Anda di halaman 1dari 7

Pembelajaran Kelas Rangkap yang Ideal (yang diinginkan)

Tidak ada pembelajaran kelas rangkap yang mampu dilakukan dengan 100% benar, masih banyak
kelemahan-kelemahan dalam melakukan praktik pembelajaran kelas rangkap. Akan tetapi, yang perlu
digarisbawahi adalah bagaimana membuat pembelajaran kelas rangkap yang ideal untuk sang guru dan
murid yang diajarnya. Berikut contoh pelaksanaan pembelajaran kelas rangkap yang ideal (yang
diinginkan). Memang contoh berikut bukan yang terbaik, tetapi paling tidak dapat menggambarkan
unsur-unsur penting dalam pembelajaran kelas rangkap sehingga dapat menyimpulkan perbedaan-
perbedaan dari praktik mengajar kelas rangkap sebelumnya.

Contoh 1 :

Mungkin tidak banyak yang mengira bahwa di daerah perkotaan masih ada SD yang mengalami
kekurangan guru. Maka mengajar dengan merangkap kelas tak dapat dihindarkan. Hal itulah yang
dialami oleh Pak Theo.

Hari itu Pak Theo mengajar di kelas 5 dan kelas 6. Murid-murid yang terdiri dari dua tingkatan kelas yang
berbeda itu diajar dalam satu ruang kelas dan dalam waktu yang bersamaan. Mata pelajaran kedua
kelas itu berbeda, kelas 5 mata pelajaran matematika dan kelas 6 mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Murid kelas 5 duduk dijajaran sebelah kanan dan kelas 6 duduk dijajaran sebelah kiri. Masing-masing
kelas membentuk kelompok yang terdiri dari 3-5 orang murid. Papan tulis pun digunakan untuk kedua
tingkat kelas tersebut.

Pak Theo memulai pelajaran dengan mengucapkan selamat pagi. Dengan sikap yang ramah dan senyum
yang cerah ia menyapa anak-anak. Pak Theo kemudian bertanya kepada anak-anak tentang pengalaman
mereka ketika berangkat ke sekolah. Markus, salah satu murid kelas 6 mendapat kesempatan bercerita
tentang pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo tersenyum dan kemudian memberi
kesempatan murid yang lain untuk menceritakan pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5
mendapat giliran. Winda lalu bercerita bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah enam pagi karena
rumahnya agak jauh dari sekolah dan ia harus berjalan kaki.

Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5 maupun ketua
kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wacana (bahan bacaan) dan meminta agar wacana itu dibaca di
kelompok masing-masing secara bergiliran. Murid kelas 6 mendapat kesempatan bercerita tentang
pengalamannya saat berangkat ke sekolah tadi. Pak Theo tersenyum dan kemudian memberi
kesempatan murid yang lain untuk menceritakan pengalamannya yang lain. Kali ini Winda murid kelas 5
mendapat giliran. Winda lalu bercerita bahwa setiap hari ia harus berangkat setengah enam pagi karena
rumahnya agak jauh dari sekolah dan ia harus berjalan kaki.

Selanjutnya Pak Theo memanggil para ketua kelompok, baik dari ketua kelompok kelas 5 maupun ketua
kelompok dari kelas 6. Mereka diberikan wacana (bahan bacaan) dan meminta agar wacana itu dibaca di
kelompok masing-masing secara bergiliran.

Apa yang harus dilakukan di dalam kelompok, telah ditulis di papan tulis oleh Pak Theo. Murid-murid
diminta membaca petunjuk di papan tulis dan dipersilahkan bertanya jika ada yang belum jelas.
Sementara murid membaca, Pak Theo memantau setiap kelompok dan mencocokkan jumlah murid yang
hadir dengan daftar absen kelas.

Selama murid-murid bekerja, Pak Theo berkeliling mengawasi kegiatan dan memantau bila ada yang
mengalami kesulitan. Beberapa saat kemudian ada murid kelas 6 yang angkat tangan dan menyatakan
bahwa kelompoknya sudah selesai mengerjakan tugas bahasa Indonesia, kemudian Pak Theo meminta
salah satu anggota kelompok tadi untuk membantu salah satu kelompok di kelas 5 yang sedang
menyelesaikan soal matematika, dan satu murid lagi diminta membantu kelompok lain yang juga
mengerjakan tugas bahasa Indonesia.

Wacana atau bahan bacaan itu bercerita tentang upaya penduduk yang membuat sebuah jembatan dari
bambu secara gotong royong. Berapa jumlah bambu, tali, berapa lama waktu penyelesaian dengan
sekian banyak pekerja, berapa ketinggian jembatan jika air naik sekian centimeter, berapa biaya yang
diperlukan, berapa persen sumbangan masyarakat setempat, dan sebagainya, sengaja dimasukkan
dalam wacana untuk materi matematika. Sedangkan untuk bahasa Indonesia, apa arti kata-kata
musyawarah mewakili rumpun, curah hujan, dan sebagainya.

Waktu yang diberikan untuk menyelesaikan tugas bahasa Indonesia dan matematika berbeda.
Sementara kelas 5 masih menyelesaikan tugas matematika, pak Theo membahas tugas bahasa
Indonesia, setiap kelompok mendapat giliran menjawab atau berkomentar. Beberapa saat kemudian
murid kelas 5 juga sudah selesai mengerjakan tugas matematika. Pak Theo membahasnya dan setiap
kelompok juga mendapat giliran mengerjakan di papan tulis. Murid yang lain diminta mencocokkan
dengan jawaban yang benar di papan tulis.
Contoh 2 :

Seperti halnya Pak Theo, Bu Ningsih juga bertugas mengajar dengan merangkap kelas yaitu kelas 4 dan
kelas 3. Kelas Bu Ningsih tampil agak berbeda dengan kelas Pak Theo. Bu Ningsih memanfaatkan sudut
ruang kelas sebagai sudut sumber belajar. Di sudut itu disamping ada buku pelajaran juga ada buku
bacaan, guntingan koran, kertas kosong, mainan, pensil warna dan sebagainya.

Di sudut yang lain juga ada beberapa benda yang mengesankan sebagai sudut IPA, karena ada tanaman
dalam pot-pot kecil, botol-botol, kupu-kupu dan belalang yang diawetkan, gambar bagian tubuh
manusia, gambar hewan dan juga gambar tumbuhan, beberapa peralatan listrik seperti lampu, baterai,
kabel, dan sebagainya.

Bu Ningsih mulai pelajaran dengan mengucapkan salam dan menanyakan kabar anak-anak dan juga
orang tua mereka. Kemudian menjelaskan apa yang harus dilakukan oleh murid kelas 4 dan kelas 3.
Anak kelas 3 diminta untuk ke salah satu sudut belajar yang ada buku-buku dan benda-benda lainnya.
Disana ada toples berisi gulungan kertas dan masing-masing anak diminta mengambil satu gulungan
kertas dan kemudian mengerjakan tugas sesuai dengan tulisan yang didapatnya.

Beberapa saat kemudian murid kelas 3 masing-masing terlibat dengan tugasnya. Sementara itu bu
Ningsih menerangkan pelajaran murid kelas 4 tentang ikan gabus, bagaiman ikan itu bernafas, dimana ia
hidup, bagaimana berkembang biak dan bagaimana ikan tersebut mempertahankan hidupnya jika air
kering. Bu Ningsih juga bertanya kepada anak-anak bagaimana cara menangkap ikan gabus tersebut.
Beberapa anak menjawab dengan menyebutkan alat-alat yang dapat digunakan untuk menangkap ikan
tersebut.

Setelah tanya jawab tentang ikan dan bagaimana cara menangkapnya, kemudian bu Ningsih meminta
anak-anak untuk menggambar ikan dan alat untuk menangkap ikan. Anak-anak menekuni gambar
masing-masing. Bu Ningsih lalu mengunjungi murid kelas 3 yang masih menyelesaikan tugasnya. Bu
Ningsih memantau dan memberikan pujian. Kemudian Bu Ningsih meminta anak-anak kembali ke
bangku masing-masing dan menjelaskan pelajaran matematika. Selanjutnya menulis soal matematika di
papan tulis, masing-masing murid diminta mengerjakannya.

Bu Ningsih selanjutnya memantau pekerjaan anak kelas 4 dan mengumpulkannya. Selanjutnya ia


menerangkan pelajaran bahasa Indonesia tentang kalimat aktif dan pasif. Selanjutnya anak-anak diminta
membuat karangan singkat dengan menggunakan kata yang berawalan dan berakhiran. Siapa yang
sudah selesai boleh menuju sudut sumber belajar yang ada buku-buku bacaan.

Bu Ningsih kembali ke murid kelas 3, memantau pekerjaan murid secara bergilir, membantu murid yang
mengalami kesulitan, Bu Ningsih juga menerangkan kembali pada murid yang mengalami kesulitan,
memberi balikan dan setelah itu mereka diberi soal lagi sebagai PR.

Berdasarkan dua contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan oleh pak
Theo dan bu Ningsih telah memberikan gambaran tentang pembelajaran kelas rangkap yang
semestinya, walaupun contoh tersebut diatas belum yang terbaik. Namun, dapat diketahui bahwa
pembelajaran kelas rangkap yang ideal, secara terencana menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran
kelas rangkap yang menyebabkan kegiatan belajar mengajar menjadi sebagai berikut.

a. Keadaan iklim kelas ceria

Kelas tampak hidup, murid tampak ceria. Di awal pelajaran Pak dan Bu guru bertanya, tetapi hampir tak
ada kaitannya dengan pelajaran hari itu. Pertanyaan seperti itu dengan tujuan agar murid termotivasi
dan secara mental siap menerima pelajaran hari itu.

b. Proses belajar berlangsung serempak

Apalagi murid yang berbeda tingkat kelas ada dalam satu ruang. Gangguan yang muncul tidak terlalu
serius, sebab ketika guru menerangkan murid dari kelas lain berada di sudut ruang yang lain. Tidak ada
pemborosan waktu karena guru tidak mondar-mandir pindah kelas.

c. Guru memanfaatkan ruang kelas yang ada dengan menciptakan sudut sumber belajar

Sudut sumber belajar dapat memberi peluang bagi murid, tanpa pengawasan guru murid dapat
mempraktikkan konsep belajar menemukan sendiri dan pemecahan masalah.
d. Konsep CBSA yang sebenarnya Nampak

Murid tidak hanya aktif secara individual tetapi juga kelompok dan berpasangan. Murid yang lebih
dahulu dimanfaatkan untuk membantu temannya (tutor sebaya), atau membantu kelas dibawahnya
(tutor kakak).

e. Adanya asas kooperatif-kompetitif

Murid bersemangat mengerjakan tugas, apalagi ketika guru mengatakan siapa yang sudah selesai lebih
dulu akan mendapat nilai tambahan, gambar yang terbaik akan dipajang atau siapa yang selesai duluan
boleh membaca buku-buku bacaan, dan sebagainya.

f. Belajar dengan pendekatan pembelajaran kelas rangkap yang benar

Belajar dengan pendekatan pembelajaran kelas rangkap yang benar sangat menyenangkan. Belajar
sambil bermain, main sambil belajar dapat diperagakan khususnya bila kita sedang mengajar kelas
rendah. Hal itu nampak saat anak mengambil gulungan kertas dan membaca apa yang menjadi tugas
mereka masing-masing.

g. Ada perhatian khusus bagi murid yang lambat dan yang cepat

Guru membantu murid yang mengalami kesulitan (murid yang lambat), bahkan guru menjelaskan lagi
bagian-bagian yang tidak dipahami. Bagi murid yang cepat guru memberikan tugas ekstra, misalnya
murid diminta untuk mengambil gulungan kertas yang berisi soal-soal baik mata pelajaran yang baru
saja dijelaskan maupun mata pelajaran lain.

h. Sumber belajar murid bukan saja berasal dari Depdikbud atau Dinas
Guru pembelajaran kelas rangkap dapat melengkapi sumber belajar yang berasal dari lingkungan
sekolah dan lingkungan sekitar. Sudut ruangan menjadi lengkap dengan sumber belajar. Bahkan dapat
memupuk tanggung jawab murid terhadap kelas dan sekolah mereka.

i. Prinsip perangkapan kelas tidak hanya dalam bentuk mengajar dua tingkat kelas atau lebih dalam satu
ruang kelas atau lebih dan dalam waktu yang bersamaan

Perangkapan kelas juga berarti dalam bentuk mengajarkan dua bidang studi atau lebih dalam satu
wacana atau topik. Inilah yang disebut pengajaran terpadu (integrated).

j. Guru dapat memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan

Ketika guru menjelaskan tentang bagaimana menangkap ikan, murid-murid menjawab dengan
menyebut beberapa alat menangkap ikan yang biasa digunakan di lingkungan sekitar, kemudian murid
diminta menggambar alat tersebut.

Setelah dapat membedakan pembelajaran kelas rangkap yang ideal dan yang terjadi di lapangan, dapat
disimpulkan bahwa guru memiliki peranan yang penting dalam pembelajaran kelas rangkap. Peranan
guru dalam pembelajaran kelas rangkap adalah sebagai berikut.

1. Sebagai perancang kurikulum, hal ini bukan berarti guru menyimpang dari kurikulum yang berlaku
bahkan untuk membuat yang baru. Tetapi di daerah terpencil yang serba sulit dan serba kurang, tidak
semua butir yang tercantum dalam kurikulum mungkin dilaksanakan dengan memadai. Sering kali
mengajarkannya dengan secara berurutan pun mengalami kesulitan. Oleh karena itu, guru pembelajaran
kelas rangkap harus memilih butir atau bagian kurikulum yang memerlukan penekanan. Atas dasar butir-
butir itu guru memutuskan konsep dan fakta yang akan diajarkannya dan mengurutkan kembali tujuan
instruksional yang ingin dicapainya berdasarkan kelas.

2. Sebagai sumber informasi yang kreatif, guru pembelajaran kelas rangkap harus kreatif, ia bukan saja
menjadi sumber informasi tetapi juga sebagai manusia sumber, berperan untuk memecahkan keadaan
yang serba kurang. Ia harus memberi arahan kepada muridnya agar mereka tidak membuang-buang
waktu dan tenaga, agar setiap murid terlibat dalam segala macam kegiatan.

3. Sebagai administrator. Agar dapat mencapai hasil yang maksimal, guru pembelajaran kelas rangkap
harus merencanakan dan mengatur kelasnya dan jadwal pelajaran dengan seksama. Hasil maksimal
dapat dicapai jika guru pembelajaran kelas rangkap dapat melibatkan muridnya secara aktif, bukan saja
untuk belajar tetapi juga dapat membantu guru mengajar teman-temannya yang tertinggal. Guru
pembelajaran kelas rangkap juga harus mampu memanfaatkan segenap sumber daya yang ada di
lingkungan sekolah.

4. Sebagai seorang professional. Guru pembelajaran kelas rangkap senantiasa berusaha untuk
meningkatkan kompetensinya dan meningkatkan gaya mengajarnya. Walapun kesempatan untuk
mengikuti pelatihan atau pendidikan lanjutan bagi sebagian guru yang ada di daerah terpencil sulit
diwujutkan, tetapi niat professional harus tetap dipelihara dan yang penting semangat itu selalu ada.
Salah satu ciri seorang guru professional adalah juga tidak cepat putus asa. Manusia dapat mencapai apa
saja bila tidak cepat putus asa.

5. Sebagai agen pembawa perubahan. Guru sebagai pengayom dan juga sebagai sosok yang mewakili
misi moral dan nilai dari masyarakat tempat dimana ia bertugas. Guru harus berusaha keras untuk
mendatangkan perubahan yang positif terhadap sikap dan perilaku anggota masyarakat melalui proses
pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi dengan anggota masyarakat setempat. Pendek kata guru
harus mencari, mendatangkan, dan mengajarkan perubahan yang berguna bagi anak didik, orang tua
dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai