Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman pangan yang menjadi
makanan pokok penduduk Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan pangan
penduduk, maka Indonesia dituntut untuk menjalankan kebijakan ketahanan
pangan dengan berfokus pada pembangunan pertanian. Salah satu taktik dalam
pembangunan pertanian yang tepat ialah pemberdayaan petani harus
diintensifkan agar dapat tercapai ketahanan pangan Nasional, karena petani
merupakan pelaku dalam proses produksi produk pertanian khususnya pangan.

Seiring meningkatnya populasi penduduk dan kebutuhan pangan Nasional,


produktivitas komoditas padi pun harus ditingkatkan agar total produksinya dapat
memenuhi kebutuhan pangan Nasional. Produktivitas padi dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor, diantaranya adalah serangan hama dan penyakit.
Serangan hama dan penyakit akan menurunkan produktivitas padi secara
signifikan apabila tidak ditangangi dengan serius. Musuh utama petani adalah
hama tanaman padi, diantaranya ialah tikus, wereng, penggerek batang, kepik,
walang sangit, jenis serangga lainnya, dan burung. Di setiap daerah, hama
utama yang menyerang pertanaman padi akan berbeda. Contohnya, untuk
pertanaman padi di daerah pantura yang menjadi hama utamanya ialah wereng
sedangkan untuk pertanaman padi di daerah rancaekek yang menjadi hama
utamanya ialah tikus. Sehingga perlu adanya strategi pengendalian yang tepat,
seperti penggunaan varietas tahan, penggunaan benih bersertifikat, monitoring,
dan teknik-teknik pengendalian efektif dan aman yang bisa dilakukan.

Penggunaan pestisida dalam pengendalian OPT masih menjadi solusi


utama petani dalam mengendalikan hama dan penyakit tanaman padi. Meskipun
pestisida buatan memiliki zat atau senyawa yang terkandung efektif dan efisien
dalam pengendalian OPT, tetapi zat atau senyawa tersebut akan berdampak
buruk terhadap lingkungan sekitar baik tanah maupun makhluk hidup lainnya.
Penyalahgunaan pestisida buatan pun akan mengakibatkan berbagai masalah,
diantaranya ialah residu, membuat hama resisten, menghambat pertumbuhan,
masalah perkembangbiakkan makhluk hidup, kesehatan, dan sebagainya.

1
Sehingga perlu ada pelatihan tentang penggunaan pestisida yang tepat kepada
para petani guna menghindari dampak negatif dari penggunaan pestisida.

Adapun cara lain yang dapat dilakukan dalam pengendalian OPT tanaman
padi, yaitu cara mekanik, fisik, dan kultur teknik. Cara mekanis sudah jarang
diterapkan oleh petani, alasan karena sifat yang membutuhkan waktu yang lama
dan jumlah hama yang dikendalikan oleh cara mekanis tidak sebesar cara
kimiawi (pestisida buatan), namun cara mekanis masih sering dilakukan petani
dalam melakukan penyiangan. Cara fisik bisa dilakukan dengan mengatur tinggi
genangan air dan memasang jebakan-jebakan untuk hama. Cara kultur teknis
dilakukan dengan mengatur jarak tanam, melakukan rotasi tanaman, dan
lainnya. Cara biologi bisa dilakukan dengan pengembangan musuh dari hama
tersebut baik secara parasit dan predator.

Oleh karena itu, harus dilakukan pengendalian yang tepat dalam


mengendalikan hama dan penyakit tanaman padi, yaitu dengan Pengendalian
Terpadu Hama dan Penyakit Tanaman (PTHPT). Konsep PTHPT ialah
memadukan semua teknik pengendalian yang paling efektif dan dan
meminimalisir dampak negatif terhadap ekosistem ataupun lingkungan sehingga
produktivitas tanaman padi optimal dan keseimbangan ekosistem pun tetap
terjaga (lestari).

1.2 Tujuan
1. Mahasiswa mengetahui berbagai macam hama yang menyerang
tanaman padi.
2. Mahasiswa Mampu mengidentifikasi gejala, akibat yang ditimbulkan.
3. Mahasiswa mengetahui bagaimana cara pengendalian hama pada
tanaman padi yang dilakukan oleh petani.
4. Mahasiswa mengetahui cara pengendalian terpadu hama tanaman
(PTHPT) yang tepat pada tanaman padi.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hama Tanaman


2.1.1 Pengertian Hama Tanaman

Hama adalah organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan


dalam kegiatan sehari-hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua
organisme, dalam praktik istilah ini paling sering dipakai hanya kepada hewan.
Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan
pada ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat
manusia. Contohnya adalah organisme yang menjadi vektor penyakit bagi
manusia, seperti tikus dan lalat yang membawa berbagai wabah,
atau nyamuk yang menjadi vektor malaria. Dalam pertanian, hama adalah
organisme pengganggu tanaman yang menimbulkan kerusakan secara fisik, dan
ke dalamnya praktis adalah semua hewan yang menyebabkan kerugian dalam
pertanian. Istilah "suci hama" juga digunakan sebagai padanan kata "steril"
dalam pengertian bebas dari penyebab kontaminasi.

a. Menurut Nas (1978) bahwa serangga dikatakan hama apabila serangga


tersebut mengurangi kualitas dan kuantitas bahan makanan, pakan ternak,
tanaman serat, hasil pertanian atau panen, pengolahan dan dalam
penggunaannya serta dapat bertindak sebagai vektor penyakit pada
tanaman, binatang dan manusia, dapat merusak tanaman hias , bunga
serta merusak bahan bangunan dan milik pribadi lainnya. Dalam
Pengendalian Hama Terpadu bahwa hama bukan hanya pada serangga
tetapi bisa pada vertebrata, tungau, virus, bateri, gulma an organisme
pengganggu tanaman lainnya.
b. Menurut Smith (1983) hama adalah semua organisme atau agens biotik
yang merusak tanaman dengan cara yang bertentangan dengan
kepentingan manusia. Dalam arti yang luas bahwa hama adalah makhluk
hidup yang mengurangi kualitas dan kuantitas beberapa sumber daya
manusia yang berupa tanaman atau binatang yang dipelihara yang hasil
dan seratnya dapat diambil untuk kepentingan manusia.
c. “Yang dimaksud dengan hama ialah semua binatang yang mengganggu
dan merugikan tanaman yang diusahakan manusia” (Pracaya, 2003: 5).

3
d. “Hama tanaman sering disebut  ‘serangga hama’ (pest) atau dalam dunia
pertanian dikenal sebagai ‘musuh petani’” (Rukmana, 2002:14). 
e. Para ahli pertanian membuat beberapa versi pengertian (definisi) hama
tanaman, diantaranya sebagai berikut:
f. Organisme “jahat” yang mempunyai kemampuan untuk merusak,
mengganggu, atau merugikan organisme lainnya (inang);
g.  Organisme yang  “memusuhi” (merugikan) kesejahteraan manusia;
h. Setiap spesies organisme yang dalam jumlah besar tidak kita kehendaki
kehadirannya;
i. Organisme yang merugikan dari segi andangan manusia;
j. Organisme hidup yang merupakan saingan kita dalam memenuhi
kebutuhan pangan dan pakaian, ata menyerang kita secara langsung.

Berdasarkan pernyataan (pendapat) di atas, hama tanaman dalam arti luas


adalah semua organisme atau binatang yang  karena aktivitas hidupnya merusak
tanaman sehingga menimbulkan kesugian ekonomi bagi manusia. Hama adalah
organisme yang dianggap merugikan dan tak diinginkan dalam kegiatan sehari-
hari manusia. Walaupun dapat digunakan untuk semua organisme, dalam
praktek istilah ini paling sering dipakai hanya kepada hewan. Hama adalah
hewan yang merusak tanaman (akar, batang, daun, bunga dan buah) sehingga
akibat kerusakan tersebut menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan
baik sehingga hasilnya rendah.

Suatu hewan juga dapat disebut hama jika menyebabkan kerusakan pada
ekosistem alami atau menjadi agen penyebaran penyakit dalam habitat manusia.
Contohnya adalah organisme yang menjadi vektor penyakit bagi manusia, seperti
tikus dan lalat  yang membawa berbagai wabah, atau nyamuk yang menjadi
vektor malaria. Dalam pengertian sederhana, hama adalah hewan penggangu
tanaman yang secara fisik masih dapat dilihat secara kasat mata tanpa bantuan
alat, hama digolongkan sebagai pengganggu tanaman yang kasat mata seperti
keong, kutu, dan ulat. Kesimpulannya, hama adalah seluruh organisme hidup
yang mampu mengurangi produksi tanaman pertanian biasanya berupa
serangga yang mudah dikenali dan terlihat dengan jelas tanpa alat bantu. Hama
dapat berupa patogen yang dapat menimbulkan penyakit, berupa gulma yang
menimbulkan kompetisi nutrisi, dan hama serangga. Hama adalah makhluk hidup

4
yang menjadi pesaing, perusak, penyebar penyakit, dan pengganggu semua
sumber daya yang dibutuhkan manusia.

2.1.2 Jenis-Jenis Hama Tanaman

Ada beberapa golongan hama yang biasanya menyerang tanaman


budidaya yaitu: golongan Serangga, golongan Mamalia, golongan Binatang
Lunak, dan golongan Aves (Burung). Serangga adalah binatang kecil yang
memiliki kaki beruas-ruas, bernafas dengan pembuluh nafas, tubuh, dan
kepalanya berkulit keras. Contoh serangga yang sering menyerang tanaman
budidaya adalah belalang, wereng, kutu, ulat, kumbang, lalat, dan lain-lain.
Mamalia adalah mahluk hidup yang memiliki tulang belakang yang tubuhnya
tertutup oleh rambut. Mamalia adalah binatang menyusui, yang betina memiliki
kelenjar mammae (air susu) yang tumbuh baik. Binatang dari golongan mamalia
yang merusak tanaman antara lain: kelelawar, tupai, musang, tikus, kera, gajah,
babi, kijang, beruang, dan lain-lain. Golongan binatang lunak yang potensial
menjadi hama tanaman adalah mollusca dan nematode. Mollusca atau siput
adalah golongan hewan bertubuh lunak dan tidak beruas. Binatang ini suka
mengeluarkan lender, dan aktif makan pada malam hari. Pada siang hari
biasanya bersembungi di tempat teduh dan lembab. Nematode adalah jenis
cacing berukuran kecil  dan umumnya berbentuk silindris. Golongan nematoda ini
sering ditemukan pada tempat-tempat atau habitat yang basah, misalnya dalam
air, tanah, tanaman, binatang, dan manusia. Nematode dapat hidup sebagai
parasit dalam tubuh mahluk hidup. Binatang yang termasuk ke dalam golongan
aves tubuhnya ditutupi kulit dan berbulu, mempunyai paruh, serta kakinya
bersisik. Anggota bagian depan berupa sayap yang digunakan untuk terbang.
Meski demikian terdapat pula golongan aves yang tidak dapat terbang, seperti:
kasuari, kiwi, dan burung unta (Rukmana, 2002).

Seluruh ataupun sebagian tanaman yang terserang hama dapat


mengalami penurunan fungsi atau bahkan tidak berfungsi sama sekali proses
metabolisme (fisiologis) pada tubuh tanaman tersebut, sehingga
pertumbuhannya tidak normal dan bahkan berakhir dengan kematian tanaman.
Beberapa contoh akibat serangan hama pada tanaman adalah sebagai berikut
(Rukmana, 2002):

5
1. Serangan hama pada bagian akar tanaman menyebabkan proses
penyerapan unsur hara, air, dan lain-lain terganggu.
2. Serangan hama pada bagian batang  atau cabang dan rangitng
menyebabkan  pengangkutan (transportasi) zat makanan terganggu atau
terhenti sama sekali sehingga tanaman menjadi layu atau mati.
3. Serangan hama pada bagian daun dapat menyebabkan proses fotosintesis
terganggu (terhambat).
4. Serangan hama pada bagian buah atau biji dapat menyebabkan buah
rusak ataupun bijinya hampa.

Dunia binatang ( Animal Kingdom ) terbagi menjadi beberapa golongan


besar yang masing-masing disebut Filum. Dari masing-masing filum tersebut
dapat dibedakan lagi menjadi golongan-golongan yang lebih kecil yang disebut
Klas. Dari Klas ini kemudian digolongkan lagi menjadi Ordo (Bangsa) kemudian
Famili (suku), Genus (Marga) dan Spesies (jenis).

Beberapa filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama


tanaman adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang
bertulang belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain-lain). Dalam
uraian berikut akan dibicarakan secara singkat tentang sifat-sifat morfologi luar
anggota filum tersebut.

a. Filum Nematoda
Sastrosuwignyo (1990) menyatakan bahwa tidak semua anggota
Nematoda berperan sebagai hama tanaman atau bersifat parasitik, namun
ada juga yang bersifat saprofag yang tidak merugikan tanaman. Nematoda
sering ditemukan pada tempat-tempat atau habitat yang basah, misalnya
dalam air, tanah, tanaman, binatang, dan manusia.
Nematoda berukuran sangat kecil, berbentuk silindris, tidak berwarna
(transparan), bilateral simetris, tidak beruas, mempunyai rongga tubuh semu
(pseudocoelomates), bagian kepala agak tumpul, sedangkan bagian ekornya
agak runcing. Selama hidupnya nematoda dapat mengalami pegantian kulit
sebanyak empat kali.
Nematoda parasitik ditandai dengan adanya stilet yang berfungsi
mencucuk dan mengisap jaringan tanaman. Sementara itu, nematoda
saprofag tidak mempunyai alat ini. Ada dua jenis stilet, yaitu Odontostilet dan
Stomatostilet. Odontostilet adalah stilet yang berbentuk seperti pisau tanpa

6
knobb (pompa) pada bagian pangkal. Sedangkan stomatostilet berbentuk
seperti pisau dengan knobb pada bagian pangkalnya. Tipe odontostilet
terdapat pada ordo Dorylaimida, sedangkan tipe stomatostilet terdapat pada
ordo Tylenchida. Cara nematoda menyerang tanaman bervariasi, yaitu :
1. Ektoparasit, yaitu menyerang dari luar jaringan tanaman,
misalnya Criconemoides sp dan Xiphinema sp.
2. Endoparasit, yaitu menyerang dari dalam jaringan tanaman. Ada yang
bersifat sedentary (menetap), misalnya nematode puru akar
(Meloidogyne spp.), dan ada yang bersifat migratory (berpindah), misalnya
Pratylenchus sp. 
3. Ektoendoparasit, yaitu setelah dewasa nematoda meletakkan sebagian
tubuhnya ke dalam tanaman, misalnyaRotylenchus sp.
4. Endoektoparasit, yaitu telur dan larva berkembang dalam tubuh tanaman,
kemudian sebagian tubuhnya keluar dari jaringan tanaman,
misalnya Heterodera sp.
Akibat serangan nematoda, maka tanaman akan mengalami gejala
kerusakan yang beragam, tergantung jenis nematodanya. Berdasarkan gejala
kerusakannya, nematoda dibedakan menjadi :
1. Nematoda puru/bengkak (gall nematodes), misalnya Anguina
tritici penyebab puru pada daun dan biji gandum.
2. Nematoda batang (stem nematodes), misalnya Ditylenchus
dipsaci yang      menyebabkan pembengkakan batang dan pembusukan
umbi lapis (bawang).
3. Nematoda daun (leaf nematodes), misalnya Aphelenchoides besseyi yang
menyebabkan pucuk daun memutih pada tanaman padi.
4. Nematoda puru akar (root-knot nematodes), misalnya Meloidogyne sp
yang      menyebabkan perakaran membengkak pada famili Solanaceae,
sehingga        pertumbuhan tidak normal.
Nematoda dapat berperan sebagai vektor penyakit, misalnya dari ordo
Dorylaimida yaitu nematoda jarum (Longidorus sp.) dan nematoda keris
(Xiphinema sp.). Keduanya bersifat ektoparasit dan dapat menularkan
penyakit virus. Nematoda ini menyerang tanaman dengan cara mencucuk dan
mengisap cairan sel akar. Luka tusukan tersebut sering diikuti oleh serangan
mikroorganisme sekunder (bakteri dan cendawan) sehingga menimbulkan

7
pembusukan. Akibatnya pertumbuhan tanaman merana dan
perkembangannya terhambat.

b. Filum Mollusca
Kelas Gastropoda merupakan salah satu kelas anggota filum Mollusca
yang banyak berperan sebagai hama tanaman. Tubuh anggota kelas
Gastropoda ada yang dilindungi oleh cangkang (shell), adapula yang tidak.
Sebagai contoh yaitu bekicot (Achatina fullica Bowd.), Semperula
maculata,  siput bugil (Parmarion pupillaris Humb.), dan Sumpil (Lamellaxis
gracilis Hutt.).
Bekicot berasal dari Afrika Timur atau Afrika Selatan ini memiliki panjang
tubuh 10 cm-13 cm. Cangkang bekicot berbentuk kerucut berulir, berwarna
coklat-kekuningan dengan bercak coklat kehitaman yang memanjang. Tubuh
berwarna coklat, berlendir dan perutnya berfungsi sebagai kaki. Mempunyai
dua pasang sungut (antena), yaitu sungut depan yang berfungsi sebagai
peraba dan sungut di belakang yang berfungsi sebagai mata. Bekicot dan
anggota Gastropoda yang lain menggunakan gigi parut (radula) untuk
menggigit dan mengunyah bagian tanaman yang berdaging tebal dan berair.
Biasanya menyerang tanaman pada malam hari, dan banyak ditemukan di
tempat-tempat yang berair dan mempunyai kelembaban tinggi (Rukmana dan
Saputra, 1997).
Semperula maculata banyak ditemukan menyerang daun tembakau yang
masih muda, anggrek dan karet. Tubuhnya berwarna kelabu kehijauan,
berukuran sebesar kelingking (Kalshoven, 1981).
Siput bugil (Parmarion pupillaris Humb.), tubuhnya tidak dilindungi
cangkang. Warna cokelat kekuningan, abu-abu atau hitam, dengan panjang
tubuh 3 cm-5 cm. Biasanya siput ini menyerang daun tembakau muda, daun
teh (menggulung daun teh), dan pucuk tanaman karet (Rukmana dan Saputra,
1997).
Sumpil (Lamellaxis gracilis Hutt)  memiliki pelindung (rumah) berbentuk
silindris, kecil, berwarna kuning muda. Panjang tubuhnya ± 11 mm. Sumpil
sering merusak persemaian bermacam-macam sayuran dan tanaman hias
(Rukmana dan Saputra, 1997).
c. Filum Chordata

8
Filum Chordata mempunyai banyak anggota, namun tidak semuanya
berperan sebagai hama tanaman. Anggota filum ini yang banyak berperan
sebagai hama adalah Kelas Mamalia (hewan menyusui) dan kelas Aves
(burung).
Dari kelas mamalia, ordo Rodentia (binatang mengerat) merupakan ordo
yang paling merugikan, misalnya tupai (Callosciurus notatus) dan tikus sawah
(Rattus rattus argentiventer). Disamping itu kelelawar, musang, landak, dan
satwa liar seperti gajah, kera, babi hutan, rusa, dan beruang juga dapat
berperan sebagai hama yang merugikan. Sedangkan dari kelas aves yang
berperan sebagai hama misalnya burung pipit (Lonchura
leucogastroides (Horsf. dan Moore)).
1. Tupai (Callosciurus notatus)
Tupai banyak merusak buah kelapa dengan cara mengerat, baik pada
waktu siang  maupun malam. Tubuh tupai berwarna kelabu sampai hitam
pada bagian perut sampai kepalanya, dan di bagian punggung berwarna
hitam pada pangkal dan kuning di ujung. Tupai betina mempunyai 6 pasang
kelenjar susu dan satu tahun mampu beranak 8 kali (Kalshoven,1981).
Tupai menyerang buah kelapa yang sudah tua, dengan ciri serangan
terdapat lubang bekas gigitan pada ujung buah dengan sisi yang rapi/rata
(Rukmana dan Saputra, 1997).
2. Tikus (Rattus-rattus spp.)
Tikus merupakan hama paling penting dibandingkan dengan hama-hama
dari golongan mamalia lainnya. Perkembangbiakan tikus sangat cepat, dan
tanaman yang disukainya cukup banyak. Tikus dapat menyebabkan
kerusakan tanaman padi pada areal yang luas sejak di persemaian sampai
menjelang panen. Disamping itu tikus juga menyerang tanaman lainnya yaitu
jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, tebu, kelapa, dan kelapa sawit
(Kalshoven,1981).
Pada umumnya tikus menyerang tanpa mengenal tempat, sejak di
persemaian, pertanaman sampai di tempat penyimpanan. Tikus aktif
menyerang tanaman pada malam hari. Tikus yang lapar akan memakan
hampir semua benda yang dijumpainya. Jika makanan cukup tersedia, tikus
akan memilih jenis makanan yang paling disukai, seperti padi yang sedang
bunting, dan jagung muda. Pada saat makanan banyak tersedia,

9
perkembangbiakan tikus berlangsung sangat cepat (Rukmana dan Saputra,
1997).
Menurut Priyambodo (1995), terdapat 8 spesies tikus yang berperan
sebagai hama, yaitu :
 Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer (Rob. & Kl.))
 Tikus rumah (Rattus rattus diardi (Jent.))
 Tikus cokelat/tikus riul (Rattus rattus norvegicus Berk.)
 Mencit rumah (Mus musculus)
 Tikus pohon (Rattus tiomanicus Miller)
 Tikus huma/ladang (Rattus exulans Peale)
 Tikus wirok (Bandicota indica Bechst.)
 Mencit ladang (Mus caroli)
Pada umumnya tekstur rambut/bulu tikus agak kasar, kecuali pada mencit
yang lembut dan halus. Hidung tikus berbentuk kerucut, kecuali tikus wirok
dan tikus cokelat hidungnya berbentuk kerucut terpotong. Tikus wirok, tikus
cokelat, tikus sawah, dan mencit ladang, disebut hewan terestrial dengan ciri-
ciri : ekor pendek, panjangnya sama dengan panjang tubuh, ujung jari halus,
tonjolan pada telapak kaki kecil dan halus. Sedangkan tikus pohon, tikus
rumah, tikus huma, dan mencit rumah, disebut hewan arboreal dengan ciri-ciri
: ekor panjang lebih panjang dari ukuran tubuh, ujung jari kasar, tonjolan pada
telapak kaki besar dan kasar. Tikus pohon merupakan hama utama kelapa,
biasanya melubangi buah kelapa yang masak/tua dengan lubang tidak teratur
di dekat tangkai (Priyambodo, 1995).
Tiga jenis tikus yang sering merusak tanaman pertanian menurut
Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut :
 Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer).
Tikus sawah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 270 mm – 370 mm.
b. Berat badan rata-rata ± 130 gram.
c. Panjang ekor ± 95 persen panjang badan (dari kepala sampai pangkal
ekor).
d. Tikus betina mempunyai 12 puting susu, yaitu terdiri atas tiga pasang di
bagian dada dan tiga pasang di bagian perut.
e. Warna badan kelabu gelap, sedang bagian dada dan perutnya berwarna
keputih-putihan.

10
 Tikus rumah (Rattus rattus diardi).
Tikus rumah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 220 mm – 370 mm.
b. Panjang ekor sama atau lebih panjang 105 persen dari panjang badan
(hidung sampai pangkal ekor).
c. Tikus betina mempunyai puting susu 10 buah, yaitu terdiri dari dua
pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut.
d. Warna bulu badan bagian atas dan bagian bawah cokelat tua kelabu.
e. Makanan tikus rumah diperoleh dari sisa makanan manusia, atau
makanan yang disimpan tidak rapi, dan hasil pertanaman yang disimpan
di gudang atau tanaman-tanaman yang berada di kebun dekat rumah.
 Tikus pohon (Rattus tiomanicus).
Ciri-ciri tikus pohon adalah sebagai berikut :
a. Ekor lebih panjang 110 persen dari panjang badan (hidung sampai
pangkal ekor).
b. Jumlah puting susu betina 10 buah yaitu terdiri atas dua pasang di
bagian dada dan tiga pasang dibagian perut.
c.  Warna bulu badan pada bagian punggung kemerah-merahan,
sedangkan pada bagian perut hampir seluruhnya putih.
d. Tikus ini sering menyerang buah kelapa, kakao, dan kopi.
3. Kelelawar (Pteropus vampyrus)
Kelelawar merusak tanaman dengan cara memakan buah-buahan yang
sudah masak di pohon, seperti buah pisang, mangga, pepaya, durian, dan
jambu-jambuan. Waktu penyerangan kelelawar pada umumnya terjadi malam
hari (Rukmana dan Saputra, 1997).
4. Musang (Paradoxurus hermaphrodites)
Populasi musang di habitat alam tergolong relatif rendah, namun dapat
menimbulkan kerugian bagi para petani. Binatang ini menyukai buah-buahan
yang sudah tua atau masak. Disamping itu, musang bersifat rakus, pemakan
segala jenis tanaman atau hewan, antara lain pemangsa anak ayam
(Rukmana dan Saputra, 1997).
5. Landak (Acantyon brachyurum (L.) = Hystrix javanicus)
Landak biasanya membuat sarang pada tebing-tebing berupa lubang-
lubang atau gua kecil seperti tikus. Aktif pada malam hari dan menyerang akar

11
tanaman umbi-umbian, dapat pula menyerang jagung, ketela pohon, nenas,
dan tebu (Kalshoven, 1981).
Satwa liar yang dapat berperan sebagai hama antara lain: gajah (Elephas
maximus L.), babi hutan (Sus vitatus), banteng (Bos sondaicus), rusa (Rusa
timorensis), beruang (Helarctos malayanus) (Triharso, 1994). Bahkan hewan
ternak seperti kambing, domba, dan sapi yang tidak diikat atau dimasukkan ke
dalam kandang dapat berpotensi sebagai hama.
Binatang yang termasuk ke dalam golongan aves (burung) pada
umumnya tubuhnya ditutupi kulit dan berbulu, mempunyai paruh, serta
kakinya bersisik. Anggota bagian depan pada  burung yang berupa sayap
digunakan untuk terbang. Meskipun demikian, ada golongan burung yang
tidak bisa terbang, misalnya kasuari, kiwi, dan unta (Rukmana dan Saputra,
1997).
Menurut Harahap dan Tjahjono (1994) beberapa jenis burung/aves yang
berpotensi sebagai hama adalah sebagai berikut:
 Burung pipit haji (Lonchura maja leucocephala Raffles)
Nama lainnya adalah bondol uban. Kepalanya berwarna putih keabu-abuan
seperti sorban haji. Bulu tubuhnya berwarna hitam kecoklatan. Warna leher
putih dan secara bertahap berubah warna menjadi coklat merah ke arah
bagian dadanya. Matanya berwarna coklat hitam. Ukurannya sebesar burung
gelatik. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa.
Daerah penyebarannya adalah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, dan lain-lain mengikuti pola penyebaran pertanaman
padi. Penyebaran secara vertikal belum diketahui.
Burung pipit haji ini hidup berkelompok. Membuat sarang dari alang-alang,
batang padi atau rumput-rumputan lainnya. Dalam satu sarang terdapat lima
ekor burung. Bentuk sarang seperti tabung memanjang, lebih kecil dari sarang
burung manyar. Pada umumnya pipit haji membuat sarang bersama-sama
pada satu pohon atau tempat sampai berjumlah puluhan. Burung ini bertelur
dua kali setahun. Jumlah telur yang dihasilkan 4-5 butir tiap kali bertelur.
Kerusakan ditimbulkan oleh gerombolan burung pada saat padi sedang
menguning. Pada umumnya gerombolan burung ini terdiri atas kurang dari 50
ekor dan datang berkali-kali.
 Pipit jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield dan Moore) 

12
Burung pipit ini berbentuk hampir sama dengan pipit haji, tetapi tanpa
warna pada kepala. Tubuh bagian atas dan sayapnya berwarna merah coklat,
lehernya hitam, perut putih, mata coklat, paruh hitam dan ekor kehitam-
hitaman. Panjang tubuh sampai ke ujung ekornya kurang lebih 9 – 10 cm.
Burung jantan dan betina seukuran dan serupa.
Daerah penyebarannya adalah Sumatra, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, dan lain-lain mengikuti pola penyebaran pertanaman
padi. Penyebaran secara vertikal belum diketahui.
Burung pipit ini membuat sarang dari alang-alang, batang padi atau
rumput-rumputan lainnya. Hidupnya selalu bergerombol dan lebih sering
berpasangan. Bersarang tidak saja dalam hutan, tetapi juga di dekat rumah
peduduk bahkan pada pohon-pohon yang rendah. Dalam satu sarang
terdapat 5 ekor burung. Masa bertelur sepanjang tahun. Dalam satu kali masa
bertelur dapat menghasilkan 4-6 butir telur. Saat mengeram mereka tidak
terganggu oleh suara manusia, cahaya lampu dan sebagainya.
Burung menyukai lingkungan yang bersemak-semak, hutan sekunder,
persawahan, atau pekarangan terutama yang berdekatan dengan pertanaman
padi. Pada saat padi menguning burung pipit ini datang bergerombol berkali-
kali untuk makan padi yang sudah masak. Di Jawa burung ini pernah menjadi
hama padi yang sangat potensial. Demikian pula di Nusa Tenggara Timur,
burung pipit ini termasuk hama potensial pada pertanaman padi.
 Burung pipit bertungging putih (Lonchura striata Linnaeus)
Warna bulu burung ini coklat kehitaman dengan tungging berwarna putih
dan bercak di dada berwarna kuning tua. Ekor berwarna kuning tua dan bintik-
bintik putih. Pada umumnya sebesar burung gelatik atau burung gereja.
Burung jantan dan betina seukuran dan serupa.
Daerah penyebaran adalah India, Kepulauan Andaman, Nicober, Cina
Selatan, Taiwan dan Sumatra, pada ketinggian 50 – 600 mdpl. Sarang dibuat
dari daun alang-alang, batang padi atau batang rumput-rumput lainnya,
berbentuk genta dengan lubang membuka ke bawah. Sarangnya dibuat pada
pepohonan di tengah atau di pinggir sawah dan semak-semak yang
berdekatan dengan persawahan. Dalam satu sarang biasanya terdapat 5-6
ekor burung. Burung ini mempunyai potensi sebagai hama padi karena selalu
datang secara bergerombol mencari makanan berupa butiran-butiran padi.
 Burung peking (Lonchura punctata punctata (Horsf dan Moore))

13
Panjang tubuh burung peking 10 – 11 cm. Warna punggung, dagu dan
leher merah coklat. Bulu dada dan perut berwarna putih dengan pinggir coklat
hitam. Mata berwarna coklat merah.
Burung peking hidup bergerombol, bersarang pada pohon-pohon tinggi,
misalnya pada pohon-pohon aren. Pada satu pohon terdapat lebih dari satu
sarang. Sarang terbuat dari rumput-rumputan, kadang-kadang bersarang
diantara buah pisang. Di daerah Nusa Tenggara Timur, burung ini juga
berpotensi sebagai hama pada pertanaman padi.
 Bebek manila (nama lokal di NTT)
Merupakan jenis binatang yang biasa hidup di laut, sungai dan di danau.
Ciri-cirinya antara lain adalah bulu berwarna hitam, warna bulu pada bagian
perut agak kehitaman, paruhnya mirip dengan bebek/itik peliharaan dan
bentuknya mirip dengan ayam.
Dengan adanya kebiasaan petani di daerah Nusa Tenggara Timur
menggunakan sistem tabela yaitu langsung menebar benih padi pada areal
yang telah diolah tanpa tahap pembibitan, hal ini dapat memberi pelaung bagi
bebek manila untuk memakan biji padi tersebut terutama pada saat air dalam
keadaan kering. Disamping itu juga menyerang bibit padi yang baru tumbuh
atau yang masih muda.
Disamping jenis-jenis burung di atas juga terdapat beberapa burung yang
mengganggu tanaman padi, tetapi bukan merupakan hama potensial di Nusa
Tenggara Timur. Jenis-jenis burung tersebut, misalnya : burung perkutut
(Geopeli striata Linnaeus), manyar bintik (Amandava sp.), gelatik (Pada
oryzivora Linnaeus), bondol hijau (Erythrura prasina Sparman), burung gereja
(Passer montanus malacensis Dubois) dan burung baya (Ploceus
philippinus Linnaeus).
d. Filum Arthropoda
Sebagian besar hama tanaman yang kita kenal merupakan anggota filum
Arthropoda. Filum ini mempunyai ciri yang sangat khas yaitu :
 Tubuh terbagi menjadi 2 atau 3 bagian.
 Tubuh dan kaki beruas-ruas.
 Alat tambahan beruas-ruas dan berpasangan.
 Dinding tubuh bagian luar berupa skeleton yang secara periodik dilepas
dan  diperbaiki/diganti.

14
Anggota filum Arthropoda yang berperan sebagai hama berasal dari Kelas
Acharina dan Insecta (serangga) (Ananda, 1983).
 Kelas Arachnida
Menurut Ananda (1983), anggota kelas Arachnida ada yang berperan
sebagai hama tanaman, dan adapula yang berperan sebagai predator hama
tanaman. Salah satu contoh jenis yang berperan sebagai hama tanaman
adalah tungau merah Tetranichus bimaculatus yang menyerang tanaman
ketela pohon terutama pada musim kemarau. Gejala yang ditimbulkannya
berupa bercak-bercak kekuningan, karena cairan sel daun diisapnya. Daun ini
akhirnya kering dan rontok. Contoh yang berperan sebagai predator adalah
laba-laba.
Ciri khas Arachnida adalah :
1. Kaki empat pasang yang terdiri atas tujuh ruas, yaitu coxa, trochanter,
patela, femur, tibia, metatarsus dan tarsus.
2. Tubuh terbagi menjadi dua bagian, yaitu gabungan kepala dan dada
(cephalothorax) serta abdomen.
3. Tidak bersayap dan memiliki alat tambahan berupa sepasang pedipalpus.
 Kelas Insecta atau Hexapoda
Anggota kelas insecta disebut juga hexapoda karena memiliki 6 kaki.
Anggota kelas ini menempati peringkat paling atas dalam hal peranannya
sebagai hama tanaman. Ciri khas kelas insecta menurut Ananda (1983).
adalah :
1. Tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan
perut (abdomen).
2. Mempunyai 3 pasang kaki yang terdiri atas 6 ruas, yaitu coxa, trochanter,
femur, tibia, metatarsus dan tarsus.
3. Sayap satu pasang atau dua pasang dan adapula yang tidak bersayap.
4. Mempunyai satu pasang antena.
Beberapa jenis ordo dari kelas insecta atau hexapoda yang menjadi
hama penting adalah sebagai berikut :
1. Ordo Orthoptera
Orthoptera berasal dari kata orthos yang berarti lurus dan pteron artinya
sayap. Golongan serangga ini pada waktu istirahat berperilaku khas, yaitu
sayap belakangnya dilipat lurus di bawah sayap depan. Alat mulut nimfa dan
imagonya penggigit-pengunyah. Perkembangan hidup hama ini termasuk tipe

15
paurometabola (telur-nimfa-imago). Nimfa dan imago hidup pada habitat
yang sama. Stadium nimfa dan imago bersifat merusak tanaman. Beberapa
jenis serangga hama yang termasuk ke dalam ordo Orthoptera adalah :
a. Belalang kayu (Valanga nigricornis Burn.)
b. Belalang kembara (Locusta migratoria manilensis Mayen)
c. Belalang pedang (Sexava spp.)
d. Belalang china atau belalang berantena pendek (Oxya chinensis)
e. Gangsir (Brachytrypus portentosus Linch)
f. Jengkerik (Gryllus mitratus Burn.) dan (Gryllus bimaculatus De G.)
g. Anjing tanah (Gryllotalpa africana Pal.)

2. Ordo Hemiptera
Hemi berarti setengah dan pteron artinya sayap. Golongan serangga
yang termasuk ordo Hemiptera ini mempunyai sayap depan yang mengalami
modifikasi sebagai hemelitron, yaitu setengah bagian di daerah pangkal
menebal, sedangkan sisanya berstruktur seperti selaput, dan sayap
belakangnya mirip selaput tipis (membran). Tipe perkembangan hidup ordo
Hemiptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut, baik
nimfa maupun imago pencucuk-pengisap, dan keduanya hidup dalam habitat
yang sama. Stadium serangga yang merusak tanaman adalah nimfa dan
imago. Jenis serangga yang termasuk ordo Hemiptera, antara lain :
a. Hama pengisap daun teh, kina, dan buah kakao (Helopeltis antonii)
b. Kepik buah lada (Dasynus piperis)
c. Kepik hijau (Nezara viridula)
d. Walang sangit (Leptocorixa acuta) (= Leptocorisa oratorius)
e. Kepik hijau Rhynchocoris poseidon Kirk.

3. Ordo Homoptera
Homo artinya sama dan pteron berarti sayap. Serangga golongan ini
mempunyai sayap depan berstruktur sama, yaitu seperti selaput (membran).
Sebagian dari serangga ordo Homoptera ini mempunyai dua bentuk, yaitu
serangga bersayap dan tidak bersayap. Misalnya, kutu daun Aphis sp. sejak
menetas sampai dewasa tidak bersayap. Tetapi bila populasinya tinggi
sebagian serangga tadi membentuk sayap untuk memudahkan pindah dari
satu tempat ke tempat lain. Tipe perkembangan hidup ordo Homoptera

16
adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Kutu daun bersifat
partenogenetik, yaitu embrio berkembang di dalam imago betina tanpa
pembuahan terlebih dahulu. Jenis serangga dari ordo Homoptera ini antara
lain :
a. Wereng hijau (Nephotettix apicalis)
b. Wereng cokelat (Nilaparvata lugens)
c. Kutu loncat (Heteropsylla sp.)
d. Kutu daun penular CVPD (Diaphorina citri)
e. Kutu daun (Aphis sp.)
f. Kutu daun persik (hijau) (Myzus persicae)
g. Kutu daun atau white fly (Bemisia tabaci Genn)
h. Kutu daun jeruk dan mawar (Aleurocanthus spiniferus)
i. Kutu daun kelapa (Aspidiotus destructor)
j. Kutu putih pada tebu (Oregma lanigera Zehntn)
k. Kutu sisik atau kutu perisai hijau pada kopi dan cengkeh (Coccus
viridis Gr.)
l. Kutu dompolan (Pseudococcus citri Risso)

4. Ordo Lepidoptera
Lepidos berarti sisik dan pteron artinya sayap. Kedua pasang sayap ordo
Lepidoptera mirip membran yang penuh denagn sisik. Sisik-sisik ini
sebenarnya merupakan modifikasi dari rambut biasa. Bila sisik tersebut
dipegang akan mudah menempel pada tangan. Serangga dewasa dibedakan
atas dua macam, yaitu kupu-kupu dan ngengat. Kupu-kupu aktif pada siang
hari, sedangkan ngengat aktif pada malam hari. Perkembangbiakan
serangga ordo Lepidoptera adalah holometabola(telur-larva/ulat-
pupa/kepompong-imago). Alat mulut larva tipe penggigit-pengunyah,
sedangkan alat mulut imagonya bertipe pengisap. Srtadium serangga yang
sering merusak tanaman adalah larva, sedangkan imagonya hanya mengisap
nektar (madu) dari bunga-bungaan. Jenis serangga hama yang termasuk
ordo Lepidoptera, antara lain:
a. Ulat daun kubis (Plutella xylostella)
b. Ulat titik tumbuh (ulat krop) (Crocidolomia binotalis Zeller)
c. Ulat tanah (Agrotis ipsilon)
d. Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee)

17
e. Penggerek polong kedelai (Etiella zinckenella Treitschke)
f. Penggerek buah kakao dan rambutan (Conopomorpha cramerella)
g. Ulat penggulung daun melintang pada teh (Catoptilia theivora Wls)
h. Penggerek pucuk tebu putih (Scirpophaga nivella intacta Sn)
i. Ulat peliang daun jeruk (kupu-kupu pastur) (Papilio memnon L.)
j. Penggerek batang padi putih (Tryporyza innotata Walker)
k. Penggerek batang padi kuning (Tryporyza incertulas Walker)
l. Penggerek batang padi bergaris (Chilo supressalis Walker)
m. Penggerek batang padi merah jambu (Sesamia inferens Walker)
n. Ulat perusak/penggerek tongkol jagung (Heliothis armigera)
(= Helicoverpa armigera Hubn.)
o. Ulat jengkal Plusia chalcites ( = Chrysodeixis chalcites)
p. Ulat penggulung daun pisang (Erionota thrax L.)

5. Ordo Coleoptera
Coleoptera berasal dari kata coleos atau seludang dan pteron atau sayap.
Serangga dari ordo Coleoptera ini memiliki sayap depan yang mengalami
modifikasi, yaitu mengeras dan tebal seperti seludang. Sayap depan atau
seludang ini berfungsi untuk menutupi sayap belakang dan bagian tubuhnya.
Sayap depan yang bersifat demikian disebut elitron, sedangkan sayap
belakang strukturnya tipis seperti selaput. Pada saat terbang kedua sayap
depan tidak berfungsi, namun pada waktu istirahat sayap belakang dilipat di
bawah sayap depan. Perkembangbiakan hidup serangga ordo Coleoptera
adalah holometabola (telur-larva-pupa-iamgo). Tipe alat mulut larva dan
imago memiliki struktur yang sama, yaitu penggigit-pengunyah. Coleoptera
adalah ordo serangga yang paling besar di antara ordo-ordo serangga hama.
Oleh karena itu, ordo serangga ini banyak bentuknya. Sifat hidup serangga
ordo Coleoptera sebagian ada yang merusak tanaman, namun adapula yang
bersifat predator. Serangga ordo Coleoptera yang berperan sebagai
hama/perusak tanaman, antara lain :
a. Kumbang kelapa atau kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros L.)
b. Penggerek batang albizzia (Xystrosera festiva)
c. Kumbang perusak pucuk kelapa (Brontispa longissima)
d. Penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei)
e. Kumbang daun kangkung dan terung (Epilachna sp.)

18
f. Kumbang daun kedelai (Phaedonia inclusa Stal.)
g. Kumbang pemakan daun semangka, melon (Aulacophora
abdominalis (Fabricius)) dan (Aulacophora hilaris(Boisduval))
h. Penggerek batang cengkeh (Nothopeus fasciatipennis Wat.)
i. Hama bubuk beras (Sitophilus oryzae) dan (Sitophilus zeamais)
j. Penggerek ubi jalar (Cylas formicarius)
k. Penggerek cabang kopi (Xyleborus morigerus)

6. Ordo Diptera
Di artinya dua dan pteron berarti sayap. Diptera artinya serangga yang
hanya mempunyai sepasang sayap depan sebab sepasang sayap
belakangnya telah berubah bentuk menjadi bulatan (halter). Sayap ini
berfungsi sebagi alat keseimbangan pada saat terbang, alat untuk
mengetahui arah angin, dan juga alat pendengaran. Stadium larva Diptera
disebut tempayak atau belatung atau set. Larva tidak mempunyai kaki, dan
hidupnya menyukai tempat-tempat yang lembab dan basah. Perkembangan
hidup ordo Diptera adalah holometabola (telur-larva-pupa-imago). Tipe alat
mulut larva penggigit-pengunyah, sedang imagonya memiliki tipe alat mulut
penjilat-pengisap. Jenis serangga ordo Diptera yang sering merusak tanaman
antara lain adalah :
a. Lalat bibit kedelai (Agromyza phaseoli Tryon)
b. Lalat buah (Bactrocera spp.)
c. Lalat penggerek batang padi (Atherigona exigua)
d. Lalat bibit padi (Hydrellia philippina)
e. Hama ganjur (Orseolia oryzae Wood Mason)

7. Ordo Thysanoptera
Thysanos artinya rumbai dan pteron berarti sayap. Serangga dari ordo
Thysanoptera ini berukuran sangat kecil. Sayapnya berjumlah dua pasang
dengan bentuk memanjang, sempit, membranus, dan pada bagian tepinya
terdapat rambut-rambut halus berumbai. Perkembangan hidup serangga
Thysanoptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut
nimfa dan imago pencucuk-pengisap. Serangga dari ordo ini dapat merusak
daun, bunga, dan buah tanaman. Daun yang terserang menjadi keriting atau
salah bentuk. Bunga yang terserang menjadi salah bentuk atau gugur,

19
sedangkan serangan pada buah menyebabkan bercak-bercak atau gugur.
Jenis serangga dari ordo Thysanoptera yang sering merusak tanaman antara
lain :
a. Thrips hitam pada tanaman jagung (Heliothrips striatoptera Kob)
b. Thrips pada bibit padi dan jagung (Thrips oryzae Will)
c. Thrips bawang (Thrips tabaci Lind)
Kerusakan (kerugian) yang ditimbulkan oleh hama tanaman menurut
Rukmana dan Saputra (1997), antara lain sebagai berikut :
1. Kerugian secara kuantitas (berkurangnya hasil atau produksi) antara lain
sebagai berikut :
a. Serangan kumbang daun Aulacophora similis Oliver dengan cara
memakan daun dan bunga pada famili Cucurbitaceae (semangka, melon,
mentimun, dan pare) menyebabkan produksi tanaman tersebut menurun
(rendah).
b. Serangan kumbang penggerek buah kapas Amorphoidea sp. dapat
menyebabkan buah tersebut gugur sebelum masak.
c. Serangan serangga Amrasca flavescens F. atau Empoasca flavescens F.
pada tanaman kapas yang masih muda dapat menyebabkan
pertumbuhan tanaman tersebut tidak normal sehingga produksi menurun.
d. Serangan ulat tanah Agrotis ipsilon Hufn. yang memakan berbagai jenis
tanaman (polifag), terutama tanaman muda, dapat menyebabkan
tanaman terkulai (layu) atau mati.
2. Kerugian secara kualitas (menurunnya mutu hasil), antara lain sebagai
berikut :
a. Perubahan warna pada beberapa macam produk tanaman (ubi, daun,
bunga,             maupun buah), misalnya :
1. Ubi jalar Ipomoea batatas L. yang terserang hama lanas Cylas
formicarius                   Fabr. akan berwarna cokelat kehitam-hitaman.
2. Biji kedelai yang terserang kepik hijau Nezara viridula L. dan kepik
polong atau kepik cokelat Riptortus linearis F. akan berwarna
kehitam-hitaman.
3. Daun dan buah pada beberapa jenis tanaman yang terserang hama
penggerek batang akan mengalami perubahan warna menjadi lebih
pucat daripada warna asli (normal), dan buah masak sebelum
waktunya ataupun berguguran.

20
b. Perubahan rasa, misalnya :
1. Ubi jalar yang terserang hama lanas Cylas formicarius Fabr. rasanya
menjadi pahit.
2. Buah durian yang terserang hama penggerek Tirathaba
ruptilinea Wlk. rasanya menjadi kemasam-masaman.
3. Bercak atau bintik-bintik hitam, misalnya :
 Daun kangkung yang terserang walang sangit Leptocorisa
oratorius Thumb. akan menunjukkan gejala berbintik-bintik hitam atau
kecokelat-cokelatan.
 Kulit biji kedelai ataupun kacang hiaju yang terserang kepik
hijau Nezara viridula L. akan berbercak-bercak cokelat.  
c. Rusak atau abnormal, misalnya :
1. Daun kedelai yang terserang ulat jengkal Chrysodeixis chalcites Esp.
akan menjadi berlubang-lubang (Gambar 1.1).
2. Umbi kentang yang terserang nematoda Meloidogyne sp. akan
berbintil-bintil (abnormal), atau berlubang dan membusuk akibat
serangan hama uret.
3. Daun tembakau yang terserang Thrips spp., Myzus persicae Sulz.
dan Bemisia tabaci akan menjadi keriting dan ukurannya kecil-kecil.
4. Buah tomat yang terserang ulat penggerek buah Helicoverpa
armigera Hbn. akan menjadi berlubang-lubang.
5. Krop kubis yang terserang ulat titik tumbuh Crocidolomia
binotalis Zeller akan tampak berlubang-lubang dan rusak, sehingga
menyebabkan berkurangnya hasil atau produksi (Gambar 1.2).
6. Biji kacang panjang berlubang-lubang akibat serangan hama
gudang Callosobruchus chinensis L. (Gambar 1.3)
Organisme yang berperan sebagai hama tanaman menurut Rasdiman
(1994), meliputi filum Nemathelminthes/Aschelminthes termasuk nematoda,
Mollusca, Arthropoda, dan Chordata. Filum Nemathelminthes, Mollusca , dan
Arthropoda, karena tidak bertulang belakang dimasukkan ke dalam kelompok
Invertebrata, sedangkan filum Chordata yang bertulang belakang dimasukkan ke
dalam kelompok Vertebrata. Dari fila tersebut, maka filum Arthropodalah yang
paling berperan sebagai hama, terutama dari kelas insekta (serangga).
Serangga dan tanaman inang mempunyai hubungan yang erat sekali,
karena serangga membutuhkan tempat berlindung, kawin, meletakkan telur dan

21
nutrisi yang dapat diperolehnya dari tanaman. Kecenderungan serangga hama
dalam memilih tanaman sebagai inang sangat ditentukan oleh sifat-sifat yang
terkandung dalam tanaman tersebut. Apabila tanaman memiliki sifat-sifat yang
disukai oleh serangga hama, maka ada kecenderungan bahwa tanaman
mengalami kerusakan yang lebih berat.
Hama merusak tanaman secara langsung, yaitu menyerang bagian-
bagian tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah atau tanaman
seluruhnya. Pengertiannya adalah bahwa ada jenis hama yang menyerang satu
bagian tanaman, atau menyerang bagian tanaman tertentu, namun
mengakibatkan tanaman tidak dapat dipanen. Sebagai contoh adalah hama
penggerek batang padi kuning Tryporyza incertulas yang menyerang titik tumbuh
tanaman padi. Akibatnya akan timbul gejala mati pucuk (dead heart) atau sundep
pada tanaman padi pada fase pertumbuhan vegetatif. Pada fase generatif, hama
ini menimbulkan gejala beluk, yaitu bulir-bulir tanaman padi yang terserang akan
tegak, kosong dan berwarna keabu-abuan. Tanaman padi yang terserang hama
tersebut tidak akan pernah diharapkan hasilnya.

2.2 Pengendalian Hama Terpadu

PHT muncul sebagai tindakan koreksi terhadap kesalahan dalam-


pengendalian hama yang dihasilkan melalui pertemuan panel ahli FAO di Roma
tahun 1965. Di Indonesia, konsep PHT mulai dimasukkan dalam GBHN III, dan
diperkuat dengan Keputusan Presiden No. 3 tahun 1986 dan undang-undang No.
12/1992 tentangsistem budidaya tanaman, dan dijabarkan dalam paket Supra
Insus, PHT menjadi jurusyang dianjurkan. (Arifin dan Iqbal, 1993; Baco, 1993;
Soegiarto, et, al., 1993). Adapuntujuan PHT adalah meningkatkan pendapatan
petani, memantapkan produktifitaspertanian, mempertahankan populasi hama
tetap pada taraf yang tidak merugikan tanaman, dan mempertahankan stabilitas
ekosistem pertanian.

Dari segi substansial, PHT adalah suatu sistem pengendalian hama


dalamkonteks hubungan antara dinamika populasi dan lingkungan suatu jenis
hama,menggunakan berbagai teknik yang kompatibel untuk menjaga agar
populasi hamatetap berada di bawah ambang kerusakan ekonomi. Dalam
konsep PHT, pengendalian hama berorientasi kepada stabilitas ekosistem dan
efisiensi ekonomi serta sosial. Dengan demikian, pengendalian hama dan

22
penyakit harus memperhatikan keadaan populasi hama atau patogen dalam
keadaan dinamik fluktuasi disekitar kedudukan kesimbangan umum dan semua
biaya pengendalian harus mendatangkan keuntungan ekonomi yang maksimal
(Arifin dan Agus, 1993). Pengendalian hama dan penyakit dilaksanakan jika
populasi hama atau intensitas kerusakan akibat penyakit telah memperlihatkan
akan terjadi kerugian dalam usaha pertanian. Penggunaan pestisidamerupakan
komponen pengendalian yang dilakukan, jika; (a) populasi hama telah
meninggalkan populasi musuh alami, sehingga tidak mampu dalam waktu
singkat menekan populasi hama, (b) komponen-komponen pengendalian lainnya
tidak dapat berfungsi secara baik, dan (c) keadaan populasi hama telah berada
di atas Ambang Ekonomi (AE), yaitu batas populasi hama telah menimbulkan
kerusakan yang lebih besar daripada biaya pengendalian (Soejitno dan Edi,
1993). Karena itu secara berkelanjutan tindakan pemantauan atau monitoring
populasi hama dan penyakit perlu dilaksanakan.

a. Komponen Pengendalian Hama


Usaha untuk memperoleh hasil tanaman yang maksimal bermacam cara
dilakukan, menurut AAK (1992) cara-cara pengendalian tersebut digolongkan
kepada lima cara yaitu: fisik dan mekanik, penggunaan varietas tahan, bercocok
tanam, biologi, dan kimia.

1. Fisik dan mekanik

Pengendalian hama dengan cara ini biasanya dilakukan pada usaha


pertanian dalam skala kecil atau dalam rumah kawat atau rumah kaca.
Pengendalian hama atau penyakit dengan fisik adalah penggunaan panas dan
pengaliran udara. Sedangkan mekanik adalah usaha pengendalian dengan cara
mencari jasad perusak tanaman, kemudian memusnahkannya. Cara ini dapat
dilakukan dengan tangan atau menggunakan alat berupa perangkap

2. Penggunaan varietas tahan

Penggunaan varietas tahan merupakan usaha pengendalian hama yang


mudah dan murah bagi petani. Telah banyak varietas-varietas padi yang dilepas
oleh Badan Penelitan dan Pengembangan Pertanian dan lembaga riset dalam
dan luar negeri yang tahan terhadap hama dan penyakit utama tanaman padi.

23
Penggunaan varietas tahan telah terbukti dapat mengurangi kehilangan
hasil, namun penggunaan varietas tahan yang memiliki gen ketahanan yang
tunggal akan memacu timbulnya biotipe dan strain atau ras-ras baru yang akan
lebih berbahaya. Untuk itu dianjurkan melakukan pergiliran varietas atau
melakukan penanaman varietas padi yang memiliki berbagai tingkat ketahanan.
Tindakan ini telah berhasil dalam menekan perkembangan penyakit blas dan
tungro di Sulawesi Selatan. Karena pencapuran menanam padi yang memiliki
keragaman tingkat ketahanan ini merupakan tindakan untuk meningkatkan
diversifikasi lingkungan yang dapat menekan laju perkembangan populasi hama.

3. Bercocok tanam

Berbagai usaha dalam bercocok tanam dapat menekan perkembangan


jasad pengganggu tanaman, mulai dari pengolahan tanah, jarak tanam, waktu
tanam, pengaturan pengairan, pengaturan pola tanam, dan pemupukkan (AAK,
1992).

1. Tanam serempak.
Di lahan irigasi dengan penanaman serempak, hama lebih menonjol dari
pada penyakit. Berdasarkan luas serangannya, hama yang dominan

merusak tanaman padi adalah tikus, wereng coklat, dan penggerek batang
(Soetarto, et. al., 2001). Adakalanya keong mas, ganjur, lembing batu, ulat
grayak, walang sangit, dan penyakit hawar daun bakteri juga dapat berkembang
secara sporadis di lokasi tertentu. Sedangkan tanam tidak serempak dalam satu
hamparan terjadi karena latar belakang teknis dan sosial. Pada pola tanam tidak
serempak, penyakit tungro selain hama tikus sering menyebabkan instabilitas
hasil. Namun demikian, resiko rendahnya hasil akibat serangan hama dan
penyakit dapat dihindari dengan pola tanam serempak.

2. Pengolahan tanah.
Pada umum untuk melakukan penanaman padi tanah diolah secara
sempurna, sampai pelumpuran, sehingga perakaran tanaman dapat tumbuh
sempurna. Tetapi dibeberapa daerah, petani mengolah tanah tidak sempurna
sehingga tibul berbagai masalah. Dari beberapa laporan, bahwa tanaman padi
yang ditanam pada tanah yang tidak mendapat pengolahan sempurna terjadi
peningkatan intesitas penyakit mentek yang disebabkan oleh nematoda
Radophollus oryzae (Semangun, 1990). Hama tanaman padi seperti kepinding

24
tanah, wereng coklat dan penggerek batang akan meningkat populasinya, jika
tunggul tanaman padi tidak segera dibongkar dan tanah tidak diolah dengan
sempurna. Hasil penelitia memperlihatkan bahwa perilaku hama penggerek
batang padi punggung putih pada saat panen berada diposisi 10 cm dari
permukaan tanah. Karena itu, dianjurkan pemanenan dengan sabit dan
memotong batang padi kurang dari 10 cm dari permukaan tanah dan tanah
segera diolah atau digenangi air (Baco, 1993).

3. Jarak tanam.
Pengaturan jarak tanam sebagai salah satu komponen pengendalian
merupakan merobahan iklim mikro (iklim sekitar tanaman) sedemikian rupa,
sehingga tidak menguntungkan bagi perkembangan hama atau patogen
(penyebab penyakit). Hasil pengkajian BPTP Sumatera Barat terhadap
penerapan sistem tanam legowo 4:1 pada padi sawah dapat mengurangi
serangan hama tikus. Demikian juga terhadap intensitas penyakit blas, bercak
daun coklat, busuk batang dan hawar daun bakteri dan beberapa penyakit yang
disebabkan jamur akan berkurang pada pertanaman padi berjarak tanam longgar
dan meningkat serangannya pada jarak tanam rapat, apalagi di musim hujan.
Karena jarak tanam yang rapat akan meningkatkan kelembaban udara di sekitar
tanaman yang akan menguntungkan bagi kehidupan jamur dan bakteri.

4. Waktu tanam.
Iklim berpengaruh terhadap kehidupan jasad pengganggu tanaman, untuk
menghindari kerusakan pada tanaman yang diakibatkan oleh jasad pengganggu
tersebut perlu mnentukan waktu tanam yang tepat. Dari pengamatan
pertanaman padi gogo di daerah transmigrasi Sitiung terlihat bahwa infeksi blas
meningkat pada pertanaman yang ditanam pada bulan Agustus dan September,
sedangkan penanaman di luar bulan-bulan tersebut infeksi blas terlihat rendah
bahkan dapat terhindar dari infeksi blas. Karena pada bulan-bulan tersebut
terjadi musim hujan yang hampir merata setiap hari dengan curah hujan rendah
sampai sedang. Keadaan yang seperti ini telah terbukti bahwa spora jamur
penyebab blas (Pyricularia oryxae) banyak dilepaskan ke udara, dan spora-spora
ini akan menginfeksi tanaman padi sehingga menimbulkan kerusakan tanaman.

5. Pengaturan pengairan.
Air merupakan kebutuhan utama pada tanaman padi pada fase
pertumbuhan (Vegetatif), tetapi kebutuhan air ini perlu pengaturan supaya

25
tanaman terhindar dari kerusakan oleh jasad pengganggu. Serangan keong mas
akan meningkat pada tanaman padi yang berumur kurang dari satu bulan di
lapangan, jika digenangi dengan air. Untuk mencegah kerusakan oleh keong
mas, maka tanaman padi yang baru dipindahkan dari persemaian sampai
bunting diairi secukupnya. Sedangkan untuk menghindari serangan penggerek
batang, kepinding tanah, wereng coklat dan tikus perlu menggenangi lahan.

6. Pengaturan pola tanam.


Menanaman tanaman padi terus menerus, apalagi dengan menanam
tanaman yang memiliki tingkat ketahanan sama dengan tanamann sebelumnya,
akan memberi peluang untuk meningkatnya populasi jasad perusak tanaman.
Karena keadaan ini merupakan lingkungan yang sesuai dan tersedianya sumber
makanan sepanjang musim bagi hama atau patogen. Untuk itu perlu pengaturan
pola tanam berupa pergiliran tanaman padi dengan tanaman palawija atau sayur-
sayuran. Pergiliran tanaman dapat juga dilakukan dengan melakukan pergiliran
tingkat ketahanan tanaman padi. Pola tanam tumpang sari dalam areal
penanaman padi dengan tanaman lain bukan padi dapat pula dilakukan untuk
meningkatkan keragaman ekologi. Keadaan ini memungkinkan untuk
berkembangnya predator dari hama tanaman padi pada tanaman bukan padi.

7. Pemupukan.
Untuk meningkatkan hasil, petani cenderung melakukanpemupukan yang
berlebihan, tindakan ini tidak saja merupakan pemborosan, tetapi juga memberi
peluang tanaman padi terinfeksi patogen atau dirusak hama. Pemupukan
nitrogen yang berlebihan pada tanaman padi gogo dan padi sawah
mengakibatkan tanaman rentan terhadap infeksi penyakit blas dan bercak daun
coklat (Semangun, 111990). Meningkatnya populasi hama penggerek batang
dan wereng coklat dilaporkan ada hubungannya dengan tingginya dosis pupuk
nitrogen yang diberikan. Untuk menentukan kebutuhan nitrogen tanaman padi
dianjurkan menggunakan bagan warna daun, sehingga pemberian pupuk sesuai
dengan kebutuhan tanaman. Sedangkan pemberian pupuk yang mengandung
unsur silika (Si), Kalium (K) dan Calsium (Ca) dapat meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap berbagai hama dan patogen.

4. Biologi

26
Penggunaan musuh alami berupa predator dan parasitoid telah lama
dilakukan, tetapi keberhasilanya belum optimal, dan pada umumnya digunakan
untuk pengendalian hama, sedangkan untuk pengendalian penyakit masih belum
banyak dilakukan. Penggunaan predator berupa laba-laba dan jamur Metarizium
untuk pengendalian wereng coklat telah dilaporkan tingkat keberhasilannya,
tetapi keberhasilan tersebut masih dalam tingkat penelitian di laboratorium atau
dirumah kaca. Sedangkan di lapangan belum mencapai keberhasilan yang
optimal, karena berbagai faktor yang menghalangi perkembangan predator dan
parasitoid tersebut. Misalnyaparasitoid yang berupa mikro organisme sangat
rentan terhadap perubahan faktor iklim. Sehingga kehidupannya akan cepat
terganggu jika terjadi perubahan suhu atau kelembaban udara. Demikian juga
serangga parasitoid yang menempatkan telurnya pada inangnya berupa hama
tanaman. Efektifitasnya akan terlihat jika populasi hama tanaman lebih tinggi dari
populasi parasitoid, dan pada saat itulah parasitoid akan bekerja menekan
perkembangan populasi hama.

5. Kimiawi

Penggunaan pestisida kimia untuk pengendalian hama dan penyakit


sangat jelas tingkat keberhasilannya. Penggunaan pestisida kimia merupakan
usaha pengendalian yang kurang bijaksana, jika tidak dikuti dengan tepat
penggunaan, tepat dosis, tepat waktu, tepat sasaran, tepat jenis dan tepat
konsentrasi. Keadaan ini yang sering dinyatak sebagai penyebabkan peledakan
populasi suatu hama (Soegiarto, et. al.,,1993). Karena itu penggunaan pestisida
kimia dalam pengendalian hama dan patogen perludipertimbangkan, dengan
memperhatikan tingkat serangan, ambang ekonomi, pengaruhnya terhadap
lingkungan dan kesehatan manusia dan hewan.

2.3 Hama Tanaman Padi


1. Penggerek Batang. (Stem Borer)
Penggerek batang merupakan hama paling menakutkan pada
pertanaman padi, karena seringnya menimbulkan kerusakan berat dan
kehilangan hasil yang tinggi. Di lapang kehadiran hama ini dtandai dengan
kehadiran ngengat ( kupu-kupu) dan kematian tunas padi, kematian malai, dan
ulat penggerek batang.

27
Hama ini merusak tanaman pada semua fase tumbuh baik pada saat
pembibitan, fase anakan maupun fase berbunga. Bila serangan terjadi pada
apembibitan sampai fase anakan (vegetatif) larva memotong bagian tengah
anakan menyebabkan pucuk layu, berubah warna menjadi coklat, kering mati
hama ini disebut sundep, dan jika terjadi pada saat berbunga/fase generative
(setelah gabah terbentuk) maka malai berubah warna menjadi putih dan hampa
disebut beluk. Faktor pendukung serangan penggerek batang padi adalah ratun
tanaman dan sisa jerami

Sampai saat ini belum ada varietas yang tahan penggerek batang. Oleh
karena itu gejala serangan hama ini perlu diwaspadai, terutama pada
pertanaman musim hujan. Hindari pertanaman pada musim Desember-Januari,
karena suhu kelembaban dan curah hujan sangat cocok untuk perkembangan
penggerek batanag. Sementara tanaman yang baru ditanam sangat sensitif
pada hama in i. Tindakan pengendalian harus segera dilakukan kalau > 10%
rumpun memperlihatkan sundep atau beluk.

Ada empat jenis penggerek batang padi yang sering dijumpai di lapangan
yaitu penggerek batang padi kuning, penggerek batang padi putih, penggerek
batang padi merah jambu, dan penggerek batang padi bergaris. Jenis-jenis
penggerek batang padi ini memiliki sifat atau ciri yang berbeda dalam
penyebaran dan bioekologi, namun hampir sama dalam cara menyerang atau
menggerek tanaman serta kerusakan yang ditimbulkannya.

Semua spesies penggerek batang padi dalam siklus hidupnya memiliki


masa metamorphose sempurna dimulai dari fase telur, larva, pupa, dan ngengat.
Fase larva adalah yang berperan menjadi hama karena dalam hidupnya
memperoleh makanannya dengan cara menggerek tanaman padi dan
menimbulkan kerusakan.

Pengendalian hama penggerek batang padi


1. Pengaturan Pola Tanam

28
a. Dilakukan penanaman serentak, sehingga tersedianya sumber makanan
bagi penggerek batang padi dapat dibatasi.
b. Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan padi sehingga dapat
memutus siklus hidup hama.
c. Pengelompokan persemaian dimaksudkan untuk memudahkan upaya
pengumpulan telur penggerek secara masal.
d. Pengaturan waktu tanam yaitu berdasarkan penerbangan ngengat atau
populasi larva di tunggul padi.
e. 15 hari sesudah puncak penerbangan ngengat generasi pertama.
f. Dan atau 15 hari sesudah puncak penerbangan ngengat generasi
berikutnya.

2. Pengendalian Secara Fisik dan Mekanik


a. Cara fisik
1) Penyabitan tanaman serendah mungkin sampai permukaan tanah
pada saat panen
2) Singkal dan penggenangan air setinggi 10 cm agar jerami atau
pangkal jerami cepat membusuk sehingga larva atau pupa mati
b. Cara mekanik
Cara mekanik dapat dilakukan dengan mengumpulkan kelompok telur
penggerek batang padi di persemaian dan di pertanaman, serta
penangkapan ngengat dengan menggunakan lampu perangkap (light trap)

3. Pengendalian hayati, dengan pemanfaatan musuh alami baik parasitoid,


predator maupun pathogen.

4. Pengendalian Secara Kimiawi


a. Pengendalian dilakukan berdasarkan populasi ngengat:
b. Ambang kendali 1 ekor ngengat yang terpantau pada light trap
c. Semprot pada saat 4 hari setelah ada penerbangan ngengat
d. 1 ekor ngengat hidup 5 hari = 5 kel telur x 150 ulat = 750 ulat
e. 1 ulat makan 6 tanaman : 750 x 6 = 4500 tanaman rusak
f. Jadi dari 1 ekor ngengat bisa merusak 4500 tanaman padi
g. Apabila diperlukan sebagai alternatif pada fase vegetatif penggunaan
insektisida dapat dilakukan pada saat ditemukan kelompok telur rata-rata

29
1 kelompok telur/ m2 atau intensitas serangan rata-rata 5%.
Pengendalian dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan
insektisida berbahan aktif fipronil (contoh: Regent 0.3 GR, yang
digunakan untuk pengendalian penggerek batang fase vegetatif), dengan
cara aplikasi seperti berikut:

Sasaran Dosis/konsentrasi Cara dan waktu


formulasi pemakaian
Penggerek batang 10 kg Ditabur merata di
pertanaman atau
dicampur pupuk pada
umur 15-20 HST
Tabel 2.Cara Aplikasi Insektisida Untuk Pengendalian Penggerek Batang
2. Wereng Hijau. (green leafhopper)

Beberapa jenis dari wereng hijau diantaranya adalah Nephottetix


virescens, N. Nigropictus, N. Cinticeps, N. Malayanus. Peran wereng hijau (WH)
dalam sistem pertanaman padi menjadi penting karena WH merupakan vektor
penyakit tungro, yang merupakan salah satu virus terpenting di Indonesia.
Kemampuan WH dalam menghambat sistem pertanian oadi sangat tergantung
pada virus tungro.

Sebagai hama, WH banyak ditemukan pada sistem sawah irigasi teknis,


ekosistem tadah hujan, tetapi tidak lazim pada ekosistem padi gogo. WH
menghisap cairan dari dalam daun bagian pinggir, tidak menyukai pelepah, atau
daun daun bagian tengah. WH menyebabkan daun daun padi menjadi berwarna
kuning sampai kuning orange, penurunan jumlah anakan, dan pertumbuhan
tanaman yang terhambat/ memendek. Pemupukan unsur nitrogen yang tinggi
sangat memicu perkembangan WH.

Gejala penularan wereng hijau:


a. Tertular penyakit virus seperti tungro, kerdil kuning, daun kuning-
oranye/yellow-orange leaf yang menyebabkan tanaman padi menguning
sementara (transitory yellowing)
b. Tanaman kerdil dan vigor menurun

30
c. Jumlah anakan produktif sedikit
d. Tanaman layu atau mengering

Faktor yang mendukung perkembangan wereng hijau:


a. Adanya rumput dekat saluran irigasi dan tanggul/galengan.
b. Ratun tanam padi.
c. Curah hujan rendah dan suhu tinggi.
d. Lingkungan tadah hujan dan irigasi lahan basah.
e. Penggunaan pupuk nitrogen berlebihan
Pengendalian wereng hijau:
a. Penggunaan varietas tahan wereng hijau dan tahan tungro.
b. Kurangi indeks pertanaman padi menjadi dua kali pertahun dan tanaman
serempak dalam satu hamparan untuk mengurangi populasi wereng hijau
dan serangga vektor lainnya.
c. Tanam lebih awal, terutama pada kemarau, untuk mengurangi resiko
penyakit yang ditularkan oleh vektor-serangga.
d. Hindari penanam selama puncak populasi wereng hijau (dapat diketahui
dari catatan historis) untuk menghindari serangan. Perangkap cahaya
dapat digunakan untuk mengetahui populasi wereng hijau.
e. Gunakan pupuk nitrogen sesuai kebutuhan tanaman (berdasarkan pada
bagan warna daun – BWD).
f. Kendalikan gulma, baik di sawah maupun pematang, untuk
memusnahkan rumput inang wereng hijau dan meningkatkan vigor
tanaman.
g. Rotasi tanaman dengan tanaman bukan padi selama musim kemarau
untuk mengurangi inang alternatif penyakit.
h. Aplikasi insektisida diperlukan jika terdapat lebih dari 5 ekor wereng hijau
per rumpun. Namun jika ada tungro, walaupun ada dua wereng hijau per
rumpun dapat merusak pertanaman padi. Penggunaan insektisida harus
mempertimbangkan resiko terhadap kesehatan dan lingkungan.
Beberapa insektisida yang efektif, terutama yang berbahan aktif BPMC,
buprofezin, etofenfroks, imidakloropid, karbofuran, MIPC, pimetrozin,
tiametoksam.

3. Walang Sangit/rice bug Leptocorisa oratorius (Fabricius)

31
Walang sangit merupakan hama yang umum merusak bulir padi
pada fase pemasakan. Mekanisme merusaknya yaitu menghisap butiran
gabah yang sedang mengisi. Apabila diganggu, serangga akan
mempertahankan diri dengan mengeluarkan bau. Selain sebagai mekanisme
mempertahankan diri, bau yang dikeluarkan juga untuk menarik walang
sangit lain dari species yang sama. Walang sangit merusak tanaman ketika
mencapai fase berbunga sampai matang susu. Kerusakan yang ditimbulkan
menyebabkan beras berubah warna dan mengapur, serta gabah menjadi
hampa.

Siklus hidupnya:

1) Imago. Imago meletakan telur pd bag atas daun tanaman. Pd tan padi
daun bendera lebih disukai. Serangga dewasa pd pagi hari aktif terbang
dari rumpun ke rumpun sedangkan penerbangan yang relatif jauh terjadi
pd sore atau malam hari. Pada masa tidak ada pertanaman padi atau
tanaman padi masih stadia vegetatif, imago bertahan hidup/berlindung
pd tanaman sekitar sawah.
2) Telur. Berbentuk oval dan pipih berwarna coklat kehitaman, diletakan
satu persatu dlm 1-2 baris sebanyak 12-16 butir. Lama periode bertelur
57 hari dengan total produksi terlur per induk + 200 butir. Lama stadia
telur 7 hari.
3) Nimfa. Tdp5 instar pertumbuhan nimfa selama+ 19 hari. Nimfa muda
bergerak ke malai mencari bulir padi masak susu, bulir yg sudah keras
tidak disukai. Nimfa-nimfa dan dewasa pada siang hari yang panas
bersembunyi dibawah kanopi tanaman.

Gejala Serangan walang sangit :


a. Gabah kecil dan menciut
b. Gabah cacat atau spotty grains
c. Gabah hampa
d. Muai tegak

Faktor yang mendukung perkembangan walang sangit :


a. Tanam padi begiliran/tidak serempak

32
b. Areal pertanaman padi dekat dengan hutan dengan area rumput yang
luas.
c. Rumput liar terdapat di dekat kanal.
d. Langit mendung dan sering hujan gerimis.

Pengendalian Walang Sangit:


a. Sanitasi : musnahkan gulma di areal pertanaman dan cegah
perkembangan walang sangit selama periode bera.
b. Tanam serentak : ratakan lahan agar pertumbuhan tanaman padi
seragam
c. Pengendalian mekanik : pada saat populasi rendah, walang sangit
ditangkap dengan jaring pada pagi atau sore hari, tetapi memerlukan
banyak tenaga kerja.
d. Pengendalian biologi : beberapa tabuhan, belalang dan laba-laba
menyerang walang sangit atau telurnya. Penggunaan insektisida dapat
mengganggu pengendalian biologi, yang mengakibatkan resurgensi
hama. Laba-laba, kumbang coccinellid, dan capung merupakan
pemangsa wang sangit dewasa dan nimfa.
e. Pengendalian kimia : lakukan pengamatan sejak fase pra-pembungaan
sampai fase pemasakan gabah (hard dough stage). Pengendalian
dengan insektisida kimia diperlukan jika terdapat lebih dari 10 walang
sangit per 20 rumpun tanaman. Bsa menggunakan insektisida yang
berbahan aktif BPMC (Baycarb) atau etofenproks (contoh: Trebon).

4. Ulat grayak (army worm)


Ulat grayak memakan daun padi juga memotong bibit muda dari pangkal
tanaman atau pangkal malai. Ulat grayak makan di bagian aras kanopi padi pada
saat cuaca berawan atau malam hari. Ulat grayak betina bertelur 800-1.000 butir
setiap minggu.

Sifat penyerangan ulat grayak:


a. Memakan sampai ke ujung daun atau sepanjang tepi daun
b. Memakan keseluruhan daun, hanya meninggalkan tulang daun
c. Meninggalkan daun dan tanaman yang berlubang

33
d. Memotong batang atau pangkal tanaman
e. Memotong malai padi dari pangkalnya

Faktor yang mendukung serangan ulat grayak:


a. Adanya inang alternatif.
b. Periode kekeringan yang diikuti oleh hujan lebat
c. Pertanaman padi di lahan kering dan sawah

Pengendalian ulat grayak:


a. Menggenangi pertanaman padi untuk menekan populasi karena ulat tidak
dapat bertahan pada air yang tergenang.
b. Pembibitan jauh dan bebas dari gulma.
c. Mengendalikan gulma di luar dan di dalam sawah.
d. Mempertahankan musuh alami ulat grayak (misalnya tawon dan laba-
laba)
e. Tidak menggunakan insektisida.
f. Gali lubang atau parit sebagai tempat bagi ulat grayak berlindung dari
sinar matahari, larva dapat dengan mudah berkumpul pada lubang
tersebut.
g. Parit penuh-abu juga dapat berfungsi sebagai penghalang ulat grayak
keluar dari persemaian selama outbreak. Tempatkan ranting di sekeliling
sawah sebagai tempat bagi ulat grayak untuk berkumpul.
h. Penggunaan insektisida kimia harus menjadi pilihan terakhir untuk
mengendalikan ulat grayak. Pilihan insektisida bergantung pada
ketersediaan peralatan aplikasi, biaya insektisida, adanya ikan di sawah
(minipadi), atau perlunya melestarikan musuh alami. Penggunaan
insektisida ini dapat mengganggu pengendalian secara biologis sehingga
dapat mengakibatkan resugensi dan outbreak hama.
i. Bila diperlukan gunakan insektisida yang berbahan aktif etofenproks
(contoh: Trebon) atau bahan aktif MIPC (contoh: Mipcin, Sidacin).
5. Hama Putih Palsu
Nama umum lainnya : Rice leaf roller, Grass Leaf roller. Serangga dewasa
penggulung daun (cnaphalocrocis medinalis) adalah ngengat berwarna kuning-
coklat. Ngengat betina dapat meletakkan 300an telur setiap malam selama

34
hidupnya antara 3-10 hari. Larva membentuk ruang makan pelindung bersama-
sama dengan melipat helaian daun dan merekatnya dengan helaian sutra dan
feed jaringan daun. Gejala serangan berupa garis-garis putih membujur dan
transparan daun. Ulat Leaffolder menggulung daun padi dengan menyertakan
dirinya danmeletakkan tepi daun bersama dengan helaian sutra. Sementara di
dalam lipatan daun, ulat memakan jaringan daun dengan mengerik jaringan
permukaan daun.

Gejala serangan hama putih palsu:


a. Garis-garing longitudinal berwarna keputihan dan transparan pada daun
rusak
b. Daun terlipat tubular
c. Ujung daun adakalanya diikat ke bagian basal daun
d. Pertanaman yang terserang berat terlihat seperti terbakar dengan banyak
daun terlipat.

Faktor pendukung serangan hama putih palsu:


a. Pemupukan dengan takaran tinggi.
b. Kelembaban tinggi dan tanaman ternaungi
c. Gulma rumput yang tumbuh di dalam dan sekitar sawah.
d. Sawah bukaan baru dengan sistem irigasi dan tumpang sari

Pengendalian Hama Putih Palsu :


a. Larva yang mati yang terinfeksi virus tergantung pada daun dikumpulkan
dan dimusnahkan dalam air, kemudian disemprotkan pada tanaman
untuk menyebar virus ke ulat lain.
b. Rotasi tanaman padi dengan palawija atau tanaman lainnya atau lahan
diberakan.
c. Menghilangkan ratun.
d. Lahan digenangi dan diolah setelah panen.
e. Memusnahkan gulma rumput di sawah dan galengan.
f. Mengurangi kepadatan tanaman.
g. Menggunakan pupuk berimbang.

35
h. Hati-hati menyobek benang sutra pada daun yang terlipat dan
musnahkan ulat di dalamnya. Tidak menjatuhkan ulat hidup ke air irigasi.
i. Ulat dapat diberikan ke ayam atau bebek, atau di buat kompos. Ulat yang
sudah kering dapat menjadi pakan ikan.
j. Pengendalian biologi : tumbuhan parasit, kumbang predator, laba-laba,
dan jangkrik predator (Anaxipha sp.) dapat menyerang ulat hama putih
palsu.
k. Penggunaan insektisida (bila diperlukan) berbahan aktif fipronil,
karbofuran (contoh: furadan), bensultap (contoh; Bancol), BPMC (contoh;
Baycarb, Hopcin), dimehipo (contoh: Spontan, Eto, Manuver), etofenproks
(contoh: Trebon), flubendiamida (contoh; Takumi), imidakloprid (contoh:
Confidor, Avidor), klorantraniliprol (contoh: Prevaton), MIPC (contoh:
Mipcin, Sidacin), monosultap (contoh: Trisula), profurit spinosad,
spinoteram, tiometoksam+kloranranilipro;
l. Tidak menggunakan insektisida sampai tanaman berumur 30 hari setelah
tanam pindah atau 40 hari sesudah sebar benih. Tanaman padi yang
terserang pada fase ini dapat pulih apabila air dan pupuk dikelola dengan
baik.

6. Wereng Coklat (WCK) (Nilaparvata lugens)


Wereng coklat dapat menyebabkan daun berubah kuning oranye sebelum
menjadi coklat dan mati. Wereng coklat selain berperan sebagai hama yang
merusak secara langsung tanaman padi dengan mengisap cairan tanaman.
Dalam keadaan populasiwerng tinggi dan varietas yang ditanam rentan wereng
coklat, dapat mengakibatkan tanaman seperti terbakar atau “hopperburn” wereng
coklat juga dapat menularkan penyakit virus kerdil hampa san virus kerdil rumput,
dua penyakit sangat merusak.

Ledakan WCK biasanya terjadi akibat penggunaan pestisida yang tidak


tepat, penanaman warietas rentan, pemeliharaan tanaman, terutama pemupukan
yang kurang tepat, dan kondisi lingkungan yang cocok untuk WCK (panas,
lembab, dan pengap)

Wereng coklat berkembang biak sangat tinggi. Serangga dewasa mampu


menghasilkan sampai 600 butir telor. Siklus hidup sekitar 28 hari, stadium telur

36
sekitar 8 hari, nimfa 18 hari, dewasa sekitar 10 hari. Laju perkembang biakan
pada varietas rentan pada lingkungan yang optimum dalam satu musim tanam
dapat mencapai 500 kali dari populasi generasi awal. Wereng coklat menyerang
tanaman pada bagian batang atau pelepah daun padi.

Morfologi wereng coklat


a. Serangga dewasa membentuk sayap panjang dan sayap pendek.
b. Telur diletakkan di dalam pelepah daun atau tulang-tulang daun.
c. Bentuk kelompok telur seperti sisiran pisang dan menetas dalam waktu 7
– 9 hari menjadi nimfa.
d. Nimfa wereng coklat terdapat 5 instar.
e. Periode nimfa 13 – 15 hari.

Gejala serangan wereng coklat


a. Akibat serangan wereng coklat, daun dan batang tanaman menjadi
berwarna kuning, kemudian berwarna coklat, dan akhirnya seluruh
tanaman mengering seperti disiram air panas (hopperburn).
b. Wereng coklat juga dapat menularkan penyakit virus kerdil hampa dan
kerdil rumput.
c. Tanaman yang terkena virus kerdil hampa menjadi kerdil, bagian daun
seperti terpuntir, pendek, kaku dan berlekuk-lekuk, anakan bercabang
dan malai hampa.
d. Tanaman yang terkena virus kerdil rumput menjadi kerdil, beranakan
banyak, daun menjadi pendek dan tidak keluar malai.

Faktor yang mendukung perkembangan wereng coklat:


a. Pertanaman padi diairi terus-menerus
b. Naungan dan kelembapan tinggi
c. Kanopi tanaman padi rapat.
d. Penggunaan pupuk nitrogen berlebihan.
e. Penyemprotan insektisida pada awal musim tanam.

Pengendalian wereng coklat


1. Pra tanam dan Persemaian

37
a. Persiapan benih bermutu, bersertifikat, varietas tahan wereng coklat
(Ciherang, Mekongga, Inpari 3, Inpari 6, Inpari 13).
b. Eradikasi/sanitasi lingkungan dari sisa tanaman yang terserang
wereng coklat, kerdil hampa, dan kerdil rumput.
c. Tebar benih/pesemaian setelah keadaan lingkungan bersih dari
sumber penularan wereng coklat, kerdil hampa dan kerdil rumput.
d. Amati adanya wereng imigran dengan lampu perangkap, bila ada
populasi imigran, buat pesemaian 15 hari setelah terjadinya puncak
imigran pertama atau 15 hari setelah puncak imigran yang ke dua.
e. Lakukan penanaman secara serempak.
f. Pengamatan populasi wereng coklat sejak awal di pesemaian.
g. Manfaatkan musuh alami/agens hayati dari awal.

2. Fase Tanaman Muda sampai tanaman menjelang panen


a. Tanam secara serempak varietas tahan wereng coklat dengan
system legowo dan hindari menanam varietas rentan.
b. Amankan tanaman muda yang ada (gerakan pengendalian secara
serempak/berjamaah).
c. Pengamatan intensive terutama terhadap populasi wereng coklat
pada tanaman muda.
d. Manfaatkan musuh alami/agens hayati dari awal
e. Sanitasi selektif/eradikasi tanaman yang terserang wereng coklat
berat dan tanaman bergejala penyakit virus kerdil rumput dan kerdil
hampa.
f. Seringkali aplikasi insektisida tidak efektif dan tidak efisien
disebabkan aplikasi insektisida sudah terlambat yaitu dilakukan pada
saat populasi sudah terlampau tinggi, kesalahan memilih insektisida
dan teknik aplikasi.
g. Semprot dengan insektisida berbahan aktif fipronil pada tanaman
muda secara tepat, pada saat populasi lebih dari 3 ekor per rumpun
pada tanaman berumur kurang dari 40 HST, atau pada saat populasi
lebih dari 5 ekor per rumpun pada saat tanaman berumur lebih dari 40
HST. Pemakaian insktisida berbahan aktif fipronil (contoh: Regent 80
WG) dilakukan dengan cara aplikasi berikut:

38
Sasaran Dosis/konsentrasi formulasi
Wereng coklat 20-24 gr/ha

Note: - Apabila populasi wereng coklat tinggi maka tambahkan buprofezin


(Aplaud).
- Ambang kendali wereng coklat adalah 1 ekor per rumpun apabila
ditemukan gejala kerdil rumput dan kerdil hampa

3. Pelestarian musuh alami wereng coklat


a. Banyak musuh alami wereng coklat yang cukup efektif menekan
perkembangan populasi wereng coklat antara lain jenis laba-laba,
kumbang Coccinelid, Ophionea, dan Paederus, kepik Cyrtorhinus,
predator yang hidup di air, parasit telur seperti Anagrus, Oligosita, dan
Gonatocerus, parasite nimfa dan dewasa antara lain Elenchus, dan
Pseudogonatopus, dan jamur pathogen serangga seperti Beauveria
dan Metharhizium.
b. Penyemprotan insektisida perlu dilakukan dengan tepat dan saat
dibutuhkan untuk mencegah terbunuhnya musuh alami.

7. Keong Mas
Keong Mas atau Siput Murbei (Pomacea canaliculata Lamark) adalah
siput air tawar yang menyerang tanaman padi di bawah umur 15 HST. Rumah
keong mas berbentuk bundar atau setengah bundar berukuran bias mencapai 10
cm, memiliki 4-5 putaran kanal yang dangkal. Sebagai binatang pendatang,
keong mas mudah dibedakan dengan keong lokal dari bentuk maupun ukuran
rumah siput dan warna kelompok telur. Warna rumah siput keong mas umumnya
berwarna coklat sampai kuning muda tergantung tempat berkembangnya, keong
lokal atau keong gondang berwarna kecoklatan. Kelompok telur keong mas
berwarna merah muda yang diletakan di atas permukaan air, sedangkan telur
keong gondang berwarna putih yang diletakan di bibir permukaan air.
Siklus hidup keong mas

Siklus hidup keong mas tergantung pada lingkungannya yaitu


ketersediaan air dan makanan, temperature, dan hujan. Pada lingkungan dengan
makanan dan air yang cukup, temperature yang tinggi siklus hidup keong mas
sekitar tiga bulan, selalu aktif dan bertelur sepanjang waktu. Keong mas

39
berukuran 2,5 cm sudah mulai bertelur, setelah dua kali bertelur ukuran keong
bertambah besar. Keong mas mampu bertahan hidup 2-6 tahun. Telur diletakkan
berkelompok di atas permukaan air pada batang tanaman, ranting, pematang,
dinding saluran irigasi, ajir bambu, menyerupai buah murbai sehingga disebut
siput murbai. Seekor keong mas dalam waktu satu bulan dapat menghasilkan 15
kelompok telur. Satu kelompok telur keong mas bisa mencapai ratusan butir,
sedangkan satu kelompok telur keong gondang hanya berkisar 15-35 butir. Pada
umumnya telur berwarna merah muda dan menjadi berwarna lebih muda
menjelang menetas. Tiap kelompok telur berisi 235 sampai 860 butir. Telur
menetas setelah berumur 8-14 hari.

Pengendalian keong mas


a. Tanaman padi yang rentan terhadap serangan keong mas adalah dari
fase pesemaian sampai 30 hari setelah tanam pindah.
b. Secara mekanis; dilakukan secara terus menerus
c. Mengumpulkan keong mas dan telurnya kemudian dimusnahkan.
d. Memasang ajir untuk sebagai tempat berkumpulnya kelompok telur,
kemudian kelompok telur tersebut dimusnahkan.
e. Buat caren (parit kecil) atau saluran air untuk memudahkan mengambil
keong mas, berikan daun pepaya sebagai umpan untuk menumpulkan
keong emas dalam caren.
f. Menggembalakan 200 ekor bebek/ha di lahan sawah dua hari sebelum
tanam selama 8 jam/hari dapat menekan populasi keong mas hingga
80%.

Secara budidaya:
a. Sebar benih lebih banyak untuk persiapan menyulam.
b. Tanam bibit lebih tua pada daerah yang banyak keong mas.
c. Tidak menggenangi sampai 7 HST. Keong mas lebih aktif dan lebih rakus
makan jika air di sawah sama dengan tinggi rumah keong oleh karena itu
pengairan perlu diatur dan sebaiknya sawah tidak diairi selama 7 – 10
HST.
d. Pupuk dasar (terutama urea) diberikan 1 hari sebelum tanam. Kulit keong
mas yang terkena pupuk dapat menyebabkan iritasi sehingga mengurangi
kerakusan makan dan keong mati karena banyak mengeluarkan lendir.

40
e. Pemberian saponin dengan dosis 20 kg/ha.

8. Tikus sawah
Tikus sawah Rattus argentiventer merupakan hama utama tanaman padi
yang dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman padi dari mulai di
pesemaian sampai panen, bahkan sampai pada penyimpanan. Kerusakan yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan kehilangan hasil 30-50%. Tikus sawah lebih
menyukai tanaman padi yang sedang bunting, sehingga menimbulkan kerusakan
yang paling tinggi

Siklus hidup tikus sawah.

1. Periode reproduksi terjadi pd saat tan padi periode generatif. Dlm 1 musim
tanam padi, tikus sawah beranak hingga 3 kali dg rata-rata 10 ekor anak
per kelahiran.
2. Tikus betina relatif cepat matang seksual (±1 bulan) dan lebih cepat dp
jantannya (±2-3 bulan), tergantung dari ketersediaan pakan di lapangan.
3. Masa bunting tikus betina 21 hari dan mampu kawin lagi 24-48 jam
setelah melahirkan.
4. Seekor tikus betina dapat menghasilkan total sebanyak 80 ekor tikus baru
dalam satu musim tanam padi. Tikus sawah bersarang pd lubang di tanah
yg digali (utk reproduksi dan membesarkan anak) dan di semak-semak).
5. Tikus makan apa saja yg dimakan manusia. Apbl makanan berlimpah,
tikus sawah lbh memilih pakan yg paling disukai yaitu padi.
6. Tikus menyerang padi pd malam hari dan pd siang hari sembunyi di dlm
lubang pd tanggul irigasi, jalan sawah, pematang, dan daerah
perkampungan dekat sawah.
7. Pada saat bera, tikus sawah menyerbu pemukiman penduduk dan
gudang padi dan akan kembali lagi ke sawah setelah tan padi memasuki
fase generatif

Karakteristik tikus sawah:


a. Makan pada malam hari, dan aktivitas tinggi pada senja hari dan saat
fajar.

41
b. Memiliki penglihatan yang buruk, tetapi sensitif terhadap gerakan, bau,
rasa, dan sentuhan.
c. Memakan berbagai macam makanan dan terus mempertajam gigi.
d. Memiliki neophobia atau sifat takut sementara terhadap sesuatu yang
asing seperti makanan baru.
e. Perenang dan pendaki yang baik dan dapat melakukan perjalanan jarak
jauh. Tikus memiliki kumis yang pajang dan ekor kewaspadaan untuk
membimbing dalam perjalanan.
f. Dapat menjadi kanibalisme pada saat makanan langka.

Kerusakan yang ditimbulkan oleh tikus


a. Dapat menimbulkan kerusakan langsung pada tanaman padi disemua
fase pertumbuhan, memotong seluruh anakan dan memanjat anakan
untuk memotong malai tanaman padi.
b. Memakan benih yang disimpan di gudang.
c. Dapat menularkan penyakit ke manusia seperti penyakit pes, demam
gigitan tikus (rat-bite), tipus, salmonella, dan leptospirosis.

Karakteristik lain dari kerusakan tanaman padi oleh tikus:


a. Kehilangan benih yang berkecambah
b. Kehilangan rumput atau tanaman
c. Terpotongnya bibit muda
d. Batang yang terpotong tidak beraturan
e. Muncul anakan baru dari batang
f. Memakan tunas yang baru berkembang atau gabah yang masak
g. Kehilangan gabah dan malai

Teknologi Pengendalian
1. Tanam dan panen serempak
Dalam satu hamparan, usahakan selisih waktu tanam tidak lebih dari 2
minggu, dengan tujuan membatasi ketersediaan pakan bagi tikus sawah,
sehingga tidak terjadi perkembangbiakan secara terus menerus.
2. Sanitasi habitat

42
Sanitasi lingkungan dan manipulasi habitat bertujuan untuk menjadikan
lingkungan sawah menjadi tidak menguntungkan bagi kehidupan dan
perkembangbiakan tikus.
a. Habitat tikus sawah:
b. Tanggul irigasi
c. Pematang sawah (disarankan dilakukan minimalisasi ukuran pematang
(<30 cm) agar tidak digunakan sebagai tempat berlindung dan bersarang
tikus
d. Semak belukar
e. Pekarangan dekat sawah
f. Lahan kosong dekat sawah
g. Tanggul jalan/jalan desa

3. Gropyok masal
Menangkap atau membunuh tikus dengan menjaring, menggali sarang,
memburu tikus dan cara-cara lain yang dilakukan bersama-sama serta focus
pada habitat utama (tanggul iirgasi, pematang besar, tanggul jalan, tepi
kampung).

4. Fumigasi/pengemposan
Fumigasi dengan asap belerang dilakukan selama masih dijumpai sarang tikus
terutama pada stadia generative padi. Agar tikus lebih cepat mati, tutuplah
lubang tikus dengan lumpur setelah difumigasi, dan sarang tidak perlu dibongkar

5. Penerapan TBS
TBS (Trap Barrier System) atau sistem bubu perangkap terdiri atas:
a. Tanaman perangkap yaitu padi yang ditanam 3 minggu lebih awal untuk
menarik tikus dari sekitarnya. Petakan TBS berukuran 25 m x 25 m
dikelilingi pagar plastik.
b. Pagar plastik atau terpal setinggi 60 cm, ditegakkan dengan ajir bambu
dan bagian bawahnya harus terendam air, agar tikus tidak mampu
menerobosnya.
c. Bubu perangkap dipasang pada setiap sisi dalam TBS (menghadap
keluar), dibuat dari ram kawat dengan ukuran 40 cm x 20 cm x 20 cm.

43
6. Penerapan LTBS
Sistem Bubu Perangkap Linier (LTBS) berupa bentangan pagar plastik setinggi
50-60 cm, dengan panjang minimal 100m. Bubu perangkap dipasang setiap jarak
20 m pada LTBS dengan menghadap arah secara berselang-seling sehingga
mampu menangkap tikus dari dua arah. LTBS dianjurkan dipasang pada
perbatasan antar sawah dengan habitat utama tikus seperti, sepanjang tepi
kampung, tanggul irigasi, tanggul jalan/pematang besar. LTBS dirancang
berdasarkan pola pergerakan tikus sawah, sehingga tidak memerlukan bahan
umpan atau tanaman perangkap.

7. Rodentisida
Rodentisida hanya digunakan apabila populasi tikus sangat tinggi. Aplikasi
rodentisida yang baik adalah setelah panen hingga menjelang tanam berikutnya
(sebelum ada tanaman). Umpan ditempatkan di habita utama sumber populasi
tikus dan harus sesuai anjuran. Salah satu rodentisida yang bisa digunakan
adalah yang memiliki bahan aktif flocoumafen (contoh: Storm 0.005 BB).

Sasaran Dosis dan cara aplikasi


Tikus sawah Pengumpanan siap pakai. Letakkan
Rattus argentiventer storm di sepanjang pematang sawah
Tikus belukar dengan jarak 5 – 10 meter di setiap
Ratus tiomanicus lubang tikus. Ulangi setiap 7-14 hari
pada periode pindah tanam hingga
pembungaan.

8. Kepik Hijau (Nezara viridula), Hama Pengisap Polong Kedelai

Hama pengisap polong pada tanaman kedelai yang disebabkan oleh


kepik hijau (Nezara viridula) dapat menyebabkan penurunan hasil dan bahkan
dapat menurunkan kualitas biji. Akibat dari isapan hama pengisap polong dapat
menyebabkan kehampaan, terlambat tumbuh dan terbentuk biji-biji yang cacat
bentuknya yang biasanya memiliki bekas isapan. Nezara viridula tersebar luas di
daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, selain menyerang tanaman kedelai,
serangga ini juga menyerang tanaman padi, jagung, tembakau, kentang, cabe,
kapas dan berbagai jenis tanaman berpolong.

44
Ciri-ciri Nezara viridula :

1. Serangga dewasa biasanya berwarna hijau yang merata pada seluruh tubuh,
tetapi kadang-kadang berwarna kuning pada bagian kepala dan protorak,
dan jarang sekali yang seluruh tubuhnya berwarna kuning.
2. Tubuhnya berbentuk segilima seperti perisai, panjang tubuh sekitar 1-1.5 cm
dan kepalanya bersungut.
3. Di punggungnya terdapat 3 bintik berwarna hijau. Sedangkan nimfanya
(kepik muda) memiliki warna berbeda-beda tergantung perkembangan
instarnya. Pada awalnya berwarna coklat muda, kemudian berubah menjadi
hitam dengan bintik-bintik putih. Selanjutnya warna berubah menjadi hijau
dan berbibtik-bintik hitam dan putih.
4. Kepik betina dewasa bertelur pada permukaan bawah daun dan jumlahnya
mencapai 1100 butir selama hidupnya.
5. Telurnya berwarna kekuningan, kemudian berubah menjadi kuning, tetapi
menjelang menetas warnanya berubah menjadi kemerahan (merah bata).
Telur berbentuk oval agak bulat seperti tong.
6. Periode telur 4-6 hari.
7. Perkembangan dari telur sampai menjadi serangga dewasa kurang lebih
selama 4-8 minggu.

Gejala serangan :

1. Nimfa dan serangga dewasa merusak tanaman dengan cara mengisap


polong kedelai.
2. Pada polong yang masih muda dan terserang kepik hijau menyebabkan
polong tersebut menjadi kosong (hampa) dan kempis karena biji tidak
terbentuk dan polong gugur.
3. Pada polong tua menyebabkan biji keriput dan berbintik-bintik hitam yang
pada akhirnya biji menjadi busuk.

Pengendalian :

Prinsip pengendalian hama secara terpadu atau PHT merupakan suatu


cara pengendalian hama yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan
efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan
lingkungan yang berkelanjutan masih menjadi alternative utama dalam
pengendalian hama pengisap polong kepik hijau (Nezara viridula). Penggunaan

45
pestisida merupakan alternative terakhir yang apabila serangan hama kepik hijau
telah melampaui batas ambang kendali yaitu bila telah ditemukan kerusakan
polong lebih dari 2% atau terdapat sepasang kepik dewasa per tanaman saat
tanaman kedelai berumur lebih dari 45 hari setelah tanam. Adapun komponen
pengendalian hama pengisap polong kedelai adalah dengan cara sebagai berikut
:

1. Tanam serempak dalam tidak lebih dari 10 hari.


2. Pergiliran tanaman bukan inang.
3. Pengumpulan kepik dewasa ataupun nimfa untuk dimusnahkan.
4. Menjaga kebersihan lahan dari tanaman penganggu atau gulma.
5. Menggunakan pestisida apabila serangan telah melampaui batas ambang
kendali.

46
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Pengamatan Hama dan Penyakit Tanaman ini dilaksanakan
pada hari Kamis 20 Februari 2020 pukul 09.00 WITA dan bertempat di belakang
Gedung OECF Fakultas Pertanian, Universitas Mulawarman, Samarinda.

3.2 Metode Pelaksanaan


a. Alat dan Bahan
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Kamera
2. Pulpen
3. Buku
4. Benih Padi
5. Galon
6. Ember
b. Cara Kerja
1. Mengamati hama yang ada pada tanaman padi sawah.
2. Mengamati gejala dan penyebab kerusakan tanaman akibat hama
yang ditemukan.
3. Mencatat hasil yang diperoleh pada buku.
4. Mendokumentasikan bukti pengamatan
5. Menentukan pengendalian yang tepat untuk mengatasi serangan
hama tersebut.

47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1.Hasil Indentifikasi Hama Pada Tanaman Padi
a. Kepik Merah

b. Daun padi yang terserang hama

48
4.1.2.Hasil Indentifikasi Penyakit Pada Tanaman Padi
a. Hawar Daun

4.2 Pembahasan
1. Belalang Hijau
Belalang dikatakan sebagai hama karena memakan daun
tanaman padi sehingga menjadi berlubang-lubang. Lubang pada daun ini
menyebabkan gangguan dalam keberlaangsungan proses fotosintesis
fotosintesis.
a. Ciri-ciri Hama
 Umumnya berwarna hijau kecoklatan
 Memilki 3 pasang tungkai
 Memiliki kepala tunggal
 Tubuh terdiri dari thoraks, caput dan abdomen
 Antena pendek
b. Gejala Pada Tanaman
 Daun mudah rebah
 Daun berlubang
 Terdapat bekas gigitan

Pengendaliannya dapat dilakukan dengan penangkapan secara


mekasnik, pengendalian hayati menggunakan musuh alami seperti
burung pemangsa hewan, dan alternatif terakhir dengan insektisida tepat
dosis.

49
2. Ulat Grayak
Ulat grayak memakan daun padi juga memotong bibit muda dari
pangkal tanaman atau pangkal malai. Ulat grayak makan di bagian aras
kanopi padi pada saat cuaca berawan atau malam hari. Ulat grayak
betina bertelur 800-1.000 butir setiap minggu.
a. Ciri-ciri Hama

Ulat grayak memakan daun padi juga memotong bibit muda dari
pangkal tanaman atau pangkal malai. Ulat grayak makan di bagian aras
kanopi padi pada saat cuaca berawan atau malam hari. Ulat grayak
betina bertelur 800-1.000 butir setiap minggu

b. Pengendalian ulat grayak:


 Menggenangi pertanaman padi untuk menekan populasi karena
ulat tidak dapat bertahan pada air yang tergenang.
 Pembibitan jauh dan bebas dari gulma.
 Mengendalikan gulma di luar dan di dalam sawah.
 Mempertahankan musuh alami ulat grayak (misalnya tawon dan
laba-laba)
 Tidak menggunakan insektisida.
 Gali lubang atau parit sebagai tempat bagi ulat grayak berlindung
dari sinar matahari, larva dapat dengan mudah berkumpul pada
lubang tersebut.
 Parit penuh-abu juga dapat berfungsi sebagai penghalang ulat
grayak keluar dari persemaian selama outbreak. Tempatkan
ranting di sekeliling sawah sebagai tempat bagi ulat grayak untuk
berkumpul.
 Penggunaan insektisida kimia harus menjadi pilihan terakhir untuk
mengendalikan ulat grayak. Pilihan insektisida bergantung pada
ketersediaan peralatan aplikasi, biaya insektisida, adanya ikan di
sawah (minipadi), atau perlunya melestarikan musuh alami.
Penggunaan insektisida ini dapat mengganggu pengendalian
secara biologis sehingga dapat mengakibatkan resugensi dan
outbreak hama.

50
 Bila diperlukan gunakan insektisida yang berbahan aktif
etofenproks (contoh: Trebon) atau bahan aktif MIPC (contoh:
Mipcin, Sidacin).
3. Hawar Daun
Pada tanaman yang sudah menua luka berkembang sebagai
rembesan air hingga bergaris berwarna oranye-kuning pada helaian daun
atau pada ujung daun. Luka yang sudah tua berubah warna dari kuning
menjadi putih keabu-abuan dengan bintik hitam. Angin yang kencang dan
hujan lebat serta kemungkinan adanya inang alternative seperti gulma,
tunggul jerami dan ratun yang terinfeksi, dan kemungkinan adanya bakteri
pertanaman padi pada saluran irigasi menjadi pendukung perkembangan
hawar daun bakteri.
a. Ciri-ciri Hama
 Daun bercak jingga
b. Gejala Pada Tanaman
 Awal gejala penyakit berupa bercak kecil berwarna jingga, yang
timbul pada helaian daun.
 Terbentuk gejala hawar mirip gejala yang ditimbulkan oleh hawar
daun bakteri (BLB).
 Mekanisme penurunan hasil karena hawar daun jingga serupa
Pengendaliannya dapat dilakukan dengan pengguanaan varietas
tahan, pemupukan yang berimbang terutama nitrogen, penggunaan
pupuk K, tidak menggunakan benih tanaman yang terinfeksi,jarak tanama
tidak terlalu rapat, penanaman jajar legowo,sawah diberakan, perbaikan
drainase, pertanaman bersih dari gulma inang, tunggul padi jerami ratun
tanaman.

51
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari laporan observasi ini dapat disimpulkan bahwa hama pada penyakit
tanaman padi yang kami ada observasi ada 5 yaitu hama burung, belalang hijau,
walang sangit, ulat grayak, dan penggerek batang. Sedangkan untuk penyakit
pada tanaman padi yang diobservasi, kami hanya menemukan 2 penyakit yaitu
penyakit hawar daun dan bercak coklat pada daun padi.

Petani tanaman padi yang kami observasi tidak melakukan konsep PHT
dengan alasan efeknya lama dan petani lebih baik mencegah daripada
mengobati. Pada observasi ini tidak menggunakan ambang ekonomi dan aras
luka ekonomi tidak terjadi.

5.2 Saran

Dari laporan identifikasi hama dan penyakit pada tanaman padi ini kami
menyarankan :

a. Sebaiknya diadakan penyuluhan kepada petani tentang cara penanganan


hama dan penyakit tanaman padi yang tepat
b. Sebaiknya dalam penggunaan pestisida menggunakan takaran dan dosis
agar kerja pestisida bisa maksimal.
c. Sebaiknya petani mulai menggunakan konsep PHT untuk menjaga
keseimbangan dan ekosistem yang ada di daerah tanaman tersebut.

52
DAFTAR PUSTAKA

Melalui http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/pengendalian-hama-tikus-pada-
tanaman padi diakses pada 27 April 2015 pukul 14.05

Melalui http://www.duniapendidikan.net/2016/03/definisi-atau-pengertian-hama-
dan-macam-macam-jenis-hama-tanaman-beserta-contohnya-lengkap.html
diakses pada 27 April 2015 pukul 14.12

Melalui https://sugiartoagribisnis.wordpress.com/2011/01/20/macam-macam-
hama-dan-penyakit-pada-tanaman-serta-cara-pengendaliannya/ diakses
pada 27 April pukul 14.28

Melalui http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita-terbaru/378-
empat-prinsip-dasar-dalam-penerapan-pengendalian-hama-terpadu-
pht.html diakses pada 27 April pukul 14.30

Melalui http://ditjenbun.pertanian.go.id/perlindungan/berita-390-penentuan-aras-
luka-ekonomi-ale-dan-ambang-ekonomi--ae-larva-l-stigma-pada-tebu.html
diakses pada 27 April pukul 14.35

Melalui https://belajar. kemdikbud.go.id/SumberBelajar/tampilajar. php?


ver=11&idmateri=320&mnu=Materi3&kl=7 diakses pada 27 April pukul
14.42

Melalui https://angelicagunadi.wordpress.com/2012/05/20/macam-macam-hama-
pada-tumbuhan/ diakses pada 27 April pukul 14.45

Melalui https://www.academia. edu/11031132/ Pengertian_dan_ Golongan_


Pestisida diakses pada 27 April pukul 14.55

Melalui http://www.tanijogonegoro.com/2012/11/daftar-bahan-aktif-pestisida.html
diakses pada 27 April pukul 13.05

53
LAMPIRAN

54

Anda mungkin juga menyukai