Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

Diajukan guna Memenuhi Tugas ke-11 Mata Kuliah Patologi Sosial

Dosen pengampu :
Prof. Dr. Hadi Prayitno, M.Kes
Nip : 196106081988021001

Disusun oleh :
Nabilah Septa Damayanti
Nim : 190910301137

JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL dan ILMU POLITIK
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN AKADEMIK 2020.2
TUGAS MINGGU KE 11

NAMA : NABILAH SEPTA DAMAYANTI

NIM : 190190301137

JURUSAN : KESEJAHTERAAN SOSIAL

KELAS : PATOLOGI SOSIAL D1

1. JAJAK PENDAPAT OLEH LITBANG KOMPAS

Jajak pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas, secara garis besar ada 3 penyebab
perilaku korupsi di tanah air, yaitu :

a) Dorongan motif ekonomi yang tinggi,

b) Rendahnya moralitas,

c) Lemahnya penegakan hukum.

A. Motif ekonomi yang tinggi

Menurut sebagian besar responden jajak pendapat ini (45,3 persen), perilaku korupsi
terutama didorong oleh motif-motif ekonomi, yaitu ingin memiliki banyak uang secara cepat
dan etos kerja rendah. Responden lainnya menyebutkan tentang faktor rendahnya moral (17,3
persen), penegakan hukum lemah (8,8 persen), dan beberapa penyebab lainnya (28,6 persen).

Motif ekonomi yang mendorong perilaku korupsi sangat kentara pada peristiwa pemilihan
umum kepala daerah (pilkada). Umumnya, para kandidat yang berupaya memenangkan kursi
kepala daerah telah mengeluarkan dana miliaran rupiah. Tak mengherankan apabila si calon
tersebut berpikir untuk mengganti uang tersebut jika memenangi pemilihan.

Dalam hal ini, tindakan korupsi menjadi prinsip penggerak kerjanya sebagai kepala
daerah, mengumpulkan materi bagi diri dan kelompoknya sendiri dengan menggunakan
kekuasaan yang dimilikinya dan bukan bekerja untuk menciptakan kesejahteraan rakyat.
Fenomena pilkada tersebut disadari oleh publik telah ikut serta menyuburkan korupsi di
negeri ini. Seperti diungkapkan oleh tiga perempat responden jajak pendapat ini. Seluruh
gambaran ini menjadikan pemberantasan korupsi yang berulang kali didengungkan para
pejabat menjadi sekadar retorika usang yang tak bermakna. (Litbang Kompas-OLEH BI
PURWANTARI) Sumber: Kompas, 30 Agustus 2010

Faktor ekonomi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat
dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Pendapat ini tidak
mutlak benar karena dalam teori kebutuhan Maslow, sebagaimana dikutip oleh Sulistyantoro,
korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling
bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang
bertahan hidup. Namun, saat ini korupsi dilakukan oleh orang kaya dan berpendidikan tinggi
(Sulistyantoro : 2004).

Pendapat lain menyatakan bahwa kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang
merupakan faktor yang paling menonjol dalam arti menyebabkan merata dan meluasnya
korupsi di Indonesia dikemukakan pula oleh Guy J. Pauker (1979) yang menyatakat sebagai
berikut: Although corruption is widespread in Indonesia as means of supplementing
excessively low governmental salaries, the resources of the nation are not being used
primarily for the accumulation of vast private fortunes, but for economic development and
some silent, for welfare (Guy J. Pauker : 1979).

Pendapat ini diperkuat oleh Schoorl yang menyatakan bahwa di Indonesia di bagian
pertama tahun enampuluhan, situasinya begitu merosot sehingga untuk golongan terbesar dari
pegawai gaji sebulan hanya sekedar cukup untuk makan dua minggu. Dapat dipahami, bahwa
dengan situasi demikian para pegawai terpaksa mencari penghasilan tambahan dan bahwa
banyak di antara mereka mendapatkannya dengan meminta uang ekstra (Hamzah: 1995).

Hal demikian diungkapkan pula oleh KPK dalam buku Tambahan Penghasilan Bagi
Pegawai Negeri Sipil Daerah (KPK : 2006) bahwa sistem penggajian kepegawaian sangat
terkait degan kinerja aparatur pemerintah. Tingkat gaji yang tidak memenuhi standar hidup
minimal pegawai merupakan masalah sulit yang harus dituntaskan penyelesaiannya. Aparatur
pemerintah yang merasa penghasilan yang diterimanya tidak sesuai dengan kontribusi yang
diberikannya dalam menjalankan tugas pokoknya tidak akan dapat secara optimal
melaksanakan tugas pokoknya. Selain rendahnya gaji pegawai, banyak aspek ekonomi lain
yang menjadi penyebab terjadinya korupsi, di antaranya adalah kekuasaan pemerintah yang
dibarengi dengan
faktor kesempatan bagi pegawai pemerintah untuk memenuhi kekayaan mereka dan
kroninya.

Terkait faktor ekonomi dan terjadinya korupsi, banyak pendapat menyatakan bahwa
kemiskinan merupakan akar masalah korupsi. Pernyataan demikian tidak benar sepenuhnya,
sebab banyak korupsi yang dilakukan oleh pemimpin Asia dan Afrika, dan mereka tidak
tergolong orang miskin. Dengan demikian, korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan, tapi
justru sebaliknya, kemiskinan disebabkan oleh korupsi (Pope : 2003). Menurut Henry
Kissinger korupsi politisi membuat sepuluh persen lainnya terlihat buruk. Dari keinginan
pribadi untuk keuntungan yang tidak adil, untuk ketidakpercayaan dalam sistem peradilan,
untuk ketidakstabilan lengkap dalam identitas bangsa, ada banyak faktor motivasi orang
kekuasaan, anggota parlemen termasuk warga biasa, untuk terlibat dalam perilaku korup.

Contoh : si A memiliki pendapatan yang cukup untuk menafkahi keluarganya, namun si


A berada pada lingkungan yang memiliki gaya hidup mewah sehingga, jika si A tidak
menggunakan barang-barang brandad maka gengsi yang tinggi terhdap tetangganya, perilaku
korupsi disini di sebabkan akibat keinginan si A memuaskan gaya hidup mewahnya.

B. Rendahnya Moralitas

Moral yang kurang kuat Seorang yang moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda
untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat, bawahannya,
atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu. Moral yang kurang kuat salah satu
penyebabnya adalah lemahnya pembelajaran agama dan etika. Menurut kamus
Purwadarminta, etika adalah ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak, yaitu ilmu yang
mengajarkan manusia bagaimana seharusnya hidup sebagai orang bermoral.

Etika merupakan ajaran tentang norma tingkah laku yang berlaku dalam suatu lingkungan
kehidupan manusia. Seseorang yang menjungjung tinggi etika atau moral dapat
menghindarkan perbuatan korupsi walaupun kesempatan ada. Tetapi kalau moralnya tidak
kuat bisa tergoda oleh perbuatan korupsi, apalagi ada kesempatan. Sebetulnya banyak ajaran
dari orang tua kita mengenai apa dan bagaimana seharusnya kita berperilaku, yang
merupakan ajaran luhur tentang moral. Namun dalam pelaksanaannya sering dilanggar
karena kalah dengan kepentingan duniawi.
Contoh : si A tidak memiliki kepekaan terhadap dampak apa yang dia perbuat ketika
melakukan korupsi, hal ini disebabkan karena kurangnya pembelajaran agama, dan si A tidak
memiliki etika yang baik untuk melakukan suatu pekerjaan dengan baik dan benar.

C. Lemahnya Penegakan Hukum

Faktor hukum menjadi penyebab korupsi, dikarenakan banyak produk hukum yang tidak
jelas aturannya, pasal-pasalnya multitafsir, dan ada kecenderungan aturan hukum dibuat
untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu meskipun orang awam tidak bisa melihatnya.
Demikian pula, sanksi yang tidak ekuivalen dengan perbuatan yang dilarang, sehingga tidak
tepat sasaran dan dirasa terlalu ringan atau terlalu berat. Selaras dengan hal ini, Susila (dalam
Hamzah, 2004), menyatakan bahwa tindakan korupsi mudah timbul, karena ada kelemahan
dalam perundangundangan yang mencakupi:

a. adanya peraturan perundangundangan yang bermuatan kepentingan pihak-pihak


tertentu.

b. kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai.

c. peraturan kurang disosialisasikan.

d. sanksi terlalu ringan.

e. penerapan sanksi yang tidak konsisten dan pandang bulu.

f. lemahnya bidang evaluasi dan revisi peraturan perundangundangan.

Lemahnya penegakan hukum, rendahnya mental aparatur, rendahnya kesadaran


masyarakat, serta kurangnya political will pemerintah, menurut Saleh (2006) juga menjadi
pemicu terjadinya korupsi. Dari aspek hukum, penelitian Ezung (2012) juga memberikan
kesimpulan yang tidak jauh berbeda, bahwa terjadinya korupsi disebabkan oleh lemahnya
peraturan yang dibuat dan lemahnya penegakan hukum.

Contoh : si A memiliki kekayaan yang melimpah, ketika si A tersandung suatu


permasalahan yang berurusan dengan hukum maka, si A akan melakukan segala cara dengan
kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya agar ia dapat terbebas dari hukuman pidana.
2. DAMPAK LAIN ADANYA KORUPSI
1. Rusaknya kualitas akhlak, moral, integritas, dan keagamaan suatu bangsa

Seperti yang dikatakan guru besar pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Prof.
Ahmad Tafsir ,” Sebetulnya sifat korupsi itu yang berdampak  membuat orang malas, kerja
kurang loyal. Dalam pembangunan, seandainya APBN itu dikorup tiga puluh persen,
pembangunan masih jalan! Sifat korupnya ini yang membuat loyalitas seseorang itu mundur”.

Kasus korupsi yang terjadi didunia pendidikan memang tidak memiliki pengaruh
besar  secara  langsung terhadap proses pembelajaran yang ada di sekolah atau lembaga
pendidikan. Namun, hal ini bisa menyebabkan rusaknya mental seseorang terhadap pola
pikirnya. Orang yang bekerja puluhan tahun sesuai dengan ketentuan (jujur), bisa menjadi
malas ketika melihat seseorang yang baru bekerja beberapa tahun namun bisa menghasilkan
ini-itu dalam waktu yang singkat dan tidak masuk akal padahal gaji yang diterima tidak jauh
beda. Pada akhirnya bisa jadi produktifitas kerja seseorang akan berkurang. Pilihannya, ia
akan ikut dalam lingkaran setan tersebut (ambil bagian dalam praktik korupsi) atau
membiarkannya tanpa ada perlawanan karna faktanya justru banyak orang justru memilih
terlibat.  Jika hal ini diabaikan, moral anak bangsa hanya tinggal menunggu kehancuran.

Rusaknya moral berawal dari pemahaman agama yang masih minim. Andai saja
setiap orang memiliki pemahaman agama yang baik serta diaplikasikan dalam kehidupan
sehari-harinya. Sebesar apapun godaannya, kecil kemungkinan  orang tersebut masuk dalam
lingkaran setan mematikan tersebut. Sayangnya, pemahaman tentang agama yang lemah
sehingga akhlak pun berbadingan lurus.

“Kesalahan pendidikan di kita itu dari dulu, dari awal-awal dalam UU pasal 2 dan 3
itu tidak disebut akhlak sebagai fokus pendidikan, melainkan kecerdasan sebagai fokus
pendidikan. Kalau Indonesia mau maju, ubahlah pasal tiga itu, bahwa fokus pendidikan
Indonesia itu adalah akhlak. Jadi akhkkak ini pondasinya”, kata dosen di Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Pendidikan setinggi apapun tidak akan berguna jika akhlaknya tidak baik. Sudah
terbukti, justru banyak koruptor yang ternyata berpendidikan tinggi. Pada dasarnya,
pendidikan formal belum cukup membentuk kepribadian individu yang baik.  Korupsi yang
merupakan gejala mental sejak usia dini  melibatkan aspek kognisi.“Pendidikan tinggi
bukanlah jaminan seseorang untuk tidak melakukan tindak korupsi”, ujar dosen Fakultas
Psikologi, Dr. Hj. Ulfiah, M.Si. Ia juga menambahkan, dalam hal ini, korupsi dipengaruhi
oleh perasaan ingin menguasai dengan menghalalkan segala cara tanpa ada super ego yang
kuat. Korupsi yang merupakan gejala mental yang tidak sehat, pada akhirnya dapat
membentuk kebiasaan-kebiasaan tidak baik.

2. Munculnya dampak buruk bagi perekonomian suatu Negara

Tindakan  korupsi akan menghambat jalannya kegiatan perekonomian di suatu Negara,


karena para pelaku ekonomi akan merasa dirugikan dan enggan melakukan kegiatan
ekonomi. Sehingga akan berdampak pada perkembangan ekonomi suatu Negara dan
menimbulkan banyak permasalahan di sektor perekonomian, diantaranya yaitu:

a. Penurunan produktivitas dan lambatnya pertumbuhan ekonomi


b. Rendahnya kualitas barang dan jasa produksi bagi publik
c. Menurunnya tingkat pendapatan suatu Negara
d. Menurunnya kepercayaan dari para investor
e. Keterbelakangan perekonomian Negara

3. Etos kerja bangsa menjadi rusak

Praktik ekonomi yang telah terdalangioleh para penggerak negara membuat masyarakat
kehilangan kepercayaan terhadap pemerintahan itu sendiri, sehingga akan berpengaruh
kepada etos kerja bangsa. Income quality yang ditimbulkan dari adanya korupsi yaitu
kesempatan individu dalam posisi tertentu mendapatkan keuntungan seperti para koruptor
sebelumnya.

4. Eksploitasi sumberdaya alam yang luar biasa sehingga merusak lingkungan


secara mikro & makro

akar korupsi melalui manipulasi pajak, royalti, dan suap untuk memperoleh kemudahan
perizinan, banyak dilakukan kepala daerah atau otoritas pemerintahan di daerah. Modusnya,
terlibat memainkan proyek yang mengarah praktik korupsi.

Banyaknya potensi korupsi tidak sebanding dengan upaya penegak hukum. Data ICW
menunjukkan, pengungkapan kasus korupsi SDA tergolong kecil, karena aparat hukum hanya
melihat dari sudut kejahatan biasa. Padahal, bila kapasitas, metode penyelidikan, hingga cara
menghitung kerugian negara dimaksimalkan, kasusnya bisa ditarik ke tindak pidana.
Indikasi adanya praktik tindak pidana korupsi SDA diamini Ketua Profauna Indonesia,
Rosek Nursahid. Pemberian izin membuka hutan untuk kepentingan komersial, disinyalir
menjadi lahan basah praktik korupsi yang merugikan negara.

Rosek mengungkapkan, lemahnya pengawasan terhadap pemanfaatan hutan diluar


peruntukannya, terutama pasca-otonomi daerah, merupakan bom waktu bagi kerusakan
ekosistem dan kerugian negara.

Akibat kegiatan korupsi di sumber daya alam itu, perkiraan kerugiannya luar biasa,
sekitar Rp 201.81 triliun. kerugian ratusan triliun itu dihitung dari potensi kerugian tujuh
kasus yang terjadi di enam wilayah yang dimaksud. Dugaan korupsi dilakukan dalam praktik
pengusahaan perkebunan teh, sawit, pertambangan batubara dan biji besi.

Modus yang dilakukan untuk menjarah sumber daya alam itu pun dinilai cukup beragam.
Berdasarkan catatan ICW, pola-pola yang dilakukan para penjarah SDA itu adalah dengan
cara menyiasati perizinan, tidak membayar dana reklamasi, menyewa broker untuk
mengurusi perizinan, serta menggunakan proteksi back up dari oknum penegak hukum.

5. Merosotnya human capital

Ketiadaan infrastruktur yang cukup bagi pelayanan pendidikan dan kesehatan


menyebabkan masyarakat kebanyakan rentan terhadap berbagai penyakit dan rendah dalam
kompetensi.

Contoh : ketika praktik korupi sudah menjadi budaya di Indonesia, pendidikan moral
menjadi hal utama yang dipertanyakan. Ketika praktik korupsi telah diamini oleh setiap
amsyarakat indonesia maka lambat laun Indonesia akan mengalami kerugian di segala sektor.
Penanganan serius terhadap kasus korupsi sangat dibutuhkan untuk meminimalisir angka
tingginya kegitaan korupsi.

Anda mungkin juga menyukai