Anda di halaman 1dari 19

PERPAJAKAN

DOSEN PENGAMPU :

NURMALA SARI, S.Pd., M.Pd.

DISUSUN OLEH :

TITANIA NOVIANA

(A1A119074)

Prodi Pendidikan Ekonomi

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Jambi

2020
DASAR HUKUM PAJAK

1. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 23A


Dari berbagai jenis undang-undang yang mengatur tentang pajak yang ada di
Indonesia, UUD 1945 Pasal 23A merupakan induk sumber hukum dari semua
undang-undang yang ada. UUD 1945 Pasal 23 berisi tentang aturan dalam hal
keuangan negara yang meliputi penyusunan anggaran belanja, mata uang negara, dan
peraturan tentang perpajakan. Khusus perpajakan disusun dalam pasal 23A yang
berbunyi, “Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara
diatur dengan undang-undang”. Dari isi pasal tersebut jelas sekali jika pasal 23A
merupakan sumber hukum utama dari peraturan-peraturan yang menetapkan sistem
dan tata cara seluruh perpajakan yang berlaku di Indonesia.
Melihat pajak yang berlaku di Indonesia, tentu kita mengenal berbagai jenis
pajak yang umum sering kita bayar per tahunnya, seperti PBB (Pajak Bumi dan
Bangunan) dan PPh (Pajak Penghasilan). Secara hukum masing-masing dari jenis
pajak tersebut diatur terpisah berdasarkan undang-undang yang berbeda, pemisahan
aturan hukum disebabkan karena setiap pajak memiliki ruang lingkup yang berbeda,
sehingga membutuhkan penyesuaian peraturan secara tepat. Setiap undang-undang
yang dibuat untuk mengatur jenis perpajakan tertentu pada dasarnya secara
menyeluruh merupakan bentuk tindak lanjut dari undang-undang dasar pasal 23A.
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 didalamnya mengatur tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Sebelum terbentuknya undang-undang ini,
sebenarnya sudah terdapat undang-undang yang memiliki tujuan dan aturan hukum
yang sama yaitu Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. Hadirnya UU No.16 Tahun
2000 merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983. Perubahan
undang-undang ini didasari oleh beberapa hal yang berkaitan dengan perbaikan dalam
pelaksanaan undang-undang ini yaitu lebih memberikan kesejajaran dalam keadilan
dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat atau wajib pajak dan yang
lebih penting adalah menciptakan kepastian hukum yang lebih tegas.
Dalam UU No.16 Tahun 2000 menjelaskan beberapa informasi yang bersifat
umum, seperti siapa saja yang memiliki kewajiban perpajakan beserta ruang lingkup
yang meliputi keseluruhan tentang perpajakan pada umumnya. Selain itu dalam
undang-undang ini juga mengatur tentang fungi dan mekanisme penggunaan NPWP
(Nomor Pokok Wajib Pajak), faktor-faktor tentang pengukuhan pengusaha kena
pajak, fungsi dan tata cara dalam surat pemberitahuan, dan tata cara pembayaran
pajak secara prosedural yang benar.
3. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000
Pada dasarnya undang-undang ini merupakan bentuk perubahan untuk yang
ketiga kali dari undang-undang sebelumnya. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
merupakan bentuk pertama dari undang-undang yang berlaku mengenai beberapa
peraturan tentang pajak penghasilan (PPh). Perubahan kedua pada undang-undang ini
terjadi pada tahun 1994, dimana beberapa pasal mengalami perubahan isi dan
ketentuan yang lebih relevan dengan perkembangan kondisi negara. Beberapa jenis
undang-undang lainnya banyak yang mengalami perubahan saat itu, sehingga untuk
mendukung perubahan tersebut dibutuhkan penyesuaian pada undang-undang pajak
penghasilan agar secara keseluruhan isi mampu menguatkan dan memiliki keterikatan
yang lebih dengan undang-undang lainnya.
Undang-Undang No.17 Tahun 2000 didalamnya berisi tentang penjelasan dan
ketentuan yang berkaitan dengan keseluruhan ruang lingkup pajak penghasilan.
Undang-undang ini memiliki beberapa pasal didalamnya yang menyebutkan perihal
tentang siapa saja yang termasuk sebagai subjek pajak penghasilan, penggolongan
jenis-jenis pajak penghasilan, berbagai jenis usaha yang diwajibkan membayar pajak,
ketentuan tentang penyebutan objek pajak penghasilan, perhitungan besarnya pajak
penghasilan yang harus dikeluarkan oleh wajib pajak, dan penghasilan tidak kena
pajak. (baca juga : jenis-jenis pajak penghasilan , Cara Perhitungan PPh 21)
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000 merupakan perubahan kedua dari
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983, undang-undang ini merupakan dasar
peraturan tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa serta Pajak Penjualan atas
barang mewah. Jika melihat isi pembukaan dalam undang-undang ini akan terlihat
beberapa kepentingan terhadap pelaksanaan aturan yang menjadi acuan dalam
melakukan perubahan terhadap undang-undang sebelumnya. Perubahan dalam
undang-undang diwujudkan untuk meningkatkan jaminan kepastian hukum dan
meratanya tingkat keadilan, selain itu perubahan yang terjadi bersifat mempermudah
dalam penerapan sistem perpajakan tanpa mengabaikan fungsi pengawasan
pengamanan penerimaan negara yang ditujukan untuk menggerakkan pembangunan
nasional .
Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2000 memuat beberapa peraturan
mengenai penjelasan tentang apa saja yang termasuk jenis barang dan jasa kena pajak,
kegiatan ekspor, impor dan perdagangan, subjek-subjek yang kena pajak, ketentuan
untuk melaporkan dan menyetor pajak yang terhutang, perihal ketentuan objek pajak,
dan ketentuan tentang pajak atas penjualan barang mewah beserta ruang lingkup baik
jenis maupun hingga perhitungan didalamnya mulai dari aturan tarif minimum dan
maksimum atas pajak barang mewah.
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 merupakan pengganti dari undang-
undang sebelumnya yang telah berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun
1997. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 didalamnya berisi aturan dan
prosedural tentang penagihan pajak dengan surat paksa. Mengingat sifat pajak adalah
kewajiban yang harus dibayar, maka dalam penerapan harus terdapat mekanisme
pengawasan dan ketegasan terhadap ketidakpatuhan dalam segala upaya yang
berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban tertanggung oleh subjek pajak. Itulah salah
satu alasan mengapa undang-undang ini mengalami perubahan, selain dipengaruhi
juga oleh faktor perubahan sistem hukum nasional dan tatanan kehidupan masyarakat
yang membutuhkan akan meningkatnya kepastian hukum dan memberikan keadilan
bersama.
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 memuat tentang perubahan atas
peraturan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997. Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2000 mengatur tentang bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan. Dilihat dari isi yang ada dalam undang-undang ini meliputi beberapa
ketentuan mengenai pengertian umum tentang bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, penjelasan tentang perolehan hak atas tanah dan bangunan beserta maksud
dari adanya hak atas tanah dan bangunan, surat ketetapan dan surat setoran bea
perolehan hak atas tanah dan bangunan, penjelasan tentang objek pajak atas tanah dan
bangunan, dan pemindahan serta pelepasan hak atas tanah dan bangunan.
7. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002
Merupakan undang-undang yang mengatur segala ketentuan yang berkaitan
tentang pengadilan pajak yang berlaku di Indonesia. Hal yang menjadi dasar dan
tujuan dari penetapan undang-undang ini adalah bahwa Indonesia adalah negara
hukum berdasarkan pancasila dan UUD 1945 yang tujuannya menjamin terwujudnya
keadilan dan kesejahteraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
terselenggaranya pembangunan nasional yang merata di seluruh Indonesia, belum
adanya lembaga hukum yang bertindak sebagai mediator dalam penyelesaian
sengketa pajak, dan tujuan yang paling terpenting adalah mampu menciptakan
kepastian dan keadilan hukum dalam penyelesaian sengketa pajak. Dilihat dari isi
undang-undang ini, didalamnya menjelaskan tentang beberapa ketentuan umum
mengenai susunan lembaga pajak, fungsi dan prosedural dalam perpajakan,
kedudukan pengadilan pajak, dan susunan dari pengadilan pajak.
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 merupakan pengganti
dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang sebelumnya telah berlaku dalam
perpajakan Indonesia. Undang-undang ini secara keseluruhan mengatur pelaksanaan
dan aturan tentang pajak bumi dan bangunan yang berlaku di Indonesia. Pengubahan
undang-undang ini ditujukan untuk lebih meningkatnya peran pajak dalam
pembangunan nasional khususnya dalam kegiatan perekonomian, menjaga agar
perkembangan ekonomi terus terselenggara dan berjalan dengan baik sesuai dengan
kebijakan pembangunan yang berlaku, dan untuk meningkatkan kepastian hukum
yang berkaitan dengan sistem perpajakan yang terus berkembang. Perubahan undang-
undang ini memuat beberapa aturan mengenai objek pajak yang tidak termasuk dalam
hitungan pajak bumi dan bangunan serta ketentuan terhadap penetapan nilai jual objek
pajak beserta ruang lingkup yang terkandung dalam pajak bumi dan bangunan.
Pentingnya pajak adalah untuk percepatan pembangunan nasional dan jika saat
ini kita bisa menikmati fasilitas umum yang diberikan oleh pemerintah, itulah manfaat
pajak yang bisa dirasakan secara nyata dalam penerapannya. Membayar pajak adalah
kewajiban seluruh warga negara dan hal ini diatur dalam undang-undang, itulah
kenapa kita sering mendengar slogan “orang bijak bayar pajak”, karena pada dasarnya
pajak dari kita dan untuk kita. Apa yang terbayar dengan pajak pada akhirnya
masyarakat sendiri yang akan merasakan timbal balik dari hasil pengelolaan pajak
tersebut.
DEFENISI PAJAK

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan, disebutkan bahwa

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Pajak adalah iuran rakyat pada kas negara berdasarkan undang-undang (yang
dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
3. Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk
membiayai pengeluaran rutin dan “surplusnya” digunakan untuk “public saving”
yang merupakan sumber utama untuk membiayai “public investment”.

Pengertian Pajak dari Beberapa Ahli

1. C.F. Bastable
Pajak adalah a compulsory contribution of the wealth of a person or body of persons for
the service of the public powers.
2. H.C Adams, (1851—1921)
seorang ekonom dan filsuf bangsa Amerika Pajak sebagai a contribution from the citizen
to the support of the state.
3. Edwin Robert Anderson Seligman, (1861—1939), seorang ekonom, guru besar, pendiri,
dan presiden pertama dari American Economic Association
Pajak sebagai a tax is a compulsory contribution from the person to the government to
defray the expenses incurred in the common interest of all without reference to special
benefits conferred.
4. Prof. Dr. P.J.A. Andriani
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib
membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya untuk membiayai
pengeluaranpengeluaran umum yang berhubung dengan tugas negara untuk
menyelenggarakan pemerintahan.
5. Prof. Dr. Rochmat Soemitro SH (Mardiasmo, 2011: 1)
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat
ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
6. Ray M. Summerfield dan kawan-kawan
Any non-penal yet compulsory transfer of resources from the private to the public sector,
levied on the basis of predetermined criteria and without receipt of a specific benefit of
equal value, in order to accomplish some of a nation’s economic and social objectives.
7. Dwi Sunar Prasetyono (2011: 13)
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sebagai
perwujudan pengabdian dan peran serta rakyat untuk membiayai negara dan
pembangunan nasional.

FUNGSI PAJAK

Fungsi pajak terdiri atas dua fungsi, yaitu fungsi budgeter (anggaran) dan regularend
(mengatur). Berikut ini sedikit paparan tentang kedua fungsi tersebut.
1. Fungsi Budgeter (Sumber Keuangan Negara)
Pajak mempunyai fungsi budgeter yang artinya pajak merupakan salah satu sumber
penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran, baik rutin maupun
pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan
uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara
ekstensifikasi ataupun intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan
berbagai jenis pajak, seperti pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN),
pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), dan
lain-lain.
2. Fungsi Regularend (Pengatur)
Pajak mempunyai fungsi pengatur yang artinya pajak sebagai alat untuk
mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi
serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan.
Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi pengatur sebagai berikut.
a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak penjualan atas
barang mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang
mewah. Semakin mewah suatu barang, tariff pajaknya semakin tinggi sehingga
barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar
rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya
hidup mewah).
b. Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan. Hal ini dimaksudkan agar pihak
yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak)
yang tinggi pula sehingga terjadi pemerataan pendapatan.
c. Tarif pajak ekspor sebesar 0%. Ini dimaksudkan agar para pengusaha terdorong
mengekspor hasil produksinya di pasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa
negara.
d. Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan barang hasil industri tertentu, seperti
industri semen, industri rokok, industri baja, dan lain-lain. Hal ini dimaksudkan agar
terdapat penekanan produksi terhadap industri tersebut karena dapat mengganggu
lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan).
e. Pembebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi dimaksudkan untuk
mendorong perkembangan koperasi di Indonesia.
f. Pemberlakuan tax holiday dimaksudkan untuk menarik investor asing agar
menanamkan modalnya di Indonesia.

PENGELOMPOKAN PAJAK

Terdapat berbagai jenis pajak, yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu
pengelompokan menurut golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungutnya.

1. Menurut Golongan
Pajak dikelompokkan menjadi dua sebagai berikut.
a. Pajak langsung, yaitu Pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.
Pajak harus menjadi beban wajib pajak yang bersangkutan. Contohnya, Pajak
penghasilan (PPh): PPh dibayar atau ditanggung oleh pihakpihak tertentu yang
memperoleh penghasilan tersebut.
b. Pajak tidak langsung, yaitu Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau
dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Pajak tidak langsung terjadi jika
terdapat suatu kegiatan, peristiwa, atau perbuatan yang menyebabkan terutangnya
pajak, misalnya terjadi penyerahan barang atau jasa. Contohnya, Pajak pertambahan
nilai (PPN) terjadi karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang atau jasa. Pajak
ini dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang, tetapi dapat
dibebankan kepada konsumen, baik secara eksplisit maupun implicit (dimasukkan
dalam harga jual barang atau jasa).

Untuk menentukan apakah sesuatu termasuk pajak langsung atau pajak tidak langsung
dalam arti ekonomis, dilakukan dengan cara melihat ketiga unsure yang terdapat dalam
kewajiban pemenuhan perpajakannya. Ketiga unsur tersebut terdiri atas :
1) Penanggung jawab pajak adalah orang yang secara formal yuridis diharuskan
melunasi pajak;
2) Penanggung pajak adalah orang yang dalam faktanya memikul terlebih dahulu
beban pajaknya;
3) Pemikul pajak adalah orang yang menurut undang-undang harus dibebani pajak.

Jika ketiga unsur tersebut ditemukan pada seseorang, pajaknya disebut pajak langsung.
Jika ketiga unsur tersebut terpisah atau terdapat pada lebih dari satu orang, pajaknya disebut
pajak tidak langsung.

2. Menurut Sifat
Pajak dapat dikelompokkan menjadi dua sebagai berikut :
a. Pajak subjektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak
atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contohnya, Pajak
penghasilan (PPh): dalam PPh terdapat subjek pajak (wajib pajak) orang pribadi.
Pengenaan PPh untuk orang pribadi tersebut memperhatikan keadaan pribadi wajib
pajak (status perkawinan, banyaknya anak, dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi
wajib pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya penghasilan
tidak kena pajak.
b. Pajak objektif Pajak yang pengenaannya memperhatikan objeknya, baik berupa benda,
keadaan, perbuatan, maupun peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib pajak)
ataupun tempat tinggal. Contohnya, Pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan
atas barang mewah (PPnBM) serta pajak bumi dan bangunan (PBB).

3. Menurut Lembaga Pemungut


Pajak dikelompokkan menjadi dua sebagai berikut :
a. Pajak Negara/Pusat Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga negara pada umumnya. Contohnya, PPh, PPN, PPnBM, PBB,
serta bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). PBB dan BPHTB menjadi
pajak daerah mulai tahun 2011.
b. Pajak Daerah Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik daerah tingkat 1 (pajak
provinsi) maupun daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contohnya, Pajak provinsi meliputi
pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, bea balik nama kendaraan
bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bemotor, serta pajak
pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. Pajak
kabupaten/kota meliputi pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame,
pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan c serta pajak parkir.

ASAS PEMUNGUTAN PAJAK

Terdapat tiga asas pemungutan pajak sebagai berikut.


a. Asas domisili (asas tempat tinggal)
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan
wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari
dalam maupun luar negeri. Setiap wajib pajak yang berdomisili atau bertempat tinggal di
wilayah Indonesia (wajib pajak dalam negeri) dikenakan pajak atas seluruh penghasilan
yangdiperolehnya, baik dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Contoh
Tuan Akbar bertempat tinggal di Indonesia dalam jangka waktu tertentu yang menurut
peraturan perpajakan Indonesia telah memenuhi ketentuan sebagai wajib pajak dalam
negeri. Pada tahun 2011, Tuan Akbar memperoleh penghasilan dari Indonesia sebesar
Rp50.000.000 dan dari luar negeri sebesar Rp75.000.000. Penghasilan Tuan Akbar yang
dikenakan pajak di Indonesia pada tahun 2011 sebesar Rp125.000.000.
b. Asas sumber
Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang
bersumber di wilayahnya, tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. Setiap orang
yang memperoleh penghasilan dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang
diperolehnya tadi.
Contoh
Nomura adalah warga negara Jepang yang pada Juli 2011 memperoleh penghasilan dari
Indonesia sebesar Rp100.000.000 dan dari negara lain sebesar Rp50.000.000. Menurut
peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, Nomura bukan wajib pajak dalam negeri.
Oleh karena itu, penghasilan Nomura yang dikenakan pajak di Indonesia pada Juli 2011
adalah hanya penghasilan yang bersumber dari Indonesia, yaitu sebesar Rp100.000.000.
c. Asas kebangsaan
Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu
negara. Misalnya, pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan atas setiap orang asing yang
bukan berkebangsaan Indonesia, tetapi bertempat tinggal di Indonesia.

SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA

Dalam memungut pajak, dikenal beberapa sistem pemungutan berikut.

a. Official assessment system


Sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan aparatur perpajakan
untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem
ini, inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada
di tangan para aparatur perpajakan. Dengan demikian, berhasil atau tidaknya
pelaksanaan pemungutan pajak banyak tergantung pada aparatur perpajakan
(peranan dominan ada pada aparatur perpajakan).
b. Self assessment system
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang wajib pajak dalam
menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya sesuai dengan
peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam sistem ini,
inisiatif serta kegiatan menghitung dan memungut pajak sepenuhnya berada di
tangan wajib pajak. Wajib pajak dianggap mampu menghitung pajak, mampu
memahami undang-undang perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunya
kejujuran yang tinggi serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.

Oleh karena itu, wajib pajak diberi kepercayaan untuk :

1) menghitung sendiri pajak yang terutang;


2) memperhitungkan sendiri pajak yang terutang;
3) membayar sendiri jumlah pajak yang terutang;
4) melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang;
5) mempertanggungjawabkan pajak yang terutang.

Dengan demikian, berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak banyak


tergantung pada wajib pajak sendiri (peranan dominan pada wajib pajak).
c. With holding system
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga yang
ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak
sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
Penunjukan pihak ketiga ini dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan
perpajakan, keputusan presiden, serta peraturan lainnya untuk memotong dan
memungut pajak, menyetor, dan mempertanggungjawabkan melalui sarana
perpajakan yang tersedia. Berhasil atau tidaknya pelaksanaan pemungutan pajak
banyak tergantung pada pihak ketiga yang ditunjuk.

HUKUM PAJAK
Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak
dengan rakyat sebagai Wajib Pajak.
Hukum Pajak Materiil dan Hukum Pajak Formil
a. Hukum Pajak Materiil yaitu Hukum ini memuat norma-norma yang menjelaskan tentang
keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (obyek pajak), pihak yang
dikenai pajak (subyek pajak), besaran pajak yang dikenakan (tarif pajak), segala sesuatu
berkaitan dengan timbul dan dihapusnya utang pajak, serta dinas sanksi-sanksi dalam
hubungan hukum antara pemerintah dan wajib pajak.
Contoh wujud dari hukum pajak materiil adalah pajak penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).
b. Hukum pajak formil merupakan hukum yang memuat prosedur untuk mewujudkan hukum
pajak materiil menjadi suatu kenyataan atau realisasi. Hukum pajak formil memuat tata
cara atau prosedur penetapan jumlah utang pajak, hak-hak fiskus untuk mengadakan
monitoring dan evaluasi. Selain itu juga menentukan kewajiban wajib pajak untuk
mengadakan pembukuan atau pencatatan dan prosedur pengajuan surat keberatan maupun
banding.
Contoh wujud dari hukum pajak formil adalah Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan.

HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokan menjadi:

1. Perlawanan Pasif Terhadap Pajak

Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena
keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu. Hambatan-hambatan tersebut berasal dari
struktur ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik pemungutan
pajak itu sendiri.

Perlawanan Pasif Terhadap Pajak anatar lain :

a. Struktur Ekonomi
Contoh:
Pajak penghasilan yang diterapkan pada masyarakat agraris. Padahal pajak ini
diperuntukkan untuk masyarakat di negara industri. Dalam pajak ini, wajib pajak dituntut
untuk menghitung sendiri pendapatan nettonya. Untuk itu diperlukan adanya pembukuan.
Namun, menghitung pendapatan netto akan sangat sulit dilakukan oleh masyarakat agraris.
Selain karena pencatatan pendapatan yang akurat sulit dilakukan, mereka juga tidak
mampu melakukan pembukuan. Karena itu, timbulah perlawanan pasif terhadap pajak.
Perkembangan Intelektual dan Moral Penduduk Perlawanan pasif yang timbul dari
lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan oleh fiscus ataupun karena objek pajak itu
sendiri sulit untuk dikontrol.
b. Cara Hidup Masyarakat di Suatu Negara
Contoh:
masyarakat yang hidup di daerh tropis yang hanya memiliki dua musim sehingga
memungkinkan mereka bekerja sepanjang tahun. Hal ini bisa mengakibatkan mereka
bekerja lebih santai dan hasilnya tidak optimal. Pendapatan mereka lebih sedikit sehingga
penerimaan negara pun kurang. Berbeda dengan masyarakat yang tinggal di daerah
subtropis yang memiliki empat musim. Sebelum teknologi berkembang, mereka tidak bisa
bekerja di musim dingin. Karena itu, mereka harus bekerja keras di musim yang lainnya
agar kebutuhan di musim dingin bisa terpenuhi. Hasilnya, mereka bisa menghasilhan
pendapatan yang lebih banyak sehingga uang yang masuk ke kas negara pun lebih banyak.

c. Teknik Pemungutan Pajak Itu Sendiri


Contoh:
Untuk pajak yang cara perhitungannya rumit dan memerlukan pengisian formulir yang
rumit pula, maka perlu diadakan penyuluhan pajak untuk menghindari adanya perlawanan
pasif terhadap pajak. Jadi, setiap tahun, peugas pajak melakukan penyuluhan dari kantor
perpajakan mulai dari pusat sampai ke daerah.
Perlawanan pasif sangat kuat dirasakan oleh pajak langsung dari pada pajak tidak
langsung. Hal ini disebabkan oleh karena cara perhitungan pajak tidak langsung lebih
sederhana dari pajak langsung. Di negara berkembang, pajak tidak langsung lebih besar
dari pajak langsung. Sedangkan di negara maju, pemasukan negara dari pajak langsung
lebih besar dari pada pemasukan negara dari pajak tidak langsung.
Namun, dari pajak tidak langsung ada masalah ketidakadilan. Sebagai contoh, cukai
tembakau yang dikenakan pada orang yang merokok. Jika ada konglomerat dan tukang
becak yang merokok, mereka akan dikenakan cukai tembakau yang sama besarnya
walaupun mereka memiliki kemampuan ekonomi yang jauh berbeda

2. Perlawanan Aktif Terhadap Pajak


Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu sendiri.
Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan terhadap fiscus
dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban pajak yang seharusnya
dibayar.
Perlawanan Aktif Terhadap Pajak antara lain :

Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak yaitu:

1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance)


Dalam penghindaran pajak ini, wajib pajak tidak secara jelas melanggar undang-undang
sekalipun kadang-kadang dengan jelas menafsirkan undang-undang tidak sesuai dengan
maksud dan tujuan pembuat undang-undang. Dengan Tax Avoidance, Wajib Pajak
membayar pajak dengan jumlah minimal tanpa melanggar peraturan UU.
Penghindaran pajak dilakukan dengan 3 cara, yaitu:
a. Menahan Diri : Tidak melakukan sesuatu yang bisa dikenai pajak.
Ex. Tidak merokok agar terhindar dari cukai tembakau
b. Pindah Lokasi : Memindahkan lokasi usaha atau domisili dari lokasi yang tarif pajaknya
tinggi ke loksi yang tarif pajaknya rendah.
c. Penghindaran Pajak Secara Yuridis : Pegawai diberi kenikmatan dalam bentuk natura.

2. Pengelakan Pajak (Tax Evasion),


Pengelakan pajak dengan melanggar undang-undang dengan maksud melepaskan diri
dari pajak/mengurangi dasar penetapan pajak dengan cara menyembunyikan sebagian
dari penghasilannya.
3. Melalaikan pajak
Melalaikan pajak terjadi setelah SKP keluar. Melalaikan pajak adalah menolak membayar
pajak yang telah ditetapkan dan menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus
dipenuhi oleh wajib pajak dengan cara menghalangi penyitaan. Wajib pajak akan
melakukan usaha untuk menghalangi penyitaan itu dengan cara kasar dan cara halus.

TIMBUL DAN HAPUSNYA UTANG PAJAK


Saat timbulnya utang pajak mempunyai peranan yang sangat penting karena
berkaitan dengan
1. pembayaran pajak;
2. memasukkan surat keberatan;
3. menentukan saat dimulai dan berakhirnya jangka waktu kedaluwarsa;
4. menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak
kurang bayar tambahan, dan lain-lain; serta
5. menentukan besarnya denda ataupun sanksi administrasi lainnya.

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (saat pengakuan
adanya utang pajak), yaitu ajaran materiil dan ajaran formil.
a. Ajaran Materiil
Ajaran materiil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena
diberlakukannya undang-undang perpajakan. Dalam ajaran ini, seseorang akan
secara aktif menentukan apakah dirinya dikenakan pajak atau tidak sesuai
dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Ajaran ini konsisten dengan
penerapan self assessment system.
b. Ajaran Formil
Ajaran formil menyatakan bahwa utang pajak timbul karena dikeluarkannya
surat ketetapan pajak oleh fiskus (pemerintah). Hal ini dilakukan untuk
menentukan apakah seseorang dikenakan pajak atau tidak, berapa jumlah pajak
yang harus dibayar, dan kapan jangka waktu pembayarannya dapat diketahui
dalam surat ketetapan pajak tersebut. Ajaran ini konsisten dengan penerapan
official assessment system.

Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal:


1. Pembayaran
Pembayaran pajak dapat dilakukan dengan pemotongan/pemungutan oleh
pihak lain, pengkreditan pajak luar negeri, ataupun pembayaran sendiri oleh
wajib pajak ke kantor penerima pajak (bank-bank persepsi dan kantor pos).
2. Kompensasi
Kompensasi dapat diartikan sebagai kompensasi kerugian ataupun
kompensasi karena kelebihan pembayaran pajak.
1) Contoh penerapan kompensasi karena kerugian yang dapat menyebabkan
terhapusnya atau berakhirnya utang pajak Pada awal kepemilikan tahun 2010,
wajib pajak A menderita kerugian sebesar Rp10.000.000. Pada tahun 2011,
mulai diperoleh laba sebesar Rp5.000.000. Seharusnya, pada tahun 2011,
wajib pajak A terutang pajak penghasilan sebesar persentase tertentu dari laba
tahun 2011. Akan tetapi, utang pajak tahun 2011 terhapus karena jumlah
kerugian pada tahun 2010 dapat dikompensasikan atau dikurangkan dari laba
tahun 2011. Kerugian suatu usaha dapat dikompensasikan pada tahun-tahun
setelahnya dengan jangka waktu paling lama adalah lima tahun setelah tahun
terjadinya kerugian tersebut.
2) Contoh penerapan kompensasi karena kelebihan pembayaran pajak yang dapat
menyebabkan terhapusnya atau berakhirnya utang pajak 1) Wajib pajak B
pada tahun 2011 membayar pajak sebesar Rp8.000.000. Setelah dilakukan
penghitungan kembali pada akhir tahun 2011, ditemukan bahwa pajak yang
sebenarnya terutang oleh wajib pajak B adalah Rp5.000.000. Kelebihan
pembayaran sebesar Rp3.000.000 pada tahun 2011 tersebut dapat
dikompensasikan atau dikurangkan dari total pajak pada tahun 2012. 2) Wajib
pajak C memiliki kelebihan membayar PPh tahun 2011 sebesar Rp 1.000.000;
sedangkan untuk jenis PPN terdapat kekurangan pajak sebesar Rp 1.500.000.
Kelebihan pembayaran PPh tahun 2011 sebesar Rpl.000.000 tersebut dapat
dikompensasikan pada kekurangan PPN di tahun yang sama sehingga utang
PPN yang sebesar Rpl.000.000 pada tahun 2011 menjadi terhapus. Sisa utang
PPN menjadi Rp500.000.
3. Kadaluwarsa
Kedaluwarsa berarti telah lewat batas waktu tertentu. Jika dalam jangka
waktu tertentu, suatu utang pajak tidak ditagih oleh pemungutnya, utang pajak
tersebut dianggap telah lunas/dihapus/berakhir dan tidak dapat ditagih lagi.
Utang pajak akan kedaluwarsa setelah melewati waktu 10 tahun terhitung sejak
saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau
tahun pajak yang bersangkutan
4. Pembebasan dan penghapusan
Kewajiban pajak oleh wajib pajak tertentu dinyatakan hapus oleh fiskus
karena setelah dilakukan penyidikan ternyata wajib pajak tidak mampu lagi
memenuhi kewajibannya. Hal ini biasanya terjadi karena wajib pajak mengalami
kebangkrutan ataupun mengalami kesulitan likuiditas.
JENIS DAN BESARAN TARIFF PAJAK YANG BERLAKU
UMUM
Pengertian Tarif Pajak
Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab
wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa persentase yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
Ada berbagai jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif pajak yang
berbeda-beda. Dasar pengenaan pajak merupakan nilai dalam bentuk uang yang dijadikan
dasar untuk menghitung pajak terutang.
Secara struktural, tarif pajak dibagi menjadi 4 jenis, antara lain:
1. Tarif Progresif (a progressive tax rate).
Tarif pajak progresif merupakan tarif pungutan pajak yang mana persentase akan naik
sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Di Indonesia itu sendiri, tarif pajak
progresif ini diterapkan untuk pajak penghasilan (PPh) wajib pajak orang pribadi,
seperti:
 Lapisan penghasilan kena pajak (PKP) sampai Rp50 juta, tarif pajaknya 5%.
 Lapisan PKP lebih dari Rp50 – Rp250 juta, tarif pajaknya 15%.
 Lapisan PKP lebih dari Rp250 -Rp500 juta, tarif pajakya 25%.
 Lapisan PKP di atas Rp500 juta, tarif pajaknya 30%.
2. Tarif Degresif (a degressive tax rate).
Tarif degresif ini kebalikan dari tarif progresif. Artinya, tarif pajak ini merupakan
tarif pajak yang persentasenya akan lebih kecil dari jumlah yang dijadikan dasar
pengenaan pajak tinggi. Atau, persentase tarif pajak akan semakin rendah ketika dasar
pengenaan pajaknya semakin meningkat.
Jadi, jika persentasenya semakin kecil, jumlah pajak terutang tidak ikut mengecil.
Melainkan bisa jadi lebih besar karena jumlah yang dijadikan dasar pengenaan
pajaknya semakin besar.
3. Tarif Proporsional (a proportional tax rate).
Tarif proporsional merupakan tarif yang persentasenya tetap meski terjadi perubahan
terhadap dasar pengenaan pajak. Jadi, seberapa pun jumlah objek pajak,
persentasenya akan tetap.
Contohnya adalah Pajak Pertambahan Nilai (10%) dan PBB (0,5%) dari berapa pun
objek pajaknya.
4. Tarif Tetap/regresif (a fixed tax rate).
Tarif tetap atau tarif pajak regresif adalah tarif pajak yang nominalnya tetap
tanpa memerhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajaknya.
Tarif tetap juga dapat diartikan sebagai tarif pajak yang akan selalu tetap
sesuai dengan peraturan yang telah diberlakukan, seperti Bea Meterai dengan nilai
atau nominal sebesar Rp3.000 dan Rp6.000.
Pada dasarnya tarif pajak dipungut berdasarkan atau sesuai dengan
pengelompokan jenis-jenis pajak.

Anda mungkin juga menyukai