Anda di halaman 1dari 28

ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas pada mata Keperawatan Anak 2


dosen pengampu Hj. Imas Tjutju, S.Pd., M.M
Oleh :
Agung Miftahrudin (218086)
Anita Hidayat Putri (218088)
Aprilia Sucianti (218091)
Hendi Wardni (217111)
Nadia Khofifah (218108)
Tasya Tasharofa (218122)
Verawati Sanjaya (218124)
Winia Noviyanti (218126)

PROGRAM STUDI S1-3C KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta
kasih sayang dan karunia-Nya yang telah diberikan kepada seluruh ciptaan- Nya,
shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW.
Alhamdulillah berkat kemudahan yang diberikan Allah SWT, kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Adapun tujuan dari Penyusunan makalah ini adalah sebagai salah satu
tugas mata ajar Keperawatan Anak. Dalam Penyusunan makalah ini, kami banyak
mengalami kesulitan dan hambatan, hal ini disebabkan oleh keterbatasan ilmu
pengetahuan yang kami miliki.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya,
dan bagi pembaca pada umumnya, Aamiin. Kami sebagai penyusun sangat
menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan
saran yang ditujukan untuk membangun.

Bandung, 27 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN
KATA PENGANTAR...................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan...................................................................................................2
1.3 Manfaat Penulisan.................................................................................................2
1.4 Sumber Data...........................................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORI........................................................................................4
2.1 Pengertian...............................................................................................................4
2.2 Etiologi....................................................................................................................4
2.3. Klasifikasi Epilepsi................................................................................................5
2.4. Patofisiologi............................................................................................................6
2.5 Manifestasi klinik..................................................................................................7
2.6 Penatalaksanaan....................................................................................................8
2. 7 Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................................12
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.....................................................................14
3.1 Pengkajian............................................................................................................14
3.2 Diagnosa Keperawatan........................................................................................17
3.3 Intervensi Keperawatan.......................................................................................17
3.4 Pelaksanaan..........................................................................................................21
3.5 Evaluasi.................................................................................................................21
BAB IV PENUTUP....................................................................................................22
4.1 KESIMPULAN....................................................................................................22
4.2 SARAN..................................................................................................................23
DAPTAR PUSTAKA..................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak merupakan hal yang penting artinya bagi sebuah keluarga. Selain
sebagai penerus keturunan, anak pada akhirnya juga sebagai generasi penerus
bangsa. Oleh karena itu tidak satupun orang tua yang menginginkan anaknya jatuh
sakit, lebih-lebih bila anaknya mengalami kejang demam.
Epilepsi merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering dijumpai
pada anak. Bangkitan kejang ini terjadi karena adanya kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38oC) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium. Penyebab demam
terbanyak adalah infeksi saluran pernapasan bagian atas disusul infeksi saluran
pencernaan. (Ngastiyah, 2002; 229).
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 5
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun
pernah menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada
laki-laki daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita
didapatkan maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki. (ME.
Sumijati, 2000;72-73)
Bangkitan kejang berulang atau kejang yang lama akan mengakibatkan
kerusakan sel-sel otak kurang menyenangkan di kemudian hari, terutama adanya
cacat baik secara fisik, mental atau sosial yang mengganggu pertumbuhan dan
perkembangan anak. (Iskandar Wahidiyah, 2001 : 858) .
Epilepsi merupakan kedaruratan medis yang memerlukan pertolongan
segera. Diagnosa secara dini serta pengelolaan yang tepat sangat diperlukan untuk
menghindari cacat yang lebih parah, yang diakibatkan bangkitan kejang yang
sering. Untuk itu tenaga perawat/paramedis dituntut untuk berperan aktif dalam
mengatasi keadaan tersebut serta mampu memberikan asuhan keperawatan kepada
keluarga dan penderita, yang meliputi aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif secara terpadu dan berkesinambungan serta memandang klien sebagai

1
satu kesatuan yang utuh secara bio-psiko-sosial-spiritual. Prioritas asuhan
keperawatan pada Epilepsi adalah : Mencegah/mengendalikan aktivitas kejang,
melindungi pasien dari trauma, mempertahankan jalan napas, meningkatkan harga
diri yang positif, memberikan informasi kepada keluarga tentang proses penyakit,
prognosis dan kebutuhan penanganannya. (I Made Kariasa, 2000; 262).

1.2 Tujuan Penulisan


1.1.1. Tujuan Umum
Untuk menegetahui Asuhan Keperawatan pada kasus Epilepsi di
Ruang Anak RSUD Jend. A.Yani Metro.
1.1.2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian yaitu mengumpulkan data subyektif
dan data obyektif pada pasien dengan Epilepsi.
b. Mampu menganalisa data yang diperoleh
c. Mampu merumuskan diagnosa Keperawatan pada pasien dengan
Epilepsi
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
rencana yang ditentukan.
e. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan

1.3 Manfaat Penulisan

a. Hasil analisis ini diharapkan bermanfaat sebagai informasi dan


pengetahuan khususnya untuk pasien Epilepsi dan keluarganya
sehingga diharapkan agar keluarga dapat lebih meningkatkan
kewaspadaan terhadap tanda dan gejala yang terjadi.
b. Hasil analisis ini diharapkan sebagai bahan masukan, acuan dan
pertimbangan bagi profesi keperawatan untuk lebih meningkatkan
edukasi dalam menangani pasien Epilepsi pada saat memberikan
pengobatan.

2
1.4 Sumber Data
1.4.1. Data primer
Didapatkan melalui wawancara dan observasi terhadap pasien dan
keluarga
1.4.2. Data sekunder
Data sekunder didapatkan melalui : Catatan medik dan catatan
perawatan, Hasil-hasil perawatan yang menunjang, Catatan tenaga
kesehatan lain yang terkait.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang
berulang akibatlepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel.
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala
yang datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas
muatan listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan
berbagai etiologi .
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi
dengan ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan
listrik neron-neron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik.
Epilepsi dapat menyerang anak-anak, orang dewasa, para orang tua bahkan
bayi yang baru lahir (Utopias,2008).

2.2 Etiologi
Penyebab pada kejang epilepsi sebagian besar belum diketahui (Idiopatik)
Sering terjadi pada:
1.Trauma lahir, Asphyxia neonatorum
2.Cedera Kepala, Infeksi sistem syaraf
3.Keracunan CO, intoksikasi obat/alkohol
4.Demam, ganguan metabolik (hipoglikemia, hipokalsemia, hiponatremia)
5.Tumor Otak
6. Kelainan pembuluh darah

Faktor etiologi berpengaruh terhadap penentuan prognosis. Penyebab utama,


ialah epilepsi idopatik, remote symptomatic epilepsy (RSE), epilepsi simtomatik
akut, dan epilepsi pada anak-anak yang didasari oleh kerusakan otak pada saat
peri- atau antenatal. Dalam klasifikasi tersebut ada dua jenis epilepsi menonjol,

4
ialah epilepsi idiopatik dan RSE. Dari kedua tersebut terdapat banyak etiologi dan
sindrom yang berbeda, masing-masing dengan prognosis yang baik dan yang
buruk.
Epilepsi simtomatik yang didasari oleh kerusakan jaringan otak yang
tampak jelas pada CT scan atau magnetic resonance imaging (MRI) maupun
kerusakan otak yang tak jelas tetapi dilatarbelakangi oleh masalah antenatal atau
perinatal dengan defisit neurologik yang jelas. Sementara itu, dipandang dari
kemungkinan terjadinya bangkitan ulang pasca-awitan, definisi neurologik dalam
kaitannya dengan umur saat awitan mempunyai nilai prediksi sebagai berikut:
Apabila pada saat lahir telah terjadi defisit neurologik maka dalam waktu 12
bulan pertama seluruh kasus akan mengalami bangkitan ulang, Apabila defisit
neurologik terjadi pada saat pascalahir maka resiko terjadinya bangkitan ulang
adalah 75% pada 12 bulan pertama dan 85% dalam 36 bulan pertama. Kecuali itu,
bangkitan pertama yang terjadi pada saat terkena gangguan otak akut akan
mempunyai resiko 40% dalam 12 bulan pertama dan 36 bulan pertama untuk
terjadinya bangkitan ulang. Secara keseluruhan resiko untuk terjadinya bangkitan
ulang tidak konstan. Sebagian besar kasus menunjukan bangkitan ulang dalam
waktu 6 bulan pertama. (Tarwoto,2007)

2.3. Klasifikasi Epilepsi


1. Epilepsi Grand Mal
Epilepsi grand mal ditandai dengan timbulnya lepas muatan listrik yang
berlebihan dari neuron diseluruh area otak-di korteks, di bagian dalam
serebrum, dan bahkan di batang otak dan talamus. Kejang grand mal
berlangsung selama 3 atau 4 menit.
2. Epilepsi Petit Mal
Epilepsi ini biasanya ditandai dengan timbulnya keadaan tidak sadar atau
penurunan kesadaran selama 3 sampai 30 detik, di mana selama waktu
serangan ini penderita merasakan beberapa kontraksi otot seperti sentakan
(twitch- like),biasanya di daerah kepala, terutama pengedipan mata.
3. Epilepsi Fokal

5
Epilepsi fokal dapat melibatkan hampir setiap bagian otak, baik regoi
setempat pada korteks serebri atau struktur-struktur yang lebih dalam pada
serebrum dan batang otak. Epilepsi fokal disebabkan oleh resi organik
setempat atau adanya kelainan fungsional. (Tarwoto,2007).
2.4. Patofisiologi

Durasi pendek Durasi pendek


< 15 menit < 15 menit

Hiperkapni Hipoksemia Denyut jantung meningkat

Kerusakan Neuron otak


Demam Meningkat

Gangguan saraf otonom


Takikardi
Dx : tidak efektif
termoregulasi Dx : jalan nafas tidak efektif
peningkatan suhu

O2 Menurun
Dispnea
Gangguan keseimbangan membran sel neuron
Kebutuhan O2 Meningkat

Disfusi Na+& K+ Berlebilahan Kesadaran menurun

Pelepasan muatan listrik semakin meluas ke


seluruh sel maupun membran sel disekitarnya Dx : gangguan perfusi jaringan
dengan bantuan neorotransiter
Dx : Resiko Cidera
Kejang
Umum

Parsial
Mioklonik
Atonik
tonik

Sederhana Komplek
klonik Tonik-klonik

6
Otak merupakan pusat penerima pesan (impuls sensorik) dan sekaligus
merupakan pusat pengirim pesan (impuls motorik). Otak ialah rangkaian berjuta-
juta neuron. Pada hakekatnya tugas neron ialah menyalurkan dan mengolah
aktivitas listrik saraf yang berhubungan satu dengan yang lain melalui sinaps.
Dalam sinaps terdapat zat yang dinamakan nerotransmiter. Acetylcholine
dan norepinerprine ialah neurotranmiter eksitatif, sedangkan zat lain yakni GABA
(gama-amino-butiric-acid) bersifat inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik
sarafi dalam sinaps. Bangkitan epilepsi dicetuskan oleh suatu sumber gaya listrik
saraf di otak yang dinamakan fokus epileptogen. Dari fokus ini aktivitas listrik
akan menyebar melalui sinaps dan dendrit ke neron-neron di sekitarnya dan
demikian seterusnya sehingga seluruh belahan hemisfer otak dapat mengalami
muatan listrik berlebih (depolarisasi). Pada keadaan demikian akan terlihat kejang
yang mula-mula setempat selanjutnya akan menyebar kebagian tubuh/anggota
gerak yang lain pada satu sisi tanpa disertai hilangnya kesadaran.
Dari belahan hemisfer yang mengalami depolarisasi, aktivitas listrik dapat
merangsang substansia retikularis dan inti pada talamus yang selanjutnya akan
menyebarkan impuls-impuls ke belahan otak yang lain dan dengan demikian akan
terlihat manifestasi kejang umum yang disertai penurunan kesadaran.
(Hidayat,2009).
2.5 Manifestasi klinik
1. Klinik dapat berupa kejang-kejang, gangguan kesadaran atau gangguan
penginderaan.
2. Kelainan gambaran EEG
3. Tergantung lokasi dan sifat Fokus Epileptogen
4. Dapat mengalami Aura yaitu suatu sensasi tanda sebelum kejang epileptik
(Aura dapat berupa perasaan tidak enak, melihat sesuatu, men cium bau-
bauan tak enak, mendengar suara gemuruh, mengecap sesuatu, sakit kepala
dan sebagainya). (Hidayat,2009).

7
2.6 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan adalah mencegah timbulnya sawan tanpa mengganggu
kapasitas dan intelek pasien. Pengobatan epilepsi meliputi pengobatan
medikamentosa dan pengobatan psikososial.
1) Pengobatan medikamentosa
Pada epilepsi yang simtomatis di mana sawan yang timbul adalah
manifestasi penyebabnya seperti tumor otak, radang otak, gangguan
metabolic, mka di samping pemberian obat anti-epilepsi diperlukan pula
terapi kausal. Beberapa prinsip dasar yang perlu dipertimbangkan:
a. Pada sawan yang sangat jarang dan dapat dihilangkan factor
pencetusnya, pemberian obat harus dipertimbangkan.
b. Pengobatan diberikan setelah diagnosis ditegakkan; ini berarti pasien
mengalami lebih dari dua kali sawan yang sama.
c. Obat yang diberikan sisesuaikan dengan jenis sawan.
d. Sebaiknya menggunakan monoterapi karena dengan cara ini
toksisitas akan berkurang, mempermudah pemantauan, dan
menghindari interaksi obat.
e. Dosis obat disesuaikan secara individual.
f. Evaluasi hasilnya, bila gagal dalam pengobatan, cari penyebabnya:
- Salah etiologi: kelaianan metabolisme, neoplasma yang tidak
terdeteksi, adanya penyakit degenerates susunan saraf pusat.
- Pemberian obat antiepilepsi yang tepat.
- Kurang penerangan: menelan obat tidak teratur.
- Faktor emosional sebagai pencetus.
- Termasuk intractable epilepsi.
g. Pengobatan dihentikan setelah sawan hilang selama minimal 2 – 3
tahun. Pengobatan dihentikan secara berangsur dengan menurunkan
dosisnya.
h. Jenis obat yang sering digunakan, yaitu:
- Phenobarbital (luminal).
Paling seringdipergunakan, murahharganya, toksisitasrendah.

8
- Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan
phenyletylmalonamid.
- Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai
ialah PH. Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus
temporalis, takberhasiatterhadap petit mal, efek samping yang
dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan gangguan
darah.
- Carbamazine (tegretol).
Mempunyaikhasiatpsikotropikyangmungkindisebabkanpengontrol
anbangkitanepilepsiitusendiriataumungkinjugacarbamazinemema
ngmempunyaiefekpsikotropik.Sifat ini menguntungkan penderita
epilepsi lobus temporalis yang sering disertai gangguan
tingkahlaku.Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus,
vertigo, disartri, ataxia, depresi sumsum tulang dan
gangguanfungsi hati.
- Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung
(status konvulsi.).Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan
karena penyerapannya lambat. Sebaiknyadiberikani.v.atau intra
rektal.
- Nitrazepam (inogadon).
Terutamadipakaiuntukspasmeinfantildanbangkitanmioklonus.
- Ethosuximide (zarontine).
Merupakanobatpilihanpertamauntukepilepsi petit mal
- Na-valproat (dopakene)
obat pilihan kedua pada petit mal
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.
- Acetazolamide (diamox).

9
Kadang-
kadangdipakaisebagaiobattambahandalampengobatanepilepsi.Zat
ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak
menurun, influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam
keadaan hiperpolarisasi.
- ACTH
Sering kali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme
infantil. (Hidayat,2009)

2) Pengobatan Psikososial.
            Pasien diberikan penerangan bahwa dengan pengobatan yang optimal
sebagian besar akan terbebas dari sawan. Pasien harus patuh dalam
menjalani pengobatannya sehingga dapat bebas dari sawan dan dapat
belajar, bekerja dan bermasyarkat secara normal.
3) Penatalaksanaan status epileptikus
a) Lima menit pertama
- Pastikan diagnosis dengan observasi aktivitas serangan atau satu serangan
berikutnya.
- Beri oksigen lewat kanul nasal atau masker, atur posisi kepala dan jalan
nafas, intubasi bila perlu bantuan bentilasi.
- Tanda-tanda vital dan EKG, koreksi bila ada kelaianan.
- Pasang jalur intravena dengan NaC10,9%, periksa gula darah, kimia darah,
hematology dan kadar OAE (bila ada fasilitas dan biaya).
b) Menit ke-6 hingga ke-9
Jika hipoglikemia/gula darah tidak diperiksa, berikan 50 ml glukosa 50%
bolas intravena (pada anak: 2 ml/kgBB/glukosa 25%) disertai 100 mg tiamin
intravena.
c)Menit ke-10 hingga ke-20
Pada dewasa: berikan 0,2 mg/kgBB diazepam dengan kecepatan 5 mg/menit
sampai maksimum 20 mg. Jika serangan masih ada setelah 5 menit, dapat
diulangi lagi. Diazepam harus diikuti dengan dosis rumat fenitoin.

10
d)Menit ke 20 hingga ke-60
Berikan fenitoin 20 mg/kgBB dengan kecepatan <50 mg/menit pada dewasa
dan 1 mg/kbBB/menit pada anak; monitor EKG dan tekanan darah selama
pemberian.
e)Menit setelah 60 menit
Jika status masih berlanjut setelah fenitoin 20 mg/kg maka berikan fenitoin
tambahan 5 mg/kg sampai maksimum 30 mg/kg. Jika status menetap, berikan
20 mg/kg fenobarbital intravena dengan kecepatan 60 mg/menit. Bila apne,
berikan bantuan ventilasi (intubasi). Jika status menetap, anestasia umum
dengan pentobarbiatal, midazolam atau propofal.
4)Perawatan pasien yang mengalami kejang :
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin
tahu (pasien yang mempunyai aura/penanda ancaman kejang memerlukan
waktu untuk mengamankan, mencari  tempat yang aman dan pribadi
b.Pasien dilantai jika memungkinkan lindungi kepala dengan bantalan untuk
mencegah cidera dari membentur permukaan yang keras.
c. Lepaskan pakaian yang ketat
d.Singkirkan semua perabot yang dapat menciderai pasien selama kejang.
e. Jika pasien ditempat tidur singkirkan bantal dan tinggikan pagar tempat
tidur.
f. Jika aura mendahului kejang, masukkan spatel lidah yang diberi bantalan
diantara gigi, untuk mengurangi lidah atau pipi tergigit.
g.Jangan berusaha membuka rahang yang terkatup pada keadaan spasme
untuk memasukkan sesuatu, gigi yang patah cidera pada bibir dan lidah
dapat terjadi karena tindakan ini.
h.Tidak ada upaya dibuat untuk merestrein pasien selama kejang karena
kontraksi otot kuat dan restrenin dapat menimbulkan cidera
i. Jika mungkin tempatkan pasien miring pada salah satu sisi dengan kepala
fleksi kedepan yang memungkinkan lidah jatuh dan memudahkan
pengeluaran salifa dan mucus. Jika disediakan pengisap gunakan jika perlu
untuk membersihkan secret

11
j. Setelah kejang: pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah
aspirasi, yakinkan bahwa jalan nafas paten. Biasanya terdapat periode
ekonfusi setelah kejang grand mal. Periode apnoe pendek dapat terjadi
selama atau secara tiba-tiba setelah kejang. Pasien pada saat bangun harus
diorientasikan terhadap lingkungan   

2. 7 Pemeriksaan Diagnostik
1.Elektrolit : Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada
aktivitas kejang.
2.Glukosa : Hipoglikemia dapat menjadi presipitasi(pencetus kejang.
3.Ureum/Kreatinin : Meningkat dapat meningkatkan resiko timbulnya aktivitas
kejang.
4. Sel Darah Merah : Anemia Aplastik mungkin sebagai akibat terapi obat.
5. Kadar obat pada serum: Untuk membuktikan batas obat anti epilepsi.
6. Punksi lumbal : untuk mendeteksi tekanan abnormal dari css, tanda-tanda
infeksi,perdarahan(hemoragik,subarakhnoid,subdural)sebagai penebab kejang
tersebut.
7. Foto ronsen kepala :Untuk mengidentiikasi adanya SOL,fraktur.
8. Elektroensefalogram: Melokalisasi daerah serebral yang tidak berfungsi
dengan baik,mengukur aktivitas otak.Gelombang otak untuk menentukan
karakteristik dari gelombang pada masing –masing tipe dari aktivitas kejang
tersebut.
9. Pemantauan video EEG 24 jam : dapat mengidentifikasikan fokus kejang
secara tepat.
10. Scan CT : mengidentifikasi letak lesi serebral, hematoma, edema
serebral,trauma, abses,tumor,dan dapat dilakukan dengan/tanpa kontras.
11.Positron emission tomography : Mendemontrasikan perubahan
metabolik.Misalnya penurunan metabolisme pada sisi lesi.
12. MRI : Melokalisasi lesi-lesi lokal.
13.Magnetoensefalogram :Memetakan impuls/potensial listrik otak pada pola
pembebasan yang abnormal.

12
14. Wada : Menentukan hemisfer dominan (dilakukan sebagai evaluasi awal
dari praoperasi lobektomi temporal).
(Rencana Asuhan Keperawatan :262)

13
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, tangal pengkajian, No
register, tanggal rawat dan penanggung jawab dan perawat mengumbpulkan
informasi informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang
faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat.
Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji:
a. ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang
b. pasien mempunyai program rekreasi atau Kontak sosial
c. pengalaman kerja
d. Mekanisme koping yang digunakan
e. Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam
mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.

1. Selama serangan :
a. ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
b. ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
c. pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
d.disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-
klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
e. pasien menggigit lidah.
f.mulut berbuih.
g.ada inkontinen urin.
h.bibir atau muka berubah warna.
i.mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
j.Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu
sisi atau keduanya.
k.ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur,
keadaan emosional.

14
l.penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan
gangguan kesadaran, kejang-kejang.
m. Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak.
n. Apakah makan obat-obat tertentu.
o.ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga.

2. Sesudah serangan
a. pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
b. ada perubahan dalam gerakan.
c.Sesudah serangan pasien masih ingat yang terjadi sebelum, selama dan
sesudah serangan.
d.terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
e.Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.

3. Riwayat sebelum serangan


a. ada gangguan tingkah laku, emosi.
b. disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
c. ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik
maupun visual.
4. Riwayat Penyakit
a.Sejak kapan serangan terjadi.
b.Padausiaberapaseranganpertama.
c.Frekuensi serangan.

5. Riwayat kesehatan
a.Riwayat keluarga dengan kejang.
b.Riwayat kejang demam.
c.Tumor intrakranial.
d.Trauma kepala terbuka, stroke.

6. Riwayat kejang

15
a. Berapa sering terjadi kejang
b. Gambaran kejang seperti apa
c. sebelum kejang ada tanda-tanda awal
d. yang dilakuakn pasien setelah kejang

7. Riwayat penggunaan obat


a. Nama obat yang dipakai
b. Dosis obat
c.Berapa kali penggunaan obat

8.Pemeriksaan fisik
a.Tingkat kesadaran
b.Abnormal posisi mata
c.Perubahan pupil
d.Garakan motorik
e.Tingkah laku setelah kejang
f.Apnea
g.Cyanosis
h.Saliva banyak

9. Psikososial
a. Usia
b.Jenis kelamin
c.Pekerjaan
d.Peran dalam keluarga
e.Strategi koping yang digunakan
f.Gaya hidup dan dukungan yang ada

10. Pengetahuan pasien dan keluarga

16
a.Kondisi penyakit dan pengobatan
b. Kondisi kronik
c.Kemampuan membaca dan belajar. (Utopias,2008)

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva, keruskan neromuskuler.
2. Termogulasi tidak efektif : Hipertermi berhubungan dengan peningkatan
metabolik, proses infeksi
3. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran, keruskan
kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri dan
aktivitas kejang yang terkontrol ( gangguan keseimbangan )
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat.
(Rencana Asuhan Keperawatan :262-268)
3.3 Intervensi Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sumbatan lidah di
endotrakea, peningkatan sekresi saliva, keruskan neromuskuler.
Tujuan : Setelah dilakukan askep 3x24 Jam masalah bersihan
jalan nafas tidak efektif tidak terjadi dan teratasi.
Kriteria hasil : nafas normal ( 25 – 30 x/menit ), tidak tejadi aspirasi,
tidak ada dispnea, tidak ada penumpukan sekret.

INTERVENSI RASIONAL

1. Anjurkan klien untuk 1. Menurunkan resiko aspirasi atau


mengosongkan mulut dari masuknya sesuatu benda asing
benda/zat tertentu kedalam tirah baring

2. Letakkan klien dalam posisi 2. Meningkatkan aliran (drainase),


miring dan pada permukaan sekret, mencegah lidah jatuh dan

17
datar menyumbat jalan nafas

3. Tanggalkan pakaian klien pada 3. Untuk memudahkan usaha klien


daerah leher atau dada dan dalam bernafas dan ekspansi
abdomen dada

4. Melakukan penghisapan sesuai 4. Mengeluarkan mukus yang


indikasi berlebihan menurunkan resiko
aspirasi atau afeksia

5. Membantu pemenuhi kebutuhan


5. Berikan oksigen sesuai oksigen adar tetap adekuat.
program terai

2. Termogulasi tidak efektif : Hipertermi berhubungan dengan peningkatan


metabolik, proses infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan askep 3x24 Jam, masalah termogulasi
tidak efektif teratasi.
Kriterua hasil : Demam berkurang, suhu normal 36,5 – 37,5 ̊ C , Nadi dan
RR normal, tidak ada perubahan warna kulit
INTERVENSI RASIONAL

1. Kaji faktor-faktor terjadinya 1. Mengetahui penyebab terjadinya


peningkatan suhu peningkatan suhu tubuh karena
penambahan pakaian / selimut dapat
menghambat penurunan suhu.

2. Pemantauan tanda vital yang teratur


2. Observasi tanda – tanda vital dapat menentukan perkembangan
keperawatan selanjutnya.

3. Ajarkan keluarga cara

18
memberikan kompres dibagian 3. Proses konduksi / perpindahan
kepala / ketiak panas dengan suatu bahan perantara.

4. Anjurkan untuk menggunakan


pakaian tipis yang terbuat dari
kain katun 4. Proses hilangnya panas akan
terhalangi oleh pakaian tebal dan
5. Berikan ekstra cairan dengan tidak dapat menyerap keringat.
menganjurkan klien banyak
minum
5. Kebutuhan cairan meningkat karena
penguapan tubuh yang meningkat.

1. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran, keruskan


kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri dan
aktivitas kejang yang terkontrol ( gangguan keseimbangan )
Tujuan : Setelah dilakukan askep selama 3x24 Jam masalah resiko
terhadap cidera teratasi dan tidak terjadi.
Kriteria Hasil : tidak terjadi cidera fisik pada klien, klien dalam kondisi
aman, tidak ada memar dan tidak ada resiko terjatuh.
INERVENSI RASIONAL

1. Identifikasi faktor lingkungan 1. Dengan menjauhkan barang-barang


yang memungkinkan resiko disekitarnya dapat membahayakan
terjadinya cidera saat terjadinya kejang

2. Pasang penghalang ditempat 2. Penjagaan untuk keamanan, untuk


tidur mencegah terjadinya cidera pada
klien

3. Letakkan klien ditempat tidur 3. Area yang rendah dan datar dapat
yang rendah & datar

19
mencegah terjadinya cidera pada
klien
4. Siapkan kain lunak untuk
mencegah terjadinya tergigitnya 4. Lidah berpotensi tergigit saat
lidah saat kejang kejang karena saat kejang biasanya
lidah menjulur kedepan

5. Berikan obat anti kejang


5. Mengurangi aktivitas kejang yang
berkepanjangan yang dapat
mengurangi suplai oksigen

4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan berhubungan


dengan kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi, kurang mengingat.
Tujuan : Setelah dilakukan askep 1x24 Jam masalah kurang
pengetahuan mengenai kondisi dan aturan
pengobatan teratasi.
Kriteria hasil : Mampu mengungkapkan pemahaman tentang gangguan
dan berbagai rangsangan yang telah diberikan, mulai
merubah perilaku, mentaati peraturan obat yang
diresepkan.
INTERVENSI RASIONAL
1. Jelaskan mengenai prognosis 1. Memberikan kesempatan untuk
penyakit dan perlunya mengklarifikasi kesalahan
pengobatan persepsi & keadaan penyakit yang
ada

2. Berikan informasi yang 2. Pengetahuan yang diberikan


adekuat tentang prognosis mampu menurunkan resiko dari
penyakit dan tentang interaksi efek bahay satu penyakit & cara
obat yang potensial

20
menanganinya
3. Tekankan perlunya untuk
melakukan evaluasi yang 3. Kebutuhan terpeutik dapat
teratur/melakukan pemeriksaan berubah sehingga mempersiapkan
laboratorium sesuai indikasi kemungkinan yang akan terjadi

4. Diskusikan manfaat kesalahan


umum yang baik, seperti diet 4. Aktivitas yang sedang & teratur
yang adekuat, & istirahat yang dapat membantu
cukup menurunkan/mengendalikan
faktor presdiposisi

3.4 Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien ( Santosa. NI, 1989;162 )
3.5 Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan menyangkut pengumpulan data
subyektif dan obyektif yang akan menunjukkan apakah tujuan pelayanan
keperawatan sudah dicapai atau belum. Bila perlu langkah evaluasi ini
merupakan langkah awal dari identifikasi dan analisa masalah selanjutnya
( Santosa.NI, 1989;162).

21
BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada An.B didapatkan kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengkajian
Pengkajian terpenting dari Epilepsi adalah melakukan anamnese
selengkap mungkin serta pemeriksaan fisik untuk menetukan penyebab
kejang terjadi.
Apabila dari anamnese dan pemeriksaan fisik masih sulit menentukan
penyebab Epilepsi maka dilakukan pemeriksaan penunjang.
Dan setelah dilakukan pemeriksaan penunjang EEG maka didaatkan
hasil yang menunjukkan hasil EEG abnormal dan menyatakan An.B
mengalami Epelepsi

2. Analisa dan Sintesa Data


Pada tahap analisa data dan sintesa data dalam kasus nyata penulis
hanya menemukan 4 diagnosa keperawatan, yaitu :
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sumbatan lidah di endotrakea, peningkatan sekresi saliva, keruskan
neromuskuler.
b. Termogulasi tidak efektif : peningkatan suhu berhubungan dengan
peningkatan metabolik, proses infeksi
c. Resiko terhadap cidera berhubungan dengan perubahan kesadaran,
keruskan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme
perlindungan diri dan aktivitas kejang yang terkontrol ( gangguan
keseimbangan )
d. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan
berhubungan dengan kurang pemanjaan, kesalahan interprestasi,
kurang mengingat.

22
3. Diagnosa / Masalah Keperawatan
Masalah/diagnosa keperawatan yang muncul akibat dari kejang demam
adalah potensial terjadinya kejang ulang berhubungan dengan
hiperthermi, Ketidakefektifan bersihan jalan nafas , Resiko terhadap
cidera, kurangnya pengetahuan keluarga tentang penyakit berhubungan
dengan keterbatasan informasi.
4. Perencanaan
Pada tahap perencanaan dalam kasus nyata ada beberapa langkah
tindakan yang ditambahkan penulis selain yang terdapat dalam tinjauan
pustaka sesuai kebutuhan klien saat itu.
5. Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan dalam kasus nyata tidak menemui kesulitan
karena sikap keluarga yang kooperatif dan sarana dan prasarana yang
memadai.
6. Evaluasi
Evaluasi merupakan kunci keberhasilan dari proses keperawatan, terdiri
atas tinjauan laporan pasien dan pengkajian kembali keadaan pasien.
Dengan evaluasi akan membantu perawat dalam memenuhi kebutuhan
pasien yang dapat berubah-ubah.
4.2 SARAN
1. Bagi Pelayanan Keperawatan
Meningkatkan pengetahuan keluarga dengan cara membuat tool-tool
evaluasi perkembangan pasien di rumah, yang harus diisi oleh keluarga.
Membekali keluarga pasien yang terdekat untuk dapat memahami,
mengenali, dan bertindak secara efektif mengenai permasalahan-permasalah
yang dialami pasien.
2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Institusi pendidikan dan pelayanan harus lebih aktif dalam
meningkatkan kualitas asuhan keperawatan pada pasien Epilepsi dengan
selalu mengikuti perkembangan evidence based.

23
3. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan pemberian
informasi dan konseling terkait penyakit Epilepsi dan pengobatannya pada
keluarga pasien agar keluarga dapat lebih memotivasi pasien dalam
menjalani program pengobatan secara baik.
4. Bagi Masyarakat
Meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait penyakit Epilepsi
sehingga apabila terdapat keluarga yang mengalami Epilepsi, keluarga dapat
memotivasi anggota keluarganya yang sedang menjalani program
pengobatan.

24
DAPTAR PUSTAKA

Arif, et. All.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculaius.
Doengoes, M.E , Moorhouse, M. F & Geissler, A. C. (2002). Rencana Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC.
Nurarif,A.H & Kusuma,H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc.Yogyakarta : Media Action.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G.(2002). BukuAjar Keperawatan Medical Bedah.
volume II. Jakarta : ECG

iii

Anda mungkin juga menyukai