Anda di halaman 1dari 41

04 Buku Serial

Revitalisasi

PEMBINAAN
KEROHANIAN

Disusun oleh:
IIP ICHSANUDIN
LAODE M. APDY POTO

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020
Pengarah:
Dr. Ir. M. Bakrun, M.M.
Direktur SMK
Mochamad Widiyanto, S.Pd., M.T
Koordinator Bidang Penilaian
Drs. Haryono, M.M
Koordinator Bidang Peserta Didik
Arie Wibowo Khurniawan, S.Si., M.Ak
Koordinator Bidang Sarana dan Prasarana
Dr. Abdul Haris, M.Si
Koordinator Bidang Tata Kelola
Chrismi Widjajanti, S.E., M.B.A
Koordinator Bidang Program dan Evaluasi
Arfah Laidiah Razik, S.H., M.A
Kasubbag Tata Usaha

Penulis:
Iip Ichsanudin
Laode M. Apdy Poto

Penyunting:
Huda Saifullah Kamalie
Tim Dit. SMK

Desain Sampul:
Sonny Rasdianto

Layout:
Winih Wicaksono

ISBN: 978-602-5517-66-2

© Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan
dengan cara apapun tanpa izin tertulis dari Direktorat
04 Buku Serial
Revitalisasi
PEMBINAAN
KEROHANIAN

Disusun oleh:
Iip Ichsanudin
Laode M. Apdy Poto

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

KATA PENGANTAR
Pengembangan dan penerapan pendidikan karakter kerja siswa
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan hal yang pokok dalam upaya
meningkatkan kapasitas dan kualitas lulusan SMK. Hal ini tertuang dalam
penjelasan Pasal 15 Undang Undang nomor20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Sekolah Menengah Kejuruan merupakan pendidikan
menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja.
Perpres No. 87 tahun 2018 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, kemudian
dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 34 Tahun 2018
tentang Standar Nasional Pendidikan SMK/MAK, khususnya Standar
Kompetensi Lulusan terdapat 9 (sembilan) area kompetensi, salah satu area
kompetensi tersebut adalah Karakter Pribadi dan Sosial lulusan SMK/MAK.
Pengembangan karakter kerja bagi siswa SMK merupakan aspek
penting dalam menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dan berhasil
dalam pekerjaannya. Siswa SMK harus dipersiapkan untuk menghadapi
persaingan dan tantangan dalam bekerja di dunia usaha dan industri. Bekerja
di dunia usaha dan industri berbeda dengan lingkungan sekolah sehingga
diperlukan adanya pengembangan karakter kerja meliputi pembinaan
ketahanan mental, disiplin kerja, ketahanan fisik, dan perilaku positif siswa.
Pelaksanaan pembentukan karakter kerja di SMK, diperlukan adanya
materi pembentukan tim yang memuat tentang materi Kesamaptaan, Tata
Tertib Siswa, dan Pembentukan Organisasi Siswa. Pembentukan karakter kerja
ini terintegrasi dalam proses pembelajaran dengan melibatkan pihak internal
maupun eksternal sekolah. Dalam rangka inilah Direktorat SMK pada tahun
2020 menyusun Dokumen Pembinaan Karakter Kerja berbasis Ketarunaan,
yang meliputi, Pedoman Pelaksanaan, Materi Pembinaan Ketarunaan
(Membangun Tim Sekolah, Pembinaan Kedisiplinan Peserta Didik, Pembinaan
Ketarunaan, Pembinaan Kerohanian, Pusat Pengembangan Karir Bakat dan
Minat Peserta Didik SMK, Pembentukan Karakter Kerja & Kontrak Belajar) dan
Panduan Training of Trainer (ToT) sebagai dokumen yang utuh dan menyeluruh.
Dokumen pembinaan ketarunaan ini diharapkan dapat digunakan bagi SMK
bersama pihak terkait yang berkepentingan baik langsung maupun tidak
langsung, dalam menyiapkan kemampuan dan membangun karakter utama
para peserta didiknya yang pada akhirnya tercipta suatu budaya yang disiplin,
maju, modern dan kompetitif.

Direktur SMK

Dr. Ir. M. Bakrun, M.M.

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 iii
PEMBINAAN KEROHANIAN

KATA PENGANTAR iii


DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 3
C. Ruang Lingkup 3
D. Manfaat 4

BAB II PELAKSANAAN 5
A. Strategi Pelaksanaan 5
B. Metode Pelaksanaan 5

BAB III MATERI 6


A. Prinsip-prinsip Universal Penerapan 6
Pembinaan Karakter Kerja Siswa SMK
B. Karakter Rohani Siswa SMK 9
C. Metode Penerapan Pembinaan Kerohanian 14
Karakter Kerja SIswa SMK
D. Implementasi Pembinaan Kerohanian di Sekolah 19
E. Karakter Moral Sebagai Landasan Karakter Kerja Siswa SMK 20

BAB IV PENUTUP 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LEMBAR KERJA 1 35
LEMBAR KERJA 2 35
LEMBAR KERJA 3 35

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
iv 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

BAB I
PENDAHULUAN

Gambar 1.1. Tokoh Agama

A. Latar Belakang
Dimensi rohani sebagai komponen peneguh nilai spiritualisme seseorang
menjadi sangat penting untuk dipahami agar dapat secara lestari
dikembangankan sesuai dengan tuntutan zaman serta diaplikasikan secara
konsisten. Melalui program pendidikan karakter kerja lulusan SMK kekuatan
kerohanian dipandang sebagai salah satu pilar utama penopang terciptanya
sumberdaya manusia lulusan SMK Indonesia yang berkarakter religius dan
berkualitas. Sebagaimana diketahui bahwa terdapat lima nilai karakter utama
yang bersumber dari Pancasila, yang menjadi prioritas pengembangan gerakan
Pengembangan Pendidikan Karakter; yaitu religius, nasionalis, integritas,
kemandirian, dan kegotongroyongan. Masing-masing nilai tidak berdiri dan
berkembang sendiri-sendiri, melainkan saling berkorelasi antar satu dengan
lainnya, berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.
Sedangkan proses internalisasinya melalui pendidikan karakter yang diinisiasi
dari empat dimensi pendidikan karakter oleh Ki Hajar Dewantara yaitu olah
hati atau rasa, olah pikir, olah karsa, dan olah raga.
Kehidupan modern dewasa ini telah tampil dalam dua wajah yang
antagonistik. Di satu sisi modernisme telah berhasil mewujudkan kemajuan
yang spektakuler, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di sisi lain, ia telah menampilkan wajah kemanusiaan yang buram berupa
kemanusiaan modern sebagai kesengsaraan rohaniah. Modernitas telah
menyeret manusia pada kegersangan spiritual. Dampak ini merupakan
konsekuensi logis dari paradigma modernisme yang terlalu bersifat

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 1
PEMBINAAN KEROHANIAN

materialistik dan mekanistik, dan unsur nilai-nilai normatif yang telah


terabaikan. Hingga melahirkan problem-problem kejiwaan yang variatif.
Dari persepktif lain, kerohanian kerap juga diartikulasikan sebagai
dimensi religius. Hal ini disebabkan oleh pemahaman dan cara pandang atau
asumsi kebanyakan orang bahwa segala yang berhubungan dengan urusan
rohani atau kerohanian itu merupakan preseden yang diarahkan pada nilai-
nilai religiusitas atau spriritualisme. Oleh karenanya dalam hal ini pembinaan
kerohanian pun memiliki kesamaan dengan dimensi religius (religi) dan
spiritual. Lebih jauhnya, religi terdiri dari beberapa dimensi, yakni: (1) dimensi
kredial atau keimanan, (2) dimensi ritual atau peribadatan, dan (3) dimensi
moral atau akhlak. Kemudian dalam UUD 1945 (hasil amandemen) dan
Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
terdapat juga karakter takwa yang dapat dikategorikan sebagai dimensi
keempat. Selain itu, khusus bagi pelajar yang beragama Islam, perlu juga
ditambahkan kemampuan siswa dalam membaca Al-Quran. Jadi, kajian
karakter religius yang perlu dikembangkan di sekolah harus mencakup
karakter tersebut ditambah karakter terampil membaca Al-Quran bagi siswa
muslim.
Sementara itu, jika dibuat kesinambungan dalam konteks implementasi
dan pengembangan karakter, Lickona mengungkapkan bahwa “character
education is the deliberate effort to develop virtues that are good for the
individual and good for society”. Pengertian ini mengacu pada usaha sadar,
terencana untuk mengembangkan kebaikan bagi individu maupun
masyarakat. Pendidikan karakter ditujukan untuk membentuk kepribadian
seseorang melalui pendidikan budi pekerti yang hasilnya terlihat dalam
tindakan nyata seseorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung
jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya. Pendidikan
karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan budi pekerti yang melibatkan
aspek pengetahuan (cognitive) sikap perasaan (affection feeling), dan tindakan.
Tanpa ketiga aspek tersebut, pendidikan karakter tidak akan efektif. Dengan
pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan,
peserta didik akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi menjadi bekal
penting bagi siswa dalam meraih masa depan, dan berhasil menghadapi
tantangan kehidupan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Tujuan pendidikan karakter adalah saling memahami (to help people
understand), saling menjaga (care about), dan bersikap sesuai nilai-nilai etika
(act upon core ethical values) (Lickona, 2013: 5, 18).
Dalam rangka “Membangun Bangsa Berkarakter yang Mengacu pada Nilai
Agama” perlu melalui pengkajian, dan pengembangan karakter dengan fokus
menanamkan 9 pilar nilai-nilai luhur universal, yaitu: (1). Cinta Tuhan dan alam
semesta beserta isinya; (2) Tanggung jawab, Kedisiplinan, dan Kemandirian;
(3) Kejujuran; 4) Hormat dan Santun: (5) Kasih Sayang, Kepedulian, dan

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

Kerjasama; (6) Percaya Diri, Kreatif, Kerja Keras, dan Pantang Menyerah; 7)
Keadilan dan Kepemimpinan; (8) Baik dan Rendah Hati; dan (9) Toleransi, Cinta
Damai dan Persatuan.
Kesembilan pilar karakter itu, diajarkan secara sistematis dalam model
pendidikan holistik menggunakan metode knowing the good, feeling the good,
dan acting the good. Knowing the good bisa mudah diajarkan sebab
pengetahuan bersifat kognitif saja. Akan tetapi, setelah knowing the good
harus ditumbuhkan feeling loving the good, yakni bagaimana merasakan dan
mencintai kebajikan menjadi engine (mesin penggerak) yang bisa membuat
orang senantiasa mau berbuat sesuatu kebaikan. Dengan demikian tumbuh
kesadaran bahwa, orang mau melakukan perilaku kebajikan karena cinta akan
perilaku kebajikan itu. Selanjutnya setelah terbiasa melakukan kebajikan,
maka acting the good itu berkembang menjadi kebiasaan.
Pada akhirnya relasi yang positif dalam konstruksi pembinaan kerohanian
yang basisnya adalah pemahaman beragama, melalui pendidikan karakter ini
terdapat pada pengamalan nilai-nilai luhur falsafah Negara Republik Indonesia
yaitu Pancasila. Kesepakatan utama yang menjadi landasan penting bahwa
seluruh warga Negara Indonesia adalah mahluk berketuhanan tertuang dalam
sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Oleh karena itu,
pembinaan kerohanian ini berkorelasi erat dengan frame of thinking nya
pengamalan praktis dari makna norma dan nilai luhur sila tersebut. Sehingga di
dalam bangsa Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan
Yang Maha Esa. Kita seharusnya menghindari sikap atau perbuatan yang anti
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama. Untuk itulah sebagai generasi
penerus bangsa, kita wajib mengkaji, memahami, dan menerapkan sila
pertama Pancasila. Diharapkan melalui pemahaman sila Ketuhanan Yang Maha
Esa ini, akan terwujud generasi-generasi penerus bangsa Indonesia yang
menjunjung tinggi nilai-nilai Ketuhanan dan berbudi luhur.

B. Tujuan
Materi ini merupakan bagian terintegrasi dari proses pendidikan dan
pengembangan karakter kerja Siswa SMK yang menjadi prioritas
programnya. Secara berurutan tujuan materi ini sebagai berikut:
1. Membekali pemahaman dan keyakinan peserta akan pentingnya
melaksanan peran dan fungsi diri sebagai mahluk Tuhan.
2. Menumbuhkembangkan kesadaran peserta akan rasa cinta dan
pengabdiannya terhadap Tuhan Yang maha Esa.
3. Memperkuat rasa cinta terhadap Tanah Air dan Bangsa.
4. Memberikan gambaran umum tentang implementasi Ketuhanan ke
dalam kehidupan berbangsa, bertanah air, serta bermasyarakat dalam
bentuk serta manifestasi gotong royong.

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 3
PEMBINAAN KEROHANIAN

5. Menanamkan nilai dasar tentang kerberagaman dan toleransi.


6. Membangun kesehatan karakter yang mencakup psikomotorik dan
kognisi individu untuk menjalin keharmonisan yang sehat antara
individu dengan dirinya sendiri sekaligus dengan lingkungannya.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup materi Pembinaan Kerohanian meliputi:
1. Prinsip-Prinsip Universal Penerapan Pembinaan Karakter Kerja Siswa
SMK
2. Karakter Rohani bagi Siswa SMK
3. Metode Penerapan Pembinaan Karakter Kerja Siswa SMK
4. Penerapan Nilai – Nilai Kerohanian dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
5. Implementasi Pembinaan Kerohanian di Sekolah
6. Karakter Moral sebagai Landasan Karakter Kerja Lulusan SMK

D. Manfaat
Pembinaan Kerohanian memiliki manfaat dan implikasi sebagaimana
tercantum di bawah ini:
1. Proses pembinaan kerohanian sebagai bagian dari pendidikan karakter
kerja diupayakan agar sumberdaya manusia lulusan SMK dapat
menyadari sebagai mahluk ciptaan Tuhan, mencintai Tuhan dan
memiliki moralitas yang baik.
2. Kegiatan pembinaan kerohanian ini diharapkan menghasilkan individu
yang memiliki karakter baik sesuai dengan pengamalan Pancasila sila
Ketuhanan Yang Maha Esa.
3. Nilai-nilai relijiusitas yang disampaikan diharapkan lulusan SMK
mampu melahirkan keteguhan dan pembelaan terhadap Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai wujud patriotisme dan
nasionalisme.
4. Penguatan karakter kerja peserta didik dalam mempersiapkan daya
saing melalui kompetensi abad 21, yaitu: berpikir kritis, kreativitas,
komunikasi, dan kolaborasi

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
4 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

BAB II
PELAKSANAAN

A. Strategi Pelaksanaan
Melalui tahapan Training of Trainer (ToT), baik Instruktur Inti maupun
Instruktur Sekolah, diorientasikan pada proses collaborative dan atau
participatory learning. Hal ini didasarkan atas pertimbangan pemaduan
kekuatan belajar dan pemahaman peserta ToT yang secara resiprokatif
dianggap mampu menghasilkan kondisi pelatihan yang cenderung aktif dan
dinamis. Dalam hal ini para calon instruktur dikelola dalam kelompok-
kelompok klasikal dan forum-forum diskusi agar kesetaraan pemahaman
tentang subtansi pembinaan kerohanian yang sama dimiliki oleh
seluruhnya. Sehingga ketika proses delivery content yang merupakan
tanggungjawab para trainers pasca ToT ini dapat terwujud sesuai dengan
target dan sasaran program.

B. Metode Pelaksanaan
Proses pengelolaan pembelajaran menggunakan Model Latihan
Partisipatif (Participatory Training Model). Penggunaan metode ini
dilatarbelakangi oleh keuntungan jika menggunakan model pembelajaran
partisipatif yang menekankan pada proses pembelajaran, di mana kegiatan
belajar dalam pelatihan dibangun atas dasar partisipasi aktif
(keikutsertaan) para peserta. Peserta pelatihan (ToT) terlibat dalam semua
aspek kegiatan, mulai dari kegiatan merencanakan, melaksanakan, sampai
pada tahap menilai kegiatan pembelajaran dalam pelatihan.
Materi ini dirancang untuk melengkapi peserta dengan konsep karakter
kerja lulusan SMK dan kegiatan yang praktis untuk diterapkan di kelas
pelatihan. Modul ini juga memberikan pengalaman belajar aktif dan
relevan. Dengan demikian, pelatihan ini banyak menerapkan pendekatan
partisipatori dan reflektif. Dalam proses pelaksanannnya, diterapkan
Variasi metodologi seperti penjelasan/presentasi, brainstorming, sharing
expertise, diskusi, kerja dalam kelompok/berpasangan, studi kasus, diskusi
tayangan video, tanya jawab, simulasi, demonstrasi, dan main peran (role
play).

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 5
PEMBINAAN KEROHANIAN

BAB III
MATERI
A. Prinsip-prinsip Universal Penerapan
Pembinaan Karakter Kerja Siswa SMK

Gambar 3.1. Prinsip-prinsip universal

Thomas Lickona mengatakan “seorang anak hanyalah wadah di mana


seorang dewasa yang bertanggung jawab dapat diciptakan”. Karenanya,
mempersiapkan anak adalah sebuah strategi investasi manusia yang sangat
tepat. Sebuah ungkapan terkenal mengungkapkan “Anak-anak berjumlah
hanya sekitar 25% dari total populasi, tapi menentukan 100% dari masa
depan”. Sudah terbukti bahwa periode yang paling efektif untuk membentuk
karakter anak adalah sebelum usia 10 tahun. Diharapkan pembentukan
karakter pada periode ini akan memiliki dampak yang akan bertahan lama
terhadap pembentukan moral anak.
Selanjutnya, dalam konteks usia remaja, pada masa ini disebutkan bahwa
usia remaja adalah sosok yang sangat berperan dalam proses pembangunan
bangsa dan mental bangsa. Banyak harapan yang diletakkan di pundak remaja.
Sementara itu, banyak tantangan yang dihadapi oleh remaja, ke dalam ia harus
menghadapi dirinya sendiri yang sedang mencari jati diri, dan keluar dia harus
menghadapi dunia dengan tantangan yang begitu beragam. Pada era
globalisasi yang ditandai dengan perubahan yang begitu cepat dan tak
terduga, akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi, bumi menjadi
sempit, begitupun batas negara. Nilai-nilai asing, baik yang positif maupun
yang negatif masuk tanpa bisa disensor, mulai dari cara hidup materialistis,
film-film yang menampilkan kekerasan, pornografi, dan sebagainya. Dan
remajalah kelompok yang cukup rentan terhadap berbagai pengaruh negatif.
Apalagi dengan semakin luas dan canggihnya teknologi komunikasi, yang
memudahkan remaja untuk mengakses informasi tentang apa saja, dan dari
mana saja, tanpa ada filternya.

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
6 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

Terdapat dua macam tipe remaja pada masa keremajaannya. Pertama,


remaja yang memiliki identitas diri, yaitu remaja yang memiliki keyakinan
bahwa apa yang mereka miliki dan apa yang mereka lakukan sesuai dengan
kaidah dan kebiasaan yang berlaku di suatu lingkungan sosial tertentu. Dengan
keyakinan ini, dia dapat diterima oleh lingkungannya tanpa harus terjadi
pertentangan. Kedua, remaja yang tidak memiliki identitas diri, remaja ini
mudah terbawa arus perubahan oleh lingkungannya. Dia tidak punya kekuatan
untuk menghindar dari pengaruh lingkungan. Dia mudah larut, tidak memiliki
pendirian, sehingga mudah tergoyahkan oleh keadaan.
Dunia remaja dewasa ini, semakin sering dihadapkan pada berbagai
masalah yang kompleks dan perlu mendapat perhatian kita. Salah satu
masalah tersebut, adalah semakin menurunnya tatakrama sosial dan moral
remaja dalam perilaku kehidupannya, baik di rumah, di sekolah, maupun di
lingkungan masyarakat. Hal ini mengakibatkan timbulnya efek negatif, seperti
maraknya penyimpangan berbagai norma kehidupan baik agama maupun
sosial, tawuran, penyalahgunaan narkoba, penganiayaan, serta berbagai
perbuatan amoral lainnya. Semua itu berakibat pada menurunnya nilai-nilai
karakter yang menjadi benteng mental para remaja.
Sebagaimana halnya program pendidikan karakter secara umum,
pembinaan kerohanian yang dilakukan di sini pun menggunakan prinsip-
prinsip pengembangan dan implementasi yang relatif sejalan, sebagai berikut:

1. Prinsip 1 – Nilai-nilai Moral Universal.


Pembinaan karakter kerja yang berfokus pada penguatan nilai-nilai moral
universal yang prinsip-prinsipnya dapat didukung oleh segenap individu
dari berbagai macam latar belakang agama, keyakinan, kepercayaan, sosial,
dan budaya.

2. Prinsip 2 – Holistik.
Menyeluruh dalam arti pengembangan fisik (olah raga), intelektual (olah
pikir), estetika (olah rasa), etika dan spiritual (olah hati) dilakukan secara
utuh-menyeluruh dan serentak, baik melalui proses pembelajaran
intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler, berbasis pada
pengembangan budaya sekolah maupun melalui kolaborasi dengan
komunitas-komunitas di luar lingkungan pendidikan.

3. Prinsip 3 – Terintegrasi.
Pembinaan Pendidikan Karakter Kerja sebagai poros pelaksanaan
pendidikan nasional terutama pendidikan dasar dan menengah (kejuruan)
y a n g d i ke m b a n g k a n d a n d i l a k s a n a k a n d e n g a n m e m a d u k a n ,

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 7
PEMBINAAN KEROHANIAN

menghubungkan, dan mengutuhkan berbagai elemen pendidikan, bukan


merupakan program tempelan dan tambahan dalam proses pelaksanaan
pendidikan. Implementasi Pembinaan Pendidikan Karakter Kerja di SMK
diselenggarakan terintegrasi dengan kurikulum sekolah yang berlaku tanpa
harus membuat program khusus untuk menambah jam pembelajaran.
Namun Pembinaan Pendidiksn karakter Kerja merupakan bagian penyiapan
kompetensi Kerja secara utuh dan menyeluruh.

4. Prinsip 4 – Partisipatif.
Proses pelibatan para pihak dan komponen pendukung yakni dilakukan
dengan mengikutsertakan dan melibatkan publik seluas-luasnya sebagai
pemangku kepentingan pendidikan menjadi pelaksana. Kepala sekolah,
pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, dan pihak-pihak lain yang
terkait dari kalangan masyarakat luas dapat menyepakati prioritas nilai-
nilai utama karakter dan kekhasan sekolah yang diperjuangkan dalam
pengembangan karakter Siswa SMK, untuk selanjutnya menyepakati bentuk
dan strategi pelaksanaan, bahkan dukungan pembiayaan.

5. Prinsip 5 – Kearifan Lokal.


Pentingnya melihat dan memaksimal keunggulan serta potensi dengan
bertumpu dan responsif pada kearifan lokal nusantara yang demikian
beragam dan majemuk agar kontekstual dan membumi. Program
pengembangan ini harus bisa mengembangkan dan memperkuat kearifan
lokal nusantara agar dapat berkembang dan berdaulat sehingga dapat
memberi indentitas dan jati diri peserta didik sebagai bangsa Indonesia.
Budaya setempat yang menjadi keunggulan di daerah dapat dimenfaatkan
secara maksimal untuk memberikan ciri khusus penyelenggaraan untuk
pencapaian tujuan universal.

6. Prinsip 6 – Kecakapan Abad 21.


Program pendidikan karakter kerja Siswa SMK ini juga mengembangkan
kecakapan-kecakapan yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk hidup
pada abad 21 (21st century skills), antara lain kecakapan berpikir kritis
(critical thinking), berpikir kreatif (creative thinking), kecakapan
berkomunikasi (communication skill), termasuk penguasaan bahasa
internasional, dan kerjasama dalam pembelajaran (collaborative learning).
Kecakapan-kecakapan tersebut dieksplorasi dalam pelatihan dan
implementasi, sehingga Siswa SMK lebih siap menghadapi perkembangan
dan menjadi berdaya saing sebagai pribadi yang unggul.

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
8 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

7. Prinsip 7 – Adil dan Inklusif.


Prinsip ini dikembangkan dan dilaksanakan berdasarkan prinsip keadilan,
non-diskriminasi, non-sektarian, menghargai kebinekaan dan perbedaan
(inklusif), dan menjunjung harkat dan martabat manusia.

8. Prinsip 8 – Selaras dengan Perkembangan Siswa.


Harus terwujud keselarasan antara kebutuhan dengan tuntutan
perkembangan Siswa, baik perkembangan biologis, psikologis, maupun
sosial, agar tingkat kecocokan dan keberterimaannya tinggi dan maksimal.
Dalam hubungan ini kebutuhan-kebutuhan perkembangan peserta didik
perlu memperoleh perhatian intensif.

9. Prinsip 9 – Terukur.
Berlandaskan prinsip keterukuran agar dapat diamati dan diketahui proses
dan hasilnya secara objektif. Dalam hubungan ini komunitas sekolah
mendeskripsikan nilai-nilai utama karakter yang menjadi prioritas
pengembangan di sekolah dalam sebuah sikap dan perilaku yang dapat
diamati dan diukur secara objektif; mengembangkan program-program
penguatan nilai-nilai karakter bangsa yang mungkin dilaksanakan dan
dicapai oleh sekolah; dan mengerahkan sumber daya yang dapat disediakan
oleh sekolah dan pemangku kepentingan pendidikan.

B. Karakter Rohani Siswa SMK


Rohani dalam arti lain sebagai Religi terdiri dari beberapa dimensi,
yakni: (1) dimensi kredial atau keimanan, (2) dimensi ritual atau peribadatan,
dan (3) dimensi moral atau akhlak. Kemudian dalam UUD 1945 (hasil
amandemen) dan Undang-Undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional terdapat juga karakter takwa. Selain itu, khusus bagi
pelajar yang beragama Islam, perlu juga ditambahkan kemampuan siswa
dalam membaca Al-Quran. Jadi, kajian karakter religius yang perlu
dikembangkan di sekolah harus mencakup keempat karakter tersebut
ditambah karakter trampil membaca Al-Quran bagi siswa muslim.
1. Karakter Kredial atau Keimanan.
Karakter ini berkaitan dengan kepercayaan manusia akan adanya Tuhan
Yang Maha Esa. Sesuai dengan sila pertama Pancasila, maka para pelajar
Indonesia harus beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Karakter ini
merupakan karakter inti yang paling sulit untuk ditanamkan tapi perlu dan
harus ditanamkan. Mengapa sulit, karena menyangkut dimensi hati
(kepercayaan), yakni bagaimana agar hati para peserta didik dapat
mempercayai keberadaan Tuhan Yang Maha Esa. Sulitnya membina dimensi

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 9
PEMBINAAN KEROHANIAN

hati ini karena ada manusia-manusia yang cuek atau acuh tak acuh terhadap
keberadaan Tuhan, ada juga manusia-manusia yang tidak percaya akan
adanya Tuhan Yang Maha Esa, bahkan ada juga manusia-manusia yang
berani menantang Tuhan.
2. Karakter Ritual atau Ibadah.
Karakter ini berkaitan dengan ritual-ritual atau ibadah-ibadah yang
perlu dilakukan oleh umat beragama untuk menyembah Tuhan Yang Maha
Esa. Bentuk ibadah yang paling pokok dan ada pada semua agama adalah
sembahyang, berdo`a, dan berpuasa. Ibadah dan do`a ada yang ditentukan
waktunya dan ada juga yang tidak ditentukan waktunya. Maksudnya bisa
dilakukan kapan saja tergantung keperluan penganut agama.
Dalam konteks yang lebih implementatif, karakter ritual atau
peribadatan secara umum dapat diaplikasikan kepada hal yang banyak
dirasakan oleh manusia. Contohnya adalah dengan melakukan pekerjaan
atau bekerja. Setiap orang yang bekerja pada hakikatnya adalah
melaksanakan salah satu pertintah Tuhan dengan sungguh-sungguh agar
dapat memperoleh imbalan sesuai dengan yang diharapkan, baik itu
imbalan duniawi berupa gaji/honor atau penghasilan lainnya, maupun
imbalan yang bersifat ukhrawi sebagai bekal bagi kehidupan di masa datang
sesudah kematian. Ketika memulai bekerja kita diharuskan berdoa, dalam
prosesnya kita tetap memperhitungkan banyak hal seperti etika
berkomunikasi, berdiskusi, berdebat, dan lain sebagainya. Secara eksplisit
semua menyadari akan eksistensi Tuhan yang telah memberikan
pengaturan dan bimbinganNYA dalam pelaksanaan ibadah melalui
penuntasan tanggungjawab pekerjaan masing-masing.
Secara lahiriah mengenai nilai relasi antara Tuhan dengan hambanya
akan dapat terlihat dari perilaku dan kebiasaan manusia sehari-hari. Karena
menyadari bahwa Tuhan sedang melihat dan memantau seluruh aktifitias
kehidupannya, maka manusia akan selalu berusaha untuk tidak menentang
aturan dan perintah-NYA. Sehingga pada akhirnya akan dipahami dan
bahkan diyakini bahwa melakukan tanggungjawab adalah ibadah yang
sejati. Memberi perhatian kepada sesama dan memanusiakan manusia
adalah wujud dari ibadah. Beribadah adalah menjalankan perintahNya
untuk memikul tanggungawab pribadi dan sosial sebagai wujud
penyembahan kepada Alloh. Memberi perhatian kepada yang kecil dan
lemah, mendahulukan yang tua dan layak mendapat penghormatan juga
merupakan ibadah. Sikap menjauhkan diri dari keserakahan, pementingan
diri sendiri juga perlu dijauhkan.

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
10 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

3. Karakter Moral atau Akhlak.


Pendidikan tidak hanya memberikan kepada peserta didik
pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter luhur bangsa. Sebagai upaya
mewujudķan hal tersebut, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) mulai mengimplementasikan pendidikan yang
berintegritas dan berkarakter melalui penumbuhan budi pekerti luhur.
Dimana mayoritas pendekatan budi pekerti berequivalensi dengan akhlak.
Karakter atau budi pekerti bukan materi pelajaran, tetapi perbuatan yang
harus ditanamkan dari generasi awal ke generasi berikutnya hingga akhir
zaman. Karakter tidak perlu diajarkan dalam bentuk pembelajaran, karena
terbentuknya karakter adalah perbuatan rutin dan latah dilakukan setiap
hari. Guru tidak perlu mengajarkan dalam kelas secara teoritik karena sudah
masuk dalam pembelajaran semua mata pelajaran dan kehidupan sosial.
Nilai-nilai karakter berdasarkan budaya bangsa Indonesia sepert: religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kretif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu. Semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,
bersahabat/berkomunikasi, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan dan sosial, serta tanggung jawab bisa tertanam dalam jiwa siswa
jika hal itu dibiasakan dalam kehidupan sehingga tumbuh menjadi
kebiasaan.
Mengacu pada ajaran Islam, akhlak mulia terdiri dari akhlak yang baik,
terutama taubat (mengakui dosa-dosa dan bertekad tidak akan mengulangi
lagi dosa), qona`ah (mengurangi watak hewan dalam dirinya, juga merasa
cukup dengan pemberian Allah), `uzlah (siap beramal baik sendirian, walau
orang-orang lain beramal buruk), sabar (memaksa jiwa-raga untuk
beribadah dan menghindari maksiat), dan tawakkal (menyerahkan urusan
kepada Allah dan menerima keputusanNya, walau hasilnya tidak
menyenangkan, dengan keyakinan bahwa keputusan itu justru kebaikan
bagi kita); juga akhlak yang dikenal baik seperti birrul walidain (berbakti
kepada kedua orang tua), berbuat adil, berbuat ihsan (seperti senang
memberi pertolongan), pemaaf, meminta maaf atas kesalahannya,
berterima kasih atas kebaikan orang, toleran, hingga membuang duri yang
membahayakan para pejalan kaki.
Juga menghindari akhlak yang buruk, terutama: takabur (sombong),
ujub (bangga diri), riya (ketinggian derajatnya ingin diakui orang lain, juga
pamer dengan amal baik), dan sum`ah (berusaha agar kebaikan kita
terdengar oleh orang lain). Keempat karakter ini jika dilakukan dapat
menghapus pahala amal-amal baik, bagai api yang membakar habis kayu
kering. Juga menghindari iri dengki, pemarah, bengis, hasud, jail, senang
mengganggu, senang membuat ujaran kebencian, dusta, bicara kasar, dan
intoleransi. Karakter-karakter moral lainnya akan dibahas secara khusus
setelah karakter takwa.

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 11
PEMBINAAN KEROHANIAN

Gambar 3.2 Jiwa Berkarakter Moral/Berbudi Pekerti Mulia

Terakhir adalah bagaimana menanamkan jiwa berkarakter


moral/berbudi pekerti mulia? Beberapa hal yang harus dilaksanakan secara
serentak dan berkoordinasi antara lain melalui:
a. Konsistensi terhadap sistem peraturan dan tata tertib yang berlaku
b. Ketegasan penegak aturan oleh pihak yang berwenang
c. Keteladanan
d. Kesadaran seluruh warga sekolah terhadap implementasi norma
agama, norma sosial, dan kelestarian lingkungan
e. Menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat secara mikro maupun
makro
f. Penanaman akhlaqul karimah dan kaidah kehidupan bermasyarakat
sejak dini
g. Pembiasaan akhlaqul karimah dalam kehidupan rumah, sekolah, dan
masyarakat
h. Melestarikan sikap tolong menolong dan gotong royong
i. Membiasakan sopan santun dalam segala bentuk berkomunikasi dan
bertingkah laku
j. Menghargai dan melestarikan budaya bangsa
k. Mengutamakan musyawarah dalam mencapai mufakat
l. Saling menghargai dan menghormati sesama warga negara.

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
12 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

4. Karakter Takwa.
Karakter ini sering dimaknai takut kepada Allah. Makna ini benar tapi
dalam pembelajaran kurang operasional. Kalau sudah paham makna iman
dan ibadah akan lebih mudah memahami makna takwa. Orang bertakwa
adalah orang beriman yang bersungguh-sungguh menjalankan ibadah
dengan benar dan ikhlas. Level orang bertakwa berada di atas level orang
beriman. Oleh karena itulah orang yang bertakwa dipuji oleh Allah sebagai
orang yang paling mulia di sisiNya. Jika ibadah harus dilakukan dengan
benar dan ikhlas, maka bagi orang yang bertakwa mereka bersungguh-
sungguh dalam ibadahnya dengan benar dan ikhlas.
Orang bertakwa pasti beriman, orang beriman pasti yakin bahwa suatu
hari pasti akan kembali kepada Tuhan, bagimana orang bisa kembali kepada
Tuhan jika tidak kenal dengan Tuhan. Selain kenal dengan Tuhan, orang
bertakwa itu meyakini Hari Akhir karena ia telah beribadah dengan
sungguh-sungguh secara benar dan ikhlas, sehingga ia yakin dapat
memasuki Hari Akhir (yakni mati) dengan selamat, yakni mati yang husnul
khotimah dan dimasukkan ke surgaNya.
Secara umum prinsip yang mendasari bagian ini adalah kemampuan
untuk menanamkan keihklasan atau tanpa pamrih, rela berserah pada
Tuhan, bersungguh-sungguh dalm berbuat kebaikan. Melakukan semua
tanggungjawab semata-mata untuk ibadah dan disertai niat baik. Bila
berbagi benar-benar ikhlas, bukan untuk mencari pujian dan dan
menimbulkan tekanan kepada pihak lain. Bila mempunyai rejeki atau
keberuntungan tidak dinikmati sendiri, namun senantiasa ingat orang lain
yang membutuhkan. Orang yang bertakwa berbuat baik dimana saja dan
kapan saja meski tanpa diawasi dan dituntut untuk suatu penilaian. Berbuat
baik dan benar atas inisiatif sendiri dan mempertimbangkan kepentingan
terbaik bagi sesama dan hidup bersama.

5. Karakter terampil membaca Kitab Suci.


Terampil membaca Kitab Suci merupakan salah satu tujuan pendidikan
agama sejak SD hingga SMP dan SMA/SMK. Keterampilan dasar agama dapat
dipakai salah satu petunjuk baik/buruknya akhlak/karakter peserta didik.
Dalam hal pemenuhan kriteria keberhasilan dalam Pembinaan Pendidikan
karakter Kerja Keterampilan, mambaca Kitab Suci menjadi penting, karena
sebagai orang yang beriman dan bertaqwa, harus senantiasa belajar dan
menekuni perintah Tuhannya agar hidup keberagamaan makin kuat dan
mendasari segala pikir, ucapan dan perilaku. Keterampilan membaca Kitab
Suci dan memahami penerapannya dalam kehidupan akan memperkaya
individu dalam menyiapkan diri menghadapi perkembangan. Dengan
pemahaman yang benar akan ajaran yang tertuang dalam Kitab Suci melalui

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 13
PEMBINAAN KEROHANIAN

kajian-kajian, maka akan menjadikan individu tetap eksis dan update dalam
menghadapi perkembangan zaman.

C. Metode Penerapan Pembinaan Kerohanian


Karakter Kerja SIswa SMK

1. Metode Keteladanan
Dalam Dalam Kamus Besar Indonesia disebutkan, bahwa keteladanan
dasar kata katanya “teladan” yaitu perihal yang dapat ditiru atau dicontoh
(Purwadarminta, 1993, hlm.1036). Oleh karena itu keteladanan adalah hal-
hal yang dapat ditiru dan dicontoh. Dalam bahasa Arab keteladanan
diungkapkan dengan kata “uswaħ”dan “qudwaħ”.Kata “uswaħ”
terbentuk dari huruf-huruf hamzah, as-sin dan al waw. Secara etimologi
setiap kata bahasa Arab yang terbentuk dari ketiga huruf tersebut memiliki
persamaan arti yaitu “pengobatan dan perbaikan” (Armai A., 2002, hlm.117)
Keteladanan dalam pendidikan merupakan bagian dari sejumlah
metode yang paling ampuh dan efektif dalam mempersiapkan dan
membentuk anak secara moral, spiritual, dan sosial. Sebab, seorang
pendidik merupakan contoh ideal dalam pandangan anak, yang tingkah laku
dan sopan santunnya akan ditiru, disadari atau tidak, bahkan semua
keteladanaan itu akan melekat pada diri dan perasaannya, baik dalam
bentuk ucapan, perbuatan, hal yang bersifat material, inderawi, maupun
spritual.
Dari definisi di atas, maka dapat diketahui bahwa metode
keteladanan merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh seseorang
dalam proses pendidikan melalui perbuatan atau tingkah laku yang
patut ditiru (modeling).
Sebagai salah satu referensi, dalam pendidikan Islām konsep
keteladanan yang dapat dijadikan sebagai cermin dan model dalam
pembentukan kepribadian seorang muslim adalah ketauladanan yang
dicontohkan oleh Rasūlullāh. Rasūlullāh mampu mengekspresikan
kebenaran, kebajikan, kelurusan, dan ketinggian pada akhlaknya. Dalam
keadaan seperti sedih, gembira, dan lain-lain yang bersifat fisik, beliau
senantiasa menahan diri. Bila ada hal yang menyenangkan beliau hanya
tersenyum. Bila tertawa, beliau tidak terbahak-bahak. Diceritakan
dari Jabir bin Samurah: “beliau tidak tertawa, kecuali tersenyum.” Jika
menghadapi sesuatu yang menyedihkan, beliau menyembunyikannya
serta menahan amarah. Jika kesedihannya terus bertambah beliau pun
tidak mengubah tabiatnya, yang penuh kemuliaan dan kebajikan (Hasyim,
2004, hlm. 29).

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
14 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

Berkaitan dengan makna keteladanan An-Nahlawi (1996, hlm.


263) mengemukakan bahwa keteladanan mengandung nilai
pendidikan yang teraplikasikan, sehingga keteladanan memiliki azas
pendidikan sebagai berikut:
a. Pendidikan Islām merupakan konsep yang senantiasa menyeru pada
jalan Allāh. Dengan demikian, seorang pendidik dituntut untuk menjadi
teladan dihadapan peserta didik. Karena sedikit banyak peserta didik
akan meniru apa yang dilakukan pendidiknya (guru) sebagaimana
pepatah jawa “guru adalah orang yang digugu dan ditiru”. Sehingga
prilaku ideal yang diharapkan dari setiap peserta didik merupakan
tuntutan realistis yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari
yang bersumber dari Al-Qur'ān dan As-sunnaḥ.
b. Sesungguhnya Islām telah menjadikan kepribadian Rasūlullāh SAW
sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidikan. Islām tidak
menyajikan keteladanan ini untuk menunjukkan kekaguman yang
negatif atau perenungan imajinasi belaka, melainkan Islām
menyajikannya agar manusia menerapkannya pada dirinya.
Demikianlah, keteladanan dalam Islām senantiasa terlihat dan
tergambar jelas sehingga tidak beralih menjadi imajinasi kecintaan
spiritual tanpa dampak yang nyata dalam kehidupan sehari-hari
Dapat disimpulkan bahwa, dalam penerapan pendidikan Islām,
hendaknya mencontoh pribadi Rasūlullāh SAW dan beliau-beliau yang
dianggap representatif. Sebagaimana telah difirmankan dalam Al-Qu'ān:
“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada nabi Ibrahim
dan orang-orang yang bersama dengan beliau” (Al-Mumtaḥanaħ:ayat 4).
Begitupula dengan penganut Agama lain selain Islam. Masing-masing
memiliki acuan perilaku baik untuk diterapkan dalam keseharian. Maka,
pentingnya menjadikan sesorang atau sesuatu untuk dapat dijadikan
teladan sangatlah diharapkan adanya dalam rangka membentuk karakter
kerja yang baik secara ruhaniah.

2. Metode Praktik/Latihan
Pernyataan filosofis bahwa 'kita bisa karena biasa dan biasanya kita
karena dipaksa/terpaksa' sebagai upaya untuk menanamkan kemampuan
melalui proses natau tahapan tertentu dapat diubah kepada 'kita bisa
karena biasa dan biasanya kita karena diajarkan melalui latihan/praktik'.
Dalam proses belajar konsep repetisi atau pengulangan merupakan bagian
dari pemahaman behavioristik yang menginginkan terjadinya pemerolehan
pengetahuan atau kompetensi yang dapat dimaknai oleh setiap individu
pembelajar.

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 15
PEMBINAAN KEROHANIAN

Pengunaan metode dalam kegiatan pembelajaran sangat perlu agar


dapat mempermudah proses pembelajaran sehingga dapat mencapai hasil
yang optimal. Tanpa adanya metode yang jelas, maka proses pembelajaran
tidak akan terarah sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan
sulit tercapai secara optimal. Metode sangat berguna bagi guru dan peserta
didik, dimana bagi guru metode dapat di jadikan pedoman dan acuan
bertindak yang sistematis dalam pelaksanaan pembelajaran, dan bagi
peserta didik dapat mempermudah proses belajar yang pada akhirnya
mereka lebih mudah untuk mampu menyerap materi yang diajarkan oleh
seorang guru serta tetap tertanam dalam diri setaip indvidu peserta didik.
Maka metode praktiklah yang sesuai karena setelah siswa mendapatkan
materi kemudian siswa langsung mempraktikkanya. Dalam konteks ini
metode praktik adalah suatu metode belajar dengan memberikan materi
pendidikan baik menggunakan alat atau benda, seperti diperagakan,
dengan harapan peserta didik menjadi jelas dan mudah sekaligus dapat
mempraktikkan materi yang dimaksudkan. Metode ini memberikan jalan
kepada para peserta didik untuk dapat menerapakan, menguji dan
menyesuaikan teori dengan kondisi sesungguhnya melalui paktik atau
kerja, sehingga dalam kesempatan inilah seluruh peserta didik yang
melaksanakan praktik atau latihan akan mampu mendapatkan pelajaran
yang sangat baik sehinga dapat mengembangkan dan menyempurnakan
keterampilan untuk tujuan yang diperlukan.
Ketuntasan dari beberapa tujuan keterampilan memerlukan latihan
(praktik). Menurut Bulter (1982) praktek yang dilakukan secara kontinuakan
menghasilkan kesempurnaan keterampilan motorik. Siswa melakukan
latihan dengan tugas yang diberikan dengan tujuan untuk mengembangkan
dan mendemonstrasikan keterampilan. Kegiatan praktik memungkinkan
siswa untuk lebih efektif terlibat dalam kegiatan belajar.

3. Metode Pembiasaan
Pembiasaan merupakan salah satu metode pendidikan yang sangat
penting, terutama bagi anak-anak. Mereka belum menyadari apa yang
disebut baik dan buruk dalam arti susila. Mereka juga belum mempunyai
kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti pada orang dewasa.
Sehingga mereka perlu dibiasakan dengan tingkah laku, keterampilan,
kecakapan dan pola pikir tertentu. Anak perlu dibiasakan pada sesuatu yang
baik sercara terus menerus. Lalu mereka akan mengubah seluruh sifat-sifat
baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu
tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa
menemukan banyak kesulitan (Nata, 1997, hlm. 101)

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
16 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

Menurut Arief (2002, hlm.114-115) ada beberapa syarat yang


perlu diperhatikan dalam melakukan metode pembiasaan kepada anak-
anak, yaitu:
a. Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu
mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan
dibiasakan.
b. Pembiasaan itu hendaklah terus-menerus (berulang-ulang) dijalankan
secara tertatur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan uang
otomatis.
c. Pendidikan hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh
terhadap pendiriannya yang telah diambilya. Jangan memberi
kesempatan kepada anak untuk melanggar pembiasaan yang telah
ditetapkan itu.
d. Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistis itu harus makin
menjadi pembiasaan yang disertai kata hati anak sendiri
Pembentukan kebiasaan-kebiasaan tersebut terbentuk melalui
pengulangan dan memperoleh bentuknya yang tetap apabila disertai dengan
kepuasan. Menanamkan kebiasaan itu sulit dan kadang-kadang memerlukan
waktu yang lama. Kesulitan itu disebabkan pada mulanya sesorang atau anak
belum mengenal secara praktis sesuatu yang hendak dibiasakannya, oleh
karena itu pembiasaan hal-hal yang baik perlu dilakukan sedini mungkin
sehingga dewasa nanti hal-hal yang baik telah menjadi kebiasaannya.
Dalam implementasi Pembinaan pendidikan karakter Kerja lulusan SMK,
diperlukan kegiatan kerohanian yang dilaksanakan secara rutin yang dilakukan
di sekolah mapupun di rumah. Untuk kegiatan di sekolah bisa dilakukan secara
bersama-sama dengan peserta didik lainnya dengan keyakinan yang sama,
sedangkan peserta didik dengan keyakinan berbeda dapat melakukan
kegiatan bersama yang sejenis dengan sesama peserta didik yang menganut
keyakinan yang sama. Kegiatan pembiasaan juga dapat dilakukan di rumah
bersama keluarga dengan pemantauan yang dilakukan melalui kerjasama
dengan orangtua/ keluarga. Untuk melakukan pemantauan, sekolah perlu
melakukan kegiatan refleksi secara berkala agar peserta didik dapat
mengungkapkan pengalaman pribadi melakukan aktivitas pembisaan di
bidang kerohanian. Biasanya secara kreatif guru menyiapkan jurnal, portofolio
atau rubrik yang harus diisi dan dilengkapi oleh para peserta didik dalam
rangka mempermudah proses pemantauan serta evaluasinya.
Penerapan Nilai – Nilai Kerohanian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
1) Membina Kerukunan Hidup Diantara Sesama Umat Beragama &
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Manusia selain merupakan
mahluk ciptaan Tuhan juga merupakan mahluk sosial, yang berarti bahwa

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 17
PEMBINAAN KEROHANIAN

manusia memerlukan pergaulan dengan manusia lainnya. Setiap manusia


perlu bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya.
2) Saling tolong menolong. Tidak perlu melakukan permusuhan ataupun
diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda keyakinan
maupun berbeda adat istiadat.
3) Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya
bersikap merendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan
yang secara langsung dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang
dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan
dalih moralitas.
4) Tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak
ukur nilai moralitas bangsa Indonesia. Karena akan terjadi chaos dan timbul
gesekan antar agama.

Renungan:
mungkin lirik lagu berikut dapat menginspirasi.

Lagu Indonesia Tanah Air Beta


Cipt Ismail Marzuki

Bait 2
Sungguh Indah tanah air beta
Tiada bandingnya di dunia
Karya indah Tuhan Maha Kuasa
Bagi bangsa yang memujaNya

Reff:
Indonesia Ibu Pertiwi
Kau kupuja kau kukasihi
Tenaga bahkan pun jiwaku
Kepadamu rela kuberi

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
18 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

D. Implementasi Pembinaan Kerohanian di Sekolah


Implementasi pendidikan karakter Siswa SMK merujuk pada lima nilai
utama yang telah disampaikan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, meliputi; (1) religius; (2) nasionalis; (3) mandiri; (4) gotong
royong; (5) integritas. Secara garis besarnya lima karakter utama inilah yang
menjadi target pembentukan karakter kerja yang diharapkan dapat dimiliki
oleh seluruh Siswa SMK. Sehingga perlu diproyeksikan dengan tepat
mengenai strategi dan teknis pengimplementasiannya di satuan
pendidikan masing-masing. Strategi implementasi di satuan pendidikan
dapat dilakukan melalui kegiatan berikut ini.
1. Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang dilakukan
oleh sekolah secara teratur dan terjadwal, yang wajib diikuti oleh setiap
peserta didik. Program intrakurikuler berisi berbagai kegiatan untuk
meningkatkan Standar Kompetensi Lulusan melalui Kompetensi Dasar
yang harus dimiliki peserta didik yang dilaksanakan sekolah secara terus-
menerus setiap hari sesuai dengan kalender akademik. Dalam program
intrakurikuler, nilai-nilai karakter diintegrasikan pada setiap mata
pelajaran baik teori maupun praktik sebagai bagian penting dalam
pencapaian kompetensi. Dalam proses pembelajaran guru secara terus
menerus dan intensif mengeksplorasi aspek karakter dalam aktivitas
pemahaman teori, sikap dalam praktik dan kaidah-kaidah proses
berproduksi/berkarya.
2. Kegiatan kokurikuler adalah kegiatan pembelajaran yang terkait dan
menunjang kegiatan intrakurikuler, yang dilaksanakan di luar jadwal
intrakurikuler dengan maksud agar peserta didik lebih memahami dan
memperdalam materi intrakurikuler. Kegiatan kokurikuler dapat berupa
penugasan, proyek, ataupun kegiatan pembelajaran lainnya yang
berhubungan dengan materi intrakurikuler yang harus diselesaikan oleh
peserta didik. Dalam penyelesaian tugas maupu pembuatan
karya/proyek, guru secara terus menerus menekankan implementasi
karakter seama proses maupun penyelesaiannya. Penerapan nilai
karakter displin misalnya, tercermin dalam disiplin waktu, disiplin mutu
maupun disiplin prosedur yang disertai dengan kartu/ form kontrol untuk
pelaporan.
3. Kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pengembangan karakter yang
dilaksanakan di luar jam pembelajaran (intrakurikuler). Aktivitas
ekstrakurikuler berfungsi menyalurkan dan mengembangkan minat dan
bakat peserta didik dengan memperhatikan karakteristik peserta didik,
kearifan lokal, dan daya dukung yang tersedia. Kegiatan ekstrakurikuler,
bukan saja merupakan kegiatan kesenangan, namun kegiatan tersebut
dapat memperkuat penggunaan minat dan bakat untuk menghasilkan
karya-karya yang lebih baik.

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 19
PEMBINAAN KEROHANIAN

Beberapa contoh Implementasi di Sekolah:


a) Unit Kegiatan Peserta didik yang menjadi wadah berkumpulnya peserta
didik yang berbeda latar belakang suku, ras, budaya dan agama.
Misalnya saja perkumpulan Siswa Budha, Kristen, Katolik, Protestan,
Islam dan Hindhu.
b) Mentoring semua peserta didik melalui Guru dan Kakak Kelas (tingkat).
c) Jam-jam pembelajaran di buat tidak mengganggu dalam melaksanakan
ibadah.
d) Menyelenggarakan kegiatan perayaan hari-hari besar keagamaan.
e) Bersikapp toleran dengan menjaga kekhidmatan saat pemeluk agama
lain melakukan ibadah.
Beberapa contoh Implementasi di masyarakat
a) Pengadaan pengajian (Islam) atau kebaktian (Kristen/ Katholik) maupun
persembahyangan (Hindu) secara berkala dan berkesinambungan
b) Saling menghormati dan membantu perayaan keagamaan
c) Memberikan kebebasan setiap orang memeluk agama sesuai
kepercayaannya.

E. Karakter Moral Sebagai Landasan Karakter Kerja Siswa SMK


Hampir disepakati bersama bahwa karakter moral merupakan landasan
mendasar dari karakter kerja. Karakter moral yang paling utama dalam
perspektif pembentukan dan pengembangan karakter kerja Siswa SMK yang
disampaikan sebagai bagian dari perspektif pimpinan SMK adalah: (1) religius
(terutama taat beribadah), (2) rendah hati (tidak sombong dan tidak juga
rendah diri), (3) sopan-santun dan hormat (kepada orang tua, guru, tenaga
kependidikan, dan sesama), dan (4) peduli. Kiranya perlu ditambahkan satu
karakter lagi, yakni (5) toleransi. Adapun secara lebih rinci karakter moral yang
dikembangkan di sekolah sebagai berikut.
1. Karakter Religius
Karakter religius yang dimaksudkan oleh pimpinan SMK adalah taat
beribadah. Untuk membina karakter ini pihak sekolah telah membangun
rumah-rumah ibadah seperti masjid, Kapel dan pura. Di semua SMK yang
diteliti di Jawa Barat (Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kota Tasikmalaya),
Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur (Kota Surabaya), dan Sumatera
Utara (Kota Medan) semuanya berdiri masjid. Pada semua SMK di Kota
Denpasar Bali berdiri Pura; sementara di SMKN Bali Mandara Singaraja
didirikan Pura dan Masjid. Rumah-rumah ibadah ini digunakan untuk
pembinaan sembahyang bagi siswa. Masjid-masjid sekolah diramaikan
dengan Shalat Dhuha, Shalat Dzuhur, dan Shalat Ashar secara berjamaah;
juga pengajian-pengajian. Sementara di Pura diramaikan dengan

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
20 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

sembahyang pada pagi hari, siang hari, dan sore hari. Guru-guru pun
memberikan teladan melakukan sembahyang bersama siswa, baik di
masjid, gereja ataupun di pura. Kepala SMK di Denpasar menceritakan, awal
mula dibisaakannya sembahyang di sekolah ini sangat memberatkan
sebagian siswanya.
Dalam upaya menyadarkan siswa untuk merasa ringan menjalankan
sembahyang tiga waktu, Kepala Sekolah di Denpasar menjelaskan dengan
membandingkannya sembahyang pada agama Islam. Siswa! Kata Kepala
Sekolah. Kalian itu hanya sembahyang tiga waktu. Coba bandingkan dengan
agama Islam yang penganutnya menjalankan sembahyang lima waktu.
Masa kalian merasa berat? Dengan penjelasan dan pembisaaan yang terus-
menerus akhirnya siswa pun terbisaa menjalankan sembahyang tiga waktu.
Efek lainnya, terutama dengan dibisaakannya sembahyang pagi di sekolah,
adalah semakin berkurangnya jumlah siswa yang terlambat datang di
sekolah. Bahkan nyaris sudah tidak ada lagi siswa yang terlambat datang.
Pengembangan karakter religius ini sudah bagus, terlebih-lebih untuk
pembisaaan beribadah. Di semua SMK sudah berdiri rumah-rumah ibadah
dan diramaikan dengan sembahyang berjamaah. Tapi alangkah lebih
baiknya jika disertai penyadaran beribadah (bukan sekedar pembisaaan).
Mengapa demikian? Di salah satu SMPN Kota Bandung seorang guru
Pendidikan Agama Islam (PAI) mengadakan studi khusus tentang kesadaran
shalat di kalangan siswanya. Guru ini bertugas di kelas VII. Dia adalah pre-
test. Hasilnya hanya 30% siswa yang bisa mengerjakan shalat (tahu syarat-
rukun shalat, hapal bacaan dan gerakan shalat, serta serasi antara gerakan
dan bacaan shalat). Dia ingin agar seluruh siswa muslim (100%) bisa
mengerjakan shalat. Maka dia fokus pembelajaran agama untuk
mengentaskan agar semua siswa bisa mengerjakan shalat. Ancaman pun
diterapkan, “Siapa saja yang tidak bisa shalat maka tidak akan lulus PAI.
Konsekuensinya tidak akan naik kelas. Di akhir tahun dilakukan post-test.
Hasilnya, 100% siswa bisa mengerjakan shalat. Semua siswa tahu syarat
dan rukun shalat, hapal bacaan dan gerakan shalat, serta serasi antara
gerakan dan bacaan shalatnya. Tahun berikutnya guru PAI itu meminta
Kepala Sekolah menugaskan dirinya di kelas VIII. Maksudnya, dia ingin
menguji kembali apakah seluruh siswa masih bisa mengerjakan shalat?
Hasilnya sangat mengagetkan. Ternyata, setelah libur kenaikan kelas sekitar
satu setengah bulan, hanya 30% siswa yang masih bisa mengejakan shalat.
Sebanyak 70% siswa kembali ke asal (ketika pre-test) yakni tidak bisa
mengerjakan shalat. Ketika ditanya, mengapa hasilnya seperti itu? Guru PAI
menjawab, karena sebanyak 70% siswa itu tidak mengerjakan shalat.
Artinya, penyadaran tentang sembahyang jauh lebih penting. Pembisaaan
sembahyang saja tanpa penyadaran tentang pentingnya sembahyang
kurang bermakna. Atas dasar fakta seperti ini maka pihak sekolah sudah

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 21
PEMBINAAN KEROHANIAN

bagus membangun rumah ibadah. Tapi pimpinan sekolah, mewajibkan


khususnya lagi guru agama, jangan berhenti pada pembisaaan saja,
melainkan perlu dilakukan penyadaran tentang pentingnya sembahyang.

2. Karakter Rendah Hati


Rendah hati, tidak sombong, dan tidak rendah diri. Rendah hati adalah
suatu sikap di mana seorang siswa memiliki kelebihan (cerdas, berbakat,
kaya, keturunan ningrat) namun tidak menonjolkannya di hadapan orang
lain. Sementara sombong merupakan kebalikan dari rendah hati. Siswa yang
sombong ia memiliki kelebihan (cerdas, berbakat, kaya, keturunan ningrat)
lalu ia menonjolkan kelebihannya itu di hadapan orang lain. Pihak sekolah
selalu mengingatkan jika pada siswa ada tanda-tanda kesombongan. Kepala
Sekolah ataupun guru segera mengingatkan dengan penuh kasih sayang
(bahasa santun dan mimik muka yang menyenangkan, bisa diterima oleh
siswa), “Kamu jangan sombong!” “Orang-orang itu tidak suka dengan orang
yang sombong!” Sekolah pun mencegah karakter rendah diri, yakni
menganggap dirinya tidak memiliki kelebihan apa pun, selalu merasa ada
yang kurang dalam dirinya, sehingga tidak berani tampil di hadapan orang
lain. Karakter rendah diri ini menonjol pada siswa yang berasal dari keluarga
kelas bawah dan miskin harta. Upaya menghilangkan karakter ini banyak
diungkapkan oleh SMKN Bali Mandara. Sekolah milik Provinsi Bali ini
memang sengaja didirikan untuk mendidik siswa berbakat dan
berkepribadian dari kalangan keluarga miskin. Seleksinya pun sangat ketat
hingga kunjungan ke rumah-rumah dan coss-check kepada pihak yang
dapat dipercaya. Kendalanya siswa ini di awal-awal masuk sekolah memiliki
karakter rendah diri. Pimpinan sekolah dan para guru bekerja keras untuk
menghilangkan karakter negatif ini. Tapi seiring dengan waktu dan
pembinaan karakter yang intensif siswa pun akhirnya percaya diri. Mereka
rendah hati dan tidak sombong. Rendah hati, atau tawadhu` (Arab) dan
humble (Inggris), adalah suatu sikap di mana seseorang memiliki kelebihan
atas kepemilikan materi, bakat atau kemampuannya namun tidak
menonjolkannya di hadapan orang lain. Kebalikan dari karakter mulia ini
adalah sombong, atau takabur (Arab) dan arrogant (Inggris).
Pengembangan karakter rendah hati, tidak sombong, dan tidak rendah diri
yang dilakukan sekolah ini sudah bagus. Tapi ada juga tindakan-tindakan
sekolah yang terkesan mengembangkan juga karakter rekanan sombong,
yakni bangga diri. Misalnya, bangga dengan citra sekolah, bangga dengan
prestasi-prestasi yang diraih sekolah. Oleh karena itu jika ingin
mengembangkan karakter rendah hati dan tidak sombong yang maksimal
perlu dikembangkan juga karakter-karakter inti yang lebih komprehensif.
Dalam Islam karakter inti orang beriman adalah memiliki jiwa al-faqir.
Maksud al-faqir di sini bukan miskin harta melainkan memiliki rasa hati yang

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
22 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

serba kurang sehingga bersungguh-sungguh memohon pertolongan Tuhan.


Orang yang memiliki jiwa al-faqir merasa dirinya banyak melakukan dosa-
dosa (terutama dosa hati, misal melupai Tuhan) dan kesalahan-kesalahan
(baik kesalahan yang disengaja atau tidak disengaja), sehingga banyak
memohon ampunan (beristighfar) kepada Tuhan, padahal sebenarnya dia
berusaha keras untuk berbuat yang baik dan benar. Para Nabi adalah orang-
orang yang paling memiliki jiwa al-faqir sehingga mereka paling banyak
memohon ampunan Tuhan (ber-istighfar), padahal para Nabi adalah
manusia-manusia suci. Selain itu orang yang memiliki jiwa al-faqir merasa
dirinya paling sedikit mengerjakan ibadahnya, sehingga banyak memohon
ampunan (beristighfar) kepada Tuhan, padahal sebenarnya dia rajin
beribadah. Para Nabi adalah manusia-manusia yang paling rajin dan
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan ibadahnya, tapi mereka merasa
kurang dalam ibadahnya sehingga mereka banyak ber-istighfar. Mengapa
demikian? Karena perspektif Islam Tuhan menyukai orang-orang yang
berjiwa al-faqir. Adapun sub-sub karakter yang perlu dimiliki oleh orang-
orang yang memiliki jiwa al-faqir adalah: taubat, zuhud, uzlah, qona`ah, dan
tawakkal. Sub-sub karakterkarakter inilah yang perlu dikembangkan dalam
pendidikan agama di sekolah. Subkarakter taubat sudah dijelaskan, yakni
sering memohon ampunan Tuhan karena banyaknya melakukan dosa-dosa
dan kesalahan serta kurangnya beribadah. Tuhan menyukai orang-orang
yang bertaubat. Makna zuhud adalah berorientasi akherat. Maksudnya,
segala tindakan yang dilakukan, termasuk belajar dan mengajar, diniati
lillahi Ta`ala (karena Allah dan untuk Allah semata). Dengan niat suci ini
maka tujuantujuan dunia pun akan diberikan juga oleh Tuhan. Siswa yang
zuhud dia akan belajar sungguh-sungguh tapi niatnya lillahi Ta`ala, bukan
mengejar prestasi. Tapi siswa yang berniat demikian oleh Tuhan akan
dijadikan juga orang yang berprestasi. Jadi dia dapat dunia sekaligus
akherat. Makna uzlah adalah siap sendirian melakukan kebaikan walau
dicemooh orang lain. Misal, di saat banyak siswa lain yang menyontek dalam
ujian dia berani berbuat fair (tidak menyontek) walau sendirian, walau
dicemooh juga oleh teman-temannya sebagai siswa sok jujur. Siswa yang
memiliki sub-karakter uzlah tidak peduli dengan ocehan orang lain ketika
dia yakin melakukan kebaikan. Makna qona`ah adalah merasa cukup
dengan pemberian Tuhan. Siswa diberi bekal oleh orang tuanya
(hakekatnya dari Tuhan) sekecil apa pun merasa cukup, tidak mengeluh.
Siswa yang qona`ah dia akan memaanfaatkan sumber belajar (guru-guru,
laboran, buku-buku dan laboratorium) yang ada di sekolah secara maksimal,
tidak mengeluhkan akan kekurangannya. Bukan berarti juga siswa yang
demikian tidak kritis. Dia tetap kritis. Misalnya mengusulkan penambahan
sumber belajar. Tapi ketika penambahan itu belum ada dia qona`ah, yakni
menerima kekurangan sumber belajar dan memanfaatkannya secara

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 23
PEMBINAAN KEROHANIAN

maksimal dengan senang hati. Makna tawakkal adalah mewakilkan


(menyerahkan) urusan yang sudah dikerjakannya secara maksimal kepada
Tuhan. Misal, seorang siswa menghadapi ujian dengan terlebih dahulu
belajar sungguh-sungguh. Setelah ikut ujian dia tidak memikirkan
bagaimsiswaah hasil ujian itu melainkan menyerahkannya kepada Allah.
Jika hasilnya bagus dia bersyukur. Adapun jika hasilnya jelek dia bersabar
dan yakin bahwa Tuhan justru memberikan kebaikan dengan hasil yang
jelek itu. Sebabnya, apa yang dipandang buruk oleh manusia bisa jadi justru
dijadikan kebaikan oleh Tuhan. Lalu dia bangkit untuk mengoreksi
kekurangan dirinya dalam mempersiapkan ujian. Jadi tidak menyalahkan
pihak lain. Tidak menyalahkan guru dengan menuduhnya tidak fair. Orang
yang tawakkal tidak akan menyalahkan siapa pun di luar dirinya, karena dia
yakin bahwa keputusan Tuhan itu adalah kebaikan bagi dirinya. Tentu
menanamkan sub-sub karakter inti ini sangat berat. Tapi dengan
kesungguhan dan metode yang tepat para guru bisa menanamkan karakter-
karakter inti ini. Sombong (takabbur) merupakan karakter inti negatif yang
harus dihilangkan dalam diri siswa. Sombong merupakan karakter iblis yang
harus dihindari oleh manusia yang beriman. Dosa terbesar iblis justru
sombong. Ia merasa dirinya lebih baik daripada Nabi dan Rasul. Ia merasa
lebih mengerti agama daripada Nabi dan Rasul. Padahal Tuhan hanya
memilih Nabi/Rasul-Nya sebagai utusan-utusan Tuhan. Adapun benih benih
kesombongan adalah perasaan dirinya lebih baik daripada orang lain. Bisa
merasa lebih pintar, lebih kuat, lebih hebat, lebih jagoan, lebih taat
beragama, dan perasaanperasaan lebih lainnya. Ciri-ciri lain dari orang
sombong adalah tidak terima dibicarakan kekurangannya, tersinggung
ketika dijelekkan oleh orang lain. Bangkit amarahnya ketika di-bully. Para
Nabi adalah manusia yang paling al-faqir. Mereka dijelek-jelekkan dan
difitnah sebesar apa pun tidak pernah tersingguh dan marah-marah. Tapi
mereka tetap tersenyum mendengarkan fitnahan, karena segala fitnahan
yang menimpa manusia jika dihadapi dengan sikap sabar akan
mendatangkan pahala yang besar dari Tuhan. Tapi para Nabi tetap
meluruskan cara pandang orang-orang yang memfitnahnya. Misal, Nabi
Yusuf difitnah hendak memperkosa Julaiha (istri Menteri saat itu). Nabi
Yusuf tidak marah-marah. Beliau hanya menjawab bahwa apa yang
dituduhkan kepada dirinya itu tidak benar. Ketika Hakim meminta bukti
bahwa dirinya tidak berusaha memperkosa Julaiha, Nabi Yusuf menjawab
bahwa dirinya tidak punya bukti. Sayyidina Ali melaporkan seorang pencuri
kepada Hakim. Ketika Hakim bertanya, siapa saksinya bahwa benda
berharga kamu dicuri? Sayyidina Ali menyebutkan, bahwa barang itu
miliknya tapi saya tidak punya saksi. Akhirnya Hakim membebaskan pencuri
itu dari segala tuduhan. Tapi si pencuri akhirnya kagum dengan sikap tenang
dan rendah hati Sayyidina Ali. Akhirnya dia sadar dan benda berharga itu

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
24 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

dikembalikannya kepada Sayyidina Ali. Karakter inti negatif lainnya yang


mirip dengan sombong adalah ujub (bangga diri). Orang yang ujub dia
kagum dan bangga dengan dirinya, bisa bangga dengan kecantikannya,
bangga dengan kepintarannya, bangga dengan prestasinya, atau bangga
dengan kehebatannya. Sikap ujub ini jika dipelihara bisa berubah juga
menjadi sombong. Seharusnya bukan ujub melainkan bersyukur. Beda
orang yang ujub dengan orang yang bersyukur, orang yang ujub akan
menonjolkan kehebatan dirinya itu untuk kepentingan dunia, misalnya agar
mendapat pujian orang. Adapun orang yang bersyukur dia akan
menggunakan kelebihan dirinya itu untuk lebih banyak melakukan
kebaikan-kebaikan. Misalnya, siswa yang cerdas akan memanfaatkan
kecerdasan dirinya untuk membantu mencerdaskan teman-temannya yang
kurang cerdas dengan niat lillahi Ta`ala (tidak untuk mendapat pujian dari
orang lain, walaupun orang lain tentu akan memberinya juga pujian, tapi dia
tidak terpengaruh oleh pujian itu). Karakter inti negatif lainnya yang mirip
dengan sombong adalah riya (sering dimaknai pamer). Maksudnya pamer
dengan amal saleh dan kebaikan-kebaikannya. Orang yang riya akan
menyebut-nyebut kehebatan dirinya, dan dia berharap agar orang yang
mendengarnya mau mengakui kehebatan dirinya. Bisaanya orang yang riya
itu akan menonjol ketika dia berselisih dengan orang-orang yang pernah dia
bantu. Misalnya, “Kamu berani-beraninya menjelek-jelekkan saya, padahal
kamu dulu dibantu oleh saya!. Dulu kamu dibantu dimasukkan kerja oleh
saya! Dulu kamu dibantu diberi modal oleh saya! Dan seterusnya. Karakter
inti negatif lainnya yang mirip dengan sombong tapi lebih halus adalah
sum`ah (rasa hati bahwa kebaikan dirinya ingin terdengar oleh orang lain).
Misal seseoran yang mengerjakan shalat tahajud sendirian di malam hari
yang sunyi dan gelap gulita di saat semua manusia tidur nyenyak. Kemudian
terbersit dalam hatinya keinginan agar amal salehnya itu (shalat tahajud)
ada yang mengetahuinya. Tapi dia tidak bercerita kalau dirinya pada malam
itu shalat tahajud. Kalau bercerita dia berkarakter riya. Jadi sum`ah saja di
sisi Tuhan sudah buruk, sama dengan buruknya sombong, ujub, dan riya.
Itulah yang dikenal dengan syirik khafiy (syirik yang tersembunyi). Taubat-
taubat terhadap karakter semacam sum`ah inilah yang perlu sering
dilakukan oleh orang-orang yang beriman (Rahmat, M., 2016, 2017).
Menghilangkan karakter-karakter inti negatif ini tentu sangat berat. Tapi
dengan kesungguhan dan metode yang tepat para guru bisa menghilangkan
karakter-karakter inti negatif ini.
3. Karakter Sopan-Santun dan Hormat
Pengembangan karakter sopan-santun dan hormat (kepada orang tua,
guru, tenaga kependidikan, sesama, dan masyarakat). Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) kata sopan berarti: (1) hormat dan takzim (akan,
kpd); tertib menurut adat yang baik. Contoh: “dengan sopan ia

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 25
PEMBINAAN KEROHANIAN

mempersilakan tamunya duduk”, “kepada orang tua kita wajib berlaku


sopan”; (2) beradab (tentang tingkah laku, tutur kata, pakaian dsb); tahu
adat; baik budi bahasanya. Contoh: “ia berlaku amat sopan kepada kedua
orang tuanya”; dan (3) baik kelakuannya (tidak lacur, tidak cabul). Contoh:
“sekarang ini kita sukar untuk membedakan perempuan yang sopan dan
yang lacur”. Sementara kata santun berarti: (1) halus dan baik (budi
bahasanya, tingkah lakunya); sabar dan tenang; sopan; dan (2) penuh rasa
belas kasihan; suka menolong.
Adapun sopan-santun dan hormat kepada orang tua yang perlu
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama: (a). Memuliakan kedua
orang tua; (b). Mendengarkan dengan baik dan penuh perhatian ketika
kedua orang tua berbicara, seperti ketika memberikan perintah, larangan,
atau nasehat; (c). Berbicara kepada kedua orang tua secara sopan dan santun
dan dengan bahasa yang halus. Tidak berbicara kasar dan kurang sopan
kepada mereka. Tidak juga memperlihatkan muka yang kurang
menyenangkan mereka (seperti judes dan bermuka masam); (d). Meminta
izin ketika ada keperluan ke luar rumah di luar jadwal sehari-hari sekolah.
Misal ketika akan mengerjakan tugas bersama, mengikuti kegiatan ekstra
kurikuler, ataupun keperluan lainnya di luar belajar; (e). Meringankan
pekerjaan sehari-hari kedua orang tua di rumah. Misal, merapikan tempat
tidur sendiri. Mencuci dan merapikan pakaian sendiri. Mencuci piring dan
gelas bekas makan dan minum sendiri. Bahkan lebih baik lagi jika
membantu pekerjaan sehari-hari lainnya; (f). Jika kedua orang tua meminta
bantuan secara bersamaan maka dahulukanlah membantu ibu, baru
kemudian membantu ayah. Kecuali jika ibu mengizinkan untuk
mendahulukan membantu ayah; (g). Tidak memerintah kedua orang tua; (h).
Tidak menyusahkan kedua orang tua. Tidak meminta yang orang tua tidak
sanggup memenuhinya. (i). Tidak membantah kedua orang tua. Jika terjadi
perbedaan pendapat dengan kedua orang tua, maka sampaikanlah
argumentasi dengan baik dan sopan.
Sopan-santun dan hormat kepada guru, terutama: (a). Menghormati ibu-
bapak guru; (b). Senyum dan mengucapkan salam dengan penuh
penghormatan jika berjumpa dengan ibu dan bapak guru; (c).
Mendengarkan dan menyimak dengan penuh perhatian, tidak mengobrol
dan berperilaku yang mengganggu belajar, ketika guru sedang
menerangkan pelajaran; (d). Mengerjakan tugas-tugas pelajaran sesuai
waktu yang telah ditetapkan oleh guru. Jika terlambat mengerjakannya
maka segeralah meminta maaf kepada guru disertai janji akan
menyelesaikannya, misal, besok hari; (e). Berbicara kepada ibu dan bapak
guru secara sopan dan santun. Tidak berbicara kasar dan kurang sopan
kepada mereka. Tidak juga memperlihatkan muka yang kurang

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
26 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

menyenangkan mereka (seperti judes (ketus) dan bermuka masam).


Sopan-santun dan hormat kepada tenaga kependidikan sekolah,
terutama: (a). Menghormati ibu-bapak tenaga kependidikan; (b). Senyum
dan mengucapkan salam dengan penuh penghormatan jika berjumpa
dengan ibu dan bapak tenaga kependidikan; (c). Jika ada keperluan maka
berbicaralah kepada ibu dan bapak tenaga kependidikan secara sopan dan
santun.
Sopan-santun dan hormat kepada sesama, terutama: (a). Menghormati
teman sekelas, kakak kelas, dan adik kelas; (b. Senyum dan mengucapkan
salam jika berjumpa dengan sesama teman; (c). Berperilaku yang wajar
(tidak dibuat-buat) dan baik; (d). Tidak mengucapkan kata-kata yang kasar,
tidak sopan, dan mem-bully teman; (e). Membantu teman-teman yang
mendapat kesulitan belajar, tentu semampu masingmasing siswa; (f).
Mengkritik pendapat teman secara sopan dengan argumentasi yang
berbeda; (g). Menjenguk teman yang sakit atau mendapat musibah.

4. Karakter Peduli
Peduli adalah sebuah nilai dasar dan sikap memperhatikan dan
bertindak proaktif terhadap kondisi atau keadaan di sekitar kita. Peduli
adalah sebuah sikap keberpihakan kita untuk melibatkan diri dalam
persoalan, keadaan atau kondisi yang terjadi di sekitar kita. Orang-orang
peduli adalah mereka yang terpanggil melakukan sesuatu dalam rangka
memberi inspirasi, perubahan, kebaikan kepada lingkungan di sekitarnya.
Ketika ia melihat suatu keadaan tertentu, ketika ia menyaksikan kondisi
masyarakat maka dirinya akan tergerak melakukan sesuatu. Apa yang
dilakukan ini diharapkan dapat memperbaiki atau membantu kondisi di
sekitarnya. Sikap peduli adalah sikap keterpanggilan untuk membantu
mereka yang lemah, miskin, membantu mengatasi penderitaan, dan
kesulitan yang dihadapi orang lain. Orang-orang peduli adalah orang-orang
yang tidak bisa tinggal diam menyaksikan penderitaan orang lain. Sikap
peduli adalah sikap yang terpanggil untuk mengajak dan mengingatkan
orangorang kaya yang selama ini lalai terhadap penderitaan orang-orang
miskin yang ada di sekitarnya. Sikap peduli adalah sikap untuk pro aktif
dalam mengatasi masalah-masalah di masyarakat dengan menggunakan
dan memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat. Sikap peduli
adalah sikap kesediaan untuk memberi solusi terhadap persoalan
masyarakat. Agar masyarakat dapat mau berdonasi, agar masyarakat mau
menyumbang, agar masyarakat memilih kerelawanan sehingga mau
membantu kesulitan saudara-saudara kita. Peduli Adalah sikap untuk
memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan, selalu tergerak membantu
kesulitan manusia lainnya. Sikap peduli adalah sikap untuk berusaha

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 27
PEMBINAAN KEROHANIAN

membangkitkan kemandirian yang ada di masyarakat. Orangorang yang


peduli adalah orang-orang yang tidak bisa tinggal diam, melihat kelemahan,
sikap berpangku tangan dan membiarkan keadaan-keadaan yang buruk
terus terjadi di masyarakat. Sikap peduli adalah suatu sikap untuk
senantiasa ikut merasakan penderitaan orang lain, ikut merasakan ketika
penderitaan sebagian masyarakat lain sedang sakit, ikut merasa bersedih
ketika sebagian saudara-saudara kita di timpa musibah bencana, kesulitan
atau ditimpa keadaan-keadaan yang memberatkan dan membangkitkan
rasa kasihan dan iba (Juwaini, A, 2010).
Bentuk kepedulian yang perlu dilakukan oleh siswa, pertama,
kepedulian terhadap kedua orang tua, antara lain: (a). Ketika ibu dan bapak
tampak sedang sibuk seorang siswa menawarkan diri bahwa ia siap
memberikan bantuan. Tanya kepada orang tua, pekerjaan apa yang dapat
dilakukan untuk meringankan beban pekerjaan mereka sehari-hari; (b).
Ketika ibu dan bapak sakit seorang siswa menawarkan diri bahwa ia siap
membantu menemani atau membelikan obat ke apotik. Ketika ibu dan
bapaknya sakit yang berat dan dirawat di rumah sakit seorang pun
menyatakan kesiapannya untuk menunggui mereka di rumah sakit.
Kedua, kepedulian kepada saudara dan teman yang sedang sakit,
terkena musibah, atau sedang menghadapi kesulitan antara lain: (a) Ketika
saudara dan teman sakit menengoknya, mendo`akan kesembuhannya, dan
kalau ada membawakan makanan (sebagaimana umumnya masyarakat
menengok orang yang sakit). Lebih baik lagi jika semacam teman sekelas
mengadakan urunan untuk disumbangkan kepada teman yang sakit.
Demikian juga ketika saudara atau teman terkena musibah adalah
menengoknya, mendo`akan semoga Tuhan meringankan penderitaannya,
dan kalau ada membawakan makanan (sebagaimana umumnya masyarakat
menengok orang yang terkena musibah). Lebih baik lagi jika semacam
teman sekelas mengadakan urunan untuk disumbangkan kepada teman
yang mendapatkan musibah itu; (b) Ketika saudara dan teman menghadapi
kesulitan, bisaanya mereka mengutarakan kesulitan yang dihadapinya.
Kepedulian yang perlu dilakukan adalah mau mendengarkan dengan baik
keluhan yang dihadapi oleh saudara atau teman itu. Kemudian bertanya
solusi apa yang sudah diambil atau sedang dipikirkan oleh saudara atau
teman itu untuk menghilangkan kesulitannya. Kalau punya solusi yang
dirasa lebih baik, bisa juga dengan menawarkan solusi. Tapi sekedar
menawarkan, tidak memaksakan.
Ketiga, kepedulian terhadap kaum yang lemah dan bencana alam,
antara lain: (a) Di hari-hari tertentu, misalnya di hari-hari besar, mendatangi
panti asuhan dengan memberikan sumbangan kelas atau sumbangan
sekolah yang sebelumnya dikumpulkan oleh panitia hari-hari besar atau
OSIS. Bisa juga dalam bentuk survey sosial kelompok-kelompok kecil

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
28 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

dengan memberikan sumbangan sosial alakadarnya kepada anggota


masyarakat yang ditemui paling miskin; (b) Ketika terjadi bencana alam
bisaanya selalu ada pihak-pihak yang dapat dipercaya menghimpun dana.
Siswa melalui OSIS atau panitia khusus dapat mengumpulkan dana
semampu masing-masing kemudian menyumbangkannya via pihak-pihak
yang dapat dipercaya itu.

5. Karakter Toleransi
Konstitusi Negara kita menjamin kebebasan beragama dan
berkeyakinan religius bagi setiap warga negara. Para tokoh bangsa dan
pemuka agama sering mendengungkan perlunya masing-masing warga
untuk menjalankan ajaran agama sesuai dengan keyakinan religiusnya
masing-masing serta menghargai agama dan keyakinan religius yang dianut
oleh warga lainnya. Di dunia persekolahan terminologi kerukunan hidup
beragama ini merupakan salah satu tujuan dan kompetensi inti (KI)
pendidikan. Dalam Kurikulum 2013 (Permendiknas No. 69/2013 tentang
Struktur Kurikulum SMA-MA), juga dalam Struktur Kurikulum SMK, sikap
'toleran dan rukun' tertuang dalam KI-2, yang tentunya wajib
diimplementasikan dalam pembelajaran.
Hubungan antara karakter moral dan karakter kerja dengan
mengadaptasi hirarki nilai dasar, instrumental, dan praksis yang dapat
digambarkan sebagai berikut.

WUJUD KONGKRIT
KARAKTER KERJA
SISWA SMK

KARAKTER
KERJA

KARAKTER
MORAL

Gambar 3.3. Hubungan antara Karakter Moral, Karakter Kerja


dan Wujud Kongkrit Karakter Moral dan Kerja

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 29
PEMBINAAN KEROHANIAN

BAB IV
PENUTUP

Pembinaan aktifitas dan pembinaan kerohanian idealnya dilakukan


secara sinergis, baik oleh guru, perangkat sekolah, masyarakat dan dengan
keterlibatan aktif para siswa. Adanya partisipasi guru-guru yang lain, komite
dan lingkungan merupakan bentuk dukungan penuh terhadap pembinaan
aktivitas keberagamaan. Partisipasi aktif peserta didik juga menjadi bagian
penting pembinaan karena pembinaan yang hanya sekedar formalitas tidak
akan memberikan perubahan besar terhadap perilaku siswa. Pembinaan
aktivitas kerohanian sebagai manifestasi keyakinan terhadap Tuhan YME
seyogyanya mencakup berbagai dimensi keberagamaan, baik pengetahuan,
ideologi, sikap dan ritual, serta komitmen.
Kegiatan keberagamaan merupakan manifestasi dari potensi peserta
didik untuk menyalurkan energi yang bermanfaat dalam bentuk aktivitas yang
membawa pada peningkatan kualitas diri. Hal ini sangat berguna bagi peserta
didik untuk menjalani hidup dan kehidupannya di masa mendatang. Aktivitas
keberagamaan tidak hanya menjadi sarana untuk menghafal tanpa dipikir saja,
melainkan menyentuh berbagai aspek dalam diri peserta didik yang dikaitkan
dengan kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh para guru pembimbingnya
masing-masing. Oleh karena itu, hendaknya aktifitas pembinaan kerohanian
menjadi fondasi penguatan dan pengembangan karakter kerja lulusan SMK
dalam kesehariannya.

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
30 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, S. (2010). “Efektivitas Model pendidikan nilai Lickona dalam


Pembelajaran Karakter di Sekolah Dasar: Berdasarkan Uji Coba
Model di SD Merjosari 3 Malang.” Penelitian Multy Years yang
dibiayai DIKTI.
An-Nahlawi, A. (1996). Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam.
Terjemahan Herry Noer Ali. (II). Bandung: CV Diponegoro.
Asian Centre of Educational Innovation for Development. (1977). The National
Bureau of Curriculum and Textbooks of Pakistan.
Azra, Azyumardi (2002), Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi,
Radikalisme & Pluralisme, Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Baedhowi - Dirjen PMPTK Kementerian Pendidikan nasional. (2010).
“Pembinaan Akhlak dan Karakter Bangsa di Lingkungan Sekolah”.
Makalah yang disampaikan dalam Rapat Kajian “Pembinaan Akhlak
dan Karakter Bangsa di Lingkungan Sekolah” di Gedung Dewan
Pertimbangan Presiden Jl. Veteran III No. 2 Jakarta, tanggan 1
Oktober 2.
BPUPKI (1945). Undang-undang Dasar 1945.
Buchori, Mochtar. (2007). Evaluasi Pendidikan di Indonesia, dari Kweekshool
Sampai ke IKIP:1815-1998. Yogyakarta: Insist Press. Bureau of
Research on International Educational Sistems. (1984). Educational
Sistem of The Islamic Republic of Iran. Teheran: Retrieved from
Ministry of Education.
Direktorat Pembinaan SMP. (2010). Panduan Pendidikan Karakter. Ditjen
Dikdas Kemdikbud.
Dirjen Dikdasmen. (2017). Spektrum Keahlian SMK berdasarkan SK DIRJEN
DIKDASMEN Tanggal 2 September Nomor= 4678/D/KEP/2016.
Ferdiansyah - Wakil Ketua Komisi X DPR RI. (2018). “Lebih dari 65% Lulusan
SMK Bisnis dan Manajemen Menganggur, Ini Alasannya.” Diakses
dari http://www.pikiran-rakyat.com, 6 April 2018.
Firdaus, Endis (2005), Pluralisme Agama: Keniscayaan Bagi Kehidupan Damai
Dunia di Era Global. Jurnal Sosio-Religi, Vol. 1 No. 2, September
2003.
Firdaus, E. & Rahmat, M. (2016). Studi Model Pembinaan Toleransi Beragama
Dalam Pembelajaran PAI Untuk Meningkatkan Kerukunan Hidup
Beragama Bagi Siswa SMA di Kota-Kota Besar dan Multi Etnik.
Artikel Hasil Penelitian, pada LPPM UPI Bandung.
Fraenkel, Jack. R. (1977). How to Teach about Values. San Francisco:

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 31
PEMBINAAN KEROHANIAN

Hasyim, A. (1988). “Pelanggaran Etis oleh Siswa dan Alasan Menghindarinya”.


Tesis S2 pada Program Pascasarjana IKIP Bandung. Herawan, E.,
Kurniady, D. A., & Sururi. (2017). Pendidikan Model Manajemen
Mutu Pendidikan Pada SMK di Kota Bandung. Jurnal Administrasi
Pendidikan, Volume 23(No. 2 Maret 2017), 199–208.
Kemdiknas, B. (2010). Bahan Pelatihan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa.
Kirschenbaum, Robert J. (1992). An Interview with Julian C. Stanley. Gifted
Child Today (GCT). Volume 15 issue 6 (November 1, 1992), p. 34-37.
Doi: 10.1177/107621759201500611.
Lickona, T. (1993). “The Return of Character Education.” Jurnal Education
Leadership, Edisi November 1993. Lickona, T. (2012). Educating for
Character: Mendidik untuk Membentuk Karakter. Penterjemah
Juma Wadu Wamaungu. (U. Wahyuddin & Suryani, Eds.). Jakarta: PT
Bumi Aksara.
Makalah.blogspot (2011). "Nilai Dasar Nilai Instrumental." Diakses dari
http://makalah-download.blogspot.com/2011/10/nilai-dasar-
nilai-instrumentaldan.html.
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter: Solusi yang Tepat untuk
Membangun Bangsa. Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.
Miskawaih, A. A. A. I. (1994). Menuju Kesempurnaan Akhlak: Buku Daras
Pertama tentang Filsafat Islam. Bandung: Mizan.
MPR RI (2000). Undang-undang Dasar 1945 (Hasil Amandemen Keempat).
Mulyana, Rohmat (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: CV
Alfabeta.
Na-Ayudya, O. J. (2008). Model Pembelajaran Nilai-nilai Kemanusiaan Terpadu.
Jakarta: Yayasan Pendidikan Satya Sai Indonesia. Pusat Bahasa.
(2008). Kamus Bahasa Indonesia. Departemen Pendidikan nasional
(Vol. 1). Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan nasional.
al-Qosimi, Muhammad Jamaluddin (1986), Bimbingan untuk Mencapai Tingkat
Mu`min, Ringkasan Ihya `Ulumiddin Al-Ghazali. Terjemahan.
Bandung: CV Diponegoro.
Rahmat, Munawar (2010). "Implikasi Konsep Insan Kamil dalam Pendidikan
Umum di Pondok Sufi Pomosda." Disertasi pada Program Studi
Pendidikan Umum Sekolah Pascasarjana. Universitas Pendidikan
Indonesia.
Rahmat, Munawar (2016). Pendidikan Insan Kamil. Bandung: Celtics Press
bekerja sama dengan DPP Asosiasi Dosen Pendidikan Agama Islam
Indonesia (DPP ADPISI).

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
32 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

Rahmat, Munawar (2017). Filsafat Akhlak - Mengkaji Ontologi Akhlak Mulia


dengan Epistimologi Qurani. Bandung: Celtics Press bekerja sama
dengan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islam FPIPS UPI.
Rizal, A. Syamsu & Rahmat, Munawar (2016). Religiusitas dan Toleransi
Beragama Kaum Remaja Awal. Artikel untuk Jurnal. Rokeach, Milton
(1973). The Nature of Human Values. New York: Free Press. Sanusi,
A. (2004). Keteraturan, Kompleksitas, Kesemrawutan, RLS dan
Implikasinya untuk Belajar. Bandung:
Sauri, S., & Nurdin, D. (2010). "Pendidikan Model Pendidikan Nilai Berbasis
Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat." Laporan Penelitian Hibah
Penelitian Tim Pascasarjana-HPTP (Hibah Pasca). Dibiayai Ditjen
Dikti Depdiknas. Bandung: UPI.
Setiawatty, T. (2011). Manajemen Sekolah Menengah Kejuruan yang Efektif.
Disertasi S3 pada UNY Yogyakarta. Somad, M. Abdul & Rahmat,
Munawar (2017). Model Pendidikan Moral 3in1 Lickona di Sekolah.
Artikel untuk Jurnal.
Somantri, M. N. (2001). Menggagas pembaharuan pendidikan IPS. Bandung:
Remaja Rosdakarya. Bandung: Rosdakarya.
Sumber: https://www.sekolahdasar.net/2016/01/karakter-moral-atau-budi-
pekerti.html
Supriadi, Dedi (1994). Kreativitas, Kebudayaan dan Perkembangan Iptek.
Bandung: Alfabeta.
Suriasumantri, J. S. (1990). Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia. Surya,
Moh. (1979). “Pengaruh Faktor-Faktor Non Intelektual Terhadap
Gejala Berprestasi Kurang”. Disertasi pada Sekolah Pascasarjana
IKIP Bandung.
Tilaar, R. (1999). Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Idonesia.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Undang-Undang No. 20 Tahun
2 0 0 3 Te n t a n g S i s t e m Pe n d i d i k a n n a s i o n a l . We b s i t e
hype.idntimes.com. (2015). “Inilah 15 SMK Terbaik di Indonesia
Tahun 2015! Apa Sekolahmu Salah Satunya?” Diakses dari
https://hype.idntimes.com, 20 April 2018.
Uwaini, Ahmad (2010). "Peduali Adalah ..." Diakses dari
h t t p s : / /n a s i o n a l . ko m p a s . co m /re a d /
2010/08/24/01134533/Peduli.Adalah. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI).
Winataputra, Udin. S. (2006). Demokrasi dan Pendidikan Demokrasi. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan dan
Ketenagaan Perguruan Tinggi Ditjen DIKTI Departemen Pendidikan
Nasional. YBHI (2005, 2018). "Peta Ketrampilan Membaca Al-Quran
Siswa SD, SMP, SMA/SMK, dan Siswa Tingkat Pertama." Bandung:

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 33
PEMBINAAN KEROHANIAN

Yayasan Baitul Hikmah Indonesia.


Zamroni (2001). Pendidikan untuk Demokrasi Tantangan Menuju Civil Society.
Yogyakarta: Bigraf Publishing.
Zohar, D., & Marshall, I. (2000). SC: Spiritual Intelligence. Terjemahan. Bandung:
Mizan.
Sumber: https://www.sekolahdasar.net/2016/01/karakter-moral-atau-budi-
pekerti.html

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
34 2020
PEMBINAAN KEROHANIAN

LEMBAR KERJA 1
Menganalisis kebutuhan pengembangan pendidikan kerohanian ke dalam
program kerja berkelanjutan (Lk1)
Diskusikan dan Kerjakan secara berkelompok sesuai dengan arahan fasilitator
1) Gunakan Analisis S-W-O-T untuk melakukan analisis kebutuhan
pengembangan pendidikan kerohanian ke dalam program kerja
berkelanjutan
2) Tuliskan daftar kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung terhadap
program penidikan karakter kerohanian

LEMBAR KERJA 2
Menerapkan karakter spirtualitas kerohanian ke dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. (Lk2)
a. Buatlah daftar aktifitas kemasyarakatan yang berdasarkan niliai-nilai
kerohanian dan kebertuhanan yang secara umum berlangsung di
masyarakat Indonesia yang diketahui.
b. Buatlah rancangan program untuk:
(1) Penerapan Karakter Kerohanian di lingkungan Sekolah
(2) Penerapan Karakter Kerohanian di lingkungan Masyarakat sekitar

LEMBAR KERJA 3
Mengembangkan program kerja kegiatan kerohanian berdasarkan karakteristik
sekolah. (Lk3)
Dikerjakan secara berkelompok sesuai dengan arahan fasilitator
Buatlah program kerja kegiatan kerohanian sesuai dengan karakteristik dan
atau ke-khas-an yang dimiliki oleh sekolah dengan mempertimbangkan
keragaman masyarakat yang ada dalam hal keyakinan bergamanya sesuai
dengan nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha ESa

DIREKTORAT SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN


DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN VOKASI
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
2020 35
Untuk kritik dan saran yang membangun,
hubungi kami di ;
Email : pesertadidiksmk@kemdikbud.go.id
No. Hp : 08222 - 1001 - 0016 (Bagian Peserta Didik)

Anda mungkin juga menyukai