Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
Bentuk keganasan prostat yang tersering adalah Adenokarsinoma prostat,
bentuk lain yang jarang adalah: sarkoma (0,1-0,2%), karsinoma sel transisional
(1-4%), limfoma dan leukemia.1 Oleh karena itu bila kita membicarakan Kanker
prostat berkonotasi sebagai. Adenokarsinoma prostat
Kanker prostat saat ini merupakan jenis keganasan non-kulit yang terbanyak di
negara barat atau keganasan tersering ke 4 pada pria di seluruh dunia setelah
kanker kulit, paru dan usus besar. 2,3,4,5
Di seluruh dunia, lebih dari 670.000 pria per tahun didiagnosis Kanker
2,3
prostat. Diperkirakan 1 dari 6 pria Amerika Serikat (AS) terkena penyakit ini
selama masa hidupnya, sedangkan di banyak negara Asia dan sedang berkembang
kasus ini tidak banyak, meskipun insidensi tiap negara berbeda tetapi tetap
meningkat.3 Insidensi terendah di Asia (Shanghai) sebesar 1,9 per 100.000
penduduk dan tertinggi di Amerika Utara dan Skandinavia, terutama keturunan
Afro-Amerika sebesar 272 per 100.000 penduduk.4,5,6
Data di AS menunjukkan bahwa lebih dari 90% Kanker prostat ditemukan
pada stadium dini dan regional, dengan angka kesintasan (Survival rate) 5 tahun
mendekati 100%. Angka ini jauh lebih baik dibandingkan dengan 25 tahun yang
lalu, yang hanya mencapai 69%.2 Barnes pada tahun 1969 menemukan angka
kesintasan 10 tahun dan 15 tahun untuk Kanker prostat stadium dini hanya sebesar
50% dan 30%.6 Rasio insidensi terhadap mortalitas sebesar 5.3 pada tahun 2000.7
Angka mortalitas juga berbeda pada tiap negara, yang tertinggi di Swedia (23 per
100.000 penduduk) dan terendah di Asia (<5 per 100.000 penduduk).4
Di Indonesia belum ada data yang pasti, data Globocan tahun 2008 menunjukan
Kanker prostat di Indonesia menempati urutan ke 5.9
Dari data Indonesian Society of Urologic Oncology (ISUO) 2011 selama
periode 2006-2010 terdapat 971 penderita Kanker prostat. Usia rerata 68.3 tahun,
terbanyak pada selang usia 70- 79 tahun sebesar 37.6%. Modalitas diagnostik
yang digunakan terutama biopsi 563 kasus (57.9%). Stadium terbanyak yang
ditemukan adalah stadium 4 berjumlah 490 penderita (50.5%), berturut-turut
stadium 1; 83 (8.5%), 2; 271 (27.9%) dan 3; 28 (2.9%).
Orkhidektomi masih merupakan terapi awal yang paling banyak digunakan, yaitu
sebanyak 307 kasus (31%), obat hormonal 182 (18%), prostatektomi radikal 89
(9%), radioterapi 63 (6%), sisanya adalah pemantauan aktif, kemoterapi dan
kombinasi.10

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anataomi, Histopatologi Dan Fungsi Prostat

Kelenjar prostat terletak tepat di bawah leher kandung kemih. Kelenjar


ini mengelilingi uretra dan dipotong melintang oleh duktus ejakulatorius, yang
merupakan kelanjutan dari vas deferen. Kelenjar ini berbentuk seperti buah
kenari. Normal beratnya ± 20 gram, di dalamnya berjalan uretra posterior ± 2,5
cm. Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum pubroprostatikum dan sebelah
inferior oleh diafragma urogenital. Pada prostat bagian posterior berumuara
duktus ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontarum pada
dasar uretra prostatika tepat proksimal dan sfingter uretra eksterna.15

Gambar 1. Anatomi prostat (sumber : p/nl)

2
Secara embriologi, prostat berasal dari lima evaginasi epitel urethra
posterior. Suplai darah prostat diperdarahi oleh arteri vesikalis inferior dan masuk
pada sisi postero lateralis leher vesika. Drainase vena prostat bersifat difus dan
bermuara ke dalam pleksus santorini. Persarafan prostat terutama berasal dari
simpatis pleksus hipogastrikus dan serabut yang berasal dari nervus sakralis ketiga
dan keempat melalui pleksus sakralis. Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi
obturatoria, iliaka eksterna dan presakralis, serta sangat penting dalam
mengevaluasi luas penyebaran penyakit dari prostat. 15

Dasar dari prostat terletak pada leher kandung kemih dan bagian apeks
pada diafragma urogenital. Fascia Denonvillier merupakan suatu jaringan ikat
tipis yang memisahkan prostat dan vesikel seminal dari rektum posterior. Serabut-
serabut otot skeletal dari diafragma urogenital meluas ke bagian apeks prostat
sampai bagian anterior midprostat. Zona perifer terdiri dari seluruh jaringan
kelenjar prostat pada bagian apeks dan bagian posterior dekat kapsul. Pada zona
ini lebih sering dijumpai carcinoma, prostatitis kronik dan atropi post
inflammatory. Zona sentral merupakan suatu daerah yang berbentuk kerucut
dengan bagian apeks meliputi duktus ejakulasi dan uretra prostatik pada
verumontanum. Zona transisi terdiri dari dua bagian jaringan kelenjar pada
bagian lateral uretra dari bagian tengah kelenjar. Pada zona ini sering terjadi
benign prostatic hyperplasia (BPH). Stroma fibromuskular anterior membentuk
kecembungan kelenjar ini pada bagian permukaan anterior. Bagian apeks dari area
ini kaya dengan otot lurik yang bercampur dengan kelenjar dan otot dari
diafragma pelvis. Menuju bagian basal, lebih dominan otot polos bercampur
dengan serabut-serabut dari leher kandung kemih. Bagian distal dari stroma
fibromuskular anterior penting untuk fungsi voluntary sphincter, sedangkan
bagian proksimal penting untuk fungsi involuntary sphincter. 15

3
Gambar 2.Anatomi zona dari kelenjar prostat yang dideskripsi oleh McNeal (Dikutip dari:
Hammerich KH, Ayala GE, Wheeler TM. Anatomy of the prostate gland and surgical pathology of
prostate cancer. Cambrige University Press, 2009).

Gambaran histologi dari kelenjar prostat terdiri dari duktus kelenjar yang
bercabang-cabang. Kelenjar dan duktus terdiri dari dua lapisan sel yaitu lapisan
sel kolumnar sekresi luminal dan lapisan sel basal. Pada lumen dari kelenjar dan
duktus prostat sering dijumpai massa eosinofilik yang berlapis-lapis (corpora
amylacea) yang lebih umum dijumpai pada laki-laki yang lebih tua. Kapsul
prostat terdiri dari jaringan fibrous yang mengelilingi kelenjar dan merupakan
suatu lapisan yang lebih fibrous dari otot yang terletak di antara stroma prostat
dengan jaringan lemak di luar prostat. 15
Kelenjar prostat menyekresi cairan encer, seperti susu, yang mengandung
kalsium, ion sitrat, ion fosfat, enzim pembekuan, dan profibrinolisin. Selama
pengisian, simpai kelenjar prostat berkontraksi sejalan dengan kontraksi vas
deferens sehingga cairan encer seperti susu yang dikeluarkan oleh kelenjar prostat
menambah jumlah semen lebih banyak lagi. Sifat cairan prostat yang sedikit basa
mungkin penting untuk keberhasilan fertilisasi ovum, karena cairan vas deferens
relatif asam akibat adanya asam sitrat dan hasil akhir metabolisme sperma, dan
sebagai akibatnya, akan menghambat fertilisasi sperma. Selain itu, sekret vagina
bersifat asam (pH 3,5−4). Sperma tidak dapat bergerak optimal sampai pH
sekitarnya meningkat menjadi 6−6,5. Akibatnya, cairan prostat yang sedikit basa

4
mungkin dapat menetralkan sifat asam cairan 12 seminalis lainnya selama
ejakulasi, dan juga meningkatkan motilitas dan fertilitas sperma.15,16

B. Definisi

Kanker prostat adalah penyakit kanker yang berkembang di prostat, sebuah


kelenjar dalam sistem reproduksi lelaki. Atau dapat juga dapat didefinisikan
suatu tumor ganas yang tumbuh di dalam kelenjar prostat Hal ini terjadi ketika sel
prostat mengalami mutasi dan mulai berkembang di luar kendali. Sel ini dapat
menyebar secara metastasis dari prostat ke bagian tubuh lainnya, terutama tulang
dan lymph node. Kanker prostat dapat menimbulkan rasa sakit, kesulitan buang
air kecil, disfungsi erektil dan gejala lainnya. Kanker prostat sangat sering terjadi.
Pemeriksaan mikroskopis terhadap jaringan prostat pasca pembedahan maupun
pada otopsi menunjukkan adanya kanker pada 50% pria berusia diatas 70 tahun
dan pada semua pria yang berusia diatas 90 tahun. Kebanyakan kanker tersebut
tidak menimbulkan gejala karena penyebarannya sangat lambat.15

C. Epidemiologi

Berdasarkan data, rata-rata per tahun penderita kanker prostat yang berobat di
RS Dharmais dan RSCM Jakarta mencapai 30 hingga 60 orang. Ini baru data dari
dua rumah sakit, belum yang lainnya. Ancaman kanker prostat tak hanya
mengintai kaum pria di Indonesia. Kaum pria di Amerika Utara dan Eropa,
terutama di kawasan Skandinavia bahkan tercatat memiliki angka tertinggi untuk
penderita kanker prostat. Bahkan di Amerika Utara, penyakit kanker prostat
menjadi penyakit kanker pembunuh tertinggi bagi para pria Afro Amerika di sana.
Berdasarkan hasil penelitian para pakar urologi, setiap pria di dunia berpotensi
terkena penyakit prostat. Mulai dari pembengkakan ringan pada kelenjar prostat
sampai dengan serangan kanker prostat. Setiap pria memang memiliki resiko
terkena penyakit prostat. Bagi pria, penyakit prostat dipicu oleh hormon
testosteron yang diproduksi testis pria. Makin tua usia pria, hormon ini berubah
menjadi dihydrotestosteron yang mempengaruhi perkembangan sel prostat hingga
kelenjar prostat tumbuh menjadi besar. Jumlah kanker prostat sangat bervariasi di

5
dunia. Namun jarang terjadi di Asia Timur dan Selatan; sering terjadi di Eropa
dan Amerika Serikat. Menurut American Cancer Society, kanker prostat paling
jarang di pria Asia dan paling sering terjadi di orang hitam, dan orang Eropa di
tengahnya.17

Di RSCM dan RS Kanker Dharmais terdapat peningkatan jumlah


penderita tahun 2001-2006 sebanyak dua kali dibandingkan tahun 1995 – 2000,
dengan jumlah penderita rata-rata pertahun adalah 70-80 kasus baru/tahun.
Insidens tersering ditemukan pada usia lebih dari 60 tahun dan jarang ditemukan
pada usia kurang dari 40 tahun.11
Selama periode Januari 1995 sampai dengan Desember 2007 terdapat 610
penderita Kanker prostat di kedua rumah sakit tersebut, 110 penderita mendapat
pengobatan dengan tujuan kuratif. Prostatektomi radikal dilakukan terhadap 43
penderita dengan median usia 63 tahun, dan 67 penderita lainnya dengan median
usia 70 tahun menerima Median survival adalah 101 bulan dan 85 bulan masing-
masing untuk penderita yang mendapat tindakan Prostatektomi Radikal dan
EBRT. Angka survival 5 tahun adalah 68,4% dan 69,2%, masing-masing untuk
penderita dengan pengobatan Prostatektomi Radikal dan EBRT.`12
Di RS. Hasan Sadikin Bandung, selama periode 2004-2010 didapatkan
penderita Kanker prostat sebanyak 318. Seratus sembilan puluh tiga kasus
(60,7%) adalah organ confined/locally advanced, 125 (39,3%) kasus yang telah
bermetastasis. 72 penderita menjalani terapi prostatektomi radikal.13
Di RSUD Moewardi Solo, periode 2000-2006 didapatkan 30 kasus, 23 kasus
masih terlokalisir sedangkan sisanya (7) kasus telah bermetastasis. Sebanyak 12
kasus dilakukan Transurethral resection of the Prostate (TURP), 11 kasus TURP
diikuti obat hormonal, 7 kasus TURP dengan orkidektomi dan obat hormonal.14

D. Etiologi
Beberapa faktor yang diduga sebagai penyebab timbulnya adenokarsinoma prostat
adalah:

(1) predisposisi genetik,

(2) pengaruh hormonal,

(3) diet tinggi lemak,

(4) pengaruh lingkungan, dan

6
(5) infeksi.

Kanker prostat ternyata lebih banyak diderita oleh bangsa Afro-Amerika


yang berkulit hitam daripada bangsa kulit putih. Pada penelitian yang lain
didapatkan bahwa bangsa Asia (China dan Jepang) lebih sedikit menderita
penyakit ini. Namun, mereka yang pindah ke Amerika mendapatkan kemungkinan
menderita penyakit lebih besar daripada mereka yang tetap tinggal di negara
asalnya. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh lingkungan dan kebiasaan hidup
sehari-hari juga berperan dalam patogenesis penyakit ini.18,19

Kemungkinan untuk menderita kanker prostat menjadi dua kali jika


saudara laki-lakinya menderita penyakit ini. Kemungkinannya naik menjadi lima
kali jika ayah dan saudaranya juga menderita. Semuanya itu menunjukkan adanya
faktor genetika yang melandasi terjadinya kanker prostat.18,19

Diet yang banyak mengandung lemak, susu yang berasal dari binatang,
daging merah (red meat), dan hati diduga meningkatkan kejadian kanker prostat.
Beberapa nutrisi diduga dapat menurunkan insiden kanker prostat, di antaranya
adalah vitamin A, beta karoten, isoflavon atau fitoestrogen yang banyak terdapat
pada kedelai, likofen (antioksidan karotenoid yang banyak terdapat pada tomat),
selenium (terdapat pada ikan laut, daging, biji-bijian), dan vitamin E. Kebiasaan
merokok dan paparan bahan kimia Cadmium (Cd) yang banyak terdapat pada alat
listrik dan baterai berhubungan erat dengan timbulnya kanker prostat. Kebiasaan
seksual memiliki hubungan dengan kanker prostat diakibatkan oleh berhubungan
seksual sebelum umur yang matang, jumlah partner seksual, dan partner seksual
yang terinfeksi human papiloma virus dan kanker serviks.18,19

E. Patogenesis
Kemungkinan tahapan patogenesis kanker adalah: kelenjar prostat
normal  PIN (Prostat Intraepitelial Neoplasia)  karsinoma prostat 
karsinoma prostat stadium lanjut  karsinoma prostat matastasis  HRPC
(Hormon Refractory Prostat Cancer).

7
Munculnya kanker prostate secara laten pada usia tua banyak terjadi.
Sepuluh persen pria usia enam puluh tahun mempunyai kanker prostate dan tidak
bergejala, pertumbuhan dari kanker prostate asimptomatis yang kebetulan
ditemukan lamban sekali.Keganasan prostate 90% biasanya berupa
Adenocarsinoma yang berasal dari kelenjar prostate yang menjadi hipotrofik pada
usia decade kelima sampai ketujuh. Agaknya proses menjadi ganas sudah mulai
pada jaringan prostate yang masih muda. Karsinoma prostate paling sering terjadi
pada zona perifer (75%).18,19,20
Dengan berkembangnya tumor dapat terjadi perluasan langsung ke
urethra, leher kandung kemih, dan vesikula seminalis. Karsinoma prostate dapat
juga menyebar melalui jalur limfatik dan hematogen. Secara berturut tempat yang
paling sering dari metastasis melalui jalur hematogen melalui v.vertebralis adalah
ke tulang-tulang pelvis, vertebra lumbalis, femur, vertebra torasika, dan kosta.
Metastasis ini lebih sering osteoklastik (menyerap tulang) daripada osteoblastik
(membentuk tulang). Pada osteokalstik jaringan tulang diganti jaringan tumor oleh
infiltrasi dan pertumbuhan tumor, sementara pada osteoblastik, tumornya justru
merangsang sel-sel pembentuk tulang di sekitarnya untuk membentuk tulang
ekstra yang jelas dapat dilihat pada foto roentgen.18,19,20
Penyebaran limfogen dapat ditemukan dikelenjar limfe di panggul kecil
dan lewat samping pembuluh darah besar keatas lewat samping dinding perut
belakang (kelenjar limfe retroperitoneal atas).agak jarang tumor ini menyebar ke
sum-sum tulang dan visera, khususnya hati dan paru. Tingkat penyebaran
karsinoma prostate yang lazim dipakai didasarkan pada system tingkat penyebaran
“American Urological Assosiation” (AUA) dan TNM.18,19,20
Prostatic intraepithelial neoplasia (PIN) merupakan proliferasi epitel yang
atipikal pada duktus dan kelenjar prostat. Suatu kelenjar PIN memiliki arsitektur
yang jinak, tetapi dibatasi oleh sel-sel yang secara sitologi atipik. PIN dibagi atas
low grade (LGPIN) dan high grade (HGPIN) berdasarkan derajat atipia selnya.
Tidak terbukti adanya hubungan antara LGPIN dengan adenokarsinoma prostat,
tetapi HGPIN memiliki hubungan erat dengan adenokarsinoma prostat dan
merupakan lesi precursornya.18,19,20

8
Pada sekitar 80% kasus, jaringan prostat yang diambil karena karsinoma
mungkin menunjukkan lesi prekursor yang disebut dengan high grade prostatic
intraepithelial neoplasia (PIN). Lesi ini terdiri dari kelenjar-kelenjar jinak dengan
proliferasi sel-sel yang menunjukkan anaplasia inti. High grade PIN terdiri dari
kelenjar-kelenjar yang terpisah lebih jauh, kelenjar bercabang dengan struktur
papillary. Ini berbeda jauh dengan kanker yang invasif dimana karakteristiknya
adalah kelenjar-kelenjar kecil, tersusun rapat, tepi lumen yang datar (tidak
bercabang). Pada PIN, kelenjar-kelenjarnya dikelilingi oleh lapisan sel-sel basal
dan membran basal yang utuh. 18,19,20
F. Gejala Klinis
Biasanya kanker prostat berkembang secara perlahan dan tidak
menimbulkan gejala sampai kanker telah mencapai stadium lanjut. Kadang
gejalanya menyerupai BPH, yaitu berupa kesulitan dalam berkemih dan sering
berkemih. Gejala tersebut timbul karena kanker menyebabkan penyumbatan
parsial pada aliran air kemih melalui uretra. Kanker prostat bisa menyebabkan air
kemih berwarna merah (karena mengandung darah) atau menyebabkan terjadinya
penahanan air kemih mendadak. Pada beberapa kasus, kanker prostat baru
terdiagnosis setelah menyebar ke tulang (terutama tulang panggul, iga dan tulang
belakang) atau ke ginjal (menyebabkan gagal ginjal). Kanker tulang menimbulkan
nyeri dan tulang menjadi rapuh sehingga mudah mengalami fraktur (patah tulang).
Setelah kanker menyebar, biasanya penderita akan mengalami anemia. Kanker
prostat juga bisa menyebar ke otak dan menyebabkan kejang serta gejala mental
atau neurologis lainnya. Gejala lainnya adalah:20,21 segera setelah berkemih,
biasanya air kemih masih menetes
 Nyeri ketika berkemih
 Nyeri ketika ejakulasi
 Nyeri punggung bagian bawah
 Nyeri ketika buang air besar
 Nokturia (berkemih pada malam hari)
 Inkontinensia urin

9
 Nyeri tulang atau tulang nyeri jika ditekan
 Hematuria (darah dalam air kemih)
 Nyeri perut
 Penurunan berat badan.
G. Langkah Diagnostik
Kanker prostat stadium awal hampir selalu tanpa gejala. Kecurigaan akan
meningkat dengan adanya gejala lain seperti: nyeri tulang, fraktur patologis
ataupun penekanan sumsum tulang.
Untuk itu dianjurkan pemeriksaan PSA usia 50 tahun, sedangkan yang
mempunyai riwayat keluarga dianjurkan untuk pemeriksaan PSA lebih awal yaitu
40 tahun.
Pemeriksaan utama dalam menegakkan Kanker prostat adalah anamnesis
perjalanan penyakit, pemeriksaan colok dubur, PSA serum serta ultrasonografi
transrektal/ transabdominal. Diagnosa pasti didapatkan dari hasil biopsi prostat
atau spesimen operasi berupa adenokarsinoma.
Selain itu pemeriksaan histopatologis akan menentukan derajat dan
penyebaran tumor.
1. Pemeriksaan colok dubur
Kebanyakan Kanker prostat terletak di zona perifer prostat dan dapat
dideteksi dengan colok dubur jika volumenya sudah > 0.2 ml. Jika terdapat
kecurigaan dari colok dubur berupa: nodul keras, asimetrik, berbenjol-benjol,
maka kecurigaan tersebut dapat menjadi indikasi biopsi prostat. Delapan belas
persen dari seluruh penderita Kanker prostat terdeteksi hanya dari colok dubur
saja, dibandingkan dengan kadar PSA. Penderita dengan kecurigaan pada colok
dubur dengan disertai kadar PSA > 2ng/ml mempunyai nilai prediksi 5-30%.22

2. Prostate-specific antigen (PSA)


Pemeriksaan kadar PSA telah mengubah kriteria diagnosis dari Kanker prostat.
PSA adalah serine-kalikrein protease yang hampir seluruhnya diproduksi oleh sel
epitel prostat. Pada prakteknya PSA adalah organ spesifik namun bukan
kanker spesifik. Maka itu peningkatan kadar PSA juga dijumpai pada BPH,
prostatitis, dan keadaan non-maligna lainnya. Kadar PSA secara tunggal adalah
variabel yang paling bermakna dibandingkan colok dubur atau TRUS.4
Sampai saat ini belum ada persetujuan mengenai nilai standar secara internasional.
Kadar PSA adalah parameter berkelanjutan semakin tinggi kadarnya, semakin
tinggi pula kecurigaan adanya Kanker prostat. Nilai baku PSA di Indonesia saat
ini yang dipakai adalah 4ng/ml.

10
3. Transrectal ultrasonography (TRUS) dan biopi prostat
Gambaran klasik hipoekhoik adanya zona peripheral prostat tidak akan selalu
terlihat.5 Gray- scale dari TRUS tidak dapat mendeteksi area Kanker prostat
secara adekuat. Maka itu biopsi sistematis tidak perlu digantikan dengan biopsi
area yang dicurigai. Namun biopsi daerah yang dicurigai sebagai tambahan dapat
menjadi informasi yang berguna.
a. Indikasi biopsi
Tindakan biopsi prostat sebaiknya ditentukan berdasarkan kadar PSA,
kecurigaan pada pemeriksaan colok dubur atau temuan metastasis yang diduga
dari Kanker prostat Sangat dianjurkan bila biopsi prostat dengan guided
TRUS,6,7 bila tidak mempunyai TRUS dapat dilakukan biopsi transrektal
menggunakan jarum trucut dengan bimbingan jari. Untuk melakukan biopsi,
lokasi untuk mengambil sampel harus diarahkan ke lateral.
Jumlah Core dianjurkan sebanyak 10-12. Core tambahan dapat diambil dari
daerah yang dicurigai pada colok dubur atau TRUS. Tingkat komplikasi biopsi
prostat rendah. Komplikasi minor termasuk makrohematuria dan hematospermia.
Infeksi berat setelah prosedur dilaporkan <1 % kasus.
b. Biopsi Ulang
Indikasi Biopsi Ulang :
 PSA yang meningkat dan atau menetap pada pemeriksaan ulang setelah 6
bulan
 Kecurigaan dari colok dubur
 Proliferasi sel asinar kecil yang atipik (ASAP)
 High Grade Prostatic intraepithelial (PIN) lebih dari satu core
Penentuan waktu yang optimal untuk biopsi ulang adalah 3-6 bulan.

c. TURP
Penggunaan TURP diagnostik untuk biopsi adalah tidak dianjurkan.
Tingkat deteksinya tidak lebih baik dari 8% dan merupakan prosedur yang tidak
adekuat untuk mendeteksi kanker.
d. Antibiotik
Penggunaan antibiotik oral atau intravena pra-biopsi merupakan
keharusan dengan menggunakkan golongan Kuinolon atau Sefalosporin.
e. Anestesi
Pemberian anestesi sangat dianjurkan. Pemilihan jenis anestesi berupa obat
oral, supposutoria, anestesi umum ataupun anestesi blok peri-prostatik dengan
guided TRUS tergantung dari pilihan operator, fasilitas dan pilihan/kondisi
penderita.18,19,20,21 Pemberian gel Lidokain 2% sebelum dimasukkannya probe akan
menurunkan rasa nyeri di daerah sfingter ani penderita

11
Temuan colok dubur yang tidak normal atau peningkatan serum PSA dapat mengindikasikan
Kanker prostat.
Diagnosis dari Kanker prostat bergantung pada konfirmasi histopatologi.
Biopsi guided Ultrasonografi transrektal (TRUS) adalah metode yang direkomendasikan,
minimal 10-12 core, diarahkan ke lateral.
Biopsi ulang dikerjakan pada kasus yang tetap dicurigai Kanker prostat (colok dubur tidak
normal, peningkatan PSA atau penemuan histopatologi yang diduga keganasan pada biopsi
awal).
Anastesi dalam berbagai cara sangat dianjurkan.
Simpulan panduan diagnosis Kanker prostat
H. Klasifikasi Histologic Dan Stadium
Penentuan diagnosis utama dari Kanker prostat dengan colok dubur,
pengukuran PSA, biopsi prostat dan sidik tulang, ditambah dengan CT atau MRI
dan foto foto thorak.

1. Derajat Keganasan
Derajat Adenokarsinoma prostat dengan sistem skor Gleason (modifikasi).
Skor Gleason adalah salah satu parameter yang memperkirakan adanya risiko
rekurensi setelah prostatektomi.
2. Skor Gleason adalah penjumlahan dari derajat Gleason (Gleason grade)
yang paling dominan dan kedua yang paling dominan.1 Pengelompokan
skor Gleason terdiri dari Diferensiasi baik ≤ 6, sedang/moderat 7 dan buruk
(8-10).
3. Stadium
Sistem staging yang digunakan untuk Kankerprostat adalah
menurut AJCC (American Joint Committee on Cancer) 2010 / sistem TNM 2009.

12
Catatan :
* Tumor ditemukan pada satu atau dua lobus dengan biopsi jarum akan tetapi
tidak teraba atau terlihat dengan pencitraan yang ada diklasifikasikan sebagai
T1c.

**Tumor yang menginvasi apeks prostat atau ke kapsul akan tetapi tidak
menembus, tidak diklasifikasikan sebagai T3 akan tetapi T2.

*** Bila lebih dari satu tempat metastasis, dikategorikan sebagai metastasis
paling tinggi stadiumnya; M1c adalah tingkatan tertinggi.

13
Pengelompokan Stadium (AJCC 2010)2

Penjelasan
1. Stadium T
Penentuan stadium klinis cT dapat ditentukan dengan colok dubur.3 Bila
diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan CT/MRI.

2. Stadium N
Penentuan stadium N hanya dikerjakan bila akan berpengaruh terhadap
keputusan terapi. Hal ini biasanya pada kasus penderita yang direncanakan terapi
kuratif.6
Cara terbaik untuk menentukan stadium N adalah dengan
limfadenektomi, teknik yang digunakan adalah operasi terbuka ataupun
laparoskopik.7

3. Stadium M
Metode sidik tulang paling sensitif untuk mendiagnosis metastasis
tulang, bila tidak ada fasilitas pemerikaan tsb dapat dicari dengan penilaian klinis,
CT Scan, alkali fosfatase serum dan bone survey.
Peningkatan kadar alkali fosfatase mengindikasikan adanya metastasis
tulang pada 70% penderita.10 Pengukuran alkali fosfatase dan PSA secara
bersamaan akan meningkatkan efektivitas penilaian klinis sebesar 98%.11

14
Selain ke tulang, Kanker prostat dapat bermetastasis ke organ lain
umumnya ke KGB jauh, paru-paru, hepar, otak dan kulit. Pemeriksaan fisik, foto
thoraks, ultrasonografi, CT dan MRI adalah metode yang digunakan, terutama
bila gejala menunjukkan adanya kemungkinan metastasis ke jaringan lunak.
Pemeriksaan sidik tulang tidak perlu pada penderita asimptomatik, PSA kurang
dari 20 ng/mL dan berdiferensiasi baik atau moderat.
4. Faktor Prognostik
Faktor prognostik dan prediksi pada Kanker prostat dapat dinilai dari aspek:
 Stadium TNM, kadar PSA dan skor Gleason. Tabel Partin (John Hopkins
University: 7n9j
 Prediksi bebas progresi, harapan hidup. Tabel Kattan (Memorial Sloan-
Kettering Cancer Center: http://nomograms.mskcc.org/prostate/index.aspx)
 Prediksi rekuren sebelum dan sesudah operasi. Tabel Han (John Hopkins
University: http://urology.jhu.edu/prostate/hanTables.php)

5. Simpulan Penetuan Stadium

Stadium lokal (stadium T) dari Kanker prostat didasarkan pada penemuan colok dubur dan
mungkin CT/MRI. Informasi selanjutnya didapatkan dari jumlah dan lokasi positif pada biopsi
prostat, derajat tumor dan kadar PSA.
MRI menunjukkan tingkat akurasi yang lebih baik.
Stadium N hanya penting diketahui bila akan direncanakan terapi kuratif. Limfadenektomi
merupakan baku emas untuk penentuan stadium N.
Penentuan metastasis ke tulang (stadium M) paling baik dengan sidik tulang. Hal ini tidak
diindikasikan pada penderita yang asimtomatik dengan PSA < 20 ng/mL pada tumor yang
berdiferensiasi baik atau moderat dengan asumsi penderita tidak ada metastasis tulang.

15
BAB III

PENATALAKSANAAN

A. Panduan Penatalaksanaan Kanker Prostat Berdasarkan IAUI

Pengobatan Kanker prostat ditentukan berdasarkan beberapa faktor yaitu grading

tumor, staging, ko-morbiditas, preferensi penderita, usia harapan hidup saat

diagnosis. Mengingat data untuk menentukkan usia harapan hidup saat diagnosis

belum ada di Indonesia, maka digunakan batasan usia sebagai salah satu

parameter untuk menentukan pilihan terapi.22

1. Penatalaksanaan Kanker Terlokalisir atau locally advanced


Usia
Risiko
>80 tahun71-80 tahun ≤ 70 tahun
Rendah: Monitoring aktif 1. Monitoring aktif 1. Prostatektomi radikal
T: 1a atau 1c dan 2. EBRT atau Brakhiterapi permanen
2. EBRT atau Brakhiterapi
Gleason:2-5 dan PSA: 3. Terapi investigasional permanen
<10 dan Temuan biopsi: 3. Monitoring aktif
Unilateral <50% 4. Terapi investigasional
Sedang: Monitoring aktif 1. EBRT, Brakhiterapi permanen atau
1. Prostatektomi radikal
T: 1b, 2a atau Gleason: 6, EBRT, Brakhiterapi kombinasi 2. EBRT, Brakhiterapi permanen
atau 3+4 atau permanen atau 2. Prostatektomi radikal atau kombinasi
PSA: < 10 atau Temuan kombinasi 3. Terapi investigasional 3. Terapi investigasional
biopsi: Bilateral, <50% Terapi investigasional
Tinggi: Terapi hormonal 1. EBRT+terapi hormonal (2-3 thn)1. EBRT+ terapi hormonal (2-3
T: 2b, 3a, 3b atau EBRT+terapi hormonal 2. Terapi hormonal thn)
Gleason: ≥ 4+3 atau PSA: Terapi investigasional 3. Prostatektomi radikal + diseksi 2. Prostatektomi radikal + diseksi
10-20 atau Temuan KGB pelvis KGB pelvis
biopsi: > 50% perineural, 4. Terapi investigasional 3. Terapi investigasional
duktal 4. Terapi hormonal
Sangat tinggi: Terapi hormonal 1. Terapi hormonal 1. EBRT+ terapi hormonal
T: 4 atau Gleason: ≥ 8, EBRT+ terapi hormonal2. EBRT+ terapi hormonal 2. Terapi hormonal
atau PSA: > 20, atau Terapi investigasional 3. Sistemik terapi non hormonal 3. Terapi sistemik+terapi hormona
Temuan biopsi: (kemoterapi) 4. Terapi multimodal
limfovaskuler, investigasional
neuroendokrin
Keterangan :
1. Monitoring aktif dikontraindikasikan pada pasien yang memiliki gejala. Juga
tidak direkomendasikan pada pasien dengan risiko sedang dan tinggi dengan
usia ≤ 70 tahun.
2. Diseksi KGB pelvis tidak dilakukan bila probabilitas adanya keterlibatan
kelenjar (staging nomogram) < 3%.
3. Terdapat perubahan untuk rekomendasi radikal prostatektomi untuk pasien
risiko tinggi dan sangat tinggi sebagai bagian program terapi multimodalitas
termasuk terapi hormonal, radioterapi pasca operasi dan bila memungkinkan
kemoterapi
2. Penatalaksanaan kanker yang telah metastasis
Androgen Deprivation Therapy(ADT) merupakan baku emas terapi
Kanker prostat lanjut setelah penemuan Huggins dan Hodges di tahun
1941.Terapi ini dapat berupa kastrasi dengan obat atau pembedahan
(orkhidektomi).2 Tingkat kastrasi yang diinginkan adalah kadar testosteron <
20ng/dL.Pemberian Lutenising Hormone Releasing-Hormone(LHRH) agonis
seharusnya disertai pemberian anti-androgen untuk mencegah flare-up sedikitnya
14 hari.
Bermacam-macam strategi yang digunakan dalam penggunaan ADT ini,
menurut jenis blokadenya dapat komplit (Complete Androgen Blokade/CAB)
LHRH agonis ditambah anti-androgen ataupun tunggal (hanya LHRH agonis
saja). Menurut lama waktu pemberian terbagi atas: kontinyu dan intermiten.
Menurut awal waktu pemberian: segera (immediate) atau ditunda (deferred).

Berdasarkan hasil studi review maupun meta-analisis keuntungan


blokade komplit (CAB) terhadap terapi tunggal hanya < 5%. Pemberian CAB
jangka panjang akan menginduksi terjadinya sel independen androgen, dalam
jangka waktu rata-rata 2 tahun.Oleh karena itu disarankan penghentian pemberian
obat secara berkala (intermiten) yang dibuktikan dari beberapa penelitian penting
bahwa hasilnya tidak berbeda.Pemberian ADT segera akan menurunkan progresi
penyakit dan komplikasi secara bermakna dibandingkan ditunda. Tetapi hal ini
tidak meningkatkan cancer-specific survival.
3. Kanker Prostat dengan Kastrasi dan Hormon Refrakter (Castration and
Hormone Refractory Prostate Cancer / CRPC-HRPC)

Timbulnya resistensi terhadap terapi hormonal merupakan isu yang


penting pada pemberian terapi hormonal. Mekanisme resistensi terhadap terapi
hormonal masih belum diketahui secara pasti. Kanker prostat saat ini memiliki
sel-sel yang bersifat heterogen (androgen dependen dan androgen independen).
Berbagai istilah yang berbeda telah digunakan untuk menggambarkan
Kanker prostat yang kambuh setelah terapi ablasi hormonal awal, termasuk
HRPC, androgen-independen kanker dan hormon-independen kanker.Adalah
penting untuk membedakan CRPC dari HRPC. CRPC masih responsif terhadap

17
terapi hormon lini kedua, termasuk penghentian anti-androgen, estrogen dan
kortikosteroid. Sedangkan HRPC adalah resisten terhadap semua tindakan
hormonal.
Untuk menegakkan diagnosis kanker prostat refrakter hormon, harus
memenuhi kriteria di bawah ini:
Peningkatan PSA atau peningkatan lesi tulang atau jaringan lunak
walaupun sudah diberikan terapi hormonal sekunder dan Antiandrogen
withdrawal minimal 4 minggu dimana kadar testosteron serum telah
mencapai ambang kastrasi (< 20ng/dL).
Penatalaksanaan Kemoterapi (Cytotoxic Therapy)
1. Pada penderita yang hanya mengalami peningkatan PSA, maka 2 kali
peningkatan PSA berturut-turut di atas batas kadar nadir yang sebelumnya
harus diketahui.
2. Sebelum pengobatan, kadar PSA serum harus di atas > 5 ng/mL untuk
memastikan interpretasi efek pengobatan secara pasti.
3. Keuntungan dan efek samping pengobatan sitotoksik harus didiskusikan
dengan setiap individu penderita.
4. Pada penderita dengen metastasis HRPC, dan kandidat untuk terapi
sitotoksik, docetaxel 75 mg/m2 + Prednison 3x 10mg/hari dengan interval 3
minggu sampai 6 siklus. Terapi ini memberikan keuntungan survival yang
bermakna.

18
19
4. Pemantauan
Pemantauan pasca terapi Kanker prostat perlu dilakukan sebagai
bagian dari penatalaksanaan penderita yang baik dan bertanggung jawab.
Pemantauan yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi masing-
masing penderita.22
Secara umum, pemantauan penderita Kanker prostat dapat dibagi
menjadi:
1. Pemantauan setelah terapi kuratif
2. Pemantauan setelah terapi hormonal
Terapi kuratif meliputi operasi prostatektomi radikal atau
radioterapi, baik EBRT atau Brakiterapi permanen, atau kombinasi
keduanya. Terapi hormonal diberikan pada penderita dengan metastasis
atau stadium lanjut lokal (locally advanced). Kegagalan biokimia pada
penderita tersebut seringkali berhubungan dengan progresi simtomatis
yang cepat. Oleh sebab itu, pemantauan diperlukan untuk mendeteksi
progresi secara dini.
o Pemantauan setelah terapi kuratif
Rekurensi dapat terjadi pada setiap saat setelah terapi kuratif. Oleh
karena itu tindakan pemantauan diperlukan mengingat beberapa hal berikut:1
 Adanya kemungkinan terapi lini kedua dengan tujuan kuratif jika terjadi
kegagalan terapi lini pertama.
 Adanya kemungkinan terapi hormonal dini.
Pemeriksaan yang secara rutin digunakan untuk mendeteksi progresi
atau residual Kanker prostat adalah pemeriksaan fisik (termasuk colok
dubur) dan kadar PSA. Anamnesis spesifik juga perlu dilakukan, meliputi
aspek psikologis, tanda-tanda progresi penyakit, dan komplikasi terkait
terapi
a. Pasca prostatektomi radikal
Progresi PSA didefinisikan sebagai peningkatan kadar PSA lebih
dari 0.2 ng/ml pada dua kali pengukuran berturut-turut.2,3
Pemantauan PSA direkomendasikan pada bulan ke 3, 6, dan 12 pasca
terapi, setiap 6 bulan sampai 3 tahun, dan selanjutnya sekali setahun.
Pemantauan yang dilakukan selain PSA adalah atas indikasi seperti:colok
dubur, TRUS- biopsi, sidik tulang, CT/MRI.
b. Pasca EBRT
Progresi PSA didefinisikan sebagai peningkatan kadar PSA
sebesar 2 ng/ml di atas kadar PSA nadir pasca terapi.4 Pemantauan

20
PSA direkomendasikan pada bulan ke 3, 6, dan 12 pasca terapi, setiap
6 bulan sampai 3 tahun, dan selanjutnya sekali setahun.
c. Simpulan panduan untuk pemantauan pasca terapi kuratif

Pada penderita asimtomatis, anamnesis spesifik, colok dubur, dan pengukuran kadar PSA
merupakan pemeriksaan yang direkomendasikan pada setiap kunjungan. Kunjungan rutin
dilakukan pada bulan ke-3, 6, dan 12 pasca terapi, setiap 6 bulan sampai 3 tahun, dan
selanjutnya sekali setahun.

Pasca prostatektomi radikal, peningkatan kadar PSA serum > 0.2 ng/ml dapat berkaitan
dengan terjadinya rekurensi atau residu tumor.

Pasca terapi radiasi, peningkatan PSA sebesar 2 ng/ml di atas PSA nadir, adalah tanda adanya
rekurensi atau tumor yang persisten

Terabanya nodul pada colok dubur dan peningkatan kadar PSA dapat merupakan tanda
adanya rekurensi lokal

Pemeriksaan TRUS – biopsy, CT/MRI, sidik tulang dikerjakan bila ada indikasi.

Metastasis dapat dideteksi dengan CT scan/MRI pelvis atau sidik tulang. Pada penderita
asimtomatis, PSA <20 ng/ml pemeriksaan ini tidak perlu dilakukan.

Penderita dengan nyeri tulang perlu menjalani sidik tulang, tanpa melihat kadar PSA.

Pemantauan setelah terapi hormonal


Tujuan pemantauan pasca terapi hormonal adalah untuk memantau
respons terapi, menjamin compliance terapi, mendeteksi komplikasi terapi
hormonal, menentukan modalitas terapi paliatif sesuai pasca gagal terapi
hormonal.
Waktu pemantauan minimal 3-6 bulan sekali. Hal-hal yang perlu
dipantau selama terapi hormonal adalah:
 Pemantauan kadar kreatinin, hemoglobin, dan fungsi hati5
 Kadar testosteron serum
 Pemantauan komplikasi metabolik
 Sidik tulang, ultrasonografi, dan foto thoraks
 Bone Mass Density

21
Simpulan panduan pemantauan pasca terapi hormonal

Penderita harus dievaluasi minimal pada bulan ke 3-6 setelah terapi hormonal dimulai.

Pemeriksaan kadar PSA, testosteron serum, dan evaluasi gejala untuk menilai respons terapi
dan efek samping yang mungkin timbul.

Jika penderita menjalani IAD (Intermitten Androgen Deprivation), pengukuran PSA dan
testosteron sedikitnya dipantau setiap 3 bulan selama terapi dihentikan.

Pemantauan harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing penderita, berdasarkan keluhan,


gejala, faktor prognosis, dan terapi hormonal yang diberikan.

Penderita (khususnya M1b) perlu mendapat informasi mengenai kemungkinan kompresi


medula spinalis dan gejala klinis yang menyertainya.

Jika progresi penyakit terjadi atau jika respons terapi tidak adekuat, pemantauan harus
disesuaikan.

Pencitraan rutin tidak direkomendasikan


Terapi Paliatif
Terapi paliatif merupakan terapi aktif terhadap penderita stadium
lanjut yang sudah tidak memberi respon terhadap terapi kuratif. Terapi ini
bersifat holistik, mengontrol gejala yang timbul baik itu secara fisik,
psikologis, sosial, spiritual dan melibatkan keluarga terdekat penderita.1,2,3

 Kontrol nyeri
Pada penderita Kanker prostat lanjut nyeri akan dirasakan terutama di
daerah tulang yang termetastasis, pelvis. Terapi yang dapat digunakan:
bifosfonat (asam Zoledronat), analgetik (parasetamol sampai opioid) dan
radiasi lokal

 Obstruksi saluran kemih bawah dan atas


Obstruksi saluran kemih bawah dapat mengakibatkan gangguan fungsi

22
ginjal bila tidak ditangani. Pada kasus tertentu dapat dilakukan pemasangan
kateter, sistostomi maupun stent uretra. Tidak sedikit penderita dengan
gangguan fungsi ginjal yang disebabkan sumbatan ureter karena ekstensi
kanker ke trigonum, pemasangan nefrostomi perkutan dianjurkan.
 Kompresi medulla spinalis
Sepuluh persen penderita HRPC mengalami kompresi medulla
spinalis. Terapi yang disarankan berupa stabilisasi tulang belakang baik bedah
maupun non bedah, pemberian kortikosteroid dan radiasi.

 Limfedema
Limfedema dapat menimbulkan nyeri dan mudah terinfeksi. Edema
penis dan skrotum menyebabkan keterbatasan penderita untuk berdiri maupun
berkemih. Edema pada tungkai bawah dapat diterapi dengan drainase manual
(tungkai ditinggikan), pemasangan balutan elastik.
B. Metastatic Castration-Resistant Prostate Cancer (mCRPC).
Castration-resistant prostate cancer (CRPC) adalah salah satu bentuk dari kanker
prostat lanjut. Dengan CRPC, kanker tidak lagi sepenuhnya menangani
perawatan yang menurunkan testosteron seperti PSA yang meningkat (khusus
prostat antigen), bahkan dengan tingkat testosteron yang rendah. Dengan
Metastatic CRPC (mCRPC), pengobatan hormon, dapat menyebar ke kelenjar
getah bening di dekatnya, tulang, kandung kemih, rektum, hati, paru-paru, dan
mungkin otak. Gejala mCRPC asimptomatik. Jika ada gejala dari mCRPC,
tergantung pada ukuran tipe tumor dan dimana kanker telah menyebar. Tanda-
tanda mCRPC meliputi:23
• Kesulitan buang air kecil
• Nyeri saat buang air kecil atau darah dalam urin
• Merasa lebih lelah atau lebih lemah dari biasanya
• Penurunan berat badan
• Sesak napas
• Sakit tulang
perbedaan mCRPC dengan jenis tipe Kanker prostat
Kanker prostat dimulai sebagai localized prostate cancer. Hanya ditemukan di
prostat dan pembedahan atau radiasi dapat digunakan untuk mengobati kanker.
Terkadang hormon terapi mungkin juga digunakan. Seiring kemajuan, mungkin
ada biochemical, yang berarti kenaikan level PSA. Kemudian berkembang
menjadi CRPC non-metastasis. Pada Non-Metastatic Castration-Resistant Prostate
Cancer (nmCRPC), kanker tumbuh setelah pengobatan hormon. Pemindaian

23
mungkin menunjukkan bahwa itu belum menyebar ke bagian tubuh lainnya.
Dalam bentuk stadium lanjut kanker prostat, menjadi metastasis dan menyebar di
luar prostat ke bagian lain tubuh. Dengan Metastatic Castration-Resistant
Prostate Cancer (mCRPC), terapi hormon tidak lagi menghentikan pertumbuhan
kanker.
o Pengobatan mCRPC

Tujuan utama perawatan mCRPC adalah untuk mengontrol gejala. Meski


kekurangan androgen terapi (ADT) atau terapi hormon mungkin tidak lagi bekerja
sepenuhnya untuk menghentikan pertumbuhan kanker prostat dengan mCRPC
tetap menggunakan ADT karena beberapa prostat sel kanker akan terus berespon.
Sel lain membutuhkan pengobatan tambahan untuk mencegah pembentukan sel.
Lebih perawatan ditambahkan, seperti:
• Kemoterapi seperti docetaxel dan cabazitaxel.
kemoterapi ini adalah obat yang dapat membantu memperluas caranya pria
panjang bisa hidup dengan mCRPC. Cabazitaxel diberikan dengan steroid
prednison, dan merupakan pilihan saat docetaxel tidak membantu.
• Imunoterapi seperti sipuleucel-T.
Perawatan ini membutuhkan sel kekebalan Anda dan membantu mereka melawan
sel kanker. ini terutama digunakan pada pria yang memiliki sedikit atau tanpa
gejala.
• Terapi hormon lini kedua seperti abiraterone dan enzalutamide.
Ini menargetkan hormone yang berbeda cara daripada ADT.
• Bahan radioaktif seperti Xofigo (radium-223 diklorida). Perawatan ini
digunakan untuk menyerang sel kanker di tulang.
• Uji klinis adalah studi penelitian untuk menguji pengobatan baru atau pelajari
cara menggunakan perawatan yang ada dengan lebih baik.
• Pengawasan aktif adalah cara untuk melacak pertumbuhan kanker dan
digunakan untuk menghindari terapi agresif.
Perawatan untuk membantu gejala juga ditambahkan, seperti:
• Terapi dengan target tulang untuk membantu mencegah atau menangani nyeri
tulang, patah tulang atau masalah tulang lainnya. Obat, radiasi atau vitamin
(kalsium dan / atau vitamin D) digunakan.
• Radiasi eksternal digunakan untuk membunuh tumor. Ini bisa membantu nyeri
dan gejala lain jika kanker prostat menyebar ke tulang.

24
C. Metastatic Hormone-Sensitive Prostate Cancer (mHSPC)

Barcelona, Spanyol. Dr. Silke Gillessen mempresentasikan perspektif ahli


onkologi medis tentang pengobatan kanker prostat saat ini dan di masa depan.
Pembicaraannya terutama berfokus pada peran terapi sistemik dalam metastatic
hormone-sensitive prostate cancer (HSPC) dan non-metastatic and metastatic
castrate-resistant prostate cancer (CRPC). Dalam metastasis HSPC, terapi
melibatkan terapi deprivasi androgen (ADT) dengan penambahan docetaxel atau
abiraterone pada penyakit resiko tinggi. Pada penyakit metastasis volume / resiko
rendah, abiraterone dan radioterapi lokal ke prostat adalah standar perawatan saat
ini. Dalam waktu dekat, akan ada pembaruan data dari uji coba STAMPEDE
mengenai pengobatan penyakit metastasis volume tinggi dan volume rendah
untuk lengan docetaxel.Baru-baru ini, ada banyak percobaan yang diterbitkan
untuk menilai peran obat baru dan yang sudah dikenal dalam penyakit HSPC
metastatik.24

Metastatic hormone-sensitive prostate cancer (mHSPC) adalah penyakit


dimana pria memiliki kanker prostat metastatik dan belum pernah menerima
(sensitiv terhadap) terapi androgen (ADT). mHSPC sebelumnya merupakan ~
30% dari kasus kanker prostat, namun, dari 2004-2012 untuk pengujian PSA,
perkiraann ~ 5% dari kasus Banyak ahli di lapangan menyarankan bahwa dengan
penurunan skrining PSA selama beberapa tahun terakhir, Sebagai hasil dari
rekomendasi grade D oleh the United States Preventative Services Task Force
(USPSTF)  untuk skrining PSA (kemudian ditingkatkan menjadi C), bahwa
perkiraan ini kemungkinan besar akan meningkat lagi.25

1. Docetaxel dan mHSPC

Kemoterapi di mHSPC Sampai tahun 2004, kemoterapi merupakan peran penting


peran dalam pengobatan kanker prostat metastatik, dengan mitoxantrone dan
alkylating agen yang digunakan untuk keuntungan simtomatik castrate-resistant.
Docetaxel adalah agen sitotoksik pertama yang menunjukkan kelangsungan hidup
manfaat, seperti yang dilaporkan dalam uji coba TAX 327. Pertanyaannya

25
kemudian ditanyakan apakah docetaxel akan memberikan manfaat yang
proporsional dan serupa dengan kelangsungan hidup jika digunakan lebih awal
dalam spektrum penyakit. Setelah uji coba ini, penambahan docetaxel ke ADT
menjadi SOC untuk mHSPC di pria yang cukup sehat untuk menerima ini terapi
dan terutama pada pasien penyakit metastasis. Namun, ada kekhawatiran tentang
profil toksisitas dari rejimen ini dan pengaruhnya terhadap kualitas hidup.
terutama dalam kaitannya dengan kejadian febrile neutropenia (FN) Pada 2015,
uji coba CHAARTED pada pria dengan mHSPC.25 Percobaan ini diacak 790 pria
dengan mHSPC untuk menerima ADT + docetaxel (75 mg / m2 setiap 3 minggu
selama enam siklus) (ADT-DOCE) atau ADT saja, dengan OS sebagai titik akhir
5. Setelah tindak lanjut rata-rata selama 28,9 bulan , kelangsungan hidup
keseluruhan rata-rata adalah 13,6 bulan lebih lama dengan ADT-DOCE
dibandingkan dengan ADT saja (57,6 bulan vs 44,0 bulan; HR 0,61; 95% CI 0,47-
0,80). Lebih lanjut, waktu median untuk perkembangan biokimia, gejala, atau
radiografi adalah 20,2 bulan pada kelompok ADT-DOCE, dibandingkan dengan
11,7 bulan pada kelompok ADT saja (HR 0,61, 95% CI 0,51-0,72). Uji coba ini
mengantarkan ke praktik klinis ADT-DOCE sebagai standar perawatan untuk pria
dengan mHSPC.24

2. Abiraterone dan mHSPC

Selama hampir dua tahun, ADT-DOCE adalah SOC untuk pria dengan mHSPC.
Namun, pada tahun 2017, dua RCT fase III yang besar melaporkan hasil yang
menggabungkan ADT + abiraterone acetate + prednisone (ADT-ABI) pada
populasi ini, menambahkan opsi terapeutik tambahan ke repertoar klinis.
LATITUDE adalah uji coba internasional yang mengevaluasi ADT-ABI
dibandingkan untuk ADT saja di antara pria dengan mHSPC risiko tinggi. Risiko
tinggi didefinisikan sebagai memenuhi setidaknya dua dari tiga kriteria:25

(i) Skor Gleason ≥8,


(ii) adanya ≥3 lesi pada pemindaian tulang, atau
(iii) adanya lesi viseral yang terukur. Pasien diacak 1: 1 ke ADT-ABI
(1000 mg abiraterone acetate + 5mg prednisone setiap hari) (n = 597)

26
atau ADT + plasebo (n = 602). Titik akhir co-primer adalah OS dan
kelangsungan hidup bebas perkembangan radiografi (rPFS). Titik akhir
sekunder termasuk waktu untuk perkembangan nyeri, perkembangan
PSA, peristiwa kerangka bergejala berikutnya, kemoterapi, dan terapi
kanker prostat berikutnya. Selama median tindak lanjut selama 30,4
bulan, pasien yang diobati dengan ADT-ABI mengalami penurunan
risiko kematian sebesar 38% (HR 0,62, 95% CI 0,51-0,76)
dibandingkan dengan ADT + plasebo. Median OS belum tercapai pada
kelompok ADT-ABI, dibandingkan dengan 34,7 bulan pada kelompok
ADT + plasebo. Ada juga risiko 53% penurunan perkembangan
radiografi atau kematian untuk pasien yang diobati dengan ADT-ABI
dibandingkan dengan ADT saja (HR 0,47, 95% CI 0,39-0,55). Selain
itu, ada peningkatan yang signifikan secara statistik di semua titik
akhir sekunder untuk ADT-ABI:

1.Waktu untuk perkembangan PSA (HR 0,30, 95% CI 0,26-0,35)

2. Waktu untuk perkembangan nyeri (HR 0,70, 95% CI 0,58-0,83)

3. Waktu untuk kejadian kerangka bergejala berikutnya (HR 0,70, 95% CI 0,54-
0,92)

4. Waktu untuk kemoterapi (HR 0,44, 95% CI 0,35-0,56)

5. Waktu untuk terapi kanker prostat selanjutnya (HR 0,42, 95% CI 0,35-0,50)

Pelaporan pada saat yang sama dengan LATITUDE adalah STAMPEDE


abiraterone acetate arm. Kriteria inklusi untuk studi STAMPEDE ABI termasuk
pria dengan kanker prostat stadium lanjut atau metastatik, termasuk yang baru
didiagnosis dengan penyakit N1 atau M1, atau dua dari berikut ini: stadium T3 / 4,
PSA ≥ 40 ng / mL, atau skor Gleason 8-10. Pasien yang menjalani prostatektomi
radikal atau RT sebelumnya memenuhi syarat jika mereka memiliki lebih dari satu
dari yang berikut: PSA ≥ 4 ng / mL dan PSADT <6 bulan, PSA ≥ 20 ng / mL,
penyakit N1, atau M1. Pasien-pasien ini kemudian diacak 1: 1 ke SOC (ADT

27
selama ≥2 tahun, n = 957) vs ADT-ABI (1000 mg abiraterone acetate +
prednisone 5 mg sehari, n = 960). 25

3. Membandingkan Docetaxel dan Abiraterone

Mengingat desain STAMPEDE, pasien untuk perbandingan ADT-DOCE


versus ADT saja tumpang tindih selama 16 bulan dengan merekrut pasien untuk
ADT-ABI + versus ADT saja. Desain ini memungkinkan untuk perbandingan
pasien acak yang menerima ADT-DOCE dengan mereka menerima ADT-ABI.
Pengacakan bertingkat mengalokasikan pasien 2: 1 ke ADT saja, atau ADT-
DOCE, atau ADT-ABI. Ada 566 pasien secara acak untuk ADT-DOCE (n = 189)
dan ADT-ABI (n = 377). Pada median tindak lanjut 4 tahun, HR OS adalah 1,16
(95% CI 0,82-1,65; tidak signifikan mendukung ADT-DOCE), HR FFS adalah
0,51 (95% CI 0,39-0,67; secara signifikan mendukung ADT-ABI), PFS HR 0,65
(95% CI 0,48-0,88; secara signifikan mendukung ADT-ABI), MFS HR adalah
0,77 (95% CI 0,57-1,03; tidak terlalu menyukai ADT-ABI), dan kelangsungan
hidup HR SRE adalah 0,83 (95% CI 0,55-1,25; tidak signifikan mendukung ADT-
ABI).

Studi kedua menggunakan metodologi meta-analisis jaringan di mana


perbandingan tidak langsung dari dua atau lebih pilihan terapeutik dimungkinkan
melalui kelompok pembanding umum. Wallis dkk. membandingkan ADT-DOCE

4. Abiraterone Dan Prednisolone

Kira-kira 2 tahun setelah chemohormonal terapi ditetapkan sebagai SOC


untuk pasien dengan mHSPC, serangkaian uji coba positif yang melibatkan
penggunaan antiandrogen dalam kombinasi dengan ADT muncul. Waktu
publikasi uji coba ini mencerminkan perkembangan dalam pengaturan pengobatan
castrate-resistant, dengan hasil positif dari abiraterone asetat dan prednisolon
dilepaskan lebih dulu. Dua uji coba terpisah menunjukkan kemanjuran abiraterone
acetate dalam pengaturan penyakit ini. Uji coba LATITUDE multinasional
direkrut 1199 pasien dan dibandingkan abiraterone dan prednisolon dengan ADT
untuk menggandakan plasebo dan ADT (hanya ADT) pada pria dengan mHSPC.25

28
Berdasarkan hasil ini, abiraterone memperoleh AS Persetujuan Food and Drug
Administration (FDA) pada Februari 2018 untuk pengobatan berisiko tinggi
mHSPC, membantu mengkonsolidasikan gagasan bahwa intervensi sebelumnya
dengan pendekatan berbasis hormon mengarah ke respon awal yang lebih
mendalam dan waktu yang lebih lama untuk resistensi dan perkembangan
penyakit, dengan semua manfaat ini mengarah pada peningkatan kelangsungan
hidup. Strategi ini disajikan sebagai alternatif docetaxel dalam pengaturan
mHSPC, membuka jalan untuk diskusi dan debat tentang kombinasi mana yang
paling efektif, dan untuk siapa.

5. Enzalutamida Di Mhspc

Pada 2019, dua antiandrogen generasi baru ditambahkan ke perawatan


mHSPC bola. Enzalutamide, penghambat reseptor androgen yang kuat telah
disetujui di pengaturan mCRPC. Tidak seperti bicalutamide, enzalutamide tidak
mendorong translokasi reseptor androgen (AR) ke inti sel, sehingga merusak
pengikatan AR ke DNA ARCHES dan ENZAMET adalah dua multinasional, uji
coba fase III acak yang menunjukkan manfaat yang bermakna secara klinis di
pengaturan mHSPC baris pertama. Multinasional Uji coba ARCHES mempelajari
1.150 pria dengan mHSPC diacak untuk menerima ADT bersama dengan salah
satunya enzalutamide atau placebo. Pasien dikelompokkan berdasarkan volume
penyakit menurut Kriteria yang dipilah, serta apakah mereka memilikinya
menerima terapi docetaxel sebelumnya. Resiko perkembangan radiografi atau
kematian secara signifikan berkurang pada kelompok intervensi dibandingkan
ADT (HR 0,39, 95% CI 0,30-0,50). Penambahan enzalutamide ke ADT juga
bermanfaat bagi parameter lain, seperti mengurangi risiko perkembangan PSA,
memulai terapi antikanker baru, gejala pertama kejadian yang berhubungan
dengan tulang, kanker prostat yang, dan perkembangan nyeri. Pada paruh kedua
tahun 2019, data kelangsungan hidup secara keseluruhan masih belum dewasa.
Secara keseluruhan, grade C 3 merugikan peristiwa dilaporkan pada 24,3% pasien
di enzalutamide dibandingkan dengan 25,6% pasien, menunjukkan tolerabilitas
yang baik. Itu paling umum efek samping tingkat 3 enzalutamide adalah

29
hipertensi, terjadi pada 3,3% pasien. Waktu tindak lanjut yang lebih lama
diperlukan untuk menganalisis efek penuh dari kemoterapi di mHSPC yang
diobati dengan docetaxel subset (secara bersamaan atau berurutan), terutama
dalam uji coba ENZAMET, meskipun saat ini tidak ada pembenaran untuk
penggunaan triplet terapi. Pada Desember 2019, FDA menyetujui enzalutamide
untuk pasien di mHSPC pengaturan.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Epstein JI. Pathology of Prostatic Neoplasia. Dalam: Wein AJ, Kovoussi


LR, Novick AC, Partin AW, Peters CA, Ed. Campbell-Walsh Urology.
Philadelphia: Saunders, 2007. h.2874- 82.
2. Mottet N, Schalken JA, Heidenreich A, Bastian PJ, Irani J, Salomon L, et
al. Highlights on Prostate Cancer from Urological and Oncological
Congresses in 2007. Eur Urol Suppl 2008;7:460-73.
3. Boyle P, Severi G, Giles GG. The epidemiology of prostate cancer. Urol
Clin N Am 2003;30:209-17.
4. Klein EA, Platz EA, Thompson IM. Epidemiology, Etiology, and
Prevention of Prostate Cancer. Dalam: Wein AJ, Kovoussi LR, Novick
AC, Partin AW, Peters CA, Ed. Campbell- Walsh Urology. Philadelphia:
Saunders, 2007. h. 2854-73.
5. Moffat LE. Urological cancer. London:Martin Dunitz, 2002. p. 29-83.
6. Murai M, Cheng Ch, Khauli R, Lee E, Sahabududdin RM, Sasidharan K,
et al. Epidemiology of Prostate cancer in Asia. Dalam: McConnell J,
Denis L, Akaza H, Khoury S, Schalken J. eds. Prostate cancer. 6 th
International Consultation on New Developments in Prostate Cancer and
Prostate Diseases. 2006. h. 57-65.
7. Kessler B, Albertsen P. The natural history of prostate cancer. Urol Clin
N Am 2003;30:219- 26.
8. Schroder FH. Screening for prostate cancer. Urol Clin N Am
2003;30:239-51.
9. International Agency for Research on Cancer. Diunduh dari
www.globocan.com tanggal 5 Agustus 2011.
10. Indonesian Society of Urologic Oncology (ISUO) meeting. 2011.
Unpublished data.
11. Kelompok kerja Kanker Urologi RS. Cipto Mangunkusumo-RS. Kanker
Dharmais. Panduan Pengelolaan Kanker prostat. Interna Publishing. 2009.
12. Umbas R, Mochtar CA, Hamid RA. Terapi radikal pada penderita Kanker

31
prostat: Tindak lanjut jangka panjang dan faktor prediksi survival.
Indonesian Journal of Cancer 2010;4(2):55- 60.
13. Safriadi F. Karakteristik dan pola penanganan Kanker prostat di RS.
Hasan Sadikin Bandung. Indonesian Journal of Cancer. Inpress.
14. Mahadi EP, Widjanarko S. Penanganan karsinoma prostat di RSUD dr.
Moewardi Surakarta selama Januari 2000-Desember 2006. JURI
2009;16(1):25-28.
15. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi: anatomi sistem urogenitalia. Ed 2. Jakarta:
Sagung Seto; 2009, h.7-8.
16. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke system : sistem reproduksi.
Jakarta: EGC; 2011, h.827.
17. Umbas R. Karakteristik dan Penanganan Kanker Prostat di Indonesia ;
Pengamatan Sepuluh Tahun dalam Indonesian Journal of Surgery. Edisi
Khusus Urologi. Vol.33. No.4 2005., IKABI. Jakarta.; 2005. H. 107 – 14.
18. Umbas R, Manuputty D, Sukasaih CL, Ni Made S, Achmad IA, Bowolaksono
et all. Karsinoma Prostat. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor
Sjamsuhidajat R, De Jong Wim, Karnadirhardja W, Theddeus OH, Rudiman
R. Edisi 3. Jakarta: EG.; 2010.h. 890-9.
19. Shirley OE. Kanker Prostat. Dalam: Kanker Genitourinarius dalam
Keperawatan Onkologi. Editor M.Eny. Edisi 3. Jakarta: EGC; 2005.h. 141-4.
20. Thompson Am, Trasher JB, Burnett AL, Hagino DC, Michael S, Anthony V
D’Amico, et all. Guideline for the management of clinically localized prostate
cancer. Available at https://www.auanet.org/education/guidelines/prostate-
cancer.cfm . accssed on najuary 12 2016.
21. Sagalowsky.Arthur I. Karsinoma Prostat. In : Harrison Principles of Internal
Medicine. Editor Isselbacher. Kurt J..et all., Volume 4. Jakarta: EGC;
2002.h.. 2070-85.
22. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Guidelines. Panduan Penatalaksanaan Kanker
Prostat. IAUI. 2011.
23. Urologi Foundation Care. Metastatic Castration-Resistant Prostate Cancer
(mCRPC). 2020. p: 2-6

32
24. Hanan Goldberg, MD, Urologic Oncology Fellow (SUO), University of
Toronto, Princess Margaret Cancer Centre @GoldbergHanan at the 34th
European Association of Urology (EAU 2019) #EAU19  conference in
Barcelona, Spain, March 15-19, 2019.
25. Smith,S. Shamash, J. Metastatic Hormone-Sensitive Prostate Cancer
(mHSPC): Advances and Treatment Strategies in the First-Line Setting.
Cancer Institute, University College London. 2020. P: 2-11

33

Anda mungkin juga menyukai