SEPTEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
Disusun Oleh :
10542 0576 14
Pembimbing :
2
LEMBAR PENGESAHAN
Pembimbing
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya serta segala kemudahan yang diberikan dalam setiap kesulitan
hamba-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Laporan Kasus dengan judul TB
Paru + Efusi Pleura. Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam.
Penulis menyadari bahwa Laporan Kasus ini masih jauh dari yang
diharapkan oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis akan senang menerima
kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan tugas ini. Semoga Laporan
Kasus ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penulis secara khusus.
ii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pleura parietalis dan viseralis letaknya berhadapan satu sama lain dan
hanya dipisahkan oleh selapis tipis cairan serosa. Lapisan tipis ini memperlihatkan
adanya keseimbangan antara transudasi dari kapiler-kapiler pleura dan reabsorpsi
oleh vena visceral dan parietal dan saluran getah bening. Efusi pleura adalah
istilah yang digunakan untuk penimbunan cairan dalam rongga pleura. Efusi
pleura dapat berupa transudat atau eksudat.2,4 Pleura terdiri dari dua membran
yaitu pleura visceralis yang menutup permukaan paru dan pleura parietalis yang
menutup dinding dada bagian dalam dan diafragma. Keduanya bertemu di hilus
25
paru. Fungsi rongga antar pleura adalah supaya gerakan paru relatif lebih besar
dari dinding dada. Ruang antar pleura normal jaraknya berkisar antara 18-20
µm.2,3,4
Pleura dan rongga pleura dapat menjadi tempat sejumlah gangguan yang
dapat menghambat pengembangan paru atau alveolus atau keduanya. Reaksi ini
dapat disebabkan oleh penekanan pada paru akibat penimbunan cairan, darah atau
nanah dalam rongga pleura.. Efusi pleura dapat terjadi sebagai komplikasi dari
berbagai penyakit. Pendekatan yang tepat terhadap pasien efusi pleura
memerlukan pengetahuan insidens dan prevalensi efusi pleura. Penyakit jantung
kongestif dan sirosis hepatis merupakan penyebab tersering efusi transudatif
sedangkan keganasan dan TB merupakan penyebab tersering efusi eksudatif.3
25
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
TB Paru
A. Definisi
25
Tuberkulosis post primer (adult tuberculosis)
25
a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
25
D. Patofisiologi
Tuberkulosis Primer
32
membutuhkan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya akan
menjadi :8
Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
32
Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat
32
E. Manifestasi Klinis
F. Diagnosis
Batuk
sesak napas
hemoptisis
limfadenopati
32
ruam (rnisalnya lupus vulgaris)
gangguan GI.
Efek sistemik:
Demam,
keringat malam
anoreksia
Adakah riwayat vaksinasi BeG atau tes Mantoux? Adakah riwayat diagnosis TB?
Obat-obatan
32
Tanyakan konsumsi alkohol, penggunaan obat intravena?
32
Pemeriksaan fisik
32
pekak. Auskultasi memberikan suara napas yang lemah sampai tidak terdengar
sama sekali.
Dalam penampilan klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit
baru dicurigai dengan didapatkannya kelainan radiologi ada pada pemeriksaan
rutin atau uji tuberkulin yang positif.6,8
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan
biaya lebih dibandingkan pemeriksaan sputum, tetapi dalam beberapa hal ia
memberikan keuntungan seperti pada tuberkulosis anak-anak dan tuberkulosis
milier. Pada kedua hal di atas diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan
radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di daerah apeks paru (segmen apikal
lobus atas atau segmen apikal lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus
bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai rumor paru (misalnya
pada tuberkulosis endobronkial). Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan
sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti
awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan
ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini
dikenal sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding
tipis, Lama-lama dinding jadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi
fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya
tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis
terlihat seperti fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada
sebagian atau satu lobus maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberkulosis milier terlihat berupa bercak-bercak halus yang
umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberkulosis paru
sdalah penebalan pleura (pleuritis), massa cairan di bagian bawah paru efusi
32
pleura/empiema), bayangan hitam radio-Iusen di pinggir paru pleura
pneumotoraks).
Pada satu foto dada sering didapatkan bermacam-macam bayangan
sekaligus (pada tuberkulosis yang sudah lanjut) seperti infiltrat, garis- garis
fibrotik, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan
emfisema. Tuberkulosis sering memberikan gambaran yang aneh-aneh,
terutama gambaran radiologis, sehingga dikatakan tuberculosis is the greatest
imitator. Gambaran infiltrasi dan tuberkuloma sering diartikan sebagai
pneumonia, mikosis paru, karsinoma bronkus atau karsinoma metastasis.
Gambaran kavitas sering diartikan sebagai abses paru. Di samping itu perlu
diingat juga faktor kesalahan dalam membaca foto. Faktor kesalahan ini dapat
mencapai 25%. Oleh sebab itu untuk diagnostik radiologi sering dilakukan juga
foto lateral, top lordotik, oblik, tomografi dan foto dengan proyeksi densitas
keras.
32
8
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat
tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah lirnfosit masih di
bawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh,
jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap
darah mulai turun ke arah normal lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga: 1). Anemia ringan dengan
gambaran normokrom dan normositer; 2). Gama globulin meningkat; 3). Kadar
natrium darah menurun, Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga tidak
spesifik, Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai adalah reaksi Takahashi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau
tidak. Kriteria positif yang dipakai di Indonesia adalah titer 1/128. Pemeriksaan
ini juga kurang mendapat perhatian karena angka-angka positif palsu dan
negatif palsunya masih besar
Sputum
38
bronchial washing atau BAL (broncho alveolar lavage). BTA dari sputum bisa
juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering dikerjakan pada anak-
anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum yang akan diperiksa
hendaknya sesegar rnungkin. .
Bila sputum sudah didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit
ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses
penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung kuman BTA
mudah ke luar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50% pasien BTA positif
tetapi kurnan tersebut tidak ditemukan dalam sputum mereka,
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan
3 batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000
kuman dalam I mL sputum.
Untuk pewarnaan sediaan dianjurkan memakai cara Tan Thiarn Hok yang
merupakan modifikasi gabungan cara pulasan Kinyoun dan Gabbet. Cara
perncriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.
38
Bactec (Bactec 400 Radiometric System), di mana kurnan sudah dapat dideteksi
dalam 7-10 hari. Di samping itu dengan teknik Polymerase Chain Reaction
(PCR) dapat dideteksi 0 A kuman TB dalam waktu yang lebih cepat atau
mendeteksi Mituberculosae yang tidak tumbuh pada sediaan biakan. Dari hasil
biakan biasanya dilaku kan juga pemeriksaan terhadap resistensi obat dan
idenrifikasi kuman.
Kadang-kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman
BTA (positif), tetapi pada biakan hasilnya negatif. lni terjadi pad a fenomen
dead bacilli atau non culturable bacilli yang disebabkan kcampuhan panduan
obat antituberkulosis jangka pendek yang cepat mcmatikan kuman BTA dalam
waktu pendek.
Untuk pemeriksaan BTA sediaan mikroskopis biasa dan sediaan biakan,
bahan-bahan selain sputum dapatjuga diambil dari bilasan bronkus, jaringan
paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, eairan
serebrospinal, urin, dan tinja.6,8
G. Tatalaksana
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan
obat utama dan tambahan.
· INH
-Rifampisin
· Pirazinamid
· Streptomisin
· Etambutol
38
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)
· Kanamisin
· Amikasin
· Kuinolon
· Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat
· Kapreomisin
· Sikloserino
· PAS (dulu tersedia)
· Derivat rifampisin dan INH
· Thioamides (ethionamide dan prothionamide)
38
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang
penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB
(multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk
mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International
Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO
menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi
dosis tetap dalam pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat
tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada
tabel 2.
41
Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase
lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji
resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
d) TB Paru kasus gagal pengobatan
41
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh
paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin
dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam
keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES /
1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak
terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil
yang optimal. Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter
spesialis paru.
e) TB Paru kasus putus berobat
41
Berobat > 4 bulan
Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan
OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis
lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan
mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila
terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
ii. BTA saat ini positif
Pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat
dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
Berobat < 4 bulan
i. Bila BTA positif, pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat
yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama.
ii. Bila BTA negatif, gambaran foto toraks positif TB aktif pengobatan
diteruskan. Jika memungkinkan seharusnya diperiksa uji resistensi
terhadap OAT.
f) TB Paru kasus kronik
Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi,
berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji
resistensi (minimal terdapat 4 macam OAT yang masih sensitif) ditambah
dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid dll. Pengobatan
minimal 18 bulan. Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.
Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan.
Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke dokter spesialis paru.
43
1. KATEGORI 1 (2HRZE/4H3R3)
51
3 .OAT Sisipan (RHZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap
intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari). 2
51
Efusi Pleura
A. Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan cairan di dalam
rongga pleura.4,8
B. Epidemiologi
Estimasi prevalensi efusi pleura ada;ah 320 kasus per 100.000 orang
di negara-negara industri, dengan distribusi etiologi terkait dengan
prevalensi penyakit yang mendasarinya. Secara umum, kejadian efusi
pleura sama antara laki-laki dan perempuan. Namun, penyebab tertentu
memiliki kecenderungan seks.Sekitar dua per tiga efusi pleura ganas
terjadi pada perempuan.Efusi pleura ganas berhubungan secara signifikan
dengan keganasan payudara dan ginekologi.Efusi pleura yang terkait
dengan lupus eritematosus sistemik juga lebih sering terjadi pada wanita
dibanding pria.4
51
C. Etiologi dan Faktor Resiko
Sirosis hati
Sindrom nefrotik
Dialisis peritoneum
Perikarditis konstriktiva
Keganasan
Atelektasis paru
Pneumotoraks.
TB paru8
3.1.3 Patofisiologi
17
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
D. Klasifikasi 6
1. Transudat
17
– Asites pada sirosis hati
• Eksudat
E. Manifestasi klinis
Gejala
Sesak napas
Batuk
17
terkena
F. Diagnosis
Sesak napas
Batuk
Atelektasis paru
Pneumotoraks.
TB paru4,9
Pemeriksaan fisik
17
Auskultasi : suara napas berkurang di atas efusi pleura4,9
Pemeriksaan Penunjang
Torakosentesis
17
Aspirasi cairan pleura (torakosintesis) berguna sebagai sarana
untuk diagnostik maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan
pada pasien dengan posisi duduk. Aspirasi dilakukan pada bagian bawah
paru sela iga garis aksilaris posterior dengan memakai jarum abbocath
nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi
1000- 1500 cc pada sekali aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan
berulang-ulang daripada satu kali aspirasi sekaligus yang dapat
menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau edema paru akut. Edema paru
dapat terjadi karena paru-paru mengembang terlalu cepat. Mekanisme
sebenarnya belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya tekanan
intrapleura yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan aliran darah
melalui permeabilitas kapiler yang abnormal.8
Transudat Eksudat
Kadar protein dalam efusi (g/dl) <3 >3
Kadar protein dalam efusi <0.5 >0.5
Kadar protein dalam serum
Kadar LDH dalam efusi (I.U) <200 >200
Kadar LDH dalam efusi
<0.6 >0.6
Kadar LDH dalam serum
<1.016 >1.016
Berat jenis cairan efusi
Rivalta Negatif positif
G. Tatalaksana.
Tatalaksana pada efusi leura bertujuan untuk menghilangkan gejala
nyeri dan sesak yang dirasakan pasien, mengobati penyakit dasar,
mencegah fibrosis pleura, dan mencegah kekambuhan.13
a) Aspirasi cairan pleura
17
Pasien dalam posisi duduk dengan kedua lengan merangkul atau diletakkan di
atas bantal. Jika tidak mungkin duduk, aspirasi dapat dilakukan dalam posisi
tidur terlentang.
Lokasi penusukan jarum dapat didasarkan pada hasil foto toraks, atau di daerah
sedikit medial dari ujung scapula, atau pada linea aksilaris media di bawah
batas suara sonor dan redup.
Setelah dilakukan anestesi secara memadai, dilakukan penusukan dengan jarum
ukuran besar, misalnya nomor 18.
Pengeluaran cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000- 1500 cc pada sekali
aspirasi. Aspirasi lebih baik dikerjakan berulang-ulang daripada satu kali
aspirasi sekaligus yang dapat menimbulkan pleura shock (hipotensi) atau
edema paru akut. Edema paru dapat terjadi karena paru- paru mengembang
terlalu cepat.8
Komplikasi torakosintesis adalah sebagai berikut:
- Laserasi pleura viseralis, tapi biasanya dapat sembuh sendiri dengan cepat. Bila
laserasinya cukup dalam, dapat menyebabkan udara dari alveoli masuk ke
vena pulmonalis, sehingga terjadi emboli udara.Untuk mencegah emboli ini
terjadi emboli pulmoner atau emboli sistemik, pasien dibaringkan pada sisi
kiri dibagian bawah, posisi kepala lebih rendah daripada leher, sehingga udara
tersebut dapat terperangkap diatrium kanan.
b) Pleurodesis
Tujuan utama tindakan ini adalah melekatkan pleura viseral dengan
pleura parietalis, dengan jalan memasukkan suatu bahan kimia atau kuman ke
dalam rongga pleura sehingga terjadi keadaan pleuritis obliteratif.Pleurodesis
merupakan penanganan terpilih pada efusi keganasan.Bahan kimia yang
17
lazim digunakan adalah sitostatika seperti kedtiotepa, bleomisin, nitrogen
mustard, 5-fluorourasil, adriamisin dan doksorubisin.Setelah cairan efusi
dapat dikeluarkan sebanyak-banyaknya, obat sitostatika (misalnya tiotepa 45
mg) diberikan dengan selang waktu 710 hari; pemberian obat tidak perlu
disertai pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika berhasil, akan terjadi pleuritis
obliteratif yang menghilangkan rongga pleura sehingga mencegah
penimbunan kembali cairan didalam rongga tersebut. Obat lain yang murah
dan mudah didapatkan adalah tetrasiklin. Pada pemberian obat ini, WSD
harus dipasang dan paru sudah dalam keadaan mengembang. Tetrasiklin 500
mg dilarutkan kedalam 3050 ml larutan garam faal, kemudian dimasukkan
kedalam rongga pleura melalui selang toraks, ditambah dengan larutan garam
faal, kemudian ditambah dengan larutan garam faal 1030 ml untuk membilas
selang serta 10 ml lidokain 2% untuk mengurangi rasa nyeri yang
ditimbulkan oleh obat ini.
c) Pembedahan
Pleurektomi jarang dikerjakan pada efusi pleura keganasan, oleh
karena efusi pleura keganasan pada umumnya merupakan stadium lanjut dari
suatu keganasan dan pembedahan menimbulkan resiko yang besar. Bentuk
operasi yang lain adalah ligasi duktus toraksikus dan pintas pleuroperitonium,
kedua pembedahan ini terutama dilakukan pada efusi pleura keganasan akibat
limfoma atau keganasan lain pada kelenjar limfe hilus dan mediastinum,
dimana cairan pleura tetap terbentuk setelah dilakukan pleurodesis
17
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. NI
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : perempuan
Alamat : Jl. DR.Wahidin
Tanggal lahir : 05/08/1993
Agama : Islam
Tanggal masuk : 23/8/2019
Ruangan : Perawatan 1
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Batuk Berdarah
Anamnesis terpimpin :
Pasien MRS dengan keluhan batuk darah bercampur lendir sejak 1
bulan yang lalu, memberat sejak 1 minggu terakhir. sesak bila batuk. Demam
sejak 1 minggu yang lalu. demam kadang naik turun dan disertai menggigil,
keringat malam (+), penurunan BB secara drastis selama 3 bulan terakhir,
nyeri kepala (-), nyeri pada dada bila batuk(+), nyeri ulu hati (+), nyeri tekan
epigastrium (+), mual (+), muntah (+), tidak ada keluhan BAB dan BAK.
D. TANDA VITAL
Tekanan Darah : 90/70 mmHg
Nadi :93x/menit Reguler, Kuat Angkat
Pernapasan : 26x/menit
Suhu : 36,7oC (Axilla)
E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Simetris : Kiri - Kanan
Deformitas : -
2. Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus : -
Konjungtiva : Anemis (-/-),
Sklera : Ikterus (-/-), perdarahan (-)
Pupil : Bulat Isokor kiri-kanan
3. Telinga
Pendengaran : Dalam Batas Normal
Nyeri tekan : (-/-)
4. Hidung
Bentuk : Simetris
Perdarahan : -
5. Mulut
Bibir : Kering (-), Sianosis (-)
Lidah kotor : (-)
Caries gigi : -
Perdarahan : (+)
6. Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
DVS : R-4
Kaku Kuduk : (-)
7. Kulit
Hiperpigmentasi : (-)
Ikterus : (-)
Petekhie : (-)
Sianosis : (-)
Pucat : (-)
8. Thorax
Inspeksi : Simetris kiri dan kanan
Palpasi : Fokal Fremitus melemah pada lapangan paru kanan
Perkusi : Lapangan paru kanan redup. lapangan paru kiri sonor.
Auskultasi : Vesikuler, Rh (+/+) basah kasar (+), Wh (-/-)
9. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : Linea Parasternalis Dextra
Batas kiri : Linea Midclavicularis Sinistra
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, Murmur (-), Gallop (-)
10. Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris, mengikuti gerak napas, tidak ada
tanda- radang, benjolan (-), caput medusae (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal
Perkusi : Thympani, Asites (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
11. Punggung
Tampak dalam batas normal
Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang
12. Genitalia
Tidak dievaluasi
13. Ekstremitas atas dan bawah
Superior Inferior
Penilaian
Kanan Kiri Kanan Kiri
Pucat Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Sianosis Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium :
a. Darah Rutin
WBC : 14.4 x 103/uL
HB : 11.7 gr/dl
PLT : 341 x 103/uL
2. Radiologi foto Thoraks :TB duplex lama aktif dan Efusi Pleura
dextra
G. DIAGNOSIS KERJA
H. PLANNING
Pengobatan :
Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein
Infus RL 24 tpm
Cefoperazon 1gr/12jam/iv
Codein 10 mg 3x1
Ifalmin 3x1
Fiopraz /12jam/IV
I. PROGNOSIS
Dubia et bonam
J. HASIL FOLLOW UP
TB paru
A
25-08-2019 S Batuk berlendir berwarna - Diet nasi
Perawatan putih(+)tidak bercampur - IVFD RL 24 tpm
darah. Pusing, penglihatan - Ifalmin
seperti berputar saat duduk. - Inj. Cefoperazone 1
KU: Lemas. gr/12 jam/iv
O - Codein 10 mg 3x1
TD: 110/80 mmHg
Nadi: 116 x/menit
Pernapasan: 18 x/menit
A Suhu: 38,2 ’C
TB paru
26-08-2019 S Batuk berlendir berwarna - Aff infus
Perawatan putih(+)tidak bercampur - MethylPrednisolon 4
darah. Demam (+) sakit mg 3x1/15 hari
kepala (+) nyeri dada (+) - Ifalmin 3x1/15hari
mual (-) muntah (+) 1 kali
O
TD :120/80 mmHg
Nadi: 115 x/menit
Pernapasan: 21 x/menit
Suhu: 38,5’C
A Foto Thotax : TB Paru dan
efusi pleura dextra
K. RESUME
Pasien MRS dengan keluhan batuk darah bercampur lendir sejak 1 bulan
yang lalu, memberat sejak 1 minggu terakhir. sesak bila batuk. Demam sejak 1
minggu yang lalu. demam kadang naik turun dan disertai menggigil, keringat
malam, penurunan BB secara drastis selama 3 bulan terakhir, , nyeri pada dada
bila batuk, nyeri ulu hati, nyeri tekan epigastrium, mual , muntah, tidak ada
keluhan BAB dan BAK. Riwayat penyakit terdahulu disangkal. Riwayat penyakit
keluarga disangkal. Pada pemeriksaan fisis didapatkan status generalis, sakit
sedang. Status vitalitas didapatkan tekanan darah yang rendah, sesak,dan lainnya
dalam batas normal, status gizi normal. Pada pemeriksaan fisis lainnya yaitu focal
fremitus sebelah kanan melemah serta perkusi pada lapangan paru kanan dan
auskultasi didapatakan Auskultasi pada thorax Ronkhi basah kasar pada lapang
paru dextra. Dari hasil Pemeriksaan Penunjang yaitu pemeriksaan Laboratorium
didapatkan leukositosis dan lainnya normal. Pemeriksaan radiologi foto Thorax
didapatkan TB paru dan Efusi Pleura Dextra. Hasil TCM didapatkan pula MTB
Not Detected. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang maka diagnosis dari pasien ini adalah TB Paru + Efusi pleura dextra.
Adapun penatalksanaan diberikan nonfarmakologi danfarmakologi. dimana
nonfarmakologi dianjurkan Diet TKTP(Tinggi Kalori Tinggi Protein)dan untuk
farmakologi Infus RL 24 tpm, Cefoperazon 1gr/12jam/iv, Codein 10 mg 3x1,
Ifalmin 3x1, Fiopraz /12jam/IV serta pemsangan O2 bila sesak.
J. Diagnosis Kerja
- Tb paru
- Efusi pleura
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis pasien mengeluhkan batuk darah bercampur lendir yang
dirasakan 1 bulan yang lalu memberat 1 minggu yang lalu. . Demam sejak 1
minggu yang lalu. demam kadang naik turun dan disertai menggigil, keringat
malam, penurunan BB secara drastis selama 3 bulan terakhir, , nyeri pada dada
bila batuk, nyeri ulu hati, nyeri tekan epigastrium, mual , muntah, tidak ada
keluhan BAB dan BAK. Riwayat penyakit terdahulu disangkal. Riwayat penyakit
keluarga disangkal Pada pemeriksaan fisik thorax didapatkan inspeksi normal,
perkusi terdengar redup pada lapangan paru kanan, vocal fremitus kanan melemah
pada saat palpasi dilakukan, dan auskultasi terdengar suara nafas vesilkuler
melemah pada lapangan paru kanan. Beberapa hal yang mungkin menyebabkan
hal di atas antara lain, adanya cairan pada rongga pleura, atau terdapat massa di
paru kanan. Pada pasien ini pemeriksaan dikonfirmasi melalui rontgen thorax,
hasil pemeriksaan rontgen thorax menunjukkan adanya Tb paru dan efusi pleura
kanan maka kelainan pemeriksaan fisis di atas disebabkan oleh hal tersebut. Jika
dihubungkan dengan gejala yang terdapat pada pasien , pasien dengan batuk darah
dengan adanya penumpukan cairan di rongga paru dextra kemudian disertai
dengan adanya batuk berlendir hijau merupakan ada tanda-tanda infeksi pada paru
pasien, hal sesuai dengan teori penyebab dari Tb paru dan efusi pleura itu sendiri
dimana bisa disebabkan oleh adanya infeksi tuberkulosis. Bila penumpukan cairan
dalam rongga pleura disebabkan oleh peradangan. Bila proses radang oleh kuman
piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi empiema/piotoraks. Bila
proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat menyebabkan
hemotoraks.
Pada pengobatan TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas
maka pengobatan yang akan diberikan Pengobatan yang sama dengan kasus TB
paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH
atau 2 RHZE/ 6HE atau 2 RHZE / 4R3H3.
DAFTAR PUSTAKA