dengan antibodi terbentuk kompleks
antigen antibodikompleks ini akan mengendap di salah satu
jaringan tubuh reaksi inflamasi pelepasan mediator-mediator
inflamasi yang memungkinkan makrofag untuk melisiskannya.
Karena mengendap di jaringan tubuhkompleks antigen antibodi
merusak jaringan di sekitarnya juga.
17 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
4. Reaksi hipersensitivitas tipe IV (Tipe lambat)
Ketika tubuh terpajan antigen pertama kaliantigen akan
dipresentasikan oleh sel dendrit ke limfonodus regional akan
merangsang sel Th untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi
sel DTH (delayed type hypersensitivity)
Bila sel DTH terpajan ulang oleh antigen yang samamelepas
sitokin (IFNϒ. TNFβ, IL-2, IL-3) dan kemokin (IL_8, MCAF)
yang akan menarik dan mengaktifkan makrofag yang berfungsi
sebagai sel efektor dalam reaksi hipersensitivitas.
(Karnen,2010)
18 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
alergi maka risikonya 75%. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat
faktor genetik yang mempengaruhi pola IgE yang diturunkan dari
orangtua.
Perkembangan sistem imun dan kemampuannya untuk
mengembangkan respon imun dalam bentuk reaksi alergi sudah
terbentuk sejak dini pada masagestasi. Berbagai regio kromosom
terkait dengan atopi dan asma, terutama dengan lokus pada kromosom
5, 6, 11, 12, 13 dan 16. Berbagai lokus genetik mempunyai asosiasi
dengan penyakit alergi, antara lain tiga lokus yang berhubungan
dengan asma dan dermatitis atopi yaitu 5q31-33, 11q13 dan 13q12-14.
Kromosom 5q31-36 yang mengandung gen sitokin IL-3, IL-4, IL-5,
IL-13 dan GM-CSF yang diekspresikan oleh sel Th-2 menunjukkan
peran penting faktor genetik pada penyakit alergi (Baratawidjaja,
Karnen G. 2010).
5. Pemeriksaan Fisik :
Keadaan umum :Tampak sakit sedang,compos mentis
Vital Sign : tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 90 kali/menit reguler, isi
dan tegangan cukup, RR 26 kali/menit, T: 37, 0oC.
Wajah: terdapat garis kehitaman pada kulit dibawah palpebra inferior
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Jawab:
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
RR 26x/menit Takipnea
19 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
Takipnea
Faktor resiko kontak pertama dengan allergen makrofag
atau monosit menangkap allergen di mukosa hidung sel limfoit B
aktif menghasilkan Ig E menyebar secara hematogen masuk
ke jaringan Ig E diikat oleh basofil atau monosit basofil menjadi
aktif menghasilkan mediator yang sudah tersensitisasi Ig E
mengiket allergen menjadi degranulasi mediator kimia (histamine)
dilepaskan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus ke
kelenjar mukosa dan sel goblet terjadi hipersekresi dan
hipermeabilitas kapiler meningkat sekresi yang berlebihan dari
hidung rinore (keluar ingus) hidung tersumbat kompensasi
tubuh untuk memenuhi kebutuhan O2 di jaringan takipnea
(Soepardi E,2012).
Alergi Sinar
Faktor resiko kontak pertama dengan allergen makrofag
atau monosit menangkap allergen di mukosa hidung sel limfoit B
aktif menghasilkan Ig E menyebar secara hematogen masuk
ke jaringan Ig E diikat oleh basofil atau monosit basofil menjadi
aktif menghasilkan mediator yang sudah tersensitisasi Ig E
mengiket allergen menjadi degranulasi mediator kimia (histamine)
dilepaskan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus ke
kelenjar mukosa dan sel goblet terjadi hipersekresi dan
hipermeabilitas kapiler meningkat sekresi yang berlebihan dari
hidung rinore (keluar ingus) hidung tersumbat vasodilatasi
sinusoid hidung tersumbat, statis vena sekunder bayangan
gelap di daerah bawah mata (Soepardi,2012).
6. Status THT:
Telinga : membrana timpani utuh, refleks cahaya +/+
Hidung: cavum nasi sempit, sekret (+/+) berwarna putih, konka hipertrofi
berwarna livid (pucat), masa (-)
20 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
Tenggorokan : arcus faring simetris, uvula ditengah, tonsil T1-T1 tenang,
dinding faring posterior tampak kemerahan.
a. Bagaimana interpretasi dari status THT?
Jawab:
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
konka mana
21 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
7. Bagaimana cara mendiagnosis pada kasus ini?
Jawab:
Diagnosis rinitis alergi ditegakkan berdasarkan:
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi
dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari
anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya
serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang
encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang
kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar (lakrimasi).
Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat merupakan keluhan utama
atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati,
Kasakayan, Rusmono, 2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang
timbul, menetap) beserta onset dan keparahannya, identifikasi faktor
predisposisi karena faktor genetik dan herediter sangat berperan pada
ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan
dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,
bila terdapat 2 atau lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap
serangan, hidung dan mata gatal, ingus encer lebih dari satu jam,
hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan positif
(Rusmono, Kasakayan, 1990).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic
shinner, yaitu bayangan gelap di daerah bawah mata karena stasis vena
sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati, 2002). Selain itu, dapat
ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada
dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung
yang sering digosok-gosok oleh punggung tangan (allergic salute).
Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan mukosa hidung basah,
berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer
dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip
22 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
hidung yang dapat memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu,
dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral atau penyakit yang
berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002).
(Sudoyo,2012)
9. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada kasus ini?
Jawab:
a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.
Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent
test) sering kali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi
pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rinitis
alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna
adalah dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA
(Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi
hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna
sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah
banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5
sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika
ditemukan sel PMN menunjukkan adanya infeksi bakteri (Irawati,
2002).
b. In vivo
23 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit,
uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-
point Titration/SET). SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan
menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi yang bertingkat
kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab juga derajat
alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi dapat diketahui
(Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut
diatas kurang dapat diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan
diet eliminasi dan provokasi (“Challenge Test”). Alergen ingestan
secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada
Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah
berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet
eliminasi, jenis makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan
sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis
makanan (Irawati, 2002).
24 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
sedatif). Antihistamin generasi-1 bersifat lipofilik, sehingga dapat
menembus sawar darah otak (mempunyai efek pada SSP) dan
plasenta serta mempunyai efek kolinergik. Preparat
simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai
dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan
antihistamin atau tropikal. Namun pemakaian secara tropikal hanya
boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis
medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala trauma
sumbatan hidung akibat respons fase lambat berhasil diatasi dengan
obat lain. Yang sering dipakai adalah kortikosteroid tropikal
(beklometosa, budesonid, flusolid, flutikason, mometasonfuroat
dan triamsinolon). Preparat antikolinergik topikal adalah
ipratropium bromida, bermanfaat untuk mengatasi rinore, karena
aktifitas inhibisi reseptor kolinergik permukaan sel efektor
(Mulyarjo, 2006).
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamine H1, karena
AH1 merupakan lini pertama pengobatan rhinitis alergi.
- Difenhidramin (golongan etanolamin)
Dosis dewasa 25-50 mg, masa kerja 4-6 jam, aktivitas
antikolinergik +++, mempunyai efek sedasi kuat (karena
mengeluh susah tidur), atau
- Klorfeniramin (golongan Alkilamin)
Dosis dewasa 4-8 mg, masa kerja 4-6 jam, aktivitas
antikolinergik +, mempunyai efek sedasi ringan
Dekongestan
Dekongestan hidung oral yang dipakai golongan agonis adrenegic
alfa.
- Pseudoefedrin
Dosis dewasa 60 mg
Preparat simptomimetik golongan agonis adrenergic alfa
dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi
dengan antihistamin atau topical. Namun pemakaian secara topical
25 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
hanya boleh untuk beberpa hari saja untuk menghindari terjadinya
rhinitis medikamentosa.
b. Operatif - Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu
dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil
dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25 % atau
troklor asetat (Roland, McCluggage, Sciinneider, 2001).
c. Imunoterapi - Jenisnya desensitasi, hiposensitasi & netralisasi.
Desensitasi dan hiposensitasi membentuk blocking antibody.
Keduanya untuk alergi inhalan yang gejalanya berat, berlangsung
lama dan hasil pengobatan lain belum memuaskan (Mulyarjo,
2006)
26 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
12. Apa komplikasi yang dapat terjadi pada kasus ini?
Jawab:
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:
a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous
glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih
eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet,
dan metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus
para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam
27 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan
oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan
menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan
menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat
dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel
eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah.
(Soepardi,2012)
2.6 Kesimpulan
Ny. Susan, 25 tahun mengeluh bersin-bersin, hidung tersumbat dan
ingus encer diduga mengalami rhinitis alergi intermiten derajat sedang-berat.
28 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
2.7 Kerangka Konsep
Reaksi Antigen-
Antibodi
Reaksi hipersensitivitas
tipe 1
Rinitis alergi
29 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
DAFTAR PUSTAKA
ARIA .2001.World Health organisation initiative, allergic rhinitis and its impact
on asthma. J allergy clinical immunology : S147-S276.
30 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I
Soepardi, Efiaty Arsyad dkk.2012.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala & Leher Edisi Ketujuh.Jakarta:FKUI
Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 6.
Jakarta: EGC.
Sumarman, Iwin. 2000. Patogenesis, Komplikasi, Pengobatan dan Pencegahan
Rinitis Alergi, Tinjauan Aspek Biomolekuler. Bandung : FK UNPAD. 1-
17.
31 | L a p o r a n T u t o r i a l S k e n a r i o D B l o k X I I I